isi kdk skabies print

Upload: sri-raya-elisabeth

Post on 07-Jul-2015

1.210 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan merupakan suatu hal yang sangat berharga yang harus dipelihara dan ditingkatkan melalui suatu upaya kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan mencapai kehidupan sehat bagi tiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional.1 Menurut Undang-undang No.36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.1 Dalam Sistem Kesehatan Nasional tahun 2004 menggariskan bahwa untuk masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan nasional telah berkembang, pemerintah tidak lagi menyelenggarakan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) strata pertama melalui puskesmas. Penyelenggaraan UKP akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep dokter keluarga, kecuali di daerah yang terpencil.2 Pelayanan dokter keluarga merupakan salah satu upaya penyelenggaraan kesehatan perorangan di tingkat primer untuk memenuhi ketersediaan, ketercapaian, keterjangkauan, kesinambungan dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Diharapkan akan mampu mengatasi permasalahan kesehatan yang hingga sekarang belum terselesaikan karena belum jelasnya bentuk subsistem pelayanan kesehatan dan terkait dengan sub sistem pembiayaan kesehatan.21

Dokter keluarga bertanggung jawab melaksanakan pelayanan kesehatan personal, menyeluruh, terpadu, berkesinambungan dan proaktif yang dibutuhkan oleh pasiennya dalam kaitan sebagai anggota dari, satu unit keluarga, komunitas serta lingkungan dimana pasien tersebut berada, serta apabila kebetulan berhadapan dengan suatu masalah kesehatan khusus yang tidak mampu ditanggulangi, bertindak sebagai koordinator dalam merencanakan konsultasi dan atau rujukan yang diperlukan kepada dokter ahli yang sesuai.3 Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau merupakan sesuatu yang esensial. Dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan model dokter keluarga diharapkan dokter keluarga sebagai ujung tombak dalam pelayanan kedokteran tingkat pertama, yang dapat berkolaborasi dengan pelayanan kedokteran tingkat kedua dan yang bersinergi dengan sistem lain.2 Penanganan masalah penyakit menular, termasuk penyakit skabies juga menjadi salah satu penyakit yang perlu menggunakan pendekatan oleh dokter keluarga secara holistik. Skabies adalah penyakit kulit akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan 627% populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja. Di Indonesia, penyakit ini masih menjadi masalah baik di kota besar maupun lingkungan pedesaan. Perkembangan penyakit ini dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah, tingkat higiene yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta penatalaksanaan.4 Disini pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies dalam hal penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit ke

2

komunitas, karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada pemukiman yang padat. Transmisi atau perpindahan antar penderita dapat berlangsung melalui kontak kulit langsung dari orang ke orang. Hal tersebut dapat terjadi bila hidup dan tidur bersama, misalnya keluarga dalam satu rumah, hidup dalam satu asrama, atau para perawat. Perpindahan tungau juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui pakaian atau alat mandi yang digunakan bersama.4 Pada kasus ini, pasien seorang anak laki laki berusia 11 tahun yang datang dengan keluhan gatal dan telah dua kali berobat di Puskesmas untuk keluhannya, tetapi tidak mengalami penyembuhan. Penatalaksanaan kasus dilakukan di Puskesmas Borobudur oleh dokter muda FK UPN dengan bimbingan dokter Puskesmas Borobudur. Masalah kesehatan yang terkait dengan faktor yang berpengaruh diidentifikasi dengan memperhatikan konsep H.L Bloom

I.2. Tujuan I.2.1. Tujuan umum Penatalaksanaan kasus bertujuan mengidentifikasi masalah klinis pada pasien dan keluarga serta faktor-faktor yang berpengaruh,

menyelesaikan masalah klinis pada pasien dan keluarga, dan mengubah perilaku kesehatan pasien dan keluarga serta partisipasi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dengan pendekatan kedokteran keluarga. I.2.2. Tujuan khusus 1. Meningkatkan kualitas kesehatan seluruh anggota keluarga pasien. 2. Membantu seluruh anggota keluarga untuk mengenali masalah yang ada di dalam keluarga tersebut terkait penyakit skabies.

3

3. Membantu keluarga untuk memahami fungsi-fungsi anggota keluarga secara biologis, psikologis, sosial, ekonomi dan pemenuhan kebutuhan, serta penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi. 4. Membantu keluarga untuk dapat memecahkan permasalahan

kesehatannya secara mandiri. 5. Membentuk perilaku hidup sehat di dalam keluarga guna

meningkatkan derajat kesehatan keluarga. I.3. Manfaat I.3.1. Manfaat untuk keluarga 1. Keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan yang ada dalam lingkungan keluarga. 2. Keluarga mampu untuk mengatasi permasalahan kesehatan keluarga secara mandiri. I.3.2. Manfaat untuk dokter muda Dokter muda mendapatkan pengalaman dan menjadi lebih memahami prinsip pendekatan kedokteran keluarga.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Kedokteran Keluarga II.1.1. Definisi Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang

menyelenggarakan pelayanan primer yang komprehensif, kontinu, integratif, holistik, koordinatif, dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu.5 Kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besarnya ialah: a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional

kedokteran keluarga. b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan

klinik dalam pelayanan kedokteran keluarga. c. Menguasai ketrampilan berkomunikasi.5

