interna lapsus
DESCRIPTION
vshfahgefahgcshgedyaTRANSCRIPT
BAB I
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Santje Maurits
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 08 Maret 1940
Umur : 74 tahun
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Mangga Dua
Tanggal masuk : 27 April 2014
Tanggal pemeriksaan : 01 Mei 2014
Tanggal pulang : 06 Mei 2014
Nomor rekam medik : 00.86.98
Ruang rawat : Interna Wanita (RIW Bawah)
B. SUBJEKTIF
ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 01 Mei 2014)
Keluhan utama : Nyeri perut sebelah kanan atas sejak 3 bulan yang lalu.
Keluhan tambahan : Benjolan muncul di perut sebelah kanan atas, nafsu
makan berkurang, terasa mual, berat badan turun 13 kg,
sakit pada pinggang.
Anamnesis terpimpin :
Seorang wanita 74 tahun MRS dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas
sejak 3 bulan yang lalu. Nyerinya hilang timbul dan menjalar ke seluruh perut.
Nyerinya awalnya tajam seperti tertusuk-tusuk, tetapi berubah menjadi nyeri
yang tumpul, Biasanya semakin sakit saat terlambat makan. Selain itu pasien
mengeluhkan ada muncul benjolan pada perut sebelah kanan sejak bulan
februari 2014 (2 bulan yang lalu). Pasien merasa seperti ada sesuatu di dalam
perut dan semakin lama semakin besar, terasa penuh, begah dan tidak bisa
makan terlalu banyak. Pasien tidak merasa demam, mual (+), muntah (-), nafsu
makan berkurang (+), berat badan turun (+) dari awalnya 67 kg menjadi 54 kg
(turun 13 kg) dalam 3 bulan terakhir ini. BAB seperti biasa, darah segar (-),
1
berwarna hitam (-), warna seperti dempul (-), sedikit-sedikit seperti tahi
kambing. BAK juga biasa, nyeri (-), seperti teh (-), sekret (-).
Pasien memiliki kebiasaan sering terlambat makan, merokok (+), Alkohol (+).
Pasien pernah masuk RS 2x dengan keluhan nyeri pada pinggang dan dirawat di
ruangan neurologi sekitar 4 bulan yang lalu dengan diagnosis HNP. Riwayat
hipertensi dan DM disangkal. Dalam keluarga tidak ada keluhan yang sama.
Pasien dulu berprofesi sebagai guru dan kepala sekolah. Pasien dengan
pembiayaan ASKES.
C. OBJEKTIF (tanggal 1 Mei 2014)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Gizi : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
TANDA VITAL
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 81 x/menit, reguler, kuat angkat isi cukup
Pernapasan : 17x/menit
Suhu : 37,5ºC
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Ekspresi : tampak sakit sedang
Simetris wajah : simetris kiri-kanan
Deformitas : tidak ada
Rambut : hitam, uban, lurus, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Eksoftalmus / enoftalmus : tidak ada -/-
Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan (TDP)
Kelopak mata : normal, ptosis -/-, xantelasma -/-
Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Gerakan bola mata normal, nistagmus (-), strabismus -/-
Kornea : refleks kornea +/+, arkus senilis (+/+)
Pupil : isokor, refleks cahaya langsung & tidak langsung
normal
2
Telinga : Tophi -/-, nyeri tekan processus mastoideus -/-
Pendengaran : Pendengaran berkurang, tophi (-/-), deformitas
(-), serumen, Sekret -/-, deformitas -/-
Hidung : Perdarahan -/-, deformitas (-), sekret -/-, deviasi septum nasi
(-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : Lidah bersih, tidak hiperemis, tidak ada ulcer, tidak ada
jamur, tidak ada selaput, stomatitis (-), perdarahan gusi (-),
gigi tidak lengkap
Tonsil : T1-T1
Faring : mukosa licin, tidak hiperemis
Leher : Trakea letak tengah, JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB
leher (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), tumor (-), kaku
kuduk (-)
Dada : Ginekomasti (-), benjolan (-), jaringan parut (-), deformitas
