isi skripsi uni

50
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik yang berkaitan dengan kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu. 1,2,3 Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. 1,5 Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm. Insidensi KPD berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6-19%. Sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. 1,6 Sekitar 30 – 40% persalinan prematur didahului oleh pecah ketuban. Komplikasi ini merupakan faktor yang signifikan terhadap kemungkinan persalinan dan kelahiran prematur. Saat ketuban pecah, 50% ibu akan mengalami persalinan secara spontan dalam 24 jam dan 80% akan memulai persalinan dalam 48 jam. Prematuritas merupakan 85% penyebab dari morbiditas dan mortalitas perinatal. 2,3,5 Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah 1

Upload: muhammad-reza-aditya

Post on 26-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

baca

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Skripsi Uni

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik

yang berkaitan dengan kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis

sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan

menyebabkan infeksi pada ibu.1,2,3

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum

waktunya melahirkan.1,5 Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada

kehamilan preterm. Insidensi KPD berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan.

Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6-19%. Sedangkan pada

kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan.1,6 Sekitar 30 – 40%

persalinan prematur didahului oleh pecah ketuban. Komplikasi ini merupakan

faktor yang signifikan terhadap kemungkinan persalinan dan kelahiran prematur.

Saat ketuban pecah, 50% ibu akan mengalami persalinan secara spontan dalam 24

jam dan 80% akan memulai persalinan dalam 48 jam. Prematuritas merupakan

85% penyebab dari morbiditas dan mortalitas perinatal.2,3,5

Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang

menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada

selaput ketuban ataupun asenden dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi

selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin, usia

wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor golongan darah, faktor

paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat

abortus dan persalinan preterm sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya, defisiensi

gizi yaitu tembaga atau asam askorbat, ketegangan rahim yang berlebihan,

kesempitan panggul, kelelahan ibu dalam bekerja, serta trauma yang didapat

misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan amniosintesis.5,6,9

Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia

kehamilan 37 minggu adalah sindroma distress pernapasan, yang terjadi pada 10-

40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini,

1

Page 2: Isi Skripsi Uni

selain itu juga terjadinya prolapsus tali pusat. Risiko kecacatan dan kematian janin

meningkat pada ketuban pecah dini preterm.19

Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban

pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai 100% apabila ketuban pecah dini

preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.14,19

Selain risiko terhadap janin, ketuban pecah dini juga dapat mengancam

nyawa ibu. Sebagaimana dinyatakan oleh WHO melalui Laporan Kesehatan

Dunia 2005, beberapa penyebab kematian ibu tersering adalah perdarahan (25%),

infeksi (13%) dan eklamsia (12%).3,15,17 Infeksi disini dapat disebabkan dari

ketuban pecah dini.

Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa infeksi (65%)

sebagai penyebab ketuban pecah dini. Penelitian yang dilakukan oleh Juwita

(2007) menunjukkan hasil bahwa faktor yang mempengaruhi ketuban pecah dini

antara lain koitus saat hamil dengan frekuensi lebih dari 3 kali seminggu, posisi

koitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50%,

infeksi genitalia sebesar 37,50%, paritas (multipara) sebesar 37,59%, riwayat

KPD sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35 tahun. Penelitian oleh

Ratnawati (2010) menunjukkan hasil bahwa aktivitas berat sebesar 43,75%

menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian oleh Fitri AS (2011) didapatkan hasil

bahwa infeksi genitalia (70,2%) dan paritas (63,8%) dapat mempengaruhi ketuban

pecah dini. Sedangkan menurut Taher (2012) didapatkan bahwa pekerjaan yang

melelahkan dan lama kerja ibu merupakan faktor paling dominan dan kehamilan

kembar serta riwayat ketuban pecah dini juga berpengaruh terhadap kejadian

ketuban pecah dini.1

Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ketuban

pecah dini khususnya hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah dini

pada ibu hamil agar dapat dilakukan upaya antisipasi dan mencegah terjadinya

ketuban pecah dini sekaligus menurunkan angka morbiditas dan mortalitas

perinatal maupun infeksi maternal.

2

Page 3: Isi Skripsi Uni

1.2 Perumusan masalah

a. Apakah terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah

dini RS Anna Medika?

b. Apakah faktor-faktor lain (usia dan pendidikan) merupakan faktor risiko

kejadian ketuban pecah dini di RS Anna Medika?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah

dini di RS Anna Medika.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan faktor-faktor lain (usia dan pendidikan) dengan

risiko kejadian ketuban pecah dini di RS Anna Medika.

1.4 Hipotesis

a. Paritas berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini di RS Anna

Medika.

b. Usia dan pendidikn berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini di RS

Anna Medika.

1.5 Manfaat

1.5.1 Peneliti

Sebagai pengalaman dan pembelajaran dalam menyusun sebuah

penelitian serta sebagai syarat kelulusan Sarjana Kedokteran.

1.5.2 Tempat penelitian

Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

khususnya pelayanan antenatal.

1.5.3 Institusi pendidikan

Sebagai referensi Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas

Trisakti serta bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

3

Page 4: Isi Skripsi Uni

1.5.4 Masyarakat

Memberikan informasi pada masyarakat mengenai kejadian ketuban

pecah dini, sehingga masyarakat dapat mengetahui dan melakukan

antisipasi.

4

Page 5: Isi Skripsi Uni

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Membran dan cairan amnion

Membran amnion terdiri dari amnion dan korion. Amnion tersusun atas 5

lapisan. Amnion tidak memiliki vaskular dan invasi serabut syaraf, sehingga

amnion mendapatkan nutrisi dari cairan amnion. Lima lapisan amnion adalah

lapisan epitelial, lapisan basal, jaringan ikat, lapisan fibroblas, dan lapisan

intermedia (dari lapisan paling dekan sampai menjauhi fetus).

