isi terbaru tgl 10 2-2015

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padang merupakan salah satu daerah sentral produksi bengkuang yang tersebar di beberapa kecamatan yaitu, diantaranya kecamatan Koto Tangah, Nanggalo, Kuranji, dan Pauh. Pada tahun 2005 areal tanam mencapai 130 hektar dengan rata-rata produksi 192 kuintal per hektar (total produksi 2.765 ton). Selain kota Padang, ada beberapa daerah di Jawa seperti Kebumen juga merupakan sentral produksi bengkuang. Di Kebumen, menurut data BPS Kebumen (2005-2007) ada empat kecamatan sentra produksi bengkuang yang total produksinya berkisar 5.020-7.030 ton per tahun yakni, Prembun, Mirit, Bonorowon dan Padereso (Winarto, 2009). Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) merupakan tanaman tahunan yang dapat mencapai panjang 4-5 meter, sedangkan akarnya dapat mencapai 2 meter. Tumbuhan ini membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat seperti gasing dengan berat dapat mencapai 5

Upload: yasirecin-yasir

Post on 28-Jul-2015

75 views

Category:

Education


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi terbaru tgl 10 2-2015

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Padang merupakan salah satu daerah sentral produksi bengkuang yang

tersebar di beberapa kecamatan yaitu, diantaranya kecamatan Koto Tangah,

Nanggalo, Kuranji, dan Pauh. Pada tahun 2005 areal tanam mencapai 130 hektar

dengan rata-rata produksi 192 kuintal per hektar (total produksi 2.765 ton). Selain

kota Padang, ada beberapa daerah di Jawa seperti Kebumen juga merupakan

sentral produksi bengkuang. Di Kebumen, menurut data BPS Kebumen (2005-

2007) ada empat kecamatan sentra produksi bengkuang yang total produksinya

berkisar 5.020-7.030 ton per tahun yakni, Prembun, Mirit, Bonorowon dan

Padereso (Winarto, 2009).

Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) merupakan tanaman tahunan yang dapat

mencapai panjang 4-5 meter, sedangkan akarnya dapat mencapai 2 meter.

Tumbuhan ini membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat

seperti gasing dengan berat dapat mencapai 5 kg. Kulit umbinya tipis berwarna

kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak

manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbi ini

juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86-90%.

Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin, yang

tidak bisa dicerna tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes atau

orang yang berdiet rendah kalori (Heyne K, 1987). Umbi bengkuang sebaiknya

disimpan pada tempat kering bersuhu 120C hingga 160C. Suhu lebih rendah

1

Page 2: Isi terbaru tgl 10 2-2015

2

mengakibatkan kerusakan. Penyimpanan yang baik dapat membuat umbi bertahan

hingga 2 bulan (Heyne K, 1987).

Bengkuang adalah tanaman polong yang termasuk hortikutura yang

mempunyai potensi yang sangat baik untuk dikembangkan karena manfaat dari

tanaman bengkuang ini sangat banyak diantaranya adalah :

1) Umbi bengkuang mengandung inulin yang tidak dapat dicerna sehingga

dapat digunakan sebagai penganti gula.

2) Dapat diolah sebagai bahan makanan.

3) Sebagai bahan dasar obat untuk penyakit kanker, diabetes mellitus, nyeri

perut.

4) Sebagai bahan dasar kosmetik (Astawan, 2010).

Tanaman bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dikenal baik oleh masyarakat

kita. Umbi tanaman bengkuang biasa dimanfaatkan sebagai buah atau bagian dari

beberapa jenis masakan. Umbi tersebut bisa dimakan segar, dibuat rujak, ataupun

asinan. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna

putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta

forfor dan kalsium. Umbi ini memiliki efek pendingin karena mengandung kadar

air 86-90%. Bengkuang merupakan tanaman yang memiliki banyak fungsi.

Umbi bengkuang juga mengandung agen pemutih (whitening agent) yang

dapat memutihkan dan menghilangkan tanda hitam dan pigmentasi di kulit.

Bengkuang juga mengandung vitamin C dan senyawa fenol yang dapat berfungsi

sebagai sumber antioksidan bagi tubuh (Keny, 2010).

