internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam...

145
INTERNALISASI NILAI-NILAI PUASA SUNNAH DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA IAIN SALATIGA JURUSAN PAI ANGKATAN 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd) Oleh : Bella Sita Kurniawati 111-13-009 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • INTERNALISASI NILAI-NILAI PUASA SUNNAH

    DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN

    SPIRITUAL MAHASISWA IAIN SALATIGA

    JURUSAN PAI ANGKATAN 2013

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd)

    Oleh :

    Bella Sita Kurniawati

    111-13-009

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2017

  • i

    INTERNALISASI NILAI-NILAI PUASA SUNNAH

    DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN

    SPIRITUAL MAHASISWA IAIN SALATIGA

    JURUSAN PAI ANGKATAN 2013

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd)

    Oleh :

    Bella Sita Kurniawati

    111-13-009

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2017

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    MOTTO

    “TAK ADA HASIL YANG MENGKHIANATI USAHA”

    ٍَ ُِْزنِْي ًُ ََْذ َخۡيُز ٱۡن أَ َٔ ب جَبَركا َُْزٗلا يُّ َِْزۡنُِْي ُي َرةِّ أَ

    “Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan

    Engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat."

    (QS. Al-Mu’minun: 29)

  • vii

    PERSEMBAHAN

    Dengan ketulusan hati dan segenap rasa syukur, saya persembahkan skripsi ini

    kepada:

    1. Ibu dan Bapak tercinta yaitu Ibu Siti Aminah dan Bapak Amat Slamet yang

    telah membesarkan dan membimbingku dengan kasih sayang, kesabaran,

    keikhlasan, serta yang selalu memberikan doa dan restu dengan tulus,

    dukungan baik moral maupun materil. Engkaulah segalanya bagiku.

    2. Adik-adikku tersayang Dek Prila dan Dek Citra yang menjadi semangatku.

    3. Untuk semua keluarga yang selalu memberikan dorongan dengan penuh

    kesabaran dalam penulisan skripsi ini.

    4. Sahabat-sahabatku Kak Laili, Kang Sayyid, Kak Zizah dan Kak Yudha yang

    selalu memberi dukungan dan yang selalu ada di hatiku.

    5. Teman-teman PAI angkatan 2013 senasip seperjuangan dan juga teman-teman

    yang telah memberikan dukungannya, ijinnya, motivasi, doa dan segala

    bantuannya baik material maupun nonmaterial sehingga proses skripsi ini

    dapat terselesaikan dengan lancar untuk penempuhan gelar sarjana ini.

    6. SMA 1 Getasan, Kepala Sekolah beserta jajarannya, lalu para adik-adik

    siswa-siswi yang baik sekali pada kakak-kakak PPL IAIN Salatiga 2016. Dan

    juga untuk teman-teman penulis selama PPL.

    7. Seluruh warga Dusun Pregolan, Desa Jetis, Kecamatan Kaliwungu,

    Kabupaten Semarang dan seluruh teman-teman penulis selama KKN disana.

    8. Keluarga Besar JQH Al-Furqan IAIN Salatiga Kanda Yunda seperjuanganku,

    yang selalu menjadi semangat dan motivasiku.

  • viii

    9. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di Himpunan Mahasiswa

    Islam (HMI) Komisariat Walisongo dan keluarga besar HMI Cabang

    Salatiga, yang selalu memberikanku semangat berjuang.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Assalamu’alaikumWr.Wb

    Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah, segala puji bagi-Nya

    yang senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, serta kita harapkan

    perolongan dan kita minta ampunan-Nya. Sholawat salam selalu tercurahkan pada

    junjungan serta panutan kita, Beliau Nabi Muhammad SAW, yang telah

    menyampaikan dan membimbing umat pada jalan yang diridloi Allah, dengan

    semangat dalam menebarkan ilmu-Nya dan nur kemulyaan-Nya. Sehingga penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “INTERNALISASI NILAI-NILAI

    PUASA SUNNAH DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN SPIRITUAL

    MAHASISWA IAIN SALATIGA JURUSAN PAI ANGKATAN 2013”

    Skripsi ini dapat penulis selesaikan berkat pertolongan Allah melalui

    berbagai pihak, karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:

    1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN) Salatiga.

    2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

    3. Ibu Siti Rukhayati selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam

    Jurusan Tarbiyah IAIN Salatiga.

  • x

    4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah

    meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan serta

    pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

  • xi

    ABSTRAK

    Sita Kurniawati, Bella. 2017. Internalisasi Nilai-Nilai Puasa Sunnah Dalam

    Menumbuhkan Kecerdasan Spiritual Mahasiswa IAIN Salatiga

    Jurusan PAI Angkatan 2013. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program

    Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

    Dosen Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M.Si

    Kata Kunci : Puasa Sunnah, Kecerdasan Spiritual

    Penelitian ini membahas tentang internalisasi nilai-nilai puasa sunnah

    dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI

    angkatan 2013. Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah apa saja

    nilai-nilai puasa sunnah, bagaimana cara mengukur kecerdasan spiritual,

    bagaimana internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan

    spiritual, dan faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung proses

    internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual

    mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013. Tujuan penelitian dalam

    skripsi ini yaitu: (1)Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai puasa sunnah, (2)Untuk

    menngetahui bagaimana cara mengukur kecerdasan spiritual, (3)Untuk

    mengetahui bagaimana internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan

    kecerdasan spiritual, (4)Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi

    penghambat dan pendukung proses internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam

    menumbuhkan kecerdasan spiritual mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI

    angkatan 2013.

    Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dan

    dilihat dari tingkat ekplanasi, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.

    Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder.

    Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

    Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi sumber, triangulasi teknik,

    triangulasi waktu. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data,

    penyajian data, dan menarik kesimpulan.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)nilai-nilai puasa sunnah ada 2, yaitu

    nilai instrumental meliputi rendah hati, rajin, hormat-menghormati, adil kepada

    orang lain, dan nilai intrinsic meliputi meningkatkan kedisiplinan dan adil kepada

    diri sendiri. (2)Cara mengukur kecerdasan spiritual yaitu melalui tanda orang

    yang mempunyai kecerdasan spiritual, antara lain: kemampuan bersikap

    fleksibel, tingkat kesadaran yang tinggi, kemampuan menghadapi penderitaan,

    kemampuan menghadapi rasa takut. (3)Internalisasi nilai-nilai puasa sunnah

    dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual antara lain: ibadah puasa meningkatkan

    iman, ibadah puasa melatih kesabaran, ibadah puasa menekan syahwat dan

    mengendalikan hawa nafsu, ibadah puasa menguatkan rasa muraqabatullah (takut

    kepada Allah), ibadah puasa meningkatkan rasa syukur, dan meningkatkan rasa

    belas kasihan (4)Penghambat dalam proses internalisasi yang berlangsung

    meliputi kegiatan atau aktifitas yang banyak membuat rasa lemas pada tubuh,

    kondisi fisik yang kurang fit, dan kurangnya niat dalam melaksanakan puasa

    sunnah. Pendukungnya meliputi mengusir kesedihan dan kegelisahan, melahirkan

    rasa empati, memberikan ketenangan.

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

    LEMBAR BERLOGO .......................................................................................... ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iii

    PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... iv

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................ v

    MOTTO ................................................................................................................ vi

    PERSEMBAHAN. ................................................................................................ vii

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix

    ABSTRAK ............................................................................................................ xi

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

    B. Fokus Penelitian ................................................................................... 4

    C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5

    D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5

    E. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................................. 6

    F. Penegasan Istilah ................................................................................... 8

    G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 12

    BAB II KAJIAN TEORI

    A. Internalisasi Nilai-nilai Puasa Sunnah .................................................. 14

    B. Puasa Sunnah ........................................................................................ 18

    C. Kecerdasan Spiritual ............................................................................ 31

    D. Internalisasi Nilai-Nilai Puasa Sunnah Dalam Menumbuhkan

    Kecerdasa Spiritual ............................................................................... 37

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................................ 42

    B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 43

    C. Sumber Data ....................................................................................... 43

    D. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 45

    E. Analisis ............................................................................................... 47

  • xiii

    F. Pengecekan Keabsahan Data .............................................................. 48

    BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS

    A. Paparan Data ...................................................................................... 53

    B. Analisis Data ...................................................................................... 80

    BAB V PENUTUP

    A.Simpulan ........................................................................................... 99

    B. Saran ............................................................................................... 101

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN – LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Setiap ibadah yang disyariatkan Allah kepada umat manusia pasti

    mengandung makna. Makna yang dimaksud adalah manfaat yang kembali

    kepada orang yang melakukannya, apakah itu manfaat langsung maupun tidak

    langsung, apakah itu manfaat di dunia maupun di akherat. Dan Allah Yang

    Maha Tahu manfaat apa yang dibutuhkan manusia, bukan dari kacamata

    manusia itu sendiri. Sebab, kadangkala keinginan manusia tidak selalu sama

    dengan apa yang Allah timpakan kepadanya. Sehingga, manfaat menurut

    manusia belum tentu sama dengan manfaat dalam pandangan Allah.

    Begitu juga setiap ibadah yang kita jalankan dan telah menjadi

    kewajiban kita, pada dasarnya suatu ibadah memiliki nilai-nilai tertentu,

    dimana Rasulullah menilai „harga‟ suatu ibadah dinilai dari sejauh mana kita

    menjalankannya. Jika ibadah itu tidak meningkatkan akhlak kita, Rasulullah

    menganggap ibadah itu tak bermakna (Maksum, 2009: 27-28).

    Salah satu contohnya yaitu ibadah puasa, puasa bukanlah sekedar

    menahan diri dari makan dan minum sejak terbit matahari sampai

    tenggelamnya, ibadah puasa juga mempunyai tujuan yang lain, yaitu

    menbiasakan manusia mengalahkan hawa nafsu dan dapat mengendalikan

    manusia untuk mengatasi perasaan-perasaan hati yang sering mendorong

    berbuat salah, menghadapi segala sesuatu dengan sabar. Puasa di sini

  • 2

    dijalankan sebagai salah satu ibadah kepada Allah SWT untuk mencapai

    derajat yang tinggi dihadapan Allah, bukan hanya rohaninya saja melainkan

    juga untuk melatih jasmani manusia.

    Kecerdasan spiritual merupakan sebuah kecerdasan atau kemampuan

    untuk menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan makna, serta

    menempatkan perilaku dalam kehidupan manusia dan juga diartikan sebagai

    penilaian bahwa tindakan tertentu dalam kehidupan itu lebih bermakna

    dibandingkan dengan yang lainnya (Agustian, 2005: 14).

    Orang yang memiliki kecerdasan spiritual dapat memecahkan masalah

    dalam kehidupan hanya dengan menggunakan akal dan emosinya saja. Tetapi

    lebih menggunakan hati nurani sebagai pembimbingnya. Suara hati nurani

    senantiasa selaras dengan kebenaran agama yang sesuai dengan kebutuhan dan

    dibutuhkan manusia.