Lapisan epitelial yang melapisi bagian dalam dan dibasahi oleh cairan

amnion adalah berupa sel epitel kuboid. Lapisan ini mensekresikan kolagen tipe I,

III, dan IV yang penting dalam kekuatan regang selaput ketuban dan glikoprotein

non kolagen yang menghubungkan lapisan epitelial dengan lapisan basal. Selain

itu pada lapisan epitelial juga diproduksi inhibitor metalloproteinase-1 (TIMP-1).

Lapisan basal merupakan lapisan kedua.

Lapisan yang ketiga yaitu jaringan ikat padat bersama lapisan basal

membentuk kerangka amnion. Kolagen tipe I dan III yang terdapat pada jaringan

ikat padat, yang diproduksi oleh sel mesenkim lapisan fibroblas berfungsi

menjaga integritas dari amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk suatu jaringan

filamen yang menghubungkan kolagen pada jaringan ikat padat dan lapisan basal.

Lapisan keempat yaitu lapisan fibroblas, yang merupakan lapisan yang

paling tebal terdiri dari sel mesenkim dan makrofag dalam matriks ekstraseluler.

Lapisan terakhir amnion dan yang langsung berbatasan dengan korion leave

adalah lapisan intermedia, yang strukturnya seperti spons karena mengandung

proteoglikan, dan glikoprotein. Lapisan intermedia berperan menyerap stres fisik.

Walaupun korion leave lebih tebal dari amnion, namun daya regang amnion

lebih besar. Korion memiliki hubungan langsung dengan desidua ibu.

5

Page 6: Isi Skripsi Uni

Gambar 1. Lapisan Amnion

Degradasi kolagen dimediasi oleh aktivitas matriks metalloproteinase yang

secara normal dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.

Matriks metalloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghidrolisis paling

tidak satu dari komponen matriks ekstraseluler. MMP-1 dan MMP-8 membelah

tripel heliks pada struktur serabut kolagen tipe I dan II yang dimana selanjutnya

akan didegradasi oleh gelatinase, MMP-2 dan MMP-9. Gelatinase ini juga

membelah tripel heliks kolagen tipe IV, fibronektin dan proteoglikan. Pada

membran fetal, MMP-1 dan MMP-9 diproduksi di epitelial korion dan amnion.

Pada saat kehamilan terjadi keseimbangan antara MMP-1 dan MMP-3, dan

MMP-9 dengan TIMP-1. Perbandingan TIMP-1 dengan MMP-1, MMP-8, MMP-

9 adalah 1:1. Namun pada saat persalinan terjadi ketidakseimbangan, yaitu MMP-

9 meningkat sedangkan TIMP-1 menurun, sehinggga terjadi degradasi proteolitik

dari matriks ekstraseluler dan membran janin. Pecahnya selaput ketuban pada

persalinan aterm juga berhubungan dengan pembesaran uterus, kontraksi uterus,

dan gerakan janin.19

6

Page 7: Isi Skripsi Uni

Cairan amnion sudah dibentuk sejak awal kehamilan. Cairan amnion

merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang

pertumbuhan dan perkembangan janin ke segala arah dengan seimbang. Selain itu,

cairan amnion juga berfungsi meratakan his ke seluruh dinding rahim sehingga

terjadi pembukaan serviks, sekaligus melicinkan jalan lahir dan sebagai

disinfektan saat persalinan. Cairan ketuban mengandung epidermal growth factor

alpha yang dihisap dan ditelan janin sehingga akan meningkatkan pertumbuhan

sistem gastrointestinal dan paru janin. Cairan ketuban juga mengandung

parathyroid hormone related protein (PTH-rp) yang berfungsi untuk

pembentukan paru dan surfaktan sehingga mampu berkembang saat lahir dan

berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2.1,19,20

Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu.

Pada awal trimester kedua, cairan ini terutama terdiri dari cairan ekstrasel yang

berdifusi melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin.

Volume cairan amnion pada setiap minggu gestasi cukup berbeda-beda. Secara

umum, volume cairan meningkat 10 ml perminggu pada minggu ke-8 dan

meningkat sampai 60 ml perminggu pada minggu ke-21, dan kemudian berkurang

secara bertahap hingga kembali ke kondisi mantap pada minggu ke-33. Pada

kehamilan 20 minggu jumlah cairan amnion sekiar 500 ml, kemudian jumlahnya

terus meningkat hingga mencapai jumlah maksimal sekitar 1000 ml pada

kehamilan 34 minggu. Jumlah cairan amnion sekitar 800-900 ml pada kehamilan

aterm dan berkurang 350 ml pada kehamilan 42 minggu.19,20

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan,

khususnya pada saat kala 1 hampir atau telah lengkap.

2.2 Definisi Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu

maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. 4,5

2.3 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketuban pecah dini

7

Page 8: Isi Skripsi Uni

2.3.1 Faktor Infeksi

Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion,

amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan

komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi

sepsis. Korioamnionitis terjadi akibat infeksi asenden dari traktus urogenital

bawah, sebagai penyebab dan atau akibat KPD.5,6,20

Respon inflamasi dari wanita hamil terhadap infeksi akan merekrut neutrofil

polimorfonuklear dan makrofag pada tempat infeksi dan memproduksi matriks

metalloproteinase yang mendegradasi kolagen dan prostaglandin yang

menginduksi kontraksi pada persalinan. Sitokin-sitokin inflamasi, termasuk IL-1

dan TNF alfa dapat meningkatkan MMP-1 dan MMP-3 pada korion.19,20

Beberapa strain bakteri vagina juga memproduksi fosfolipase A2, yang

melepas asam arakidonat dan lapisan fosfolipid amnion, yang dengan bantuan

enzim siklooksigenase dari sitokin-sitokin yang diproduksi oleh monosit yang

diinduksi proses inflamasi secara langsung juga membentuk prostaglandin E2.

Prostaglandin akan meningkatkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen.