Page 3: Isi terbaru tgl 10 2-2015

3

Kandungan bengkuang (Pachyrrhizus erosus) salah satunya yaitu zat

besi dan vitamin C, dimana kandungan ini berfungsi untuk mempercepat proses

penyembuhan luka (Muscari, M, E, 2005).

Inflamasi adalah suatu respon protektif yang di tujukan untuk

menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik

yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchell, 2012). Inflamasi melaksanakan

tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan, atau menetralkan

agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin). Peradangan / inflamasi adalah

respon lokal (reaksi) dari jaringan hidup yang bervaskularisasi akibat rangsangan

endogen dan eksogen (Sugianto, 2013).

Respon inflamasi berlangsung bersamaan dengan proses perbaikan.

Inflamasi bertujuan merusak, melarutkan, atau mengatasi penyebab cedera, dan

proses ini pada gilirannya dapat berubah menjadi suatu rangkaian proses yang

sedapat mungkin memperbaiki jaringan yang rusak dan menyembuhkannya.

Perbaikan dimulai pada fase awal inflamasi dan biasanya selesai pada saat efek

cedera berhasil dinetralisasi.

Selama proses perbaikan, pada jaringan yang mengalami cedera, terjadi

regenarisasi sel parenkim dan pengisian daerah yang rusak oleh jaringan

fibroblastik. Pada dasarnya, inflamasi merupakan respons perlindungan untuk

membersihkan atau membuang penyebab cedera (seperti toksin atau mikroba)

maupun kerusakan yang ditimbulkannya (seperti toksin atau mikroba) maupun

kerusakan yang ditimbulkannya seperti sel dan jaringan nekrotik (Sjamsuhidajat,

2014).

Page 4: Isi terbaru tgl 10 2-2015

4

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat

proses patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ

tertentu (Lazarus, et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian di atas, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Apakah terdapat efektikitas

ekstrak umbi bengkuang (Pachyrhizus erosus) terhadap fase inflamasi dalam

proses penyembuhan luka mukosa oral pada tikus putih (Galur Wistar)?”.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas ekstrak umbi bengkuang (Pachyrhizus

erosus) terhadap fase inflamasi dalam proses penyembuhan luka mukosa

oral pada tikus putih (Galur Wistar).

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui efektifitas kandungan dari umbi bengkuang

(Pachyrhizus erosus).

2. Untuk mengetahui proses penyembuhan luka mukosa terhadap

fase inflamasi pada tikus (Galur Wistar).

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh esktrak umbi bengkuang

(Pachyrhizus erosus) terhadap fase inflamasi dalam proses

penyembuhan luka mukosa oral tikus putih (Galur Wistar).

Page 5: Isi terbaru tgl 10 2-2015

5

1.4. Manfaat

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang bermanfaat bagi

masyarakat tentang efektifitas ekstrak umbi bengkuang (Pachyrhizus

erosus) terhadap fase inflamasi dalam proses penyembuhan luka mukosa

oral pada tikus putih (Galur Wistar) sehingga dapat dipakai sebagai

bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

2. Memberikan salah satu cara pengobatan alternatif yang efektif dalam

proses penyembuhan luka mukosa oral tikus (Galur Wistar).

Page 6: Isi terbaru tgl 10 2-2015

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bengkuang (Pachyrhizus erosus)

2.1.1. Definisi Bengkuang (Pachyrhizus erosus)

Bengkuang (Pachyrhizus erosus) termasuk tanaman dalam famili

leguminosae, tanaman ini berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah bagian

utara. Penyebaran ke Filipina dilakukan oleh bangsa Spanyol kemudian

menyebar diberbagai negara di asia tenggara termasuk Indonesia

(Purseglove, 1987). Saat ini tanaman bengkuang banyak di usahakan di

negara-negara beriklim tropis. Tanaman bengkuang biasanya tumbuh

didataran rendah dan terletak di beberapa daerah di Indonesia. Bengkuang di

budidayakan didaerah perkebunan dataran rendah, misalnya terletak pada

daerah sekitar Jawa Barat dan Jawa Tengah (Hayne, 1987 dalam Demer,

2008).

