interpretasi data gradiometer magnetik daerah ahu, mamuju
TRANSCRIPT
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
208 ISBN 978-979-99141-7-0
Interpretasi Data Gradiometer Magnetik
Daerah Ahu, Mamuju
Gradiometer Magnetics Data Interpretation of Ahu Area, Mamuju
Dwi Haryanto*, Adhika Junara Karunianto
Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir-BATAN; Jl. Lebak Bulus Raya No. 9, Ps. Jumat, Jakarta 12440
*Pos-el: [email protected]
ABSTRAK
Uranium digunakan sebagai bahan bakar PLTN. Peningkatan kebutuhan akan uranium perlu diimbangi
dengan peningkatan eksplorasi. Metode magnetik merupakan salah satu metode geofisika yang dapat diterapkan
dalam eksplorasi deposit uranium dan torium yang mineralisasinya berasosiasi dengan mineral sulfida atau
mineral magnetik lainnya. Pengolahan, analisis, dan interpretasi data gradiometer magnetik dilakukan untuk
mengetahui sebaran anomali gradiometer magnetik yang terkait dengan keberadaan uranium dan torium serta
pola strukur yang terdapat di daerah penelitian. Deposit uranium pada umumnya berasosiasi dengan sulfida dan
terdapat dalam batuan favourable. Mineralisasi uranium dijumpai dalam bentuk-bentuk tidak teratur dan tidak
merata. Pengolahan data gradiometer magnetik dilakukan untuk dapat menentukan keberadaan mineral sulfida.
Penentuan sebaran deposit uranium dan torium dilakukan dengan melakukan interpretasi secara kualitatif
terhadap data kontur gradiometer magnetik. Anomali data gradiometer magnetik di daerah Ahu tidak
terkonsentrasi pada zona deposit uranium dan torium. Deposit uranium dan torium sebagian besar berada di
satuan batuan Lava Ahu serta berada di sekitar perkiraan patahan yang melintasi daerah penelitian.
Kata kunci: gradiometer magnetik, uranium, torium, Ahu
ABSTRACT
Uranium is used as nuclear fuel. Increased demand for uranium, needs to be balanced with increased
exploration. The magnetic method is a geophysical method that can be applied in the exploration of uranium and
thorium deposits whose mineralization is associated with sulfide minerals or other magnetic minerals.
Processing, analysis, and interpretation of magnetic gradiometer data is carried out to determine the
distribution of magnetic gradient anomalies associated with the presence of uranium and thorium and structural
patterns found in the study area. Uranium deposits are generally associated with sulfides and are present in
favorable rocks. Uranium mineralization is found in irregular and uneven forms. Magnetic gradiometer data
processing is performed to determine the presence of sulfide minerals. The determination of the distribution of
uranium and thorium deposits is carried out by making a qualitative interpretation of the contour magnetic
gradient data. Magnetic anomaly data in the Ahu region is not concentrated in the uranium and thorium deposit
zones. Uranium and thorium deposits are mostly in the Lava Ahu rock unit and are located around approximate-
fault that cross the study area.
Keywords: magnetic gradiometer, uranium, thorium, Ahu
PENDAHULUAN
Secara administratif, daerah penelitian
berada di Desa Ahu, Kecamatan Tapalang,
Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat pada
koordinat 2° 51' 04” sampai 2° 49' 05" LS
dan 118° 48' 47" sampai 118° 48' 49" BT.
Kondisi daerah penelitian sebagian besar
berupa perbukitan terjal, hutan primer dan
sekunder, serta perkebunan coklat. Lokasi
penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 209
Gambar 1. Peta lokasi pengambilan data gradiometer magnetik di daerah Ahu, Mamuju, Sulawesi Barat.
Daerah Ahu, Kecamatan Tapalang,
Mamuju termasuk dalam batuan gunung api
Adang [1]. Nilai radioaktivitas (nilai laju
dosis radiasi) tinggi ditemukan di beberapa
daerah di Kabupaten Mamuju, Sulawesi
Barat. Kandungan mineral radioaktif alami
atau biasa disebut NORM (Naturally
Occurring Radioactive Materials) yang
terdapat pada batuan gunung api Adang
kemungkinan besar yang menyebabkan
tingginya nilai radioaktivitas di Mamuju [2].
