isi makalah asean ok
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perdamaiaan dan kesejahtraan bangsa adalah cita-cita semua Negara.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah masing-masing Negara untuk
mewujudkan cita-citanya tentunya dengan cara berbeda-bada pula. Berbeda
Negara berbeda juga kebijakan yang dibuat sesuai dengan paham dan ideologi
Negara yang bersangkutan serta hal-hal yang mempengaruhinya.
Perdamaian dan kesejahtraan yang dimaksud tidak hanya sekedar internal
Negara namun hubungan yang baik juga harus dibina antar sesame Negara.
Sejarah telah mengukirkan kenangan yang sangat kelam ketika perdamaiaan itu
tidak terwujud. Persaingan dan kekuasaan antar Negara telah membuat ribuan
bahkan jutaan rakyat menjadi korban. Perang Dunia I dan Perang Dunia II adalah
tragedi kemanusian yang paling mengerikan dan tak terlupakan.
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan rasa aman semakin
diarahkan dalam suatu agenda perubahan. Setelah Perang Dunia II berdasarkan
kesepakatan dibentuklah suatu organisasi Negara-negara dunia sebagai wadah
untuk mewujudkan perdamaaian yaitu Perserikatan Bangsa-Bansa (PBB). Inilah
momentum pesatnya perkembangan Organisasi Internasional lainnya untuk
berpartisipasi mewujudkan kesejahtraan dan perdamaaian penduduk dunia.
Kerjasama Bilateral. Multilateral juga semakin mempererat hubungan
sesama Negara yang idealnya saling bahu membahu untuk mewujudkan cita-cita
bersama. Sama halnya dengan Indonesia yang salah satu tujuannya adalah “ikut
melaksanakan ketertiban dunia” dan menjadi pijakan pemerintah dalam
mengambil kebijakan luar negeri. ASEAN sebagai Organisasi Internasional
adalah bentuk dari wujud cita-cita itu, yang mana dalam pembentukannya
Indonesia merupakan salah satu Negara pelopor dari empat Negara lainnya.
Pesatnya perkembangan teknologi telah membawa banyak kemudahan.
Tetapi disatu sisi juga menimbulkan ancaman, salah satunya adalah senjata
1
pemusnah masal, yang tidak menutup kemungkinan senjata ini digunakan ketika
perdamaiaan tidak tercapai. Dalam kaitannya dengan ASEAN, tentunya
peperangan sangat dihidari dalam tubuh sesama anggota maupun hubungana
keluar. Salah satu pemicu konflik yang sangat sensitive adalah tapal batas Negara
sesama anggota maupun Negara lainnya. Beberapa kali sengketa tapal batas ini
menjadi sebuah perebutan yang tidak jarang terjadi peperangan. Salah satunya
adalah konflik laut China Selatan yang menjadi rebutan bebrapa Negara anggota
dan luar anggota ASEAN.
Dari uraian diatas penulis menarik salah satu permasalahan, mengingat
konflik Laut china selatan sebagai pintu gerbang ketidak harmonisan antar
Negara-negara Asean maupun Negara lainnya seperti China yang yang begitu
banyak mengklaim wilayah laut China selatan, maka tulisa makalah ini berjudul
“Peran Asean Dalam Penyelesaiaan Konflik Laut China Selatan”.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui ASEAN sebagai Government Organisasion
2. Mengetahui konflik laut China Selatan
3. Mengetahui Negara-negara yang megklaim wilayah Laut China Selatan
4. Peran Asean Dalam Penyelesaian Konflik
2
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1 ASEAN sebagai Regional Government Organization
ASEAN (Association of South Asian Nations) merupakan Organisasi dan
kerjasama Regional dan termasuk dalam organisasi Internasional yang anggotanya
adalah pemerintahan dari Negara-negara berdaulat khusus Asia Tenggara.