Respon inflamasi juga menginduksi sintesis glukokortikoid yang meningkatkan

produksi prostaglandin juga menurunkan sintesis fibronektin dan kolagen tipe III

pada sel epitelial amnion. Hal ini menyebabkan pecahnya selaput ketuban.20

2.3.2 Faktor Maternal

2.3.2.1 Umur

Pada umur kurang dari 20 tahun, organ-organ reproduksi belum berfungsi

dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih

mudah mengalami komplikasi. Usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang

terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan

sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35

tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan dan beresiko tinggi

mengalami ketuban pecah dini. 15

Usia dan fisik wanita sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan

pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan. Kehamilan di usia kurang

dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah karena kondisi fisik belum 100% siap.

8

Page 9: Isi Skripsi Uni

Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun

adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat.

Bisa jadi secara mental pun wanita belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk

memeriksakan diri dan kandungannya menjadi rendah.17

Rekomendasi WHO untuk usia yang dianggap paling aman menjalani

kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Usia ini dianggap ideal

untuk menjalani kehamilan dan persalinan. Di rentang usia ini kondisi fisik wanita

dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi

yang maksimal untuk kehamilan. Umumnya secara mental pun siap, yang

berdampak pada perilaku merawat dan menjaga kehamilannya secara hati-hati.16,17

Pada wanita usia lebih dari 35 tahun, jaringan rahim tak lagi subur. Padahal,

dinding rahim tempat menempelnya plasenta. Kondisi ini memunculkan

kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel di tempat

semestinya. Selain itu, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah

sejalan pertambahan usia. Hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi

menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Pada keadaan

tertentu, kondisi hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya. Itu sebabnya, resiko

keguguran, ketuban pecah, kematian janin, dan komplikasi lainnya juga meningkat.16

2.3.2.2 Paritas

Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami ibu sebelum

kehamilan atau persalinan. Paritas digolongkan menjadi:

1. Nullipara, golongan ibu dengan paritas 0

2. Primipara, golongan ibu dengan paritas 1

3. Multipara, golongan ibu dengan paritas 2-5

4. Grande Multipara, golongan ibu dengan paritas >5

Paritas ≤ 1 (belum pernah melahirkan / baru melahirkan pertama kali) dan

paritas > 4 memiliki faktor risiko lebih tinggi. Paritas ≤ 1 dan usia muda berisiko

karena ibu belum siap secara medis maupun secara mental, sedangkan paritas di

atas 4 dan usia tua, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani

kehamilan.11 Menurut penelitian Juwita menunjukkan bahwa paritas (multipara)

mempengaruhi kejadian ketuban pecah dini sebesar 37,59%. Penelitian oleh Fitri

9

Page 10: Isi Skripsi Uni

AS juga didapatkan hasil bahwa paritas dapat mempengaruhi ketuban pecah dini

sebesar 63,8%. Sedangkan menurut Taher didapatkan bahwa paritas bukan

merupakan faktor terjadinya ketuban pecah dini walaupun paritas ≤1 dan >3

berisiko 1,5 kali lebih besar dibandingkan paritas 2-3. 1

2.3.3 Faktor obstetrik

2.3.3.1 Overdistensi uterus

Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)

terjadi pada misalnya hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar sebelum 37

minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu

lebih sering mengalami ketuban pecah dini.8,19

Perubahan pada volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan

hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Baik karakteristik janin maupun ibu

dikaitkan dengan perubahan pada volume cairan amnion. Polihidramnion dapat

terjadi akibat kelainan kongenital, diabetes mellitus, janin besar (makrosomia),

kehamilan kembar, dan kelainan pada plasenta dan tali pusat. Kelainan kongenital

yang sering menimbulkan polihidramnion adalah defek tabung neural, obstruksi

traktus gastrointestinal bagian atas, dan kelainan kromosom (trisomi 21, 18, 8,

13). Komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah malpresentasi

janin, ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan pretem dan gangguan

pernafasan pada ibu.19

2.3.3.2 Inkompetensi serviks

Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensi), didasarkan

pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan.

Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester

kedua. 17, 19

Diagnosa inkompetensi serviks ditegakkan ketika serviks menipis dan

membuka tanpa disertai nyeri pada trimester kedua atau awal trimester ketiga

kehamilan. Umumnya, wanita datang ke pelayanan kesehatan dengan keluhan

perdarahan pervaginam, tekanan pada panggul, atau ketuban pecah dan ketika

diperiksa serviksnya sudah mengalami pembukaan. Bagi wanita dengan

10

Page 11: Isi Skripsi Uni

inkompetensi serviks, rangkaian peristiwa ini akan berulang pada kehamilan

berikutnya, berapa pun jarak kehamilannya. Faktor risiko inkompetensi serviks

meliputi riwayat keguguran pada usia kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya

riwayat laserasi serviks menyusul pelahiran pervaginam atau melalui operasi

sesar, adanya pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang memanjang

pada kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali mengalami abortus elektif pada

trimester pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu mengalami eksisi sejumlah

besar jaringan serviks.1,19

2.3.3.3 Kehamilan dengan janin kembar

Pada kehamilan kembar, evaluasi plasenta bukan hanya mencakup posisinya

tetapi juga korionisitas kedua janin. Pada banyak kasus adalah mungkin saja

menentukan apakah janin merupakan kembar monozigot atau dizigot. Selain itu,

dapat juga ditentukan apakah janin terdiri dari satu atau dua amnion. Upaya

membedakan ini diperlukan untuk memperbaiki resiko kehamilan. Pengawasan

pada wanita hamil kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko

persalinan preterm. Gejala persalinan preterm harus ditinjau kembali dengan

cermat setiap kali melakukan kunjungan.1

Wanita dengan kehamilan kembar berisiko tinggi mengalami ketuban pecah

dini juga preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa

plasenta dan produksi hormon. Oleh karena itu, akan sangat membantu jika ibu

dan keluarga dilibatkan dalam mengamati gejala yang berhubungan dengan

preeklamsi dan tanda-tanda ketuban pecah.1

2.3.4 Riwayat ketuban pecah dini

Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami

ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara

singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran

sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm

terutama pada pasien risiko tinggi.6

11

Page 12: Isi Skripsi Uni

Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang

persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban

pecah dini akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada

wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi

membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin

menurun pada kehamilan berikutnya. 1,5

2.3.5 Faktor sosial

2.3.5.1 Merokok

Kandungan tembakau pada rokok dapat menurunkan konsentrasi asam

askorbat yang berperan penting dalam struktur triple helix pada kolagen.