Kedokteran keluarga merupakan disiplin akademik profesional, yaitu pengetahuan klinik yang diimplementasikan pada komunitas keluarga. Dalam memberikan pelayanan, idealnya setiap dokter dan khususnya dokter keluarga, menerapkan ilmu ini. Kedokteran keluarga memiliki kekhususan yaitu :6 Komprehensif dalam ilmu kedokteran, dalam arti tidak membatasi disiplin ilmu kedokteran tertentu. 1. Komprehensif dalam pelayanan kesehatan. 2. Sasarannya adalah individu yang bermasalah atau yang sakit, namun di samping menganalisis fungsi organ tubuh secara menyeluruh, juga fungsi keluarga. 3. Disusun secara komunal, sehingga setiap dokter dapat memanfaatkan sesuai kebutuhan. 4. Bersifat universal terhadap manusia dan lingkungan.

II.1.2. Prinsip Pelayanan atau Pendekatan Kedokteran Keluarga Prinsip dalam pelayanan atau pendekatan kedokteran keluarga yaitu memberikan : 1. 2. 3. 4. 5. Pelayanan yang holistik dan komprehensif. Pelayanan yang kontinu. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral

dari keluarganya.

6

6.

Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan

kerja, dan lingkungan tempat tinggalnya. 7. 8. 9. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan.

II.1.3. Tugas Dokter Keluarga Adapun tugas seorang dokter keluarga, meliputi :5 1. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna

menyuruh, dan bermutu guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan. 2. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat

dan tepat. 3. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien

pada saat sehat dan sakit. 4. Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan

keluarganya. 5. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya

peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi. 6. 7. Menangani penyakit akut dan kronik. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim

ke rumah sakit. 8. Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter

Spesialis atau dirawat di RS.

7

9. 10.

Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi

pasiennya. 11. Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk

kepentingan pasien. 12. 13. Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar. Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran

secara umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.

II.1.4. Wewenang Dokter Keluarga Seorang dokter keluarga dalam menjalankan tugasnya memiliki wewenang berupa :5 1. 2. 3. 4. 5. 6. Menyelenggarakan Rekam Medis yang memenuhi standar. Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat. Melaksanakan tindak pencegahan penyakit. Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer. Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal. Melakukan tindak prabedah, beda minor, rawat pascabedah di

unit pelayanan primer. 7. 8. 9. 10. Melakukan perawatan sementara. Menerbitkan surat keterangan medis. Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap. Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus.

II.1.5. Manfaat Kedokteran Keluarga

8

Manfaat yang dapat dirasakan dengan adanya pelayanan kedokteran keluarga, antara lain yaitu : 1. Terselenggaranya penanganan kasus penyakit sebagai manusia

seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan. 2. Terselenggaranya pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin

kesinambungan pelayanan kesehatan. 3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan

lebih baik dan terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini. 4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu

sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya. 5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan maka

segala keterangan tentang keluarga tersebut baik keterangan kesehatan ataupun keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi. 6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang

mempengaruhi timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis. 7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit

dengan tatacara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan. 8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran

canggih yang memberatkan biaya kesehatan.

9

II.1.6. Ruang Lingkup Kedokteran Keluarga Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam : a. Kegiatan yang dilaksanakan Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi syarat pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh CMC (comprehensive medical services). Karakteristik CMC : 1. Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua

jenis pelayanan kedokteran yang dikenal di masyarakat. 2. Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara ataupun secara terputus-putus terpadu melainkan dan

terkotak-kotak diselenggarakan

(integrated)

berkesinambungan (continu). 3. Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan

pelayanan kedokteran tidak memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya. 4. Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak

didekati hanya dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach) yaitu sisi fisik, mental dan sosial (secara holistik). b. Sasaran pelayanan Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah kelurga sebagai suatu unit. Pelayanan dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan

10

dan tuntutan kesehatan keluarga sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruhmasalah kesehatan yang dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga. c. Batasan pelayanan kedokteran keluarga Batasan pelayanan kedokteran keluarga ada banyak macamnya. Dua diantaranya yang dipandang cukup penting adalah: 1. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran

yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai satu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin, tidak juga oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja. 2. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan spesialis

yang luas yang bertitik tolak dari suatu pokok ilmu yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu lainnya terutama ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan kendungan, ilmu bedah serta ilmu kedokteran jiwa yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan yang terpadu, diperkaya dengan ilmu perilaku, biologi dan ilmu-ilmu klinik, dan karenanya mempunyai mampu mempersiapkan unik dalam setiap dokter agar

peranan

menyelenggarakan

penatalaksanaan pasien, penyelesaian masalah, pelayanan konseling serta dapat bertindak sebagai dokter pribadi yang menkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan.

11

d. Pelayanan kedokteran keluarga Bentuk pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam : 1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan. Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit. 2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien dirumah. Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan rumah sakit. 3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit.

