isi proposal laporan seminar penelitian_ok

49
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilam adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang dinamakan minyak nilam. Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal sebagai minyak patchouli (dari bahasa Tamil patchai (hijau) dan ellai (daun), karena minyaknya disuling dari daun). Aroma minyak nilam dikenal 'berat' dan 'kuat' dan telah berabad-abad digunakan sebagai wangi-wangian (parfum) dan bahan dupa atau setanggi pada tradisi timur. Harga jual minyak nilam termasuk yang tertinggi apabila dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya. Menurut Guenther (1990), minyak nilam mengandung senyawa Patchouli Alcohol (PA) yang merupakan penyusun utama dalam minyak nilam yang kadarnya mencapai 50-60%. PA merupakan senyawa seskuiterpen alkohol tersier trisiklik. PA tidak larut dalam air, namun larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain. PA

Upload: sari-maniez

Post on 26-Jun-2015

415 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nilam adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang

dinamakan minyak nilam. Dalam perdagangan internasional, minyak nilam

dikenal sebagai minyak patchouli (dari bahasa Tamil patchai (hijau) dan ellai

(daun), karena minyaknya disuling dari daun). Aroma minyak nilam dikenal

'berat' dan 'kuat' dan telah berabad-abad digunakan sebagai wangi-wangian

(parfum) dan bahan dupa atau setanggi pada tradisi timur. Harga jual minyak

nilam termasuk yang tertinggi apabila dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya.

Menurut Guenther (1990), minyak nilam mengandung senyawa Patchouli

Alcohol (PA) yang merupakan penyusun utama dalam minyak nilam yang

kadarnya mencapai 50-60%. PA merupakan senyawa seskuiterpen alkohol tersier

trisiklik. PA tidak larut dalam air, namun larut dalam alkohol, eter atau pelarut

organik yang lain. PA mempunyai titik didih 280,37 oC dan kristal yang terbentuk

memiliki titik leleh 56 oC. Minyak nilam selain mengandung senyawa Patchouli

Alcohol (komponen mayor) juga mengandung komponen minor lainnya.

Penghasil minyak atsiri yang mempunyai prospek cukup tinggi adalah

tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan

pasar dunia yang dirata-ratakan mencapai 1.200 – 1.400 ton per tahunnya .

Hampir 70% dari kebutuhan minyak atsiri di dunia dipasok oleh Indonesia, yang

sebagian besar digunakan di industri parfum, kosmetik, antiseptik dan insektisida .

Selain itu, berdasarkan data Ditjen Perkebunan tahun 2006, minyak nilam

Page 2: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

2

merupakan penyumbang devisa sebanyak 50% dari total ekspor minyak atsiri

Indonesia.

Salah satu kendala yang dihadapi oleh industri nilam di Indonesia adalah

mutu. Hal ini disebabkan karena minyak nilam dari Indonesia sering tercampur

dengan minyak nabati atau minyak keruing atau minyak lain. Hal tersebut

mengakibatkan minyak nilam dari Indonesia dihargai lebih murah dibandingkan

minyak nilam yang dihasilkan dari negara lain seperti India. Untuk mencegah

terjadinya pemalsuan diperlukan upaya dari berbagai pihak.

Arang aktif merupakan bahan adsorpsi dengan permukaan lapisan yang luas

dengan bentuk butiran (granular) atau serbuk (powder). Adsorpsi adalah proses

karbon aktif menyisihkan substansi dari air atau sebuah proses penyisihan partikel

(air) yang terikat pada permukaan adsorben baik melalui gaya tarik kimia maupun

fisika. Beberapa partikel yang tidak dapat diserap diantaranya adalah lithium,

asam atau basa kuat, logam dan bahan inorganik, alkohol dan hidrokarbon. Hasil

pembakaran sekam padi dapat menghasilkan arang yang dinamakan arang sekam

padi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Anshar dan Prana 2009

mengenai optimasi karbon aktif dari sekam padi, arang sekam padi terbukti

memiliki kapasitas adsorpsi yang baik. Dengan demikian, proses adsorpsi dengan

menggunakan arang aktif dari sekam padi sangat dimungkinkan untuk

meningkatkan kadar Patchouli Alcohol pada minyak nilam karena dapat

menyerap beberapa zat penggangu (terutama air).

Page 3: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

3

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini mencakup hal-hal berikut:

1. Bagaimana pengaruh pemakaian arang aktif (sekam padi) sebagai adsorben

terhadap kadar Patchouli Alcohol pada rendemen minyak nilam?

2. Bagaimana pengaruh diameter arang aktif, massa arang aktif dan waktu

adsorpsi arang aktif pada bahan terhadap kadar Patchouli Alcohol pada

rendemen minyak nilam?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan pengaruh adsorpsi terhadap kadar Patchouli Alcohol pada

rendemen minyak nilam dengan menggunakan arang aktif (sekam padi).

