irfan mujahid - buku - g20

11

Click here to load reader

Upload: irfanmujahid

Post on 28-Jun-2015

239 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Irfan Mujahid - Buku - G20

1

ARTI PENTING KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM G-20

BAGI DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA

Oleh : Irfan Mujahid

Pendahuluan

Globalisasi ekonomi yang melanda dunia telah menyadarkan banyak pihak akan

semakin pentingnya hubungan ekonomi dan perdagangan internasional. Hal ini telah

membuat banyak negara mengkaji kembali kebijakan luar negerinya agar dapat terus

memajukan kehidupan ekonomi masyarakatnya. Dalam konteks ini, hubungan ekonomi antar

negara dapat menjadi perekat hubungan politik dan menjadikan peran diplomasi ekonomi

sebagai salah satu instrumen penting dalam politik luar negeri dalam kaitannya untuk

membina hubungan ekonomi dengan negara lain. Indonesia perlu lebih serius memikirkan

pentingnya diplomasi ekonomi yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan.

Ketidakmampuan kita menghasilkan perangkat diplomasi ekonomi yang utuh, komprehensif,

dan berjangka panjang hanya akan menghasilkan berbagai output terbatas. Sebaliknya, jika

kita dapat mengoptimalkan diplomasi ekonomi, hal itu akan berdampak amat signifikan bagi

peningkatan kapasitas dan kapabilitas ekonomi nasional Indonesia.

Di tingkat multilateral, lahir sebuah forum kerjasama ekonomi yang beranggotakan 20

entitas ekonomi atau disebut The Group of Twenty (G-20) dimana Indonesia menjadi salah

satu anggotanya. G-20 yang berdiri pada tahun 1999 bertujuan untuk menyediakan sebuah

mekanisme baru bagi dialog informal dalam kerangka sistem institusional Bretton Woods.

Sejak berdirinya, G-20 dipandang sebagai bagian dari global governance dalam bidang

ekonomi dan keuangan internasional, berdampingan dengan berbagai organisasi, institusi,

asosiasi dan berbagai bentuk fasilitas kerjasama ekonomi internasional lain yang telah ada

sebelumnya. Pada saat berdirinya, G20 merupakan forum kerjasama menteri keuangan dan

gubernur bank sentral dan sering dianggap hanya sebagai langkah kecil dalam kontribusi

penciptaan tata ekonomi dunia baru dan penanganan masalah-masalah global. Pada saat krisis

ekonomi global 2008, kerjasama G20 ditingkatkan ke level leaders. Hal ini membuat

keberadaan G-20 menjadi semakin amat penting dalam tata ekonomi dunia baru. Peran

penting G-20 terlihat dalam menyatukan koordinasi kebijakan bersama negara-negara

anggotanya dan mampu mencapai konsensus mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan

Page 2: Irfan Mujahid - Buku - G20

2

dalam mengatasi krisis keuangan global tersebut. Pada saat KTT di Pitsburgh Amerika Serikat,

September 2009, dihasilkan satu keputusan penting terkait institusionalisasi G-20, yaitu

secara resmi, G-20 ditetapkan sebagai pengganti G-7/G-8 sebagai forum utama kerjasama

ekonomi dan keuangan global. Keputusan ini adalah momentum yang semakin menguatkan

posisi G-20 dalam rangka upaya awal reformasi tata kelola ekonomi global untuk lebih

mencerminkan konstelasi ekonomi yang baru. Selain itu, KTT Pitsburgh juga telah

memperlihatkan adanya upaya G-20 untuk melakukan outreach pada isu-isu lain yang lebih

luas di luar krisis keuangan global.

Indonesia dan G-20

Forum multilateral G20 berawal dari terjadinya krisis keuangan global dan kesadaran

para pemimpin negara-negara maju yang tergabung dalam forum G7 mengenai kurang

efektifnya pertemuan tersebut dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi global apabila

mereka tidak melibatkan kekuatan-kekuatan ekonomi lain. Negara-negara maju mulai sadar

bahwa sistem ekonomi global yang berlaku amat jauh dari sempurna oleh karena itu

memerlukan perbaikan dengan mengikutsertakan emerging economies dalam upaya perbaikan

sistem tersebut. Oleh karena itu, G20 memiliki keanggotaan yang sangat berimbang, terdiri

dari negara-negara industri maju dan emerging economies yang memiliki dampak

perekonomian di kawasannya. Pembahasan isu yang biasanya didominasi negara maju kini

juga melibatkan negara berkembang melalui forum G20 untuk menjadi bagian dari solusi

krisis global.