(-) Pembuluh darah : venektasi (-)
Paru :
Inspeksi : Bentuk dada normal, pengembangan dada simetris kiri dan
kanan, pola pernapasan normal, pelebaran sela iga (-),
retraksi iga (-)
Palpasi : Tidak ada pergeseran trakea, nyeri tekan (-), fremitus raba
+/+ normal, fremitus taktil normal +/+
Perkusi : Paru kiri dan kanan : sonor, liver span 14 cm dari arkus costa
Batas paru hepar : setinggi ICS IV midclavicula dextra, batas
bawah paru belakang setinggi vertebra torakal X dan batas
kanan lebih tinggi 1 jari dari batas kiri
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan
Bunyi tambahan : Ronki -/- , Wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra
kuat angkat (+), thrill (-)
3
Perkusi : Pinggang jantung di ICS 3 dextra, batas kanan jantung di
linea sternalis, batas kiri jantung di linea midclavicula
Sinistra
Auskultasi : BJ I/II murni, reguler, S3 gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut datar, purpura (-), ikterus (-), dilatasi vena (-), jaringan
parut (-), caput medusa (-), striae (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada regio hipokondrium dextra, hepar
teraba 4 jari dibawah arkus costa dengan permukaan
berbenjol-benjol, konsistensi padat, sudut tumpul, lien tidak
teraba, ascites (-), balotemen ginjal -/-
Perkusi : Pekak pada regio hipokondrium dextra, sebagian region
lumbalis dextra, epigastrium dan region abdomen lainnya
timpani.
Punggung :
Inspeksi : lordosis (-), skoliosis (-), kifosis (+), massa (-)
pembengkakan (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : NKCVA -/-
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan
Bunyi tambahan : Ronki basah halus -/- , Wheezing -/-
Gerakan : Simetris kiri-kanan
Alat genital : TDP
Anus : TDP
Ekstremitas : Edema (-/-), Sianosis (-/-), clubbing finger (-/-), palmar
eritem (-/-), atrofi otot (-/-), Akral hangat, sianosis (-), turgor
baik
4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Evaluasi apusan darah tepi (24 Maret 2014)
Eritrosit : Anisopoikilositosis, mikrositik hipokrom, ovalosit (+), sel pensil
(+), benda inklusi (-), normoblast (-)
Leukosit : Jumlah cukup, PMN > limfosit, eosinophil meningkat, blast (-)
Trombosit : Jumlah meningkat, giant (+)
Kesan :
- Anemia mikrositik hipokrom suspek kausa defisiensi Fe
- Trombositosis reaktif
- Eosinofilia
E. RESUME
Pasien perempuan atas nama Ny. Santje Maurits, usia 74 tahun, MRS tanggal
27 April 2014 dengan keluhan benjolan pada perut sebelah kanan sejak bulan
februari 2014. Lama kelamaan benjolannya muncul nyeri pada perut sebelah kanan
atas dan kemudian menjalar ke seluruh perut. Nyerinya awalnya tajam, tetapi
berubah menjadi nyeri yang tumpul. Nyerinya muncul timbul hilang, dan semakin
sakit saat terlambat makan. Pasien merasa seperti ada sesuatu di dalam perut dan
semakin lama semakin besar, terasa penuh, begah dan tidak bisa makan terlalu
banyak. Pasien tidak merasa demam, mual (+), muntah (-), nafsu makan berkurang
(+), berat badan turun (+) dari awalnya 67 kg menjadi 54 kg. BAB seperti biasa
tetapi frekuensinya berkurang akhir-akhir ini. BAK juga biasa. Sebelumnya pasien
juga pernah masuk rumah sakit sebanyak 2 kali. Awalnya pasien memiliki keluhan
susah BAB dengan warna hitam, kecil-kecil. Setelah itu pasien juga pernah
5
mengeluh sakit pada pinggang dan sangat terasa nyeri. Dan sempat dirawat di Ruang
Neurologi. Dalam keluarga tidak ada keluhan yang sama. Pasien dulu berprofesi
sebagai guru dan kepala sekolah. Pasien dengan pembiayaan ASKES.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan (+) pada region hipondrium
dextra, epigastrium, hepatomegali (+) hepar teraba 4 jari dibawah arkus costa dextra.
