isi makalah adaptasi.docx

16
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel adalah unit fungsional terkecil suatu organisme. Sel-sel yang memiliki asal embrionik atau fungsi yang sama akan membentuk suatu organisasi yang memiliki fungsional lebih besar yaitu jaringan. Jaringan ini kemudian akan bergabung untuk membentuk struktur tubuh dan organ-organ. Meskipun sel-sel di setiap jaringan dan organ memiliki variasi struktur dan fungsi yang berbeda, ada beberapa karakteristik umum yang dimiliki semua sel. Sel memiliki kemampuan untuk mendapatkan energi dari nutrien organik di sekitarnya, mensintesis berbagai kompleks molekul, dan bereplikasi (Mattson, 2006). Salah satu kemampuan sel adalah beradaptasi dengan lingkungannya. Kemampuan sel untuk beradaptasi sangat penting karena setiap hari, bahkan hampir setiap detik, sel-sel tubuh terpapar oleh berbagai kondisi. Adaptasi juga dibutuhkan oleh sel untuk menghadapi suatu kondisi fisiologis tubuh itu sendiri, contohnya perbesaran ukuran uterus saat wanita hamil. Terkadang gangguan proses adaptasi ini bisa menjadi awalan dari suatu mekanisme awal terjadinya suatu penyakit. Oleh karena itu sangat  penting untuk mempe lajari adaptasi sel agar pembe lajaran mengena i mekanisme terjadinya suatu penyakit dapat lebih mudah dipahami (Mattson, 2006). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana mekanisme atrofi? 2. Bagaimana mekanisme hipertrofi? 3. Bagaimana mekanisme hiperplasia? 4. Bagaimana mekanisme metaplasia?

Upload: diannekartika

Post on 29-Oct-2015

1.926 views

Category:

Documents


153 download

TRANSCRIPT

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 1/16

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sel adalah unit fungsional terkecil suatu organisme. Sel-sel yang memiliki asal

embrionik atau fungsi yang sama akan membentuk suatu organisasi yang memiliki

fungsional lebih besar yaitu jaringan. Jaringan ini kemudian akan bergabung untuk 

membentuk struktur tubuh dan organ-organ. Meskipun sel-sel di setiap jaringan dan

organ memiliki variasi struktur dan fungsi yang berbeda, ada beberapa karakteristik 

umum yang dimiliki semua sel. Sel memiliki kemampuan untuk mendapatkan energi dari

nutrien organik di sekitarnya, mensintesis berbagai kompleks molekul, dan bereplikasi

(Mattson, 2006).

Salah satu kemampuan sel adalah beradaptasi dengan lingkungannya.

Kemampuan sel untuk beradaptasi sangat penting karena setiap hari, bahkan hampir 

setiap detik, sel-sel tubuh terpapar oleh berbagai kondisi. Adaptasi juga dibutuhkan oleh

sel untuk menghadapi suatu kondisi fisiologis tubuh itu sendiri, contohnya perbesaran

ukuran uterus saat wanita hamil. Terkadang gangguan proses adaptasi ini bisa menjadiawalan dari suatu mekanisme awal terjadinya suatu penyakit. Oleh karena itu sangat

 penting untuk mempelajari adaptasi sel agar pembelajaran mengenai mekanisme

terjadinya suatu penyakit dapat lebih mudah dipahami (Mattson, 2006).

1.2 Rumusan Masalah

1.  Bagaimana mekanisme atrofi?

2.  Bagaimana mekanisme hipertrofi?

3.  Bagaimana mekanisme hiperplasia?

4.  Bagaimana mekanisme metaplasia?

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 2/16

2

1.3 Tujuan

1.  Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme atrofi

2.  Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme hipertrofi

3.  Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme hiperplasia

4.  Mengetahui dan memahami pengertian dan mekanisme metaplasia

1.4 Manfaat

1.  Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme atrofi

2.  Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme hipertrofi

3.  Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme hiperplasia

4.  Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan mengenai mekanisme metaplasia

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 3/16

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Adaptasi Sel

Sel beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan internal, seperti total

organisme beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan eksternal. Sel dapat

 beradaptasi dengan melakukan perubahan ukuran, jumlah, dan jenis. Perubahan ini, yang

terjadi secara tunggal atau dalam kombinasi, dapat menyebabkan atrofi, hipertrofi,

hiperplasia, metaplasia, dan displasia (Mattson, 2006).