ASEAN terbentuk ketika lima mentri Negara-negara Asia tenggara mengadakan
pertemuan dibangkok selama 3 hari dari tanggal 5 s/d 8 agustus 1967. Mereka
adalah Adam Malik (Indonesia ), Tun abdul Razak (Malaysia ), Thanat Khoman
(Muangthai), Raja Ratman (Singapura ) dan Narciso Ramos (Filifina ). (Rudi,
May. T: hal. 96)
Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara adalah pengertian ASEAN dalam
bahasa Indonesia. ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok
oleh lima Negara Anggota, yaitu, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand. Brunei Darussalam bergabung pada tanggal 8 Januari 1984, Vietnam
pada tanggal 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar pada tanggal 23 Juli 1997, dan
Kamboja pada tanggal 30 April 1999. Dan dalam perkembanganya Timor Leste
masuk menjadi anggota ASEAN yang ke-11.
Terbentuknya ASEAN adalah berdasarkan Deklarasi Bangkok tanggal 8
Agustus 1967 yang ditanda tangani 5 tokoh tersebut diatas, adapu tujuan ASEAN
berdasarkan Dekalrasi Bangkok adalah :
1. Untuk mempererat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta
pengembangan kebudayaan dikawasan ini melalui usaha bersama dalam
semangat kesamaan dan persahabatan untuk memeperkokoh landasan
sebuah masyarakat bangsa Asia Tenggara yang sejahtra dan damai;
2. Untuk meningkatkan perdamaiaan dan stabilitas regional dengan jalan
menghormati keadilan dan tertib hokum didalam hunbungan antar Negara
di kawasan ini serta prinsip-prinsip piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;
3
3. Untuk meningkatkan kerjasama yang aktif serta saling memebantu satu
sama lain didalam masalah-masalah kepentingan bersama dalam bidang
ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, dan Administrasi;
4. Untuk memberikan bantuan dalam bentuk sarana pelatihan dan penelitian
dalam pendidikan professional , teknik dan administrasi;
5. Untuk bekerjasama dengan lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan,
pertanian serta industri, perluasan perdagangan komoniti internasional,
perbaikan sarana pengangkutan dan komunikasi serta peningkatan taraf
hidup rakyat.
6. Untuk memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan organisasi –
organisasi internasional dan regional yang ada dan untuk menjaga segala
kemungkinan untuk bekerjasama secara lebih erat diantara mereka sendiri.
ASEAN memliki Legal Personality yang jelas berbeda dari anggotanya,
hal ini menunjukan bahwa ASEAN adalah Organisasi Internasinal yang
beranggotakan Regiona Asia Tenggara, adapun alasannya adalah sebagi berikut:
1. Merupakan suatu organisasi permanen yang beranggotakan Negara-negara
dan dilengkapi dengan struktur organisasi;
2. Adanya pemisahan yang jelas dalam hal kekuatan hokum (wewenang
hokum) antara ASEAN dengan Negara-negara anggotanya;
3. Pelaksanaan wewenang hokum tersebut berlaku dan diakui secara
internasional, bukan hanya dengan Negara anggota saja.
Menjelang abad ke-21, ASEAN menyepakati untuk mengembangkan
suatu kawasan yang terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negara-
negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli,
diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Harapan tersebut
dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997. Untuk
merealisasikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada
KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan Komunitas
ASEAN (ASEAN Community) dan target tersebut dipercepat menjadi tahun
2015.
4
II. 2 Konflik Laut Cina Selatan
Laut China Selatan adalah wilayah air yang terbentang diantara Selat
Taiwan di sebelah utara, Philipina di sebelah timur, daratan Asia Tenggara di
sebelah barat dan Selat Malaka di sebelah selatan. Ada 10 negara mengelilingi
Laut China Selatan yaitu: China, Taiwan, the Philipina, Malaysia, Brunei,
Indonesia, Vietnam, Singapura dan Kamboja. Kawasan laut ini ditaburi dengan
pulau-pulau kecil dan gugusan karang. Ada tiga gugusan pulau maupun karang
yaitu gugusan pulau-pulau Pratas, gugusan pulau-pulau Paracel, gugusan pulau-
pulau Spratly yang merurapakan gugusan terbesar serta satu gugusan karang yang
tenggelam ketika air pasang yaitu Macclesfield Bank (Amer, 2002).
Masalah tapal batas merupkan sumber konflik yang sangat sensitive.