12

II.2. Penyakit Skabies Skabies dalam bahasa Indonesia sering disebut kudis. Orang jawa menyebutnya gudig, sedangkan orang sunda menyebutnya budug. Gudik merupakan penyakit menular akibat mikroorganisme parasit yaitu Sarcoptes scabei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung dan tidak langsung, secara langsung misalnya bersentuhan dengan penderita atau tidak langsung misalnya melalui handuk dan pakaian yang dikenakan bersama. Sarcoptes scabei dapat berkembang pada kebersihan perorangan yang jelek, lingkungan yang kurang bersih, demografi status perilaku individu (Siregar, 2005). Penyakit ini dapat mengenai semua umur, banyak dijumpai pada anak-anak dan orang dewasa dan lanjut usia, biasanya di lingkungan rumah jompo, insiden sama antara pria dan wanita. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya infeksi dapat mengenai seluruh anggota keluarga. Oleh karena itu salah satu syarat dalam pengobatan skabies ialah seluruh anggota dalam satu kelompok yang tinggal bersama harus diobati (termasuk penderita yang hiposensitisasi).

II.2.1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya (DERBER 1971).7 Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis.

13

Penyakit skabies sering disebut juga kutu badan. Penyakit ini mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung yakni sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarkoptesnya. II.2.2. Epidemiologi Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6%-27% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja (Sungkar, 1995). Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000).7 Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi

14

skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai (Depkes. RI, 2000). Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain ; sosial elonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas (ganti-ganti pasangan), kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam PHS. (Penyakit Akibat Hubungan Seksual).7 II.2.3. Etiologi Sarcoptes Scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis. Selain itu terdapat Sarcoptes scabiei yang lain misalnya pada kambing dan babi.7 Varietas pada mamalia lain dapat menginfestasi manusia, tetapi tidak dapat hidup lama. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-

15

kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.7,8 Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7-14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang (Andrianto & Tie, 1989). II.2.4. Patogenesis Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,

16

ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau. 7 Tungau bergerak menembus permukaan kulit dengan cara mensekresikan protease yang mendegradasi stratum korneum. Mereka memakan hasil degradasi jaringan tersebut. Skibala (feses) dihasilkan seiring perjalanan mereka pada epidermis. Hasil keseluruhan perjalanan ini menghasilkan suatu lesi yang berbentuk terowongan yang dikenal sebagai burrow. Pada individu yang terinfeksi biasanya akan terdapat kurang dari 100 tungau pada tubuhnya. Pada hospes yang immunocompromised, sistem imun yang lemah gagal untuk mengkontrol penyakit ini sehingga akan timbul suatu hiperinfestasi fulminan yang dikenal sebagai Skabies Norwegia (scabies berkrusta). Onset gejala bergantung pada apakah infestasi merupakan paparan pertama atau relaps atau reinfestasi. Pada infestasi inisial, reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) terhadap tungau, telur, atau skibala akan memunculkan gejala klinis setelah 4-6 minggu. Pada individu yang sebelumnya telah tersensitisasi, gejala klinis dapat muncul hanya dalam hitungan jam saja. Reaksi hipersensitivitas menyebabkan munculnya rasa gatal yang hebat yang merupakan tanda kardinal penyakit ini.9 Skabies Berkrusta (Skabies Norwegia) Skabies berkrusta dimulai dengan munculnya bercak

eritematosa yang berbatas tidak tegas yang cepat berkembang menjadi sisik tebal yang prominen. Seluruh area dapat terlibat namun kulit

17

kepala, tangan dan kaki merupakan area paling rentan. Jika tidak diobati, lesi akan menyebar cepat dan melibatkan seluruh integumen. Sisik tebal menjadi lebih verukosa dan akan muncul krusta. Lesi berbau. Kuku biasanya menebal, diskolorasi, dan distrofi. Rasa gatal ringan ataupun tidak ada sama sekali.10 II.2.5. Cara Penularan Cara penularan (transmisi) :9,10 1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya

berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. 2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian,

handuk, sprei, bantal, dan lain-lain. Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing. Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama (Brown, 1999).

18

Penyakit

ini

sangat

erat

kaitannya

dengan

kebersihan

perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relatif sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada (Benneth, 1997). Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolahsekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000).7,8,9 II.2.6. Gejala Klinis Lesi berupa papul eritematosa kecil dan biasanya terekskoriasi dan tertutup oleh krusta darah. Terowongan jarang ditemukan atau tertutup oleh ekskoriasi ataupun infeksi sekunder. Tempat

predileksinya biasanya merupakan tempat dengan strartum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae

19

(wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan kaki.10 Ada 4 tanda kardinal : 7,10 1. Pruritus Nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan Hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini disebut sebagai pembawa (carrier). 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

20

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

II.2.7. Pemeriksaan Penunjang Cara menemukan tungau : 1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicogkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah kaca objek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya. 2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas puith dan dilihat dengan kaca pembesar. 3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan miksroskop cahaya. 4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.7,8,9,10,11 II.2.8. Diagnosa Skabies Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan ditemukannya 2 tanda dari 4 tanda kardinal disertai pemeriksaan penunjang berupa kerokan kulit pada daerah gatal dan kemerahan, yang dilarutkan dengan larutan KOH 10% dan diperiksa di bawah mikroskop (pembesaran 10-40x).

