isi sinusitis maksilaris

16

Click here to load reader

Upload: anna-fa

Post on 29-Dec-2014

25 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

sinusitis maksilaris

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Sinusitis Maksilaris

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sinus paranasalis (maksilaris, frontalis, etmoidalis, dan sfenoid) adalah

rongga di sekitar hidung yang selalu terisi udara dan berhubungan dengan saluran

hidung melalui ostium yang kecil.1 Sinus paranasalis mempunyai fungsi yang

penting yaitu untuk melembabkan, menyaring dan mengatur suhu udara yang

akan masuk ke paru-paru.2

Kondisi inflamasi dari sinus paranasalis mempunyai dampak sosial ekonomi

yang signifikan setiap tahunya, berhubungan dengan biaya kesehatan dan

berkurangnya jam kerja akibat sakit.3 Sinusitis mewakili salah satu dari penyakit

yang paling sering yang membutuhkan pengobatan dengan antibiotika pada

populasi dewasa.3 Tantangan bagi para klinisi dalam mengevaluasi pasien dengan

kemungkinan sinusitis adalah untuk mencoba membedakan infeksi virus saluran

nafas atas atau rinitis alergika, yang tidak membutuhkan pengobatan dengan

antibiotika, dengan sinusitis kronis atau akut yang memberikan respon dengan

pengobatan dengan antibiotika.3

Kebanyakan infeksi bakteri terjadi pada keadaan dimana terjadi gangguan

fungsi, obstruksi anatomi, inflamasi, drainase yang terganggu, dan

perkembangan bakteri yang berlebihan. Kemudian sinus akan dipenuhi dengan

cairan purulen.1 Hal tersebut terjadi karena proses inflamasi menyebabkan

peningkatan sekresi dan edema pada mukosa sinonasal.2 Dengan progresifnya

komponen inflamasi, sekret tersebut tertahan di dalam sinus paranasal yang dapat

terjadi karena gangguan fungsi silia dan obstruksi dari ostium sinus yang relatif

kecil. Posisi ostium yang melawan gravitasi secara tidak langsung juga

menyebabkan buruknya drainase.2,4 Obstruksi tersebut menyebabkan

pengurangan tekanan parsial oksigen di dalam sinus dan menyebabkan kondisi

anaerobik di dalam sinus.2 Faktor-faktor inilah menyebabkan kondisi yang ideal

dalam pertumbuhan bakteri patogen, dan menyebabkan sinusitis.2 Rinitis alergi

Page 2: Isi Sinusitis Maksilaris

2

dan infeksi virus pada saluran nafas atas yang berkepanjangan dapat

menyebabkan terjadinya sinusitis.3,5 Sinus maksilaris adalah sinus yang paling

sering terkena infeksi.4

Sinusitis khususnya sinusitis maksilaris adalah penyakit yang sering sekali

terjadi di masyarakat, sehingga perlu sekali bagi mahasiswa kedokteran untuk

mempelajari penyakit ini sehingga dapat menjadi bekal dalam melakukan praktek

sebagai general practitioner.6

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penulisan referat ini adalah bagaimana definisi,

etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosa, dan

penatalaksanaan sinusitis maksilaris?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,

epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosa, dan

penatalaksanaan sinusitis maksilaris.

1.4 MANFAAT

Manfaat dari penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan tentang

penyakit sinusitis maksilaris.

Page 3: Isi Sinusitis Maksilaris

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SINUS PARANASALIS

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral

kavum nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang

wajah, dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris,

sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis (Gambar 1). Seluruh sinus

dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu

mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam

kavum nasi. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.1

GAMBAR 1. SINUS PARANASALIS.2

Sinus maksilaris merupakan satu – satunya sinus yang rutin ditemukan pada

saat lahir.1 Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan dinding

inferior orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai batas medial,

prosesus alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa canine sebagai batas

anterior.2

2.2 DEFINISI

Page 4: Isi Sinusitis Maksilaris

4

Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya adalah adanya radang

pada mukosa sinus paranasalis. 3,4,6,7 Sinusitis maksilaris adalah peradangan atau