Daerah penelitian berdasarkan peta geologi
dari PTBGN-BATAN mencakup daerah
dengan litologi lava Ahu, breksi Tapalang,
endapan aluvial, endapan sungai, dan
sebagian berada pada daerah batugamping
terumbu [3]. Pengukuran radiometri
soil/batuan di Mamuju menunjukkan bahwa
daerah Ahu termasuk ke dalam lokasi dengan
anomali kadar uranium dan torium yang
relatif tinggi seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2 [4]. Vulkanostratigrafi yang
diperoleh dari pengamatan citra satelit
Landsat-8 menunjukkan adanya beberapa
gumuk gunung api di dalam Batuan Gunung
Api Adang (Tma), diantaranya Gumuk
Labuhan Ranau, Gumuk Sumare, Gumuk
Ampalas, Gumuk Adang, Gumuk Tapalang,
Gumuk Ahu, dan Gumuk Botteng [5]. Nilai
radiometri tinggi hanya ditemukan di Gumuk
Adang, Gumuk Tapalang, Gumuk Ahu, dan
Gumuk Botteng yang tersusun atas batuan
trachyte, tephra-phonolite, phono-tephrite,
dan phonolite dengan afinitas ultrapotasik
yang terbentuk pada tataan tektonik benua
aktif dengan kerak benua mikro blok
Sulawesi [3].
Litologi daerah penelitian terdiri atas
enam satuan batuan yaitu Endapan Aluvial,
Endapan Sungai, Batugamping Kristalin,
Breksi Lava Tapalang, Breksi Lava
Labuanrano, dan Lava Ahu (Gambar 3) [6].
Sistem kelurusan berarah tenggara–baratlaut
yang mengontrol pembentukan gunung api
dan mineralisasi U-Th di daerah Mamuju
termasuk di daerah Ahu [7]. Pengembangan
eksplorasi torium dapat difokuskan pada
daerah alterasi lanjut, sedangkan eksplorasi
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
210 ISBN 978-979-99141-7-0
uranium harus difokuskan pada daerah yang
bersifat reduktif yang memungkinkan
terbentuknya cebakan uranium [4].
Metode geofisika telah digunakan secara
luas pada eksplorasi mineral termasuk untuk
eksplorasi mineral radioaktif. Metode
geofisika yang dapat dipakai untuk
eksplorasi mineral radioaktif di antaranya
metode: radioaktivitas, gas radon,
elektromagnet, gravitasi/gaya berat,
magnetik/magnetik, geolistrik, dan polarisasi
terinduksi (induced polarization).
Penggunaan metode yang paling efektif
merupakan prinsip utama dalam melakukan
survei geofisika.
Parameter yang diukur pada metode
magnetik adalah adanya variasi spasial pada
medan magnetik. Metode ini dapat biasanya
digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon,
batubara, deposit mineral bersifat logam, dan
investigasi arkeologi [8]. Tujuan survei
magnetik adalah untuk mengidentifikasi dan
menggambarkan batuan bawah permukaan
yang memiliki anomali medan magnet [9].
Anomali medan magnet dihasilkan dari
perbedaan kandungan mineral magnetik pada
batuan di bawah permukaan yang juga terkait
dengan suseptibilitas (kerentanan) magnetik.
Suseptibilitas magnetik merupakan tingkat
kemagnetan suatu benda untuk
termagnetisasi, yang pada umumnya erat
kaitannya dengan kandungan mineral dan
oksida besi. Nilai suseptibilitas batuan
umumnya tergantung pada kandungan
mineral magnetit di dalam batuan [10].
Survei magnetik dapat melokalisir area
sebelum dilakukan survei lebih lanjut,
misalnya untuk suvei geolistrik dan
polarisasi terinduksi.
Gambar 2. Peta iso kadar ekuivalen uranium (A) dan kadar ekuivalen torium (B) daerah Ahu, Mamuju hasil
pengukuran RS-125 (dimodifikasi dari [4]).