2.1.2. Klasifikasi

Bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) termasuk ke dalam :

a. Kingdom : Plantae

b. Divisi : Magnoliophyta

c. Kelas : Magnoliopsida

d. Ordo : Fabales

e. Famili : Fabaceae

f. Genus : Pachyrhizus

g. pesies : Pachyrhizus

6

Page 7: Isi terbaru tgl 10 2-2015

7

Nama umum bengkuang adalah yam bean (Inggris), jicama

(Mexico), sengkuang (Malaysia), singkamas (Filipina), dan sangkalu (India).

Menurut Sorensen (1988), genus pachyrhizus terdiri atas lima spesies, yaitu

Pachyrhizus erosus (L.) Urban, P. ahipa (wedd.) parody, P. tuberosus (lam.)

spreng, P. ferrugineus (piper), dan P. panamensis. Ketiga spesies yang

pertama sudah dibudidayakan, sedang dua spesies lainnya masih merupakan

spesies liar.

Gambar 1. Umbi Tanaman Bengkuang (Pachyrhizus erosus).

Sumber : id.wikipedia.org/wiki/bengkuang

Bengkuang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak

diminati oleh masyarakat sebagai bahan konsumsi. Bengkuang juga telah

dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk-produk kecantikan seperti

lulur bengkuang, handbody bengkuang, dan sebagainya. Namun demikian

bengkuang masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga bengkuang

bukanlah buah yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan berharga mahal

(Williams, dkk., 1993).

Page 8: Isi terbaru tgl 10 2-2015

8

Varietas yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah bengkuang gajah

dan bengkuang badur. Perbedaan di antara kedua jenis bengkuang ini adalah

waktu panennya. Varietas bengkuang gajah dapat dipanen ketika usia tanam

memasuki empat sampai lima bulan. Varietas bengkuang badur memiliki waktu

panen lebih lama. Jenis ini baru dapat dipanen ketika tanamannya berusia tujuh

sampai sebelas bulan. Walaupun umbinya dapat dimakan, bagian bengkuang yang

lain seperti biji sangat beracun, sama seperti tuba.

Racun ini sering dipakai untuk membunuh serangga atau menangkap ikan,

terutama yang diambil dari biji-bijinya. Biji bengkuang yang telah masak kaya

akan lipid yaitu ± 30% namun tidak dapat dimakan karena memiliki isoflavonoid

yang tinggi yaitu rotenone, isoflavanon dan furano-3-fenil kumarin yang sangat

beracun bagi manusia (Kay, 1973).

Kandungan vitamin C pada buah bengkuang yang tinggi yaitu sebesar 20

mg/100 gram yang sangat berperan sebagai antioksidan yang bermanfaat untuk

menangkal serangan radikal bebas penyebab kanker dan penyakit seperti penyakit

jantung, diabetes, dan stroke. Sementara kandungan vitamin B1-nya bermanfaat

untuk mengoptimalkan fungsi otak, mencegah terjadinya kerusakan saraf, maupun

memperlancar sirkulasi darah (Dike, 2011).

Di dalam bengkuang terdapat juga fitoestrogen. Bagi kaum perempuan,

kehadiran fitoestrogen sangat diperlukan untuk mempertahankan kualitas hidup di

usia tua. Ketika memasuki masa monopouse dimana hormone estrogen tidak lagi

diproduksi tubuh, perempuan mengalami kemunduran fisik, diantaranya kulit

cepat mengeriput serta organ tulang mulai rapuh dan mudah patah (Astawan dan

Kasih, 2008).

Page 9: Isi terbaru tgl 10 2-2015

9

Bengkuang termasuk umbi-umbian yang memiliki kandungan air tinggi.

Bentuknya bulat dengan ujung yang meruncing. Buah ini sering digunakan untuk

bahan rujak. Bengkuang kaya vitamin C, kalsium, fosfor, dan serat makanan

(Sekarindah dan Rozaline, 2006).