inflamasi pada mukosa sinus maksilaris. Sinusitis maksilaris diklasifikasikan

menjadi akut, sub akut dan kronik.3,4 Sinusitis akut bila gejalanya berlangsung

beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu

sampai 3 bulan, dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan.4 Dalam

menentukan secara pasti apakah sinusitis tersebut akut, sub akut atau kronis,

harus menggunakan pemeriksaan histopatologis.4 Sinusitis akut bila terdapat

tanda-tanda radang akut, sinusitis subakut bila tanda-tanda radang akut sudah

menurun, dan sinusitis kronik bila terjadi perubahan histologis mukosa sinus

yang irreversible.4 Diagnosis sinusitis digunakan sebagai diagnosis infeksi sinus

oleh bakteri.3

2.3 ETIOLOGI

Penyebab tersering dari Sinusitis maksilaris adalah infeksi saluran nafas atas

yang disebut secara rinogen, karena virus seperti pada rinitis akut, campak, dan

batuk rejan.7,8 Hanya 10% diakibatkan oleh radang pada gigi molar atau premolar

yang disebut secara dentogen.8 Penyebab lain yang jarang adalah karena

menyelam dan fraktur tulang maksila dan tulang frontal.8,9 Sinusitis yang terjadi

karena menyelam disebabkan menyelam dengan kaki yang masuk air terlebih

dahulu tanpa menjepit hidung.9

2.4 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi Sinusitis tinggi di masyarakat. Di bagian THT Departemen Ilmu

Kesehatan Anak RSCM Jakarta, pada tahun 1999 didapatkan data sekitar 25 %

anak-anak dengan ISPA menderita sinusitis maksila akut.7 Sedang pada

Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok sub bagian Rinologi didapatkan data

dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 249 orang terkena sinusitis (50%). Di

Amerika Serikat diperkirakan 0,5% dari infeksi saluran nafas atas karena virus

Page 5: Isi Sinusitis Maksilaris

5

dapat menyebabkan sinusitis akut. Sinusitis kronis mengenai hampir 31 juta

rakyat Amerika Serikat.6

2.5 PATOGENESIS

Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae telah disepakati

sebagai patogen primer pada sinusitis bakterial, selain itu M. Catarrhalis juga

didapatkan pada sinusitis maksilaris (40% pada anak-anak).2,7 Di RS Sanglah,

bakteri penyebab sinusitis maksilaris terbanyak adalah Streptococcus dan

Staphylococcus.8

Faktor – faktor predisposisi sinusitis maksilaris adalah obstruksi mekanik,

rinitis kronis, serta rinitis alergi, polusi, udara dingin dan kering, riwayat trauma,

menyelam, renang, naik pesawat, riwayat infeksi pada gigi, infeksi pada faring.4

Rinitis adalah faktor predisposisi yang paling penting dalam terbentuknya

sinusitis.3

Pada saat terjadi infeksi, akan terjadi reaksi radang yang salah satunya

berupa edema, edema tersebut terjadi di daerah kompleks ostiomeatal yang

sempit. Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak

dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase

dan ventilasi di dalam sinus, lendir yang diproduksi oleh mukosa sinus menjadi

kental. Lendir yang kental tersebut menjadi media yang baik bagi pertumbuhan

bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus menerus, akan terjadi hipoksia

dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.2,3,4,5

2.6 DIAGNOSIS

2.6.1 Subjektif

Gejala klinis yang ditemukan pada sinusitis ada dua kriteria, yaitu kriteria

mayor dan minor,

Kriteria mayor:

- Nyeri di daerah muka

- Rasa penuh di daerah muka (facial)

- Pilek purulen/ post nasal drip

Page 6: Isi Sinusitis Maksilaris

6

- Hyposmia/ anosmia

- Panas

Kriteria minor:

- Sakit kepala

- Panas

- Bau

- Rasa capai

- Nyeri gigi

- Batuk

- Nyeri telinga/ rasa penuh di telinga

Pasien dicuriga adanya sinusitis bila terdapat minimal ≥ 2 gejala mayor atau 1

gejala mayor ditambah 2 gejala minor.