Gambar 2.1 Jenis-jenis adaptasi sel (Mattson, 2006)

Dalam kondisi normal, sel harus secara konstan beradaptasi terhadap perubahan

lingkungannya. Adaptasi fisiologis biasanya mewakili respon sel terhadap perangsangaan

normal oleh hormon atau mediator kimiawi endogen (misalnya, pembesaran payudara

dan induksi laktasi oleh kehamilan). Adaptasi patologik sering berbagi mekanisme dasar 

yang sama tetapi memungkinkan sel untuk mengatur lingkungannya, dan idealnya

melepaskan diri dari cedera. Jadi, jadi adaptasi selular merupakan keadaan yang berada di

antara kondisi normal, sel yang tidak stres dan sel cedera yang stres berlebihan (Robbins,

2007).

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 4/16

4

Adaptasi selular dapat didahului oleh sejumlah mekanisme. Beberapa respons

adaptif melibatkan up regulation atau down regulation reseptor selular spesifik; misalnya

reseptor permukaan sel yang terlibat pada pengambilan LDL (low denisty lipoproein)

normalnya dow-regulated  saat sel kelebihan kolesterol. Respon adaptif lainnya

 berhubungan dengan induksi sintesis protein baru oleh  sel target . Protein ini, misalnya

 protein syok panas, dapat melindungi sel dari bentuk cedera tertentu. Masih adaptasi lain,

melibatkan pertukaran dari menghasilkan satu jenis protein menjadi yang lain, atau

 produksi berlebih protein yang tertentu; contoh kasus adalah pada sel yang menyintesis

 berbagai kolagen dan matriks protein ekstrasel pada inflamasi kronik dan fibrosis. Jadi,

respon adaptif selular dapat terjadi di setiap tahap, termasuk ikatan reseptor; tranduksi

sinyal; atau transkripsi, translasi atau ekspor, protein (Robbins, 2007).

2.2 Macam-macam Adaptasi Sel

2.2.1 Atrofi

Pengerutan ukuran sel dengnn hilangnya substansi sel disebut atrofi. Apabila

mengenai sel dalam jumlah yang cukup banyak, seluruh jaringan atau organ berkurang

massanya, menjadi atrofi. Harus ditegaskan bahwa walaupun dapat menurun fungsinya,

sel atrofi tidak mati. Pada kondisi yang berlawanan, kematian sel terprogram (apoptotik)

 bisa juga diinduksi oleh sinyal yang sama yang menyebabkan atrofi sehingga dapat

menyebabkan hilangnya sel pada "atrofi" seluruh organ (Robbins, 2007).

Penyebab atrofi, antara lain berkurangnya beban kerja (misal, imobilisasi

anggota gerak yang memungkinkan proses penyembuhan fraktur), hilangnya persarafan,

 berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya rangsangan endokrin,

dan penuaan. Walaupun beberapa rangsang ini bersifat fisiologis (misal, hilangnya

rangsangan hormon pada menopause) dan patologi lain (misal, denervasi), perubahan

selular yang mendasar bersifat identik. Perubahan itu menggambarkan kemunduran sel

menjadi berukuran lebih kecil dan masih memungkinkan bertahan hidup; suatu

keseimbangan baru dicapai antara ukuran sel dan berkurangnya suplai darah, nutrisi,

ataustimulasi trofik (Robbins, 2007).

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 5/16

5

Gambar 2.2.1 (Robbins, 2007)

(A)  Atrofi otak manusia berusia 82 tahun. Meningens telah tampak 

 bergaris-garis.

(B)  Otak normal manusia berusia 25 tahun,sebagai pembanding

2.2.2 Hipertrofi

Hipertrofi adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi

adalah suatu respon adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu

sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan

sebagian sebagian besar struktur intrasel, termasuk mitokondria, retikulum endoplasma,

vesikel intrasel dan protein kontraktil. Kondisi ini membuat sintesis protein meningkat

(Crowin, 2009).

