invensi tradisi: atraksi wisata berbasis pelestarian dan

25
1 Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan Pengembangan Sanggar Kesenian Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat Winda Novia Rahmanisa, Jajang Gunawijaya Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Email: [email protected] [email protected] Abstrak Skripsi ini mendeskripsikan tradisi-tradisi Sunda yang diinvensi sebagai atraksi wisata di Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat. Saung Angklung Udjo merupakan sebuah situs budaya yang menampilkan dan melestarikan tradisi Sunda dalam industri pariwisata. Di Saung Angklung Udjo kita dapat melihat bagaimana tradisi dikemas serta “dijual” kepada wisatawan. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa proses invensi tradisi dilakukan dengan beberapa penyesuaian terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat. Selain itu, invensi tradisi memberikan dampak yang luas, baik di dunia pariwisata Indonesia dan juga masyarakat sekitar lokasi Saung Angklung Udjo. Kata kunci: Saung Angklung Udjo, invensi, tradisi, pariwisata, atraksi wisata, melestarikan Invention of Tradition: Tourist Attraction Based on Conservation and Development of Saung Angklung Udjo Art Gallery, Bandung, West Java. Abstract This thesis describes the invented of Sundanese traditions as a tourist attraction in Saung Angklung Udjo, Bandung, West Java. Saung Angklung Udjo is a cultural site which showcases and preserves Sundanese tradition in the tourism industry. At Saung Angklung Udjo, we can see how the traditions are packed and “be sold” to tourists. The result of this research shows that invention of Sundanese tradition in Saung Angklung Udjo is done with some adjusments to the development of the society itself. In addition, the invention of tradition provides a wide impact, both in Indonesian tourism industry and also the community around Saung Angklung Udjo. Keywords: Saung Angklung Udjo, invention, tradition, tourism, tourist attraction, preserve Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Upload: others

Post on 06-Nov-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

1  

Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan Pengembangan Sanggar Kesenian Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat

Winda Novia Rahmanisa, Jajang Gunawijaya

Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Email: [email protected]

[email protected]

Abstrak

Skripsi ini mendeskripsikan tradisi-tradisi Sunda yang diinvensi sebagai atraksi wisata di Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat. Saung Angklung Udjo merupakan sebuah situs budaya yang menampilkan dan melestarikan tradisi Sunda dalam industri pariwisata. Di Saung Angklung Udjo kita dapat melihat bagaimana tradisi dikemas serta “dijual” kepada wisatawan. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa proses invensi tradisi dilakukan dengan beberapa penyesuaian terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat. Selain itu, invensi tradisi memberikan dampak yang luas, baik di dunia pariwisata Indonesia dan juga masyarakat sekitar lokasi Saung Angklung Udjo. Kata kunci: Saung Angklung Udjo, invensi, tradisi, pariwisata, atraksi wisata, melestarikan

Invention of Tradition: Tourist Attraction Based on Conservation and Development of Saung Angklung Udjo Art Gallery, Bandung, West Java.

Abstract

This thesis describes the invented of Sundanese traditions as a tourist attraction in Saung Angklung Udjo, Bandung, West Java. Saung Angklung Udjo is a cultural site which showcases and preserves Sundanese tradition in the tourism industry. At Saung Angklung Udjo, we can see how the traditions are packed and “be sold” to tourists. The result of this research shows that invention of Sundanese tradition in Saung Angklung Udjo is done with some adjusments to the development of the society itself. In addition, the invention of tradition provides a wide impact, both in Indonesian tourism industry and also the community around Saung Angklung Udjo.

Keywords: Saung Angklung Udjo, invention, tradition, tourism, tourist attraction, preserve

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 2: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

2  

Pendahuluan

Seni pertunjukan mampu menjadi atraksi wisata karena seni pertunjukan tersebut dianggap

unik atau langka. Seni pertunjukan dapat berupa seni drama, tari, sendratari, dan musik.

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan adat istiadat dimana masing-masing suku dan

adat di berbagai daerah memiliki kesenian dan budaya yang beragam juga. Hal tersebut

menghasilkan potensi untuk mengembangkan pariwisata budaya salah satunya melalui

kesenian. Kesenian dan budaya tradisional tersebut dapat dijadikan komoditas untuk mampu

menarik banyak wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan luar negeri datang

untuk berkunjung ke suatu daerah tertentu atau lokasi wisata tertentu di Indonesia.

Salah satu bentuk pariwisata budaya terlihat dalam seni pertunjukan. Seni pertunjukan

sangatlah beragam mulai dari seni drama, seni tari, seni sendratari, hingga seni musik.

Masing-masing seni tradisi dalam pariwisata budaya dikemas agar menjadi sesuatu yang lebih

menarik untuk dipertontonkan. Dalam proses tersebut tentunya terdapat beberapa unsur dari

masing-masing kesenian tersebut yang diubah demi menyesuaikan selera wisatawan.

Berkembangnya keinginan manusia untuk menikmati keindahan budaya nasional membuat

industri pariwisata budaya juga ikut berkembang dengan pesat. Pengembangan pariwisata

selalu dilakukan oleh para pemangku kepentingan, baik pariwisata alam ataupun pariwisata

budaya, demi memfasilitasi keinginan manusia akan rekreasi.

Pembentukkan atau pengembangan pariwisata budaya tidak hanya demi kepentingan

rekreasi namun juga untuk melestarikan hasil kebudayaan nasional. Dalam dunia bisnis

pariwisata, pengembangan wisata budaya juga penting untuk melanjutkan keberlangsungan

bisnis tersebut. Diperlukan kreativitas dalam mengembangkan seni tradisi dalam dunia

pariwisata sebab seni tradisi tersebut harus mampu menarik perhatian wisatawan serta

dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat. Selain itu, dunia bisnis pariwisata memerlukan

kerjasama dari banyak pihak sehingga suatu atraksi wisata dapat berjalan. Keberadaan Saung

Angklung Udjo juga tidak terlepas dari kerjasama beberapa pihak.

Dalam penerapannya, seni tradisi yang dijadikan atraksi wisata akan mengalami

perubahan-perubahan dalam rangka mengikuti selera pasar. Tradisi tersebut dinilai sebagai

warisan budaya yang harus dilestarikan agar keberadaannya tetap terjaga. Warisan budaya

menurut Davidson dalam Conville (1991) adalah produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-

tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang

menjadi elemen jatidiri suatu kelompok atau bangsa. Beragam wujud warisan budaya lokal

memberi kita kesempatan untuk memelajari kearifan lokal dari berbagai suku bangsa yang

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 3: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

3  

ada di Indonesia. Salah satu wujud pelestarian budaya nasional yang dijadikan sebagai atraksi

pariwisata adalah berdirinya Saung Angklung Udjo sebagai lokasi wisata yang

memperkenalkan alat musik Angklung.

Dari lokasi wisata Saung Angklung Udjo dapat terlihat bahwa seni tradisi khas Jawa

Barat, khususnya alat musik angklung, mampu menjadi salah satu atraksi wisata dengan

berbagai inovasi. Selain itu, Saung Angklung Udjo juga memberikan penggambaran

mengenai tatanan masyarakat Sunda yang diciptakan kembali pada masa sekarang sebagai

daya tarik pariwisata. Saung Angklung Udjo telah banyak menarik wisatawan baik domestik

ataupun mancanegara untuk datang ke lokasi wisata ini. Para wisatawan yang datang ke

Saung Angklung Udjo tentunya ingin mendapatkan pengalaman budaya baru dan unik.

Tradisi Sunda diinvensi menjadi wujud baru yaitu “Saung Angklung Udjo”.

Kajian mengenai invensi tradisi telah banyak dipublikasikan salah satunya yang ditulis

oleh Yasmine Z.S (2001) tentang otoritas dan kekuasaan yang terjadi pada rekacipta tradisi

betawi. Selain itu, Greenwood juga pernah melakukan penelitian mengenai pariwisata sebagai

bentuk komodifikasi budaya (Greenwood dalam Cohen 1988: 372). Beliau mengkritisi bahwa

pariwisata mampu menghilangkan cultural meanings yang terdapat pada suatu kebudayaan

maupun hasil kebudayaan. Selain itu, invensi tradisi juga dibahas oleh Gunawijaya (2011)

dalam disertasinya yang berjudul Tatali Paranti Karuhun. Invensi Tradisi Masyarakat

Kasepuhan Gunung Halimun, Sukabumi, Jawa Barat. Dalam tulisan tersebut, beliau mencoba

melihat bagaimana praktik-praktik sosial serta kaitannya dengan invensi tradisi pada

masyarakat Gunung Halimun. Plant (2005) mengemukakan bahwa keberadaan teori invensi

tradisi cenderung mengabaikan sejauh mana tradisi dapat berinovasi serta berfungsi sebagai

kekuatan normatif demi keberlanjutan suatu tradisi. Ia juga mengatakan bahwa suatu tradisi

dilihat, bukan dari keaslian atau bentuk invensi, melainkan sebagai simbol yang

dioperasionalkan atas makna kebudayaan dan kesejarahan tertentu. Namun pada penelitian

ini, pengurus Saung Angklung Udjo melakukan invensi tradisi sebagai kekuatan normatif

demi keberlanjutan tradisi Sunda. Mereka terus menciptakan kreasi-kreasi baru yang menjadi

kekuatan dari atraksi wisata yang mereka miliki.