2. Mempelajari pengaruh diameter arang aktif, massa arang aktif dan waktu

adsorpsi arang aktif pada bahan terhadap kadar Patchouli Alcohol pada

rendemen minyak nilam.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan manfaat kepada peneliti untuk mengetahui dan

mempelajari karakteristik arang aktif, pengaruh adsorpsi terhadap kadar Patchouli

Alcohol serta pengaruh lama waktu adsorpsi, diameter arang aktif, massa arang

aktif dan waktu adsorpsi arang aktif pada bahan terhadap kadar Patchouli Alcohol

pada rendemen minyak nilam. Serta untuk memberi informasi upaya untuk

meningkatkan kadar Patchouli alcohol pada rendeman minyak nilam untuk para

produsen minyak nilam dan masyarakat, agar nilai jual dari minyak nilam yang

mereka produksi dapat meningkat.

Page 4: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Minyak Nilam

Tanaman nilam termasuk jenis famili Labiatae di mana bentuk fisiknya

seperti tanaman perdu, daunnya berwarna hijau kemerahan, baunya harum dan

berbentuk bulat atau lonjong serta bercabang banyak. Tinggi pohon nilam sekitar

60 cm dan batangnya tidak terlalu kokoh sehingga akan rebah karena menyangga

daun yang rimbun. Di Indonesia terdapat tiga jenis tanaman nilam yang dapat

dibedakan antara lain dari karakter morfologi, kandungan dan kualitas minyak dan

ketahanannya terhadap cekaman biotik dan abiotik. Ketiga jenis nilam tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Pogostemon cablin Benth

Tanaman nilam jenis ini daunnya agak membulat seperti jantung, di bagian

bawah terdapat bulu-bulu halus sehingga warnanya nampak pucat, tidak

berbunga dan memiliki komposisi minyak yang bagus dengan kadar 2,5 – 5%.

2. Pogostemon heyneanus Benth

Tanaman ini disebut juga dengan nilam hutan atau nilam jawa, di mana

daunnya lebih tipis dan ujung daunnya meruncing, berbunga dan mempunyai

komposisi minyak yang jelek dengan kadar antara 0,5 – 1,5 %. Tanaman jenis

ini banyak tumbuh di daerah Sumatera dan Jawa, dengan ketinggian sekitar

1000 - 2000 m.

Page 5: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

5

3. Pogostemon hortensis Backer

Tanaman nilam jenis ini disebut juga dengan nilam sabun, di mana daunnya

tipis dan ujung daunnya runcing, tidak berbunga dan mempunyai komposisi

minyak yang jelek dengan kadar antara 0,5 – 1,5 % (Krismawati,2005).

Minyak nilam yang diperoleh dengan cara distilasi dalam perdagangan

disebut patchouli oil. Kata patchouli berasal dari kata "pacholi" yaitu nama

sejenis tanaman yang banyak terdapat di tanah Hindustan. Pada mulanya tanaman

nilam dipakai sebagai pewangi selendang oleh orang India karena baunya yang

khas (Guenther, 1987).

Minyak nilam diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan cabang

tanaman nilam. Kadar minyak tertinggi terdapat pada daun dengan kandungan

utamanya adalah Patchouli Alcohol yang berkisar antara 30 – 60 %. Aromanya

segar dan khas dan mempunyai daya fiksasi yang kuat sehingga sulit digantikan

oleh bahan sintetis (Rusli, 1991).

Minyak nilam digunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik dan

insektisida. Dengan berkembangnya pengobatan tradisional, minyak nilam juga

banyak digunakan sebagai bahan aromaterapi. Penggunaan minyak nilam dalam

industri-industri ini karena sifatnya yang fiksative terhadap bahan pewangi lain

sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi

(Krismawati, 2005).

Minyak nilam mengandung senyawa Patchouli Alcohol yang merupakan

penyusun utama dalam minyak nilam yang kadarnya mencapai 50-60%. Patchouli

Alcohol merupakan senyawa seskuiterpen alkohol tersier trisiklik yang tidak larut

dalam air tetapi larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain. Patchouli

Page 6: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

6

Alcohol mempunyai titik didih 280,37 oC dan kristal yang terbentuk memiliki titik

leleh 56 oC. Pada umumnya senyawa penyusun minyak atsiri bersifat asam dan

netral. Begitu pula dengan minyak nilam, tersusun atas senyawa-senyawa yang

bersifat asam dan netral, misalnya senyawa asam 2-naftalen karboksilat yang

merupakan salah satu komponen minor penyusun minyak nilam. Struktur molekul

dari senyawa Patchouli Alcohol dan senyawa asam 2 –naftalen karboksilat

ditunjukkan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Stuktur Molekul Senyawa Patchouli Alcohol dan Senyawa Asam

2 –naftalen karboksilat

(Guenther 1990).