    SQ (Spriritual Quotient) memungkinkan kita untuk menyatukan hal-

    hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani

    kesenjangan antara diri dan orang lain. Daniel Goleman telah menulis tentang

    emosi-emosi intrapersonal atau dalam diri, dan emosi-emosi interpersonal-

    yaitu yang sama-sama dimiliki kita maupun orang lain atau yang kita gunakan

    untuk berhubungan dengan orang lain. Namun, EQ (Emosional Quotient)

    semata-mata tidak dapat membantu kita untuk menjembatani kesenjangan itu.

    SQ-lah yang membuat kita mempunyai pemahaman tentang siapa diri kita dan

    apa makna segala sesuatu bagi kita, dan bagaimana semua itu memberikan

  • 3

    suatu tempat di dalam dunia kita kepada orang lain dan makna-makna mereka

    (Zohar dan Marshall, 2007: 12-13).

    Jadi, orang yang memiliki kecerdasan spiritual dapat memecahkan

    masalah dengan selalu menghubungkan pada nilai-nilai agama dan selalu

    menggunakan hatinya. Ia selalu merujuk pada hukum-hukum agama, seperti

    kitab suci dan nasihat dari tokoh agama untuk membersihkan sebuah

    gambaran tentang masalah yang dihadapinya sehingga dapat terselesaikan

    dengan baik. Oleh karena itu, nilai-nilai yang religius penting dimiliki oleh

    siapapun.

    Salah satu cara untuk dapat memperdalam jiwa keagamaan adalah

    dengan melakukan puasa. Sebab dengan puasa, tubuh menjadi sehat termasuk

    lambungnya juga. Antara pikiran dan lambung manusia itu terdapat hubungan

    timbal balik berupa hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Jika

    pikiran terganggu, maka lambung dan organ-organ pencernaan otomatis

    terganggu, maka pikiran akan terganggu pula.

    Jadi dengan tubuh yang sehat, pikiran dan jiwa juga akan sehat. Puasa

    adalah salah satu cara untuk membuat tubuh menjadi sehat (Syarifudin, 2003:

    209). Seperti dilakukannya puasa sunnah oleh para mahasiswa IAIN Salatiga

    jurusan PAI angkatan 2013. Puasa sunnah tersebut merupakan usaha untuk

    menumbuhkan kecerdasan spiritual mahasiswa, karena ibadah puasa itu

    sendiri mempunyai tujuan yang lain selain menahan makan dan minum saja,

    melainkan juga untuk mengendalikan hawa nafsu, menghadapi segala sesuatu

    dengan sabar dan ikhlas. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual dapat

  • 4

    memecahkan permasalahannya menggunakan nilai-nilai agama yang salah

    satunya yaitu melakukan ibadah puasa. Dengan pembiasaan puasa bagi

    mahasiswa ini merupakan hal yang paling penting, dimana puasa sunnah

    diharapkan mampu meningkatkan kecerdasan spiritual bagi mahasiswa.

    Dari beberapa hal yang telah terurai di atas merupakan alasan penulis

    dalam menyusun naskah skripsi, sehingga penulis memiliki niat dan keinginan

    meneliti dengan judul “INTERNALISASI NILAI-NILAI PUASA SUNNAH

    DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA

    IAIN SALATIGA JURUSAN PAI ANGKATAN 2013.

    B. Fokus Penelitian

    Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa

    permasalahan, di antaranya:

    1. Apa saja nilai-nilai puasa sunnah?

    2. Bagaimana cara mengukur kecerdasan spiritual Mahasiswa IAIN Salatiga

    Jurusan PAI Angkatan 2013?

    3. Bagaimana internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan

    kecerdasan spiritual Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI Angkatan

    2013?

    4. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung proses

    internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan

    spiritual pada Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI Angkatan 2013?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai puasa sunnah

  • 5

    2. Untuk mengetahui bagaimana cara mengukur kecerdasan spiritual

    Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI Angkatan 2013.

    3. Untuk mengetahui bagaimana internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam

    menumbuhkan kecerdasan spiritual Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan PAI

    Angkatan 2013.

    4. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat dan

    pendukung proses internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam

    menumbuhkan kecerdasan spiritual pada Mahasiswa IAIN Salatiga

    Jurusan PAI Angkatan 2013.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoretis

    Memberi kontribusi ilmiah terhadap referensi dalam kecerdasan,

    khususnya kecerdasan spiritual yang diinternalisasikan dalam nilai-nilai

    puasa sunnah dan menunjukkan bahwa puasa sunnah tidak hanya menahan

    hawa nafsu saja melainkan untuk menumbuhkan kecerdasan-kecerdasan

    spiritual pada pribadi-pribadi yang religious.

    2. Manfaat Praktis

    Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan

    kontribusi kepada mahasiswa IAIN Salatiga khususnya mahasiswa IAIN

    Salatiga jurusan PAI angkatan 2013 yang berusaha menginternalisasikan

    nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual.

    Bagi peneliti, penelitian ini sangat penting karena berangkat dari

    alasan pemilihan judul tersebut, yang menjadi keinginan peneliti akan

  • 6

    terjawab. Peneliti berharap mampu memberi solusi terhadap para

    mahasiswa apakah dengan melakukan puasa sunnah jalan hidupnya lebih

    bermakna dibandingkan dengan orang lain.

    E. Kajian Penelitian Terdahulu

    Penelitian yang relevan digunakan sebagai bahan perbandingan

    terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kekurangan dan kelebihan yang

    ada sebelumnya. Selain itu juga mempunyai andil besar dalam rangka

    mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumnya tentang teori-teori yang

    ada kaitannya dengan judul yang digunakan untuk mendapatkan landasan

    teori ilmiah. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji beberapa penelitian yang

    pernah diteliti oleh beberapa penelitian lain, penelitian tersebut digunakan

    sebagai bahan kajian pendukung dalam penelitian ini.

    Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini,

    yakni:

    1. Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS

    PELAKSANAAN SHOLAT TAHAJUD DAN PUASA SUNNAH

    DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SPIRITUAL PADA

    MAHASISWA AKTIVIS LDK IAIN SALATIGA TAHU 2015” yang

    ditulis oleh Ahmad Fikri Sabiq (11110196) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    keguruan (FTIK) IAIN Salatiga Tahun 2015, menjelaskan bahwa:

    Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan antara intensitas

    pelaksanaan shalat tahajud dengan kecerdasan emosional spiritual, ada

    hubungan antara intensitas pelaksanaan puasa sunnah dengan kecerdasan

  • 7

    emosional spiritual, ada hubungan antara intensitas pelaku shalat tahajud

    dan puasa sunnah dengan kecerdasan emosional spiritual. Hal ini

    dibuktikan dengan hasil penghitungan statistik pada taraf dignifikansi 5%

    yang menunjukkan bahwa nilai r hitung (0,279).

    2. Skripsi yag berjudul “PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KONSEP

    EMOSIONAL DAN SPIRITUAL QUOTIET ARY GINANJAR

    AGUSTINAN” yang ditulis oleh fahmi bastian (12108012) Fakultas

    Tarbiyah dan Ilm Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga Tahun 2015,

    menerangkan bahwa:

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa konse ESQ Ary Ginanjar Agustian

    mempunyai relevansi dengan Pendidikan Islam. Bahwa kosep

    pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual yang digagas Ari

    Ginanjar Agustian dengan Pendidikan Islam mempunyai tujuan yang

    sama, yaitu untuk membentuk Insan Kamil (manusia sempurna) dan

    menumbuh-kembangkan potensi dasar manusia (fitrah/god spot) atau

    manusia yang baik dimata manusia dan baik dihadapan Sang Khalik

    (secara vertical dan horizontal) atau istilah dalam pendidikan Nasional

    adalah manusia seutuhnya.

    F. Penegasan Istilah

    1. Internalisasi nilai-nilai

    Internalisasi (internalization) diartikan sebagai penggabungan atau

    persatuan sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam

    kepribadian (Chaplin, 2005: 256).

  • 8

    Reber, sebagaimana dikutip Mulyasa mengartikan internalisasi

    sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa

    psikolog merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan

    aturan-aturan baku pada diri seseorang (Mulyana, 2004: 21).

    Menurut pandangan Brubacher (Muhaimin, 1993) Nilai

    (value/qimah) tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai tersebut sangat erat

    kaitannya dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang

    kompleks, sehingga sulit ditentukan batasannya. Nilai itu praktis dan

    efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif di

    dalam masyarakat.

    Nilai berasal dari kata value (Inggris), value diambil dari kata

    valere (Perancis) (Mulyana, 2014: 7). Nilai berkaitan dengan masalah baik

    dan buruk. Islam memandang adanya nilai mutlak dan nilai intrinsik yang

    berfungsi sebagai pusat dan muara semua nilai. Nilai tersebut adalah

    tauhid yang merupakan tujuan semua aktivitas hidup muslim. Semua nilai-

    nilai lain yang termasuk amal shalih dalam islam merupakan nilai

    instrumental yang berfungsi sebagai alat untuk meraih nilai tauhid. Oleh

    karenanya Islam menekankan perlunya nilai-nilai tersebut terus dibangun

    pada diri seseorang sebagai jalan menuju terbentuknya pribadi yang

    tauhidi (Achmadi, 2005: 123-124).

    Pengertian di atas menerangkan bahwa pemahaman nilai yang

    diperoleh harus dapat dipraktikan dan berimplikasi pada sikap.

    Internalisasi ini akan bersifat permanen dalam diri seseorang. Dengan

  • 9

    demikian penulis menyimpulkan bahwa internalisasi merupakan cerminan

    pada sikap dan perilaku seseorang yang ditampakkan dalam kehidupan

    sehari-hari terhadap sebuah proses penanaman nilai kedalam jiwa

    seseorang tersebut.

    2. Puasa Sunnah

    Puasa, dalam bahasa Arab, disebut shiyam dan shaum, yang berarti

    menahan (imsak) sesuatu. Menurut syara’, puasa berarti menahan diri dari

    perbuatan tertentu dengan niat dan menurut aturan tertentu sejak terbit

    matahari hingga terbenam (Supriana, 2003: 83).

    Sunnah, secara bahasa berarti tata cara. Menurut Syammar, sunnah

    pada awalnya berarti cara atau jalan, yaitu jalan yang dilalui orang-orang

    terdahulu kemudian diikuti oleh generasi berikutnya. Sunnah juga berarti

    tata cara dan tingkah laku atau perilaku hidup, baik yang terpuji maupun

    yang tercela. Al-Tahanuwi berpendapat bahwa sunnah memiliki makna

    tata cara, yang baik maupun yang buruk.