Kepentingan akan adanya keuntungan serta kedekatan sejarah menjadi titik tolak
dari sumber komflik. Laut China selatan banyak pihak menilai wilayah ini
memeili Sumber Daya Alam dan MineraL yang cukup banyak. Masing-masing
Negara memiliki peta tapal batas wilayah sendiri dterutama yang berbatasan
langsung dengan Laut China Selatan. Sumber sengketa di kawasan Laut China
Selatan adalah saling tumpang tindih batas yuridiksi wilayah maupun kedaulatan
yang diklaim beberapa negara.
Biro Hidrografis Internasional mendefenisikan Laut China Selatan
sebagai laut yang semi tertutup yang terbentang dari Selat Karimata di selatan ke
Selat Taiwan di utara, dari daratan Asia Tenggara di sebelah barat ke Philipina di
sebelah timur. Daerah ini mempunyai luas 800.000 kilometer persegi dengan
ratusan karang, koral, daratan pasir maupun pulau-pulau kecil. Beberapa
diantaranya tenggelam dalam air ketika pasang. Kedalaman dari daerah ini sangat
bervariasi. Beberapa bagian sangat dangkal yang ditandai dengan adanya terumbu
karang. Daerah yang dangkal ini menyebabkan beberapa kapal kandas. Beberapa
tempat lainnya sangat dalam. Ke dalam maksimum lebih dari 18.000 kaki. Daerah
yang paling dalam terletak disebelah timur, berbatasan dengan Pulau Palawan di
Philipina. Daerah ini dikenal sebagai Palung Palawan.
5
Gambar 1
Laut China Selatan
Sumber: http://www.eia.doe.gov/emeu/cabs/South_China_Sea/Background.html
Daratan di wilayah Laut China Selatan dapat dibagi menjadi 3 kelompok
kepulauan dan sebuah daratan yang kadangkala tenggelam. Tiga kelompok
kepulauan itu adalah Kepulauan Pratas terletak kira-kira 230 mil laut tenggara
Hongkong dan barat daya Taiwan. Kepulauan Spratly yang merupakan kepulauan
terbesar di Laut China Selatan, terletak di bagian selatan Laut China Selatan.
Kepulauan ini terdiri dari lebih 100 pulau-pulau kecil, karang dan daratan pasir.
Bagian paling selatan kepulauan ini hanya berjarak kurang dari 100 mil laut dari
Brunei, Malaysia atau Pulau Palawan di Philipina. Sedangkan China daratan
berjarak lebih dari 700 mil laut dari Kepulauan Spratly. Sedangkan daratan yang
kadangkala tenggelam adalah daratan Macclesfield. Daratan ini terletak disebelah
tenggara kepulauan Paracel dan kira-kira terletak di tengah-tengah Laut China
Selatan.
6
Walaupun Laut China Selatan beserta pulau-pulaunya tidak cocok untuk
mendukung kehidupan manusia, wilayah ini mempunyai tiga aspek penting
sehingga menarik negara-negara di sekitarnya untuk bersaing menyatakan
kedaulatannya. Tiga aspek penting itu adalah lingkungan, sumber-sumber alam
dan lokasi geografis. Dari ketiga aspek ini, kandungan cadangan minyak dan gas
bumi serta letak geografis Laut China Selatan adalah hal yang paling penting.
Laut China Selatan merupakan jalur tranportasi sejak zaman dahulu. Ia
digunakan sebagai penghubung antara Samudra Hindia dengan Samudra Pasifik.
Sejak jaman dulu penguasa-penguasa di sekitar Laut China Selatan menggunakan
laut ini untuk transportasi barang-barang dagangan. Laut China Selatan juga
dikenal sebagai jalur laut yang tersibuk di dunia. Karena terletak di jalur strategis,
sudah barang tentu Laut China Selatan mempunyai nilai tambah dari segi militer.
Pangkalan militer yang terletak di Laut China Selatan, terutama di Kepulauan
Spartly misalnya, dapat mengamati pergerakan kapal baik kapal komersial
maupun kapal perang dan pesawat terbang secara mudah. Pada waktu Perang
Dunia II, Jepang menggunakan Kepulauan Spratly sebagai pangkalan militer
untuk melancarkan serangan ke Philipina dan negara-negara lainnya di Asia
Tenggara.