Komponen–komponen penyusun minyak nilam adalah Benzaldehid,

karyofilen, α-patchoulena, bulnesen dan Patchouli Alcohol (Hernani & Budi

Tangendjaja, 1988).

Mutu minyak nilam yang memenuhi standart SNI (Standart Nasional

Indonesia) diperlihatkan pada Tabel 2.1:

Page 7: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

7

Tabel 2.1 Persyaratan Mutu Minyak Nilam (SNI 06-2385-2006)

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Warna -Kuning muda – coklat kemer-

arahan2 Bobot Jenis 250C/250C - 0,950 - 0,9753 Indeks Bias (nD20) - 1,507 – 1,515

4Kelarutan dalam etanol 90% pada suhu 200C +30C

-Larutan jernih atau opalesensi

ringan dalam perbandingan volume 1:10

5 Bilangan asam - Maks. 86 Bilangan Ester - Maks. 207 Putaran Optik - (-)480 – (-)650

8 Patchouli Alcohol (C15H26O) % Min. 309 Alpha copaene (C15H24) % Maks. 0,510 Kandungan besi (Fe) mg/kg Maks. 25

(Badan Standardisasi Nasional, 2006)

2.2 Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan bahan dari campuran gas atau cair,

di mana bahan yang harus dipisahkan ditarik oleh permukaan sorben padat dan

diikat oleh gaya-gaya yang bekerja pada permukaan tersebut. Oleh karena

selektivitas yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan

dengan konsentrasi yang kecil dari campuran mengandung bahan lain yang

mempunyai konsentrasi yang tinggi. Bahan yang dipisahkan tentu saja harus dapat

diadsorpsi. Sebaliknya, untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang lebih

besar disukai proses pemisahan yang lain, karena mahalnya regenerasi adsorben

yang terbebani. Beberapa contoh adsorpsi antara lain:

1. Pengeringan udara atau gas-gas lain.

2. Pemisahan bahan yang mengandung racun atau yang berbau busuk dari

udara buang.

3. Pengambilan pelarut dari udara buang.

Page 8: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

8

4. Pemisahan campuran gas untuk memperoleh komponen-komponen

gas.

5. Penghilangan warna larutan (misalnya sebelum kristalisasi).

6. Pemisahan bahan organik dari air (bersamaan dengan pemisahan

pengotor berbentuk koloida yang sukar disaring).

7. Pemutihan maupun perbaikan bau dan rasa bahan makanan cair

(misalnya minyak dengan minyak, lemak dengan lemak).

Kecepatan adsorpsi tidak hanya tergantung pada perbedaan konsentrasi dan

pada luas permukaan adsorben, melainkan juga pada suhu, tekanan (untuk gas),

ukuran partikel dan porositas adsorben. Di samping itu juga tergantung pada

ukuran molekul bahan yang akan diadsorpsi dan pada viskositas campuran yang

akan dipisahkan (cairan dan gas). Pemilihan proses adsorpsi yang akan digunakan

untuk pemisahan disesuaikan dengan kondisi agregasi campuran yang akan

dipisahkan (padat, cair, gas), konsentrasi bahan yang akan dipisahkan, adsorben

yang paling cocok, metode regenerasi yang diperlukan maupun pertimbangan

ekonominya (Anonim3,2009).

Berdasarkan prosesnya adsorpsi, dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Adsorpsi Fisik

Adsorpsi fisik adalah adsorpsi yang terjadi akibat gaya interaksi tarik-

menarik antara molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Adsorpsi ini

melibatkan gaya-gaya Van der Wals (sebagai kondensasi uap). Jenis ini cocok

untuk proses adsorpsi yang membutuhkan proses regenerasi karena zat yang

teradsorpsi tidak larut dalam adsorben tapi hanya sampai permukaan saja

(Treybal, 1980).

Page 9: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

9

2. Adsorpsi Kimia

Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi akibat interaksi kimia antara

molekul adsorben dengan molekul adsorbat. Proses ini pada umumnya

menurunkan kapasitas dari adsorben karena gaya adhesinya yang kuat sehingga

proses ini tidak reversibel (Treybal, 1980).

2.3 Adsorben

Adsorben (untuk adsorpsi fisika) adalah bahan padat dengan luas

permukaan dalam yang sangat besar. Permukaan yang luas ini terbentuk karena

banyak pori yang halus pada padatan tersebut. Biasanya luasnya berada dalam

orde 200 – 1000 m2/gr adsorben dengan diameter pori sebesar 0,0003 – 0,02 μm.

Di samping luas spesifik dan diameter pori, kerapatan unggun, distribusi ukuran

partikel maupun kekerasannya merupakan data karakteristik yang penting dari

suatu adsorben (Anonim1, 2009).