    Puasa sunnah adalah puasa yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w.

    untuk melakukannya di luar bulan Ramadlan dan bukan dalam hari-hari

    yang diharamkan (dilarang) melakukan puasa. Puasa sunat itu adapula

    dilakukan pada hari-hari tertentu atau bulan-bulan tertentu, dimana

    Rasulullah SAW. membiasakan melakukannya semasa hidupnya.

    Menurut kebanyakan fuqaha‟ niat puasa sunat (tathawwu’) itu

    tidak harus malam hari sebelum fajar seperti puasa fardlu. Tetapi cukup

    diniatkan pagi (siang) hari sebelum zawal, yakni tergelincirnya matahari,

  • 10

    demikian apabila seseorang belum lagi makan atau minum (Chamid, 1987:

    60).

    3. Kecerdasan Spriritual

    Kecerdasan: kecerdasan bisa didefinisikan sebagai kemampuan

    memperoleh pengetahuan dan pemahaman, dan menggunakannya dalam

    situasi baru yang berbeda. Kecerdasan merupakan kecakapan atau

    kemampuan, yang memungkinkan seseorang menghadapi situasi nyata dan

    secara cerdas memanfaatkan pengalaman inderawi.

    Spiritual: istilah “spiritual” di sini dipakai dalam arti “the

    animating or vital principle” (penggerak atau prinsip hidup) yang

    memberi hidup pada organisme fisik. Artinya, prinsip hidup yang

    menggerakkan hal yang material menjadi hidup. Dalam diri manusia, kata

    Theodore Rotzack yang dikutip dalam bukunya Satiadarma & Waruwu

    ada “ruang spiritual”, yang jika tidak diisi dengan hal-hal yang lebih

    tinggi, maka ruang itu secara otomatis akan terisi oleh hal-hal yang lebih

    rendah, yang ada dalam diri setiap manusia. Dalam konteks ini, kiranya

    SQ hendak membawa “ruang spiritual” dalam diri kita itu menjadi cerdas

    (Satiadarma & Waruwu, 2003: 42).

    Kedalaman spiritual adalah dasar yang harus dimiliki oleh anak

    demi mencapai akhlaqul karimah dalam mengarungi kehidupannya kelak.

    Sehingga bidang apapun yang akan ditekuni oleh anak dikemudian hari,

    jika secara spiritual anak sudah bisa menginternalisasikan nilai-nilai religi

  • 11

    ke dalam kehidupannya, maka sudah dapat dipastikan ia akan mencapai

    kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat (Muallifah, 2009: 177).

    Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual merupakan

    kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan

    nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam

    konteks makna yang lebih luas dan kaya atau kecerdasan untuk menilai

    bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding yang

    lain. Sementara menurut Sinetar dan Khavari, kecerdasan spiritual

    merupakan pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas

    yang terinspirasi penghayatan ketuhanan dimana kita menjadi bagian

    didalamnya (Suyamto, 2006: 1). Kecerdasan spiritual yang sejati

    merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan

    makna dan nilai, tidak saja terhadap manusia, tetapi juga di hadapan Allah.

    Pendek kata, kecerdasan spiritual (SQ) merupakan kesadaran

    dalam diri kita yang membuat kita menemukan dan mengembangkan

    bakat-bakat bawaan, intuisi, otoritas batin, kemampuan membedakan yang

    salah dan benar serta kebijaksanaan.

    G. Sistematika Penulisan

    Untuk mengetahui gambaran keseluruhan pada penelitian ini, maka

    peneliti akan sampaikan garis-garis besar dalam sistematika penelitian

    yang memuat 5 (lima) bab atau pembahasan, sebagai berikut :

    Bab I : Pendahuluan. Pada bab pendahuluan ini berisi tentang:

    Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat

  • 12

    Penelitian, Kajian Penelitian Terdahulu, Penegasan Istilah, dan Sistematika

    Penulisan Skripsi. Bab pendahuluan ini dimaksudkan sebagai kerangka

    acuan dalam penulisan skripsi, sehingga dapat dijelaskan secara

    sistematika sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.

    Bab II : Kajian Pustaka. Pada bab kajian pustaka ini, dikupas

    berbagai pembahasan teori yang menjadi landasan teoritik penelitian.

    Sesuai dengan judul skripsi maka pembahasan pada bab ini berisi : definisi

    internalisasi, definisi nilai, definisi puasa sunnah, definisi kecerdasan

    spiritual.

    Bab III : Metode Penelitian. Pada bab ini akan dilaporkan

    pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur

    pengumpulan data, analisis data, dan pengecekan keabsahan data

    mengenai internalisasi nilai-nilai puasa sunnah dalam menumbuhkan

    kecerdasan spiritual mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013

    dan penyajian data.

    Bab IV : Paparan data dan Analisis Data. Pada bab ini akan

    dilaporkan hasil penelitian tentang paparan data, yaitu gambaran umum

    perguruan tinggi dan temuan penelitian. Analisis data pada bab ini, penulis

    akan memaparkan analisis data dari internalisasi nilai-nilai puasa sunnah

    dalam menumbuhkan kecerdasan spiritual mahasiswa IAIN Salatiga

    jurusan PAI angkatan 2013.

    Bab V : Penutup. Pada bab ini dikemukakan tentang kesimpulan

    sebagai jawaban atas fokus penelitian dan saran-saran. Bagian akhir dari

  • 13

    skripsi ini juga dicantumkan daftar pustaka dan berbagai lampiran dari

    penelitian.

  • 14

    BAB II

    KAJIAN TEORI

    A. Pengertian Internalisasi Nilai-Nilai Puasa Sunnah

    1. Pengertian Internalisasi

    Internalisasi menurut KBBI dapat diartikan sebagai penghayatan,

    proses falsafah negara secara mendalam berlangsung lewat penyuluhan,

    penataran dan sebagainya. Penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin,

    atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran

    doktrin atau nilai yang diwujudkan di sikap dan perilaku (Depdiknas,

    2007: 439).

    Reber, sebagaimana dikutip Mulyasa mengartikan internalisasi

    sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa

    psikolog merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan

    aturan-aturan baku pada diri seseorang (Mulyana, 2004: 21).

    2. Pengertian Nilai

    Nilai (value/qimah) dalam pandangan Brubacher tak terbatas ruang

    lingkupnya. Nilai tersebut sangat erat kaitannya dengan pengertian-

    pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks, sehingga sulit ditentukan

    batasannya. Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia

    dan melembaga secara objektif di dalam masyarakat (Muhaimin, 1993:

    109-110).

  • 15

    Nilai berarti harga, angka kepandaian, banyak sedikitnya isi atau

    sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakekatnya

    (Depdiknas, 2007: 783). Secara filosofis, nilai sangat terkait dengan

    masalah etika dan biasa juga disebut filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai

    moral sebagai tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai

    aspek kehidupannya (Munawar, 2005: 3). Artinya nilai itu dianggap

    penting dan baik apabila sesuai dengan kebutuhan oleh suatu masyarakat

    sekitar.

    Nilai-nilai tersebut dapat timbul dari berbagai aspek baik agama,

    budaya, norma sosial, dan lain-lain. Pemaknaan atas nilai inilah yang dapat

    mewarnai sikap manusia terhadap diri, lingkungan dan kehidupan

    disekelilingnya.

    3. Nilai-nilai Puasa Sunnah

    Sebagian para ahli membedakan bentuk nilai dengan nilai

    instrumental dan nilai intrinsik (Syam, 1986: 133), antara lain:

    a. Nilai instrumental

    Nilai instrumental adalah nilai yang dianggap baik karena bernilai

    untuk sesuatu yang lain. Nilai ini terletak pada konsekuensi-

    konsekuensi pelaksanaannya dalam usaha untuk mencapai nilai yang

    lain. Nilai yang dimiliki suatu hal dalam menghasilkan akibat-akibat

    atau hasil-hasil yang diinginkan.

  • 16

    Nilai instrumental dalam puasa sunnah yakni sebagai berikut:

    1) Rendah hati

    Dengan melakukan ibadah puasa, rendah hati yang ada pada diri

    seseorang akan muncul. Rendah hati disini merupakan

    merendahkan diri dihadapan Allah dan sopan santun terhadap

    sesama. Orang yang memiliki sikap rendah hati tidak akan

    meremehkan orang lain dan tidak akan bersikap sombong

    walaupun dirinya orang yang mampu dan kuat.

    2) Rajin

    Rajin berarti giat, sungguh-sungguh. Rajin itu bisa dipengaruhi dari

    kebiasaan seseorang , karena dengan terbiasa orang itu akan

    menjadi rajin dengan apa yang dia kerjakan. Misalnya dia puasa

    dengan rajin otomatis dia pasti tidak akan lupa dengan puasanya

    karena sudah terbiasa, jika dia meninggalkan puasanya seperti dia

    kehilangan sesuatu atau dia merasa tidak enak atau was-was. Rajin

    itu termasuk salah satu kunci kesuksesan, untuk jadi orang yang

    sukses itu ada tantangan yang besar, sama seperti orang yang rajin,

    rajin itu juga termasuk salah satu tantangan yang besar jika kita

    terbiasa rajin otomatis semua pekerjaan akan cepat selesai kalau

    kita malas otomatis pekerjaan pun akan terabaikan. Begitu juga

    dengan rajin berpuasa, ketika kita rajin berpuasa maka dengan

    otomatis kita akan rajin untuk membantu orang, karena dengan kita

    rajin membantu orang, apalagi orang yang kesusahan, kita akan

  • 17

    mendapatkan pahala yang berlipat. Rajin dalam kebaikan

    insyaallah akan nyaman dan bahagia.

    3) Hormat-menghormati

    Ibadah puasa menumbuhkan sikap saling menghormati atau

    menghargai, Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling

    menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain

    tentu didasari oleh jiwa yang santun yang dapat menumbuhkan

    sikap menghargai orang diluar dirinya. Kemampuan tersebut harus

    dilatih lebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu

    bersikap penyantun. Dengan saling menghormati juga dapat

    mengikis perasaan dengki atau benci terhadap orang lain.

    4) Adil kepada orang lain

    Berbuat adil kepada orang lain berarti memperlakukan orang lain

    dengan layak, memberi hak orang lain dengan jujur dan benar serta

    tidak menyakiti ataupun merugikan orang lain. Jika seseorang

    mampu berbuat adil kepada orang lain, maka ia akan mampu

    membangun relasi yang baik sehingga disukai banyak orang, peka

    terhadap masalah lingkungan, serta menjadikan lingkungan damai

    dan tentram.

    b. Nilai intrinsik

    Nilai intrinsiklah yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu yang lain,

    melainkan untuk nilai di dalam dan dari dirinya sendiri. Nilai ini

  • 18

    bersifat pribadi ideal, dan merupakan pusat dalam hirarki nilai yang

    terkandung di dalam kodrat manusia.