Hipertrofi terutama dijumpai pada sel-sel yang tidak dapat beradaptasi terhadap

 peningkatan beban kerja dengan cara meningkatkan jumlah mereka (Hiperplasia) melalui

mitosis. Contoh sel yang tidak dapat mengalami mitosis, tetapi mengalami hipertrofi

adalah sel otot rangka dan sel otot jantung. Otot polos dapat mengalami hipertrofimaupun hiperplasia (Crowin, 2009).

Terdapat tiga jenis utama hipertrofi (Crowin, 2009):

1.  Hipertrofi fisiologis

Terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel secara sehat

(peningkatan masa/ukuran otot setelah berolahraga).

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 6/16

6

2.  Hipertrofi patologis

Terjadi sebagai respon suatu keadaan sakit, misalnya hipertrofi ventrikel kiri sebagai

respon terhadap hipertensi kronik dan peningkatan beban kerja jantung.

3.  Hipertrofi kompensasi

Terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain yang telah mati.

Contoh, hilangnya satu ginjal menyebabkan sel-sel di ginjal yang masih ada

mengalami hipertrofi sehingga peningkatan ukuran ginjal secara bermakna.

Bila aktivitas yang dilakukan sel tersebut meningkat, atau stimulus yang

diterimanya meningkat, maka untuk mencapai keseimbangan dalam merespon hal

tersebut, sel akan mengalami hipertropi (McKenna, 1994). Sebaliknya bila stimulus

 berkurang atau terjadi penurunan aktivitas sel, maka sel tersebut akan mengalami atropi

(Robbins, 2007).

Gambar 2.2.2 Hipertrofi fisiologik uterus saat kehamilan (Robbins, 2007)

(A) Gambaran makroskopis uterus normal (kanan) dan uterus hamil (kiri) yang telah diangkat akibat

 perdarahan pasca partus. (B) Sel otot polos uterus normal berbentuk kumparan kecil. Bandingkan dengan sel

otot polos yang mengalami hipertrofi dari uterus hamil (C Pembesaran yang sama)

2.2.3 Hiperplasia

Hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan.

Hipertrofi dan hiperplasia terkait erat dan sering kali terjadi bersamaan dalam jaringan

sehingga keduanya berperan terhadap penambahan ukuran organ secara menyeluruh

(misal, uterus yang hamil/uterus gravid). Namun demikian, pada kondisi tertentu, bahkan

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 7/16

7

sel secara potensial sedang membelah, seperti sel epitel ginjal, mengalami hipertrofi

tetapi tidak hiperplasia. Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik (Robbins, 2007)

Hiperplasia fisiologik dibagi menjadi (Robbins, 2007):

1.  Hiperplasia hormonal, ditunjukkan dengan proliferasi epitel kelenjar payudara

 perempuan saat masa pubertas dan selama kehamilan; dan

2.  Hiperplasia kompensatoris, yaitu hiperplasia yang terjadi saat sebagian jaringan

dibuang atau sakit. Misalnya, saat hati (hepar) direseksi sebagian, aktivitas mitotik 

 pada sel yang tersisa berlangsung paling cepat 12 jam berikutnya, tetapi akhirnya

terjadi perbaikan hati ke berat normal. Rangsang untuk hiperplasia pada kondisi ini

adalah faktor pertumbuhan polipeptida, yang dihasilkan oleh sisa-sisa hepatosit (sel

hepar) serta sel non parenkimal yang ditemukan dihati. Setelah perbaikan massa hati, proliferasi sel “dihentikan” oleh berbagai inhibitor pertumbuhan.

Hiperplasia juga merupakan respons kritis sel jaringan ikat pada penyembuhan

luka; pada keadaan tersebut fibroblas yang distimulasi faktor pertumbuhan dan pembuluh

darah berproliferasi untuk mempermudah perbaikan (Robbins, 2007). Sebagian besar 

 bentuk hiperplasia patologi adalah contoh stimulasi faktor pertumbuhan atau hormonal

yang berlebih. Misalnya, setelah periode menstruasi normal, terjadi ledakan aktivitas

endometrium proliferatif yang secara esensial merupakan hiperplasia fisiologik.