F. ASSESMENT
Diagnosis : Suspek Hepatoma ec Hepatitis Virus
Diagnosis banding : NASH, Abses Hepar
G. TATALAKSANA
Tirah baring
Diet bebas
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Sohobion Amp 1x1 drip pagi
Aminoleban botol 500cc 1x1 siang
Omeprazole vial 1x40mg/IV/hari
Biocurliv 2x1
Simvastatin 20 mg tab 1x1 malam
Hepa Q kapsul 3x1/ hari
H. RENCANA PEMERIKSAAN
Darah Kimia (albumin dan globulin serum)
Foto Toraks
USG abdomen
Echocardiography
6
I. PROGNOSIS
Ad functionam : Dubia ad Malam
Ad sanationem : Dubia ad Malam
Ad vitam : Dubia ad Malam
J. FOLLOW UP
Tanggal S O A P28-04-2014 S :
O :
Nyeri perut kanan, belum BAB
KU : tampak sakit sedangKesadaran : compos mentisTTV : TD = 120/60 mmHg RR = 24 x/m
N = 72 x/m S = 36,5 ºC- Mata : CA +/+, SI -/-
- Abdomen: Nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan dan epigastrium
LAB:- Hb : 9,5 gr/dl
- Ht : 28,3%
- RBC : 3,45 jt sel/mm3
- WBC : 10.910 sel/mm3
- Plt : 289.000
- MCV : 82
- MCH : 27,6
- MCHC : 33,6
- Billirubin T/D/I : 0,5/0,2/0,3 mg/dL
- SGOT/SGPT : 33/14 µ/L
- Ureum/kreatinin : 15/0,6 mg/dL
- Asam urat : 3,7 mg/dL
- Kolesterol total : 302 mg/dL
- GDP : 86 mg/dL
7
A :
P :
Suspek Hepatoma + Dislipidemia + Anemia
Tirah baring Diet rendah lemak, IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Sohobion Amp 1x1 drip pagi Aminoleban botol 1x1 siang Biocurliv 2x1 Simvastatin 20 mg tab 1x1 malam
29-04-2014 S :
O :
A :
P :
Lemah badan, BAB (-) 2 hari, batuk
KU : tampak sakit sedangKesadaran : compos mentisTTV : TD = 140/80 mmHg RR = 18 x/m
N = 82 x/m S = 36,6 ºC
- Mata : CA +/+, SI -/-
- Abdomen: Nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan dan epigastrium
Suspek Hepatoma + Dislipidemia + Anemia
Tirah baring Diet rendah lemak IVFD NaCl 0,9% 22 tpm Sohobion Amp 1x1 drip pagi Aminoleban botol 1x1 siang Biocurliv 2x1 Simvastatin 20 mg tab 1x1 malam
30-04-2014 S :
O :
Nyeri perut bertambah kalau belum makan
KU : tampak sakit sedangKesadaran : compos mentisTTV : TD = 140/90 mmHg RR = 28 x/m
N = 72 x/m S = 36,5 ºC
- Mata : CA +/+, SI -/-
- Abdomen: Nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan dan epigastrium
8
A :
P :
Suspek Hepatoma + Dislipidemia + Anemia
Tirah baring Diet rendah lemak IVFD NaCl 0,9% 22 tpm Sohobion Amp 1x1 drip pagi Aminoleban botol 1x1 siang Biocuriv 2x1 Simvastatin 20 mg tab 1x1 malam Omeprazole 20 mg tablet 2x1 siang malam
02-04-2014 S :
O :
A :
P :
Nyeri perut bertambah kalau belum makan, belum BAB
KU: tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisTTV : TD = 110/70 mmHg RR = 20x/menit N = 72x/menit S = 36,5 ºC
- Mata : CA +/+, SI -/-
- Abdomen: Nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan dan epigastrium
Hepatoma + Dislipidemia + Anemia
Tirah baring Diet rendah lemak IVFD NaCl 0,9% 22 tpm Sohobion Amp 1x1 drip pagi Aminoleban botol 1x1 siang Biocuriv 2x1 Simvastatin 20 mg tab 1x1 malam Omeprazole 20 mg tablet 2x1 siang malam Microlax sup 1x1
03-04-2014 S :
O :
Nyeri perut kalau terlambat makan, batuk
KU: tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisTTV : TD = 110/60 mmHg RR = 20x/menit N = 72x/menit S = 36,5 ºC
- Mata : CA +/+, SI -/-
- Abdomen: Nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan dan epigastrium
9
A :
P :
Hepatoma + Dislipidemia + Anemia
Tirah baring Diet rendah lemak IVFD NaCl 0,9% 22 tpm Sohobion Amp 1x1 drip pagi Aminoleban botol 1x1 siang Biocuriv 2x1 Simvastatin 20 mg tab 1x1 malam Omeprazole 20 mg tablet 2x1 siang malam
5-04-2014 S :
O :
A :
P :
Tidur tidak nyenyak, badan terasa lemas