II. 3 Klaim Negara-Negara Anggota
Negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan terus
saja berusaha mengklaim sebagian wilayah Laut China Selatan sebagai bagian
dari kedaulatannya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya sebagai daerah strategis
dan menyimpan sumber daya mineral yang banyak sudah barang tentu Laut China
Selatan menjadi rebutan. Negara-negara yang berbatasan langsung itu adalah
Philipina, Taiwan, Malaysia dan Brunai Darusalam serta beberapa Negara luar
lainnya seperti China yang begitu mengklaim sebagian besar Laut china Selatan
masuk dalam kedaulatannya.
China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan terbentang ratusan
mil dari selatan sampai timur di Propinsi Hainan. China mengatakan hak mereka
7
atas kawasan itu bermula dari 2.000 tahun lalu dan kawasan Paracel dan Spratly
merupakan bagian dari bangsa Cina. Tahun 1947, China mengeluarkan peta yang
merinci klaim kedaulatan negara itu. Peta itu menunjukkan dua rangkaian pulau
yang masuk dalam wilayah mereka. Klaim itu juga diangkat Taiwan, yang masih
dianggap Cina sebagai bagian dari provinsinya yang membangkang.
Vietnam menyanggah klaim China dengan mengatakan Beijing tidak
pernah mengklaim kedaulatan atas kepulauan itu sampai tahun 1940-an dan
mengatakan dua kepulauan itu masuk dalam wilayah mereka. Selain itu Vietnam
juga mengatakan mereka menguasasi Paracel dan Spratly sejak abad ke-17, dan
memiliki dokumen sebagai bukti. Negara lain yang mengklaim adalah Philipina,
yang mengangkat kedekatan secara geografis ke kepualauan Spratly sebagai
landasan klaim sebagian kepulauan itu. Malaysia mengklaim sebagian wilayah
kepulauan sedangkan Brunei mempunyai persoalan dengan saling tumpang
tindihnya Zona Ekonomi Eksklusif. Sampai sekarang sengketa yuridiksi wilayah
dan kedaulatan di Laut China Selatan belum tuntas diselesaikan. Hal ini berarti
wilayah ini tetap akan menjadi sumber konflik di kawasa Asia Pasifik pada masa
depan.
II. 4 Peran ASEAN Dalam Penyelesaian Konflik
Kecanggihan teknologi semakin memperkuat militer dan senjata perang
setiap negara, yang tentunya jika perang terjadi dampak negative yang
ditimbulkan jauh lebih berbahaya dibandingkan PD I maupun PD II. Setiap
Negara tentunya tidak ingin itu terjadi, namun peperangan yang besar tentunya
dimulai dari suatu konflik antar Negara yang seharusnya dapat diredam.
Berakhirnya Perang Dingin membawa perubahan-perubahan besar dan
terjadi dengan sangat cepat dalam sistem internasional. Salah satu tantangan baru
yang mengundang banyak perhatian adalah mengenai konsep keamanan.
Perubahan konstelasi politik yang terjadi di Asia Pasifik dewasa ini telah
mendorong negara-negara di kawasan ini, tidak terkecuali para anggota ASEAN,
untuk semakin memperhatikan masalah keamanan. Khususnya, meningkatnya
persengketaan mengenai kepulauan Spartly dan Paracel yang melibatkan China
8
dan negara-negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina,
Vietnam). Persengketaan yang ditimbulkan dari konflik Laut Cina Selatan ini
menimbulkan konflik bilateral (bilateral dispute) dan sengketa antar negara
(multilateral dispute) menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan pecahnya
konflik militer.
ASEAN sebagai organisasi Regional Asia Tenggara memiliki Legal
Personality yang jelas memiliki kewenagan dan kekuatan untuk meredam konflik.
Persinggungan – persinggungan kepentingan antar negara – negara ini sering kali
menimbulkan ketegangan politik antar negara.