G-20 diresmikan pendiriannya di Berlin pada bulan September 1999 melalui sebuah

keputusan bersama yang dikeluarkan oleh menteri keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari

tujuh negara yang tergabung dalam G-7. Tujuan didirikannya G-20 saat itu adalah untuk

menghasilkan sebuah mekanisme baru dalam bentuk dialog informal dalam kerangka

institusi-institusi Bretton Woods, untuk mengembangkan dialog mengenai isu-isu kebijakan

ekonomi dan keuangan diantara entitas ekonomi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap

ekonomi global dan mempromosikan kerjasama dalam mencapai stabilitas pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan yang menguntungkan semua pihak.1

Sebelum terbentuknya G-20, beberapa kelompok untuk mempromosikan dialog dan

kerjasama ekonomi telah didirikan melalui inisiatif G-7. G-22 melakukan pertemuan di

1www.g20.org, About G-20, diunduh 1 Agustus 2010.

Page 3: Irfan Mujahid - Buku - G20

3

Washington DC pada bulan April dan Oktober 1998. Tujuannya adalah melibatkan negara-

negara yang tidak termasuk dalam kelompok G-7 untuk mencari penyelesaian permasalahan

krisis ekonomi yang telah berakibat buruk kepada emerging economies. Dua pertemuan

berikutnya yang melibatkan jumlah negara yang lebih banyak (G-33) dilakukan pada bulan

Maret dan April 1999 untuk mendiskusikan reformasi ekonomi global dan sistem keuangan

internasional. Pertemuan reguler sejenis akhirnya di institusionalisasi dengan pembentukan G-

20 pada bulan September 1999.

G-20 terdiri dari 19 negara, yaitu, Argentina, Australia, Brazil, Kanada, China,

Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan,

Korea Selatan, Turki, Inggris dan Amerika Serikat. Selain ke 19 negara tersebut, anggota G-

20 lainnya adalah Uni Eropa yang merupakan entitas ekonomi gabungan 27 negara di Eropa.

Selain itu untuk memastikan fora dan institusi ekonomi global dapat bekerja sama, Managing

Director International Monetary Fund (IMF) dan presiden Bank Dunia juga ikut serta dalam

pertemuan G-20 secara ex-officio. Secara global jika digabungkan, anggota G-20 mewakili 90%

Gross Domestic Product (GDP) dunia, 80% nilai perdagangan dunia dan 2/3 populasi

dunia.2 Keanggotaan G20 yang luas dan kuat secara ekonomi ini memberikan pengaruh cukup

besar dalam pengelolaan sistem ekonomi dan keuangan global.

Indonesia adalah anggota G-20 sejak dibentuk tahun 1999. Sebagai anggota G-20,

Indonesia adalah ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan PDB lebih dari USD 539 miliar

atau PPP lebih dari USD 962 Milyar.3 Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai ekonomi

terbesar ke-16 di dunia sehingga dapat masuk pada jajaran negara G-20. Di G-20, Indonesia

berperan sebagai satu-satunya perwakilan negara-negara ASEAN dan negara yang mayoritas

berpenduduk muslim sekaligus menganut sistem demokrasi. Dengan berbagai aspek penting

dan keaktifan Indonesia di berbagai forum internasional, Indonesia memiliki posisi yang

signifikan dalam proses G-20 karena dapat merepresentasikan suara dan kepentingan kawasan

ASEAN sekaligus menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang.