Berbeda dengan tulisan-tulisan mengenai invensi tradisi lainnya, pada tulisan ini saya

akan mengkaji invensi tradisi pada Saung Angklung Udo yang menjadi salah satu atraksi

wisata budaya di daerah Bandung, Jawa Barat. Pada kajian ini, saya akan menelaah

bagaimana sebuah invensi tradisi berkembang dan berperan di dunia pariwisata Indonesia.

Untuk dapat memahami bagaimana proses invensi tradisi yang terjadi pada Saung Angklung

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 4: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

4  

Udjo hingga mampu memberikan kontribusi dalam aspek pariwisata secara lebih luas, penulis

memberikan skema seperti berikut:

Gambar 1.1. Skema Berpikir

Pada skema tersebut, saya berusaha mengelaborasikan keterkaitan antar-aspek seperti

kebudayaan, organisasi, invensi tradisi, sumber daya manusia, dan modal dalam konteks

industri pariwisata. Kebudayaan yang dimaksud dalam konteks tulisan ini adalah salah satu

hasil kebudayaan Sunda yaitu seni tradisi. Seni tradisi dilestarikan melalui pembentukan

sebuah atraksi wisata. Atraksi wisata ini dikelola dan dikembangkan oleh sebuah organisasi

yang memiliki tujuan-tujuan tertentu. Seni tradisi ini kemudian diciptakan dengan merujuk

pada seni tradisi masa lalu. Penciptaan seni tradisi dilakukan dengan pengemasan yang

menarik dalam rangka memunculkan minat wisatawan untuk datang ke Saung Angklung

Udjo. Pada proses inilah diperlukan adanya sumber daya manusia yang memadai baik dari

segi kuantitas maupun kualitas. Sumber daya manusia berperan sentral dalam melanggengkan

keberadaan Saung Angklung Udjo ini. Salah satu sumber daya manusia di Saung Angklung

Udjo adalah para pengrajin angklung. Para pengrajin angklung ini harus menghasilkan

kualitas angklung yang baik demi menjaga kepuasan konsumen atau wisatawan. Kepuasan

konsumen atau pelanggan ini menjadi tolak ukur bagi keberhasilan Saung Angklung Udjo.

apabila tingkat kepuasan tinggi, maka pendapatan yang didapat juga akan tinggi. Hal ini

penting untuk terus menjalankan bisnis wisata Saung Angklung Udjo yang nantinya juga

berdampak pada proses pelestarian seni tradisi Sunda.

 

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 5: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

5  

Invensi Tradisi: Menciptakan Kampung Sunda di Saung Angklung Udjo

Invensi tradisi yang dikaji dalam tulisan ini adalah diciptakannya satu kawasan yang

menghadirkan nuansa kehidupan masyarakat Jawa Barat dengan berbagai kebudayaannya.

Dalam buku The Invention of Tradition, Hobsbawm (1983) memaparkan penjelasan

mengenai invensi tradisi. Menurutnya, invention of tradition adalah seperangkat praktik-

praktik yang berlangsung wajar, sesuai dengan aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku

umum, melalui pembentukan dan penanaman nilai-nilai, norma-norma dalam perilaku

tertentu yang berlangsung melalui pengulangan masa lalu yang berhubungan dengan sejarah

masa lalu (Hobsbawm, 1983: 4). Proses invensi tradisi adalah suatu proses formalisasi dan

ritualisasi yang karakteristiknya merujuk pada masa lalu yang terjadi dan dilakukan secara

berulang-ulang (repetisi). Dengan kata lain, proses ini berlangsung secara kontinu dan

berkembang secara luas.

Menurut Graburn (2001: 8) tradisi merupakan suatu hal yang terus menerus

diciptakan, bukan pada masa lalu, melainkan pada masa (selama) modernitas. Saung

Angklung Udjo mencoba menghadirkan suasana yang berbeda dengan suasana Ciwidey, Kota

Bandung yang menjadi lokasi tempat wisata tersebut berada. Apabila di Kota Bandung kita

akan melihat bangunan-bangunan dengan arsitektur modern, di sini kita bisa menemukan

suasana pedesaan Jawa Barat. Tradisi lama kembali diciptakan di sini dan dikemas dengan

lebih menarik. Salah satu upaya yang dilakukan untuk membuat tradisi lama menjadi lebih

menarik yaitu dengan mengkolaborasikannya dengan budaya kontemporer. Seperti pendapat

Hobsbawm (1983) bahwa invensi tradisi merupakan proses formalisasi dan ritualisasi tradisi

masa lalu, proses-proses tersebut juga terjadi di Saung Angklung Udjo. Formalisasi dan

ritualisasi dilakukan melalui aturan-aturan berseragam menggunakan baju tradisi masyarakat

Sunda pada masa lalu. Selain itu, formalisasi dan ritualisasi juga dilakukan pada aspek seni

tradisi kontemporer yang ditampilkan dalam pertunjukan seni di Saung Angklung Udjo.

Formalisasi seni tradisi kontemporer ini tetap merujuk pada seni tradisi masa lalu namun

dikemas secara kekinian sehingga dianggap sebagai seni tradisi pada masa sekarang. Hal ini

menyiratkan bahwa seni tradisi itu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakatnya

meskipun tetap merujuk pada seni tradisi masa lampau.

Dengan semakin berkembangnya Saung Angklung Udjo, semakin tinggi pula minat

wisatawan untuk berkunjung kesini. Di sini, wisatawan berperan dalam perkembangan wujud

Saung Angklung Udjo yang awalnya hanya pertunjukan musik dipinggir jalan menjadi sebuah

lokasi wisata. Dahulu, pementasan yang dilakukan belum dikelola oleh sebuah organisasi

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 6: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

6  

perusahaan penyedia destinasi wisata. Pengelolaan masih dilakukan secara individu dan

sederhana. Untuk dapat mengembangkan suatu destinasi wisata, diperlukan adanya

pengelolaan yang profesional. Dalam proses invensi tradisi yang terjadi pada Saung Angklung

Udjo terdapat organisasi yang secara aktif menjalankan proses tersebut. Pihak yang dapat

melakukan rekacipta adalah pihak yang mempunyai otoritas dan hal ini merujuk pada pihak

yang mempunyai power. Kekuasaan yang terdapat di Saung Angklung Udjo ada pada

organisasinya itu sendiri. Orang-orang yang terdapat dalam struktur keorganisasian dapat

mengatur hal-hal yang mampu mengembangkan daya tarik wisata di Saung Angklung Udjo.

Dengan adanya sebuah organisasi maka Saung Angklung Udjo dapat berkembang di dunia

pariwisata.

Dengan dibentuknya sebuah organisasi, Saung Angklung Udjo diciptakan dengan

sebuah konsep yaitu masyarakat dan kebudayaan Sunda. Manajemen Saung Angklung Udjo

merekacipta tradisi budaya Sunda dalam seluruh unsur di lokasi wisata ini. Hal tersebutlah

yang menjadi daya tarik dari Saung Angklung Udjo. Wisatawan datang dengan membawa

ekpektasi-ekspektasi seperti dapat melihat dan menikmati cara hidup, kesenian, serta nilai

budaya masyarakat Sunda di Saung Angklung Udjo.