Kadmium yang terkandung dalam tembakau akan menyebabkan penempelan

protein metallothienein pada trofoblas sehingga menyebabkan degradasi dari

tembaga yang penting dalam kekuatan regang amnion.1

2.3.5.2 Sosioekonomi

Sosioekonomi yang rendah juga berperan pada status gizi yang kurang

terutama akibat terjadinya defisiensi tembaga. Tembaga penting sebagai bahan

utama lisil oksidase yang penting dalam menjaga sifat kekuatan regang dan

serabut kolagen. Selain itu pendapatan keluarga juga mempengaruhi kemampuan

dalam mengakses pelayanan kesehatan terutama dalam pemeriksaan kehamilan.1,20

2.3.6 Faktor keturunan

Sindrom Ehlers-Danlos merupakan penyakit herediter dimana terjadi

gangguan pada jaringan ikat sehingga terjadi gangguan pada struktur dan sintesis

kolagen.1

2.3.7 Pendidikan

Pendidikan yang ditempuh oleh seseorang merupakan salah satu faktor

demografi yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan individu maupun

masyarakat. Seseorang dengan pendidikan yang tinggi akan mudah menerima

informasi-informasi kesehatan dan berbagai media dan biasanya ingin selalu

12

Page 13: Isi Skripsi Uni

berusaha untuk mencari informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan

kesehatan yang belum diketahuinya. Informasi kesehatan yang cukup terutama

pada ibu-ibu hamil, terutama masalah kehamilan dan persalinan diharapkan akan

dapat merubah pola perilaku hidup sehat termasuk dalam pemeriksaan kehamilan

( antenatal care).10

2.4 Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi

uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah

tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior

rapuh, bukan karena selaput ketuban rapuh. Selaput ketuban sangat kuat pada

kehamilan muda. Pada trimester tiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya

kekuatan selaput ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim,

dan gerakan janin. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal

fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya

faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina19,20.

Mekanisme ketuban pecah dini ini terjadi pembukaan prematur serviks

dan membran terkait dengan pembukaan terjadi depolarisasi dan nekrosis serta

dapat diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban

makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi

yang mengeluarkan enzim proteolitik, enzim kolagenase. Masa interval sejak

ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten, makin panjang fase

laten, semakin tinggi kemungkinan infeksi. Semakin muda kehamilan, makin sulit

pula pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin. Oleh karena itu

komplikasi ketuban pecah dini semakin meningkat1,6.

13

Page 14: Isi Skripsi Uni

Gambar 2. Patofisiologi ketuban pecah dini

2.5 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah

keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis

dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau

menetes, disertai dengan demam atau menggigil, bercak vagina yang banyak,

denyut jantung janin bertambah cepat, juga nyeri pada perut, keadaan seperti ini

dicurigai mengalami infeksi. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena

terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin

yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat”

kebocoran untuk sementara6.

Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu timbul pada ketuban pecah dini

seperti ketuban pecah secara tiba-tiba, kemudian cairan tampak di introitus dan

tidak adanya his dalam satu jam. Keadaan lain seperti nyeri uterus, denyut jantung

janin yang semakin cepat serta perdarahan pervaginam sedikit tidak selalu dialami

14

Page 15: Isi Skripsi Uni

ibu dengan kasus ketuban pecah dini. Namun, harus tetap diwaspadai untuk

mengurangi terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin19.

2.6 Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia

kehamilan. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya1,2,19 :

2.6.1 Persalinan prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten

tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam

setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 – 34 minggu 50% persalinan

dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1

minggu.

2.6.2 Infeksi

Risiko infeksi pada ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada

ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia dan pneumonia.

Umumnya terjadi korioamnianitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah

dini prematur, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi

sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode

laten.

2.6.3 Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidroamnion yang menekan tali pusat

hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat

janin dan derajat oligohidroamnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin

gawat.

2.6.4 Sindrom Deformitas Janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan

janin terhambat.

2.6.5 Hipoplasia paru

15

Page 16: Isi Skripsi Uni

Merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya

mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan

kurang dari 23 minggu.

2.7 Ringkasan pustaka

Tabel 1. Ringkasan pustaka

Peneliti Lokasi penelitia

n

Studi desain

Subjek studi

Variabel yang

diteliti

Lama waktu studi

Hasil

Taher, Seweng,Abdullah (2012)

RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa

Kasus kontrol

127 kasus dan 254 kontrol

Paritas, pekerjaan, status hubungan seksual, riwayat KPD sebelumnya, kehamilan kembar

1 tahun Risiko KPD pada lama kerja >3 jam/hari adalah 3,6 kali lebih besar dibandingkan ibu yang lama kerja ≤3 jam/hari dan merupakan faktor yang paling dominan. Ibu dengan riwayat KPD berisiko 4,7 kali lebih besar. Ibu yang hamil kembar berisiko 3 kali lebih besar. Paritas bukan merupakan faktor risiko walaupun paritas ≤1 dan >3 berisiko 1,5 kali lebih besar dibandingkan paritas 2-3. Status hubungan seksual merupakan faktor protektif terhadap KPD.

Damarati, Pujiningsih. (2011)

RSUD Sidoarjo

Cross-sectional

183 orang

Paritas, ketuban pecah dini

2 bulan Sebagian besar KPD dialami oleh grande multipara sebanyak 4 orang (36,36%).

Kumala A. (2011)

RS Bhakti Rahayu Surabaya

Cross-sectional

80 sampel

Paritas dan ketuban pecah dini

5 bulan multipara berpotensi mengalami kejadian ketuban pecah dini (53,8%).