Dalam penggunaannya, adsorben dapat digunakan dalam dua bentuk, yaitu

dapat berupa granulat (dengan ukuran butir dalam mm) atau berupa serbuk

(khusus untuk adsorpsi campuran cair). Regenerasi dapat dilakukan untuk

memperbaiki kembali daya adsorpsi dari adsorben yang telah dipakai maupun

untuk memperoleh kembali bahan yang telah diadsorpsi. Dalam hal ini, bahan

yang telah teradsorpsi dikeluarkan dengan cara pemanasan, penurunan tekanan,

pencucian dengan bahan yang tidak dapat diadsorpsi, pendesakan dengan bahan

yang teradsorpsi lebih baik ataupun dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut

(desorpsi) (Anonim1, 2009).

Page 10: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

10

Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu :

1. Adsorben Organik

Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang

mengandung pati. Adsorben ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1979 untuk

mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa

digunakan untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung dan

gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas

tumbuhan yang akan dijadikan adsorben (Anonim1, 2009).

2. Adsorben Anorganik

Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam

perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan

banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-

bahan non pangan sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan

kualitasnya cenderung sama (Anonim1, 2009).

2.4 Sekam Padi

Indonesia sejak lama telah dikenal sebagai negara agraris dengan tanaman

padi sebagai fokus pertanian masyarakat yang dikembangkan. Dari hasil pertanian

tanaman padi, akan dihasilkan limbah sekam padi yang pemanfaatannya masih

terbatas.

Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir

gabah, terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling

bertautan. Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras

dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan gabah

Page 11: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

11

akan dihasilkan 16,3 – 28% sekam. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang

dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan

ternak dan energi atau bahan bakar (Anonim2, 2009).

Gambar 2.2 Sekam Padi

(Anonim2,2009).

komposisi kimia sekam padi menurut DTC – IPB adalah sebagai berikut:

- Karbon (zat arang) : 1,33%

- Hidrogen : 1,54%

- Oksigen : 33,64%

- Silika : 16,98%

Hasil pembakaran sekam padi dapat menghasilkan arang yang dinamakan

arang sekam padi. Dari beberapa investigasi atau penelitian yang telah dilakukan,

arang sekam padi terbukti memiliki kapasitas adsorpsi yang baik. Arang sekam

padi maupun sekam padi tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di

antaranya:

a. Sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia

furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri

kimia.

b. Sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika

(SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen

portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industri bata merah.

Page 12: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

12

c. Sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa

yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil.

d. Sebagai adsorben logam-logam berat seperti Pb, Cd, Cr, Fe dan lain-lain

(Anonim2, 2009).

2.5 Arang

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon

yang dihasilkan dari pemanasan bahan-bahan organik pada suhu tinggi. Ketika

pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara di dalam

ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya

terkarbonisasi dan tidak teroksidasi (Sembiring dan Sinaga, 2003).

Arang selain digunakan sebagai bahan bakar juga dapat digunakan sebagai

adsorben (penyerap). Daya serap arang ditentukan oleh luas permukaan partikel,

yang dapat menjadi lebih tinggi jika dilakukan aktivasi secara kimia maupun

fisika terhadap arang tersebut. Dengan demikian, arang akan mengalami

perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai

arang aktif (Sembiring dan Sinaga, 2003).

Kualitas arang dipengaruhi oleh jenis bahan bakunya. Bahan baku yang

keras (bahan baku dengan berat jenis tinggi) menghasilkan daya serap lebih tinggi

dibandingkan dengan bahan yang berat jenisnya rendah (Kirk dan Othmer, 1993).

2.6 Arang Aktif

Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan

seluas 500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel

yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat

Page 13: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

13

aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam

waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut menjadi jenuh dan tidak aktif lagi.

Oleh karena itu biasanya arang aktif dikemas dalam kemasan yang kedap udara.

Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di reaktivasi kembali,

meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai. Reaktivasi

karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi sebelumnya, oleh karena itu

perlu diperhatikan keterangan pada kemasan produk tersebut (Anonim3, 2009).

Namun secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri

dari tiga tahap yaitu:

1. Dehidrasi : proses penghilangan air di mana bahan baku dipanaskan

sampai temperatur 170 °C.

2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon.

Pemanasan dengan suhu di atas 170 °C akan menghasilkan CO, CO2 dan

asam asetat. Pada suhu 275 °C akan terjadi dekomposisi menghasilkan “ter”,

metanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan karbon itu sendiri terjadi

pada temperatur 400 – 600 0C.

3. Aktivasi : dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan

dengan uap atau CO2 sebagai aktifator.

Proses aktivasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan

baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktivasi adalah suatu perlakuan

terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara

memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul – molekul

permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia,

yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya

Page 14: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

14

adsorpsi. Metoda aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif

adalah:

1. Aktivasi Kimia

Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Aktifator yang digunakan adalah

bahan-bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali garam-garam karbonat,

klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam

anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4.