Proliferasi ini secara normal sangat diatur oleh rangsangan melalui hormon hipofisis dan

estrogen ovarium dan oleh inhibisi melalui progesteron. Namun demikian, jika terjadi

gangguan keseimbangan antara estrogen dan progesteron, terjadi hiperplasia endometrial,

 penyebab lazim perdarahan menstruasi abnormal. Peningkatan sensitivitas terhadap kadar 

normal faktor pertumbuhan juga dapat mendasari terjadinya hiperplasia patologik. Jadi,

kutil yang sering terjadi dikulit disebabkan oleh peningkatan ekspresi berbagai faktor 

transkripsi oleh papillomavirus penginfeksi; setiap stimulasi tropik minor pada sel oleh

faktor pertumbuhan, menghasilkan aktifitas mitotik. Penting dicatat bahwa pada kedua

situasi tersebut, proses hiperplastik tetap dikontrol; jika rangsangan faktor hormonal atau

faktor pertumbuhan hilang, hiperplasia menghilang. Hal tersebut yang membedakannya

dengan kanker; sel akan terus tumbuh walaupun tidak ada rangsangan faktor hormonal.

 Namun, hiperplasia patologik merupakan tanah yang subur, yang akhirnya dapat muncul

 proliferasi kanker. Oleh karena itu, pasien dengan hiperplasia endometrium beresiko lebih

 besar mengalami kanker endometrium dan infeksi papilomavirus tertentu menjadi

 predisposisi kanker serviks (Robbins, 2007).

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 8/16

8

2.2.4 Metaplasia

Metaplasia adalah perubahan reversible; pada perubahan tersebut satu jenis sel

dewasa (epitheal atau mesenkimal) digantikan oleh jenis sel dewasa lain. Metaplasia

merupakan adaptasi selular, yang selnya sensitif terhadap stress tertentu, digantikan oleh

 jenis sel lain yang lebih mampu bertahan pada lingkungan kebalikan. Metaplasia

diperkirakan berasal dari “pemrograman kembali” genetik  sel stem epithelial atau sel

mesenkimal jaringan ikat yang tidak berdiferensiasi (Robbins, 2007).

Metaplasia epithelial ditunjukkan dengan perubahan epitel gepeng yang terjadi

 pada epitel saluran napas perokok kretek (kebiasaan). Sel epitel silindris bersilia normal

 pada trakea dan bronkus, secara fokal atau luas, diganti dengan sel epitel gepeng

 bertingkat. Defisiensi vitamin A juga dapat menginduksi metaplasia silindris pada epitel

respirasi (Robbins, 2007).

Walaupun epitel metaplastik adaptif mungkin mempunyai keuntungan dalam

daya tahan hidup. Mekanisme perlindungan yang penting hilang, seperti sekresi mucus

dan pembersihan silia material berukuran partikel. Oleh karena itu, metaplasia epitel

merupakan pedang bermata dua; selain itu, pengaruh yang menginduksi transformasi

metaplastik, jika menetap, dapat menginduksi transformasi kanker pada epitel yang

metaplastik. Jadi, pada bentuk umum kanker paru, metaplasia skuamosa epitel pernafasan

sering kali muncul bersamaan dengan penyusun kanker sel skuamosa maligna. Walaupun

tidak terbukti diduga bahwa merokok awalnya menyebabkan metaplasia skuamosa, dan

kanker terjadi kemudian ada beberapa fokus yang berubah itu. Metaplasia tidak selalu

menjadi pada epitel selapis menjadi gepeng; pada refluks lambung kronik, epitel skuamos

 bertingkat normal pada esophagus bawah dapat mengalami transformasi metaplastik 

menjadi epitel silindris tipe usus halus atau lambung (Robbins, 2007).

Metaplasia juga dapat terjadi pada sel mesenkimal, tetapi kurang jelas seperti

suatu respon adaptif. Oleh karena itu, tulang atau kartilago dapat terbentuk dalam

 jaringan, yang dalam keadaan normal, tidak dapat. Misalnya, tulang kadang-kadang

terbentuk dalam jaringan lunak, terutama (tetapi tidak selalu) di tempat terjadinya jejas

(Robbins, 2007).