21

II.2.9. Diagnosa Banding Sebagai diagnosis banding ialah : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, tinea. 9,10,11 II.2.10. Tatalaksana Mempertimbangkan toksisitas dan efikasi dari berbagai terapi, krim permetrin 5% topikal dan ivermectin oral merupakan terapi lini pertama. Permetrin 5% dalam krim digunakan secara menyeluruh mulai dari leher hingga telapak kaki. 30 gram biasanya cukup untuk dosis dewasa. Krim harus dibersihkan dengan cara mandi setelah 8-14 jam. Biasanya sekali pemakaian sudah cukup, namun dapat diulangi seminggu kemudian jika belum sembuh. Permetrin 5% aman digunakan pada bayi usia kurang dari 1 bulan yang terinfeksi oleh neonatal skabies. Ivermectin oral (200 mcg/kgBB dosis tunggal dan dapat diulang 2 minggu kemudian) sebagai terapi yang ekuivalen dengan permetrin topikal. Ivermectin jangan digunakan pada wanita hamil ataupun menyusui, dan anak dengan berat kurang dari 15 kg.9,10,11,12 Agen-agen lain yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah : 1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Dioleskan di seluruh tubuh dan dibersihkan setiap setelah 24 jam. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan

22

kadang-kadang menimbulkan iritasi, daapat dipakai pada bayi berumur kurang daro 2 tahun. 2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering meberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. 3. Gamma benzene heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang member iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 5 tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. 4. Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal, harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.7,11,12 Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh individu yang memiliki riwayat kontak atau tinggal dengan penderita harus diobati secara bersamaan. Pakaian-pakaian harus dicuci bersih dan handuk dan peralatan tidur dijemur dibawah sinar matahari selama minimal 3 kali seminggu.7,10 II.3.11. Prognosis Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi

23

(antara lain hygiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.7

BAB III LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

III.1. Identitas Pasien dan Keluarga III.1.1. Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Umur Alamat : An. MY : Laki-Laki : 11 tahun : Dusun Jetis Gayuh, Desa Wringin Putih, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Agama Suku Bangsa Pendidikan Pekerjaan : Islam : Jawa : SD : -

III.1.2. Identitas Kepala Keluarga Nama Jenis Kelamin Umur Alamat : Tn. GP : Laki-Laki : 40 tahun : Dusun Jetis Gayuh, Desa Wringin Putih,24

Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Agama Suku Bangsa Pendidikan Pekerjaan III.1.3. Profil Keluarga Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga (yang tinggal 1 rumah) No. 1 2 3 4 5 Nama Tn. GP Ny. SR An. AR An.MY An. NH JK L P L L P Kedudukan dalam Keluarga Kepala keluarga Isteri Anak Anak Anak Usia (th) 40 th 37 th Pendidikan Terakhir S1 D2 Pekerjaan Guru Guru Ket. Sehat Sehat Sehat Sakit Sehat : Islam : Jawa : S1 : Guru SDN (Olah Raga)

13 th SMP kelas 2 11 th SD kelas 6 3,5 th -

Gambar 1. Genogram Keluarga Penderita dalam Satu Rumah

Tn. GP 40th

Ny.S R 37 th

Keterangan : Laki-laki Perempuan

An. AR 13 th

An. MY 11 th

An. N 3,5th

Pasien Skabies Pernah skabies dan sudah sembuh

Bentuk Keluarga

: Keluarga inti (nuclear family)25

Siklus Keluarga

: Tahap keluarga dengan anak usia balita dan usia sekolah

III.2. Resume Penyakit Dan Penatalaksanaan Yang Sudah Dilakukan 1. Anamnesa Anamnesa dilakukan secara allo anamnesis dengan Ny.SR selaku ibu dari An. MY dan auto anamnesis kepada An. MY. Anamnesis ke-1 dengan Ny. SR dilakukan pada tanggal 6 Mei 2011, pukul 14.00-16.30 WIB dirumah Tn. GP. Anemnesis ke-2 dengan An.MY dilakukan pada tanggal 10 Mei 2011, pukul 13.300-15.30 WIB dirumah Tn. GP. 2. Keluhan Utama An. MY : Gatal 3. Keluhan Tambahan An. MY : Tidak dijumpai 4. Riwayat Penyakit Sekarang An. MY mengeluhkan gatal pada kedua lengan, kedua sela jari tangan, kedua tungkai bawah dan siku, gatal tersebut terutama dirasakan saat malam hari. Keluhan gatal ini mulai dirasakan sejak awal April. Menurut ibunya, pasien belum pernah menderita keluhan seperti ini, dan mulai mengalami keluhan ini sejak anaknya sering bermain dengan teman di lingkungan rumahnya yang memiliki keluhan gatal sebelumnya, bahkan satu keluarga teman bermain anaknya tersebut mengalami gatal-gatal sudah hampir 3 minggu dan belum mendapat pengobatan. Selain itu, pasien juga memiliki kebisaan bermain dan mandi di sungai bersama teman-

26

temannya, saling memakai handuk bersama, dan jarang mengganti seragam sepulang sekolah serta kebiasaan mandi yang kurang bersih. Oleh ibunya, pasien dibawa berobat ke Puskesmas Borobudur, lalu oleh dokter puskesmas diberikan obat salep 24 dan CTM. Namun setelah pengobatan dilakukan, keluhan pasien belum hilang juga. Lalu ibunya membawa pasien kembali berobat ke Puskesmas untuk kedua kalinya, dan diberikan jenis obat yang sama. Karena merasa obat yang diberikan tidak menyembuhkan, ibu pasien menanyakan kepada bidan praktek swasta tentang obat yang bagus untuk keluhan anaknya. Lalu disarankan untuk membeli obat scabisid cream (gameksan), dan ternyata keluhan belum berkurang. Ibunya berinisiatif menanyakan dan membeli obat di apotek, disarankan oleh petugas apotek untuk menggunakan obat Vanquin Plus (berisikan Chloramfenicol dan Hydrocortison asetat). Selama pengobatan dengan menggunakan obat terakhir, pasien merasakan keluhan gatalnya berangsur mereda dan keropeng di kulitnya juga mereda. Namun, selama itu juga kebiasaan seperti tidak mengganti seragam sepulang sekolah dan mandi kurang bersih belum berubah.. 5. Riwayat Penyakit Dahulu Menurut ibunya, pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. 6. Riwayat Penyakit Keluarga Anggota keluarga pernah ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien, yaitu bapak dan kakaknya. Menurut ibunya, keluhan pada bapak dan kakaknya ditularkan oleh pasien sebab timbulnya beberapa hari kemudian setelah pasien menderita gatal. Selain itu, pakaian pasein dicuci