Umbi bengkuang mengandung gizi yang cukup baik, yang secara umum

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Dalam 100 Gram Bengkuang

Komposisi Gizi Jumlah

Energi (kcal) 55,00

Protein (g) 1,40

Lemak (g) 0,20

Karbohidrat (g) 12,80

Kalsium (mg) 15,00

Fosfor (mg) 18,00

Kalium (mg) 0,60

Vitamin A (IU) 0,00

Vitamin B1 (mg) 0,04

Vitamin C (mg) 20,00

Air (%) 85,10

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992).

Kebanyakan masyarakat mengenal manfaat bengkuang hanya sebatas

sebagai kosmetik pemutih wajah atau kulit saja. Hal ini memang tidak juga salah

karena sesuai dengan sifat bengkuang yang memiliki banyak kandungan air yang

bervitamin dan mengandung antioksidan, sehingga sering digunakan oleh

masyarakat untuk kosmetik dalam pembuatan krim pemutih atau penghalus wajah

(Dike, 2011).

Page 10: Isi terbaru tgl 10 2-2015

10

Kandungan kimia tanaman bengkuang tanaman bengkuang mengandung :

saponin, flavonoid dan minyak atsiri. Senyawa lain yang terkandung di dalam biji

bengkuang yang mampu mempengaruhi selera makan pada larva antara lain

pachirryzida, rotenoid, isoflavonoid dan phenylcoumarine (Waji, 2009).

Saponin Senyawa ini terdapat pada daun dan biji bengkuang mempunyai

sifat menyerupai sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang

dapat menimbulkan busa bila dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah

sering menyebabkan turunnya sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer

saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuh-tumbuhan yang mengandung

saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa

saponin juga bekerja sebagai anti mikroba (Waji, 2009).

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada

tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim digunakan pada tumbuhan

tingkatan tinggi (Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-

glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon

dengan C- dan O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon,

flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk

aglikonya (Rohyami, 2008).

2.2. Inflamasi

2.2.1. Definisi Inflamasi

Inflamasi adalah suatu respon protektif yang di tujukan untuk

menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan

nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchell, 2012). Inflamasi

Page 11: Isi terbaru tgl 10 2-2015

11

melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan,

atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin).

Peradangan/inflamasi adalah respon lokal (reaksi) dari jaringan hidup yang

bervaskularisasi akibat rangsangan endogen dan eksogen (Sugianto, 2013).

2.2.2. Mekanisme Inflamasi

Respon inflamasi berlangsung bersamaan dengan proses perbaikan.

Inflamasi bertujuan merusak, melarutkan, atau mengatasi penyebab cedera,

dan proses ini pada gilirannya dapat berubah menjadi suatu rangkaian proses

yang sedapat mungkin memperbaiki jaringan yang rusak dan

menyembuhkannya. Perbaikan dimulai pada fase awal inflamasi dan

biasanya selesai pada saat efek cedera berhasil dinetralisasi.

Selama proses perbaikan, pada jaringan yang mengalami cedera,

terjadi regenarisasi sel parenkim dan pengisian daerah yang rusak oleh

jaringan fibroblastik. Pada dasarnya, inflamasi merupakan respons

perlindungan untuk membersihkan atau membuang penyebab cedera (seperti

toksin atau mikroba) maupun kerusakan yang ditimbulkannya (seperti toksin

atau mikroba) maupun kerusakan yang ditimbulkannya (seperti sel dan

jaringan nekrotik). Tanpa inflamasi, infeksi dapat berlangsung tanpa kendali,

luka tidak akan sembuh, dan organ yang mengalami cedera akan tetap sakit.

Meskipun demikian, inflamsi dan proses perbaikan tetap berpotensi

membahayakan, misalnya menimbulakan reaksi hipersensitif yang dapat

mengancam jiwa, seperti gigitan serangga, akibat obat-obatan atau toksin.

Respon inflamasi pada jaringan ikat bervaskularisasi akan melibatkan

komponen plasma, sel darah yang bersikulasi (seperti neutrofil, monosit,

Page 12: Isi terbaru tgl 10 2-2015

12

eosinofil, limfosit, basofil, dan trombosit), pembuluh darah dan komponen

seluler (seperti sel mast, fibroblast, makrofag, limfosit) dan ekstra selular

(seperti kolagen, elastin, fibrronektin, laminin, dan lain-lain) jaringan ikat.