Hal ini merupakan sebuah ancaman bagi perdamaian dunia mengingat kawasan
Laut Cina Selatan merupakan kawasan strategis dan jalur pelayaran dunia. Untuk
mencegah terjadinya eskalasi konflik, negara – negara di ASEAN dan juga Cina
berusaha untuk melakukan resolusi konflik secara damai. Konflik di Laut Cina
Selatan telah dimulai sejak tahun 1974, hingga saat ini proses perdamaian yang
diupayakan sering mengalami pasang surut. Tahun 2002 dibentuk suatu
perjanjian, The Declaration on the Conduct of Parties in South Cina Sea, yang
berisi peraturan normatif bagi negara – negara yang terlibat konflik di kawasan
ini. Dalam proses perdamaian ini kekuatan negosiasi negara – negara ASEAN dan
Cina dipertunjukkan.
Sengketa territorial atas Kepulauan Spratly dan Paracel selalu menyangkut
kepentingan nasional negara-negara yang mengklaimnya. Kedaulatan nasional
dan integritas wilayah adalah hal yang biasa untuk dipermasalahkan. Semua
negara pengklaim menganggap kepentingan ini sebagai yang utama. Ini lah alasan
dimana negara begitu mempersiapkan segala hal dengan begitu luar biasa untuk
membela citra, kehormatan, dan kebanggan nasional. Perairan ini juga
mengandung nilai strategis yang menjadi salah satu kepentingan negara
pengklaim. Jalur pelayaran di perairan ini merupakan 25% dari rute pelayaran
dunia dan melintasi Kepulauan Spratly. Kontrol atas kepulauan ini berarti
dominasi atas rute pelayaran di Asia Pasifik. Walaupun hingga saat ini belum ada
penemuan akan minyak bumi dan gas alam, prospek yang dibawa oleh kedua hal
ini
9
Isu sengketa klaim atas Kepulauan Spratly dan Paracel menjadi perhatian
bagi ASEAN karena sengketa ini menyangkut keamanan regional, hubungan antar
negara anggota ASEAN dimana 3 negara di ASEAN mengajukan klaim atas
kepulauan tersebut, serta keterlibatan kekuatan besar di luar keanggotaan ASEAN,
yakni Cina dalam konflik tersebut. Oleh karena itu ASEAN melalui ASEAN
Regional Forum (ARF) membentuk suatu manajeman penyelesaian konflik secara
damai bagi negara anggota ASEAN dan Cina. Salah satu produk ARF untuk
mendamaikan konflik di wilayah tersebut, dikeluarkanlah The Declaration on the
Conduct of Parties in South China Sea yang diratifikasi pada 4 November 2002.
Dalam deklarasi antara ASEAN dan Cina ini disepakati bahwa sengketa territorial
di Laut Cina Selatan tidak akan menjadi isu internasional atau isu multilateral.
Sepuluh tahun setelah deklarasi ASEAN dengan Cina mengenai konflik
Laut Cina Selatan diratifikasi, kejelasan status atas kepemilikan Kepulauan
Spratly dan Paracel belum menemukan titik terang. Cina yang agresif mengenai
klaimnya atas Kepulauan Spratly dan Paracel, mencoba untuk memperluas
pengaruhnya untuk menghindari sorotan internasional atas konflik teritori
tersebut. ASEAN menuntut agar dilakukannya negosiasi secara multilateral, untuk
mengurangi dominasi Cina. Cina, di pihak lain, bersikeras untuk menerapkan
solusi damai melaui pembicaraan bilateral antara pemerintah Cina dengan
pemerintah negara yang terlibat konflik dengan Cina secara informal. Pemerintah
Cina ingin mengarahkan penyelesaian konflik agar tidak meluas menjadi
pembahasan global. Tahun 1999 Filipina berusaha untuk mengundang pihak
ketiga yakni Amerika Serikat dan Jepang untuk menyelesaikan konflik Laut Cina
Selatan. Tetapi hal tersebut langsung ditolak oleh Cina, bahkan ASEAN pun
terpecah antara 9 yang mengiginkan pihak ketiga dengan yang tidak mengiginkan.
