iodium
TRANSCRIPT
NAMA : RISKI YUDATAMANIM : 06111010034Fak/Prodi : FKIP KIMIA INDRALAYA
IODIUM
Ditemukan oleh Courtois ada tahun 1811. Iod tergolong unsur halogen, terdapat
dalam bentuk iodida dari air laut yang terasimilasi dengan rumput laut, sendawa Chili,
tanah kaya nitrat (dikenal sebagai kalis, yakni batuan sedimen kalsium karbonat yang
keras), air garam dari air laut yang disimpan, dan di dalam air payau dari sumur minyak
dan garam. Iodium merupakan sebuah anion monovalen. Keadaannya dalam tubuh
mamalia hanya sebagai hormon tiroid. Hormon-hormon ini sangat penting selama
pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolis dan produksi kalori atau
energi disemua kehidupan. Jumlah iodium yang terdapat dalam makanan sebanyak
jumlah ioda dan untuk sebagian kecil secara kovalen mengikat asam amino. Iodium
diserap sangat cepat oleh usus dan oleh kelenjar tiroid digunakan untuk memproduksi
hormon thyroid. Saluran ekskresi utama iodium adalah melalui saluran kencing (urin)
dan cara ini merupakan indikator utama pengukuran jumlah pemasukan dan status
iodium. Tingkat ekskresi (status iodium) yang rendah (25 – 20 mg I/g creatin)
menunjukan risiko kekurangan iodium dan bahkan tingkatan yang lebih rendah
menunjukan risiko yang lebih berbahaya (Brody, 1999).
Iod atau Yodium yang sangat murni dapat diperoleh dengan mereaksikan kalium
iodida dengan tembaga sulfat. Ada pula metode lainnya yang sudah dikembangkan.
Iodium (bahasa Yunani: Iodes - ungu), adalah unsur kimia pada tabel periodik
yang memiliki simbol I dan nomor atom 53. Unsur ini diperlukan oleh hampir semua
mahkluk hidup. Yodium adalah halogen yang reaktivitasnya paling rendah dan paling
bersifat elektropositif. Sebagai catatan, seharusnya astatin lebih rendah reaktivitasnya
dan lebih elektropositif dari pada yodium, tapi kelangkaan astatin membuat sulit untuk
mengkonfirmasikan hal ini.
Iod adalah padatan berkilauan berwarna hitam kebiru-biruan, menguap pada suhu
kamar menjadi gas ungu biru dengan bau menyengat. Iod membentuk senyawa dengan
banyak unsur, tapi tidak sereaktif halogen lainnya, yang kemudian menggeser iodida.
Iod menunjukkan sifat-sifat menyerupai logam. Iod mudah larut dalam kloroform,
karbon tetraklorida, atau karbon disulfida yang kemudian membentuk larutan berwarna
ungu yang indah. Iod hanya sedikit larut dalam air.
Ada 30 isotop yang sudah dikenali. Tapi hanya satu isotop yang stabil, 127I yang
terdapat di alam. Isotop buatan 131I, memiliki masa paruh waktu 8 hari, dan digunakan
dalam proses penyembuhan kelenjar tiroid. Senyawa yang paling umum adalah iodida
dari natrium dan kalium (KI), juga senyawa iodatnya (KIO3). Kekurangan iod dapat
menyebabkan penyakit gondok.
Senyawa iod sangat penting dalam kimia organik dan sangat berguna dalam dunia
pengobatan. Iodida dan tiroksin yang mengandung iod, digunakan sebagai obat, dan
sebagai larutan KI dan iod dalam alkohol digunakan sebagai pembalut luar. Kalium
iodida juga digunakan dalam fotografi. Warna biru tua dengan larutan kanji merupakan
karakteristik unsur bebas iod.
Penanganan iod harus hati-hati, karena kontak dengan kulit dapat menyebabkan
luka; uap iod sangat iritan terhadap mata dan membran berlendir. Konsentrasi iod di
udara yang masih diizinkan adalah 1 mg/m3 (selama 8 jam kerja per hari-40 jam
seminggu).
Dalam saluran pencernaan, iodium dalam bahan makanan dikonversikan
menjadi Iodida yang mudah diserap dan ikut bergabung dengan pool-iodida
intra/ekstraseluler. Iodium tersebut kemudian memasuki kelenjar tiroid untuk
disimpan. Setelah mengalami peroksidasi akan melekat dengan residu tirosin dari
tiroglobulin. Struktur cincin hidrofenil dari residu tirosin adalah iodinate ortho pada
grup hidroksil dan berbentuk hormon dari kelenjar tiroid yang dapat dibebaskan (T3 dan
T4) (Linder, 1992). Iodium adalah suatu bagian integral dari hormon tridothyronine
tiroid (T3) dan thyroxin (T4). Hormon tiroid kebanyakan menggunakan, jika tidak
semua, efeknya melalui pengendalian sintesis protein. Efek-efek tersebut adalah efek
kalorigenik, kardiovaskular, metabolisme dan efek inhibitor pada pengeluaran
thyrotropin oleh pituitary (Sauberlich, 1999).