Berbagai komponen itu berbentuk jaringan komonikasi seluler yang kuat

yang berakhir dengan meningkatnya respons inflamasi (Sjamsuhidajat,

2014).

2.2.3. Fase Inflamasi

Respon vaskular dan selular pada inflamasi akut dan kronis

diperantarai oleh mediator kimiawi yang berasal dari plasma atau sel yang di

induksi oleh rangsang inflamasi. Mediator tersebut dapat bekerja sendiri

atau secara bersama, atau dalam rangkaian reaksi, selanjutnya meningkatkan

respon inflamasi. Inflamasi akan dihentikan jika rangsang penyebab cedera

dihentikan dan mediator inflamasinya dihambat atau dihilangkan

(Sjamsuhidajat, 2014).

2.2.4. Jenis-jenis Inflamasi/Radang

Inflamasi dapat berlangsung akut maupun kronis. Inflamasi akut

berlangsung relative singkat, berakhir dalam beberapa menit, jam, atau hari

dengan gambaran utama adanya eksudasi cairan dan protein plasma (udem)

dan migrasi leukosit, terutama neutrofil. Inflamasi kronis berlangsung lebih

lama disertai gambaran histologis berupa adanya limfosit, makrofag,

penambahan pembuluh darah, fibrosis, dan jaringan nekrosis (Robbin,

2004).

Page 13: Isi terbaru tgl 10 2-2015

13

2.2.5. Gejala-gejala Terjadinya Respons Inflamasi

Kemerahan (Rubor) Kemerahan atau rubor biasanya merupakan hal

pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi

peradangan mulai timbul maka arteri yang mensuplai darah ke daerah

tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam

mikrosirkulasi lokal.

Pembuluh-pembuluh darah yang sebelumnya kosong atau sebagian

saja meregang dengan cepat dan terisi penuh oleh darah. Keadaan ini

dinamakan hiperemia atau kongesti menyebabkan warna merah lokal karena

peradangan akut. Timbulnya hiperemia pada permulaan reaksi peradangan

diatur oleh tubuh melalui pengeluaran zat mediator seperti histamin

(Mitchell, 2012).

Tabel 2. Perbedaan Inflamasi Akut dan Kronis

Akut Kronik

Etiologi Patogen, jaringan

injury

Radang akut yang persisten, akibat

pathogen yang tidak dapat dihancurkan,

benda asing yang persisten, atau reaksi

autoimun.

Sel-sel

utama yang

terlibat

Neutrifil, sel

mononuklear

(monosit, limfosit)

Sel mononuklear (monosit, makrofag,

limfosit dan sel plasma) fibroblast.

Mediator Vaso active

amines, eicosanoid

IFN-y dan sitokin lainnya, growth faktor,

reactif oxygen species, hidrotic enzymes.

Serangan Segera Tertunda

Waktu Beberapa hari Sampai beberapa bulan

Hasil Abses, radang,

kronis

Tissue destruction fibrous

Sumber : (http://id.m.wikipedia.org.wiki/daftar tabel inflamasi)

Page 14: Isi terbaru tgl 10 2-2015

Luka

Inflamasi

Penyembuhan Luka

Ekstrak Bengkuang

Bengkuang

Mukosa Mulut

Penurunan inflamasi

14

2.3. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

2.4. Hipotesis

Ho : Tidak ada pengaruh efek ekstrak umbi bengkuang (Pachyrhizus

erosus) terhadap fase inflamasi dalam proses penyembuhan luka

mukosa oral pada tikus Galur Wistar.

Ha : Ada pengaruh efek ekstrak umbi bengkuang (Pachyrhizus erosus)

terhadap fase inflamasi dalam proses penyembuhan luka mukosa

oral pada tikus Galur Wistar.

Page 15: Isi terbaru tgl 10 2-2015

15

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eksperimental

Laboratorium.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari s/d April 2015,

dilaboratorium kopertis wilayah X Sumatera Barat, Laboratorium Farmasi

Universitas Andalas Sumatera Barat.

3.3. Variabel Penelitian

- Variabel terikat : Inflamasi

- Variabel bebas : Ekstrak bengkuang (Pachyrhizus erosus)

Variabel luar :

- Variabel terkendali : Makanan, minuman, genetik, jenis kelamin,

umur, berat badan, dan suhu badan.