Bersama-sama anggota G-20 emerging economies lainnya, Indonesia telah tampil

memperjuangkan berbagai kepentingan negara berkembang. Isu yang telah dan sedang

diperjuangkan antara lain adalah Indonesia berhasil mendorong isu pembangunan menjadi

2 Ibid.

3 IMF, World Economic Outlook Database, April 2010.

Page 4: Irfan Mujahid - Buku - G20

4

tema sentral KTT G-20 Seoul mendatang. Indonesia juga telah berhasil memasukkan isu

pembentukan global financial safety net (GFSN) sebagai salah satu topik bahasan KTT

Toronto dan Seoul. GSFN merupakan bagian dari upaya memperkuat second line of defense

jika terjadi krisis di masa mendatang. Keberhasilan Indonesia bersama emerging economies

lainnya adalah berhasil memasukkan isu pentingnya transparansi dan pengawasan terhadap

credit rating agencies. Mekanisme yang tidak transparan dalam penentuan resiko keuangan

suatu negara oleh credit rating agencies telah merugikan negara berkembang seperti

Indonesia. Hal ini dikarenakan tingkat resiko yang tinggi akan diikuti oleh premi yang tinggi

pula.4

Menyangkut reformasi atas kuota dan representasi dalam konteks global governance

lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia, Indonesia menegaskan

perlunya representasi yang lebih adil bagi negara-negara berkembang dalam forum G-20.

Voting quotas negara-negara berkembang di IMF hanya 42.1 persen dari total anggota. Hal ini

sangat ironis jika dibandingkan dengan fakta bahwa mayoritas negara di dunia adalah negara

berkembang dan besarnya kekuatan kolektif GDP mereka. Sebagai contoh, GDP RRC adalah

setara dengan 6 persen jumlah total dunia atau jika dihitung dari purchasing power parity

mencapai 11 persen namun voting power RRC di IMF hanya sebesar 3.7 persen, Amerika

Serikat sendiri memiliki hak voting di IMF yang mencapai 17 persen.5 Dengan demikian

penambahan representasi negara-negara berkembang dalam IMF sangat penting dilakukan

agar lebih mencerminkan bobot ekonomi mereka yang sesungguhnya.

Hasil Kerjasama G-20

Untuk lebih memaksimalkan peran G-20 dalam tata ekonomi dunia baru, salah satu

momentum penting saat terjadinya krisis ekonomi global adalah bahwa kerjasama G-20

ditingkatkan ke level leaders. Sampai saat ini, G-20 telah mengadakan pertemuan tingkat

leaders (KTT) sebanyak empat kali yaitu: KTT Washington DC (14-15 November 2008),

KTT London (1-2 April 2009), KTT Pittsburgh (24-25 September 2009), KTT Toronto (26-

27 Juni 2010). KTT G-20 berikutnya dijadwalkan diadakan di Seoul tanggal 11-12 November

2010.

4 Direktorat Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup, Ditjen Multilateral, Kementerian Luar Negeri RI, Bahan masukan mengenai perkembangan G20, Juli 2010 5 IMF, IMF members’ Quotas and Voting Power, www.imf.org. diunduh 1 Agustus 2010.

Page 5: Irfan Mujahid - Buku - G20

5

KTT Washington berfokus pada short/medium term goal khususnya dalam penguatan

regulasi dan supervisi sektor keuangan. KTT kedua yang diselenggarakan di London mulai

membahas isu pertumbuhan ekonomi mengingat terdapatnya indikasi pemulihan ekonomi.

Selanjutnya KTT Pittsburgh menekankan pada long term goal, sustainable and balanced

growth, serta mulai membahas isu non-ekonomi. Selain itu, KTT Pittsburgh telah

menginstitusionalisasi KTT G20 menjadi forum utama kerjasama ekonomi internasional.

KTT Toronto difokuskan pada penguatan proses pemulihan ekonomi serta melanjutkan

pembahasan framework for strong, sustainable and balanced growth.6

Berbagai hasil telah dicapai oleh negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam

setiap pertemuan yang dilakukannya. Kerjasama di forum G-20 berhasil mengkoordinasikan

kebijakan stimulus ekonomi dan fiskal untuk mendorong permintaan global. Upaya ini

berhasil mempercepat proses pemulihan ekonomi. Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi

dunia mencapai 4,25% dibandingkan kontraksi (minus) 0,5% pada tahun 2009. Proyeksi

pertumbuhan GDP tahun 2010 di negara berkembang (middle income countries) akan berkisar

5,2%, meningkat dari 1,2% pada tahun 2009. WTO memproyeksikan volume perdagangan

internasional akan bertumbuh sebesar 9,5% di tahun 2010 dibandingkan kontraksi (minus)

12,2% di tahun 2009.