27

bersamaan dengan pakaian anggota keluarga yang lain dan pasien tidur satu ruangan dengan kakaknya. Namun, bapak dan kakaknya sembuh lebih cepat dari pasien.

III.3. Hasil Kunjungan Rumah 1. Pemeriksaan Fisik (6 Mei 2011 Pukul 14.30 WIB) Tabel 2. Pemeriksaan Fisik Pasien No. 1. 2. Pemeriksaan Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital : Suhu Tubuh Tekanan Darah Pernapasan 3. Denyut Nadi Status Generalis Kepala Leher Thoraks Hasil Tampak sakit ringan GCS 15 36,50C 110/70 mmHg 22x/menit 84x/menit Normochepal Pembesaran KGB tidak ada I : statis/dinamis simetris, tidak ada retraksi, ekspansi gerak baik P : fremitus taktil simetris P : sonor di semua lapang paru A : vesikuler di semua lapang paru, mengi tidak ada I : datar, hernia umbilical tidak ada A : Bising usus 8x/ menit P : Massa tidak ada, Kesan Tidak emergensi Kompos mentis Afebris Batas Normal Batas Normal Batas Normal Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Abdomen

Tidak ada kelainan

28

nyeri tekan tidak ada, nyeri lepas tidak ada, hepar dan lien tidak teraba P : Tympani seluruh lapang perut Tidak ada kelainan Genitalia Zakar sudah sunat Rambut kemaluan belum tumbuh Lihat status lokalis

Ekstremitas

4.

Status lokalis (Dermatologis)

Kulit tampak terdapat vesikel, pustul, papul eritematosa pada pergelangan tangan, kedua sela jari tangan, dan kedua tungkai kanan (efloresensi primer) Skuama, erosi, ekskoriasi, krusta pada beberapa tempat (efloresensi sekunder)

Tampak terdapar efloresensi primer masih dominan, dan mulai terlihat beberapa tanda efloresensi sekunder akibat garukan.

2. Diagnosa Kerja Skabies 3. Rencana Penatalaksanaan Medikamentosa Gamma benzene heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang member iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 5 tahun dan wanita hamil, karena29

toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. Non Medikamentosa a. Edukasi cara pemakaian obat : 1. Obat digunakan satu minggu satu kali. 2. Waktu pemakaian saat sore hari setelah mandi dengan cara mengoleskan krim obat ke selluruh bagian tuhbuh kecuali wajah, lebih diutamakan daerah lipatan atau sela-sela baik di kaki maupun tangan. 3. Diamkan selama 8-14 jam, jangan kontak dengan air selama pemakaian bila terkena air segera dioleskan kembali. 4. Setelah pemakaian mencapai 8-14 jam, bilas dengan cara mandi hingga bersih. b. Edukasi pola hidup bersih dan sehat : 1. Mandi dengan bersih 2x/hari. 2. Jaga kebersihan pakaian dengan mencucinya secara terpisah dengan anggota keluarga lainnya, menggunakan air panas dan detergen hingga bersih, ganti pakaian 4-5x/ hari. 3. Sprei kasur, selimut, sarung bantal dicuci bersih sama dengan cara mencuci baju di atas. 4. Mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang untuk mempercepat proses penyembuhan. c. Edukasi terhadap anggota keluarga lain : 1. Hindari kontak langsung (kulit) dengan pasien hingga keluhan menghilang.

30

2. Apabila ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama, lakukan terapi sesuai pasien. 3. Anggota keluarga tetap menjaga kebersihan diri dengan rutin mandi minimal 2x/hari. 4. Hasil Penatalaksanaan Medis Saat ini (12 Mei 2011) kondisi An. MY, keluhan gatal sudah tidak dirasakan lagi. Pada kulit di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan, dan tungkai tampak keropeng (bekas nanah yang telah mongering) menandakan proses penyembuhan. Kesan yang didapat, pada saat kunjungan pertama pasien tidak menggunakan obat sesuai anjuran pemakaian dikarenakan tidak mendapat penjelasan secara lengkap tentang pemakaian obat oleh petugas Puskesmas. Padahal kunci keberhasilan dalam mengobati penyakit skabies adalah penjelasan yang lengkap mengenai pemakaian obat, cara menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan. Pada kunjungan kedua, setelah mendapat edukasi tentang cara pengobatan dan perilaku hidup bersih serta pencegahan penularan penyakit skabies, tampak keluhan gatal yang dirasakan pasien sudah sangat berkurang, pada kulit sela jari tangan dan tungkai terlihat luka yang telah mengering (keropeng) berwarna lebih gelap dari daerah sekitar. Keluarganya pun sudah memisahkan tempat tidur pasien dengan kakaknya dan pola hidup bersih sudah diterapkan kepada seluruh anggota keluarga terutama pasien. Faktor pendukung

31

Timbulnya kesadaran dari ibu penderita untuk mengurangi resiko penularan dari pasien ke anggota keluarga lainnya. Ibu pasien mau menerapkan informasi edukasi yang disampaikan tentang cara pengobatan dan menjaga kebersihan diri pasien.