- Variabel tak terkendali : Kondisi dari psikologis dari hewan

percobaan.

15

Page 16: Isi terbaru tgl 10 2-2015

16

3.4. Defenisi Operasional Variabel

Tabel 3. Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Variabel

1. Inflamasi Inflamasi merupakan suatu respon jaringan

terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang

merusak.

2. Bengkuang

(Pachyrhizus erosus)

Termasuk tanaman dalam famili leguminosae,

tanaman ini berasal dari Meksiko dan Amerika

Tengah bagian utara.

3. Makanan dan minuman Merupakan pemberian energi kepada hewan

agar dapat bertahan hidup, berupa pellet dan

akuades.

4. Genetik dan jenis

kelamin

Merupakan tikus Galur wistar (Rattus

Norvegicus) berjenis kelamin betina.

5. Umur, berat badan dan

suhu badan

Merupakan tikus berumur 2 bulan dengan berat

badan 200 mg, suhu hewan percobaan yaitu

suhu kamar.

6. Kondisi psikologis Kondisi psikologis hewan percobaan

dipengaruh oleh lingkungan luar. Lingkungan

yang terlalu ramai dan pemberian perlakuan

yang berulang kali dapat mempengaruhi kondisi

tikus.

3.5. Populasi, Kriteria, dan Besar Sampel

3.5.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah tikus Galur Wistar dengan jenis

kelamin betina dengan pertambahan bisa mengatasi keadaan spikologis tikus

dan agar sampel lebih homogen. Tikus memiliki karateristik sangat cerdas,

Page 17: Isi terbaru tgl 10 2-2015

17

mudah di tangani, tidak bersifat fotofobik (tidak takut), kecendrungan

berkumpul dengan sesama sangat kurang, suhu normal badan 37,50C.

3.5.2. Kriteria

Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah Galur Wistar

putih dengan persyaratan sebagai berikut :

Kriteria inklusi :

a. Tikus Galur Wistar umur 2 bulan.

b. Jenis kelamin betina.

c. Berat badan ±200 gram.

d. Tidak terdapat kelainan anatomis.

Kriteria ekslusi :

a. Tikus mati selama masa perlakuan.

b. Tikus sakit selama masa perlakuan.

3.5.3. Sampel

Sampel hewan percobaan merupakan sebagian dari populasi yang

terpilih yang mewakili populasi tersebut, sampel hewan percobaan dibagi

menjadi lima kelompok. Besar sampel tiap kelompok di hitung dengan

rumus federer seperti ditulis oleh Sastrosupadi :

(n-1)(5-1) ≥ 15

(n) (4) ≥ 15

4n ≥ 15

n ≥ 15/4

n = ≥ 3,75 maka : (n=4)

Page 18: Isi terbaru tgl 10 2-2015

18

Keterangan :

n = Jumlah sampel tiap kelompok

t = Jumlah Kelompok

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah sampel hewan

percobaan minimal yang diperlukan adalah 4 ekor tikus (Galur Wistar) dari

setiap kelompok. Sehingga besar sampel yang digunakan adalah 20 ekor

tikus (Galur Wistar).

3.6. Metode penelitian

Dalam penelitian ini metode penelitian yang harus diperhatikan

(Khairunnisa, 2011) :

1. Penyiapan alat dan bahan.

2. Pengambilan sampel.

3. Identifikasi sampel.

4. Pembuatan ekstrak umbi bengkuang (Pachyrhizus erosus).

5. Penyiapan dan aklimatisasi hewan percobaan.

6. Perencanaan dosis.

7. Pembuatan sedian uji.

8. Perlakuan pada hewan percobaan.

9. Pembuatan luka.

10. Pengamatan selama pemberian sedian uji.

11. Analisa data.

Page 19: Isi terbaru tgl 10 2-2015

20 Sampel TikusGalur Wistar

(galur wistar)

Hasil Penelitian

K (-) K (+1) K+2 K+3

HP (-) HP1 HP2 HP3

19

3.7. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan control

group post test only design (Desnita, 2005 ; Effandilus, 2013).