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 211
Gambar 3. Peta geologi daerah penelitian yang terdiri atas enam satuan batuan (dimodifikasi dari [6]).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sebaran anomali gradiometer
magnetik yang terkait dengan keberadaan
uranium dan torium berdasarkan analisis
secara kualitatif, serta perkiraan struktur
yang terdapat di daerah penelitian. Pola
strukur dapat diketahui dengan melakukan
pengolahan terhadap data gradiometer
magnetik. Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai dasar dalam melakukan
tahapan eksplorasi selanjutnya.
METODOLOGI
Peralatan utama yang digunakan dalam
survei magnetik di daerah Ahu adalah Proton
Precession Magnetometer G856-AX dari
Geometrics beserta 2 sensornya. Peralatan
dan perlengkapan pendukung meliputi peta,
kompas, GPS handheld, jam, buku catatan,
buku data, dan alat tulis. Akuisisi data
dilakukan dengan mode gradiometer vertikal.
Jarak antara sensor atas dengan sensor bawah
4 kaki (121,92 cm). Data yang didapatkan
berupa data gradiometer magnetik yang
merupakan selisih antara sensor atas dengan
sensor bawah dengan satuan nanoTesla (nT).
Data hasil dari akuisisi diproses awal
dengan melakukan pemilihan data. Data-data
yang terkena derau (noise) yang signifikan
dan memiliki perbedaan nilai yang jauh (data
ekstrim) akan dieliminasi. Data ekstrim dari
pengukuran di lapangan dapat diketahui
dengan melihat kestabilan data akuisisi (tiap
titik diambil 3–4 data).
Nilai gradiometer megnetik (∆H)
diperoleh dengan mengurangi nilai medan
magnetik yang terbaca pada sensor bawah
(HSB) dengan nilai medan magnetik yang
terbaca oleh sensor atas (HSA) seperti pada
persamaan 1.
ΔH = HSB – HSA (1)
Kemudian dilakukan proses reduksi ke
ekuator magnetik untuk mendapatkan lokasi
anomali yang lebih jelas. Selanjutnya
dilakukan filter kontinuasi ke atas (upward
continuation) untuk menghilangkan derau
(noise) yang berada di permukaan. Filter ini
juga akan lebih menyederhanakan anomali
yang kompleks. Dilakukan metode coba-
coba untuk mendapatkah hasil yang
mendekati keadaan geologi daerah
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
212 ISBN 978-979-99141-7-0
penelitian. Penentuan sebaran deposit
uranium dan torium dilakukan dengan
melakukan interpretasi secara kualitatif
terhadap data kontur gradiometer magnetik
setelah dilakukan proses reduksi ke ekuator
dan kontinuasi ke atas.
Langkah selanjutnya adalah melakukan
pemrosesan directional derivatives. Proses
ini dapat memberikan informasi mengenai
kemiringan atau laju perubahan lereng dalam
arah yang ditentukan. Opsi yang digunakan
dalam adalah derivatif kedua (second
derivative). Pemrosesan derivatif kedua
dilakukan untuk dapat memberikan
gambaran pola struktur di daerah penelitian
dengan lebih jelas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Akuisisi Data
Akuisisi data merupakan tahapan awal
dalam survei magnetik di daerah penelitian.
Akusisi data dimulai dari persiapan, baik
persiapan survei maupun alat hingga
pengukuran pada daerah yang telah
ditentukan. Pelaksanaan akuisisi dilakukan
berdasarkan prosedur kerja yang telah
tersedia sehingga data yang dihasilkan dapat
dipertanggungjawabkan. Langkah awal
sebelum melakukan akuisisi yaitu melakukan
persiapan peralatan utama dan perlengkapan
pendukung yang diperlukan.
Peralatan utama yang digunakan dalam
akuisisi data gradiometer magnetik di daerah
Ahu adalah Proton Precession
Magnetometer G856-AX dari Geometrics.
Sensor yang digunakan 2 sensor yang
disusun secara vertikal. Jarak antara sensor
atas dengan sensor bawah 4 kaki (121,92
cm). Pengambilan data gradiometer magnetik
ditunjukkan oleh Gambar 4. Akuisisi data di
area survei dilakukan dengan spasi antartitik
sekitar 50 m dan spasi antarlintasan sekitar
100 m. Pengukuran dilakukan sebanyak 3–4
kali untuk setiap titik ukur. Pengukuran data
posisi/koordinat yang sesuai dengan posisi di
mana akuisisi data lapangan dilakukan
menggunakan GPS handheld.