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka konsep

16

Page 17: Isi Skripsi Uni

Keterangan :

= variabel bebas

= variabel terikat

Gambar 3. Kerangka konsep

3.2 Variabel penelitian

3.2.1 Variabel tergantung : Ketuban Pecah Dini

3.2.2 Variabel bebas :

17

Paritas :

Primipara (=1) Multipara (2-5) Grandemultipa

ra (>5)

Ketuban Pecah Dini

Usia :

<20 tahun 20-35 tahun >35 tahun

Pendidikan :

< SMP ≥ SMP

Page 18: Isi Skripsi Uni

- Paritas

- Usia

- Pendidikan

3.3 Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi operasional

No Variabel Definisi operasional

Cara pengukuran

Alat ukur Hasil ukur Skala

1. Ketuban Pecah Dini

Pecahnya selaput ketuban sebelum fase persalinan

Observasi dokumen

Rekam medis

- Ya- Tidak

Nominal

2. Paritas Jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup

Observasi dokumen

Rekam medis

-Primipara (1)-Multipara (2-5)-Grande multipara (>5)

Ordinal

3. Usia Umur ibu pada saat melahirkan

Observasi dokumen

Rekam medis

- <20- 20-35- >35

Ordinal

4. Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti ibu

Observasi dokumen

Rekam medis

- ≤ SMP- > SMP

Ordinal

BAB IV

METODE PENELITIAN

18

Page 19: Isi Skripsi Uni

4.1 Desain

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan

desain cross-sectional. Penelitian ini bersifat retrospektif dengan memanfaatkan

data-data dari rekam medis.

4.2 Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian dilaksanankan di Rumah Sakit Anna Medika, Bekasi Utara dan

dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai dengan Desember 2013.

4.3 Populasi dan sampel penelitian

4.3.1 Populasi target

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan di Rumah

Sakit Anna Medika pada kurun waktu Juni 2012 sampai Juni 2013.

4.3.2 Sampel

4.3.2.1 Besar sampel

Sampel pada penelitian ini menggunakan rumus penghitungan sampel untuk

studi cross sectional yaitu :

Rumus infinit:

n0 = za2 . p .q /d2

= 1,96 . 0,1 . 0.9 / 0,052

= 70,56

Keterangan:

n0 = sampel infinit

za2 = 1,96

p = prevalensi dari variabel tergantung (prevalensi ketuban pecah

dini di Indonesia = 10% =0,1)

q = 1- p

d = 0,05 berdasarkan nilai presisi 95%

19

Page 20: Isi Skripsi Uni

Rumus finit :

n1 = n0 / 1+ (n0 / N)

= 70,56 / 1 + (70,56/562)

= 62 sampel

Keterangan:

n1 = sampel finit

N = populasi ibu melahirkan normal dari Juni 2012 sampai Juni

2013 di Rumah Sakit Anna Medika

Dari rumus di atas, maka akan diteliti sebanyak 62 sampel yang mengalami

ketuban pecah dini dan 62 yang tidak mangalami ketuban pecah dini, maka

totalnya adalah 124 sampel.

4.3.2.2 Teknik pengambilan sampel

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan

memilih ibu hamil yang mengalami ketuban pecah dini di RS Anna Medika dalam

jangka waktu Juni 2012 sampai Juni 2013.

- Kriteria inklusi

Seluruh ibu yang mengalami ketuban pecah dini di Rumah Sakit Anna

Medika pada kurun waktu Juni 2012 sampai Juni 2013.

- Kriteria eksklusi

Ibu yang mengalami ketuban pecah dini akibat cidera fisik, kehamilan

ganda, adanya penyakit penyerta, serta rekam medis yang tidak lengkap.

4.4 Bahan dan instrumen penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah data dari rekam medis Rumah

Sakit Anna Medika. Data kejadian ketuban pecah dini yang diteliti adalah yang

terjadi dalam kurun waktu satu tahun yaitu dari bulan Juni 2012 sampai Juni 2013.

20

Page 21: Isi Skripsi Uni

4.5 Analisis data

Analisis data menggunakan program SPSS 20.0 yang meliputi analisis:

4.5.1 Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan karakteristik responden

yang melahirkan di RS Anna Medika dengan menyajikan distribusi variabel yang

diteliti yaitu paritas, usia, dan pendidikan yang disajikan dalam bentuk distribusi

frekuensi untuk mengetahui proporsi masing - masing variabel.

4.5.2 Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat apakah ada hubungan antara

paritas dengan kejadian ketuban pecah dini yaitu dengan menggunakan uji

statistik kemaknaan Chi-square dan juga uji Relative Risk untuk mengetahui

seberapa besar risiko. Nilai ditentukan dengan confidence interval (CI) 95%. Bila

P-value <0,05 maka hasil perhitungan secara statistik menunjukan adanya

hubungan. Jika P-value > 0,05 maka hasil perhitungan secara statistik menunjukan

tidak adanya hubungan.

4.6 Alur kerja penelitian

21

Page 22: Isi Skripsi Uni

Gambar 4. Alur kerja penelitian

4.7 Etika penelitian

Data-data yang diambil dari rekam medis telah mendapat izin dari

Rumah Sakit yang bersangkutan dan subjek dari data-data yang diambil

dijamin kerahasiaannya.

BAB V

HASIL PENELITIAN

22

Page 23: Isi Skripsi Uni

5.1 Analisis Univariat

Tabel 3. Karakteristik Responden yang Melahirkan di RS Anna Medika Juni 2012- Juni 2013

VariabelFrekuensi

Jumlah (n) Persen (%)Paritas

PrimiparaMultiparaGrandemultipara

42 71 11

33,9 57,38,9

Jumlah 124 100,0

Usia< 20 tahun20-35 tahun> 35 tahun

12 90 22

9,7 72,6 17,7

Jumlah 124 100,0

Pendidikan<= SMP

> SMP 40 84

32,3 67,7

Jumlah 124 100,0

Dari data sampel yang didapatkan, lebih dari setengah (57,3%) ibu yang

melahirkan di Rumah Sakit Anna Medika sudah melahirkan 2-5 kali. Sedangkan

ibu yang beru melahirkan untuk pertama kalinya adalah 33,9% dari total sampel

124 orang. Sisanya adalah ibu yang telah melahirkan lebih dari 5 kali yaitu 8,9%.