Kebanyakan Thyroxine (T4) dan Triidothyronine (T3) diangkut dalam bentuk
terikat-plasma dengan protein pembawa. Thyroxine-terikat protein merupakan
pembawa hormon tiroid utama yang beberapa di antaranya juga terikat dengan thyroxin-
terikat prealbumin (Sauberlich, 1999). Berikut adalah gambar bagan metabolisme
hormon tiroid.
Tingkat bebasnya hormon-hormon tersebut dalam plasma dimonitor oleh
hipotalamus yang kemudian mengontrol tingkat pemecahan proteolitis T3 dan T4 dari
tiroglobulin dan membebaskannya ke dalam plasma darah, melalui tiroid stimulating
hormon (TSH). Kadar T4 plasma jauh lebih besar dari pada T3, tetapi T3 lebih potensial
dan “turn overnya” lebih cepat. Beberapa T3 plasma dibuat dari T4 dengan jalan
deiodinasi dalam jaringan non-tiroid. Sebagian besar dari kedua bentuk terikat pada
protein plasma, terutama thyroid-binding-globulin (TBG), tetapi hormon yang bebas
aktivitasnya pada sel-sel target. Dalam sel-sel target dalam hati, banyak dari hormon
tersebut didegradasi dan iodidat dikonversikan untuk digunakan kembali kalau memang
dibutuhkan (Linder, 1992).
Iodium dapat diperoleh dari berbagai jenis pangan dan kandungannya berbeda-
beda tergantung asal jenis pangan tersebut dihasilkan. Kandungan iodium pada buah
dan sayur tergantung pada jenis tanah. Kandungan iodium pada jaringan hewan serta
produk susu tergantung pada kandungan iodium pada pakan ternaknya. Pangan asal laut
merupakan sumber iodium alamiah. Sumber lain iodium adalah garam dan air yang
difortifikasi (Muchtadi. dkk, 1992). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sauberlich,
(1999) bahwa makanan laut dan ganggang laut adalah sumber iodium yang paling baik.
Penggunaan garam beriodium di Amerika Serikat diberikan sebagai sumber iodium
penting. Di USA konsumsi garam beriodium per hari per orang mendekati 10 – 12
gram dimana garam tersebut mengandung 76 mg iodium per gram.
Soehardjo (1990) mengatakan bahwa dengan mengkonsumsi pangan yang kaya
iodium dapat menekan atau bahkan mengurangi besarnya prevalensi gondok. Berikut
Gibson (1990) menyebutkan rata-rata kandungan iodium dalam bahan makanan antara
lain : Ikan Tawar 30 mg; Ikan Laut 832 mg; Kerang 798 mg; Daging 50 mg; Susu 47
mg; Telur 93 mg; Gandum 47 mg; Buah-buahan 18 mg; Kacang-kacangan 30 mg dan
Sayuran 29 mg. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi
kebutuhan gizi seseorang. Dengan demikian diharapkan untuk mengkonsumsi pangan
yang beraneka ragam sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh
kerja tubuh (Harper, Deaton and Driskel, 1985)
Di negara-negara berkembang konsumsi iodium paling banyak diperoleh dari
makanan yang berasal dari laut mengingat air laut mengandung iodium cukup tinggi.
Menurut Nurlaila, dkk (1997) rumput laut dapat digunakan sebagai bahan subtitusi
dalam pengembangan produk sumber iodium antara lain barupa 1) kelompok produk
makanan selingan / makanan jajanan ; 2) kelompok produk lauk-pauk ; 3) kelompok
produk sayur-sayuran.
Kekurangan yodium memberikan kondisi hypothyroidism dan tubuh mencoba
untuk mengkompensasikan dengan penambahan jaringan kelenjar gondok yang
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid tersebut.
Jumlah iodium dalam tubuh manusia relative sangat kecil dan kebutuhan untuk
pertumbuhan normal hanya 100-150 mikrogram (0,1-0,15 mg) perhari. Kebutuhan ini
dapat dipenuhi dari konsumsi 6 gram garam beriodium dengan kandungan minimal 40
ppm, sekitar 60 mikrogram iodium yang dikonsumsi tersebut akan ditangkap oleh
kelenjar tiroid untuk pembentukan hormon thyroxin (Permaesih, 2000).
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah
yang serius mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan hidup
dan kualitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah
dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS) ; ibu hamil ; anak balita dan
anak usia sekolah (Jalal, 1998).
Faktor – Faktor yang berhubungan dengan masalah GAKI antara lain :
1. Faktor Defisiensi Iodium dan Iodium Excess
Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI. Hal ini
disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap
kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya
(Djokomoeldjanto, 1994).