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 9/16

9

Gambar  2.2.4 (A) Diagram skematis metaplasia silindris menjadi gepeng (B) mikroskopik dari bronkus yang

mengalami metaplasia (Robbins, 2007)

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 10/16

10

BAB III 

PEMBAHASAN

3.1  Mekanisme Adaptasi Sel

3.1.1  Mekanisme Atrofi

Atrofi menggambarkan pengurangan komponen struktural sel; mekanisme

 biokimiawi yang mendasari proses tersebut bervariasi, tetapi akhirnya memengaruhi

keseimbangan antara sintesis dan degradasi. Sintesis yang berkurang, peningkatan

katabolisme, atau keduanya, akan menyebabkan atrofi. Pada sel normal, sintesis dan

degradasi isi sel dipengaruhi sejumlah hormon, termasuk insulin, TSH (hormone

 perangsang tiroid), dan glukokortikoid.

Pengaturan degradasi protein tampaknya mempunyai peran kunci pada atrofi.

Sel mamalia mengandung dua sistem proteolitik yang menjalankan fungsi degradasi

 berbeda yaitu: 

1. 

Lisosom mengandung protease dan enzim lain pendegradasi molekul yangdiendositosis dari lingkungan ekstrasel,serta mengatabolisme komponen subselular,

seperti organela yang menunjukkan proses penuaan ( senescent ).

2.  Jalur ubiquitin-proteasome bertanggung jawab untuk degradasi banyak protein

sitosolik dan inti. Protein yang di degradasi melalui proses ini, secara khas menjadi

sasaran oleh konjugasi ubiquitin,peptida 76-asam amino sitosolik. Protein ini

kemudian didegradasi dalam proteasome, kompleks proteolitik sitoplasmik besar.

Jalur ini menyebabkan percepatan proteolisis pada keadaan hiperkatabolik (termasuk 

kakeksia kanker) dan pengaturan berbagai molekul aktivasi intrasel.

Pada banyak situasi, atrofi disertai peningkatan bermakna sejumlah vakuola

autofagik, fusi lisosom dengan organela dan sitosol intrasel mernungkinkan katabolisme

dan pembongkaran komponen selnya sendiri pada sel yang atrofi. Beberapa debris sel di

dalam vakuola autofagositik dapat menahan digesti dan menetap seb agal badan residu

yang terikat membran (misal, lipofuscin). 

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 11/16

11

Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan

 perubahan ke arah atrofi) memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses

kemunduran ukuran sel menjadi lebih kecil. Namun, sel tersebut masih memungkinkan

untuk tetap bertahan hidup. Walupun sel yang atropi mengalami kemunduran fungsi, sel

tersebut tidak mati.

Atrofi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang

mengalami atrofi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula

dengan komponen yang lain seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi

ada peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat memakan/merusak sel itu sendiri.

Atrofi juga dipengaruhi oleh proses autofagi yang terdapat dalam sel. Pada

 proses ini organela intraselular dan sebagian sitosol terasing dari sitoplasma dalam

vakuola autofagik yang terbentuk dari regio bebas ribosom RER. Kemudian, berdifusi

dengan lisosom primer yang sebelumnya telah ada, membentuk autofagolisosom.

Autofagi merupakan fenomena umum yang terlibat dalam penyingkiran organela rusak 

atau mati, dan pada perbaikan kembali (remodelling) sel yang disertai diferensiasi sel.

Autofagi terutama terjadi pada sel yang mengalami atrofi, yang diinduksi oleh

kekurangan zat nutrisi atau hormon.

Gambar 3.1.1 Autofagi (Robbins, 2007)

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 12/16

12

Enzim dalam lisosom dapat mengkatabolisme lengkap sebagian besar protein

dan karbohidrat, walaupun beberapa lipid masih tidak dapat dicerna. Lisosom dengan

debris yang tidak dicerna, bisa menetap dalam sel sabagai bahan-bahan residual atau bisa

dipaksa keluar. Granul pigmen lipofuscin menunjukkan material yang tidak dapat

dicerna, yang dihasilkan dari perooksidasi lipid intrasel, dan pigmen tertentu yang tidak 

dapat dicerna seperti partikel karbon yang diinhalasi dari atmosfer atau pigmen yang

diinokulasi pada tato, dapat menetap dalam fagolisosom suatu makrofag selama beberapa

dekade.