    Nilai intrinsik dalam puasa sunnah yakni sebagai berikut:

    1) Meningkatkan kedisiplinan

    Seperti kita tahu Islam adalah agama yang mengajarkan disiplin di

    semua bidang. Puasa contohnya, kita diwajibkan disiplin terhadap

    waktu imsak, buka, dan shalat. Demikian halnya, ketika kita

    meninggalkan sejumlah puasa maka wajib hukumnya untuk diganti

    dengan jumlah hari yang sama, di lain waktu.

    2) Adil kepada diri sendiri

    Berbuat adil pada diri sendiri berarti menempatkan diri sendiri

    pada tempat yang baik dan benar serta tidak menuruti hawa nafsu

    yang dapat mencelakakan diri sendiri. Jika seseorang mampu

    berbuat adil terhadap dirinya, maka ia akan meraih keberhasilan

    dalam hidupnya, bahagia secara batiniah, menjadi pribadi yang

    menyenangkan sehingga disukai banyak orang, dapat

    meningkatkan kualitas dirinya dan nantinya memperoleh

    kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.

    B. Puasa Sunnah

    1. Pengertian Puasa Sunnah

    Puasa dapat diartikan sebagai menghindari makan, minum dsb

    dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan), salah satu rukun

    Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan

  • 19

    dan segala yang menbatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam

    matahari (Depdiknas, 2007: 902).

    Puasa, dalam bahasa Arab, disebut shiyam dan shaum, yang berarti

    menahan (imsak) sesuatu. Menurut syara’, puasa berarti menahan diri dari

    perbuatan tertentu dengan niat dan menurut aturan tertentu sejak terbit

    matahari hingga terbenam (Supriana, 2003: 83).

    Bebi Kurniawan menegaskan, menurut bahasa, puasa atau shaum

    adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti makan,minum, nafsu, dan

    menaan berbicara yang tidak bermanfaat. Sedangkan menurut istilah,

    puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya selama satu

    hari, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan

    beberapa syarat. Dalam al-Qur‟an , kata “puasa” yang paling sering

    digunakan adalah shiyam yang berarti berpuasa dengan menahan diri

    untuk tidak makan, minum dan bergaul dengan istri/suami sejak fajar

    sampai mahgrib. Sementara itu, dalam al-Qur‟an kata “puasa” hanya

    disebut satu kali dengan kata shaum. Shaum tidak hanya mencegah makan,

    minum, dan bergaul dengan istri/suami, tetapi juga harus mencegah

    berbicara, mendengar, melihat, bahkan pikiran dari hal-hal yang dapat

    merusak ibadah puasa. Menurut Ghazali, inilah bentuk puasa yang

    sebenarnya dan yang akan mengantarkan manusia kepada derajat takwa

    (Aizid, 2015: 17).

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara bahasa, puasa

    atau shaum berarti menahan atau mencegah. Sedangkan, menurut syariat

  • 20

    agama Islam, puasa berarti menahan diri dari makan, minum, serta segala

    perbuatan yang biasa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga

    terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkakan ketakwaan

    seorang muslim.

    Sunnah, secara bahasa berarti tata cara. Kata sunnah sering

    disebutkan seiring dengan kata “kitab”. Di kala kata sunnah dirangkaikan

    dengan kata “kitab”, maka sunnah berarti: “cara-cara beramal dalam

    agama berdasarkan apa yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW.”;

    atau “suatu amaliah agama yang telah dikenal oleh semua orang”. Sunnah

    dalam istilah ulama ushul adalah: “apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi

    Muhammad SAW., baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun

    pengakuan dan sifat Nabi”. Sedangkan sunnah dalam istilah ulama fiqh

    adalah: “sifat hukum bagi suatu perbiuatan yang dituntut melakukannya

    dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti” dengan pengertian diberikan

    pahala orang yang melakukannya dan tidak berdosa orang yang tidak

    melakukannya (Syarifuddin, 2014: 227).

    Sunnah dapat pula diartikan sebagai perbuatan yang apabila

    dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa

    (Depdiknas, 2007: 1104).

    Puasa sunnah adalah puasa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

    untuk melakukannya di luar bulan Ramadlan dan bukan dalam hari-hari

    yang diharamkan (dilarang) melakukan puasa. Puasa sunah itu adapula

  • 21

    dilakukan pada hari-hari tertentu atau bulan-bulan tertentu, dimana

    Rasulullah SAW. membiasakan melakukannya semasa hidupnya.

    Menurut kebanyakan fuqaha‟ niat puasa sunah (tathawwu’) itu

    tidak harus malam hari sebelum fajar seperti puasa fardlu. Tetapi cukup

    diniatkan pagi (siang) hari sebelum zawal, yakni tergelincirnya matahari,

    demikian apabila seseorang belum lagi makan atau minum (Chamid, 1987:

    60).

    Puasa Tathawwu’ disini juga merupakan puasa sunnah yang

    bersumber dari Nabi dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah

    dan mengharap keridhaan-Nya (Akhyar, 2014: 27).

    2. Jenis Puasa Sunnah

    a. Puasa Senin Kamis

    Puasa senin kamis adalah puasa sunnah yang hanya

    dilaksanakan pada hari senin dan kamis. Puasa tersebuat merupakan

    puasa yang paling sering diamalkan oleh Rasulullah SAW. semasa

    hidupnya. Sebagai puasa sunnah, puasa Senin Kamis tentu saja

    memiliki posisi yang sangat tinggi di mata Allah SWT. Ia memberikan

    berkah kepada setiap hambanya yang mengamalkannya.

    ؟ ٍِ ِو اإِلْثَُْي ْٕ ٍْ َص َسهََّى ُسئَِم َع َٔ ِّ ُ َعهَْي ِ َصهَّى َّللاَّ ُل َّللاَّ ْٕ ٌَّ َرُس ٍْ أَثِي قَزَبَدحَ: أَ َع

    َِْزَل َعهَيَّ )و ِّ أُ فِْي َٔ نِْذُد ُٔ ِّ (3/868فَقَبَل : فِْي

    Dari Abu Qotadah ra, bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya

    tentang puasa padahari Senin? Lalu beliau menjawab. “Pada hari itu

    aku dilahirkan dan pada hari itu pula diturunkan wahyu kepadaku.”

    (Muslim 3/168) (Al Albani, 2013: 449)

  • 22

    b. Puasa Daud

    Jika ada puasa sunnah yang paling utama dan istimewa, maka

    ia adalah puasa Daud. Memang secara definitif tidak dijelaskan

    ganjaran apa yang akan diperoleh bagi penegak puasa Daud. Ini

    berbeda dengan puasa sunnah lainnya yang banyak disebutkan

    keutamaannya (Syafrowi, 2016: 30).

    Puasa Daud adalah puasa sunnah yang dilakukan secara

    berselang-seling, yakni sehari berpuasa dan sehari kemudian tidak.

    Jika hari ini berpuasa, maka esok hari tidak berpuasa, sedang lusa

    berpuasa lagi, dan begitu seterusnya. Puasa Daud merupakan puasa

    yang ditujukan untuk meneladani puasa Nabi Daud As. Hukumnya

    adalah sunnah. Jadi, barang siapa yang menjalankannya, niscaya ia

    akan mendapatkan pahala. Namun, barang siapa yang tidak

    menjalankannya, maka ia tidak dikenai dosa.

    c. Puasa Asyura‟

    َراَء فِْي ْٕ ُو َعبُش ْٕ ٌَّ قَُزْيًشب َكبََْذ رَُص َُْٓب : أَ ُ َع ٍَ َعبئَِشخَ َرِضَي َّللاَّ َع

    ٌُ ِّ َحزَّي فُِزَض َرَيَضب َسهََّى ثِِصيَبِي َٔ ِّ ُ َعهَْي هِيَِّخ ثُىَّ أََيَز َرُسهُُٕل َّللاَّ ِْ اْنَجب

    َسهََّى يَ َٔ ِّ ُ َعهَْي ِ َصهَّى َّللاَّ ُل َّللاَّ ْٕ ٍْ َشبَء فَقَبَل : َرُس َٔ َي ،ُّ ًْ ٍْ َشبَء فَْهيَُص

    (3/847فَْهيُْفِطْزُِ )و

    Dari Aisyah ra, bahwasanya orang-orang Quraisy di masa

    Jahiliyah berpuasa pada hari Asyura, kemudian Rasulullah

    memerintahkan berpuasa pada hari tersebut sampai diwajibkannya

  • 23

    puasa Ramadhan, lalu Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa

    yang menghendaki waktu berpuasa pada hari Asyura’, maka

    hendaknya ia berbuka.” (Muslim 3/147) (Al Albani, 2013: 441)

    Puasa Asyura‟ adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada 10

    Muharram. Syarat dan rukun puasa tersebut sama dengan puasa sunnah

    lainnya (Busthomi, 2015: 57). Sebagai salah satu jenis puasa sunnah,

    puasa Asyura‟ memiliki keistimewaan yang sangat besar, diantaranya

    menghapus dosa satu tahun yang telah lalu dan Allah SWT juga akan

    melipatgandakan pahala bagi hamba-Nya yang menjalankan puasa

    Asyura‟ secara ikhlas. Keistimewaan puasa Asyura‟ tersebut tentu saja

    tidak terlepas dari keberadaan hari Asyura‟ (10 Muharram) yang

    mulia. Karena pada hari itu, Allah SWT telah menyelamatkan Bani

    Israil (umat Nabi Musa as) dari kejaran musuhnya (Busthomi, 2015:

    60).

    d. Puasa Sya‟ban

    Puasa Sya‟ban adalah puasa yang dijalankan pada bulan

    sya‟ban. Puasa ini hukumnya sunnah dan merupakan amalan yang

    paling utama menjelang datangnya Ramadhan. Allah SWT.

    Menganjurkan kepada kita sebagai hamba-Nya untuk memperbanyak

    puasa pada bulan Sya‟ban tersebut tanpa ketentuan hari atau bebas

    memilih hari sesuai keinginan kita. Rasulullah SAW. semasa hidupnya

    senantiasa berpuasa Sya‟ban dan beliau jarang sekali meninggalkannya

    (Busthomi, 2015: 60-61).

  • 24

    Puasa Sya‟ban adalah puasa sunnah yang dimaksudkan sebagai

    latihan atau pemanasan sebelum kita memasuki Ramadhan. Jika kita

    terbiasa berpuasa Sya‟ban, maka kita akan lebih siap dan kuat untuk

    berpuasa wajib di bulan Ramadhan. Semoga dengan berpuasa Sya‟ban,

    kita termasuk hamba yang mendapatkan berkah-Nya.

    e. Puasa Tiga Hari Pada Pertengahan Bulan

    Puasa tiga hari pada pertengahan bulan adalah puasa yang

    dijalankan pada tanggal 13, 14 dan 15 dibulan-bulan Hijriah

    (Qomariyah). Puasa tersebut hukumnya sunnah dan disebut sebagai

    Ayyamul Baidh yang berarti puasa hari putih. Sebab, malam pada

    tanggal-tanggal itu bulan purnama bersinar terang berwarna putih.