Pakaian merupakan salah satu aspek penunjang dalam mewujudkan suasana pedesaan

masyarakat Jawa Barat. Pakaian yang digunakan oleh baik karyawan maupun pementas

dengan merupakan pakaian tradisional masyarakat Jawa Barat pada tahun 60-70an. Dari

pemberlakuan pemakaian baju tradisi masyarakat Jawa Barat dapat kita lihat proses

formalisasi penanaman nilai yang berlangsung secara kontinu. Pakaian tidak hanya sebagai

asesoris dalam berpenampilan tapi juga sebagai identitas diri sebagai “orang Sunda”. Invensi

tradisi pada pakaian tradisional pernah diteliti oleh Trevor-Roper (1992) yang melihat pakaian

tradisional dataran tinggi Skotlandia memiliki kemiripan dengan Irlandia karena adanya

hubungan sosial budaya. Pakaian tradiasional dataran tinggi Skotlandia ini biasa digunakan

untuk prajurit perang namun seiring berubahnya jaman, pada saat pemberontakkan Irlandia

dan Skotlandia terhadap Inggris. Hingga kostum tersebut dilarang digunakan dan secara tidak

langsung hal tersebut melucuti kebudayaan dan identitas masyarakat dataran tinggi Skotlandia

serta menjadikan kebudayaan masyarakat tersebut menjadi kuno (Trevor-Roper dalam

Gunawijaya, 2011: 13). Apabila kebudayaan dilucuti dengan dilarangnya menggunakan

pakaian tradisional di Skotlandia, Saung Angklung Udjo justru menghadirkan kembali

pakaian tradisional dan dijadikan kostum kerja. Pangsi dan totopong merupakan salah satu

identitas masyarakat Sunda, khususnya laki-laki karena menunjukkan status dan etika

seseorang dalam berbusana dan pergaulan, misalnya dianggap kurang sopan bila seorang pria

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 7: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

7  

tidak mengenakan iket kepala saat bepergian atau menerima tamu. Selain itu, pemakaian

totopong juga sebagai kelengkapan adat, senjata dan juga alat politik. Totopong atau ikat

kepala memang erat kaitannya dengan masyarakat Sunda, khususnya laki-laki. Kini, totopong

sudah sangat jarang digunakan oleh masyarakat Sunda pada umumnya. Totopong digunakan

hanya pada golongan masyarakat tertentu misalnya di pemerintahan daerah. Pakaian pangsi

dan totopong ini digunakan untuk menarik perhatian wisatawan karena warnanya yang cerah

dan ceria.

Seperti yang telah diketahui bersama bahwa mudahnya berbagai informasi masuk ke

Indonesia dan dimaknai oleh masyarakat Indonesia menggeser tidak sedikit nilai-nilai tradisi.

Menurut Malcom Waters globalisasi dilihat sebagai proses dimana kendala geografis atas

tataran sosial dan budaya menyusut, sebagai konsekuensinya, orang menjadi semakin sadar

atas hilangnya batas tersebut (Waters dalam Orozco, 2004: 143). Pakar komunikasi yakni

Alwi Dahlan (Syaifullah dan Wuryan, 2009: 142) mengatakan bahwa proses globalisasi

berjalan dengan sangat cepat sehingga mendorong perubahan para lembaga, pranata, dan

nilai-nilai sosial budaya. Proses globalisasi terjadi ketika masing-masing individu memaknai

tradisi lama untuk menghasilkan sebuah tradisi yang dapat dipertontonkan. Mereka memaknai

sebuah tradisi untuk menghasilkan pertunjukan-pertunjukan di Saung Angklung Udjo. Meski

begitu, Saung Angklung Udjo menginginkan nilai-nilai tradisi dari masa lalu tetap terjaga

kelestariannya dan tidak hilang dengan budaya barat sebagai salah satu konsekuensi dari

globalisasi. Salah satu hasil budaya yang ingin tetap dilestarikan adalah baju tradisional.

Saung Angklung Udjo menginginkan nilai-nilai luhur masyarakat Jawa Barat pada masa lalu

dapat dihadirkan di sini sebagai daya tarik pariwisata. Saung Angklung Udjo didirikan dengan

merujuk kondisi masyarakat Sunda pada jaman dahulu dan diciptakan di masa sekarang.

Angklung merupakan salah satu alat musik tradisional masyarakat Sunda yang

diciptakan oleh guru dari pendiri Saung Angklung Udjo, Daeng Sutigna. Angklung tersebut

memiliki tangga nada diatonis, berbeda dengan angklung sebelumnya yang memiliki tangga

nada pentatonis. Hal ini diciptakan agar alat musik angklung menjadi alat musik universal

yang dapat memainkan lagu dari genre apapun. Dulu, angklung hanya dibunyikan pada

upacara-upacara tertentu seperti tanam padi. Dengan diciptakannya angklung berlaras

diatonis, Saung Angklung Udjo dapat menampilkan pementasan orkestra angklung dengan

memainkan lagu-lagu dari beragam genre musik. Hal ini dijadikan sebagai pembuktian bahwa

alat musik angklung juga dapat dimainkan untuk lagu ber-genre jazz, pop, bahkan dangdut.

Penyesuaian lagu-lagu yang dipilih juga bergantung pada jaman. Misal, sekarang ini banyak

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 8: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

8  

masyarakat yang menyukai ataupun menikmati lagu ber-genre jazz, maka dari itu Saung

Angklung Udjo menyuguhkan sebuah pertunjukan orkestra angklung ini.

Selain fokus pada alat musik angklung, Saung Angklung Udjo juga menciptakan

sebuah kemasan pertunjukan seni yang terdiri dari beberapa unsur seni pertunjukan. Edward

Bruner menerangkan bahwa kita perlu mempertanyakan perbedaan antara ekspresi budaya

dan pertunjukan yang ditujukan bagi orang luar (outsider) atau masyarakat asli (native)

(Bruner, 1986: 28). Berdasarkan pernyataan dari Bruner, Picard melihat pertunjukan budaya

sebagai wadah dialog antara wisatawan dengan masyarakat lokal, antara syarat universal

dalam pariwisata internasional serta partikularitas atas destinasi wisata (Picard, 1990: 44).

Picard (1990:44) juga menambahkan bahwa pariwisata internasional menghasilkan adanya

permintaan akan pertunjukan budaya dengan mendorong seluruh masyarakat untuk

mempertunjukan kebudayaan mereka untuk wisatawan asing. Untuk memenuhi permintaan

tersebut, masyarakat lokal mengkonstruksikan kebudayaan mereka berdasarkan referensi

kebudayaan yang mereka miliki dan pemahaman mereka mengenai ekspektasi para wisatawan

(Picard, 1990:44).

Berdasarkan pengertian tersebut, penulis melihat bahwa pertunjukan-pertunjukan yang

diadakan di Saung Angklung Udjo merupakan hasil konstruksi dari pengalaman masa lalu

yang mereka miliki tentang seni tradisi yang ditampilkan tersebut. Misalnya pada pertunjukan

helaran, manajemen mempertunjukan helaran sebagai salah satu unsur dalam pertunjukan

karena tradisi helaran identik dengan anak-anak dan kemeriahannya. Menurut manajemen

Saung Angklung Udjo, keceriaan anak-anak mampu menarik perhatian wisatawan. Pada

pertunjukan ini, penulis melihat adanya konstruksi sosial atas pemaknaan kolektif. Menurut

Geertz dalam Olson menyebutkan bahwa konstruksi sosial adalah segala sesuatu yang

dikonstruksikan secara sosial, historis, dan retoris (Olson, 1991 :246). Konstruksi sosial ini

mengarahkan cara-cara individu-individu dan kelompok dalam menciptakan persepsi atas

relitas sosial mereka. Penggambaran tradisi helaran, wayang golek, dan tari daerah itu

dikemas agar lebih menarik dari referensi mereka atas seni tradisi tersebut yang ada di

masyarakat. Maka dari itu seni tradisi yang ditampilkan dalam pertunjukan tidaklah utuh dan

persis sebagaimana yang terjadi di masyarakat. Esensi atau makna atas tradisi helaran tetap

diperhatikan agar masyarakat tetap bisa mencerna makna yang disampaikan pada seni

pertunjukan tersebut. Selaras dengan yang dikatakan oleh Hobsbawm (1983: 4) bahwa invensi

tradisi juga merespon situasi yang baru meskipun dibawa dari referensi situasi lama melalui

proses pengulangan tersebut. Saung Angklung Udjo melakukan respon terhadap situasi-situasi

yang terjadi di jaman sekarang dalam memainkan angklung dan mengemas pertunjukan.

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 9: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

9  

Menurut Shahab (2004), hasil rekacipta tersebut harus berhasil memberikan identitas

pada kelompok pemilik yang pada gilirannya akan merujuk pada eksistensi dari kelompok

yang bersangkutan. Selain itu, produk rekacipta tersebut harus berperan ke luar dari lingkaran

etnis dan tradisi, merebak masuk ke tingkat nasion dan modern. Saung Angklung Udjo telah

menunjukkan pengaruh baik pada etnis Sunda dan juga pada industri pariwisata. Masyarakat

yang hidup di sekitar lokasi wisata Saung Angklung Udjo nampaknya memang

menggantungkan hidupnya kepada Saung Angklung Udjo untuk mencari penghasilan. Lebih

lanjut lagi, Saung Angklung Udjo memunculkan minat masyarakat sekitar terhadap

pelestarian seni tradisional.