Gradiometer Magnetik Hasil Pengukuran
Data yang diperoleh dari pengukuran di
lapangan merupakan data gradiometer
magnetik. Seleksi data dilakukan terhadap
data hasil pengukuran untuk mengeliminasi
data ekstrim. Data ekstrim dari pengukuran
di lapangan dapat diketahui dengan melihat
kestabilan data akuisisi (tiap titik diambil 3–4
data). Peta kontur gradiometer magnetik hasil
akuisisi dibuat berdasarkan data hasil akuisisi
yang telah melewati tahap seleksi data awal
(Gambar 5). Nilai gradiometer magnetik
berkisar antara -4,5–5,5 nT.
Gambar 4. Pengukuran data gradiometer magnetik di daerah penelitian.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 213
Gambar 5. Peta kontur gradiometer magnetik hasil pengukuran di daerah penelitian.
Reduksi ke Ekuator
Metode reduksi medan magnet yang
umum digunakan adalah dengan melakukan
reduksi ke kutub (reduce to pole).
Kelemahan reduksi ke kutub adalah
terjadinya ketidakstabilan data hasil reduksi
ketika area survei berada pada lintang
magnetik yang rendah atau di sekitar ekuator
magnetik [11]–[13]. Jalan keluar yang dapat
dilakukan salah satunya dengan melakukan
reduksi ke ekuator magnetik. Perbedaan
mendasar saat melakukan interpretasi pada
data hasil reduksi ke kutub dengan data hasil
reduksi ke ekuator adalah pada penentuan
lokasi sumber anomali di bawah permukaan.
Posisi sumber anomali berada di bawah
puncak (nilai tertinggi) anomali ketika untuk
reduksi ke kutub, sedangkan posisi sumber
akan berada di bawah lembah (nilai terendah)
anomali jika data direduksi ke ekuator
(Gambar 6). Ketika nilai absolut inklinasi
magnetik besar, kurva anomali magnetik
hanya sedikit bervariasi. Ketika nilai absolut
inklinasi magnetik kecil, kurva anomali
magnetik sangat bervariasi. Ketika inklinasi
900 (kutub magnetik), kurva anomali
magnetik berada di pusat positif dan simetris.
Ketika inklinasi magnetik 00 (ekuator
magnetik), kurva anomali magnetik berada di
pusat negatif dan masih simetris [14]. Hasil
reduksi data gradiometer magnetik ke
ekuator magnetik ditunjukkan oleh Gambar
7. Parameter masukan berupa inklinasi dan
deklinasi.
Anomali dengan nilai gradiometer
rendah berada di bagian barat laut, utara, dan
tenggara daerah penelitian. Terjadi
perubahan posisi anomali yang jelas terlihat
pada anomali terbesar (di bagian barat laut.
Posisi anomali rendah bergerak sedikit ke
utara setelah dilakukan reduksi ke ekuator.
Tidak terjadi perubahan yang signifikan pada
nilai gradiometer magnetik, dari sekitar -4,5–
5,5 nT menjadi -4–4,5 nT. Terjadi penurunan
rentang atau jangkauan data dari 10 nT
menjadi 8,5 nT.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 214
Gambar 6. Pengaruh inklinasi pada kurva anomali magnetik total [14].
Gambar 7. Peta kontur gradiometer magnetik setelah dilakukan reduksi ke ekuator yang di-overlay oleh anomali
kadar eU, anomali kadar eTh, dan zona alterasi. Data overlay diambil dari penelitian sebelumnya [4a].
Benda yang memiliki nilai
kemagnetan yang tinggi diperkirakan
terdapat pada bagian barat laut daerah
penelitian dengan nilai gradiometer magnetik
kurang dari -2 nT. Sebaran anomali kadar eU
dan Th relatif berada pada nilai gradiometer
magnetik antara -1–1 nT. Hal ini
membuktikan bahwa tidak ada korelasi
secara langsung antara nilai gradiometer
magnetik dengan keterdapatan uranium
maupun torium.