2.6.2 Objektif

Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien dengan sinusitis akan dijumpai,

seperti:

1. Tampak pembengkakan di daerah pipi dan kelopak mata bawah sisi yang

terkena.

2. Pada rinoskopi anterior, mukosa konka inferior tampak hiperemi dan edema, selain

itu tampak mukopus atau nanah di meatus media. Perhatikan juga adanya

kelainan anatomis: Septum deviasi

3. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan tranluminasi, sinus yang sakit akan terlihat suram atau gelap.4,8

Akan lebih bermakna hasilnya bila hanya salah satu sisi sinus saja yang sakit,

sehingga terlihat sekali perbedaanya antara yang gelap atau sakit dengan yang

normal.4,8

Page 7: Isi Sinusitis Maksilaris

7

2. Pemeriksaan radiologi, yaitu foto Water’s PA dan lateral. Akan tampak

perselubungan atau penebalan mukosa atau air- fluid level pada sinus yang

sakit.4,8 CT scan merupakan tes yang paling sensitif dalam mengungkapkan

kelainan anatomis selain melihat adanya cairan dalam sinus, tetapi karena

mahal, CT scan tidak dipakai sebagai skrining dalam mendiagnosis sinusitis.1

3. Pemeriksaan kultur, sample diambil dari sekret dari meatus medius atau

meatus superior.4,8 Pasien harus dirujuk ke otolaringologis untuk aspirasi

maksila dan kultur, bila tidak sembuh dengan pengobatan antibiotika yang

sesuai dan adekuat.

2.7 PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan dari sinusitis adalah: mengembalikan fungsi silia

mukosa, memperbaiki drainase, eradikasi bakteri, dan menghilangkan keluhan

nyeri.3

Seringkali sinusitis, tidak perlu dirujuk ke ahli THT, tetapi bila gagal dengan

pengobatan medikamentosa, maka harus dirujuk ke ahli THT untuk penanganan

lebih lanjut seperti terapi bedah dan irigasi.

2.7.1 Terapi Konservatif

Terapi ini bertujuan untuk memperbaiki drainage, yaitu dengan memberikan

ephedrine 1 % agar terjadi vasokontrisi pembuluh darah di mukosa sinus dan saat

tidur miring ke arah sisi heterolateral dari sinus yang sakit. Selain itu juga

memperbaiki penyakit secara umum, yaitu dengan istirahat yang cukup, makan

makanan yang lunak (bubur), dan pemberian analgetik.9

2.7.2 Terapi Aktif

Terapi aktif yang disebut juga irigasi sinus maksilaris. Terapi irigasi

dilakukan jika nampak mukopus di meatus media, tiap satu minggu sekali jika

keluhan hebat. Komplikasi dari dilakukannya irigasi adalah emboli udara di pipi

dan infiltrat air di pipi.9

2.7.3 Terapi Antibiotika

Page 8: Isi Sinusitis Maksilaris

8

Terapi antibiotika diberikan bertujuan untuk mempercepat penyembuhan.

Antibiotik lini pertama adalah golongan penisilin selama 10-14 hari4, menurut

pedoman terapi di bagian THT RS Sanglah tahun 1992, pemberian antibiotika

selama 5-7 hari. Antibiotika yang digunakan, antara lain:

- Ampisilin 4x500mg

- Amoksisilin 3x500mg

- Eritromisin 4x500mg

- Kotrimoksasol 2x1tablet

- Doksisiklin 2x100mg/hari diikuti 100 mg/hari hari ke 2 dan berikutnya.

Lini kedua bila ditemukan kuman yang menghasilkan enzim beta-laktamase

diberikan kombinasi amoxycilline dengan clavulanic acid, cevaclor, atau

cephalosporine generasi II atau III oral, yang diberikan minimal 2 minggu.9,10

2.7.4 Terapi Tambahan

Vasokonstriktor local dan dekongestan lokal untuk memperlancar drainase

sinus, misalnya :Solusio efedrin 1-2% tetes hidung, Solusio Oksimetasolin HCl

0,05% semprot hidung (untuk anak-anak memakai 0,025%), Tablet

pseudoefedrin 3x60mg (dewasa). Analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri ,

yaitu: Parasetamol 3x500mg dan Metampiron 3x500mg

2.7.5 Tindakan non invasif

Diatermi dengan gelombang pendek, digunakan pada sinusitis subakut

sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus.