Dari data yang telah terkumpul, didapatkan bahwa sebagian besar ibu yang

melahirkan di RS Anna Medika berumur 20 sampai 35 tahun yaitu sebesar 72,6%.

Sedangkan ibu yang berusia kurang dari 20 tahun paling sedikit jumlahnya yaitu

hanya 9,7% dan sisanya adalah ibu yang berusia lebih dari 35 tahun yaitu 17,7%.

Pendidikan ibu yang melahirkan di RS Anna Medika sebagian besar diatas SMP

yaitu 67,7% dan sisanya 32,3% adalah ibu yang berpendidikan SMP atau

dibawahnya.

5.2 Analisis Bivariat

23

Page 24: Isi Skripsi Uni

Tabel 4. Hubungan antara paritas, usia dan pendidikan dengan kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit Anna Medika Juni 2012- Juni 2013

Ketuban Pecah Dini RR p Iya % Tidak %

Pari Paritas Primipara 34 54,8 8 12,9 2,371¥ 0,000£

Multipara 23 37,1 48 77,4 Grandemultipara 5 8,1 6 9,7Usia < 20 tahun 4 6,5 8 12,9 - 0,011£

20-35 tahun 42 74,2 44 71,0 > 35 tahun 14 19,4 10 16,1Pendidikan <= SMP 36 58,1 4 6,5 3,107¥ 0,000£

> SMP 26 41,9 58 93,5

Keterangan:£ Uji Chi-square¥ Uji Relative Risk

1) Paritas

Dari hasil analisis dengan uji Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara paritas dan kejadian ketuban pecah

dini di RS Anna Medika yang dapat dilihat dari nilai p yang kurang dari 0,05 yaitu

0,000. Berdasarkan tabel di atas, proporsi terbesar untuk mengamali ketuban

pecah dini adalah ibu dengan paritas primipara yaitu 54,8% dari total sampel ibu

yang mengalami ketuban pecah dini. Hal ini didukung dengan hasil perhitungan

uji relative risk (RR) dimana primipara berisiko 2 kali lebih besar untuk megalami

ketuban pecah dini daripada multipara dan grandemultipara (RR=2,371).

Sedangkan persentase terbesar paritas yang tidak mengalami ketuban pecah dini

juga terdapat pada multipara yakni 77,4%. Untuk grandemultipara, tidak berbeda

jauh, dimana pada KPD sebesar 8,1% dan yang tidak KPD sebesar 9,7%.

2) Usia

24

Page 25: Isi Skripsi Uni

Pada variabel usia, terbukti bahwa usia tidak berhubungan dengan

kejadian ketuban pecah dini di RS Anna Medika, dimana nilai p nya adalah 0,458.

Dari tabel dapat dilihat bahwa ibu yang berusia kurang dari 20 tahun, 4 orang

mengalami KPD (6,% dari total ibu yang KPD) dan 8 orang tidak mengalami

KPD (12,9% dari total ibu yang tidak KPD). Sedangkan ibu yang berusia di atas

35 tahun, 12 orang mengalami KPD dan 10 orang tidak. Dari seluruh sampel, ibu

yang mengalami ketuban pecah dini maupun yang tidak, didominasi oleh ibu yang

berusia 20 sampai 35 tahun, dimana 46 orang mengalami KPD (74,2%) dan 44

orang tidak (71%).

3) Pendidikan

Dari hasil uji statistik, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara

pendidikan dengan kejadian ketuban pecah dini, yang dapat dilihat dari nilai p =

0,000. Ibu yang mengalami ketuban pecah dini lebih banyak terjadi pada ibu yang

berpendidikan SMP atau di bawahnya yaitu sebesar 58,1% dibandingkan dengan

ibu yang berpendidikan di atas SMP yaitu 41,9%. Ibu yang tidak mengalami KPD

sebagian besar berpendidikan di atas SMP yakni 93,5% dari total ibu yang tidak

mengalami KPD. Nilai relative risk menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan

SMP dan di bawahnya mengalami ketuban pecah dini 3 kali lebih besar

dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan minimal SMA.

BAB VI

PEMBAHASAN

25

Page 26: Isi Skripsi Uni

Dari hasil penelitian di RS Anna Medika dengan total sampel 124 orang,

telah diambil data sampel dari rekam medis yang kemudian dianalisis dengan

perhitungan statistic SPSS 20.0 dan dipatkan hasil bahwa 2 dari 3 variabel bebas

yang diteliti berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini di Rumah Sakit

Anna Medika pada Juni 2012 sampai Juni 2013.

1. Paritas

Pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan antara paritas

dengan kejadian ketuban pecah dini. Hasil penelitian ini berbeda dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Taher, dimana pada penelitian