    (Busthomi, 2015: 67).

    Pada waktu-waktu tersebut, keimanan kita cenderung surut,

    sehingga akan lebih banyak berbuat keburukan daripada kebaikan.

    Oleh karena itulah, Rasulullah SAW. menganjurkan umatnya untuk

    berpuasa pada hari-hari tersebut dengan tujuan agar emosi kita tetap

    berada pada kondisi stabil. Sungguh, suatu perintah atau anjuran dari

    Allah SWT. Tidak ada yang kebetulan semata. Semua memiliki

    maksud agar para hamba tetap tidak lalai kepada Allah SWT., Sang

    Maha Pencipta.

    3. Tujuan Berpuasa

    Tujuan kita berpuasa lebih dari sekedar untuk keperluan survive,

    sebab kita adalah makhluk yang dikaruniai akal pikiran, jiwa, dan nafsu.

  • 25

    Kita berpuasa untuk tujuan yang lebih tinggi dan lebih mulia, yaitu supaya

    menjadi insan yang bertakwa, sebagai mana yang disebutkan Allah Swt.

    Dalam firman-Nya:

    ب كُ ًَ يَبُو َك ٍَ آَيُُٕا ُكزَِت َعهَْيُكُى انصِّ َب انَِّذي ٍْ قَْجهُِكْى نََعهَُّكْى يَب أَيُّٓ ٍَ ِي زَِت َعهَى انَِّذي

    ٌَ )انجقزح : (883رَزَّقُٕ

    183. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa

    sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu

    bertakwa”

    Takwa berarti memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti

    segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, serta ridha (menerima

    dan menjalani dengan ikhlas) atas hukum-hukum dan ketentuan Allah.

    4. Keutamaan Puasa Sunnah

    Berdasarkan al-Quar‟an, puasa sunnah memiliki keutamaan, yaitu sebagai

    berikut:

    1) Puasa sunnah merupakan jalan memperoleh ampunan dan pahala

    yang besar. Hal tersebut sesuai firman Allah SWT. dalam surat al-

    Ahzab ayat 35 yang berbunyi:

    اْنقَبَِزَبِد َٔ ٍَ اْنقَبَِزِي َٔ ْؤِيَُبِد ًُ اْن َٔ ٍَ ْؤِيُِي ًُ اْن َٔ بِد ًَ ْسهِ ًُ اْن َٔ ٍَ ي ًِ ْسهِ ًُ ٌَّ اْن إِ

    ٍَ اْنَخبِشِعي َٔ بثَِزاِد انصَّ َٔ ٍَ بثِِزي انصَّ َٔ بِدقَبِد انصَّ َٔ ٍَ بِدقِي انصَّ َٔ

    ٍَ ي ًِ بئِ انصَّ َٔ قَبِد زََصذِّ ًُ اْن َٔ ٍَ قِي زََصذِّ ًُ اْن َٔ اْنَخبِشَعبِد بِد َٔ ًَ بئِ انصَّ َٔ

  • 26

    اِكَزاِد انذَّ َٔ َ َكثِيًزا ٍَ َّللاَّ اِكِزي انذَّ َٔ اْنَحبفِظَبِد َٔ ٍَ فُُزَٔجُْٓى اْنَحبفِِظي َٔ

    ب )األحزة : ًً أَْجًزا َعِظي َٔ ُ نَُْٓى َيْغفَِزحً (35أََعذَّ َّللاَّ

    35. Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki

    dan perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan

    yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang

    benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan

    perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang

    bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan

    perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan

    perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah

    menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

    (QS.al-Ahzab: 35).

    Dalam Tafsir Qur‟an Karim yang dikutip dari Prof. Dr. H.

    Muhmud Yunus (2004: 619-620) menerangkan bahwa pada suatu

    hari isteri-isteri Nabi bertanya: “Mengapakah dalam Qur‟an Allah

    menyebutkan laki-laki saja, sedang kami perempuan tidak tersebut

    sedikit juga?” Maka turunlah ayat ini: Sesungguhnya orang-orang

    Islam laki-laki dan orang-orang Islam perempuan, orang-orang

    Mukmin laki-laki orang-orang Mukmin perempuan, orang-orang

    thaat laki-laki dan orang-orang thaat perempuan, orang-orang

    benar laki-laki dan orang-orang benar perempuan, orang-orang

    sabar laki-laki dan orang-orang sabar perempuan, orang-orang

    khusyu‟ laki-laki dan orang-orang khusyu‟ perempuan, orang-

    orang bersedekah laki-laki dan orang-orang bersedekah

    perempuan, orang-orang puasa laki-laki dan orang-orang puasa

    perempuan, orang-orang menjaga kehormatannya (tidak berzina)

    laki-laki dan orang-orang menjaga kehormatannya perempuan,

  • 27

    orang-orang mengingat Allah laki-laki dan orang-orang mengingat

    Allah perempuan, maka Allah telah menyediakan ampunan dan

    pahala yang besar untuk mereka itu semuanya.

    Menurut istilah bahasa Arab, bahwa jika berhimpun laki-

    laki dan perempuan, maka khitabnya (ucapannya) hanya menurut

    khitab laki-laki saja, seperti Assalamu‟alaikum, khitab untuk laki-

    laki, begitu juga untuk laki-laki bersama perempuan. Sebab itu tak

    perlu ditambahkan lagi „alaikunna yang khusus untuk perempuan

    saja. Semua khitab yang dihadapkan kepada laki-laki dalam

    Qur‟an, sebenarnya juga untuk perempuan, bukan untuk laki-laki

    saja. Tetapi rupannya isteri-isteri NAbi tidak merasa puas dengan

    masuknya perempuan kedalam khitab laki-laki saja, melainkan

    minta, supaya khusus untuk perempuan. Maka turunlah ayat ini

    yang menyebutkan laki-laki dan perempuan dengan khusus.

    2) Puasa sunnah merupakan jalan memperoleh kabar gembira di hari,

    kiamat.

    ٌَ اْنعَ ٌَ انزَّبئِجُٕ بِجُذٔ ٌَ انسَّ اِكُعٕ ٌَ انزَّ بئُِحٕ ٌَ انسَّ ٌَ اْنَحبِيُذٔ بثُِذٔ

    ِ ٌَ نُِحُذِٔد َّللاَّ اْنَحبفِظُٕ َٔ َُْكِز ًُ ٍِ اْن ٌَ َع انَُّبُْٕ َٔ ْعُزِٔف ًَ ٌَ ثِبْن اآلِيُزٔ

    ٍَ )انزّٕثخ : ْؤِيُِي ًُ ِز اْن ثَشِّ َٔ881)

    112. mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang

    beribadat, yang memuji, yang melawat[662], yang ruku', yang

    sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat

    Munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan

    gembirakanlah orang-orang mukmin itu (QS.at-Taubah : 112).

  • 28

    Berdasarkan firman Allah SWT. tersebut, para ahli tafsir

    berpendapat bahwa yang dimaksud orang-orang yang melawat

    adalah mereka yang berpusa. Jadi orang yang melakukan ibadah

    puasa, mereka akan mendapat kabar gembira di hari kiamat kelak.

    Dalam Tafsir Qur‟an Karim yang dikutip dari Prof. Dr. H.

    Muhmud Yunus (2004: 284) menerangkan bahwa orang-orang

    yang sebenarnya beriman (iman yang sempurna), ialah :

    a) Orang-orang yang taubat, ya‟ni menyesal atas perbuatan dosa

    yang telah lalu dan bercita-cita tidak akan memperbuat dosa itu

    kembali serta meninggalkan dosa itu dan minta ampun kepada

    Allahdengan mengucapkan : Astaghfirullah (Aku minta ampun

    kepada Allah). Tobat itu wajib bagi orang yang berbuat dosa dan

    sunat memperbanyaknya. Jika dosa itu bersangkut dengan

    manusia, seperti mencaci (mengumpat) orang, mengambil

    haknya dsb, maka wajib pula minta ma‟af kepada orang yang

    punya hak itu atau membayarnya.

    b) Orang-orang yang beribadat dengan tulus ikhlas (tauhid yang

    sebenarnya).

    c) Orang-orang yang berterima kasih kepada Allah (memujiNya

    secara syukur kepadaNya) syukur artinya mempergunakan

    nikmat Allah kepada yang diuntukkan baginya, seperti tangan

    dipergunakan untuk memegang yang baik dan halal, bukan

  • 29

    untuk mencopet atau mencuri, mata untuk membaca dan melihat

    isi alam yang luas ini untuk jadi i‟tibar (pengajaran) dsb.

    d) Orang-orang sa-ih, yaitu orang-orang puasa, kata setengah ahli

    Tafsir, orang berjalan untuk meluaskan pemandangannya.

    e) Orang-orang rukuk, sujud, ja‟ni orang-orang sembahyang.

    f) Orang-orang yang menyuruh dengan yang ma‟ruf dan melarang

    yang mungkar

    g) Orang-orang yang memelihara batas-batas yang telah ditentukan

    Allah (menurut syari‟at Allah).

    3) Puasa sunnah merupakan jalan yang membentuk kepribadian

    seseorang agar menjadi hamba yang bertakwa. Hal itu terdapat

    dalam al-Qur‟an tepatnya pada QS.al-Baqarah: 183 (Busthomi,

    2015: 70-73).

    ٍْ ٍَ ِي ب ُكزَِت َعهَى انَِّذي ًَ يَبُو َك ٍَ آَيُُٕا ُكزَِت َعهَْيُكُى انصِّ َب انَِّذي يَب أَيُّٓ

    ٌَ )انجقزح : (883قَْجهُِكْى نََعهَُّكْى رَزَّقُٕ

    183. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu

    berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum

    kamu agar kamu bertakwa”.

    Para ahli tafsir berpendapat bahwa keutamaan surat al-Baqarah:

    183 bukan hanya berlaku secara khusus pada puasa wajib (puasa

    Ramadhan), namun untuk semua jenis puasa sunnah.

    5. Syarat Puasa

  • 30

    Syarat puasa, termasuk puasa Senin Kamis, dapat dibedakan

    menjadi dua, yakni syarat puasa wajib dan syarat sah puasa.

    a. Syarat wajib puasa antara lain:

    1) Beragama Islam

    2) Berakal sehat

    3) Baligh (sudah cukup umur)

    4) Mampu melaksanakannya

    b. Syarat sah puasa antara lain:

    1) Islam (tidak murtad)

    2) Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)

    3) Suci dari haid dan nifas (khusus bagi wanita)

    4) Mengetahui waktu diterimannya puasa (Aizid, 2015: 39-40).

