isi dt 2 penyakit vaskuler
DESCRIPTION
najjaakkakakTRANSCRIPT
PENYAKIT VASKULER
1. ATEROSKLEROSIS
1.1 Definisi
Aterosklerosis adalah penyakit yang paling sering menyerang susunan
pembuluh darah arteri. Plak terbentuk dari lemak, kolesterol, kalsium dan
substansi lain di pembuluh darah. Aterosklerosis bisa terjadi pada beberapa arteri
dalam tubuh.
Aterosklerosis merupakan penyakit arteri yang termasuk ke dalam
arteriosklerosis. Ateriosklerosis sendiri merupakan istilah umum untuk tiga
macam penyakit vaskuler yang semuanya menyebabkan penebalan dinding dan
hilangnya kekenyalan dinding arteri. Secara patologi anatomi terdapat tiga bentuk
arteriosclerosis, yaitu:
Aterosklerosis
Suatu penyakit arteri yang ditandai dengan pembentukan lesi
jaringan ikat lemak dalam intima, yang disebut bercak aterosklerosis,
yang menyempitkan lumen pembuluh darah disertai perubahan
degenerasi pada tunika media dan adventisia. Pada pusat bagian tengah
bercak tersebut sering mengandung gumpalan debris kaya lemak sebagai
kolesterol dan ester kolesterol, bercak dengan inti besar berlemak ini
disebut atheroma.
Sklerotik klasifik medial monckeberg
Suatu penyakit arteri yang ditandai oleh kalsifikasi lapisan tunika
media arteri berotot. Keadaan tersebut terdapat pada arteri berotot ukuran
sedang pada individu berumur lebih dari 50 tahun. Kalsifiksai
membentuk kepingan tidak teratur di dalam media atau sebagai cincin
melintang yang tegas. Kadang-kadang penimbunan kalsifikasi tersebut
menagalami penulangan. Oleh karena lesi di tunika media ini tidak lepas
memasuki lumen, sclerosis kalsifik medial hanya merupakan kepentingan
anatomi saja.
Ateriosklerosis
Sclerosis yang terjadi pada arteri kecil dan arteriol. Kondisi
patologi ini sering menyertai penyakit hipertensi dan diabetes melitus.
1
2
Dikenal dua macam anatomi, yaitu keadaan hialin dan hyperplasia yang
berkaitan dengan penyebab dan progresif penyakitnya. Keduanya
menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah dengan penyempitan
lumen, selanjutnya dapat berakibat jejas iskemik jaringan dan alat tubuh.
Oleh karena itu sering kali lesi ini terjadi pada ginjal.
1.2 Faktor resiko
Faktor resiko yang memiliki hubungan yang erat dan menjadi pencetus
terjadinya aterosklerosis disebut faktor resiko mayor. Sedangkan faktor resiko
yang tidak selalu berhubungan atau berdampak kurang nyata dengan terjadinya
aterosklerosis disebut faktor resiko minor. Faktor resiko mayor dibagi menjadi
dua yaitu faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi seperti jenis kelamin pria
lebih beresiko menderita aterosklerosis daripada wanita dan faktor resiko yang
dapat di modifikasi, yaitu:
Kadar kolesterol darah
Ini termasuk kolesterol LDL tinggi yang kadang-kadang disebut kolesterol
jahat dan kolesterol HDL rendah yang kadang-kadang disebut kolesterol baik.
Tekanan darah tinggi
Tekanan darah dianggap tinggi jika tetap pada atau di atas 140/90 mmHg
selama periode waktu.
Diabetes
Penyakit di mana kadar gula darah tubuh tinggi karena tubuh tidak membuat
cukup insulin atau tidak menggunakan insulin dengan benar.
Merokok
Hal ini bisa merusak dan mengencangkan pembuluh darah, meningkatkan
kadar kolesterol, dan meningkatkan tekanan darah. Merokok juga tidak
memungkinkan oksigen yang cukup untuk mencapai jaringan tubuh.
Faktor resiko minor aterosklerosis yaitu:
Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas dapat memperburuk faktor risiko lain untuk aterosklerosis.
Kegemukan atau obesitas
Kegemukan adalah memiliki berat badan ekstra dari otot, tulang, lemak, dan
air. Obesitas adalah memiliki jumlah tinggi lemak tubuh ekstra.
3
Riwayat keluarga penyakit jantung dini
Risiko aterosklerosis meningkat jika ayah atau saudara laki-laki didiagnosis
dengan penyakit jantung sebelum usia 55 tahun, atau jika ibu atau saudara
perempuan didiagnosis dengan penyakit jantung sebelum usia 65 tahun tetapi
meskipun usia dan riwayat keluarga penyakit jantung dini merupakan faktor
risiko, hal itu tidak berarti bahwa seseorang akan terkena aterosklerosis jika
orang tersebut memiliki satu atau keduanya. Membuat perubahan gaya hidup
atau mengkonsumsi obat-obatan untuk mengobati faktor risiko lainnya
seringkali dapat mengurangi pengaruh genetik dan mencegah aterosklerosis
berkembang, bahkan pada orang dewasa yang lebih tua.
1.3 Patogenesis
Pathogenesis aterosklerosis didasari oleh dua teori klasik, yang masing-
masingnya tidak mutlak berdiri sendiri. Kedua teori tersebut digabungkan
bersama dan disebut hipotesis reaksi terhadap jejas. Teori tersebut ialah:
Teori insudensi atau infiltrasi lemak
Teori ini menyatakan bahwa bercak aterosklerosis berkembang sebagai reaksi
dinding pembuluh darah terhadap peningkatan infiltrasi lemak dan protein
plasma dari darah. Diketahui bahwa terjadi pengaliran makromolekul plasma,
termasuk protein dan lipoprotein, masuk ke dalam dan keluar dari intima.