Pariwisata dan Keberlangsungan Bisnis

Saung Angklung Udjo merupakan salah satu destinasi wisata yang fokus pada kesenian-

kesenian tradisi khususnya tradisi Jawa Barat. Sebagaimana cita-cita dari pendiri Saung

Angklung Udjo itu sendiri, yaitu Pak Udjo Ngalagena, yang menginginkan alat musik

angklung dapat dikenal di seluruh dunia. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, Saung

Angklung Udjo yang kini dijalankan oleh anak-anak dari Pak Udjo mengemas tradisi menjadi

suatu hal yang menarik. Di Saung Angklung Udjo, berbagai kesenian tradisi dikemas dan

disuguhkan sebagai daya tarik pariwisata dalam bentuk pertunjukan seni, pameran, serta

workshop.

Pitana (2009) menjelaskan perlunya beberapa syarat teknis dalam menentukan suatu

tujuan wisata atau objek wisata yang dapat dikembangkan yaitu : (1) objek wisata, (2) daya

tarik dari objek wisata tersebut, (3) event atractions, adalah daya tarik yang dibuat oleh

manusia, (4) aksesibilitas, yakni kemudahan untuk mencapai objek wisata, (5) amenitas, yaitu

tersedianya fasilitas-fasilitas di objek wisata, dan (6) organisasi (Tourist Organization), yaitu

adanya lembaga atau badan yang mengelola objek wisata sehingga tetap terpelihara. Merujuk

pada syarat teknis tersebut, Saung Angklung Udjo sudah termasuk dalam golongan objek

wisata yang dapat dikembangkan. Sebagai objek wisata, Saung Angklung Udjo memberikan

atraksi-atraksi wisata serta memamerkan beragam kesenian tradisi Jawa Barat. Selain itu,

Saung Angklung Udjo juga ditunjang dengan aksesibilitas serta amenitas yang memadai dan

berjalan pada sebuah wadah organisasi.

Tradisi yang digunakan sebagai daya tarik wisata di Saung Angklung Udjo merupakan

sesuatu yang dapat dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan jaman, meskipun

akan kembali merujuk pada pengetahuan-pengetahuan tentang masa lalu. Merujuk pada

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 10: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

10  

Pitana (2009) pertunjukan seni yang ditampilkan oleh Saung Angklung Udjo merupakan

event attraction karena hal tersebut dengan sengaja diciptakan untuk menarik wisatawan. Seni

tradisi dapat dikatakan sebagai sumber daya kreatif. Menurut Sepe, sumber daya kreatif

biasanya lebih berkelanjutan daripada sumber daya fisik seperti monumen dan museum yang

seringkali mengalami degradasi (Sepe, 2010: 216). Seni tradisi lebih dapat diperbaharui

sehingga wisatawan tidak mengalami kebosanan. Seni tradisi yang diperbaharui tersebut pun

dapat terus dinikmati sebagai daya tarik wisata serta kearifan lokal orang Sunda.

Kesenian tradisi Jawa Barat yang dijadikan sebagai atraksi wisata di Saung Angklung

Udjo dikemas dalam bentuk pertunjukan yang bernama Pertunjukan Bambu Petang.

Pertunjukan tersebut sebenarnya tidak hanya ditampilkan pada petang hari tapi juga

ditampilkan pada pagi, siang, dan malam hari akan tetapi pertunjukan petang merupakan

pertunjukan reguler yang selalu ditampilkan. Dalam kemasan pertunjukan tersebut, Saung

Angklung Udjo menyuguhkan beberapa kesenian-kesenian tradisi Jawa Barat, diantaranya:

wayang golek, helaran, tari tradisional, angklung mini, arumba, angklung massal nasional,

angklung interaktif, angklung orkestra, dan menari bersama. Dari komposisi pertunjukan

dapat kita lihat bahwa Saung Angklung Udjo benar-benar ingin memopulerkan dan

mengembangkan alat musik angklung dan juga diiringi dengan beberapa atraksi hiburan

lainnya yang dikolaborasikan dengan alat musik angklung.

Pengembangan seni tradisi terus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan dari

wisatawan yang datang ke Saung Angklung Udjo baik lokal maupun asing. Istilah “layak

disuguhkan” muncul dari manajemen Saung Angklung Udjo yang penulis diartikan sebagai

sebuah pertunjukan yang memiliki daya tarik. Salah satu upaya pengembangan angklung ialah

mengkolaborasikan angklung dengan musisi-musisi yang berasal dari berbagai genre.

Angklung pernah dikolaborasikan dengan musisi seperti Ebiet G. Ade, Noah, bahkan dengan

DJ (disc jockey). Upaya tersebut dilakukan agar kalangan muda memiliki ketertarikan dengan

alat musik angklung.

Pengembangan seni tradisi dapat terjadi apabila terdapat kreativitas dari aktornya,

dalam hal ini seluruh karyawan dan seniman di Saung Angklung Udjo. Di sinilah peran

sumber daya manusia dibutuhkan. Saung Angklung Udjo mempekerjakan seniman-seniman

yang berada di sekitar lokasi Saung Angklung Udjo dengan tujuan untuk mensejahterakan

masyarakat tersebut. Selain itu, orang-orang yang ikut tampil pada setiap pertunjukan seni

juga berasal dari masyarakat sekitar Saung Angklung Udjo. Banyak dari mereka yang

sekarang sudah menjadi senior dan mengajar beragam kesenian kepada junior-junior mereka.

Sebagai seniman, mereka mengkreasikan seni tradisi menjadi hal yang menuai ketertarikan

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 11: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

11  

wisatawan. Hal ini sangat penting demi menghindari kejenuhan wisatawan yang berulang kali

datang ke Saung Angklung Udjo.

Keberlanjutan dari seni tradisi tersebut berpengaruh pada keberlanjutan Saung

Angklung Udjo sebagai salah satu destinasi wisatawan di Jawa Barat. Siklus keuangan yang

baik akan menghasilkan keberlanjutan ekonomi karena untuk dapat terus berkembang, suatu

destinasi wisata harus punya modal untuk bisa bertahan di dunia pariwisata. Keberlanjutan

ekonomi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan pendapatan, keuntungan,

dan kerja dalam sebuah sistem dan tidak menghasilkan penurunan baik kuantitas ataupun

kualitas (Ferilli dan Pedrini, 2007: 5).

Senior ke Junior: Pewarisan Tradisi

Tradisi merupakan nama atas fitur-fitur budaya yang diwariskan, dipikirkan, dilestarikan dan

tidak hilang (Graburn, 2001: 6). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Horner

(1990) yang menyatakan bahwa tradisi merujuk pada proses pewarisan dari generasi ke

generasi dan hal-hal, kebiasaan, atau proses berpikir yang diteruskan dari waktu ke waktu.

Kedua tokoh tersebut menitikberatkan tradisi pada proses pewarisan dari hal-hal (benda),

kebiasaan, ataupun proses berpikir dalam suatu masyarakat. Proses pewarisan tradisi dapat

kita lihat di Saung Angklung Udjo.

Pada akhir dekade ini, peran kebudayaan menjadi sangat penting dan seringkali

menjadi faktor dari proses urban regenerasi. Fokus dari kebudayaan sebagai faktor dalam

transformasi regional telah menjadi luas dalam menanggapi, bukan hanya persaingan

antarkota, tapi juga keberlangsungan atas sektor kebudayaan itu sendiri (Sepe, 2004: 44).

Proses pewarisan tersebut dilakukan melalui beragam cara dan terus berlangsung. Proses

pewarisan membutuhkan agen yang aktif mewariskan, sesuatu yang diwariskan, serta agen

pasif yang menerimanya. Dalam pemikiran kedua tokoh sebelumnya menunjukkan bahwa

pewarisan tradisi diperuntukkan agar tradisi tersebut dapat terlestarikan dari generasi ke

generasi. Pewarisan budaya merupakan salah satu tujuan didirikannya Saung Angklung Udjo.

Pewarisan tradisi berlangsung sejak pendiri Saung Angklung Udjo, Mang Udjo, belajar

mendalami angklung hingga meneruskan kecintaannya pada angklung dan mendirikan SAU

ini.