    Menurut ulama ahli fiqih, syarat sah puasa sunnah adalah sebagai berikut:

    a. Menurut Imam Hanafi, ada empat syarat sah puasa sunnah, yakni

    beragama Islam, berniat puasa, suci dari haid dan nifas, serta tidak

    melakuakan hal-hal yang membatalkannya.

    b. Menurut Imam Maliki, ada lima syarat sah puasa sunnah anatara lain

    beragama Islam, berakal, berniat puasa, suci dari haid dan nifas, serta

    dikerjakan pada waktunya.

    c. Menurut Imam Syafi‟I, ada empat syarat sah puasa sunnah, yaitu

    beraga Islam, berakal, suci dari haid dan nifas, serta dikerjakan pada

    waktunya.

  • 31

    d. Menurut Imam Hambali, ada tiga syarat sah puasa sunnah, yaitu

    beraga Islam, berniat puasa, dan suci dari haid serta nifas (Busthomi,

    2015: 76-77).

    Pada umumnya, masyarakat Indonesia mengikuti paham fiqh imam

    Syafi‟i, sehingga syarat sah yang harus dipenuhi dalam menjalankan puasa

    sunnah adalah beragam Islam, berakal, suci dari haid dan nifas, serta

    dikerjakan pada waktunya.

    6. Rukun Puasa Sunnah

    Dalam hal ini, rukun yang dimaksud berarti fi’liyah atau rukun

    yang berupa perbuatan. Rukun puasa sunnah menurut Imam Syafi‟I adalah

    sebagai berikut:

    a. Niat

    Niat adalah menjalankan puasa sunnah harus diucapkan dalam

    hati, bukan secara lisan. Niat yang diucapkan secara lisan tida dapat

    disebut sebagai niat, tetapi hanya sebagai pelafalan atau pengucapan

    kalimat niat. Niat menjalankan puasa sunnah dapat dilakukan pada

    malam hari, yaitu sebelum tidur atau makan sahur.

    b. Menahan Diri dari Segala Hal yang Membatalkan Puasa

    Rukun puasa sunnah berupa menahan diri dari segala hal yang

    membatalkan puasa dapat dilakukan sejak terbitnya fajar hingga

    terbenamnya matahari atau tiba waktu berbuka (Busthomi, 2015: 78-

    80).

    C. Kecerdasan Spiritual

  • 32

    Cerdas dapat diartikan sebagai sempurna perkembangan akal

    budinya (untuk berpikir, mengerti, dsb). Sedangkan kecerdasan artinya

    perbuatan mencerdaskan, kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti

    kepandaian, ketajaman pikiran) (Depdiknas, 2007: 209).

    Kecerdasan: kecerdasan bisa didefinisikan sebagai kemampuan

    memperoleh pengetahuan dan pemahaman, dan menggunakannya dalam

    situasi baru yang berbeda. Kecerdasan merupakan kecakapan atau

    kemampuan, yang memungkinkan seseorang menghadapi situasi nyata dan

    secara cerdas memanfaatkan pengalaman inderawi.

    Spiritual: istilah “spiritual” di sini dipakai dalam arti “the

    animating or vital principle” (penggerak atau prinsip hidup) yang

    memberi hidup pada organisme fisik. Artinya, prinsip hidup yang

    menggerakkan hal yang material menjadi hidup. Dalam diri manusia, kata

    Theodore Rotzack dari kutipan buku yang ditulis oleh Satiadarma &

    Wawuru ada “ruang spiritual”, yang jika tidak diisi dengan hal-hal yang

    lebih tinggi, maka ruang itu secara otomatis akan terisi oleh hal-hal yang

    lebih rendah, yang ada dalam diri setiap manusia. Dalam konteks ini,

    kiranya SQ hendak membawa “ruang spiritual” dalam diri kita itu menjadi

    cerdas (Satiadarma & Waruwu, 2003: 42).

    Binet dan Simon mendefinisikan kecerdasan sebagai inteligensi

    yang terdiri atas tiga komponen. Pertama, kemampuan untuk

    mengarahkan pikiran atau tindakan. Kedua, kemampuan mengubah arah

  • 33

    tindakan bila tindakan tersebut telah selesai dilaksanakan. Ketiga,

    kemampuan untuk mengkritk diri sendiri.

    Spiritual artinya berhubungan atau dengan bersifat kejiwaan

    (rohani, batin) (Depdiknas, 2007: 1087). Kedalaman spiritual adalah dasar

    yang harus dimiliki oleh anak demi mencapai akhlaqul karimah dalam

    mengarungi kehidupannya kelak. Sehingga bidang apapun yang akan

    ditekuni oleh anak dikemudian hari, jika secara spiritual anak sudah bisa

    menginternalisasikan nilai-nilai religi ke dalam kehidupannya, maka sudah

    dapat dipastikan ia akan mencapai kesuksesan baik di dunia maupun di

    akhirat (Muallifah, 2009: 177).

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kecerdasan spiritual dapat

    diartikan sebagai kecerdasan yang berkenaan dengan hati dan kepedulian

    antarsesama manusia, makhluk lain, dan alam sekitar berdasarkan

    keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa (Depdiknas, 2007: 209).

    Menurut Zohar dan Marshal yang dikutip oleh Suyamto

    mendefinisikan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk

    menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan

    untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang

    lebih luas dan kaya atau kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau

    jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding yang lain. Sementara

    menurut Sinetar dan Khavari yang dikutip juga oleh Suyamto, kecerdasan

    spiritual merupakan pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, dan

    efektivitas yang terinspirasi penghayatan ketuhanan dimana kita menjadi

  • 34

    bagian didalamnya (Suyamto, 2006: 1). Kecerdasan spiritual yang sejati

    merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan

    makna dan nilai, tidak saja terhadap manusia, tetapi juga di hadapan Allah.

    Pendek kata, kecerdasan spiritual (SQ) merupakan kesadaran

    dalam diri kita yang membuat kita menemukan dan mengembangkan

    bakat-bakat bawaan, intuisi, otoritas batin, kemampuan membedakan yang

    salah dan benar serta kebijaksanaan.

    Cara mengukur kecerdasan spiritual secara garis besar menurut

    Danah Zohar dan Ian Marshal terdapat empat tanda bagi orang yang

    mempunyai kecerdasan spiritual, dengan indikator sebagai berikut:

    1. Kemampuan Bersikap Fleksibel

    Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi

    ditandai dengan sikap hidupnya yang fleksibel atau bisa luwes dalam

    menghadapi persoalan. Fleksibel di sini bukan berarti munafik atau

    bermuka dua. Fleksibel juga bukan berarti tidak mempunyai pendirian.

    Sikap fleksibel dimungkinkan karena seseorang memiliki

    pengetahuannya yang luas, mendalam, dan itu merupakan sikap dari

    hati yang tidak kaku (Naim, 2016: 194).

    Orang yang fleksibel semacam ini lebih mudah menyesuaikan

    diri dalam berbagai macam situasi dan kondisi. Orang yang fleksibel

    juga tidak mau dalam memaksakan kehendak dan tak jarang tampak

    mudah mengalah dengan orang lain. Meskipun demikian, ia mudah

    untuk bisa menerima kenyataan dengan hati yang lapang.

  • 35

    2. Tingkat Kesadaran yang Tinggi

    Orang yang mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi berarti ia

    mengenal dengan baik siapa dirinya. Orang yang memiliki kesadaran

    semacam ini lebih mudah mengendalikan emosi dalam situasi semacam

    apa pun. Pengenalan diri sendiri merupakan modal penting untuk

    menenal orang lain. Pada tahap selanjutnya membuatnya lebih mudah

    untuk mengenal Tuhannya (Naim, 2016: 194-195).

    Dalam menghadapi persoalan hidup yang semakin kompleks,

    kemampuan untuk mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi ini sangat

    penting sekali. Tidak mudah baginya untuk putus asa. Jauh dari

    kemarahan, sebaliknya sangat dekat dengan keramahan. Orang yang

    semacam ini tidak mungkin mendapatkan julukan sebagai orang yang

    tidak tahu diri dari orang lain.

    3. Kemampuan Menghadapi Penderitaan

    Tidak banyak orang yang bisa menghadapi penderitaan dengan

    baik. Pada umumnya manusia ketika dihadapkan dengan penderitaan

    akan mengeluh, kesal, marah, atau bahkan putus asa. Akan tetapi, orang

    yang mempunyai kecerdasan spiritual yang baik akan mempunyai

    kemampuan dalam menghadapi penderitaan dengan baik.

    Kemampuan menghadapi penderitaan ini didapatkan karena

    seseorang mempunyai kesadaran bahwa penderitaan ini terjadi

    sesungguhnya untuk membangun dirinya agar menjadi manusia yang

  • 36

    lebih kuat. Ia juga mempunyai kesadaran bahwa orang lain yang lebih

    menderita darinya ternyata jauh lebih banyak. Ternyata, mereka yang

    menghadapi penderitaan bukan hanya dirinya semata (Naim, 2016:

    195). Lebih dari itu, ia juga menemukan hikmah dan makna hidup dari

    penderitaan yang sedang dihadapinya.

    4. Kemampuan Menghadapi Rasa Takut

    Rasa takut pasti dimiliki oleh setiap orang. Namun sikap

    manusia dalam menghadapi rasa takut ini berbeda-beda. Ada yang

    berhasil mengatasinya, tetap ada juga yang khawatir secara berlebihan,

    bahkan berkepanjangan. Padahal, kekhawatiran itu belum tentu terjadi

    (Naim, 2016: 195). Takut menghadapi kemiskinan, misalnya, bila

    berlebihan maka rasa takut itu bisa membuat seseorang lupa terhadap

    hukum dan nilai. Akhirnya, dalam rangka supaya hidupnya tidak

    miskin, tak segan ia menipu, berbohong, mencuri, atau melakukan

    korupsi.

    Tidak demikian dengan orang yang mempunyai kecerdasan

    spiritual yang tinggi. Ia bisa menghadapi dan mengelola rasa takut itu

    dengan baik. Dengan sabar ia akan menghadapi segala sesuatu.

    Kesabaran dalam banyak hal memang bisa bermakna sebagai

    keberanian seseorang dalam menghadapi kehidupan. Hal ini bisa terjadi

    karena orang yang mempunyai kecerdasan spiritual mempunyai

    sandaran yang kuat dalam keyakinan jiwanya.

  • 37

    D. Internalisasi Nilai-nilai Puasa Sunnah dalam Menumbuhkan

    Kecerdasan Spiritual

    Bertakwa kepada Allah dilakukan dengan beriman kepada-Nya,

    menunaikan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan teguh dalam semua

    itu. Keutamaan takwa dan pujian bagi orang yang bertakwa sangat tinggi

    dan harum. Takwa menjadi ukuran kemuliaan seorang hamba, Allah

    bersama orang yang bertakwa, surga disediakan untuk mereka dan neraka

    akan dijauhkan dari tubuh-tubuh mereka kelak pada hari kiamat. Allah

    juga menjanjikan kemudahan dan rizki yang tidak disangka-sangka bagi

    orang yang bertakwa di dunia.