Kerjasama negara-negara G-20 juga telah berhasil mencegah munculnya kebijakan

proteksionis di bidang perdagangan dan investasi melalui permintaan kepada WTO, OECD

dan UNCTAD untuk melakukan monitoring terhadap kebijakan ekonomi negara G-20.

Laporan terakhir menyebutkan tidak adanya peningkatan signifikan kebijakan proteksionis di

negara G-20. G-20 juga berhasil mendorong peningkatan modal Bank Dunia (General

Capital Increase/GCI) sebesar US$ 350 milyar.7 Peningkatan ini penting untuk menambah

kecukupan modal Bank Dunia.

Terkait mengenai hasil KTT Toronto dimana G-20 memainkan peran pertama dalam

kapasitasnya yang baru sebagai forum utama kerjasama internasional telah dihasilkan

beberapa pokok kerjasama diantara negara anggota. Secara umum, G-20 berkomitmen untuk

menjaga momentum pemulihan ekonomi dan sepakat untuk melaksanakan secara penuh

seluruh kesepakatan G20 dengan batas waktu yang telah disepakati. Untuk isu Framework for

Strong, Sustainable and Balanced Growth (FSSBG), disepakati bahwa negara maju akan

memotong setidaknya setengah defisit fiskalnya pada tahun 2013 dan menurunkan rasio

6 Direktorat Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan Hidup, loc. cit.

7 G20 Toronto Summit Declaration, Juni 2010

Page 6: Irfan Mujahid - Buku - G20

6

hutang terhadap PDB pada tahun 2016, G-20 juga sepakat untuk meningkatkan fleksibilitas

nilai tukar mata uang dan melakukan structural reform. Selain itu negara maju akan

meningkatkan savings dan tetap menjaga keterbukaan pasar, sedang emerging countries

meningkatkan domestic source of growth. Dalam KTT Toronto G-20 juga sepakat untuk

melanjutkan Mutual Assessment Process tahap kedua pada country-specific level.8

Mengenai isu Financial Sector Reform, dalam KTT Toronto, G-20 sepakat untuk

menerapkan standar baru mengenai bank capital and liquidity pada akhir tahun 2012,

Meningkatkan transparansi dan pengawasan terhadap hedge fund, over-the-counter

derivatives dan credit rating agencies dan sepakat untuk meminta Financial Stability Board

(FSB) dan IMF untuk memberikan rekomendasi mengenai oversight and supervision lembaga

keuangan. Sedangkan dalam isu International Financial Institution (IFIs), G-20 akan

mendorong terus quota reform dan governance reform IMF pada KTT Seoul, Mendorong

proses pemilihan pimpinan tertinggi dan senior IFIs secara terbuka, transparan dan merit-

based menjelang KTT Seoul dan mendorong pembahasan Global Financial Safety Net pada

KTT Seoul serta melakukan write-off utang Haiti dan pembentukan Haiti Reconstruction

Fund.9

Dalam bidang perdagangan dan investasi, G-20 menegaskan komitmen melawan

proteksionisme dan mendorong penyelesaian Putaran Doha dan meminta Menteri

Perdagangan melaporkan perkembangan perundingan pada KTT Seoul. Selain itu KTT

Toronto juga berhasil melakukan outreach terhadap isu-isu lain seperti mendorong

implementaasi penuh UNCAC, mendorong kesuksesan COP-16 Mexico dan mendukung

Copenhagen Accord, mendorong implementasi penuh country-specific strategies untuk

menghapuskan fossil fuel subsidies, mendorong pencapaian MDGs 2015 dan melakukan

pembentukan Working Group on Development dan Working Group on Anti-Corruption.10

G-20 telah berhasil menjadi forum yang membahas isu global economic governance

secara terpadu. Selama ini, isu tersebut dibahas secara terfragmentasi di berbagai

forum/organisasi internasional. Melalui kekuatan ekonomi dan pengaruh yang dimiliki, G-20

mampu menjadi prime mover penyelesaian berbagai isu global walaupun hal ini harus

dicermati secara hati-hati agar G20 tidak overburdened.