Faktor penghambat - Kebiasaan pasien tidak mengganti seragam sepulang sekolah. - Kebiasaan mandi di kali bersama teman-teman dan memakai handuk yang sama secara bergantian. - Cara mandi yang kurang bersih. Indikator keberhasilan : Pasien sudah tidak merasakan keluhan gatal, dapat beraktivitas seperti biasa dan mulai menerapkan pola hidup bersih 5. Identifikasi Fungsi-fungsi keluarga a. Fungsi Biologis Dari wawancara dengan pasien diperoleh keterangan bahwa An. MY mengalami keluhan gatal-gatal sejak awal April, keluhan ini didapatkan setelah pasien berinteraksi dengan teman main di lingkungan rumahnya yang juga mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Awalnya rasa gatal dirasakan pada daerah tangan terutama sela jari dan pasien menghilangkan rasa gatalnya dengan cara menggaruknya, sehingga menggaggu aktivitas tidurnya pada malam hari. Kebiasaan menggaruk ini berlanjut sehingga menimbulkan luka yang kemudian terjadi infeksi (terdapat nanah), selain itu karena kebersihan pasien yang kurang, seringkali tangan

32

yang digunakan untuk menggaruk luka juga menggaruk daerah kaki sehingga kulit kaki juga mengalami kondisi yang sama. b. Fungsi Psikologis Pasien tinggal di rumah berukuran 8 x 11 meter, dengan ayah dan ibu, 1 kakak laki-laki dan 1 adik perempuan. Hubungan dengan seluruh anggota keluarga baik. Pasien bersifat terbuka dan dekat dengan kedua orang tuanya. Pada pergaulan sehari-hari pasien bersifat supel, memiliki banyak teman. Selama pasien sakit, pasien tidak bisa bermain dengan bebas. Karena pasien harus menghindari kontak dengan teman yang lain, sehingga ada rasa malu pada pasien selama sakit. Setelah kondisinya membaik, pasien kembali bermain dengan teman-temannya seperti biasa. c. Fungsi Ekonomi Pasien belum bekerja, biaya hidup ditanggung oleh kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai guru olah raga (ayah) dan guru mata pelajaran (ibu). Ibunya juga memiliki penghasilan tambahan dengan membuat mainan (kerajinan tangan) dari gabus. Menurut kedua orangtuanya, penghasilan mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari dan biaya sekolah anaknya. d. Fungsi Pendidikan Penderita saat ini sedang menjalani pendidikan sekolah dasar (SD) kelas VI. Dan rencana akan meneruskan ke jenjang sekolah menengah lanjut pertama (SLTP) setelah lulus nanti. e. Fungsi Religius

33

Penderita dan seluruh anggota keluarga beragama islam. Penderita menjalankan ibadah di rumah, sesuai dengan ajaran agamanya. Penderita juga ikut pengajian anak-anak di musholla dusunnya. f. Fungsi Sosial Budaya Hubungan antara penderita dengan teman-teman baik di sekolah maupun di lingkungan rumah cukup baik. Pasien berikap sopan kepada orang sekitar. Tidak pernah terlibat masalah di lingkungan rumah maupun sekolah.

6. Pola Konsumsi Makan Penderita Frekuensi makan rata-rata 3x/hari. Menu makan bervariasi, nasi, sayurmayur, lauk-pauk (tempe, tahu, ikan,ayam, daging). Penderita rutin

mengkonsumsi susu 2x/hari. 7. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan a. Faktor Perilaku Keluarga Faktor perilaku hidup sehat keluarga pasien masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari perilaku kebiasaan membuka jendela dan kurang rapi dalam membersihkan rumah. Bila ada anggota keluarga yang sakit maka pertama kali akan minum obat yang dibeli dari warung. Apabila belum sembuh, maka akan berobat ke dokter di puskesmas. b. Faktor Perilaku Penderita Penderita adalah anak yang cukup aktif, sering bernain keluar rumah kontak dengan teman-teman seusianya. Penderita sering kali tidak langsung mengganti baju seragam setelah pulang sekolah. Kebiasaan mandi penderita 2 kali sehari dengan menggunakan sabun mandi, menurutnya cara mandinya sudah cukup bersih. Namun pasien juga sering mandi bersama teman-