Kontinuasi ke Atas
Data gradiometer yang telah dilakukan
reduksi ke ekuator kemudian dilakukan filter
kontinuasi ke atas (Gambar 8). Filter ini
dilakukan untuk dapat mengeliminasi derau
yang diakibatkan oleh benda-benda logam
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 215
atau material lain yang bersifat magnetik di
luar target penelitian. Kontinuasi ke atas
dilakukan dengan metode coba-coba yaitu
dengan mengubah-ubah ketinggian
kontinuasi sampai didapatkan gambaran yang
relatif mendekati geologi daerah penelitian.
Hasil kontinuasi menunjukkan bahwa
semakin tinggi kontinuasi, nilai medan
magnet yang dihasilkan semakin rendah. Peta
kontur yang dihasilkan semakin sederhana
dan bersifat regional. Semakin tinggi
pengangkatan, semakin dalam perkiraan
sumber anomali. Anomali-anomali kecil
yang berasal dari permukaan tidak terlihat
lagi.
Derivatif Kedua pada Proses Directional
Derivatives
Pemrosesan derivatif kedua dilakukan
pada data gradiometer magnetik setelah
dilakukan reduksi ke ekuator, kontinuasi ke
atas. Proses ini dilakukan kuntuk dapat
memberikan gambaran pola struktur yang
berupa tinggian dan rendahan dengan lebih
jelas karena kontur yang dihasilkan terlihat
lebih tajam dengan kelurusan yang lebih jelas
pula. Penentuan arah derivatif sangat
menentukan hasil yang diperoleh. Arah
derivatif yang digunakan pada penelitian ini
mengarah ke timur laut (N 420 E). Penentuan
arah derivatif dilakukan dengan
memperkirakan arah kelurusan pada anomali
yang signifikan setelah dilakukan reduksi ke
ekuator. Arah derivatif tegak lurus terhadap
kelurusan anomai signifikan tersebut. Peta
kontur gradiometer magnetik setelah
dilakukan reduksi ke ekuator, kontinuasi ke
atas setinggi 500 m, dan derivatif kedua
ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 8. Peta kontur gradiometer magnetik setelah dilakukan reduksi ke ekuator yang dilanjutkan dengan
proses kontinuasi ke atas. Kontinuasi ke atas: (a) 10 meter (b) 50 meter (c) 100 meter (d) 200 meter (e) 500
meter, dan (f) 1000 meter.
nT
mU
mT
nT
mU
mT mT
nT
nT
nT
nT
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
216 ISBN 978-979-99141-7-0
Gambar 9. Peta kontur gradiometer magnetik setelah dilakukan reduksi ke ekuator, kontinuasi ke atas setinggi
500 m, dan derivatif kedua.
Indikasi keterdapatan patahan di daerah
penelitian ditunjukkan oleh Gambar 8.
Patahan diperkirakan berarah barat laut-
tenggara. Penentuan lokasi patahan
dilakukan berdasarkan data gradiometer
magnetik yang telah dilakukan reduksi ke
ekuator, kontinuasi ke atas, dan derivatif
kedua. Pemrosesan derivatif kedua dilakukan
untuk dapat mempertajam zona puncak
maupun lembah pada peta kontur. Posisi
anomali untuk data magnetik yang direduksi
ke ekuator berada pada bagian lembah, hal
ini berbeda jika dilakukan reduksi ke kutub
(posisi benda pembentuk anomali berada
pada bagian puncak). Pengambilan patahan
pada bagian lembah dilakukan dengan
dengan asumsi bahwa keberadaan patahan
dapat mengakibatkan proses hidrotermal
yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan
lokasi patahan yang berada di zona
hidrotermal. Keberadaan patahan juga dapat
menjadi kontrol pengkayaan mineral yang
mengandung uranium dan torium. Hal ini
juga ditunjukkan oleh keberadaan anomali
uranium dan torium yang relatif menyebar di
sepanjang patahan yang diperkirakan.