tersebut didapatkan hasil bahwa paritas bukan merupakan faktor risiko

dari kejadian ketuban pecah dini walaupun paritas ≤1 dan >3 berisiko 1,5

kali lebih besar dibandingkan ibu dengan paritas 2 sampai 3. Perbedaan

hasil ini mungkin akibat metode yang digunakan berbeda dimana pada

penelitian tersebut menggunakan metode kasus-kontrol dengan subjek

yang jauh lebih banyak yaitu total 381 sampel.1

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Damarati menyatakan

bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah

dini, sama seperti hasil pada penelitian ini. Namun, pada penelitian ini

paritas yang paling sering mengalami kejadian ketuban pecah dini adalah

primipara yaitu 54,8% dari seluruh sampel yang mengalami ketuban pecah

dini. Sedangkan pada penelitian Damarati, sebagian besar ketuban pecah

dini dialami oleh grandemultipara (36,36%).20 Berbeda pula dengan

penelitian yang dilakukan oleh Kumala, dimana paritas yang paling

banyak mengalami ketuban pecah dini adalah multipara (53,8%).22

Kemungkinan perbedaan ini adalah jumlah sampel yang hanya 80 orang

pada penelitian yang dilakukan oleh Kumala.22

Pada penelitian ini, paritas yang paling berpengaruh terhadap

terjadinya ketuban pecah dini adalah paritas primipara. Menurut penelitian

di luar negri, mayoritas dari ibu dengan paritas primipara (67.30%) tidak

26

Page 27: Isi Skripsi Uni

melaksanakan pemeriksaan antenatal sedangkan ibu dengan paritas

multipara (52,08%) melaksanakan pemeriksaan antenatal secara rutin.26,27

Dari hasil penelitian tersebut juga didapatkan bahwa primipara paling

banyak adalah wanita yang berusia kurang dari 25 tahun. Wanita muda

yang berusia kurang dari 25 tahun ini lebih cenderung untuk tidak

melalukan pemeriksaan antenatal rutin.26 Ibu hamil dengan usia muda juga

memiliki kepedulian yang kurang terhadap pentingnya pemeriksaan

antenatal dan kurangnya pengetahuan khusunya mengenai kesehatan juga

menyebabkan mereka untuk tidak melakukan permeriksaan antennal

secara rutin.26,27 Didapatkan pula bahwa komplikasi obstetrik lebih tinggi

pada primipara dibandingkan dengan multipara.26,27 Hal inilah yang

kemungkinan menyebabkan primipara lebih berisiko untuk mengalami

ketuban pecah dini.

2. Usia

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara usia ibu dengan

kejadian ketuban pecah dini. Pada sebuah penelitian di luar negri

didapatkan bahwa wanita hamil yang berusia kurang dari 25 tahun lebih

cenderung untuk tidak melaksanakan pemeriksaan antenatal rutin akibat

kurangnya kepedulian akan pentingnya pemeriksaan antenatal dimana

dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi seperti ketuban pecah

dini. Hal ini juga dapat dilihat dari distribusi sampel dimana ibu berusia

di bawah 20 tahun merupakan kelompok usia yang paling sedikit

berkunjung ke RS Anna Medika yaitu 9,7% dari total sampel. Hamil

pada usia tua juga berisiko terhadap terjadinya komplikasi yang

diakibatkan oleh proses degenerasi tubuh. Namun, belum ada penelitian

terkini yang membuktikan bahwa ada hubungan antara usia ibu dengan

kejadian ketuban pecah dini. Pada penelitian ini juga tidak ditemukan

hubungan antara usia dengan kejadian ketuban pecah dini yang

kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal seperti sampel yang sedikit

dan klasifikasi jangka umur yang terlalu jauh.

27

Page 28: Isi Skripsi Uni

3. Pendidikan

Pada penelitian ini didapatkan bahwa 67,7% dari ibu yang berkunjung

ke RS Anna Medika berpendidikan minimal SMA. Hal ini kemungkinan

dikarenakan karena tingkat pengetahuan mengenai perawatan kehamilan

yang lebih baik pada wanita berpendidikan di atas SMP dibandingkan

dengan yang tingkat pendidikannya di bawahnya. Selain itu,mungkin

disebabkan karena rumah sakit swasta dimana pasien yang berpendidikan

di bawah SMP cenderung untuk memiliki status ekonomi yang kurang

sehingga tidak mempunyai cukup biaya untuk memeriksa kehamilannya di

rumah sakit.11,15 Pada sebuah penelitian juga didapatkan bahwa sebagian

besar ibu yang berpendidikan di bawah SMP lebih memilih untuk

konsultasi ke bidan, dukun, atau bahkan lebih memilih untuk melahirkan

sendiri di rumah.11,15

Dari hasil perhitungan statistik, didapatkan hasil bahwa terdapat

hubungan antara pendidikan dan kejadian ketuban pecah dini. Selain itu,

didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara pendidikan dan kejadian

ketuban pecah dini. Selain itu, didapatkan hasil bahwa ibu dengan

pendidikan SMP dan di bawahnya memiliki risiko relatif 3 kali lebih besar

untuk mengalami kejadian ketuban pecah dini dibandingkan dengan ibu

yang berpendidikan minimal SMA. Pada sebuah penelitian di luar negri

didapatkan bahwa wanita hamil yang berusia kurang dari 25 tahun dan

lebih rendah pendidikannya lebih cenderung untuk tidak melakukan

pemeriksaan antenatal rutin.26,27 Hal ini kemungkinan dikarenakan tingkat

pengetahuan mengenai kesehatan yang kurang pada ibu yang

berpendidikan SMP dan lebih rendah. Karena pengetahuan yang rendah ini

juga yang menyebabkan para ibu ini untuk tidak melakukan pemeriksaan

antenatal secara rutin yang menyebabkan terjadinya komplikasi, salah

satunya adalah ketuban pecah dini.

28

Page 29: Isi Skripsi Uni

Kekurangan dari penelitian ini adalah metode retrospektif dalam mengambil

data yang hanya berpegang pada status rekam medis pasien yang mungkin saja

banyak keterangan penting tentang pasien yang tidak tercatat. Kendala lainnya

adalah jumlah sampel yang seharusnya masih bisa ditambah kuantitasnya

sehingga bisa diuji secara lebih baik dan juga distribusi karakteristik responden

yang kurang merata. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga

dari peneliti sehingga tidak bisa melakukan penelitian di beberapa rumah sakit

yang berbeda dan tidak mengambil lebih banyak sampel penelitian.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

29

Page 30: Isi Skripsi Uni

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat hubungan antara paritas dan pendidikan dengan kejadian

ketuban pecah dini di RS Anna Medika.

2. Pendidikan berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini di RS Anna

Medika sedangkan usia ibu tidak berhubungan.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi peneliti selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya disarankan agar dapat mengkombinasi teknik

pengumpulan data dengan penyebaran kuisioner dan wawancara agar dapat

memperoleh informasi yang lebih jelas dari pasien secara langsung. Variabel usia

sebaiknya diteliti dengan range yang lebih sempit. Penelitian sebaiknya dilakukan

di beberapa rumah sakit sehingga didapatkan karakteristik responden yang lebih

merata. Selain itu, sebaiknya diteliti variabel bebas lainnya yang mungkin

berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini seperti pekerjaan ibu, lama

waktu bekerja, frekuensi kunjungan antenatal dan status gizi ibu.