Secara spesifik, Saung Angklung Udjo berupaya untuk mewariskan tradisi-tradisi

yang ada di Jawa Barat seperti alat musik, seni tari, kerajinan tangan, pakaian adat, dan juga

nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam makna setiap seni pertunjukannya. Proses

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 12: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

12  

pewarisan di Saung Angklug Udjo dilakukan dengan mempertunjukan seni-seni tradisional

Jawa Barat, mendirikan sanggar, serta mengadakan workshop pembuatan angklung. Upaya

yang terlihat cukup signifikan pada proses pewarisan tradisi yaitu dengan mengikutsertakan

generasi muda dalam pertunjukan yang dilakukan di Saung Angklung Udjo. Para pementas

yang ikut serta di Saung Angklung Udjo ini mayoritas merupakan penduduk sekitar dari usia

sekolah dasar hingga dewasa. Dalam setiap latihan pertunjukan, kelompok senior bertugas

untuk mengajar dan mengevaluasi kelompok junior1. Hal-hal yang biasa dipelajari yaitu cara

memainkan angklung dan gerakan tarian. Secara langsung ataupun tidak langsung, terjadi

proses sharing knowledge antara pemain senior (yang melatih) dengan pemain junior (yang

dilatih). Pengetahuan-pengetahuan mengenai seni tradisi terus menerus diturunkan dari

generasi ke generasi agar seni tradisi tersebut dapat tetap langgeng. Dari sinilah kegiatan

pewarisan tradisi terjadi.

Seluruh rangkaian pertunjukan berisi informasi budaya yang hendak disampaikan

kepada wisatawan ataupun mereka yang menonton pertunjukan tersebut. Informasi-informasi

yang terdapat dalam rangkaian pertunjukan, misalnya: gerakan dalam tarian, lirik lagu, cara

membaca notasi, penggambaran ritual helaran, cerita ataupun tokoh dalam pewayangan, serta

makna-makna yang terkandung dalam setiap substansi pertunjukan. Informasi visual dan

audio didapat dari apa yang ditampilkan sedangkan makna dari tiap substansi biasanya akan

disampaikan oleh MC. Informasi budaya yang disampaikan melalui pertunjukan tersebut

akhirnya menjadi referensi budaya bagi wisatawan. Anak-anak yang ikut serta dalam

pertunjukan pun dapat menerima informasi tersebut sehingga dapat menambah khasanah

tradisi lokal mereka. Proses pewarisan dibutuhkan untuk eksistensi kebudayaan Jawa Barat

Moral Ekonomi: Resiprositas dalam bisnis Saung Angklung Udjo

Saung Angklung Udjo sebagai sebuah atraksi wisata tidak dapat berdiri sendiri dalam

mengembangkan bisnisnya. Diperlukan berbagai pihak pendukung untuk dapat mencapai visi

misi yang telah ditetapkan pada saat pendirian Saung Angklung Udjo. Banyak pihak-pihak

yang mendukung sukses dan majunya bisnis Saung Angklung Udjo. Pihak-pihak yang terkait

langsung diantaranya talent, pengrajin, dan travel agent. Adanya saling ketergantungan antara

manajemen Saung Angklung Udjo dengan talent, pengrajin, travel agent. Kerjasama yang

terjalin antarpihak tersebut akhirnya menghasilkan resiprositas diantara mereka.                                                                                                                          1 Setiap orang yang akan masuk dan ikut serta sebagai pementas di Saung Angklung Udjo akan

dikelompokkan berdasarkan usia. Mereka yang berusia 15 tahun keatas akan masuk ke kelompok senior yang bertugas untuk mengajar dan memberi arahan kepada kelompok junior.

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 13: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

13  

Resiprositas menurut Polanyi (1968) adalah perpindahan barang atau jasa secara

timbal balik dari kelompok-kelompok yang berhubungan secara simetris. Hubungan simetris

ini adalah hubungan dimana masing-masing pihak menempatkan diri dalam kedudukan dan

peranan yang sama ketika proses pertukaran berlangsung. Resiprositas tetap terjalin selama

ada kebutuhan antarpihak. Resiprositas sejatinya merupakan hubungan sosial antarindividu

atau kelompok. Sahlins mengemukakan tiga bentuk resiprositas di masyarakat yaitu

resiprositas umum, resiprositas sebanding, dan resiprositas negatif (Sahlins, 1974: 195).

Resiprositas yang terjadi di Saung Angklung Udjo kini bukan sekedar hubungan sosial

diantara dua pihak tapi telah diformalkan dalam bentuk kontrak kerjasama. Dalam hubungan

resiprositas ini, muncul hak dan kewajiban sebagai konsekuensinya. Hak dan kewajiban ini

yang harus disadari oleh masing-masing pemegang kepentingan. Hak dan kewajiban ini

tentunya juga merupakan hasil kesepakatan bersama. Saung Angklung Udjo memiliki hak

untuk menetapkan standar-standar mengenai kelayakan barang (kerajinan tangan dan alat

musik) dan memiliki kewajiban untuk menyediakan barang mentah yaitu bambu dan

membayar barang jadi yang dihasilkan oleh para pengrajin. Disamping itu, pengrajin

memiliki hak untuk mendapatkan upah yang layak dari hasil kerja mereka membuat kerajinan

tangan dan alat musik. Pengrajin memiliki kewajiban untuk mengikuti prosedur dan standar

yang telah diminta oleh manajemen Saung Angklung Udjo. Standar-standar tersebut dibuat

untuk menjaga kualitas barang serta meningkatkan daya saing di pasar.

Resiprositas ini menghendaki barang dan jasa yang dipertukarkan memiliki nilai yang

sebanding. Resiprositas yang terjadi diantara manajemen Saung Angklung Udjo dengan para

pengrajin merupakan hasil kesepakatan bersama antarkeduanya. Saung Angklung Udjo

membutuhkan barang sedangkan para pengrajin membutuhkan tempat untuk memasarkan

barangnya. Setelah terjadi kontrak kerjasama, terjadi negosisasi mengenai “harga yang layak”

bagi pertukaran yang mereka lakukan. “Harga yang layak” merupakan harga yang disepakati

dan tidak hanya menguntungkan salah satu pihak. Menurut Durkheim, di dalam setiap

masyarakat dan di setiap zaman, terdapat suatu pengertian yang samar-samar namun sangat

disadari tentang nilai dari berbagai jasa yang digunakan di dalam masyarakat dan tentang nilai

benda-benda yang yang merupakan pokok pertukaran (Durkheim dalam Scott, 1981: 250).

Dalam hubungan ini masing-masing pihak memercayai bahwa pertukaran yang mereka

lakukan memiliki nilai yang sepadan. Nilai tukar yang sepadan sangat penting untuk membuat

hubungan resiprositas ini ini tetap berlangsung.

Resiprositas yang terjadi di Saung Angklung Udjo dapat digolongkan ke dalam bentuk

resiprositas sebanding yang diungkapkan oleh Sahlins (1972). Pada bentuk pertukaran seperti

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 14: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

14  

ini masing-masing pihak membutuhkan barang atau jasa dari rekannya namun masing-masing

tidak menghendaki untuk memberi nilai lebih dibandingkan dengan yang akan diterima.

Resiprositas sebanding merujuk pada pertukaran langsung yang dilakukan masing-masing

pihak (Sahlins, 1972: 194). Saung Angklung Udjo dengan pengrajin merupakan unit-unit

otonom yang saling bekerjasama secara langsung, bukan sebagai satuan sosial. Ciri-ciri

bentuk resiprositas sebanding yang dikemukakan Sahlins (1972) yaitu adanya norma-norma,

aturan-aturan atau sangsi sosial untuk mengontrol individu-individu dalam melakukan

transaksi. Kedua, keputusan untuk melakukan kerjasama resiprositas berada di tangan

masing-masing individu (Sahlins: 1972: 194). Hubungan resiprositas yang terjalin diantara

manajemen Saung Angklung Udjo dengan pengrajin dapat dikatakan memiliki fungsi

membina solidaritas sosial dan menjamin kebutuhan ekonomi.

Tak Takut Disebut Komersialisasi: Bisnis dalam Invensi Tradisi

Saung Angklung Udjo sebagai sebuah perusahaan tentunya berorientasi kepada keuntungan.