8 Mahendra Siregar, Hasil Dan Tindak Lanjut KTT G20 Toronto, Juni 2010 9 Ibid.

10 Ibid.

Page 7: Irfan Mujahid - Buku - G20

7

G-20 Dan Peluang Bagi Diplomasi Ekonomi Indonesia

Keanggotaan Indonesia dalam G-20 memberikan berbagai manfaat bagi diplomasi

ekonomi Indonesia. Salah satu peluang yang muncul adalah adanya kesempatan bagi

Indonesia untuk turut serta dalam pembentukan tata ekonomi dunia baru. Krisis keuangan

global menunjukan adanya ketimpangan yang terjadi dalam pembentukan global governance

dalam bidang ekonomi dan keuangan sehingga diperlukan reformasi untuk memperbaiki

sistem tersebut. Keberadaan Indonesia sebagai satu-satunya negara ASEAN sekaligus wakil

dari negara berkembang menjadikan Indonesia sebagai new emerging economy yang

mewakili kepentingan negara berkembang dalam pembentukan global governance yang lebih

stabil, inklusif dan representatif khususnya terhadap kepentingan negara-negara berkembang.

Indonesia juga diuntungkan dengan adanya timely information on global economic

outlook dan perubahan regulasi di negara anggota. Hal ini menguntungkan bagi Indonesia

untuk dapat melakukan tindakan antisipasi secara cepat dan concerted dengan negara-negara

besar dan sistemik terhadap isu-isu yang muncul dalam kaitannya dengan permasalahan

ekonomi dan keuangan di tingkat global. Selain itu melalui keanggotaannya di G-20,

Indonesia menjadi anggota Financial Stability Board (FSB) yang merupakan standard setting

body bagi sistem keuangan. FSB berperan untuk menentukan standar internasional baru untuk

new financial regulatory architecture. Sebelum krisis keuangan global, forum ini bernama

Financial Stability Forum (FSF) yang keanggotaannya sangat ekslusif dan tidak memiliki

wakil dari negara berkembang. Melalui G-20, dicapai kesepakatan bahwa keanggotaan akan

diperluas dengan melibatkan keanggotaan negara G-20 didalamnya dan merubah nama

menjadi Financial Stability Board (FSB). Hal ini merupakan peluang bagi diplomasi ekonomi

Indonesia dalam mempengaruhi regulasi sektor keuangan pada tingkatan global. Indonesia

juga memiliki kesempatan untuk ikut melaksanakan reformasi terhadap lembaga keuangan

regional dan multilateral dalam meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan efektifitas dari

manajemen bank-bank multilateral yang meliputi Bank Dunia dan IMF khususnya untuk

tingkat keterwakilan negara-negara berkembang dalam senior management di bank-bank

multilateral tersebut.

Lebih dari itu, keberadaan Indonesia dalam G-20 membuat Indonesia berpeluang

untuk meningkatkan akses finansial bagi pendanaan counter cylical efforts, trade financing,

Page 8: Irfan Mujahid - Buku - G20

8

rollower risks dan credit enhancement serta permodalan untuk melangsungkan program

pembangunan nasional yang telah berjalan. Akses likuiditas baik secara bilateral terhadap

negara-negara anggota G-20 maupun secara multilateral juga dapat digunakan untuk

pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Balance of Payment

(BOP). Keanggotaan Indonesia dalam G-20 juga membuat Indonesia mendapatkan Defered

Drawdown Option (DDO) dari Bank Dunia, ADB, Jepang dan Australia bagi program

pengentasan kemiskinan dan infrastruktur yang menjadi model Global Expenditure Support

Fund (GESF).

Selain itu, keanggotaan Indonesia dalam forum G-20 merupakan langkah baik dalam

pencitraan Indonesia sebagai negara yang mulai diperhitungkan kembali sebagai kekuatan

ekonomi baru. Hal ini tentunya dapat menjadi daya ungkit posisi tawar Indonesia dalam

berbagai perundingan bilateral seperti dengan Jepang dan China, pembiayaan investasi dll.

Juga posisi tawar Indonesia di tingkat regional seperti ASEAN maupun multilateral seperti

WTO dan IMF.

G-20 Dan Tantangan Bagi Diplomasi Ekonomi Indonesia

Selain berbagai peluang yang dapat diraih oleh Indonesia dengan keanggotaannya di

G-20, diplomasi ekonomi Indonesia juga menghadapi tantangan baik dari dalam forum G-20

itu sendiri maupun tantangan yang berasal dari dalam negeri. Dari dalam forum G-20

beberapa tantangan bagi diplomasi ekonomi Indonesia adalah permasalahan legitimasi,

implementasi komitmen dan adanya tarik menarik kepentingan diantara negara anggota.