34

temannya di sungai dan menggunakan handuk yang sama dengan temantemannya. c. Faktor Non Keluarga dan Non Penderita Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah penderita tidak jauh. Jarak dari rumah ke puskesmas kurang lebih 1 Km. Terdapat juga sarana pelayanan kesehatan yang lebih dekat, yaitu praktek bidan, namun menurut ibu penderita praktek bidan untuk konsultasi dan periksa kesehatan reproduksi, jika ada anggota keluarga yang sakit lebih memilih ke Puskesmas atau klinik (dokter praktek). 8. Identifikasi Lingkungan Rumah Rumah pasien terletak di pinggir jalan, di pemukiman biasa yang tidak terlalu padat. Rumah tampak belum selesai dibangun. Ukuran bangunan 8 m x 11 m, terdiri dari 2 lantai, 1 ruang tamu, 6 kamar tidur, 1 ruang dapur, 2 kamar mandi, 1 ruang keluarga, 1 ruang makan,. Lantai terbuat dari semen, dinding terbuat dari tembok dan atap rumah terbuat dari genteng tanpa langit langit rumah. Terdapat jendela pada ruang tamu, kamar dan ruang tengah dengan ukuran 1x1m. Perbandingan luas lantai dengan jendela di ruang tamu > 25%. Penerangan dalam rumah cukup, karena dapat membaca tanpa bantuan lampu listrik pada siang hari. Rumah terasa lembab, ventilasi yang terdapat pada ruang tamu sangat kecil dan ditutup potongan bambu. Kebersihan dalam dan luar rumah kurang, letak barang-barang tidak rapih. Listrik 450 watt, sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari dari air PDAM. Sumber untuk air minum dari air PDAM yang dimasak.35

Fasilitas MCK dengan model leher angsa, saluran pembuangan kotoran (septitank) berjarak 12 meter, bak mandi dikuras 2 minggu sekali. Kebersihan dapur kurang,pembuangan air limbah di salurkan ke septitank. Ibu pasien mengatakan bahwa biasa membuang sampah di kebun belakang rumahnya. Jalan di depan rumah lebarnya 2 meter dan terbuat dari tanah. Kesan kebersihan lingkungan rumah kurang baik.

9. Denah dan Peta Rumah a.Denah Rumah :

Kamar kerja

Kamar

Dapur

Ruang makan

Kamar mandi Kamar

Tangga Ruang tengah Garasi

Ruang tamu

Kamar

Lantai 1

Kamar

Kamar mandi

Kamar

Tangga

Kamar

Ruang keluarga

36Lantai 2

Gambar 2. Denah Rumah Pasien

b. Denah Jarak Lokasi KDK ke PKM Borobudur

Wisata Candi Borobudur

Ke Magelang

Puskesmas Borobudur

Desa Bumiharjo

Desa Wringin Putih

Rumah An. M Y

Gambar 3. Denah Jarak Lokasi KDK ke PKM Borobudur

10. Diagnosis Fungsi Keluarga a. Fungsi Biologis Penderita sering mengeluh gatal sejak sebulan yang lalu Penderita diketahui menderita skabies sejak sebulan yang lalu.37

b.

Fungsi Psikologis Hubungan pasien dengan anggota keluarga lainnya baik. Mendapat perhatian cukup dari orang tua.

c.

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan Pendapatan keluarga cukup, sehingga pemenuhan kebutuhan hidup sehari dapat dipenuhi dengan baik.

d.

Fungsi Sosial Hubungan pasien dengan lingkungan sekitar rumah baik. Pasien memiliki banyak teman dan dapat bergaul dengan teman-teman seusianya dengan baik.

e.

Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi Fungsi penguasaan masalah dan kemampuan berdaptasi pasien baik.

f.

Faktor Perilaku Penderita memiliki kebiasaan mandi di sungai, memakai handuk yang sama dengan teman-temannya, jarang ganti baju.

g.

Faktor Non Perilaku Tidak ada masalah

11. Diagram Realita yang Ada Pada Keluarga

Genetik

Pelayanan Kesehatan

STATUS KESEHATAN

- Kebersihan rumah yang Lingkungan kurang

- Intensitas cahaya matahariyang masuk ke dalam ruang keluarga 38 kamar dan kurang.

- Jendelacukup

dan

ventilasi

Sarana pelayanan kesehatan terjangkau

Perilaku Pasien mempunyai kebiasaan mandi di sungai dan memakai handuk yang sama dengan temantemannya - Jarang ganti baju

Gambar 4. Diagram Realita yang Ada Pada Keluarga 12. Permasalahan Pada Pasien dan Keluarganya Tabel 3. Permasalahan Pada Pasien dan Keluarganya No 1. Risiko dan Masalah Kesehatan Pasien mempunyai kebiasaan mandi di kali, memakain handuk yang 2. sama dengan temannya, jarang ganti baju. Keadaan dalam rumah lembab, kurang rapi dan kurang pencahayaan Rencana Pembinaan Memberikan penjelasan kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri. Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang rumah sehat, dan manfaatnya terhadap kesehatan pasien.

III.4. Pembinaan Dan Hasil Kegiatan

Tabel 4. Pembinaan dan Hasil Kegiatan Tgl. 6 Mei 2011 Kegiatan Yang Dilakukan 1. Memberikan Keluarga Yang Hasil Kegiatan 1. Pasien dan keluarga mengetahui dan memahami tentang Skabies. 2. Pasien dan keluarga39

Terlibat penjelasan - pasien

mengenai Skabies meliputi - orang tua gejala, penyebab, penularan, pasien tanda klinis, pencegahan - kakak dan adik pasien dan penatalaksanaannya 2. Menganjurkan pasien agar

rajin mandi dengan benar, mau diobati secara teratur. 3. Menyarankan agar baju kontak dengan 9 Mei 2011 12 Mei 2011 pasien ibu pasien cucian pasien keluarga Pasien memisahkan langsung anggota

melakukan prosedur pengobatan dengan baik dan menunjukkan perbaikan kondisi pasien.

menghindari

lainnya. Menyarankan pasien terus melanjutkan pengobatan dengan baik. Memberikan leaflet untuk menambah mengenai skabies. informasi

Kondisi pasien membaik, keluhan berkurang.