Mereka menjual hasil kebudayaan masyarakat Jawa Barat dengan menciptakan sebuah

pertunjukan serta mempromosikan hasil kerajinan tangan. Untuk beberapa kalangan,

khususnya kalangan seniman, hal ini dianggap sebagai langkah ekstrem. Kalangan seniman

menilai bahwa suatu tradisi tidak dapat terbayarkan tetapi Saung Angklung Udjo justru

melakukan hal tersebut. Sebuah konsep mengenai komodifikasi dan komersialisasi lantas

melekat pada upaya Saung Angklung Udjo. Fairlogh mengatakan bahwa komodifikasi

merupakan suatu proses produksi komoditas yang tidak terbatas pada lingkup ekonomi tapi

juga mengacu pada pengorganisasian dan konseptualisasi produksi, distribusi, dan konsumsi

komoditas (Fairlogh, 1995: 207). Pemberian penghargaan yang tinggi terhadap status

kebudayaan sebagai kebudayaan yang bernilai tinggi pun lalu berfungsi sebagai semacam

iklan yang dapat mendongkrak penjualan produk-produk kebudayaan yang telah diproduksi

dan direproduksi (diinvensi) dengan kemasan baru. Pariwisata budaya dapat membangkitkan

keunikan lokal dalam bentuk tradisi budaya, memperkuat ikatan kebudayaan, dan

memberikan akses bagi aktor lokal terhadap kebermanfaatan material (McKean dalam

Shepherd, 2002: 184).

Pariwisata dianggap sebagai penyokong pengikisan kebudayaan dengan adanya

penurunan kualitas estetik dari suatu produk kebudayaan dan tradisi karena permintaan

(selera) wisatawan (Strauss dalam Sepherd, 2002: 185). Dari pendapat Sepherd diatas, penulis

menilai bahwa penurunan kualitas estetik terlihat pada permainan wayang golek. Permainan

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 15: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

15  

wayang golek yang ditampilkan memang tidak mengedepankan alur cerita sebagaimana

wayang golek yang biasa ditampilkan di masyarakat. Wayang golek yang ditampilkan di

Saung Angklung Udjo memang bertujuan untuk memperkenalkan seni tradisi wayang golek

itu sendiri kepada wisatawan, khususnya wisatawan asing. Dengan tujuan tersebut serta durasi

yang tidak memungkinkan untuk memainkan lakon secara utuh, maka manajemen Saung

Angklung Udjo memberikan suguhan baru dari seni tradisi wayang golek. Meski begitu,

pertunjukan ini tetap memunculkan daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke Saung

Angklung Udjo.

Di Saung Angklung Udjo, saya menilai bahwa tujuan dari didirikannya lokasi wisata

ini adalah untuk memperkenalkan atau showcase seni tradisi Jawa Barat. Selain itu, Saung

Angklung Udjo juga ingin mewujudkan rasa cinta terhadap seni tradisi kepada masyarakat

Indonesia, khususnya pemuda. Salah satu cara yang dianggap paling efektif ialah dengan

menjual seni tradisi tersebut. Dengan membuat seni tradisi menjadi komodifikasi dagang, seni

tradisi tersebut tetap mampu bertahan.

Bisnis yang dijalankan oleh Saung Angklung Udjo banyak memberikan dampak

positif khususnya bagi masyarakat sekitar lokasi ini dan bagi tradisi Jawa Barat itu sendiri.

Saung Angklung Udjo banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar untuk menjadi

penyedia angklung ataupun cinderamata. Selain itu, masyarakat juga diajak untuk aktif tampil

di pertunjukan seni khususnya generasi muda. Bagi tradisi Jawa Barat, Saung Angklung Udjo

berperan dalam memperkenalkan seni tradisi Jawa Barat ke dunia internasional. Saung

Angklung Udjo berhasil membawa dan menampilkan pertunjukan angklung ke berbagai

negara seperti Cina, Jerman, dan Amerika. Hal tersebut tentunya merupakan salah satu upaya

yang harus didukung karena orientasi utama dari didirikannya lokasi wisata ini ialah

melestarikan seni tradisi Jawa Barat namun melalui jalur bisnis.

Global dan Lokal dalam Sebuah Atraksi Wisata

Setiap atraksi wisata, khususnya wisata budaya, tentunya memiliki unsur-unsur pendukung

seperti media publikasi, karyawan front office dan MC, arena pertunjukan, perlengkapan

pertunjukan, kegiatan, dan souvenir. Unsur-unsur tersebut merupakan hal yang universal

berada di sebuah atraksi wisata budaya. Dalam setiap unsur tersebut, dapat dilihat adanya

aspek global dan juga lokal dalam suatu wujud unsur tertentu. Global dan lokal merupakan

dua konsep yang jauh berbeda namun dalam sebuah atraksi wisata budaya, dapat dilihat

bahwa kedua aspek tersebut dapat menghasilkan kolaborasi bagi perkembangan atraksi wisata

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 16: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

16  

budaya tersebut. Percampuran kedua aspek tersebut dapat menjadi kekuatan bagi suatu atraksi

wisata budaya, khususnya di Saung Angklung Udjo.

Menurut Sahlins (1994), globalisasi terjadi karena adanya lonjakan perkembangan

sistem komunikasi. Komunikasi memang menjadi alat penting untuk dapat memahami

perbedaan budaya. Perkembangan sistem komunikasi mempermudah manusia untuk

berkomunikasi dengan sesama dan mengetahui beragam informasi dari seluruh penjuru dunia.

Dengan adanya internet di jaman sekarang, segala informasi bisa didapatkan melalui internet.

Hal ini lah yang dimaksud dengan perkembangan sistem komunikasi. Canclini (1998)

mengungkapkan bahwa globalisasi merupakan internasionalisasi perdagangan dan budaya.

Jadi, setiap masyarakat yang berada di negara apapun akan menyebarkan informasi dan

barang kepada masyarakat lainnya.

Saung Angklung Udjo sebagai sebuah atraksi wisata budaya tidak luput dari pengaruh

globalisasi. Saung Angklung Udjo mempersiapkan sebuah atraksi wisata budaya yang tidak

hanya untuk dinikmati oleh wisatawan lokal tapi juga wisatawan mancanegara. Hal tersebut

membuat adanya standar internasional dalam setiap pelayanan dan pertunjukan yang mereka

berikan. Dalam sebuah industri pariwisata, suatu atraksi wisata pasti memiliki brosur yang

memuat informasi seputar atraksi wisata tersebut dan juga pertunjukan-pertunjukan yang

mereka miliki. Meski begitu, tampilan dan informasi yang ada di media informasi tersebut

tetap memiliki karakter lokal dari Saung Angklung Udjo, yaitu nuansa Sunda. Karakter lokal

tersebut munculkan pada desain dari media informasi tersebut. Brosur dan setiap media

informasi yang diberikan oleh Saung Angklung Udjo kepada wisatawan adalah bentuk yang

ada secara universal di tiap atraksi wisata.

Selanjutnya, Saung Angklung Udjo memiliki karyawan yang bekerja di bagian front

office. Karyawan front office ini memiliki peran penting karena merekalah yang secara

langsung berkomunikasi dan menyambut tamu. Karyawan-karyawan di Saung Angklung

Udjo biasanya menggunakan baju tradisional dan karyawan front office menjadi pihak yang

memperlihatkan baju tradisional tersebut kepada wisatawan. Selain itu, sebagai sebuah atraksi

wisata budaya yang mengusung pertunjukan seni, Saung Angklung Udjo memiliki arena

pertunjukan. Pada arena pertunjukan tersebut tetap memiliki bagian panggung dan tempat

duduk penonton sebagaimana arena pertujukan pada umumnya. Hal yang menarik dari arena

pertunjukan ini adalah desainnya yang semi terbuka sehingga wisatawan dapat leluasa

menikmati suasanya pedesaan yang ditampilkan oleh Saung Angklung Udjo. Selain itu,

desain yang ditampilkan di arena pertunjukan ini sangat sederhana dan masih menggunakan

pohon-pohon bambu sebagai ornamennya.

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 17: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

17  

Pertunjukan menjadi tujuan utama para wisatawan yang berkunjung ke Saung

Angklung Udjo. Di sini, pertunjukan yang ditampilkan merupakan gabungan dari beberapa

seni tradisi yang ada di masyarakat Sunda, mulai dari pertunjukan wayang golek, helaran, tari

tradisional, dan bermain angklung. Semua unsur pertunjukan yang ditampilkan di Saung

Angklung Udjo merupakan karakter-karakter lokal ingin diperkenalkan secara global melalui

wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara. Terakhir, Saung Angklung Udjo juga

memiliki souvenir. Beberapa souvenir adalah benda-benda khas Sunda dan beberapa lainnya

adalah benda-benda yang ada secara umum, seperti tas, gantungan kunci, kartu pos, pulpen,

tempat pensil, baju, dll. Souvenir-souvenir tersebut diberikan unsur Sunda yang

menjadikannya menarik. Misalnya, kartupos bergambar pertunjukan yang ada di Saung

Angklung Udjo, pulpen berbentuk wayang golek, dan gantungan kunci bergambar alat musik

angklung. Meski beberapa souvenir ini merupakan souvenir yang berlaku umum yang dijual

di setiap atraksi wisata budaya namun tetap mengusung karakter lokal dari masyarakat Sunda.