3.1.2  Mekanisme Hipertrofi 

Sel otot lurik, baik pada otot jantung maupun rangka, dapat mengalami

hipertrofi saja akibat respons terhadap peningkatan kebutuhan sel karena pada orang

dewasa, sel itu tidak dapat membelah membentuk sel yang lebi banyak untuk membagi

 beban kerjanya. Akibatnya, sintesis protein dan miofilamen yang lebih banyak di tiap sel,

diduga mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan kapasitas fungsional sel; hal ini

memungkinkan peningkatan beban kerja dengan tingkat aktivitas metabolik per unit

volume sel yang tidak berbeda dari yang dikeluarkan oleh sel normal. Namun demikian,

 perubahan adaptatif tersebut tidak semuanya bersifat jinak; perubahan tersebut dapat juga

menyebabkan perubahan dramatis pada fenotip selular. Jadi, pada kelebihan beban

volume jantung kronik, beragam gen yang secara normal nanya ditunukkan pada jantung

neonates diaktifkan kembali, dan protein kontraktil berubah menjadi isoform fetal, yang

 berkontraksi lebih lambat. Nuklei pada sel hipertrofik tersebut juga memiliki kandungan

DNA yang lebih tinggi dibandingkan sel miokardial normal, kemungkinan karena sel itu

 berhenti pada siklus sel tanpa mengalami mitosis sel.

Mekanisme yang mengatur hipertrofi jantung melibatkan paling sedikit dua

macam sinyal: pemicu mekanis, seperti regangan; dan pemicu trofik, seperti aktivasi

reseptor α-adrenergik. Selain itu hipertrofi juga didukung dengan berbagai aktivasi growth factor (TGF-β, insulin-like growth factor-1, fibroblast growth factor) serta agen

vasoaktif (agonis α-adrenergik, endothelin-1, angiotensin-II).

Hipertrofi memiliki dua jenis, yaitu hipertrofi fisiologis yang melalui jalur 

Phosphoinositide 3-kinase/Akt, dan hipertrofi patologis yang melalui jalur mekanisme

 signaling downstream of G protein-coupled receptors.

Apa pun mekanisme yang menyebabkan hipertrofi, akan tercapai suatu batas

yang pembesaran massa ototnya tidak lagi dapat melakukan kompensasi untuk 

 peningkatan beban; pada kasus jantung, dapat terjadi gagal jantung. Pada stadium ini,

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 13/16

13

terjadi sejumlah perubahan “degeneratif” pada serabut miokardial, yang terpenting di

antarnya adalah fragmentasi dan hilangnya elemen kontraktil miofibrilar. Faktor yang

membatasi berlanjutnya hipertofi dan menyebabkan perubahan regresif belum

sepenuhnya dipahami. Mungkin terdapat vaskularisasi dalam jumlah yang terbatas untuk 

menyuplai secara adekuat serabut yang mengalami pembesaran, untuk menyupai ATP,

atau fungsi biosintesis untuk menunjukkan protein kontraktil atau unsure sitoskeleton

lain.

3.1.3  Mekanisme Hiperplasia

Rangsangan yang menginduksi hiperplasia bisa fisiologis atau patologis.

Hiperplasia fisiologis dapat terjadi sebagai hasil stimulasi hormonal, peningkatan

kebutuhan fungsional, atau sebagai mekanisme kompensasi. Pembesaran payudara dan

uterus selama kehamilan adalah contoh dari hiperplasia fisiologis yang distimulasi

estrogen. Contoh lain adalah kebutuhan hormon paratiroid yang meningkat, seperti pada

kasus gagal ginjal kronis, akan menyebabkan hiperplasia kelenjar paratiroid. Selain itu

 proses regenerasi dari hati yang terjadi setelah hepatektomi parsial (pengambilan parsial

hati) adalah contoh dari hiperplasia kompensasi. Dalam penyembuhan luka, hiperplasia

 jaringan ikat juga mekanisme yang sangat penting untuk berkontribusi dalam proses

 penyembuhan.

Meskipun hipertrofi dan hiperplasia adalah dua proses yang berbeda, mereka

mungkin terjadi bersamaan dan sering dipicu oleh satu pemicu yang sama. Contohnya

adalah pada uterus ibu saat proses kehamilan akan mengalami baik hipertrofi dan

hiperplasia akibat stimulasi estrogen.