2. Aktivasi Fisika.

Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

organik dengan bantuan panas, uap dan CO2. Umumnya arang dipanaskan

didalam tanur pada temperatur 800-900°C. Oksidasi dengan udara pada

temperatur rendah merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk

mengontrolnya. Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO2 pada temperatur

tinggi merupakan reaksi endoterm sehingga lebih mudah dikontrol dan paling

umum digunakan (anonim3,2009)

Page 15: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

15

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Dasar Fakultas MIPA UNLAM

Banjarbaru dan Laboraturium Operasi Teknik Kimia UNLAM dengan lama

penelitian ± 3 bulan dari bulan Oktober sampai Desember 2009.

Minyak nilam yang digunakan bersumber dari pabrik pengolahan minyak

nilam di daerah Gambut (Kalimantan Selatan) dengan dengan proses penyulingan

uap dan air dan kadar Patchouli Alcohol awal sekitar 38 %. Berikut ini akan

diuraikan alat, bahan dan variabel penelitian dan prosedur-prosedur penelitian.

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel

yaitu variabel bebas dan variabel tetap. Variabel bebas adalah diameter arang

aktif, lama waktu adsorpsi dan massa arang aktif, sedangkan yang menjadi

variabel tetapnya adalah volume minyak nilam.

3.1 Alat

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Furnace 8. Cawan porselin dan penggerus

2. Sieve tray 9. Aluminium foil

3. Neraca analitik 10. Kertas saring whatman

4. Gelas ukur 11. Corong

5. Alcohol meter 12. Gelas plastik

6. Pengaduk 13. Kertas saring

7. Kaleng 14. Botol plastik

3.2 Deskripsi alat

Page 16: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

16

(a) (b) (c)

Gambar 3.1 (a) proses adsorpsi, (b) proses penyaringan minyak nilam dan

(c) minyak nilam yang telah diadsorpsi

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Arang sekam padi

2. Minyak atsiri dengan kadar PA awal 38

3. Aquadest

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Melakukan Uji terhadap Variabel Diameter

Menyiapkan arang aktif, kemudian mengayak arang aktif tersebut

menggunakan sieve tray dengan ukuran 250 - 355 mic, 335 – 500 mic dan

500 – 710 mic. Selanjutnya melarutkan tiap sampel arang aktif ke dalam 80 mL

minyak nilam tanpa pengadukan dan mendiamkannya untuk proses adsorpsi

sesuai dengan variabel waktu 3, 6 dan 9 jam. Setelah itu menyaring minyak nilam

tersebut dengan menggunakan kertas Whatman dan melakukan pengukuran kadar

Patchouli Alcohol dengan menggunakan alkohol meter pada tiap-tiap variabel

diameter arang aktif dan waktu adsorbsi sebanyak tiga kali.

3.4.2 Melakukan Uji terhadap Variabel Waktu Adsorpsi

Page 17: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

17

Menyiapkan arang aktif, kemudian melarutkan tiap sampel arang aktif ke

dalam 80 mL minyak nilam dengan variabel waktu 3, 6 dan 9 jam. Selanjutnya

menyaring minyak nilam tersebut dengan menggunakan kertas whatman dan

mengukur kadar Patchouli Alcohol-nya dengan alkohol meter pada tiap ukuran

arang aktif dan waktu adsorpsi sebanyak tiga kali.

3.4.3 Melakukan Uji terhadap Variabel Massa

Menyiapkan arang aktif, kemudian melarutkan tiap sampel arang aktif ke

dalam 80 mL minyak nilam dengan variabel massa arang aktif 0,4 gram, 0,8 gram

dan 1,2 gram. Setelah itu menyaring larutan tersebut dengan menggunakan kertas

whatman dan mengukur kadar Patchouli Alcohol dengan menggunakan alkohol

meter pada setiap sampel arang aktif dan minyak nilam sebanyak tiga kali.

Page 18: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

18

3.4.4 Diagram Prosedur Kerja

Persiapan

Proses pembutan arang

sekam padi

Proses aktivasi secara fisika

FISIKAfisika

Pengujian minyak nilam

Variasi diameter

arang aktif (250-355

mic, 355-500 mic dan 500-

710 mic

Variasi waktu adsorpsi (3 jam, 6 jam

dan 9 jam)

Variasi massa arang aktif (0,4 gram,

0,8 gram dan 1,2 gram)

HASIL

Page 19: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan pada Waktu Adsorpsi 3 Jam

No.Diameter Arang

Aktif (micron)

Massa Arang Aktif (gram)

Kadar Patchouli Alcohol(%)

1

250 - 355

0,4 43

2. 0,8 42

3. 1,2 40

4.

355 - 500

0,4 40

5. 0,8 40

6. 1,2 39

7.

500 - 710

0,4 40

8. 0,8 39

9. 1,2 39

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan pada Waktu Adsorpsi 6 Jam

No.Diameter Arang

Aktif(micron)

Massa Arang Aktif (gram)

Kadar Patchouli Alcohol(%)

1

250 - 355

0,4 42

2. 0,8 41

3. 1,2 40

4.