Jumlah anggota G-20 yang berjumlah 20 ditengah jumlah negara-negara anggota PBB

sebanyak 192 menjadikan forum G-20 sebagai forum yang keanggotaannya masih dianggap

ekslusif. Namun demikian, meskipun negara anggota hanya berjumlah 20, kekuatan ekonomi

G-20 mencerminkan kekuatan ekonomi dunia dengan mewakili 90% GDP dunia, 80%

perdagangan dunia, 2/3 populasi dunia dan negara anggota merupakan pemegang saham

mayoritas IMF dan Bank Dunia. Tantangan yang muncul adalah bagaimana menjadikan

setiap keputusan dan komitmen yang diambil di forum G-20 tidak hanya bermanfaat bagi

negara anggota namun juga bermanfaat bagi negara non anggota. Hal ini penting untuk

dilakukan agar memberikan legitimasi yang kuat akan keberadaan G-20.

Selain itu, diskusi informal dalam G-20 yang menghasilkan keputusan-keputusan yang

tidak mengikat menimbulkan tantangan bagi keberlangsungan kerjasama G-20. Kelangsungan

Page 9: Irfan Mujahid - Buku - G20

9

program kerjasama G-20 di masa depan akan sangat tergantung dari political will negara-

negara anggotanya yang tentunya didasari kepentingan nasional masing-masing. Sejauh ini

meskipun terdapat perbedaan dalam cara pandang penyelesaian krisis dan pembentukan tata

ekonomi dunia baru, G-20 memang menjadi sebuah forum yang mendapat sorotan

internasional karena keputusannya mampu mengkoordinasikan langkah-langkah bersama

negara maju dan emerging economies. Namun implementasi komitmen negara-negara

anggota dalam melaksanakan setiap hasil keputusan yang diambil di forum G-20 menjadi

tantangan tersendiri di forum tersebut. Pemulihan ekonomi yang “multispeed” dimana inflasi

dapat dikendalikan namun tingkat pengangguran yang tinggi masih bertahan dan

permasalahan fiskal di negara maju merupakan diantara permasalahan yang dapat menjadi

batu sandungan bagi negara anggota dalam implementasi komitmen yang diambil di forum G-

20.

Permasalahan lain yang menjadi tantangan dalam forum kerjasama G-20 adalah

adanya tarik menarik kepentingan antar negara anggota. Sebagai contoh, dalam KTT G-20

yang dilaksanakan di Washington dan London, terjadi tarik menarik kepentingan diantara

posisi masing-masing negara yang berbeda dalam hal penanganan krisis global terutama

Amerika Serikat dan Eropa yang dimotori oleh Jerman dan Perancis. Amerika Serikat

berpandangan bahwa hasil pertemuan KTT dapat dijadikan sebagai prasyarat pemulihan

ekonomi yang cenderung inward looking dengan mengusulkan agar masing-masing negara

mengucurkan dana sebesar 2% dari PDB nya pada tahun 2009 dan 2010 untuk memulihkan

perekonomian dunia dengan membeli saham-saham toxic assets di Amerika Serikat.

Sementara itu, Jerman dan Perancis mengusulkan ide bahwa kebijakan stimulus fiskal tidak

cukup, namun lebih jauh lagi mereka menginginkan kebijakan untuk mengubah tata ekonomi

dunia untuk lepas dari dominasi ekonomi Amerika Serikat, misalnya dengan mengusulkan

untuk menggantikan penggunaan dollar dengan euro sebagai alat pembayaran internasional.