Sebenarnya tidak ada pembekalan darah dari intima karena vasa vasorum dam
pembuluh pembawa makanan yang menembus adventisia hanya mencapai
lapisan luar tunika media.jadi kehidupan tunika intima dan lapisan dalam tuika
media tergantung pengaliran plasma tersebut. Penimbunan tersebut
mencerminkan tentang peningkatan aliran masuk atau pengurangan dari
pemecahan lipoprotein.mekanisme penimbunan lemak diawali dengan
terjadinya jejas endotel. Jejas endotel merusak hambatan dan mempermudah
protein dan lipoprotein plasma memasukinya. Peningkatan glikosaminiglikan
(gugus karbohidrat pada proteoglikan) setempat atau peningkatan jumlah fibrin
yang tertimbun, maupun keduanya dapat menahan dan mengikat LDL dalam
intima. Mekanisme penimbunan lemak yang lain adalah mekanisme
penimbunan lemak intrasel dalam bercak. Perubahan setempat menyebabkan
sel otot polos dan magrofag atau molekul LDL ataupun keduanya mendorong
4
endositosis absorptif lemak yang tidak bergantung pada reseptor dalam jumlah
banyak, berakibat terjadi pembentukan sel buih. Terlepas dari mekanisme
penimbunan lemak intra dan ekstra sel, komponen utama isi lemak dalam
bercak berasal dari LDL plasma.
Teori enkrustasi atau trombogenik
Teori ini memiliki anggapan bahwa terjadinya sklerosis sebagai akibat episode
berulang thrombosis mural dan organisasinya, mengakibatkan pembentukan
bercak menonjol. Isi lemak pada atheroma dapat berasal dari kerusakan
trombosit, leukosit dan eritrosit. Thrombosis merupakan komplikasi bercak
aterosklerosis dan organisasi selaku mekanisme progresi bercak lebih
meyakinkan dari pada mengawalinya.
Gambar 1: Patogenesis aterosklerosis
5
1.4 Diagnosis
Gejala awal dari penyempitan arteri bisa berupa nyeri atau kram yang terjadi
pada saat aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen. Yang khas
gejala aterosklerosis timbul secara perlahan, sejalan dengan terjadinya
penyempitan arteri oleh ateroma yang juga berlangsung secara perlahan. Tetapi
jika penyumbatan terjadi secara tiba-tiba misalnya jika sebuah bekuan menyumbat
arteri maka gejalanya akan timbul secara mendadak.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dari penyempitan, perluasan
atau pengerasan arteri, antara lain:
Kelemahan atau tidak adanya denyut dibawah daerah penyempitan arteri.
Suara bising di seluruh arteri yang dapat terdengar dengan menggunakan
stetoskop.
Luka kecil menjadi sulit sembuh pada daerah dengan aliran darah terbatas.
Tanda-tanda dari aneurisma dalam abdomen atau di belakang lutut.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
penyakit aterosklerosis, antara lain:
Pemeriksaan darah untuk mengetahui peningkatan kolesterol dan gula darah.
Ankle brachial index (ABI) yaitu dengan cara pengukuran tekanan darah pada
kaki dan lengan yang dapat menunjukkan penyakit arteri perifer akibat
aterosklerosis.
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan radiologi, yaitu chest x-rays, CT scan dan MRI
Dopler ultrasound
Arteriografi resonansi magnetic
Arteriografi di daerah yang terkena
IVUS (intravascular ultrasound)
2. DISEKSI AORTA
6
2.1 Definisi
Diseksi aorta ditandai oleh robekan lapisan intimal dinding aorta yang
diawali oleh suatu proses degenerasi, atau disertai nekrosis kistik dari lapisan
tunika media.
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi DeBakey membagi diseksi aorta menjadi tiga tipe seperti terlihat
pada gambar berikut:
Gambar 2: Klasifikasi diseksi aorta
2.3 Patogenesis
Pemisahan pembuluh darah ini menimbulkan lumen arteria palsu, yang
berhubungan dengan lumen sejati melalui robekan pada intima. Diseksi tidak
meluas melingkari seluruh sirkumferensia pembuluh darah, tetapi memanjang
sepanjang pembuluh darah. Perluasan ini dapat menyumbat pembuluh darah pada
bagian yang mengalami diseksi, baik secara total atau parsial dengan cara
memisahkan muara pembuluh dengan lumen sejati. Pada akhirnya lumen palsu
dapat menimbulkan pembesaran aneurisma dari lapisan pembuluh darah luar
tetapi pembentukan aneurisma bukanlah ciri dari fase awal diseksi. Oleh karena
7
itu istilah diseksi aneurisma adalah suatu pemberian nama yang tidak tepat,
walaupun istilah ini sering dipakai sebagai sinonim dari diseksi aorta.
Diseksi aorta dicirikan menurut usia dan lokasi anatomi. Diseksi yang
diketahui dalam 2 minggu setelah awitan digolongkan sebagai diseksi akut jika
diperlukan lebih dari 2 minggu, diseksi ini dianggap kronik. Karena angka
kematian tertinggi untuk aneurisma yang tidak diobati adalah dalam 2 minggu
pertama, maka prognosis diseksi kronik jauh lebih baik dari pada diseksi akut.
2.4 Diagnosis
Gejala klinis yang paling sering dikeluhkan berupa rasa sakit di dada yang
tajam seperti dirobek dan timbul mendadak.3 Pada diseksi aorta tipe B dapat
dijumpai efusi pleura terutama pada paru kiri. Efusi pleura pada diseksi aorta
merupakan reaksi inflamasi pada area disekan. Akan tetapi pada beberapa kasus
dijumpai hematotoraks, akibat ruptur transien baik spontan maupun intermiten.
Beberapa manifestasi klinis lain walaupun jarang dijumpai berupa suara serak,
obstruksi saluran nafas atas, hemoptisis, disfagia dan hematemesis.4 Pasien datang
ke UGD dengan keluhan sesak disertai peningkatan tekanan darah. Sesak
ditimbulkan oleh efusi pleura hemoragis massif paru kiri, yang diduga akibat
ruptur disekan. Juga ditemukan komplikasi iskemik pembuluh cabang aorta
dengan tanda-tanda gagal ginjal akut.