355 - 500

0,4 40

5. 0,8 40

6. 1,2 39

7.

500 - 710

0,4 40

8. 0,8 39

9. 1,2 39

Page 20: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

20

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan pada Waktu Adsorpsi 9 Jam

No.Diameter Arang

Aktif(micron)

Massa Arang Aktif (gram)

Kadar Patchouli Alcohol(%)

1

250 - 355

0,4 41

2. 0,8 40

3. 1,2 39

4.

355 - 500

0,4 40

5. 0,8 40

6. 1,2 39

7.

500 - 710

0,4 40

8. 0,8 39

9. 1,2 39

4.2 Pembahasan

4.2.1 Proses Aktivasi Arang Aktif dari Sekam Padi

Proses aktivasi secara fisika dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu

tinggi. Proses pemanasan ini dilakukan pada suhu 600oC, selama 3 jam. Kemudian

arang aktif yang telah diaktivasi dihaluskan dengan menggunakan cawan porselin,

setelah itu baru dilakukan pengayakan menggunakan sieve tray dengan ukuran

250 – 355 micron, 355 – 500 micron dan 500 – 710 micron. Penggunaan suhu

6000C dan waktu 3 jam adalah berdasarkan hasil uji coba dan pengamatan dari

penelitian terdahulu di mana diperoleh hasil bahwa pada suhu dan waktu tersebut

adalah kondisi yang optimal untuk aktivasi secara fisika. Untuk waktu aktivasi

yang lebih dari 3 jam akan diperoleh hasil arang aktif yang kurang baik dan

kurang optimal. Hal ini dikarenakan pada waktu yang terlalu lama akan

membentuk abu yang lebih banyak. Sedangkan untuk suhu yang melebihi 6000C

tidak diperkenankan, karena dapat berpengaruh terhadap keamanan alat dan

Page 21: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

21

peneliti. Sekam padi sebelum diaktivasi dan sekam padi yang telah diaktivasi

dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini:

(a) (b)

Gambar 4.1 (a) Sekam Padi sebelum Diaktivasi dan (b) Sekam Padi setelah Diaktivasi

4.2.2 Pengaruh Diameter Partikel terhadap Kadar Patchouli Alcohol

Pada penelitian untuk mengetahui pengaruh diameter partikel terhadap

kadar Patchouli Alcohol dilakukan pada variasi diameter partikel 250 – 355

micron, 355 – 500 micron dan 500 – 710 micron , untuk massa 0,4 gram, 0,8 gram

dan 1,2 gram serta waktu 3 jam, 6 jam dan 9 jam. Hasil pengujian kadar Patchouli

Alcohol terhadap variabel – variabel di atas dapat dilihat pada Gambar 4.2, 4.3

dan 4.4 di bawah ini :

Page 22: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

22

Gambar 4.2 Hubungan antara Kadar Patchouli Alcohol Terhadap Variasi Diameter Arang Aktif pada Berbagai Massa untuk Waktu 3 Jam

Gambar 4.3 Hubungan antara Kadar Patchouli Alcohol Terhadap Variasi Diameter Arang Aktif pada Berbagai Massa untuk Waktu 6 Jam

Kadar Patchouli Alcohol awal = 38

Kadar Patchouli Alcohol awal = 38 %

Page 23: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

23

Gambar 4.4 Hubungan antara Kadar Patchouli Alcohol Terhadap Variasi Diameter Arang Aktif pada Berbagai Massa untuk Waktu 9 Jam

Berdasarkan Gambar 4.2, 4.3 dan 4.4 di atas diperoleh bahwa semakin kecil

diameter arang aktif, maka semakin tinggi peningkatan kadar Patchouli Alcohol.

Hal ini disebabkan karena semakin kecil diameter arang aktif, maka semakin

besar luas permukaannya sehingga penyerapan terhadap zat pengotor (yang

menyebabkan naiknya kadar Patchouli Alcohol) semakin banyak. Dari Gambar

4.2, 4.3 dan 4.4 dapat diketahui juga kadar Patchouli Alcohol yang tertinggi

terdapat pada diameter terkecil yaitu 250 – 355 mic pada waktu adsorpsi 3 jam

yaitu sebesar 43%.

Hal ini sesuai dengan literatur di mana semakin kecil diameter partikel,

maka semakin besar luas permukaannya sehingga memiliki kemampuan

mengadsorpsi yang semakin besar dengan demikian jumlah adsorbat yang terserap

semakin banyak (Gaol, 2001).

Ditinjau dari diameter arang aktif, maka terlihat semakin besar diameter

arang aktif, maka peningkatan kadar Patchouli Alcohol yang didapat semakin

kecil. Sedangkan ditinjau dari massa arang aktif, maka semakin banyak massa

Kadar Patchouli Alcohol awal = 38 %

Page 24: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

24

arang aktif, maka peningkatan kadar Patchouli alcohol yang didapat juga semakin

kecil.