KESIMPULAN
Keterdapatan anomali ekuivalen kadar
uranium dan torium tidak berkorelasi secara
langsung dengan anomali gradiometer
magnetik. Perkiraan patahan terdapat pada
daerah penelitian dengan arah barat laut-
tenggara. Hal ini terlihat dari pemrosesan
data gradiometer magnetik yang telah
dilakukan reduksi ke ekuator, kontinuasi ke
atas, dan derivatif kedua. Keberadaan
patahan juga dapat menjadi kontrol
pengkayaan batuan yang mengandung
uranium dan torium. Hal ini juga ditunjukkan
oleh keberadaan anomali uranium dan torium
yang relatif menyebar di sepanjang perkiraan
patahan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada PTBGN-BATAN yang telah
mendukung penelitian ini baik dari dana
maupun fasilitas. Juga kepada Bapak Syaeful
serta Tim Geologi-Geofisika Mamuju 2017
yang ikut membantu dalam pelaksanaan
kegiatan.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 217
DAFTAR PUSTAKA
[1] N. Ratman and S. Atmawinata, Peta Geologi
Indonesia Lembar Mamuju dan Sekitarnya,
Sulawesi. Bandung: P3G ESDM, 1993.
[2] H. Syaeful, I. G. Sukadana, and A. Sumaryanto,
“Radiometric Mapping for Naturally Occurring
Radioactive Materials ( NORM ) Assessment in
Mamuju , West Sulawesi,” Atom Indones., vol.
40, no. 1, pp. 33–39, 2014.
[3] I. G. Sukadana, A. Harijoko, and L. D. Setijadji,
“Tataan Tektonika Batuan Gunung Api di
Komplek Adang Kabupaten Mamuju, Provinsi
Sulawesi Barat,” Eksplorium, vol. 36, no. 1, pp.
31–44, 2015.
[4] I. G. Sukadana, F. D. Indrastomo, and Ngadenin,
“Sebaran Alterasi Batuan Berdasarkan Rasio
U/Th di Tapalang, Mamuju, Sulawesi Barat,”
Ris. Geol. dan Pertamb., vol. 28, no. 2, pp. 141–
155, 2018.
[5] F. D. Indrastomo, I. G. Sukadana, A. Saepuloh,
A. H. Harsolumakso, and D. Kamajati,
“Interpretasi Vulkanostratigrafi Daerah Mamuju
Berdasarkan Analisis Citra Landsat-8,”
Eksplorium, vol. 36, no. 2, pp. 71–88, 2015.
[6] I. G. Sukadana, F. D. Indrastomo, and H.
Syaeful, “Geology and Radionuclide Ratio
Mapping For Radioactive Mineral Exploration
in Mamuju, West Sulawesi,” in Prosiding
Seminar Teknologi Energi Nuklir, 2015, pp.
140–147.
[7] F. D. Indrastomo, I. G. Sukadana, and Suharji,
“Identifikasi Pola Struktur Geologi Sebagai
Pengontrol Sebaran Mineral Radioaktif
Berdasarkan Kelurusan pada Citra Landsat-8 di
Mamuju , Sulawesi Barat,” Eksplorium, vol. 38,
no. 2, pp. 71–80, 2017.
[8] P. Kearey, M. Brooks, and I. Hill, An
Introduction to Geophysical Exploration, 3rd
eE. Oxford, London, Edinburgh, Malden,
Carlton Victoria, Paris: Blackwell Science Ltd,
2002.
[9] W. Lowrie, Fundamentals of Geophysics, 2nd
Ed. Cambridge: Cambridge University Press,
2007.
[10] J. Milsom, Field Geophysics, 3rd Ed.
Chichester: John Willey & Sons Inc, 2003.
[11] I. C. F. Stewart, “A Simple Approximation for
Low-Latitude Magnetic Reduction-to-The-
Pole,” J. Appl. Geophys., vol. 166, pp. 57–67,
2019.
[12] M. Hao, F. Zhang, Z. Tai, W. Du, L. Ren, and Y.
Li, “Reduction to The Pole at Low Latitudes by
Using The Taylor Series Iterative Method,” J.
Appl. Geophys., vol. 159, pp. 127–134, 2018.
[13] Y. Li and D. W. Oldenburg, “Stable Reduction
to The Pole at The Magnetic Equator,”
Geophysics, vol. 66, no. 2, pp. 571–578, 2001.
[14] Z. Guo, D. Liu, Q. Pan, and Y. Zhang, “Forward
Modeling of Total Magnetic Anomaly Over a
Pseudo-2D Underground Ferromagnetic
Pipeline,” J. Appl. Geophys., vol. 113, pp. 14–
30, 2015.