KU: tampak sakit sedangKesadaran : compos mentisTTV: TD = 100/70 mmHg RR = 12x/menitN = 72x/menit S = 36,5 ºC
- Mata : CA +/+, SI -/-
- Abdomen: Nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan dan epigastrium
Hepatoma + Dislipidemia + Anemia
Tirah baring Diet rendah lemak IVFD NaCl 0,9% 22 tpm Sohobion Amp 1x1 drip pagi Aminoleban botol 1x1 siang Biocuriv 2x1 Simvastatin 20 mg tab 1x1 malam Pro USG Abdomen
6-04-2014 S :
O :
Nyeri dada kiri waktu malam hari sehingga pasien tidak bisa tidur dengan nyenyak
KU: tampak sakit sedangKesadaran : compos mentisTTV: TD = 140/80 mmHg RR = 12x/menitN = 72x/menit S = 36,5 ºC
- Mata : CA +/+, SI -/-
- Abdomen: Nyeri tekan pada regio hipokondrium
10
A :
P :
kanan dan epigastrium
Suspek Hepatoma + Dislipidemia + Anemia
Tirah baring Diet rendah lemak Rawat Jalan Bio curliv 2x1 tab Simvastatin 20 mg 1x1 malam Omeprazole 20 mg tablet 2x1 siang malam Hepa Q 3x1 Pasien Pulang
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang
dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan
persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang
dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus
kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus,
dan lobus quadratus. 1
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :1
1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan
nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air,
dan mineral.
2. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica
mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit menyerap nutrien, oksigen, dan
zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat racun akan dinetralkan
sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut
akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.1
Gambar 1. Anatomi hati 1
12
Fungsi utama hati yaitu :1
1. Untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Bergantung kepada
kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.
2. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta
vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E, dan K), glikogen dan
berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh (contohnya :
pestisida DDT).
3. Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan
detoksifikasi toksin dan obat.
4. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang sudah tua
atau rusak.
5. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam
emulsifikasi dan absorbsi lemak
B. Definisi
Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma = HCC) merupakan
tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula karsinoma
fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya,
(cholangiocarcinoma=CC) dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier,
sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari
seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC; 10%
CC ; dan 5% adalah jenis lainnya. Dalam dasawarsa terakhir terjadi
perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain perkembangan
pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya
perbaikan pada kualitas hidup pasien.2
C. Epidemiologi
Karsinoma Hepatoseluler primer merupakan salah satu tumor yang paling
sering ditemukan di dunia. 5,6Tumor ini sangat prevalen di daerah-daerah tertentu
di Asia dan Afrika sub-Sahara, tempat insidensi tahunan mencapai 500 kasus per
100.000 populasi. Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, tumor ini jauh lebih
jarang menyebabkan hanya sekitar 1 sampai 2 persen tumor ganas pada autopsy.