Bila belum membaik dilakukan pungsi sinus dan irigasi sinus yang harus

dilakukan oleh ahli THT.3

Page 9: Isi Sinusitis Maksilaris

9

BAB III

KESIMPULAN

Sinusitis maksilaris merupakan peradangan pada mukosa sinus maksilaris, dapat

diklasifikasikan menjadi sinusitis maksilaris akut, subakut dan kronis. Penyakit ini

ditandai dengan kriteria mayor (Nyeri di daerah muka, rasa penuh d daerah muka

(facial), pilek purulen/ post nasal drip, hyposmia/ anosmia, panas, dan sakit kepala)

dan minor (Bau, rasa capai, nyeri gigi, batuk, nyeri telinga/ rasa penuh di telinga).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah pipi dan kelopak

mata bawah sisi yang terkena. Pada rinoskopi anterior, mukosa konka inferior tampak

hiperemi dan edema, selain itu tampak mukopus atau nanah di meatus media.

Sedangkan pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring.

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnose adalah dengan pemeriksaan

transluminasi dan foto rontgen Water’s, yang dapat menandakan adanya penebalan,

perselubungan atau air-fluid level. Selain itu juga dilakukan kultur dari sampel yang

diambil dari sekret di meatus medius atau meatus superior.

Prinsip penatalaksanaan yaitu mengembalikan fungsi silia mukosa, memperbaiki

drainase, eradikasi bakteri, dan menghilangkan keluhan nyeri. Penatalaksanan

tersebut meliputi terapi konservatif, aktif, antibiotic, non infasiv, dan terapi tambahan.

Page 10: Isi Sinusitis Maksilaris

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Higler PA. Nose: Applied Anatomy dan Physiology. In: Adams GL, Boies LR,

Higler PA, editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed. Philadelphia,

PA: WB Saunders Company; 1989. p.173-90

2. Patel AM, Vaughan WC. Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Treatment. May

19, 2005. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006

3. Handley John G, Tobin Evan, Tagge bryan. The Nose and Paranasal Sinuses. in:

Rakel Robert E, editors. Textbook of family practice 6th editions. WB Saunders

Company, Philadelphia, 2001, p 446-453.

4. Mangunkusumo Endang, Rifki nusjirwan. Sinusitis. in: Soepardi Efiaty A,

Iskandar Nurbaiti, editor. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

edisi 4. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2000, p 121-125.

5. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of The Immune System. in:

McPhee Stephen J, Lingappa Vishwanath R, Ganong William F, editors.

Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine 4th editions. Mc

Graw Hill, Philadelphia, 2003, p 31-57.

6. Dykewicz Mark S, Corren Jonathan. Rhinitis, Nasal Polyps, Sinusitis, and Otitis

Media. in: Adelman Daniel C, Casale Thomas B, Corren Jonathan, editors. Manual

of Allergy and Immunology: diagnosis and therapy 4th editions. Lippincott

Williams & Wilkins Publishers, New York, 2002, p 316-324.

7. Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik Sinusitis.

disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik,

Sinusitis, dan Demo Operasi timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali.

8. Suardana W, et al. Rhinologi. in: Suardana W, Bakta M, editor. Pedoman

Diagnosis dan Terapi. Komite Medik RSUP Sanglah, Denpasar, 2000.

9. Bursa Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

Diktat Kuliah THT. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Surabaya. 1994.

Page 11: Isi Sinusitis Maksilaris

11

10. Siswantoro, Pawarti, D.R, Soerarso, Bakti. Sinusitis Akut Bakterial dalam

Pedoman Diagnosa dan Terapi SMF Ilmu Penyakit THT. RSUD dr. Sutomo

Surabaya, Surabaya, 2005.