    Takwa, tidak dibangun hanya dengan satu nilai kebaikan saja.

    Takwa disini adalah akumulasi dari nilai-nilai dan unsur-unsur kebaikan

    yang beragam. Nilai-nilai inilah yang penulis sebut sebagai nilai-nilai

    ketakwaan. Dalam ibadah puasa, terdapat sejumlah nilai-nilai yang dapat

    membangun ketakwaan seorang hamba kepada Allah. Berikut ini

    diantaranya :

    1. Meningkatkan Iman

    Dengan ibadah puasa, iman seorang hamba akan melesat naik.

    Puasa adalah salah satu ketaatan kepada Allah, dan setiap ketaatan

    memberi dampak pada meningkatnya keimanan seorang hamba kepada

    Allah. Selanjutnya, keimanan akan menumbuhkan ketakwaan pada

    dirinya. Oleh karena itu, sejumlah ayat yang memerintahkan untuk

    bertakwa, Allah awali dengan seruan kepada orang-orang yang

  • 38

    beriman. Karena takwa hanya mampu diwujudkan oleh orang-orang

    yang beriman.

    Para pelaku puasa senin kamis mendapat jaminan masuk surga.

    Allah SWT. menyediakan surga untuk hamba-Nya yang beriman,

    bertakwa, dan beramal shalih. Disanalah mereka akan abadi dengan

    kenikmatan yang Allah SWT sediakan. Karena itu, tidak ada tempat

    yang paling baik dan indah sebagai tempat kembali di akhirat kecuali

    surga (Azaid, 2005: 52-53).

    2. Melatih Kesabaran

    Puasa mengendalikan keinginan dan melatih kesabaran. Orang

    puasa merasa lapar sedang di hadapannya makanan yang lezat, haus

    sedang di depannya air dingin nan segar, menahan diri sedang di

    sampingnya sang isteri. Tidak ada yang mengawasi selain Tuhannya,

    tidak ada yang mengendalikan selain hatinya, dan tidak ada yang

    menguatkan selain keinginannya yang tegar lagi kuat. Kejadian seperti

    ini terulang selama 13 jam lebih setiap hari, 29 atau 30 hari setiap tahun

    (Aiennuha, 2009: 16).

    3. Menekan Syahwat dan Mengendalikan Hawa Nafsu

    Manusia yang sudah dikendalikan oleh hawa nafsunya akan

    selalu berkeluh kesah, yaitu dengan memperturutkan hawa nafsunya,

    dan terkadang dengan melepaskan amarahnya dengan suara yang tinggi.

    Ini sebagai cerminan dari amarah dan nafsu yang sudah tidak terkendali

  • 39

    lagi oleh orang-orang yang sudah dikendalikan hawa nafsunya

    (Syafrowi, 2016: 19).

    Ibadah puasa dapat menekan syahwat seorang hamba,

    mengurangi keinginan-keinginan buruk yang ada pada dirinya dan

    mengendalikan hawa nafsunya. Jelas, hawa nafsu yang terkendali dan

    syahwat yang terkontrol akan memberi dampak pada ketakwaan

    seorang hamba. Karena syahwat dan hawa nafsu adalah faktor yang

    sangat besar yang membuat manusia meninggalkan ketaatan dan

    mengerjakan kemaksiatan.

    4. Menumbuhkan Keikhlasan

    Mengapa kita menderita sedih dan gelisah saat menjalani puasa?

    Jawabannya karena kita kerap kali kurang ikhlas dalam mengerjakan

    puasa. Entah motivasinya karena kita malu pada teman atau saudara,

    takut pada orang tua, atau sekedar ikut-ikutan. Kita masih belum

    mampu menjalani puasa dengan kesadaran dan pemahaman, sehinga

    kondisi lapar-dahaga yang menimpa kita terasa begitu menyiksa, yang

    akhirnya membuat kita suntuk, gelisah, dan sedih.

    Jika kita ampu menjalani puasa dengan hati yang ikhlas, bukan

    karena terpaksa – termasuk pula terpaksa karena ia sebagai kewajiban-,

    maka kita akan dapat mengerjakan puasa itu dengan mudah, ringan dan

    menyenangkan (Syafrowi, 2016:98).

    Satu-satunya ibadah yang tidak dapat dilaksanakan dengan riya,

    tujuan agar dilihat orang manusia dan mendapat pujian mereka adalah

  • 40

    ibadah puasa. Para ulama mengatakan, ibadah puasa adalah ibadah

    rahasia antara seorang hamba dengan rabbnya, hanya dirinya dan Allah

    saja yang mengetahui bahwa ia sedang berpuasa.

    Keikhlasan tentu sangat penting dalam ketakwaan. Perintah-

    perintah Allah harus dilaksanakan seorang hamba dengan ikhlas, dalam

    rangka mencari keridhaan Allah. Pun demikian dengan larangan-

    larangan Allah, jika seorang hamba ingin mendapat pahala dari

    meninggalkannya, ia pun harus meninggalkannya karena Allah.

    5. Menguatkan Rasa Muraqabatullah (Takut Kepada Allah)

    Merasa selalu diawasi oleh Allah adalah perasaan yang harus

    dihadirkan oleh seorang hamba jika ia ingin menjadi manusia yang

    benar-benar bertakwa kepada-Nya. Muraqabatullah akan membuat ia

    senantiasa berusaha menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang

    dimurkai Allah kapan pun dan dimana pun ia berada. Orang yang tidak

    memiliki rasa muraqabatullah dalam hatinya, pasti akan kesulitan

    mempertahankan ketakwaannya, khususnya dalam kondisi sendirian,

    jauh dari pandangan manusia.

    Ibadah puasa mengandung nilai muraqabatullah. Saat seorang

    hamba berpuasa, ia akan benar-benar sadar bahwa ia selalu dalam

    pengawasan Allah. Tidak ada tempat dan waktu yang tidak diketahui

    oleh-Nya. Oleh karena itu ia akan senantiasa menjaga puasanya dari

    hal-hal yang dapat membatalkannya, walaupun saat sendirian dan jauh

    dari pandangan manusia.

  • 41

    6. Meningkatkan Rasa Syukur

    Dasar dari ketakwaan adalah rasa syukur. Rasa syukur akan

    tumbuh dari kesadaran yang baik atas karunia dan nikmat Allah bagi

    seorang hamba. Semua nikmat datang dari Allah. Sekecil apapun.

    Manusia tidak dapat hidup tanpa karunia Allah.

    Biasanya, kenikmatan serta karunia Allah tersebut manusia

    sadari saat ia terhalang darinya dan merasa membutuhkannya. Makan

    dan minum adalah karunia Allah yang dirasakan oleh manusia setiap

    hari, namun sering kali baru disadari bahwa semua itu merupakan

    nikmat Allah yang sangat besar pada saat manusia terhalang darinya.

    Dalam beribadah puasa, seorang hamba akan menyadari bahwa

    nikmat makan, minum dan juga nikmat-nikmat lainnya merupakan

    karunia Allah yang sangat besar atas dirinya, untuk itulah ia pun akan

    merasa harus bersyukur kepada-Nya.

    7. Menghadirkan Rasa Belas Kasihan

    Saat beribadah puasa, rasa lapar dan dahaga akan dirasakan.

    Saat ia merasakan lapar dan dahaga, ia pun akan mengingat sebagian

    saudara-saudaranya yang merasakan hal yang sama. Namun bedanya, ia

    hanya merasakan lapar dan dahaga sementara waktu saja, sementara

    sebagian saudara-saudaranya yang miskin merasakan hal itu hampir

    dalam setiap waktu.

  • 42

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Pendekatan dari penelitian ini bersifat kualitatif. Bagdan dan Taylor

    (1975: 5) yang dikutip dibukunya Moleong mendefinisikan bahwa metodologi

    kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

    kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

    Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara

    holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau

    organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai

    bagian dari sesuatu keutuhan (Moleong, 2011: 4)

    Jenis Penelitian yang peneliti ambil, dilihat dari tempatnya merupakan

    penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan

    sasaran penelitinya mahasiswa IAIN Salatiga jurusan pendidikan agama islam

    angkatan 2013. Dilihat dari tingkat eksplanasi, penelitian ini merupakan

    penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menjelaskan sesuatu yang menjadi

    sasaran penelitian secara mendetail atau mendalam. Dalam arti, penelitian

    tersebut dilakukan untuk mengungkapkan segala sesuatu atau berbagai aspek dari

    sasaran penelitiannya (Nasehudin dan Gozali, 2012: 55-57).

    Penelitian kualitatif bersifat pemberian (deskriptif), artinya mencatat

    secara teliti segala gejala (fenomena) yang dilihat dan didengar serta dibacanya

    (via wawancara atau bukan, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi,

    catatan atau memo, dokumen resmi atau bukan, dan lain-lain) dan peneliti harus

  • 43

    membanding-bandingkan, mengkombinasi, mengabstraksikan, dan menarik

    kesimpulan (Bungin, 2011: 93).

    B. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini berlokasi di Kampus 3 IAIN Salatiga.

    C. Sumber Data

    Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai

    merupakan sumber data yang utama. Sumber data yang utama dicatat melalui

    catatan tertulis atau melalui perekaman video / audio tapes, pengambilan foto,

    atau film. Pencatatan sumber data yang utama melalui wawancara atau

    pengamatan berperanserta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan

    melihat, mendengar, dan bertanya (Moleong, 2010: 157). Kata-kata dan tindakan

    orang-orang yang diamati atau diwawancarai dari penelitian ini yaitu mahasiswa

    IAIN Salatiga Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2013.

    Untuk mengumpulkan sejumlah data diperlukan sumber data diberbagai

    sumber yaitu:

    1. Data Primer

    Data primer, atau data tangan pertama adalah data yang

    diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat

    pengukur atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai

    sumber informasi yang dicari (Azwar, 2013: 91)

    Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

    melakukan penggalian data dari IAIN Salatiga dengan mencari keterangan

    orang yang terlibat secara langsung yaitu mahasiswa jurusan PAI angkatan

  • 44

    2013 sebagai sumber untuk menggali informasi terkait fokus penelitian.

    Peneliti mengambil beberapa mahasiswa jurusan PAI angkatan 2013 dengan

    perkiraan sholeh/sholehahnya mahasiswa dalam melaksanakan peribadahan

    untuk dijadikan sampel dalam penelitian. Agar mendapatkan informasi ini

    peneliti menggunakan metode wawancara.

    2. Data Sekunder

    Data sekunder atau data tangan ke dua adalah data yang diperoleh

    lewat fihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek

    penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data

    laporan yang telah tersedia (Azwar, 2013: 91).

    Hal ini dilakukan karena data yang digali harus valid sehingga peneliti

    harus melakukan pengamatan secara langsung dan mengobservasi di lapangan

    yang menghasilkan data yang lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan.