Karsinoma hepatoseluler empat kali lebih sering pada laki-laki daripada
13
perempuan dan biasanya timbul pada hati yang sirotik. Insidensi puncak terjadi
pada dekade kelima sampai keenam di Negara barat tetapi satu atau dua dekade
lebih dini di daerah di Asia dan Afrika dengan prevalensi karsinoma hati yang
tinggi. 3
Di seluruh dunia, angka kejadian karsinoma hepatoseluler di negara-negara
berkembang lebih dari dua kali kejadian itu di negara-negara maju. Pada tahun
2000, kejadian yang disesuaikan menurut umur karsinoma hepatoseluler pada pria
adalah 17,43 per 100.000 penduduk di negara berkembang dibandingkan dengan
hanya 8,7 per 100.000 penduduk di Amerika Serikat. Di antara perempuan,
perbedaan itu juga signifikan (6.77 vs 2,86 per 100.000 penduduk). Insiden
tertinggi karsinoma hepatoseluler adalah di Asia Timur, dengan tingkat insiden
pada pria dari 35 per 100.000 penduduk, diikuti oleh Afrika dan Kepulauan
Pasifik. Tingkat mortalitas ini mencerminkan tingkat insiden untuk karsinoma
hepatoseluler. Di negara berkembang, angka kematian dari karsinoma
hepatoseluler pada pria lebih dari dua kali lipat di negara maju (16.86 vs 8.07 per
100.000 penduduk). Di Asia dan Afrika, tingkat kematian adalah 33,5 dan 23,73
per 100.000 penduduk, masing-masing.3,4,5
Gambar 2. Distribusi karsinoma hepatoseluler6
Insiden karsinoma hepatoseluler meningkat di daerah dengan tingkat
pembawa tinggi hepatitis B dan C dan pada pasien dengan hemokromatosis.
Lebih dari 80% dari karsinoma hepatoseluler terjadi pada pasien dengan sirosis
14
hati. Setelah infeksi virus, dibutuhkan sekitar 10 tahun untuk pasien untuk
pengembangan hepatitis kronis, 20 tahun untuk pengembangan sirosis, dan 30
tahun untuk pengembangan karsinoma. Di Afrika dan Negara-negara Asia
aflatoksin, diproduksi sebagai hasil dari kontaminasi tidak sempurna disimpan
tanaman pokok oleh Aspergillus flavus, tampaknya menjadi faktor risiko
independen untuk pengembangan karsinoma hepatoseluler, mungkin melalui
mutasi gen supresor p53. Variasi musiman dalam insiden terlihat di negara-
negara tersebut.6
D. Faktor risiko
Faktor risiko utama untuk karsinoma hepatoseluler bervariasi menurut
wilayah dan tingkat pembangunan nasional. Di Amerika Serikat, faktor risiko
memiliki sejarah mencakup sirosis alkoholik, hepatitis B (HBV) infeksi,
hemokromatosis, dan sekarang hepatitis C (HCV). Namun, pada epidemi obesitas
telah menghasilkan meningkatnya populasi pasien dengan nonalkohol fatty liver
disease (NAFLD), juga disebut sebagai steatohepatitis nonalkohol (NASH).