Efek Domino dari Invensi Tradisi sebagai Atraksi Wisata

Saung Angklung Udjo sebagai atraksi wisata berbasis tradisi memiliki peran penting dalam

melestarikan tradisi Sunda serta memperkenalkannya ke dunia Internasional. Saung Angklung

Udjo menjadi sorotan pariwisata budaya yang ada di Indonesia, khususnya di daerah Jawa

Barat. Seiring berkembangnya Saung Angklung Udjo semakin banyak pula wisatawan yang

berkunjung kesini. Maka dari itu, Saung Angklung Udjo yang merupakan invensi tradisi

dalam kemasan atraksi wisata mampu memberikan dampak yang luas.

Pertama, dari aspek seni tradisi, Saung Angklung Udjo mampu memperkenalkan,

menyebarkan, mempromosikan, dan melestarikan keberadaan seni tradisi Sunda. Saung

Angklung Udjo terus berupaya untuk selalu aktif dalam mengembangkan industri pariwisata

Indonesia. Dengan tersebarnya tradisi Sunda di dunia internasional, tentunya membawa

dampak positif bagi industri pariwisata Indonesia. Banyak turis mancanegara yang datang ke

Indonesia karena tertarik dengan seni tradisi Indonesia. Selain itu, Saung Angklung Udjo juga

banyak diundang di seminar, workshop, dan festival-festival luar negeri dengan membawa

seni tradisi Sunda. Dengan begitu, tujuan utamanya adalah menarik perhatian turis

mancanegara terhadap seni tradisi Indonesia, khususnya Sunda.

Kedua, dari aspek sumber daya manusia, Saung Angklung Udjo telah memberikan

kesempatan bagi penduduk sekitar untuk bekerja. Pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh

manajemen Saung Angklung Udjo. Sebagian besar pegawai yang ada di Saung Angklung

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 18: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

18  

Udjo merupakan penduduk sekitar. Dengan terserapnya tenaga kerja, Saung Angklung Udjo

berusaha mensejahterakan warga sekitar. Bentuk penyejahteraan masyarakat yang dilakukan

oleh Saung Angklung Udjo bukan hanya dari penyerapan tenaga kerja tapi juga kerjasama

non-bisnis yang dilakukan dengan masyarakat. Saung Angklung Udjo sangat mendukung

kegiatan-kegiatan kemasyarakat yang sering diadakan oleh penduduk sekitar.

Ketiga, aspek ekonomi, pemberdayaan sumber daya manusia telah meningkatnya

perekonomian masyarakat Desa Padasuka. Peningkatan perekonomian yang jelas terlihat pada

masyarakat Desa Padasuka yang memang bekerja sama langsung dengan Saung Angklung

Udjo dalam menyediakan cenderamata atau lainnya. Hal ini berarti, Saung Angklung Udjo

berperan dalam meninkatkan dan mengembangkan industri rumahan yang berada di sekitar

Saung Angklung Udjo. Peningkatan ekonomi lain juga terlihat di masyarakat Desa Padasuka

secara umum. Banyak masyarakat yang membuka usaha barang ataupun jasa di sekitar Saung

Angklung Udjo. Misalnya para tukang ojeg, warung makanan, penginapan, dan penyedia

barang atau jasa lainnya. “Pariwisata untuk Indonesia, bukan Indonesia untuk Pariwisata”.

Untuk memperkuat penelitian ini, esensi dari gambar kerangka pemikiran yang telah

saya cantumkan di bab 1 adalah adanya keterkaitan antar-aspek yang bermuara pada

keberhasilan Saung Angklung Udjo di industri pariwisata. Keterkaitan antara kebudayaan,

organisasi, invensi tradisi, sumber daya manusia, modal di Saung Angklung Udjo ini akhirnya

memberikan dampak pada industri pariwisata Indonesia. Kebudayaan dalam wujud seni

tradisi diinvensi oleh suatu organisasi, yaitu Saung Angklung Udjo. Invensi dilakukan dengan

mengolah seni tradisi lama menjadi sesuatu yang pantas ditampilkan sebagai atraksi wisata.

Deskripsi pada bab ini menegaskan keterkaitan antara kebudayaan, organisasi, invensi tradisi,

sumber daya manusia, modal, dan dunia pariwisata. Seni tradisi sebagai pokok kebudayaan

merupakan hal yang dijadikan atraksi wisata di Saung Angklung Udjo.

Apabila suatu kebudayaan sudah sampai di dunia industri pariwisata, tentu diperlukan

pihak yang mengelola kebudayaan tersebut. Dalam industri pariwisata, khususnya di Saung

Angklung Udjo, organisasi merupakan bagian yang berperan dalam menjalankan seluruh

sistem. Organisasi ini mengolah seni tradisi menjadi sesuatu yang dapat diterima oleh

masyarakat pada umumnya. Merujuk pada Koentjaraningrat (2009), pokok kebudayaan yang

diciptakan dalam sebuah atraksi wisata Saung Angklung Udjo meliputi bahasa, sistem

pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem religi, dan

kesenian. Manajemen Saung Angklung Udjo melakukan invensi tradisi terhadap tradisi-tradisi

lokal dan dikemas menjadi hal yang mampu menarik perhatian wisatawan.

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 19: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

19  

Dalam proses invensi tradisi tersebut tentunya memerlukan banyak sumber daya

manusia, mulai dari menciptakan sebuah pertunjukan baru yang kreatif, menghasilkan

beragam kerajinan tangan, hingga menjadi objek tersendiri sebagai atraksi wisata budaya.

Orang-orang yang bekerja di Saung Angklung Udjo mayoritas berasal dari suku Sunda. Selain

itu, dari hasil penelitian ini, saya juga menemukan adanya hubungan resiprositas antar-elemen

yang bekerjasama menjaga keberlangsungan Saung Angklung Udjo sebagai salah satu tujuan

wisata. Keberlangsungan bisnis Saung Angklung Udjo penting supaya manajemen tetap

memiliki modal untuk mereproduksi barang-barang dan menjalankan pertunjukan mereka.

Kerangka berpikir ini memperlihatkan kondisi di Saung Angklung Udjo dengan beberapa

aspek yang memengaruhi eksistensi dan keberlangsungannya di industri pariwisata.

Kesimpulan

Pariwisata dan kebudayaan merupakan sesuatu yang saling berkaitan. Saung Angklung Udjo

itu merupakan sebuah atraksi wisata yang diciptakan secara sengaja untuk menampilkan

kembali kesenian Sunda, khususnya alat musik angklung. Saung Angklung Udjo telah

memberikan pilihan wisata bagi wisatawan yang berkunjung ke Bandung. Kota Bandung

dengan Saung Angklung Udjo merupakan dua aspek yang saling menguntungkan. Bandung

dikenal sebagai salah satu kota tujuan wisata di Indonesia memberikan keuntungan bagi

Saung Angklung Udjo yang berlokasi di Bandung. Sebaliknya, Saung Angklung Udjo juga

memberikan dampak positif bagi perkembangan pariwisata Kota Bandung.

Invensi tradisi yang terjadi di Saung Angklung Udjo sebagai atraksi wisata telah mempertegas

status Saung Angklung Udjo di industri pariwisata Indonesia.

Dari data-data yang saya temukan di lapangan, saya menyimpulkan jawaban dari pertanyaan

penelitian yang telah saya sampaikan di bab 1, sbb:

1. Saung Angklung Udjo dianggap sebagai sebuah invensi tradisi karena lokasi tersebut

merupakan hasil ciptaan sendi-sendi kebudayaan masyarakat Sunda sebagai sebuah

atraksi wisata. Beragam seni tradisi yang disuguhkan di Saung Angklung Udjo

merupakan hasil konstruksi dari para senimannya atas pengalaman masa lalu yang

mereka miliki tentang seni tradisi yang ditampilkan tersebut.

2. Invensi tradisi dapat dilihat dari berbagai aspek yang ada di Saung Angklung Udjo seperti

pertunjukan, arsitektur ruang, dan nuansa yang ada di lingkungan komplek Saung

Angklung Udjo. Proses invensi tradisi dapat dilihat dari pertunjukan yang mereka

tampilkan. Dari aktivitas yang dilakukan dapat kita lihat bahwa pertunjukan-pertunjukan

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 20: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

20  

seni yang ditampilkan merupakan suatu hal yang dengan sengaja diciptakan. Selain itu,

Saung Angklung Udjo berusaha menciptakan suasana masyarakat Sunda yang didukung

dengan desain arsitektur serta pakaian tradisional. Kedua hal tersebut dianggap sebagai

identitas masyarakat Sunda sehingga menjadi penting untuk ditampilkan sebagai atraksi

wisata. Dalam pertunjukan tersebut lah seni tradisi masa lalu diciptakan kembali dengan

adanya pengetahuan-pengetahuan masa lalu mengenai seni tradisi terkait lalu disesuaikan

dengan kondisi di masa sekarang.