Pemeriksaan Penunjang yang relevan pada pasien diseksi aorta adalah
Pemeriksaan Laboratorium, ekokardiografi, MRI, Ct scan.
2.5 Tatalaksana
• Tipe A à operasi
• Tipe B
a. Tanpa komplikasi à medikamentosa dan thoracic endovascular
aortic repair.
b. Komplikasi à thoracic endovascular aortic repair dan operasi.
3. ANEURISMA AORTA
8
3.1 Definisi
Kata aneurisma berasal dari bahasa yunani “aneurysma” berarti pelebaran.
Aneurisma adalah keadaan dimana pembuluh darah menjadi membesar secara
abnormal atau mengembang (over-inflated) seperti balon yang menonjol keluar.
Pelebaran yang terjadi adalah lokal dan lebih dari 50% diameter pembuluh darah.
Aneurisma sering terjadi pada arteri di basis otak (circulus Willisi) dan di aorta.
Aneurisma adalah keadaan yang berbahaya karena dapat ruptur dan menyebabkan
kematian kapan saja.
3.2 Klasifikasi
Aneurisma terdiri atas aneurisma aorta thorakalis dan aneurisma aorta
abdominalis.
a. Aneurisma aorta thorakalis terdiri dari:
• Aorta ascenden, sering dalam bentuk sakular atau dalam bentuk fusiform
oleh karena sifilis, arteriosklerosis, infeksi bakteri atau pasca stenosis.
Dapat terjadi bersamaan dengan kelainan katup aorta yang bisa
menyebabkan sumbatan osteum arteri koronaria sehingga menimbulkan
insufisiensi koroner.
• Arkus aorta, gejala khas berupa sindroma arkus aorta, sindroma colong
subklavia.
• Aorta descenden, biasanya berbentuk fusiform dan kebanyakan
disebabkan oleh arteriosklerosis.
Gejala klinik aneurisma aorta thorakalis, yaitu:
• Kebanyakan tanpa gejala dan diagnosa tegak kebetulan saat dilakukan
pemeriksaan foto polos thoraks.
• Gejala dapat berupa nyeri retrosternal yg menjalar ke punggung,
kerongkongan atau ke lengan.
• Dapat timbul sindrom vena cava superior, disfagia, stridor atau dispnea
dan suara parau.
Diagnosis aneurisma aorta thorakalis ditegakkan melalui:
9
• Gejala dan tanda klinis
• Lab serologis – sifilis
• CT scan à tidak hanya tepat dalam menentukan ukuran aneurisma tetrapi
juga menentukan hubungan terhadap arteria renalis.
• USG à pemeriksaan skrining pilihan dan bernilai juga untuk mengikuti
perkembangan aneurisma pada pasien dengan aneurisma yang kecil (<5
cm). Biasanya aneurisma membesar 10% diameter per tahunnya; sehingga
USG abdomen direkomendasikan untuk aneurisma yang lebih besar 3,5
cm.
• aortografi à diindikasikan sebelum repair aneurisma arterial oclusive
disease pada viseral dan ekstremitas bawah atau saat repair endograft akan
dilakukan.
Gambar 3: Ultrasonografi
10
Gambar 4: angiografi
b. Aneurisma abdominal
• Sebagian besar terjadi pada aorta abdominalis infra renal 95 % dan hanya
5 % di suprarenal.
• Etiologi aneurisma abdominal adalah aterosklerosis. Aterosklerosis akan
merusak tunika intima dan tunika media dinding aorta yang menyebabkan
dinding lemah dan terbentuk dilatasi fusiform.
• Penyebab lain sifilis, radang dan trauma jarang ditemukan.
Gejala klinik aneurisma abdominal, yaitu:
• Biasanya tanpa keluhan.
• Jika ada keluhan berupa nyeri pinggang intermitten dan terasa denyutan di
abdomen.
• Bila nyeri bersifat kolik sering diduga batu saluran kemih, batu kandung
empedu atau pankreatitis.
• Nyeri yang hebat dan disertai adanya tanda-tanda syok adalah suatu tanda
adanya ruptur aneurisma dan bisa menyebabkan terjadi sudden death (mati
mendadak).
11
Diagnosis aneurisma abdominal dapat ditegakkan melalui:
• Keluhan, gejala klinik dan pemeriksaan fisik.
• Pada pemeriksaan perut ditemukan massa berdenyut dan terletak ditengah
abdomen.
• Terdengar bising yg selaras dengan denyut jantung.
• USG Doppler
3.3 Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan untuk penatalaksanaan aneurisma abdominalis
adalah reseksi aneurisma dan rekonstruksi dengan arteri secara interposisi atau
bedah pintas. Kemungkinan tindakan lain adalah melakukan pintas dalam
aneurisma yang ditempatkan transluminal di arteri femoralis.
Indikasi operasi adalah pasien dengan diagnosis aneurisma ≥ 5 cm atau
dengan pelebaran aneurisma yang progresif dipertimbangkan untuk dilakukan
pembedahan. Perubahan mendadak seperti nyeri yang sangat hebat merupakan
tanda bahaya dan dapat merupakan suatu tanda pelebaran aneurisma yang
progresif, kebocoran, dan ruptur.
4. TROMBOFLEBITIS
4.1 Definisi
Tromboflebitis terdiri dari 2 kata, trombo yaitu bekuan dan flebitis yaitu
inflamasi pada vena. Tromboflebitis merupakan oklusi parsial atau komplit pada
vena oleh trombus dengan perubahan inflamasi pada dinding vena.
Tromboflebitis merupakan trombosis pada vena yang menyebabkan reaksi
radang lokal pada dinding vena. Trombosis dapat disebabkan oleh faktor eksogen
dan endogen. Faktor eksogen meliputi trauma, kelelahan, kurang gerak , pasca
bedah atau adanya keganasan. Faktor endogen karena faktor kelainan dinding
vena dan melambatnya aliran darah.
Rangsangan langsung pada vena dapat menimbulkan tromboflebitis seperti :
• Pemasangan infus jangka lama lebih dari 2 hari.
• Injeksi obat intra vena.
• Kelainan jantung yang mengubah aliran darah.
• Dehidrasi berat yg mengakibatkan hemokonsentrasi.
12
• Koagulasi sistemik yang meluas karena infeksi sistemik.
4.2 Klasifikasi
• Tromboflebitis vena superfisial
• Tromboflebitis superfisial
• Tromboflebitis vena profunda
• Deep vein trombosis (DVT)
4.3 Patogenesis
Ada 3 faktor yang berperan dalam terjadinya trombosis pada arteri atau
vena, yang dikenal sebagai “Triad of Virchow”:
Kelainan dinding pembuluh darah.
Perubahan aliran darah.
Perubahan daya beku darah.
Patogenesis terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut:
1. Stasis vena
Aliran darah vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama
pada daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup lama.
Statis vena merupakan predisposisi terjadinya trombosis lokal karena
menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor
pembekuan darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin.
2. Kerusakan pembuluh darah
Aktifitasi sel endotel oleh sitokines yang dilepaskan sebagai akibat
kerusakan jaringan dan proses peradangan.
3. Aktivitas faktor pembekuan
Terjadinya trombosis apabila aktifitas pembekuan darah meningkat atau
aktifitas fibrinolisis menurun. Trombosis vena banyak terjadi pada aktifitas
pembekuan darah meningkat, seperti pada hiperkoagulasi, defisiensi Anti
trombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan
plasminogen.
4.4 Diagnosis
Gejala Klinis tromboflebitis superfisial, yaitu:
• Jarang menimbulkan emboli.
• Umumnya mengeluh nyeri.
13
• Kulit disekitar merah dan panas.
• Kadang edem dan bengkak lokal.
• Ada gambaran erisipelas.
• Malaise.
Gambar tromboflebitis superfisial
4.5 Penatalaksanaan
Terapi tromboflebitis, ialah:
• Istirahat
• Pemberian kompres
• Pemberian analgetik
• Jika mengenai kaki , posisi kaki ditinggikan
• Tangan digantung dengan mitella.
• Pemberian antibiotik
14
5. DEEP VEIN TROMBOSIS
Dapat timbul setempat atau pada tempat yg lebih jauh. Ada dua mekanisme
utama yang mengawali trombosis yaitu kerusakan endotel pembuluh darah dan
kombinasi stasis dan kegagalan sistem fibrinolitik. Aliran darah yang lambat pada
vena dalam tungkai merupakan faktor resiko utama terjadinya deep vein
trombosis bersama peningkatan usia, immobilisasi pembedahan dan kehamilan.
DVT meningkat seiring dengan lamanya inaktifitas.
Gambar DVT pada ekstremitas atas
15
` Gambar DVT pada ekstremitas bawah
Faktor predisposisi terjadinya trombus, ialah:
1. Aliran yang lambat
2. Keadaan dinding pembuluh darah
3. Viskositas darah
16
• Pembedahan yang lama di perut , panggul dan anggota gerak bawah
beresiko tinggi terjadi trombosis.
• Pembedahan dan trauma dapat menyebabkan gangguan sistem koagulasi.
• Usia tua akibat degenarasi endotel dan aterosklerosis tunika media.
• Trombositosis mengakibatkan hiperkoagulasi dan meningkatkan
viskositas. Resiko meningkat trombosit lebih dari 800.000/mm3.
• Eritrosit yg meningkat menyebabkan viskositas darah meningkat. Ht >
15% akan meningkatkan DVT.
• Malignansi menyebabkan pelepasan tromboplastin yg akan mengaktifkan
sistem koagulasi.
• Gagal jantung terjadi karena kongesti, perlambatan aliran vena dan
trombosis.
• Pada obesitas terjadi penurunan aktifitas fibrinolysis dan terjadi trombosis.
• Pada kehamilan dijumpai hiperkoagulasi oleh karena peningkatan faktor
VII,VIII dan IX.
• Pada infeksi atau inflamasi terjadi kerusakan endotel pembuluh darah.
17
Diagnosis DVT ialah:
• Pada DVT tungkai hanya sekitar 10 % yg memperlihatkan peningkatan
lingkar tungkai lebih dari 1 cm.
• Penderita merasa sakit di paha atau kulit serta bengkak pada tungkai
bawah.
• Suhu kulit naik karena sebagian besar darah vena mengalir kembali
melalui vena superfisial yang melebar, namun bagian ekstremitas distal
sering dingin , pucat dan sianotik.
Pemeriksaan penunjang DVT ialah:
1. Venografi : diagnosa tegak bila dijumpai defek pengisian dalam lumen.
2. Plethysmography dilakukan dengan cara mengukur perubahan vol darah
dalam betis.
3. Penanda radioisotop.
4. USG doppler : terlihat perubahan kecepatan aliran darah vena.
Terapi DVT ialah:
• Pemberian anti koagulan heparin merupakan pilihan utama pada
thrombosis vena karena kerjanya cepat.dosis 100-200 mg/kg BB tiap 4-6
jam.
• Pemberian antikoagulan oral seperti warfarin sebagai terapi lanjutan
selama 3-6 bulan.
• Embolektomi atau pembedahan.
6. VARISES PADA TUNGKAI
6.1 Definisi
Varises adalah dilatasi vena yang menyebabkan vena memanjang dan
berkelok-kelok. Pada tungkai terdapat 3 sistem vena, yaitu:
1. Sistem vena superfisial (dangkal) yang terdiri dari Vena Safena Magna
(VSM) dan Vena Safena Parfa (VSP).
2. Sistem vena profunda (dalam) yang terdiri dari Sistem vena komunikans
(penghubung).
18
Seluruh sistem vena dilengkapi oleh katup yang menghadap ke arah jantung.
VSM memiliki 8 – 15 katup, sedangkan VSP memiliki 3 – 8 katup. Sistem ini
diperas kosong ke arah proksimal pada setiap kontraksi otot.
6.2 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya varises pada tungkai, yaitu:
Tekanan hidrostatik ñ à vena melebar à insufisiensi katup yang
dibawahnya.
Makin banyak katup yang insufisiensi à tekanan hidrostatik ñ di v.
safena magna & parva à katup komunikans & sistem vena dalam tidak
memadai à aliran darah akan berbalik ke proksimal à vena makin
melebar, memanjang & berkelok-kelok.
Tekanan ñ à eksudasi cairan à edema.
Edema mengganggu drainage vena à iskemi & migrasi leukosit à
inflamasi à kerusakan jaringan / ulkus.
6.3 Etiologi
Etiologi varises pada tungkai, yaitu:
1. Varises Primer (85%)
Penyebab tidak diketahui
Diduga karena kelemahan dinding vena
2. Varises Sekunder (15%)
Peninggian tekanan vena tepi akibat suatu kelainan tertentu, misalnya :
Kegagalan vena menahun
Fistula arteri-vena
Deep vein thrombosis
Tumor
Trauma
Anomali vena dalam / komunikans
6.4 Faktor resiko
Faktor resiko varises pada tungkai, yaitu:
Genetik à karena kelemahan dinding pembuluh darah bersifat diturunkan
Peningkatan tekanan hidrostatik dan volume darah pada tungkai, misalnya:
berdiri terlalu lama, kehamilan.
19
Usia à meningkat seiring dengan peningkatan usia. Penuaan
menyebabkan inkompetensi dari katup.
Jenis kelamin à perempuan lebih sering dibandingkan dengan laki-laki.
Adanya pengaruh dari perubahan hormonal saat kehamilan, pre-
menopause dan menopause.
Obesitas à obesitas menyebabkan tingginya tekanan pada pembuluh
darah vena.
6.5 Gejala klinis
Selain tidak enak dilihat, varises vena sering terasa sakit dan menyebabkan
kaki mudah lelah. Tetapi banyak juga penderita yang tidak merasakan nyeri,
meskipun venanya sangat melebar. Tungkai bagian bawah dan pergelangan kaki
bisa terasa gatal, terutama jika tungkai dalam keadaan hangat (setelah
menggunakan kaos kaki atau stoking). Rasa gatal menyebabkan penderita
menggaruk dan menyebabkan kulit tampak kemerahan atau timbul ruam. Hal ini
sering disalah-artikan sebagai kulit yang kering. Gejala yang terjadi pada varises
yang sedang berkembang kadang lebih buruk daripada gejala pada vena yang
telah sepenuhnya teregang.
6.6 Klasifikasi
Menurut klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic
(CEAP) varises vena tungkai dibagi berdasarkan berat ringan manifestasi
klinisnya yaitu :
Derajat 0 : tidak terlihat atau teraba tanda gangguan vena
Derajat I : telangiektasis atau vena retikular
Derajat II : varises vena
Derajat III : edem tanpa perubahan kulit
Derajat IV : perubahan kulit akibat gangguan vena (pigmentasi,
dermatitis statis, lipodermatosklerosis)
Derajat V : perubahan kulit seperti diatas dengan ulkus yang sudah
sembuh
Derajat VI : perubahan kulit seperti diatas dengan ulkus aktif
20
6.7 Diagnosis
Diagnosis varises pada tungkai ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Keluhan utama berupa rasa berat, rasa nyeri, rasa panas/sensasi terbakar
pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan kosmetik.
keluhan berkurang dengan elevasi tungkai.
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : vena terlihat melebar, berkelok-kelok dan berwarna kebiruan.
Dilihat juga apakah ada kelainan kulit seperti telangiektasis, dermatitis
statis, edem, perdarahan dan ulkus.
Palpasi : ketegangan varises vena, besarnya pelebaran vena.
Perkusi : mengetahui keadaan katup vena superfisial dengan cara mengetuk
vena bagian distaldan dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang
vena dibagian proksimal.
Tes Brodie Trendelenburg
1. Penderita dalam posisi berbaring, tungkai dinaikkan untuk mengkosongkan
isi vena.
2. Pasang Torniket pada pangkal paha.
3. Minta penderita berdiri dan lihat pengisian vena.
4. Pada katup kompeten (baik) : tidak terjadi pengisian.
5. Katup inkompeten : pengisisan 15-20 detik.
6. Torniket dilepas, katup Sapheno-femoral inkompeten: pengisian sangat
cepat.
21
7. Torniket dilepas, katup Sapheno-poplitea inkompeten: pengisisan lebih
lambat.
8. Bila torniket dipasang pada poplitea, torniket dilepas: pengisian cepat,
inkompetensi katup Sapheno-poplitea.
Untuk menentukan kompetensi katup-katup profunda digunakan :
1. Tes Perthes : Torniket dipasang pd pangkal paha, pasien diminta
berjalan-jalan berkeliling. Bila vena-vena tungkai jadi melebar, berarti ada
obstruksi. Bila tidak melebar, berarti vv. Komunikantes profunda masih
baik dan darah terus naik lewat system profunda.
2. Tes perban : Vena-vena superficial tungkai bawah ditekan dengan
perban elastik. Pasien berjalan-jalan selama 10 menit. Bila ada obstruksi pd
system profunda, pasien akan terasa nyeri.
3. Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi doppler
Duplex ultrasonografi
Plebografi
6.8 Penatalaksanaan
Terapi kompresi (compression stockings) varises pada tungkai, yaitu:
Skleroterapi
Terapi pembedahan
Laser therapy ( Endovenous laser therapy )
7. REYNAUND DISEASE
7.1 Definisi
Penyakit Raynaud adalah penyakit vaskular primer yang ditandai dengan
spasme temporer arteri kecil dan arteriol, biasanya di jari tangan atau, yang lebih
jarang, jari kaki. Spasme pembuluh darah menyebabkan hipoksia jaringan, yang
ditandai dengan kepucatan (putih) atau sianosis (kebiruan) pada jari, diikuti
dengan kemerahan (rubor) sewaktu mekanisme vasodilatasi lokal mengambil alih.
Biasanya, setelah satu episode spasme tidak terjadi kerusakan permanen. Akan
tetapi, apabila spasmenya hebat atau sangat sering, dapat terjadi kematian jaringan
dan pembentukan jaringan parut.
22
7.2 Etiologi
Penyebab penyakit Raynaud tidak diketahui, tetapi biasanya dijumpai pada
wanita muda sebagai respons terhadap pajanan dingin. Penyakit raynaud sering
terjadi pada kebanyakan wanita muda, berumur kurang dari 30 tahun yang
hidup di udara dingin.
7.3 Patofisiologi
Fase Pucat
Fase pucat disebabkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi ini terjadi karena
spasme pada pembuluh darah. Akibat dari spasme pembuluh darah maka kaki atau
tangan tidak dapat menerima aliran darah yang cukup dan bahkan tidak cukup
untuk menjaga nutrisi yang cukup.
Pada kasus yang parah, maka pembuluh darah itu terus menerus menyempit
selama bertahun-tahun, sehingga nutrisi sangat tidak tercukupi atau berkurang
yang kemungkinan besar akan menyebabkan iskemik pada jaringan dan jari-jari
tangan atau kaki dapat menyebabkan ganggren. Tapi pada kasus yang lebih jinak,
hanya terjadi sumbatan sementara pada pembuluh darah pada sebagian jaringan.
Pembuluh-pembuluh darah juga tidak dapat mengalir mengalir ke tangan atau
kaki, begitupun nutrisinya juga sangat tidak mencukupi. Di sini juga akan terjadi
iskemik pada jaringan, tetapi iskemik tersebut hanya berlangsung beberapa menit
23
dan akan terjadi Hyperemia Re-aktif. Setelah Hyperemia Re-aktif akan terjadi
Fase Sianotik.
Fase Sianotik
Dimana fase ini terjadi mobilitas bahan-bahan metabolik abnormal yang
mampu memperberat atau menambah rasa sakit, dimana rasa sakit tadi semakin
lama akan terus bertambah sakit. Setelah Fase Sianotik terjadi Fase Rubor.
Fase Rubor
Ini terjadi akibat dilatasi pembuluh darah pada tangan atau kaki dan
mungkin juga diakibatkan Hyperemia Re-aktif yang mampu menimbulkan warna
merah yang sangat pada tangan atau kaki. Kadang-kadang juga mampu
menimbulkan perasaan baal atau kesukaran dalam pergerakan motorik halus dan
suatu sensasi dingin.
7.4 Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinik Reynaund’s disease, yaitu:
Jari tampak pucat sampai kebiruan ketika ada spasme pembuluh darah dan
tampak kemerahan karena vasodilatasi kompensasi
Denyut arteri perifer dan tekanan darah tidak mengalami perubahan
Pada fase lanjut kulit berubah menjadi keras dan kaku menyerupai
skleroderma dan kadang terjadi gangren
Sangat dipengaruhi suhu dingin
Khas pada fenomena Raynaud ialah adanya respon warna trifasik ( pucat,
sianosis, merah).
24
Pemeriksaan fisik banyak tergantung pada data-data relatif tentang derajat
penyakit arteria, sehingga data-data yang diperoleh harus bersifat subjektif.12
1. Dilakukan perabaan denyut pada berbagai tempat disatu sisi tubuh dengan
dibandingkan secara relatif terhadap sisi kontralateral, untuk mengetahui
kekuatan kekuatan dan kesamaan. Cara: Denyut nadi dapat dibandingkan
sebelum dan sesudah berolahraga. Secara khas pada bagian distal dari suatu
lesi obstruksi akan menghilang setelah berolahraga.
Sistem skor :
Derajat kekuatan denyut nadi merupakan ukuran yang subjektif.
Skor-skor :
0 = tidak ada denyut
1 = ada denyut, tapi kekuatannya sangat kurang
2 = ada denyut, tapi kekuatannya berkurang sedang
3 = ada denyut, tapi kekuatannya sedikit berkurang
4 = ada denyut yang normal.
2. Tes menggantung dan mengangkat ekstremitas sangat berguna untuk
mengevaluasi penyakit oklusif, oleh karena aliran yang melintasi lesi obstruktif
bersifat bergantung pada tekanan dan sangat peka terhadap pengaruh gravitasi.
Perkiraan derajat oklusi bergantung pada waktu yang diperlukan untuk
menimbulkan pucat setelah pengangkatan dan rubor karena menggantung.
Pada keadaan normal, tidak ada warna pucat yang diamati dalam 60 detik
setelah ekstremitas diangkat dan warna akan kembali seperti semula dalam 10
detik.
3. Evaluasi pada tes sensasi, kekuatan otot dan temperatur kulit.
Pemeriksaan Penunjang untuk menentukan Reynaund’s disease, yaitu:
Pemeriksaan titer ANA (antinuclear antibody) dilakukan untuk
mengidentifikasi penyakit autoimun sebagai penyebab yang mendasari
fenomena Raynaud; tes selanjutnya harus dikerjakan jika pemeriksaan titer
ANA memberi hasil positif
Arteriografi dapat menyingkirkan kemungkinan penyakit arteri olkusif.
25
Ultrasonografi Doppler dapat memperlihatkan penurunan darah jika gejala
terjadi karena penyakit arteri oklusif.
7.5 Penatalaksanaan
1. Pemakaian sarung tangan atau kaos kaki (gloves atau mittens), ditujukan untuk
melindungi tangan atau kaki dari udara dingin.
2. Pasien sebisa mungkin berhenti merokok.
3. Terapi obat-obatan antara lain:
a. Alpha-Receptor (memblok faktor pembawa)
b. Nitroglycerin ointment (berupa salep)
c. Nifedipine (memblok saluran kalsium sehinggga mampu mengurangi
spasme)
4. Tindakan Simpatektomi
Dalam tindakan ini dilakukan pemblokan reflek simpatik. Tindakan ini
dilakukan dengan cara memotong serabut-serabut preganglionik dalam rantai
simpatik setinggi thoracal 2 dan thoracal 3 yang menyela impuls saraf simpatik
yang berasal dari medulla spinalis dari tangan atau kaki tersebut terutama berasal
dari gangguan stellatum namun pada tindakan ini gangguan stellatumnya tidak
dibuang, sebab dengan pembuangan serabut simpatik post ganglionik tadi akan
menyebabkan pembuluh-pembuluh darah menjadi sangat sensitif terhadap
noreepinefrin dan epinefrin darah sirkulasi. Bila sampai terjadi hal ini maka pada
tangan tetap timbul Raynaud’s Disease setiap kali terjadi rangsangan pada
kelenjar adrenal.
8. VASKULITIS
8.1 Definisi
Inflamasi yang terjadi pada dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh
deposisi kompleks imun atau cell mediated immune reactions. Vaskulitis dibagi
menjadi Takayasu arteritis, Giant cell arteritis dan Tromboangilitis obliterans
(Buerger disease).
8.2 Patogenesis
Vakulitis dipengaruhi oleh Kompleks Imun.
Aktivasi jalur komplemen
Kemoatraktan & anafilatoksin (migrasi neutrofil &
peningkatan permeabilitas)
Neutrofil konten lisosomal + toksin radikal bebas oksigen
Vessel injury
26
CELL
MEDIATED IMMUNE
REACTION
8.3
Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari vaskulitis dapat dilihat pada table dibawah ini:
Takayasu Arteritis Giant Cell
Arteritis
Tromboangitis
Obliterans
Lokasi Aorta & cabang utama Arteri sedang-
besar (kranial,
aorta+cabang)
Arteri kecil-sedang
distal (inflamasi
segmental)
Prevalensi 1-3 per 1 juta
80-90% wanita 10-40 tahun
24 per 100.000
>50 tahun, 65%
wanita
Pria <45 tahun,
merokok
HLA-A9, HLA-A54,
HLA B5
Gejala Malaise & demam
Iskemia serebrovaskular,
miokard, claudication lengan,
hipertensi
Polimialgia
rheumatika
Nyeri kepala
Nyeri wajah +
fatigue
mengunyah
Oklusi arteri distalà
fatigue, iskemia
Fenomena Raynaud
Thrombophlebitis
Limfosit T + antigen vaskular
Pelepasan limfokin (menarik limfosit & makrofag)
Nekrosis vaskular & trombosis lokal
Iskemia
organ
27
Gangguan
penglihatan
Histologi Inflamasi granulomatosa,
proliferasi & gangguan
elastisitas intima, fibrosis
Infiltrasi limfosit
+ makrofag,
fibrosis intima,
nekrosis fokal +
granuloma
Inflamasi & thrombosis
tanpa nekrosis
(keterlibatan vaskular
minimal)
Pemeriksaan ESR & CRP
meningkat
USG : halo
hipoechoic sekitar
lumen arteri
stenosis
Penanda inflamasi &
penyakit autoimun (-)
Arteriograf : stenosis
segmental (distal berat),
corkscrew kolateral,
aterosklerosis proks(-)
USG doppler
Tatalaksana Steroid & sitotoksik,
pembedahan bypass
Steroid sistemik
dosis tinggi
Penghentian merokok,
debridemen, menjaga
kebersihan ekstremitas
Prognosis 5 tahun à 80-90% Self limiting 1-5
tahun
9. BURGER DISEASE
9.1 Definisi
Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit
oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang.
Terutama mengenai pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior.
Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota
gerak dan jarang pada alat-alat dalam.
Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali
terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah
mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi
dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.
28
9.2 Etiologi
Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak
ada hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini
umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda,
kadang pada usia sekolah. Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan
pada penyakit ini.
9.3 Patogenesis
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi
beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi
yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar
thrombus. Pasien dengan penyakit ini memperlihatkan hipersensitivitas pada
injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat
sensitive pada kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endothelial
antibody sel , dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer.
Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau
pada pasien ini, yang diduga secara genetik memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan
terjadi perubahan patologis, yaitu:
a. Otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis.
b. Tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi
destruksi tulang yang berkembang menjadi osteomielitis.
c. Terjadi kontraktur dan atrofi.
d. Kulit menjadi atrofi.
29
e. Fibrosis perineural dan perivaskular.
f. Ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari.
9.4 Gambaran klinis
Tromboangitis Obliterans terutama disebabkan oleh iskemia. Gejala yang
paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam tingkatnya.
Pengelompokan Fontaine tidak dapat digunakan disini karena nyeri terjadi justru
waktu istirahat. Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan
akan berkurang bila ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga
dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud.
Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren, maka nyeri sangat
hebat dan menetap.
Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung
kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan
cermin penyakit oklusi arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau
tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik timbul progresif dan bisa mengenai tidak
hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena bisa memperlihatkan
tanda sianosis atau rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan kuku dan
akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa phalang distal
yang bisa berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada
tungkai dan fenomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari,
tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren
pada jari kaki sering terjadi pada penyakit buerger (gambar 4). Sakit mungkin
sangat terasa pada daerah yang terkena.
Gambar Manifestasi Klinis Buerger Disease
30
Perubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya
kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di
ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokonstriksi yang ditandai dengan
campuran pucat-sianosis-kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda
dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral. Pada
perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atau
hilang merupakan tanda fisik yang penting.
Tromboflebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun
sebelum tampaknya gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan
kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras
sepanjang beberapa milimeter sampai sentimeter di bawah kulit. Kelainan ini
sering muncul di beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung
selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-benjol. Tanda
ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir patognomonik untuk
tromboangitis obliterans.
Gejala klinis Tromboangitis Obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus
dan gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut dan sering didahului dengan udem
dan dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada
ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder
mulai dari kemerahan sampai ke tanda selulitis.
Gambar 5 merupakan gambar jari pasien penyakit Buerger yang telah
terjadi gangren. Kondisi ini sangat terasa nyeri dan dimana suatu saat dibutuhkan
amputasi pada daerah yang tersebut.
Gambar Ujung jari pada Buerger Disease
31
Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat.
Penyakit berkembang secara intermitten, tahap demi tahap, bertambah falang
demi falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang bakal
terserang tidak dapat diramalkan. Morbus buerger ini mungkin mengenai satu
kaki atau tangan, mungkin keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah
sekali karena tidurnya terganggu oleh nyeri iskemia.
9.5 Diagnosis
Diagnosis pasti penyakit Tromboangitis Obliterans sering sulit jika kondisi
penyakit ini sudah sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan
kriteria diagnosis walaupun kriteria tersebut kadang-kadang berbeda antara
penulis yang satu dengan yang lainnya.
Beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis penyakit
Buerger :
1. Adanya tanda insufisiensi arteri
2. Umumnya pria dewasa muda
3. Perokok berat
4. Adanya gangren yang sukar sembuh
5. Riwayat tromboflebitis yang berpindah
6. Tidak ada tanda arterosklerosis di tempat lain
7. Yang terkena biasanya ekstremitas bawah
8. Diagnosis pasti dengan patologi anatomi
Sebagian besar pasien (70-80%) yang menderita penyakit Buerger
mengalami nyeri iskemik bagian distal saat istirahat dan atau ulkus iskemik pada
tumit, kaki atau jari-jari kaki.
32
Gambar Kaki dari penderita dengan penyakit Buerger. Ulkus iskemik pada jari
kaki pertama, kedua dan kelima. Walaupun kaki kanan penderita ini kelihatan
normal, dengan angiographi aliran darah terlihat terhambat pada kedua kakinya.
Gambar 7. Tromboplebitis superficial jempol kaki pada penderita dengan
penyakit buerger.
Penyakit Buerger’s juga harus dicurigai pada penderita dengan satu atau
lebih tanda klinis berikut ini :
a. Jari iskemik yang nyeri pada ekstremitas atas dan bawah pada laki-laki
dewasa muda dengan riwayat merokok yang berat.
b. Klaudikasi kaki
c. Tromboflebitis superfisialis berulang
d. Sindrom Raynaud
9.6 Penatalaksanaan
Terapi medis penderita penyakit Buerger harus dimulai dengan usaha
intensif untuk meyakinkan pasien untuk berhenti merokok. Jika pasien berhasil
berhenti merokok, maka penyakit ini akan berhenti pada bagian yang terkena
sewaktu terapi diberikan. Sayangnya, kebanyakan pasien tidak mampu berhenti
merokok dan selalu ada progresivitas penyakit. Untuk pembuluh darahnya dapat
dilakukan dilatasi (pelebaran) dengan obat vasodilator, misalnya Ronitol yang
diberikan seumur hidup. Perawatan luka lokal, meliputi mengompres jari yang
33
terkena dan menggunakan enzim proteolitik bisa bermanfaat. Antibiotik
diindikasikan untuk infeksi sekunder.
Terapi bedah untuk penderita buerger meliputi debridement konservatif
jaringan nekrotik atau gangrenosa, amputasi konservatif dengan perlindungan
panjang maksimum bagi jari atau ekstremitas, dan kadang-kadang simpatektomi
lumbalis bagi telapak tangan atau simpatetomi jari walaupun kadang jarang
bermanfat.
Revaskularisasi arteri pada pasien ini juga tidak mungkin dilakukan
sampai terjadi penyembuhan pada bagian yang sakit. Keuntungan dari bedah
langsung (bypass) pada arteri distal juga msih menjadi hal yang kontroversial
karena angka kegagalan pencangkokan tinggi. Bagaimanapun juga, jika pasien
memiliki beberapa iskemik pada pembuluh darah distal, bedah bypass dengan
pengunaan vena autolog sebaiknya dipertimbangkan.
Gambar . Bypass arteri
Simpatektomi dapat dilakukan untuk menurunkan spasma arteri pada
pasien penyakit Buerger. Melalui simpatektomi dapat mengurangi nyeri pada
daerah tertentu dan penyembuhan luka ulkus pada pasien penyakit buerger
tersebut, tetapi untuk jangka waktu yang lama keuntungannya belum dapat
dipastikan.
Simpatektomi lumbal dilakukan dengan cara mengangkat paling sedikit 3
buah ganglion simpatik, yaitu Th12, L1 dan L2. Dengan ini efek vasokonstriksi
34
akan dihilangkan dan pembuluh darah yang masih elastis akan melebar sehingga
kaki atau tangan dirasakan lebih hangat.
Terapi bedah terakhir untuk pasien penyakit Buerger (yaitu pada pasien
yang terus mengkonsumsi tembakau) adalah amputasi tungkai tanpa
penyembuhan ulcers, gangrene yang progresif, atau nyeri yang terus-menerus
serta simpatektomi dan penanganan lainnya gagal. Hidarilah amputasi jika
memungkinkan, tetapi, jika dibutuhkan, lakukanlah operasi dengan cara
menyelamatkan tungkai kaki sebanyak mungkin.
Beberapa usaha berikut sangat penting untuk mencegah komplikasi dari penyakit
buerger:
Gunakanlah alas kaki yang dapat melindungi untuk menghindari trauma kaki
dan panas atau juga luka karena kimia lainnya.
Lakukanlah perawatan lebih awal dan secara agresif pada lula-luka ektremis
untuk menghindari infeksi.
Menghindar dari lingkungan yang dingin.
Menghindari obat yang dapat memicu vasokontriksi.