Akhirnya negosiasi pun gagal dilaksanakan. Bahkan PBB pun tidak bisa ikut
campur dalam konflik di kawasan ini. Hal ini disebabkan Cina sebagi anggota
tetap Dewan Keamanan PBB (DK PBB) memiliki hak veto untuk menolak
resolusi DK PBB yang menyangut sengketa Laut Cina Selatan.
Dalam menyelesaikan konflik, organisasi ASEAN memiliki cara yang
khas untuk melaksanakan proses negosiasi, yakni dengan metode penyelesaian
informal yang dikenal dengan ASEAN Ways. ASEAN Ways yang menjadi metode
10
penyelesaian konflik bersumber dari konsep musyawarah dan mufakat. Artinya
bahwa negara – negara anggota ASEAN sangat mementingkan adanya
kesepakatan atau konsensus dalam setiap penyelesaian masalah. Cara ini akan
sangat efektif dalam menyelesaikan permasalahan di Laut Cina Selatan apabila
prinsip tidak mengintervensi urusan dalam negeri dapat diubah. Selama ini hasil –
hasil negosiasi yang dilakukan oleh ASEAN adalah bersifat normatif dan tidak
mengikat dimana walaupun ada negara yang melanggar kesepakatan tidak akan
dikenakan sanksi. Prinsip organisasi ASEAN yang bercorak kekeluargaan
akhirnya membuahkan hasil dengan mengajak Cina berunding dalam perundingan
multilateral tetapi informal. ASEAN menggunakan cara Confidence Building
Measures (CBM) untuk mencegah akibat konflik yang berakhir dengan
peperangan. Melalui CBM, perspektif Cina atas ASEAN yang semula dianggap
sebagai ancaman mulai berubah. Cina mulai diundang untuk menghadiri ARF dan
ASEAN Ministerial Meeting (AMM). Hal ini menciptakan atmosfer yang lebih
santai dalam hubungan ASEAN dengan Cina. Dengan CBM ini pula The
Declaration on the Conduct of Parties in South Cina Sea diratifikasi pada 4
November 2002 oleh menteri luar negeri dari sepuluh negara anggota ASEAN
dan menteri luar negeri Cina.
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sumber sengketa di kawasan Laut China Selatan adalah saling tumpang
tindih batas yuridiksi wilayah maupun kedaulatan yang diklaim beberapa negara.
China dan Taiwan bersama-sama mengklaim gugusan pulau Pratas dan
Macclesfield Bank. China dan Vietnam bersama-sama mengklaim gugusan pulau
Paracel. Gugusan pulau Spratly diperebutkan antara China, Vietnam, Taiwan,
Philipina, Malaysia dan Brunei. China, Vietnam dan Taiwan mengklain seluruh
gugusan kepulauan ini, Philipina dan Malaysia mengklaim sebagian wilayah
kepulauan sedangkan Brunei mempunyai persoalan dengan saling tumpang
tindihnya Zona Ekonomi Eksklusif. Sampai sekarang sengketa yuridiksi wilayah
dan kedaulatan di Laut China Selatan belum tuntas diselesaikan. Hal ini berarti
wilayah ini tetap akan menjadi sumber konflik di kawasa Asia Pasifik pada masa
depan.
ASEAN telah berhasil mengelola potensi konflik di Laut China Selatan
menjadi potensi kerjasama yang melibatkan beberapa negara ASEAN dan China.
ASEAN dan China telah berhasil menyepakati Declaration on the Conduct of
Parties in the South China Sea (DOC) yang ditujukan untuk menyelesaikan
persengketaan secara damai. DOC akan diimplementasikan melalui suatu code of
conduct in the South China Sea. Dalam kaitan ini, ASEAN-China Working
Group on the Implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the
South China Sea menyepakati proyek kerjasama dalam rangka confidence
building measures guna mendukung implementasi DOC.
Saran
Kekuatan ASEAN akan meningkat apabila kepercayaan sesama
anggotanya menguat. Harmonisasi dalam segala bidang kerjasama perlu juga
melihat kondisi demografi serta social budaya yang sensitive, untuk penulis
menyarankan agar sengketa laut China selatan harus dipahami sebagai sebuah
penguatan ikatan kekerabatan Negara anggota ASEAN tidak perlu terlalu tunduk
dengan kekuatan Cina.
12