Hal ini dibuktikan oleh Marine dan Kimbell (1921) dengan pemberian iodium
pada anak usia sekolah di Akron (Ohio) dapat menurunkan gradasi pembesaran kelenjar
tiroid. Temuan lain oleh Dunn dan Van der Haal (1990) di Desa Jixian, Propinsi
Heilongjian (Cina) dimana pemberian iodium antara tahun 1978 dan 1986 dapat
menurunkan prevalensi gondok secara drastis dari 80 % (1978) menjadi 4,5 % (1986).
Iodium Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus
menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido (Jepang) yang
mengkonsumsi ganggang laut dalam jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi dalam
dosis tinggi akan terjadi hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin dan
proses coupling (Djokomoeldjanto, 1994).
2. Faktor Geografis dan Non Geografis
Menurut Djokomoeldjanto (1994) bahwa GAKI sangat erat hubungannya dengan
letak geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai di
daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di Indonesia
gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di Sumatera dan
pegunungan Kapur Selatan.
Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain sebagai
penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabennya merupakan daerah yang
miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama namun
pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik iodium
(Soegianto, 1996 dalam Koeswo, 1997).
3. Faktor Bahan Pangan Goiterogenik
Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya gondok, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut berperan. Salah satunya adalah bahan
pangan yang bersifat goiterogenik (Djokomoeldjanto, 1974). Williams (1974) dari hasil
risetnya mengatakan bahwa zat goiterogenik dalam bahan makanan yang dimakan
setiap hari akan menyebabkan zat iodium dalam tubuh tidak berguna, karena zat
goiterogenik tersebut merintangi absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang telah
masuk ke dalam tubuh.
Goiterogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium oleh
kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain
itu, zat goiterogenik dapat menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke
bentuk organik sehingga pembentukan hormon tiroksin terhambat (Linder, 1992).
Menurut Chapman (1982) goitrogen alami ada dalam jenis pangan seperti
kelompok Sianida (daun + umbi singkong, gaplek, gadung, rebung, daun ketela, kecipir,
dan terung) ; kelompok Mimosin (pete cina dan lamtoro) ;kelompok Isothiosianat (daun
pepaya) dan kelompok Asam (jeruk nipis, belimbing wuluh dan cuka).
4. Faktor Zat Gizi Lain
Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap pembentukan
hormon dari kelenjar thyroid terutama tahap transportasi hormon. Baik T3 maupun T4
terikat oleh protein dalam serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan bebas.
Sehingga defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3 dan T4 bebas, dengan
adanya mekanisme umpan balik pada TSH maka hormon dari kelenjar thyroid akhirnya
menurun.
Meskipun hanya sedikit dibutuhkan, iodium berpengaruh besar pada kualitas
kesehatan seseorang. Bukan cuma menyebabkan gondok, tetapi juga membuat cebol
dan bodoh. Selain garam beriodium, makanlah rumput laut dan aneka ikan.
Salah satu masalah gizi yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia dewasa
ini adalah gangguan akibat kekurangan iodium, biasa disingkat GAKI. Tiga macam
strategi yang telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan jumlah penderita GAKI
adalah: (1) memberikan suplemen kapsul minyak beriodium di daerah endemik, (2)
program iodisasi garam, serta (3) diversifikasi konsumsi pangan sumber iodium.
Iodium merupakan mineral yang termasuk unsur gizi esensial walaupun
jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu hanya 0,00004% dari berat tubuh atau
sekitar 15-23 mg. Itulah sebabnya iodium sering disebut sebagai mineral mikro atau
trace element. Manusia tidak dapat membuat unsur iodium dalam tubuhnya seperti ia
membuat protein atau gula. Manusia harus mendapatkan iodium dari luar tubuhnya
(secara alamiah), yakni melalui serapan dari iodium yang terkandung dalam makanan
dan minuman. Kebutuhan tubuh akan iodium rata-rata mencapai 1-2 mikrogram per
kilogram berat badan per hari. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi menganjurkan
konsumsi iodium per hari berdasarkan kelompok umur seperti tercantum pada Tabel 1.
Sesungguhnya kebutuhan terhadap iodium sangat kecil, pada orang dewasa hanya 150
mikrogram (1 mikrogram = seperseribu miligram).
Iodium diperlukan tubuh terutama untuk sintesis hormon tiroksin, yaitu suatu
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
dalam waktu lama, kelenjar tiroid akan membesar untuk menangkap iodium, yang lebih
banyak dari darah. Pembesaran kelenjar tiroid tersebutlah yang sehari-hari kita kenal
sebagai penyakit gondok.
Akibat negatif dari GAKI ternyata jauh lebih luas dari sekedar terjadinya
pembesaran kelenjar gondok. Yang sangat mengkhawatirkan adalah akibat negatif pada
susunan saraf pusat yang akan berpengaruh pada perkembangan otak, kecerdasan, dan
dampak sosial/ekonomi masyarakat pada umumnya.
Selain mengakibatkan penurunan IQ, kekurangan iodium juga menyebabkan
keguguran kandungan, gangguan perkembangan saraf, serta penyakit kretinisme yang
menyebabkan orang menjadi cebol dan bodoh.