Sebagian besar bentuk hiperplasia patologis disebabkan karena stimulasi

hormon atau efek dari faktor pertumbuhan yang berlebihan. Produksi hormon estrogen

yang berlebihan dapat menyebabkan endometrium dan perdarahan haid yang tidak 

normal.  Benign prostatic hyperplasia, yang merupakan gangguan umum pria berusia

lebih tua dari 50 tahun, diduga terkait dengan tindakan sinergis estrogen dan androgen.

Kutil pada kulit adalah contoh lain hiperplasia disebabkan oleh faktor pertumbuhan yang

dihasilkan oleh human papilloma virus.

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 14/16

14

3.1.4  Mekanisme Metaplasia

Metaplasia yang paling umum adalah sel saluran pernapasan dari sel epitel

kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadapmerokok jangka panjang. Sel bersilia yang penting untuk mengeluarkan kotoran,

mikroorganisme, dan toksin di saluran pernapasan, mudah mengalami cidera oleh asap

rokok. Namun sel-sel ini tidak memiliki peran pelindung seperti sel-sel epitel skuamosa.

Mekanisme metaplasia dimulai dari pemrograman ulang  stem cells yang sudah

ada  signal, kemudian distimulus oleh sitokin,  growth factor , dan komponen matriks

ekstraseluler, yang berlanjut pada diferensiasi  stem cell , yang melibatkan gen pengatur 

differensiasi yaitu gen-2.

3.2 Mapping

AdaptasiSel

Macam

Atrofi

Mekanisme

Pengaturandegradasi protein

(Jalur ubiquitin-proteasomebertanggung jawab untuk

degradasi banyakprotein sitosolik

dan inti)

dipengaruhioleh proses

autofagidalam sel

Hipertrofi

Mekanisme

Induksi

pemicumekanis,seperti

regangan;

pemicutrofik,sepertiaktivasireseptor

α-adrener

gik

Pathway

Signallingdownstrea

m of G-

 proteinsoupled 

reseptor 

Phosphoinositid

e 3-kinase/

Akt

Hiperplasia

Mekanisme

adanyastimulus

stimulasihormonal

peningkatankebutuhanfungsional

mekanisme

kompensasi

Metaplasia

Mekanisme

adanyastimulus yangmenyebabkanpemrograman

ulang stem

cells

melibatkan genpengatur

differensiasiyaitu gen-2

Faktor yangmempengaruhi

- Growth Factor

- Hormon

- Stress

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 15/16

15

BAB IV 

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

1.  Terdapat dua sistem proteolitik yang menjalankan degradasi sel yang akhirnya

 berujung pada atrofi sel, yaitu diperankan oleh lisosom dan adanya jalur 

ubiquitin-proteasom.

2.  Mekanisme hipertrofi disebabkan oleh induksi berupa sensor mekanis,  growth

 factors, dan beberapa gen vasoaktif. Terdapat dua jalur pada mekanisme

hipertrofi, yaitu Phosphoinositide 3-kinase/Akt dan  signaling downstream of G

 protein-coupled receptors.

3.  Mekanisme hiperplasia disebabkan oleh peningkatan aktifitas growth factor dan

aktivasi lintasan signal intraseluler yang menyebabkan peningkatan produksi

faktor transkripsi sehingga memicu aktivasi gen-gen seluler dan kemudian

 berproliferasi sel matur.

4.  Mekanisme metaplasia dimulai dari pemrograman ulang stem cells yang sudah

ada.signalstimuli sitokin, GF, komponen matriks ekstraseluler diferensiasi

stem cell dan melibatkan gen-2 pengatur diferensiasi.

7/14/2019 isi makalah adaptasi.docx

http://slidepdf.com/reader/full/isi-makalah-adaptasidocx 16/16

16

DAFTAR PUSTAKA

Crowin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC.

D’amico AV, McKenna WG. Apoptosis and re-investigation of the biologic basis

of cancer therapy, radiotherapy and oncology, 1994; 33: 3-10

Kumar V, Cotran R.Z, Robbins S.L.2007. Buku Ajar Patologi.edisi7 .Jakarta : EGC

Porth, C, Mattson.2006. Essential Concepts of Disease Processes and Altered 

 Health States. Publisher: Lippincott Williams & Wilkins; 2 edition

Saleh, S. 1973. Patologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia