irigasi tetes asep prastowo

33
Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR Teknik Irigasi dan Drainase 1 Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu menerangkan tentang pengertian dan komponen irigasi tetes, uniformity dan efisiensi irigasi tetes. Merancang irigasi tetes Bahan Ajar 1. Pengantar Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran tanaman.Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari). Gambar 1 berikut memperlihatkan tanaman anggur dan tanaman pisang yang diberi air menurut irigasi tetes. (A) (B) Gambar 1. Penerapan irigasi tetes pada tanaman anggur (A) dan tanaman pisang (B) Irigasi tetes dapat diterapkan pada daerah-daerah dimana: a. Air tersedia sangat terbatas atau sangat mahal b. Tanah berpasir, berbatu atau sukar didatarkan c. Tanaman dengan nilai ekonomis tinggi Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an. Irigasi tetes mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metoda irigasi lainnya, yaitu: a. Meningkatkan nilai guna air

Upload: asrori-putra-bungsu

Post on 25-Jul-2015

394 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

1

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes Pendahuluan Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu menerangkan tentang pengertian dan komponen irigasi tetes, uniformity dan efisiensi irigasi tetes. Merancang irigasi tetes Bahan Ajar

1. Pengantar Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran tanaman.Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari). Gambar 1 berikut memperlihatkan tanaman anggur dan tanaman pisang yang diberi air menurut irigasi tetes.

(A) (B)

Gambar 1. Penerapan irigasi tetes pada tanaman anggur (A) dan tanaman pisang (B) Irigasi tetes dapat diterapkan pada daerah-daerah dimana: a. Air tersedia sangat terbatas atau sangat mahal b. Tanah berpasir, berbatu atau sukar didatarkan c. Tanaman dengan nilai ekonomis tinggi Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an. Irigasi tetes mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metoda irigasi lainnya, yaitu: a. Meningkatkan nilai guna air

Page 2: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

2

Secara umum, air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit dibandingkan dengan metode lainnya. Penghematan air dapat terjadi karena pemberian air yang bersifat local dan jumlah yang sedikit sehingga akan menekan evaporasi, aliran permukaan dan perkolasi. Transpirasi dari gulma juga diperkecil karena daerah yang dibasahi hanya terbatas disekitar tanaman.

b. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil Fluktuasi kelembaban tanah yang tinggi dapat dihindari dengan irigasi tetes ini dan kelembaban tanah dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman.

c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian Pemberian pupuk atau bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air irigasi, sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih sedikit, frekuensi pemberian lebih tinggi dan distribusinya hanya di sekitar daerah perakaran.

d. Menekan resiko penumpukan garam Pemberian air yang terus menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam dari daerah perakaran.

e. Menekan pertumbuhan gulma Pemerian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman, sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan.

f. Menghemat tenaga kerja Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis, sehingga tenaga kerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Penghematan tenaga kerja pada pekerjaan pemupukan, pemberantasan hama dan penyiangan juga dapat dikurangi.

Sedangkan Kelemahan atau kekurangan dari metode irigasi tetes adalah sebagai berikut: a. Memerlukan perawatan yang intensif

Penyumbatan pada penetes merupakan masalah yang sering terjadi pada irigasi tetes, karena akan mempengaruhi debit dan keseragaman pemberian air. Untuk itu diperlukan perawatan yang intesif dari jaringan irigasi tetes agar resiko penyumbatan dapat diperkecil.

b. Penumpukan garam Bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dan pada derah yang kering, resiko penumpukan garam menjadi tinggi.

c. Membatasi pertumbuhan tanaman Pemberian air yang terbatas pada irigasi tetes menimbulkan resiko kekurangan air bila perhitungan kebutuhan air kurang cermat.

d. Keterbatasan biaya dan teknik Sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang tinggi dalam pembangunannya. Selain itu, diperlukan teknik yang tinggi untuk merancang, mengoperasikan dan memeliharanya.

2. Metoda Pemberian Air Pada Irigasi Tetes Pemberian air irigasi pada irigasi tetes meliputi beberapa metoda pemberian, yaitu sebagai berikut: a. Irigasi tetes (drip irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dalam bentuk

tetesan yang hampir terus menerus di permukaan tanah sekitar daerah perakaran dengan menggunakan emitter. Debit pemberian sangat rendah, biasanya kurang dari 12l/jam untuk point source emitter atau kurang dari 12l/jam per m untuk line source emitter.

Page 3: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

3

(1) (2)

(3)

b. Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation). Pada metoda ini air irigasi diberikan menggunakan emitter di bawah permukaan tanah. Debit pemberian pada metoda irigasi ini sama dengan yang dilakukan pada irigasi tetes.

c. Bubbler irrigation. Pada metoda ini air irigasi diberikan ke permukaan tanah seperti aliran kecil menggunakan pipa kecil (small tube) dengan debit sampai dengan 225 l/jam. Untuk mengontrol aliran permukaan (run off) dan erosi, seringkali dikombinasikan dengan cara penggenangan (basin) dan alur (furrow)

d. Irigasi percik (spray irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dengan menggunakan penyemprot kecil (micro sprinkler) ke permukaan tanah. Debit pemberian irigasi percik sampai dengan 115 l/jam. Pada metoda ini, kehilangan air karena evaporasi lebih besar dibandingkan dengan metoda irigasi tetes lainnya.

Irigasi tetes juga dapat dibedakan berdasarkan jenis cucuran air menjadi (Gambar 2): (a) Air merembes sepanjang pipa lateral (viaflo) (b) Air menetes atau memancar melalui alat aplikasi yang di pasang pada pipa lateral (c) Air menetes atau memancar melalui lubang-lubang pada pipa lateral

Gambar 2. Viaflo (1), alat aplikasi yang dipasang pada lateral (2) dan pipa berlubang (3)

a. Komponen Irigasi Tetes

Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa pembagi, pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Terdapat berbagai variasi tata-letak (layout) irigasi tetes seperti pada Gambar 4.

1. Unit utama (head unit)

Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama dan komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup). Gambar 2.3 komponen unit utama dari suatu sistem irigasi tetes.

2. Pipa utama (main line) Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchlorida (PVC), galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7.5–25 cm. Pipa utama dapat dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah.

Page 4: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

4

Gambar 3. Komponen irigasi tetes

3. Pipa pembagi (sub-main, manifold)

Pipa pembagi dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80-100 μm), katup selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan berdiameter antara 50 – 75 mm. Penyambungan pipa pembagi–pipa utama dapat dibuat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

4. Pipa Lateral

Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi, umumnya dari pipa polyethylene (PE) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, berdiameter 8 – 20 mm dan dilengkapi dengan katup pembuang. Penyambungan pipa lateral–pipa pembagi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pada Gambar 8.

5. Alat aplikasi (applicator, emission device)

Alat aplikasi terdiri dari penetes (emitter), pipa kecil (small tube, bubbler) dan penyemprot kecil (micro sprinkler) yang dipasang pada pipa lateral, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9, Gambar 10 dan Gambar 11. Alat aplikasi terbuat dari berbagai bahan seperti PVC, PE, keramik, kuningan dan sebagainya.

Alat aplikasi yang baik harus mempunyai karakteristik : 1. Debit yang rendah dan konstan 2. Toleransi yang tinggi terhadap tekanan operasi 3. Tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu 4. Umur pemakaian cukup lama

Page 5: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

5

Gambar 4. Berbagai variasi tata-letak sistem irigasi tetes

Gambar 5. Unit utama

Page 6: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

6

Gambar 6. Penyambungan pipa pembagi – pipa utama

Gambar 7. Pipa polyethylene (PE)

Gambar 8. Berbagai cara penyambungan pipa lateral – pipa pembagi

Page 7: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

7

Gambar 9. Berbagai jenis emitter

Gambar 10. Bubbler

Gambar 11. Penyemprot kecil (micro sprinkler)

Page 8: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

8

b. Kebutuhan Air Pada Irigasi Tetes Sistem irigasi tetes umumnya didesain dan dioperasikan untuk memberikan air irigasi dengan debit yang rendah dan kerap serta membasahi sebagian dari permukaan tanah. Tanah Yang Terbasahkan Pergerakan air arah horizontal pada irigasi tetes sangat terbatas. Pada tanah berpasir, walaupun pergerakan arah vertikal masih terus berlangsung, pergerakan air arah horizontal akan mencapai suatu jarak maksimum tertentu. Umumnya daerah yang terbasahkan menyerupai bola lampu (bulb) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12. Area terbasahkan dari irigasi tetes dengan volume tertentu tetapi diberikan dengan debit pemberian yang berbeda adalah hampir serupa seperti yang ditunjukkan oleh Roth (1974) seperti Gambar 13.

Gambar 12. Profil terbasahkan irigasi tetes

Gambar 13. Area terbasahkan dengan volume yang sama (12 gal)

Page 9: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

9

Luas daerah terbasahkan oleh sebuah emitter sepanjang bidang horizontal pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah disebut dengan luasan terbasahkan (wetted area, Aw). Nilai Aw tergantung kepada laju dan volume pemberian air, serta textur, struktur, kemiringan dan lapisan-lapisan tanah. Persamaan empiris untuk menghitung kedalaman dan diameter terbasahkan adalah sebagai berikut:

45.0

63.01 )( ⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛=

qK

VKz sw .. /1/; dan

17.022.0

2 )(−

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

qK

VKw sw ... /2/

dimana z : kedalaman terbasahkan, m, w : diameter terbasahkan, m, K1 : koefisien (29.2), Vw : volume pemberian air, l, Ks : konduktivitas jenuh, m/det dan K2 : koefisien (0.031). Tabel 1 memberikan nilai perkiraan Aw dari emitter standar 4 l/jam pada berbagai kedalaman dan tekstur tanah. Luas terbasahkan pada Tabel 3.1 tersebut berdasarkan kepada bidang persegiempat. Sisi terpanjang merupakan diameter terbasahkan maksimum yang diharapkan (w), dan sisi terpendek merupakan 80 % dari diameter terbasahkan maksimum yang diharapkan (Se’).

Tabel 1. Perkiraan nilai Aw dari emitter dengan debit 4 l/jam

Ekuivalen luas terbasahkan (mxm) Kedalaman dan

tekstur Tanah homogen Tanah semi-berlapis Tanah berlapis Kedalaman 0.75 m - Kasar - Sedang - Halus

0.4 x 0.5 0.7 x 0.9 0.9 x 1.1

0.6 x 0.8 1.0 x 1.2 1.2 x 1.5

0.9 x 1.1 1.2 x 1.5 1.5 x 1.8

Kedalaman 1.5 m - Kasar - Sedang - Halus

0.6 x 0.8 1.0 x 1.2 1.2 x 1.5

1.1 x 1.4 1.7 x 2.1 1.6 x 2.0

1.4 x 1.8 2.2 x 2.7 2.0 x 2.4

Parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat pembasahan adalah persentase terbasahkan (Pw, wetted percentage), yaitu merupakan nisbah antara luas areal yang terbasahkan (pada kedalaman 15 – 30 cm) dengan luas bayangan tajuk tanaman pada siang hari. Persentase terbasahkan dipengaruhi oleh debit dan volume pemberian air dari setiap alat aplikasi, spasi alat aplikasi dan jenis tanah. Nilai Pw secara umum berkisar antara 1/3 (33 %) sampai 2/3 (67 %). Pw untuk daerah yang menerima banyak hujan dan tanah bertekstur sedang sampai berat dapat lebih kecil dari 33 %. Pw untuk tanaman yang ditanam renggang diusahakan dibawah 67 % agar daerah antara tanaman cukup kering dan memudahkan perawatan tanaman. Pw dapat mendekati 100 % untuk tanaman yang ditanam rapat dengan spasi lateral kurang dari 1.8 m. Gambar 14 menunjukkan pengaruh tata letak alat aplikasi dengan nilai Pw pada tanaman individual. Nilai Pw dapat dihitung seperti berikut: a. Untuk sistem lateral tunggal dan lurus:

Page 10: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

10

100rp

ep

SSwSN

Pw = /3/

dimana : Pw : persentase luas tanah yang terbasahkan sepanjang bidang horizontal 30 cm dibawah permukaan tanah (%), Np : jumlah emitter per tanaman, Se : spasi emitter (m atau ft), Sp : spasi tanaman (m atau ft), Sr : spasi barisan tanaman (m atau ft). Jika Se > Se’ (yaitu merupakan spasi emitter optimum yang besarnya 80 % dari perkiraan diameter terbasahkan, Aw)

b. Untuk sistem lateral ganda:

1002/)'('

rp

eep

SSwSSN

Pw+

= /4/

dimana w adalah lebar terbasahkan yang sama dengan diameter lingkaran terbasahkan pada emitter tunggal. Jika Se < Se’, maka Se’ pada persamaan di atas diganti dengan Se

c. Untuk spray emitter:

[ ]

1002/)'(

rp

esp

SSxPSSAN

Pw+

= /5/

dimana As : luas permukaan tanah yang terbasahkan oleh sprayer, m2 atau ft2 dan PS : keliling area terbasahkan, m atau ft. Jumlah emitter per tanaman tergantung kepada spasi tanaman dan tingkat area terbasahkan. Tabel 2 dapat digunakan sebagai pedoman kasar untuk menentukan spasi emitter.

Tabel 2. Spasi emitter yang disarankan

Debit emitter (l/jam)

2 4 8

Tanah Spasi yang disarankan (m x m)

Ringan Menengah

Berat

0.4 x 0.4 0.8 x 0.8 1.2 x 1.2

0.8 x 0.8 1.2 x 1.2 1.6 x 1.6

1.2 x 1.2 1.6 x 1.6 2.0 x 2.0

Kebutuhan Air Irigasi Tetes Pada irigasi tetes, evaporasi ditekan sekecil mungkin, sehingga secara praktis, kebutuhan air tanaman hanya berupa transpirasi. Transpirasi harian pada periode puncak ditentukan dengan persamaan:

[ ]5.0)(1.0 ddd PUT = /6/ dimana Td : transpirasi harian pada periode puncak (mm/hari), Ud : kebutuhan air harian rata-rata pada bulan puncak dan pertumbuhan tanaman maksimum dengan

Page 11: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

11

canopy sempurna (mm/hari), dan Pd : persentase dari penutupan permukaan tanah oleh bayangan canopy pada siang hari (%).

Pada saat canopy tanaman sangat sedikit, Pd sama dengan 1 % atau lebih besar dan Td minimum > 0.1 Ud. Bila canopy semakin meningkat, maka nilai Td akan mendekati nilai Ud, sehingga pada saat Pd = 100 %, maka Td = Ud. Tanaman buah-buahan yang matang umumnya mempunyai nilai Pd maksimum = 80 %. Untuk satu musim, transpirasi tanaman akan menjadi :

[ ]5.0)(1.0 ds PUT = /7/

Kebutuhan air irigasi bersih maksimum per pemberian (aplikasi) adalah sama dengan MAD (management allowed deficit) dan dihitung dengan persamaan:

ZWPMADd a

wx 100100= /8/

dimana dx : jumlah air irigasi maksimum per aplikasi (mm), Wa : air tersedia di dalam tanah (mm/m) dan Z : kedalaman perakaran (m). Kebutuhan air irigasi bersih per aplikasi, dn dihitung dengan persamaan:

'fTd dn = /9/ dan d

xx T

df = /10/

dimana f’ : interval irigasi (hari), fx : interval irigasi maksimum (hari). Penentuan nilai f’ haruslah menghasilkan dn ≤ dx. Sedangkan jika f’ = 1 maka dn = Td. Kebutuhan air irigasi keseluruhan (gross) per aplikasi haruslah meliputi kehilangan air karena perkolasi yang tak dapat dihindarkan. Akan tetapi perkolasi yang berguna untuk pencucian (leaching) pada daerah arid tidak termasuk kedalam kehilangan air, yang besarnya dihitung dengan :

)(max2)(( ) e

w

dw

w

Nn

N

nn

n

ECEC

ECEC

LDL

LdLLR ==

+=

+= /11/

dimana LR : nisbah keperluan pencucian yang berupa nisbah antara kedalaman air untuk pencucian dengan kedalaman air irigasi yang dibutuhkan (ET dan pencucian), dn : kedalaman air irigasi bersih per aplikasi (mm), Dn : kebutuhan air irigasi bersih musiman atau tahunan (mm), Ln : kebutuhan air untuk pencucian per aplikasi (mm), LN : kebutuhan air irigasi musiman atau tahunan (mm), ECw : konduktivitas elektrik air irigasi (dS/m), ECdw : konduktivitas elektrik air perkolasi (dS/m) dan max ECe : konduktivitas elektrik maksimum dimana produksi turun menjadi nol (dS/m). Pada periode puncak, diperlukan tambahan kebutuhan air karena adanya perkolasi yang tak dapat dihindarkan dan dinyatakan dengan nisbah transmisi (kedalaman air irigasi keseluruhan yang dibutuhkan untuk memenuhi transpirasi dibagi dengan

Page 12: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

12

transpirasi). Nisbah transmisi pada periode puncak (Tr) dan musiman (TR) dijelaskan pada Tabel 3 dan Tabel 5

Gambar 14. Tata letak alat aplikasi dan nilai Pw

Nilai TR yang besar pada zona iklim basah juga mencakup kesulitan penjadwalan irigasi karena hujan. Kebutuhan air keseluruhan ini mencerminkan efisiensi dari sistem irigasi tetes tersebut. Untuk selama satu musim disebut dengan efisiensi musiman (Es) dan dhitung dengan: - Bila perkolasi musiman sama atau lebih kecil daripada kebutuhan pencucian (TR ≤ 1.0/(1.0-LRt) :

Page 13: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

13

EUEs = /12/ - Bila perkolasi musiman lebih besar daripada kebutuhan pencucian (TR > 1.0/(1.0-

LRt) :

)0.1( tRs LRT

EUE−

= /13/

Tabel 3. Nilai Tr pada berbagai kedalaman perakaran dan tekstur tanah

Tekstur tanah Kedalaman perakaran Sangat kasar Kasar Menengah Halus

- Dangkal : < 0.8 m - Menengah : 0.8 – 1.5 m - Dalam : > 1.5 m

1.20 1.10 1.05

1.10 1.05 1.00

1.05 1.00 1.00

1.00 1.00 1.00

Kedalaman air irigasi keseluruhan per irigasi (dg) dan per musim (Dg) dalam mm menjadi:

- Untuk Tr ≥ 0.9/(1.0-LRt) : EU

Tdd rng

100= .../14/ dan

EUTDD Rn

g100

= ... /15/

- Untuk Tr < 0.9/(1.0-LRt) : )0.1(

100

t

ng LREU

dd−

= ... /16/ dan

)0.1(100

t

ng LREU

DD−

= ... /17/

Volume air irigasi (l) keseluruhan per tanaman per hari, G, adalah:

rpg SS

fd

G'

= /18/

sedangkan volume air irigasi keseluruhan dalam satu musim (Vs) dalam ha-m dihitung dengan:

KAD

V gs = /19/

dimana A : luas tanaman, ha dan K : konstanta (=1000)

Page 14: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

14

Tabel 4. Nilai ECe beberapa jenis tanaman

Tabel 5. Nilai TR.pada berbagai kedalaman perakaran dan tekstur tanah

Tekstur tanah Zona iklim dan kedalaman perakaran Sangat kasar Kasar Menengah Halus

Kering - < 0.8 m - 0.8 – 1.5 m - > 1.5 m

1.15 1.10 1.05

1.10 1.10 1.05

1.05 1.05 1.00

1.05 1.05 1.00

Basah - < 0.8 m - 0.8 – 1.5 m - > 1.5 m

1.35 1.25 1.20

1.25 1.20 1.10

1.15 1.10 1.05

1.10 1.05 1.00

c. Emitter

Tipe Emitter Tipe emitter yang utama antara lain adalah long path, short orifice, vortex, pressure compensating dan porous pipe. Skema dari beberapa tipe emitter tersebut

Page 15: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

15

ditunjukkan pada Gambar 15. Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat dibedakan menjadi (Gambar 16) : a. On-line emitter. On-line emitter di pasang pada lubang yang dibuat di pipa

lateral b. In-line emitter. In-line emitter di pasang pada pipa lateral dengan cara

memotong pipa lateral.

Emitter juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya (Gambar 17), yaitu: a. Point source emitter. Point source emitter di pasang dengan spasi yang

renggang dan mempunyai debit yang relatif besar. Point source emitter dapat dipasang dengan pengeluaran (outlet) tunggal, ganda maupun multi.

b. Line source emitter. Line source emitter dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa berlubang juga dimasukkan pada katagori ini.

Emitter berpengeluaran tunggal dapat untuk mengairi areal yang sempit atau di pasang disekitar tanaman yang lebih besar seperti emitter berpengeluaran ganda atau multi. Emitter berpengeluaran ganda umumnya digunakan untuk tanaman perdu dan emitter berpengeluaran multi untuk tanaman buah-buahan. Tanaman dalam baris seperti sayuran lebih sesuai menggunakan line source emitter.

Debit Emitter Debit emitter dihitung dengan persamaan : a. Untuk orifice emitter :

21

0 )2(6.3 gHACq = /20/

dimana q : debit emitter, l/jam, A : luas penampang orifice, mm2, Co : koefisien orifice (0.6), H : tekanan, m, dan g : percepatan gravitasi, 9.81 m/det2.

b. Untuk long path emitter : 2

1)/2(8.113 fLgHDAq = /21/

dimana D : diameter dalam, mm, L : panjang pipa, m dan f : faktor gesekan (Darcy-Weisbach). Secara empiris debit aliran dari kebanyakan emitter dinyatakan dengan persamaan :

xKHq = /22/

dimana : q : debit emitter, l/jam, K : koefisien debit, H : tekanan operasi pada emitter, m dan x : eksponen debit. Nilai k dan x dapat ditentukan dengan mengetahui 2 nilai debit (q1 dan q2) yang dihasilkan dari 2 tekanan (H1 dan H2) yang berbeda. Nilai dihitung dengan:

)/log()/log(

21

21

HHqq

x = /23/

Page 16: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

16

kemudian nilai K dihitung dengan menggunakan persamaan /24/.

Umumnya, nilai x = 0.5 untuk emitter dengan aliran turbulen (orifice dan nozzle emitter dan sprayer), x = 0 untuk fully compensating emitter, x = 0.7 – 0.8 untuk long path emitter, x = 0.4 untuk vortex emitter dan x = 0.5 – 0.7 untuk tortuous path emitter.

Gambar 15.Skema beberapa tipe emitter: (a) orifice emitter, (b) orifice-vortex emitter, (c)

emitter using flexible orifice in series, (d) continuous flow principle for multiple flexible orifice, (e) ball and slotted seat, (f) long-path emitter small tube, (g) long-path emitter, (h) compensating long-path emitter, (i) long-path multiple outlet emitter, (j) groove and flop short-path emitter, (k) groove and disc short-path emitter (l) twin wall emitter lateral

Variasi Debit Emitter Emitter yang baik haruslah menghasilkan debit yang sama pada tekanan operasi yang sama. Akan tetapi, setiap emitter tidak dapat dibuat persis sama. Tingkat variasi debit emitter ini dinyatakan dengan koefisien variasi pabrikasi emitter (coefficient of manufacturing for the emitter), v , yaitu:

Page 17: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

17

(a) (b)

a

an

qnnqqqq

v)1/().....( 222

22

1 −−+++= /25/

dimana q1, q2 … qn : debit setiap emitter, l/jam, n : jumlah emitter (≥ 50 buah) dan qa : debit emitter rata-rata, l/jam.. Nilai v yang disarankan diklasifikasikan seperti pada Tabel 6 berikut.

Gambar 16. In line emitter (a) dan on line emitter (b)

Tabel 6. Klasifikasi v yang disarankan

Tipe emitter v Klasifikasi Point source

< 0.05 0.05 – 0.10 0.10 – 0.15

> 0.15

Baik Menengah Kurang Tidak baik

Line source < 0.10 0.10 – 0.12

> 0.2

Baik Menengah Kurang hingga tidak baik

Pada penggunaan emitter yang lebih dari satu untuk setiap tanaman, diterapkan system coefficient of manufacturing variation, vs, yaitu :

ps N

vv = /26/

dimana Np : jumlah emitter per tanaman. Keseragaman Emisi Keseragaman pemberian air dari setiap emitter pada keseluruhan sistem irigasi tetes dinyatakan dengan Keseragaman Emisi (Emission Uniformity, EU) yang dihitung menggunakan persamaan :

Page 18: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

18

a

n

qq

EU'

100= ; atau /27/

ap qq

vN

EU min)27.10.1(100 −= /28/

dimana qn’ : debit rata-rata dari 25 % debit terendah (l/jam), qa : debit rata-rata dari keseluruhan emitter (l/jam), dan qmin : debit minimum terendah (l/jam). Keseragaman emisi (EU) yang disarankan oleh ASAE seperti yang disajikan pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan

Tipe emitter Topografi EU untuk daerah kering (%)

Point source pada tanaman permanen a

Seragam c Bergelombang d

90 – 95 85 - 90

Point source pada tanaman permanen atau semi permanen b

Seragam Bergelombang

85 – 90 80 - 90

Line source pada tanaman tahunan dalam baris

Seragam Bergelombang

80 – 90 70 - 85

a spasing > 4 m b spasing < 2 m c kemiringan < 2 % d kemiringan > 2 % Untuk daerah basah (humid) nilai EU lebih rendah hingga 10 % Penentuan Debit Dan Tekanan Operasi Untuk menentukan debit emitter rata-rata (qa), terlebih dahulu tentukan suatu debit emitter tertentu qa (l/jam), kemudian dihitung lama pemberian air Ta (jam/hari) dengan persamaan:

apa qN

GT = /29/

Maximum lama pemberian air per hari haruslah < 90 % dari waktu tersedia (24 jam) yaitu kurang dari 21.6 jam/hari. Selain itu, sistem haruslah dioperasikan srcara hampir terus-menerus setidaknya 12 jam/hari. Jika sistem dibagi menjadi beberapa unit stasiun operasi (Ns), maka lama pemberian air untuk setiap unit menjadi 21.6/Ns jam. Dengan konsep ini, jumlah unit stasiun operasi yang diperlukan dapat ditentukan dan kemudian di tentukan nilai Ta dimana 12 jam/hari < Ta < 21.6 jam/hari. Pengambilan keputusan penentuan qa dan Ta adalah sebagai berikut : a) Jika Ta ≈ 21.6 jam/hari, gunakan satu stasiun operasi, Ns = 1, pilih Ta ≤ 21.6

jam/hari, dan sesuaikan besar qa b) Jika Ta ≈ 10.8 jam/hari, gunakan Ns = 2, pilih Ta ≤ 10.8 jam/hari, dan sesuaikan

besar qa

Page 19: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

19

c) Jika 12 < Ta < 18 jam/hari, untuk mendapatkan Ta ≈ 90 %, pilih emitter lain atau jumlah emitter per tanaman yang berbeda. Hal ini akan mengurangi biaya investasi.

Gambar 17. Point dan line source emitter

Tekanan emitter rata-rata (Ha) yang memberikan debit yang telah ditentukan (qa) dapat menggunakan spesifikasi dasar dari emitter yang berupa hubungan antara debit (q) dengan tekanan (H). Ha dihitung dengan :

Page 20: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

20

xa

a qqHH

/1

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛= /30/

d. Pipa Lateral

Pipa lateral mengalirkan air dari pipa utama dan pipa pembagi ke alat aplikasi. Pipa lateral didesain untuk dapat memberikan variasi debit dari alat aplikasi sepanjang pipa pada tingkat yang dapat diterima. Faktor utama yang menyebabkan variasi debit dari alat aplikasi sepanjang pipa lateral adalah perbedaan tekanan operasi sepanjang pipa karena gesekan, kehilangan minor dan perbedaan elevasi. Umumnya pipa lateral mempunyai diameter yang konstant. Penggunaan beberapa diameter pipa (semakin mengecil ke arah ujung lateral) dapat menekan biaya investasi, akan tetapi penggunaan lebih dari 2 diameter pipa menjadi tidak praktis. Banyak sistem mempunyai sepasang pipa lateral, yang memanjang kearah yang berlawanan dari pipa pembagi. Pada lahan dengan kemiringan searah pipa lateral < 3 %, kedua pipa lateral dapat mempunyai panjang yang sama, karena tekanan operasi dikedua ujung pipa lateral relatif sama. Pada lahan dengan kemiringan searah pipa lateral yang besar, pipa lateral menaik (upslope) akan lebih pendek sari pada pipa lateral menurun (downslope).

Hidrolika Pipa Lateral Kehilangan tekanan karena gesekan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Hazen-William :

852.1871.4 )/100(628.0 CQLDhf−= /31/

dimana hf : kehilangan tekanan, m, L : panjang pipa, m, D : diameter pipa, mm, Q : debit aliran, l/jam, dan C : koefisien (130 – 150).

Kehilangan tekanan karena gesekan pada pipa plastik halus dengan diameter kurang dari 125 mm disederhanakan menjadi :

75.4

75.1100DQK

Lh

J f == /32/

dimana J : gradien kehilangan tekanan, m/100 m, hf : kehilangan tekanan karena gesekan, m, K : konstanta (7.89 x 107), Q : debit aliran, l/det, L : panjang pipa, m, dan D : diameter dalam pipa, m.

Pemasangan emitter pada pipa lateral menyebabkan tambahan kehilangan tekanan dan dihitung dengan :

e

ee

SfSjJ +

=' /33/

dimana J’ : gradien kehilangan tekanan ekivalen dari pipa lateral dengan emitter, m/100 m, Se : spasi emitter, m, fe : kehilangan tekanan karena pemasangan emitter dan dinyatakan dengan panjang lateral, m.

Nilai J dari pipa polyethylene disajikan pada Tabel 8 dan nilai fe ditentukan menggunakan Gambar 18 .

Page 21: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

21

Kehilangan tekanan pipa lateral dengan pengeluaran (outlet) yang dipasang pada spasi tertentu (hf) dan debit yang sama dari setiap pengeluaran ditentukan dengan:

100/' FLJhf = /34/ dimana F : koefisien reduksi. Karena pipa lateral selalu mempunyai pengeluaran lebih dari 15, maka F = 0.36.

Kehilangan tekanan pada titik-titik tertentu sepanjang lateral ditentukan dengan :

75.2

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡=

Lxhh ffx /35/

dimana hfx : kehilangan tekanan dari titik x sampai ujung pipa (m), x : jarak antara titik x dengan ujung pipa (m), L : panjang pipa lateral (m).

Keller dan Karmelli (1975) menyatakan bahwa kehilangan tekanan di pipa lateral umumnya sebesar 55 % dari kehilangan tekanan total.

Debit pipa lateral rata-rata (Ql) dalam l/menit adalah:

6060a

e

al

qSLNqQ == /36/

dimana N : jumlah emitter sepanjang pipa lateral Debit emitter rata-rata dan tekanan operasi rata-rata pada pipa lateral sama dengan debit emitter rata-rata dan tekanan operasi rata-rata pada sub unit (qa dan Ha). Akan tetapi tekanan operasi minimum pada ujung pipa lateral (Hn’) lebih besar dari pada tekanan operasi minimum pada sub unit (Hn).

Variasi Tekanan Operasi Pada pipa lateral, pipa pembagi dan sub unit, tekanan operasi tidak sama pada setiap titik. Gambar 19 memperlihatkan distribusi debit secara skematik pada suatu sub unit irigasi tetes. Tekanan operasi pada sub unit tersebut berada pada Hn sampai Hm, yang akan menghasilkan debit dari qn sampai qm. Ha merupakan tekanan rata-rata yang memberikan debit emitter rata-rata. Minimum debit emitter (qn) yang memberikan EU yang sesuai, ditentukan dengan persamaan EU berdasarkan qa yang telah ditentukan. Kemudian hitung tekanan minimal (Hn). Beda tekanan (ΔHs) rencana yang dibolehkan adalah :

)(5.2 nas HHH −=Δ /37/

Page 22: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

22

Tabel 8. Nilai J dalam m/100 m pipa polyethylene

Page 23: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

23

Gambar 18. Kurva hubungan diameter dalam pipa dengan kehilangan tekanan karena emitter

Untuk mendapatkan keseragaman emisi (EU) yang sesuai, tekanan operasi harus antara Hn dan (Hn + ΔHs). Jika ΔHs yang didapat terlalu kecil untuk mengatasi gesekan dan perbedaan elevasi, dapat ditempuh beberapa cara, yaitu : - Ganti emitter dengan nilai x, ν atau keduanya yang lebih kecil - Naikkan jumlah emitter per tanaman - Gunakan emitter lain atau ubah sistem agar diperoleh Ha yang lebih besar Tekanan di pangkal pipa lateral (Hl) dalam m menjadi :

ElkhHH fal Δ++= 5.0 /38/ dimana k : konstanta (0.75 untuk pipa dengan diameter konstant dan 0.63 untuk pipa dengan dua diameter yang berbeda) dan ΔEl : beda elevasi antara pangkal dan ujung pipa lateral, m. Kehilangan tekanan total pada pipa lateral (ΔHl) menjadi :

ElHHElhH nlfl Δ+−=Δ+=Δ ' /39/

Page 24: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

24

Gambar 19. Distribusi tekanan pada sub unit

Pemeriksaan Pipa Lateral Wu (1977) mengembangkan nomogram untuk memeriksa pipa lateral apakah sangat sesuai, sesuai, atau tidak sesuai dengan yang direncanakan seperti Gambar 20. Untuk memeriksa pipa lateral tersebut diperlukan data panjang pipa, tekanan operasi, kehilangan tekanan dan kemiringan lahan.

Gambar 20. Nomogram pipa lateral

Page 25: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

25

e. Pipa Pembagi (Manifold)

Pipa pembagi juga merupakan pipa dengan pengeluaran banyak seperti pipa lateral. Pipa pembagi dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau empat ukuran pipa. Penggunaan beberapa ukuran pipa dilakukan untuk menekan biaya investasi dan mengendalikan variasi tekanan. Kecepatan aliran di pipa pembagi dibatasi sampai sekitar 2 m/detik. Pipa pembagi dapat dipasang kedua arah (pipa pembagi ganda) atau hanya kesatu arah (pipa pembagi tunggal) dari pipa utama.

Karakteristik Pipa Pembagi 1. Variasi tekanan yang diijinkan

Variasi tekanan yang diijinkan mengikuti persamaan :

lsam HHH Δ−Δ=Δ )( /40/ dimana (ΔHm)a : variasi tekanan yang diijinkan, m, ΔHs : variasi tekanan subunit yang diijinkan, m, dan ΔHl : variasi tekanan sepanjang pipa lateral, m.

2. Panjang pipa Panjang pipa pembagi tunggal : rr SNL )5.0( −= /41/ Panjang pipa pembagi ganda : rrp SNL )1( −= /42/ Dimana L : panjang pipa pembagi tunggal (m), Lp : panjang pipa pembagi ganda (m), Nr : jumlah lateral pada pipa pembagi, dan Sr : spasi lateral (m).

3. Lokasi pipa utama Pemasukan (intake) dari pipa pembagi ganda diletakkan pada pipa pembagi yang mengarah ke atas (uphill) yang mempunyai tekanan minimum. Untuk pipa pembagi dengan satu ukuran, lokasi pemasukan, Y=x/Lp, merupakan titik tengah dari pipa yang mengarah ke atas dan ke bawah. Sedangkan untuk pipa pembagi dengan beberapa ukuran, lokasi pemasukan ditentukan dengan kurva pada Gambar 21.

)1()1()()(

YEYH

YEYH amam

−Δ−−Δ

=Δ+Δ

/43/

)1(212

)( YYY

HE

am −−

=ΔΔ

/44/

dimana Y : lokasi pemasukan terbaik, x/Lp, dan ΔE : perbedaan elevasi mutlak diantara kedua ujung pipa, m

4. Tekanan pemasukan

Tekanan pemasukan untuk subunit persegiempat :

lmlflm HHElkhHH −Δ+=Δ++= 5.0 /45/ dimana Hm : tekanan pemasukan pipa pembagi (m), Hl : tekanan rata-rata pemasukan pipa letaral (m), ΔHm-l : jumlah perbedaan tekanan pemasukan pipa utama dengan tekanan pemasukan rata-rata pipa lateral (m), k : 0.75 untuk pipa pembagi dengan satu ukuran, 0.63 untuk dua ukuran dan 0.5 untuk tiga atau lebih

Page 26: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

26

ukuran, hf : kehilangan tekanan pada pipa pembagi karena gesekan (m), dan ΔEl : perbedaan elevasi ujung pipa pembagi (+ bila menaik dan – bila menurun) (m).

Gambar 21. Kurva untuk menentukan lokasi pemasukan

Kehilangan Tekanan Kehilangan tekanan karena gesekan, hf, untuk pipa PVC dapat ditentukan dengan menggunakan kurva seperti pada Gambar 22 atau menggunakan persamaan Hazen-William (persamaan 31)

hf juga dapat ditentukan dengan persamaan :

100/JFLhf = /46/ dimana J : gradien kehilangan tekanan (Tabel 9) (m/100 m), F : faktor reduksi (Tabel 10) dan L : panjang pipa pembagi.

Gambar 22. Kehilangan tekanan pipa PVC

Untuk sub unit yang tdak persegi empat, kehilangan tekanan pada pipa pembagi ditentukan dengan terlebih dahulu menghitung faktor bentuk, Sf, dengan :

alclf QQS )/()(= /47/ dimana (Ql)c : debit yang masuk ke pipa laeral paling ujung (l/det), dan (Ql)a : rata-rata debit yang masuk ke pipa lateral sepanjang pipa pembagi (l/det).

Page 27: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

27

Kehilangan tekanan dihitung dengan :

100/FLJFh sf = /48/ dimana Fs : faktor penyesuai (Gambar 23).

Secara umum, kehilangan tekanan di pipa pembagi sebesar 45 % dari kehilangan tekanan total (Keller dan Karmeli, 1975).

Tabel 9. Gradien kehilangan tekanan pipa PVC

Page 28: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

28

Tabel 10. Faktor reduksi

Variasi Tekanan Variasi tekanan pada pipa pembagi, ΔHm, untuk pipa yang mendatar atau menaik (s ≥ 0):

)100/(LshH fm +=Δ /49/ dan untuk pipa pembagi yang menurun (s < 0) atau ΔE < hf :

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+=Δ

10036.00.1 Ln

shH fm /50/

dimana s : kemiringan pipa pembagi (+ untuk pipa yang menaik dan – untuk pipa yang menurun), dan n : jumlah ukuran pipa yang digunakan.

Gambar 23. Faktor penyesuai

Page 29: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

29

Kurva Hubungan Ukuran Pipa-Debit-Kemiringan Atau Nisbah Panjang Dengan Tekanan Wu dan Gitlin (1974, 1975) mengembangkan dua buah kurva hubungan antara ukuran pipa pembagi dengan debit total dan kemiringan pipa (Gambar 24) dan antara ukuran pipa pembagi dengan debit total dan nisbah antara panjang pipa dengan tekanan operasi (Gambar 25).

Gambar 24. Kurva hubungan ukuran pipa pembagi-debit-kemiringan

Gambar 25. Kurva hubungan ukuran pipa pembagi-debit-nisbah panjang dengan tekanan

f. Pipa Utama

Pada sistem irigasi tetes, umumnya pengendalian debit dan tekanan dilakukan di pemasukan pipa pembagi. Karena itu, kehilangan tekanan di pipa utama tidak akan mempengaruhi keseragaman dari sistem, terutama sistem irigasi tetes yang sederhana dengan satu atau dua sub unit. Penentuan pipa utama berdasarkan pertimbangan ekonomi (biaya) saja, baik biaya untuk memberi tekanan pada al;iran aitr maupun biaya untuk investasi pipa.

Page 30: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

30

Kehilangan tekanan karena gesekan pada pipa utama ditentukan dengan menggunakan persamaan Hazen-William (persamaan 31) berdasarkan debit total yang dibutuhkan. Pada sistem dengan beberapa sub unit (pipa pembagi), total debit pada pipa utama akan berkurang dari satu penggal pipa utama ke penggal pipa berikutnya. Wu (1975) mengembangkan sebuah nomogram hubungan antara ukuran pipa utama dengan kemiringan garis energi dan debit seperti Gambar 26.

Gambar 26. Nomogram hubungan ukuran pipa-kemiringan garis enersi dan debit

g. Desain Irigasi Tetes

Desain suatu sistem irigasi tetes adalah merupakan integrasi dari komponen-komponen (emitter, katup, filter, pipa dsb.) menjadi satu susunan sistem, yang mampu memasok air kepada tanaman sesuai dengan kebutuhan, pada kondisi tanah, air dan peralatan yang terbatas. Beberapa faktor ekonomi seperti kesesuaian, investasi awal, tenaga kerja, menjadi kendala bagi desain. Data yang diperlukan untuk desain irigasi tetes meliputi data air dan lahan, data tanah dan tanaman serta data emitter. Data tersebut direkap dalam bentuk tabel data seperti Tabel 11. Untuk mendapatkan desain hidrolika dari jaringan, dilakukan serangkaian perhitungan seperti penentuan spasi emitter, debit emitter rata-rata, tekanan emitter rata-rata, variasi tekanan yang diijinkan dan lama operasi. Perhitungan-perhitungan tersebut seringkali dilakukan secara coba dan salah (trial and error) dan hasilnya direkap pada tabel faktor desain seperti Tabel 12.

Tekanan Dinamik Total (Tdh, Total Dynamic Head) Tekanan dinamik total (TDH) merupakan tekanan pada titik pemasukan sistem dan merupakan total tekanan yang dibutuhkan untuk : a) Mengangkat air b) Kehilangan tekanan pada sistem pemasok c) Kehilangan tekanan untuk pengendalian sistem (filter, pengukur debit, injektor,

dll) d) Tekanan yang dibutuhkan pada pemasukan pipa pembagi e) Tekanan yang dibutuhkan untuk mengatasi gesekan dan perbedaan elevasi

antara unit utama dengan pipa pembagi f) Kehilangan tekanan di sub unit (filter, regulator tekanan, dll) g) Faktor keamanan kehilangan tekanan karena gesekan, umumnya sebesar 10 %

dari total kehilangan tekanan h) Tekanan yang dibutuhkan untuk mengatasi penurunan kualitas emitter

Page 31: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

31

Tabel 11. Data untuk desain

I. PEKERJAAN

II. LAHAN DAN AIR

(a) Jumlah petak

(b) Luas lahan – ha A

(c ) Hujan efektif – mm Rn

(d) Air tanah tersisa - mm Ms

(e) Suplai air – l/det

(f) Water storage - ha - m

(g) Kualitas air – dS/m (mmhos/cm) ECw & SAR

(h) Kelas kualitas air

III. TANAH DAN TANAMAN

(a) Tekstur tanah

(b) Air tersedia- mm/m Wa

(c ) Ketebalan tanah – m

(d) Soil limitations

(e) Defisit diizinkan - % MAD

(f) Tanaman

(g) Jarak tanam - m x m Sp x Sr

(h) Kedalaman perakaran - m Z

(i) Persentase area tertutupi - % Pd

(i) ET rata-rata- mm/hari Ud

(k) Kebutuhan air musiman U

(l) Rasio kebutuhan pencucian (leaching) LRt

IV. PENETES

(a) Tipe

(b) Outlet per emiter

(c ) Head tekanan - kPa [m] P [H]

(d) Debit @ H - l/jam q

(e) Eksponen debit x

(f) Koefisien peubah v

(g) Koefisien debit Kd

(h) Nilai loss karena sambungan & belokan- m f e

Page 32: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

32

Tabel 12. Faktor desain

I. PEKERJAAN

II. RANCANGAN PENDAHULUAN (a) Tata letak penetes

(b) Jarak emiter - m x m Se x Sl

(c ) Jumlah emiter per tanaman Np

(d) Persentase area terbasahi - % Pw

(e) Kedalaman maksimum netto – mm dx

(f) Rata-rata transpirasi maksimum - mm/hari Td

(g) Interval maksimum – hari fx

(h) Frekuensi irigasi – hari f’

(i) Kedalaman netto per irigasi - mm dn

(j) Asumsi keseragaman - % EU

(k) Kedalaman gross irigasi - mm d

(l) Kebutuhan air gross per tanaman – l/hari G

(m) Waktu irigasi – jam Tg

III. RANCANGAN AKHIR (a) Waktu irigasi – jam Tg

(b) Interval irigasi– hari * f’

(c ) Kedalaman gross per irigasi - mm d

(d) Debit emiter rata-rata - l/jam aa

(e) Tekanan emiter rata-rata - m Ha

(f) Variasi head emiter diizinkan - m ∆Hs

(g) Jarak emiter - m x m Se x Sl

(h) Persentase area terbasahi - % Pw

(i) Jumlah stasiun Ns

(j) Kapasitas sistem - L/jam Os

(k) Efisiensi per musim - % Es

(l) Irigasi per musim – ha m v

(m) Operasi per musim – jam at

(n) total head dinamik l - m TDH

(o) Keseragaman aktual - % EU

(p) Jumlah air irigasi netto - mm/jam In

Page 33: Irigasi Tetes Asep Prastowo

Topik 12. Teknologi Irigasi Tetes- AS, PR

Teknik Irigasi dan Drainase

33

PERTANYAAN:

(1) Sebutkan kelebihan dan kelemahan irigasi tetes

(2) Bagaimana caranya menghitung uniformity dan efisiensi pada irigasi tetes

(3) Jelaskan mengapa secara teoritis penerapan irigasi tetes cenderung lebih efisien dibanding irigasi tetes maupun irigasi permukaan

(4) Jelaskan persyaratan hidrolika pipa pada desain irigasi tetes untuk memperoleh uniformity yang tinggi

(5) Jelaskan mengapa ada keterkaitan yang erat antara desain irigasi tetes dan rencana pengoperasian jaringan

(6) Sebutkan komponen utama irigasi tetes serta fungsi-fungsinya

(7) Jelaskan kriteria penerapan irigasi tetes dilihat dari aspek agroklimat dan lahan/tanah

Daftar Pustaka

1. Benami, A dan A. Ofen, 1984, Irrigation Engineering, IESP, Haifa 2. Giley, J.R.,-, Bahan Kuliah Irrigation Engineering, Texas A&M University,

Texas 3. Jensen, M.E.(ed.), 1980, Design and Operation of Farm Irrigation System,

ASAE, Michigan 4. Keller, J. dan R.D. Bliesner, 1990, Sprinkler and Trickle Irrigation, Van

Nostrand Reinhold, New York 5. Michael , A. M., 1978, Irrigation, Theory and Practices, Vikas Publishing House

PVT.Ltd., New Delhi 6. Phocaides, A., 2000, Technical Hand Book on Pressurized Irrication

Techniques, FAO, Rome, Italy. 7. Prastowo, 2002. Prosedur Rancangan Irigasi Tetes. Laboratorium Teknik Tanah

dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.