4.2.3 Pengaruh Waktu Adsorpsi terhadap Kadar Patchouli Alcohol.

Pada penelitian untuk mengetahui pengaruh waktu adsorpsi terhadap kadar

Patchouli Alcohol dilakukan pada variasi waktu adsorpsi 3 jam, 6 jam dan 9 jam

untuk diameter partikel 250 – 355 micron, 355 – 500 micron dan 500 – 710

micron serta massa 0,4 gram, 0,8 gram dan 1,2 gram. Hasil pengujian kadar

Patchouli Alcohol terhadap variabel – variabel di atas dapat dilihat pada Gambar

4.5, 4.6 dan 4.7 di bawah ini :

Gambar 4.5 Hubungan antara Kadar Patchouli Alcohol Terhadap Variasi Waktu Adsorpsi 3, 6 dan 9 Jam pada Berbagai Diameter untuk massa 0,4 gram

Kadar Patchouli Alcohol awal = 38 %

Page 25: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

25

Gambar 4.6 Hubungan antara Kadar Patchouli Alcohol Terhadap Variasi Waktu Adsorpsi 3, 6 dan 9 Jam pada Berbagai Diameter untuk massa 0,8 gram

Gambar 4.7 Hubungan antara Kadar Patchouli Alcohol Terhadap Variasi Waktu Adsorpsi 3, 6 dan 9 Jam pada Berbagai Diameter untuk massa 1,2 gram

Berdasarkan Gambar 4.5, 4.6 dan 4.7 di atas terlihat semakin lama waktu

adsorpsi, maka peningkatan kadar Patchouli Alcohol semakin kecil. Dari Gambar

4.5, 4.6 dan 4.7 dapat diketahui juga kadar Patchouli Alcohol tertinggi yaitu

sebesar 43% yang terdapat pada waktu adsorpsi selama 3 jam dengan massa arang

aktif sebanyak 0,4 gram. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu adsorpsi,

maka kemampuan penyerapan arang aktif sebagai adsorben akan berkurang.

Kadar Patchouli Alcohol awal = 38 %

Kadar Patchouli Alcohol awal = 38 %

Page 26: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

26

Berkurangnya kemampuan penyerapan arang aktif, dikarenakan molekul-molekul

air sudah memenuhi permukaan arang aktif sehingga mendorong molekul air

kembali keluar (sudah jenuh).

Hal ini sesuai dengan literatur di mana semakin lama waktu adsorpsi, maka

kemampuan arang aktif akan semakin berkurang. Dalam waktu 60 jam biasanya

arang aktif akan menjadi jenuh dan tidak aktif lagi (Anonim3, 2009).

Ditinjau dari waktu adsorpsi, maka semakin lama waktu adsorpsi, maka

peningkatan kadar Patchouli alcohol yang didapat semakin kecil. Sedangkan

ditinjau dari diameter arang aktif, maka semakin besar diameter arang aktif, maka

peningkatan kadar Patchouli Alkohol yang didapat semakin kecil, akan tetapi pada

diameter 355-500, dan 500-710 mic peningkatan kadar Patchouli Alkohol-nya

cenderung sama.

4.2.4 Pengaruh Massa Partikel Terhadap Kadar Patchouli Alcohol

Pada penelitian untuk mengetahui pengaruh massa partikel terhadap kadar

Patchouli Alcohol dilakukan pada variasi massa 0,4 gram, 0,8 gram dan 1,2 gram

untuk diameter partikel 250 – 355 micron, 355 – 500 micron dan 500 – 710

micron serta waktu adsorpsi 3 jam, 6 jam dan 9 jam. Hasil pengujian kadar

Patchouli Alcohol terhadap variabel – variabel di atas dapat dilihat pada Gambar

4.8, 4.9 dan 4.10 di bawah ini :

Page 27: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

27

Gambar 4.8 Hubungan antara Kadar Patchouli Alcohol Terhadap massa Arang Aktif pada Berbagai Diameter Arang pada Waktu Adsorpsi 3 Jam

Gambar 4.9 Hubungan antara Kadar Patchouli Alcohol Terhadap massa Arang Aktif pada Berbagai Diameter Arang pada Waktu Adsorpsi 6 Jam

Kadar Patchouli Alcohol awal = 38 %

Kadar Patchouli Alcohol awal = 38 %

Page 28: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

28

Gambar 4.10 Hubungan antara Kadar Patchouli Alcohol Terhadap massa Arang Aktif pada Berbagai Diameter Arang pada Waktu Adsorpsi 9 Jam

Berdasarkan Gambar 4.8, 4.9 dan 4.10 di atas maka terlihat semakin sedikit

massa arang aktif, maka semakin tinggi peningkatan kadar Patchouli Alcohol.