3. Saung Angklung Udjo sebagai salah satu atraksi wisata budaya tentunya telah

memberikan kontribusi terhadap industri pariwisata Indonesia, khususnya Bandung.

Invensi tradisi yang terjadi di Saung Angklung Udjo telah aktif membangun dan

memberikan ragam pariwisata yang ada di Indonesia. Dengan adanya Saung Angklung

Udjo, atraksi wisata budaya hadir sebagai industri pariwisata kreatif yang terus

mengembangkan seni tradisi, khususnya tradisi Sunda. Saung Angklung Udjo juga telah

membawa dan memperkenalkan seni tradisi Sunda, khususnya angklung ke berbagai

negara di dunia. Selain itu, keberadaan Saung Angklung Udjo juga menjadi daya tarik

tersendiri bagi wisatawan untuk datang ke Indonesia. Setiap hari, banyak wisatawan

asing yang datang ke Saung Angklung Udjo untuk menikmati kesenian Sunda. Invensi

tradisi yang dilakukan pada Saung Angklung Udjo telah memberikan rasa memiliki dan

bangga pada masyarakat Sunda (sebagai pemiliki seni tradisi yang ditampilkan di Saung

Angklung Udjo) atas kebudayaan mereka. Hal ini dilakukan dengan melibatkan seluruh

komponen masyarakat yang berada di sekitar Saung Angklung Udjo untuk ikut

berpartisipasi aktif dalam melestarikan seni tradisi mereka. Masyarakat yang

diikutsertakan beragam mulai dari usia dini hingga lanjut, dari berbagai pekerjaan, dan

juga latar belakang. Masyarakat Desa Padasuka dan manajemen Saung Angklung Udjo

bekerja sama dalam membangun atraksi wisata ini.

Invensi tradisi dalam industri pariwisata memberikan efek ganda bagi seluruh pihak yang

berkaitan, seperti meningkatkan omset bisnis langsung dan tidak langsung terkait seperti

apartemen dan pemasok kerajinan tangan. Tidak dipungkiri lagi bahwa pariwisata

menghasilkan peningkatan lapangan kerja, terutama di sektor jasa. Dilihat dari banyaknya

antusiasme anak-anak untuk ikut serta dalam Saung Angklung Udjo juga menggambarkan

bahwa invensi tradisi berusaha diwariskan ke anak-anak tersebut. Dampak lain yang

dihasilkan dari keberadaan Saung Angklung Udjo yaitu meningkatnya wisatawan

mancanegara yang datang ke Indonesia dan dikenalnya seni tradisi Sunda di dunia

internasional. Di samping itu, keberlangsungan Saung Angklung Udjo juga didukung oleh

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 21: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

21  

keberadaan masyarakatnya yang sadar dan mencintai seni tradisi dimilikinya. Inilah yang

menjadi kekuatan yang dimiliki oleh Saung Angklung Udjo dalam melanggengkan bisnis

wisata budaya dan juga upaya pelestarian seni tradisi Sunda.

Saran

Sebagai salah satu atraksi wisata budaya yang ada di Bandung, saya berharap Saung

Angklung Udjo tetap beracuan pada tujuan awal didirikannya wisata ini. Perkembangan seni

tradisi penting untuk dilakukan demi menjaga eksistensi Saung Angklung Udjo sendiri di

industri pariwisata namun tidak lantas mengesampingkan esensi dari tradisi itu sendiri. Selain

itu, kegiatan-kegiatan yang mengikutsertakan warga desa Padasuka (dan/atau warga secara

umum) perlu lebih banyak dilakukan mengingat keberhasilan Saung Angklung Udjo dalam

mencapai visi misi perusahaan adalah munculnya kesadaran masyarakat akan kebudayaannya

sendiri dan melestarikannya.

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 22: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

22  

DAFTAR PUSTAKA

Baker SJ, J.W.M.

1994. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, Jakarta dan Yogyakarta: BPK Gunung Mulia dan Kanisius

Berger, P., and T. Luckmann

1967 The Social Construction of Reality. Garden City: Doubleday.

Black, J.A.

1981. Urban Transport Planning: Theory and Practice. London: Cromm Helm.

Creswell, John W.

2003. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. New York: Sage.

Fairlough

1995. Discourse and Social Change. Cambridge: Polity Press

Galla, A.

2001. Guidebook for the Participation of Young People in Heritage Conservation. Brisbane: Hall and jones Advertising.

Geertz, Clifford

1973. The Interpretation of Culture. New York: Basic Books

Geriya, Wayan

1995. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, Global: Bunga Rampai Antropologi Pariwisata. Bali: Upada Sastra

Hobsbawm, Eric & Terence Ranger

1983. The Invention of Tradition. New York: Cambridge University Press

Harsojo

1984. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Koentjaraningrat (editor). Kebudayaan Sunda oleh, dalam. Jakarta : Djambatan.

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 23: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

23  

Karyono, A. Hari

1997. Kepariwisataan. Jakarta: Grasindo

Koentjaraningrat

2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Macleod, Donald V.L.

2004. Tourism, Globalisation, and Cultural Change. An Island Community Perspective.Inggris: Cromwell Press

Magribi, Muhammad

1970. Geografi Transportasi. Yogyakarta : Fakultas Pasca Sarjana, UGM.

Pendit, N. S.

1967. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Pitana, i Gde dan Putu G. Gayatri

2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi

Polanyi, K.

1957. The Great Transformation. Boston: Beacon Press.

Rojek, C. and Urry, J.

1997 Transformations of travel and theory dalam Mike Robinson Cultural Tourism in A Changing World. London: Routledge.

Sahlins, Mashall

1994. Goodbye to Tistes Tropique: Ethnography in The Context of Modern World History dalam Robert Borofsky. Assesing Cultural Anthropology. New York: Mc. Graw-Hill, Inc. Hal. 377-395

Scott, James C.

1981. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES

Spillane, James J.

1987. Ekonomi Pariwisata, Sejarah, dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius.

1994. Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi Dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 24: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

24  

Suarez-Orozco, Marcelo M.

2004. Globalization; Culture and Education in the New Millennium. Amerika: University of California Press.

Sukadijo, R.G

1996. Anatomi Pariwisata. Memahami Pariwisata sebagai “System Likage”. Jakarta: Gramedia.

Tamin, O.Z.

1997. Perencanaan dan Pemodelan. Bandung: Institut Teknologi Bandung

Yoeti, O. A.

1982. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa

1997. Tours and Travel Management. Jakarta: Pradnya Paramita.

2006. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Zadel, Zrinka

2012. The Importance of Developing Cultural Tourism in Creating Competitive Advantages of Croatian Tourism dalam Tourism and Hospitality Management. Croatia: University of Rijeka, Faculty of Tourism & Hospitality Management

Jurnal

Cohen, Eric

1988. Authenticity and Commoditization in Tourism. Annals of Tourism Research. Vol. 15. Pp. 371-386.

Jamieson, Walter

1998. Cultural Heritage Tourism Planning and Development: Defining the Field and Its Challenges. APT Bulletin. Vol. 29, No. 3/4. Pp. 65-67

Olson, Gary A.

1991. The Social Scientist as Author: Clifford Geertz on Ethnography and Social Construction. Journal of Advanced Composition. Vol. 11 No. 2. Pp. 245-268

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014

Page 25: Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan

   

25  

Sepe, Marichela dan Giovanni Di Trapani

2010. Cultural Tourism and Creative Regeneration: Two Case Studies. International Journal of Culture, Tourism and Hospitality Research. Vol. 4 Issue 3. Pp.214 – 227

Shahab, Yasmine Zaki

2001. Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi. Laboratorium Antropologi FISIP-UI. Th. XXV, No. 66, Hal 46-57

Disertasi

Gunawijaya, Jajang

2011 Tatali Paranti Karuhun: Invensi Tradisi Komunitas Kasepuhan Gunung Halimun di Sukabumi, Jawa Barat. Disertasi Strata Tiga. Tidak Diterbitkan. Depok: Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia.

Situs

www.theglobal-review.com (diakses pada tanggal 2 Februari 2014 pukul 15.09)

www.indonesia.travel (Diakses pada 5 April 2014 pukul 20.00)

Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014