Sementara itu, tantangan yang muncul dari dalam negeri terhadap diplomasi ekonomi

Indonesia dengan keberadaannya di G-20 adalah diantaranya mekanisme koordinasi antara

kementerian terkait dan pihak-pihak yang berkepentingan yang belum maksimal dan perlunya

pembangunan sarana pendukung kegiatan ekonomi di dalam negeri. Untuk dapat

memanfaatkan keanggotaan Indonesia dalam G-20 bagi diplomasi ekonomi Indonesia sesuai

perkembangan ekonomi internasional yang dinamis diperlukan respon yang cepat, tepat,

terpadu dan komprehensif dari semua pelaksana diplomasi dalam hal ini pemerintah melalui

Page 10: Irfan Mujahid - Buku - G20

10

kementerian terkait seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian

Perdagangan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kementerian terkait perlu memiliki pembagian tugas

serta koordinasi yang jelas dalam mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan aspek

perekonomian terutama kaitannya dengan hubungan ekonomi dengan negara lain.

Adapun mengenai sarana pendukung kegiatan ekonomi, hal ini berkaitan dengan

kemampuan Indonesia untuk dapat bersaing di era pasar bebas. Dengan komitmen Indonesia

untuk mendukung anti proteksionisme dalam G-20, maka diperlukan daya saing yang kuat

dari produk Indonesia dan iklim perekonomian dalam negeri yang kondusif bagi investasi dan

perdagangan. Saat ini produk-produk yang dihasilkan Indonesia dirasakan masih belum

memiliki daya saing yang memadai di tingkat internasional. Hal ini merupakan tantangan

yang cukup berarti bagi diplomasi ekonomi Indonesia ditengah iklim persaingan global.

Penutup

Berbagai kalangan menyambut positif lahirnya G-20 didasari oleh argumen bahwa

negara berkembang kini bisa langsung menyuarakan kepentingannya di forum informal dan

tidak mengikat ini. Bagi Indonesia yang keberadaannya di G-20 mewakili kepentingan

negara-negara berkembang, G-20 merupakan sebuah kesempatan untuk melaksanakan

diplomasi ekonomi yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan. Keanggotaan Indonesia di

G-20 dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan diplomasi ekonomi Indonesia yang pada

gilirannya akan berdampak amat signifikan bagi peningkatan kapasitas dan kapabilitas

ekonomi nasional Indonesia.

Proses G-20 harus terus berlanjut, diperkaya dan diperkuat karena G-20 mempunyai

peran penting dan strategis dalam memulai gelombang reformasi dalam tata kelola global.

Permasalahan dalam implementasi komitmen dan adanya tarik menarik kepentingan antar

anggota yang secara politis sangat sensitif dan dapat menyebabkan momentum kerjasama

menurun, diharapkan tidak menyebabkan proses G-20 terhenti.

Indonesia relatif dapat selamat dari krisis keuangan global sehingga memiliki peluang

untuk lebih memperkuat ekonomi nasional disaat negara lain masih berjuang untuk keluar

dari krisis. Hal ini dapat ditindaklanjuti untuk dapat secara efektif menyuarakan kepentingan

negara-negara berkembang di forum G-20 yang sangat menentukan arah arsitektur keuangan

global kedepan. Kelebihan proses G-20 yaitu engagement leaders yang intim perlu

Page 11: Irfan Mujahid - Buku - G20

11

dimaksimalkan untuk meminimalkan jurang antara fakta di meja perundingan dan komitmen

politis para pemimpin untuk mencapai tata kelola ekonomi global yang balanced, inclusive

dan sustainable. Indonesia harus memiliki usulan konkret yang doable di tingkat teknis dan

implementasinya, baik dalam implementasi keputusan-keputusan G20 yang sudah ditetapkan

atau mentransmisi isu-isu lain ke forum G20.

Di dalam negeri, Indonesia perlu memperbaiki mekanisme koordinasi antar

kementerian agar dapat meraih manfaat yang sebesar-besarnya dari keberadaan Indonesia

dalam forum G-20. Penyempurnaan set-up koordinasi di dalam negeri untuk membahas,

menyiapkan dan memperjuangkan berbagai isu di G20 perlu segera dilakukan dengan penjuru

utama Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan dan Kantor Presiden. Selain itu

kemampuan Indonesia untuk dapat bersaing di era pasar bebas dengan produk-produk yang

memiliki daya saing tinggi perlu diperbaiki untuk mempermudah kinerja diplomasi ekonomi

Indonesia. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah

pembangunan infrastruktur, memperbaiki instrumen dan pelaksanaan peraturan terkait

investasi dan perdagangan agar tercipta jaminan kepastian hukum dan melaksanakan

reformasi birokrasi yang berkelanjutan.