    Peneliti menggunakan data sekunder untuk memperkuat penemuan dan

    melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung.

    D. Prosedur Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang utama dalam

    penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

    mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan

    data yang memenuhi standar yang ditetapkan. (Sugiyono, 2007: 308).

    Metode atau teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan

    observasi, wawancara, dan dokumentasi.

    1. Observasi

    Suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan melakukan

    pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Metode ini

  • 45

    digunakan untuk mengamati langsung keadaan mahasiswa IAIN Salatiga

    jurusan PAI angkatan 2013 dalam melaksanakan ibadah puasa.

    Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara

    sistematik terhadap suatu gejala yang tampak pada objek penelitian. (Pohan,

    2007: 71). Objek observasi dalam penelitian kulitatif terdapat tiga komponen,

    yakni place (tempat), actor (pelaku), dan activities (aktivitas). (Rusdin

    Pohan, 2007: 314). Observasi bertempat di Kampus 3 IAIN Salatiga. Adapun

    untuk pelakunya sendiri adalah pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian,

    dan untuk aktivitasnya yaitu kondisional.

    2. Wawancara

    Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

    itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

    mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviwee) yang memberikan

    jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011: 186).

    Dalam mendapatkan data yang akurat, maka peneliti melakukan

    metode wawancara atau interview. Dalam penelitian ini teknik wawancara

    yang peneliti gunakan adalah wawancara mendalam artinya peneliti

    mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan

    dengan fokus permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam

    penelitian dapat terkumpul secara maksimal (Bungin, 2012:67).

    Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi-informasi dari

    mahasiswa IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013 yang dapat dijadikan

    sumber data tentang pelaksanaan puasa sunnah serta bagaimana hasil dari

    pelaksanaan puasa sunnah yang sebagian mereka lakukan.

    3. Dokumentasi

  • 46

    Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

    variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

    notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002: 135). Metode

    dokumentasi untuk melengkapi data-data sebelumnya yaitu observasi dan

    wawancara untuk membantu menganalisis data.

    E. Analisis Data

    Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    metode analisis kualitatif. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami

    fenomena-fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan.

    Pemahaman diperoleh melalui analisis berbagai keterkaitan dari partisipan

    dan melalui penguraian pemaknaan partisipan tentang situasi dan

    peristiwa (Sukmadinata, 2009: 94).

    Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara

    sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainya untuk

    meningkatkan pemahaman peneliti tentang fenomena yang diteliti dan

    menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain (Muhadjir, 1996: 71).

    Menurut Miles and Huberman dalam Sugiyono (2007: 337),

    mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara

    interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya

    sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan

    conclusion drawing/verification.

    1. Reduksi data (Data reduction)

    Reduksi data dilakukan untuk memfokuskan data pada hal-hal yang

    penting dari sekian banyak data yang diperoleh dari data hasil observasi,

  • 47

    wawancara, dan catatan lapangan yang tidak terpola. Langkah ini

    dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan

    mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

    2. Penyajian data (Data display)

    Setelah data direduksi maka data yang diperoleh didisplay, yakni

    dengan menyajikan sekumpulan data dan informasi yang sudah tersusun dan

    memungkinkan untuk diambil sebuah kesimpulan.

    3. Penarikan kesimpulan (Conclusion drawing/Verification)

    Prosedur penarikan kesimpulan didasarkan pada data informasi yang

    tersusun pada bentuk yang terpola pada penyajian data. Melalui informasi

    tersebut peneliti dapat melihat dan menentukan kesimpulan yang benar

    mengenai objek penelitian karena penarikan kesimpulan merupakan kegiatan

    penggambaran yang utuh dari objek penelitian (Sugiyono, 2010: 336-337).

    F. Pengecekan Keabsahan Data

    Dalam menguji keabsahan data diperlukan teknik triangulasi agar data

    yang didapatkan dalam penelitian valid dan reliabel. Jenis teknik

    Triangulasi yang digunakan antara lain :

    a. Triangulasi sumber

    Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan

    dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

    Triangulasi sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa

    IAIN Salatiga jurusan PAI angkatan 2013 yang berjumlah 277 mahasiswa.

    Peneliti mengambil sampel 26 mahasiswa sebagai sumber untuk menggali

    informasi terkait fokus penelitian, dengan perkiraan sholeh/sholehahnya

    mahasiswa dalam melaksanakan peribadahan.

  • 48

    b. Triangulasi teknik

    Triangulasi teknik pengumpulan data untuk menguji kredibilitas

    data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama

    dengan teknik yang berbeda. Dalam hal penelitian ini dimana peneliti

    menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi pada seorang

    sumber dengan data permasalahan yang sama.

    1) Observasi

    Penulis mengamati langsung kedaan mahasiswa IAIN Salatiga

    jurusan PAI angkatan 2013 dalam melaksanakan ibadah puasa. Dilihat

    dari kehidupan kesehariannya dalam bangku perkuliahan, para

    mahasiswa yang sering melakukan puasa sunnah mereka terlihat lebih

    bisa membagi waktunya, lebih cerdas, lebih mudah mengendalikan

    emosi dalam berbagai situasi, berhati lembut ketika melihat orang yang

    dibawahnya ikut merasakan penderitaan yang dihadapinya, dan yang

    paling terlihat dari mereka ketika sering melaksanakan ibadah puasa

    sunnah, sikap mereka, tutur kata dan perilaku mereka lebih terjaga.

    2) Wawancara

    Penulis melakukan wawancara terhadap mahasiswa IAIN

    Salatiga jurusan PAI angkatan 2013 guna mengumpulkan data yang

    diperlukan dengan pedoman seperti berikut dan hasil wawancaranya

    terlampir.

    a) Apa pengertian puasa sunnah menurut kamu?

    b) Apakah kamu (sering, terkadang, tidak pernah) melakukan puasa

    sunnah? Alasannya?

    c) Sejak kapan kamu mulai melakukan puasa sunnah?

  • 49

    d) Menurut kamu, apakah ada perubahan yang terjadi pada dirimu

    setelah melakukan puasa sunnah? Apa perubahannya?

    e) Manfaat apa yang didapatkan setelah melakukan puasa sunnah?

    f) Apakah ada kerugian setelah melakukan puasa sunnah? Apa saja

    kerugiannya?

    g) Faktor apa yang menjadi penghambat kamu selama ini saat

    melaksanaan puasa sunnah?

    3) Dokumentasi

    Gambar 3.1

    Wawancara dengan Narasumber

  • 50

    Gambar 3.2

    Wawancara dengan Narasumber

    Gambar 3.3

    Wawancara dengan Narasumber

    c. Triangulasi waktu

    Pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara yang

  • 51

    melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, dan dokumen dalam

    waktu yang berbeda yakni 2 bulan, dari pertengahan april hingga

    pertengahan juni Tahun 2017. Terdapat 26 mahasiswa IAIN Salatiga jurusan

    PAI angkatan 2013 yang penulis jadikan sebagai sumber untuk menggali

    informasi terkait fokus penelitian.

  • 52

    BAB IV

    PAPARAN DATA DAN ANALISIS

    A. Paparan Data

    1. Gambaran Umum Perguruan Tinggi

    a. Letak Geografis IAIN Salatiga

    Institut Agama Islam merupakan satu-satunya perguruan

    tinggi negeri yang ada di Salatiga. Perguruan ini terbagi menjadi

    tiga kampus. Meskipun demikian, masing-masing tempat memiliki

    letak yang stategis. Mudah dijangkau oleh siapapun. Kemudian ini

    memberikan poin tersendiri sehingga memberikan nilai tambahan

    bagi IAIN Salatiga.

    Lokasi kampus 1 IAIN Salatiga berada di jalan Tentara

    Pelajar Nomor 02 Salatiga 50721. Sebelah barat SMK Kristen

    Salatiga. Selatan jalan Tentara Pelajar. Sebelah Timur Polres

    Salatiga dan lapangan Pancasila yang merupakan alun-alun Kota

    Salatiga atau tepat berada di sekitar Masjid Agung Darul Amal.

    Sedangkan sebelah utara jalan Kridanggo dan pemukiman warga

    Kalicacing. Kampus 2 Terletak di Jl. Nakula Sadewa V No. 9

    Salatiga 50722. Tepatnya di sebelah timur Ma‟had (asrama) putra

    IAIN Salatiga yang dekat dengan lapangan Kembang Arum.

    Kampus 3 (Rencana Kampus Utama) Terletak di jalan Lingkar

  • 53

    Selatan Km. 2 Pulutan Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah 50716

    (Sumber: diambil dari buku OPAK IAIN Salatiga tahun 2015).

    b. Sejarah Singkat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga

    Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga berlokasi di

    Jalan Tentara Pelajar Nomor 2 Salatiga, Jawa Tengah. Lembaga ini

    pada awalnya merupakan lembaga swasta yang kemudian

    dinegerikan dan menjadi bagian dari IAIN Walisongo di Semarang.

    Penegerian Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Salatiga tersebut

    berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 30 tahun

    1970 tanggal 16 April 1970.

    Pada tahun 1997, Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN) Walisongo Semarang di Salatiga, yang berdiri

    sendiri langsung di bawah Kementerian Agama RI. Peralihan status

    tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia

    Nomor 11 Tahun 1997, tanggal 21 Maret Tahun 1997.

    Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga

    berubah bentuknya menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

    Salatiga berdasarkan pada Peraturan Presiden Republik Indonesia

    nomor 143 Tahun 2014 tentang Perubahan Sekolah Tinggi Agama

    Islam Negeri Salatiga menjadi Institut Agama Islam Negeri

    Salatiga tanggal 17 Oktober 2014.

    Peralihan status menjadi IAIN ini telah membawa berbagai

    peningkatan, baik dari segifisik maupun nonfisik. Sampai saat ini

  • 54

    IAIN Salatiga telah memiliki tiga lokasi kampus, yaitu Kampus I

    berlokasi di Jl. Tentara Pelajar No. 2, Kampus II berlokasi di Jl.

    Nakula Sadewa VA Nomor 09 Kembang Arum Salatiga, dan

    Kampus III berlokasi di Jl. Lingkar Selatan Pulutan Salatiga. Hal

    ini sejalan dengan harapan lembaga untuk nantinya dapat

    meningkatkan status kelembagaan, sehingga dapat menjadi

    Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga (Sumber: diambil dari

    buku OPAK IAIN Salatiga tahun 2016).

    c. Visi, Misi dan Tujuan IAIN Salatiga

    1) Visi

    “Tahun 2030 Menjadi Rujukan Studi Islam-Indonesia bagi

    Terwujudnya Masyarakat Damai Bermartabat”.

    2) Misi

    a) Menyelenggarakan pendidikan dalam berbagai disiplin

    ilmu keislaman berbasis pada nilai-nilai keindonesia