Dan kadar Patchouli alkohol tertinggi yaitu 43% terdapat pada massa arang aktif

0,4 gram dengan waktu adsorpsi 3 jam. Hal ini mungkin dikarenakan jumlah

arang aktif dalam minyak nilam terlalu banyak dan waktu adsorpsi terlalu lama,

maka sebagian arang aktif akan tersuspensi ke dalam minyak nilam sehingga

merubah fungsi arang aktif dari penyerap (adsorbat) menjadi pengotor.

Ditinjau dari massa arang aktif, maka semakin banyak massa arang aktif,

maka peningkatan kadar Patchouli Alkohol yang didapat juga semakin kecil.

Sedangkan ditinjau dari diameter arang aktif, maka semakin besar diameter arang

aktif, maka peningkatan kadar Patchouli Alkohol yang didapat juga semakin kecil

Kadar Patchouli Alcohol awal = 38

Page 29: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

29

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Pemakaian arang aktif (sekam padi) sebagai adsorben dapat

meningkatkan kadar Patchouli Alcohol pada rendemen minyak nilam.

2. Semakin kecil diameter arang aktif, semakin sedikit massa arang aktif

dan semakin singkat waktu adsorpsi maka kadar Patchouli Alcohol pada

randemen minyak nilam yang didapat akan semakin meningkat. Kadar

Patchouli Alcohol tertinggi yaitu 43% terdapat pada diameter arang aktif

250 – 355 mic dengan jumlah massa arang aktif 0,4 gram pada waktu

adsorpsi selama 3 jam.

5.2 Saran

Saran yang dapat kami berikan dari penelitian yang telah kami lakukan yaitu

untuk proses penyaringan sangat disarankan menggunakan kertas saring

Whatman, dan untuk barang – barang yang digunakan sebaiknya dalam keadaan

kering bebas air.

Page 30: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

30

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, Arang Aktif, http://id.wikipedia.org/wiki/arang aktif , Diakses

tanggal 27 Juli 2009.

Anonim, 2009, Penggunaan Sekam Padi Sebagai Adsorben, http://www.nuansa

kimiaku.com//, Diakses tanggal 25 Mei 2009.

Anonim, 2009, Sekam Padi, http ://www.smallcrab.com// , Diakses tanggal 22 Mei

2009.

Ashar, S. Dan Prana, I., 2008, “Optimasi Adsorben Karbon Aktif dari Sekam Padi

dengan Aktifasi Fisika”, Jurusan Teknik Kimia, FTUNLAM, Banjarbaru.

Cotton, F.A. and Wilkinson, G., 1989, “Kimia Anorganik Dasar, Terjemahan :

Suharto, S. Cetakan Pertama”, UI Press, Jakarta.

Gaol, dan Lestari, D. L., 2001, “Studi Awal Pemanfaatan Beberapa Jenis Karbon

Aktif Sebagai Adsorben”, Jurusan Gas dan Petrokimia, FTUI, Jakarta.

Guenther, E., 1987, “Minyak Atsiri”, Jilid I, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Guenther, E., 1990, “Minyak Atsiri”, Diterjemahkan oleh R.S Ketaren dan R.

Mulyono, Jilid IIIA, UI Press, Jakarta.

Ketaren, S., 1985, “Pengantar Teknologi Minyak Atsiri”, Balai Pustaka, Jakarta.

Kirk and Othmer, 1993, “Encyclopedia of Chemical and Technology”, Vol A.

John Wiley & Son S Inc, New York.

Page 31: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

31

Krismawati, A., 2005, “Nilam dan Potensi Pengembangannya Kalteng Jadikan

Komoditas Rintisan”, Tabloid Sinar Tani, Kalimatan Tengah.

Rusli, S., 1991, “Pemurnian/Peningkatan Mutu Minyak Nilam dan Daun

Cengkeh, Prosiding Pengembangan Tanaman Atsiri di Sumatera. Bukit

Tinggi”, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

Sembiring, M.T. dan Sinaga, T. S., 2007, “ARANG AKTIF (Pengenalan Prasetio,

E. B., Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan arang aktif Kayu Ulin Dan

Pemanfaatannya Sebagai Adsorben Pada Proses Filtrasi Air Minum”,

FMIPA UNLAM, Banjarbaru.

Tan, H. S., 1962, “Minyak Atsiri. Balai Penelitian Kimia PNPR. Nupika-Yasa

Deperindag”, Kantor dan Penyuluhan Deperindag, Bogor.

Treybal, R. E., 1980, “Mass Transfer Operation”, 3 ed, McGraw-Hill coo,

kogakusha, New York.

Tangendjaja, Budi & Hernani, 1988, “Analisa Mutu Minyak Nilam & Minyak

Cengkeh Secara Kromatografi”, Media Penelitian Sukamandi No 6,

Bogor.

Page 32: Isi Proposal Laporan Seminar Penelitian_ok

32

LAMPIRAN