Gambar 3. Rancangan Penelitian

Keterangan :

K ( - ) : Kelompok pertama adalah tikus normal (kontrol negatif).

K+1 : Kelompok kedua adalah tikus yang diberikan ekstrak bengkuang

sebanyak 0,5 % pagi dan sore.

K+2 : Kelompok ketiga adalah tikus yang diberikan ekstrak

bengkuang sebanyak 1 % pagi dan sore.

K+3 : Kelompok keempat adalah tikus yang diberikan ekstrak

bengkuang sebanyak 2 % pagi dan sore.

HP (-) : Pengamatan luka mukosa pada tikus kontrol.

HP1 : Pengamatan luka mukosa pada tikus Perlakuan I.

HP2 : Pengamatan luka mukosa pada tikus Perlakuan II.

HP3 : Pengamatan luka mukosa pada tikus Perlakuan III.

Page 20: Isi terbaru tgl 10 2-2015

20

3.8. Alat dan Bahan

3.8.1. Alat

Botol maserasi, labu, rotary evaporator, pipet tetes, lumpang dan

stamfer, kapas, kertas saring, batang pengaduk, gelas ukur, spatel, ampalas,

wadah pemeliharaan tikus, timbangan hewan, spidol, kamera (mengambil

gambar luka pada mencit) (Desnita, 2005).

3.8.2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak umbi bengkuang, etanol 96%,

vaselin putih, eter inhalasi, makanan dan minuman tikus (Khairunnisa,

2011).

3.9. Cara Kerja

3.9.1. Pengambilan Sampel Buah Bengkuang (Pachyrhizus erosus)

Sampel yang digunakan adalah umbi bengkuang (Pachyrhizus

erosus) yang diperoleh dari pasar raya Kota Padang, sebanyak 3kg.

3.9.2. Maserasi dan Pembuatan Ekstrak Buah Bengkuang Pachyrhizus

erosus

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama

beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode

maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen

kimia aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung

benzoin, tiraks dan lilin. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air,

etanol, air-etanol atau pelarut lainnya. Endapan yang diperoleh dipisahkan

Page 21: Isi terbaru tgl 10 2-2015

21

dan filtratnya dipekatkan (Alam, Gemini dan Rahim, 2007 ; Ditjen POM,

1986 ; Sudjadi, 1986).

Umbi bengkuang ditimbang dengan menggunakan timbangan digital

4 digit merek Precisa XT 220A. Kemudian ditumbuk dengan menggunakan

lumpang dan alu agar memperkecil molekul sehingga dapat mempercepat

proses maserasi buah bengkuang. Buah bengkuang yang telah ditumbuk

dimasukan kedalam tabung gelap 2,5 liter dan metanol teknis dituangkan

sebanyak 1 liter dengan menggunakan corong, didiamkan selama 9 hari

disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman kedalam tabung

erlenmeyer, lalu dilakukan rotavapor dengan alat rotary evaporator hingga

diperoleh hasil ekstrak bengkuang dengan kekentalan yang pekat

(Khairunnisa, 2011).

3.9.3. Penyiapan Hewan Percobaan

Pada penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih betina yang

terbagi dalam 4 kelompok dan diperlakukan selama 5 hari. Masing-masing

kelompok terdiri dari 4 ekor tikus dan diaklimitisasi dalam kondisi

laboratorium selama satu minggu dengan diberi makan yang seragam dan

minum yang cukup. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus

putih betina yang sehat, tidak mengalami penurunan berat badan lebih dari

10% dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal (Khairunnisa,

2011).

Page 22: Isi terbaru tgl 10 2-2015

22

3.9.4. Perencanaan Dosis

Ekstrak umbi bengkuang yang di ujikan kepada tikus yaitu 0,5%,

1%, 2,%, serta kontrol positif pemberian hidrocortison 2,5%, kontrol negatif

(tanpa pemberian sedian apapun) (Desnita, 2005).

3.9.5. Pembuatan Sedian Uji

Timbang sedian uji buah bengkuang sebanyak 3 gram, lalu digerus

halus dalam lumpang, selanjutnya ditambah vaselin kuning sebanyak 18

gram kemudian gerus hingga homogen sampai vaselin halus sehingga

didapatkan masa yang homogen, sehingga diperoleh kosentrasi 0,5%.