Pasien dan keluarga

Keluarga pasien senantiasa menjaga kesehatan diri dan lingkungan.

(a)

(b)

(c)

(d)40

Gambar 5. Kondisi pasien pada (a) kunjungan pertama, (b,c,d) kunjungan kedua.

III.5. Kesimpulan Pembinaan Keluarga a. Tingkat Pemahaman Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukan cukup baik. Pasien dan keluarga sudah memahami hal-hal yang harus dilakukan dalam

menanggulangi penularan skabies, serta cara pengobatannya. b. Faktor Pendukung Pasien dapat memahami dan menangkap penjelasan yang diberikan. Sikap pasien yang kooperatif dan menangkap penjelasan yang diberikan c. Faktor Penyulit Kondisi rumah yang masih kurang rapi karena pembangunannya belum selesai. d. Indikator Keberhasilan Pasien dan keluarga mengetahui tentang penyakitnya meliputi gejala, penyebab, faktor predisposisi, pencegahan dan penatalaksanaannya serta terjadi perubahan perilaku kearah perilaku hidup bersih dan sehat.

41

BAB IV PENUTUP

IV.1. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil binaan keluarga ini adalah pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukan cukup baik, serta sikap seluruh anggota keluarga yang kooperatif sehingga mempunya keinginan untuk mengubah perilaku yang tidak baik bagi kesehatan dan tidak ditemukannya faktor penyulit yang dapat menghambat binaan yang diberikan. Hal ini terlihat dengan adanya perbaikan keluhan dari pasien dan dapat beraktivitas seperti biasa yaitu bermain dengan teman sebaya.

IV.2. Saran 1. Bagi Keluarga Binaan : a. Diharapkan Tn. GP dan Ny. SR memberikan contoh

keteladanan dalam hal menjaga kebersihan diri, rumah, dan lingkungan. b. Diharapkan Tn. GP dan Ny. SR selalu mengingatkan kepada

anak-anaknya terutama pasien untuk selalu menjaga kebersihan diri dengan teratur. c. Diharapkan Tn. GP dan Ny. SR selalu tanggap terhadap

informasi pengobatan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Tanyakan apabila informasi yang diberikan belum jelas. 2. Bagi Masyarakat :

42

a.

Masyarakat diharapkan ikut mengingatkan kepada anak-anak yang berada di lingkungannya untuk tidak mandi, cuci, kakus di sungai.

b.

Apabila ada warganya yang mengalami sakit seperti pasien maka kontak fisik (kulit dengan kulit) baiknya dihindari, namun komunikasi verbal tetap berjalan, sehingga tidak menimbulkan sikap antipati atau diskriminasi.

c.

Memperkaya informasi kesehatan melalui PKM atau tenaga kesehatan agar lebih tanggap terhadap penyakit menular, termasuk penyakit skabies.

43

DAFTAR PUSTAKA

1

Dinkes Kabupaten Magelang, 2011. Handout : Kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang 2010.Magelang.

2

Asmah Nur. Implementasi pelayanan kesehatan model dokter keluarga di Kota Bontang. [cited: 2 Juni 2011 pukul 16.15 WIB]. Available from: www.lrckmpk.ugm.ac.id/id/UP.../No.1_Nur_Asmah _04_08.pdf

3

Syaqif I. Dasar-dasar Manajemen Pelayanan Dokter Keluarga. [ cited 2 Juni 2011] Available from: http://www.idaytsaqif.co.cc/2010/04/dasar-dasar-

manajemen-pelayanan-dokter.html 4 Muchtardun Mansyur, Skabies dkk. Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Ilmu

Penatalaksanaan

Anak

Usia Pra-Sekolah. Departemen

Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (cited 8 Juni 2011 pukul 12.03 WIB). Available from ; mki.idionline.org/index.php? uPage=mki.mki_dl&smod 5 Azwar Azrul. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Jakarta : Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia ; 1997 6 Anies. Kedokteran Keluarga dan pelayana kedokteran yang berprinsip pencegahan. Fakultas kedokteran universitas diponegoro. Semarang. 2003. 7 Handoko, Ronny P. Skabies. Prof. Dr. dr. Adhi Juanda. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI. 2008. Hal 122-125. 8 Gandahusada, Prof. dr Srisasi, dkk. Parasitologi kedokteran edisi ke-3,1998. Gaya Baru. Jakarta.

44

9

Cordoro, KM. Dermatologic Manifestation of Scabies. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1109204-overview. (Diakses tanggal 2 Juni 2011)

10 3Goldstein, BG, and AO Goldstein. Scabies. Robert PD and Moise LL. Up To Date literature review version 17.3. 11 Chosidow, O. Scabies. N Engl J Med 2006; 354: 1718-27 12 Currie, BJ, and JS McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. N Engl J Med 2010; 362:717-25 13 Cordoro, KM. Dermatologic Manifestation of Scabies: Treatment and Medication. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1109204treatment. (Diakses tanggal 2 Juni 2011)

45

LAMPIRAN

46