7.2.2 Bagi ibu

Para ibu khususnya ibu yang baru hamil pertama kali sebaiknya

meningkatkan frekuensi kunjungan antenatal care, minimal 4 kali selama

kehamilan, untuk mendapatkan edukasi dari petugas kesehatan yang profesional.

Bagi para ibu yang berpendidikan SMP atau dibawahnya sebaiknya juga rajin

melakukan antenatal care ataupun rajin bertanya-tanya mengenai informasi

seputar kehamilan dan ketuban pecah dini.

7.2.4 Bagi instansi kesehatan

Petugas kesehatan diharapkan dapat memberikan edukasi yang lengkap

terhadap pasien mengenai kehamilannya.

30

Page 31: Isi Skripsi Uni

7.2.5 Bagi pemerintah

Pemerintah daerah sebaiknya melakukan sosialisasi atau seminar mengenai

kesehatan ibu hamil di daerah pelosok agar masyarakat yang kurang

pendidikannya dapat mengetahui cara menjaga kehamilannya dengan baik dan

mengantisipasi jika terjadi ketuban pecah dini.

DAFTAR PUSTAKA

31

Page 32: Isi Skripsi Uni

1. Tahir S, Seweng A, Abdullah Z. Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa (tesis). 2012. Universitas Hassanudin.

2. Nili F, Ansari. Neonatal complications of premature rupture of membranes. Acta Medica Iranica. 2003; 41; 175-179

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional 2007 (RISKESDAS). Available at http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/

4. Deering, Patel, Spong, Pezzullo, Ghidini. Fetal growth after preterm premature rupture of membrane: is it related to amnionitic fluid volume? J Matern Fetal Neonatal Med. 2007;20: 397-400. 

5. Wahyuni. Hubungan faktor ibu dan pelayanan kesehatan dengan kematian perinatal di kabupaten Pidie tahun 2008 (tesis). Universitas Sumatra Utara

6. Cunningham GF, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, et al. Williams Obstetrics. 23rd ed. USA: McGraw-Hill;2010

7. Newton E. Preterm labor, preterm premature rupture of the membranes, and chorioamnionitis. Clin Perinatol. 2005;32:571-600.

8. Mercer BM. Preterm premature rupture of the membranes. Obstet Gynecol. 2003;101:178-193.

9. Simhan HN, Canavan TP. Preterm premature rupture of membranes: diagnosis, evaluation and management strategies. BJOG. 2005;112:32-37.

10. Bazar, Theodorus, Aziz Z, Azhari. Maternal Mortality and Contributing Factors. Indones J Obstet Gynecol 2012; 36-1:8-13

11. World Health Organization. Beyond the numbers. Reviewing maternal deaths and complications to make pregnancy safer. Geneva: World Health Organization, 2004:1-150.

12. Khan KS, Wojdyla D, Say L, Gülmezoglu AM, Van Look PFA. WHO analysis of causes of maternal death: a systematic review. Lancet. 2006;367:1066-74.

13. Graham WJ, Ahmed S, Stanton C, et al. Measuring maternal mortality: an overview of opportunities and options for developing countries. BMC Med. 2008;6:1-8

14. Hill K, Thomas K, AbouZahr C, et al. estimates of maternal mortality worldwide between 1990 and 2005: an assessment of available data. Lancet. 2007;370:1311-1319

15. Say L, Raine R. a systematic review of inequalities in the use of maternal health care in developing countries: examining the scale of the problem and the importance of context. Bull World Health Organ. 2007;85:812-819

16. Rosenfield A, Min C, Freedman L. making motherhood safe in developing countries. N Engl J Med. 2007;356:1395-1397

17. Gaskin IM. Maternal death in the United States. A problem solved or a problem ignored? J Perinat Educ. 2008; 17: 9–13

18. Conde-Agudelo A, Belizan JM, Lammers C. Maternal-perinatal morbidity and mortality associated with adolescent pregnancy in Latin America:

32

Page 33: Isi Skripsi Uni

Cross-sectional study. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2004;192:342–349.

19. Parry S, Strauss. Premature rupture of fetal membranes. N Engl J Med 1998; 338:663-670

20. Damarati, Pujiningsih. Analisis tentang Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin di RSUD Sidoarjo (tesis). 2011.

21. Ratnawati S, et al. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Hamil Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di URJ Poli Hamil II RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. 2010;1:2086-3098

22. Kumala A. Hubungan Antara Paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Ruang VK Rumah Sakit Bhakti Rahayu Surabaya (tesis). 2011. Stikes YARSIS Surabaya

23. Suahimi D. Protein P53 Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini. Indonesian Journal of Applied Sciences. 2012;2;2.

24. Tanya M, Medina, Hill DA. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and Management. Am Fam Physician. 2006;73:659-664.

25. Caughey AB, Robinson JN, Norwitz ER. Contemporary Diagnosis and Management of Preterm Premature Rupture of Membranes. Rev Obstet Gynecol. 2008;1:11–22

26. Kaur J, Kaur K. Obstetric complications: Primiparity Vs. Multiparity.European Journal of Experimental Biology. 2012;2:1462-1468

27. Kaur J, Kaur K. Does an Antenatal Care Make a Difference? Human Biology Review. 2013;2:120-124

28. Pintucci A, Meregalli V, Colombo P, Fiorilli A. Premature Rupture of Membranes at Term in Low Risk Women: How long Should We Wait in the “Latent Phase”?. Journal of Perinatal Medicine. 2013;11

29. Elsevier. Early Development and the Fetal-Maternal Relationship. Placenta and extraembryonicmembranes. US: Elsevier. 2011. P.131-140

30. Hediger et al. Young maternal age and preterm labor. Annals of Epidemiology. 2004;7;400-410

31. Ananth,Vintzileos. Epidemiology of preterm birth and itsclinical subtypes. The Journal of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine. 2006;19;773-782

33