Selanjutnya sedian 0,5% ditimbang sebanyak 10 gram, lalu ditambahkan

vaselin 10 gram, gerus homogen sehingga diperoleh sediaan dengan

kosentrasi 1%, kemudian sediaan 1% diambil sebanyak 10 gram dan

ditambahkan vaselin 10 gram, gerus homogen sehingga sehingga diperoleh

kosentrasi 2% (Desnita, 2005).

3.9.6. Perlakuan Hewan Percobaan

Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok yang masing-

masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus, tiap hewan percobaan :

Kelompok 1 : Kontrol negatif, tanpa diberikan sedian apapun.

Kelompok 2 : Diberikan salep ekstrak buah bengkuang 0,5%.

Kelompok 3 : Diberikan salep ekstrak buah bengkuang 1%.

Kelompok 4 : Diberikan salep ekstrak buah bengkuang 2%.

Sedian uji diberikan pada hewan percobaan sebanyak 2 kali sehari

pagi dan sore hari dengan mengoleskan secukupnya selama 5 hari. Selama

Page 23: Isi terbaru tgl 10 2-2015

23

perlakuan, semua kelompok tikus diberikan makan dan minum setiap

harinya (Khairunnisa, 2011).

3.9.7. Pembuatan Luka Mukosa

Hewan percobaan atau tikus terlebih dahulu dibius inhalasi dengan

menggunakan larutan eter. Setelah tikus dalam keadaan tidak sadar, dibuat

luka goresan pada mukosa bibir bawah tikus dengan menggunakan amplas

ukuran kasar dengan ukuran luka lebih kurang 1 cm.

3.9.8. Pengamatan Selama Pemberian Sedian Uji

Perkembangan penyembuhan luka diamati setelah 1 hari setelah

pembuatan luka mukosa sampai 5 hari. Pada sewaktu pemberian sedian uji

juga diperhatikan adanya tikus yang sakit karena perlakuan atau karena

penyakit maka tidak diikut sertakan lagi. Parameter luka yang diamati yaitu

keadaan luka dengan menggunakan lup sebagai indikator untuk mengetahui

keadaan luka masih dalam keadaan memerah atau tidak memerah.

Dalam penyembuhan luka mukosa mempunyai skor observasi

dalam penyembuhannya jika jumlah skor <3 maka keadaan luka membaik

(skor 1 dan 2), sedangkan jika lukanya >3 maka keadaan luka kurang

membaik (skor 3) (Moloko, 2013).

3.9.9. Analisa Data

Data hasil penelitian dianalisa secara deskriptif dan kuantitatif

dengan menggunakan metoda analisa variansi (Anova) uji lanjut analisis

data SPSS.

Page 24: Isi terbaru tgl 10 2-2015

Buah Bengkuang 3kg

Maserasi dengan etanol 96% Selama 5 hari

sebanyak 3 kali saring

Ampas Maserat

DestilasiVakum

Ekstrak Etanol

Bengkuang

Ektrak Etanol

RotaryEvaporator

Kadar Abu Kadar Air

24

3.10. Alur Pembuatan Ekstrak Etanol Bengkuang

Gambar 4. Alur Ekstrak Etanol Buah Bengkuang (Desnita, 2005).

Page 25: Isi terbaru tgl 10 2-2015

20 Ekor Tikus Wistar

Adaptasi Selama 7 hari

Pembuatan Luka

Kelompok Kontrol

4 Ekor Dalam 2 Time Series

Kelompok Kontrol

4 Ekor Dalam 2 Time Series

Perlakuan 14 Ekor Tikus kontrol positif tanpa tindakan

Perlakuan 24 Ekor Tikus

diberikan ekstrak bengkuang 1%

Perlakuan 34 Ekor Tikus

diberikan ekstrak

bengkuang 2%

Dekapitasi H+2dan H+4

Pembuatan Preparat

Pemeriksaan leukosit PMN dengan mikroskopik elektrik

Analisa Data

25

3.11. Alur Penelitian

Gambar 5. Alur Penelitian