Pasien dengan NAFLD dapat berkembang menjadi fibrosis, sirosis, dan sekarang
karsinoma hepatoseluler. 3,5 Pasien-pasien ini diharapkan akan memacu epidemi
karsinoma hepatoseluler di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya. Di
negara berkembang, hepatitis virus (terutama hepatitis B), terus mewakili risiko
utama untuk pengembangan karsinoma hepatoseluler. Dampak dari vaksinasi
hepatitis B pada tingkat akhir dari karsinoma hepatoseluler masih harus
ditentukan. Hasil vaksinasi bayi yang baru lahir yang menggembirakan. Tren
sementara menunjukkan bahwa epidemi karsinoma hepatoseluler kemungkinan
akan berlanjut, mencerminkan reservoir dari virus hepatitis endemik dalam
populasi. Di Amerika Serikat, kejadian tahunan infeksi HCV akut baru
tampaknya telah menurun sejak pertengahan 1980-an. Namun, jeda di antara
infeksi HCV dan pengembangan karsinoma hepatoseluler bisa sampai 30-40
tahun, yang mengarah ke keyakinan bahwa epidemi karsinoma hepatoseluler
tidak mungkin untuk mulai berkurang sampai 2015. Secara keseluruhan, itu yang
memperkirakan bahwa 1,5% dari penduduk AS terinfeksi HCV, di antaranya 20-
30% dapat terjadi sirosis. Di antara pasien dengan sirosis, kejadian karsinoma
hepatoseluler adalah 1-6%. Risiko ini diperparah oleh penyalahgunaan alkohol
15
bersamaan, yang meningkatkan risiko sirosis dan karsinoma hepatoseluler pada
pasien dengan hepatitis virus.2,3
Meskipun kemajuan signifikan telah dibuat di seluruh dunia melalui
vaksinasi HBV sebagai bagian dari program diperluas untuk vaksinasi oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi penyakit hati kronis tetap
signifikan di antara populasi yang lebih tua yang berisiko terkena karsinoma
hepatoseluler.3
E. Faktor-Faktor Etiologi
1. Virus Hepatitis
Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi
kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi sel HBV DNA ke dalam
DNA sel penjamu dan aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen
hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang
aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat
diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon
nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau
beberapa gen yang berubah akibat HBV. Hepatitis C virus (HCV) juga telah
dikaitkan dengan terjadinya HCC. Antibodi terhadap HCV telah ditemukan
sebanyak 76% dari pasien dengan HCC di Jepang, Italia, dan Spanyol dan 36%
di Amerika Serikat. Berbeda dengan HCC disebakan oleh HCV, HCC jarang
terjadi pada carier HBV sebelum terjadinya perkembangan sirosis. Sebuah
interval antara transfusi yang berhubungan dangan virus hepatitis C (HCV) dan
terjadinya HCC adalah ~ 30 tahun. HCC yang disebabkan oleh virus hepatitis
C cenderung memiliki sirosis yang lebih sering dan lebih awal, tetapi dalam
HCC yang disebabkan dengan HBV, hanya setengahnya yang terjadi sirosis;
sisanya menderita hepatitis aktif kronis. Selain itu, kejadian HCC pada carier
HCV kronis diperkirakan setinggi 5% per tahun, dibandingkan dengan 0,5%
per tahun untuk carier HBV. 2
2. Sirosis hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor resiko utama HCC di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun tiga sampai lima
persen dari pasien SH akan menderita HCC, dan HCC merupakan penyebab
kematian pada SH. Otopsi pada pasien SH mendapatkan 290-80% di antaranya
16
telah menderita HCC. Pada 60-80% dari SH makronoduler dan tiga sampai
sepuluh persen dari SH mikronuduler dapat ditemukan adanya HCC. Prediktor
utama HCC pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan alfa feto
protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi sel
hati.2
3. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi jamur
Aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogen. Metabolit AFB1 1-2-3- epoksid merupakan karsinogen utama dari
kelompok utama aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA
maupun RNA. Salah satu mekanisme karsinogenesisnya ialah kemampuan
AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.2
4. Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di Amerika
Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapatkan terjadinya
peningkatan angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati pada
kelompok individu dengan berat badan tertinggi (Indeks Massa Tubuh (IMT) :
35-40 Kg/m2) dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya normal.
Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-
alchoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non alchoholic
steatohepatis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan
kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.2
5. Diabetes melitus
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor resiko baik untuk penyakit
hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan
steatohepatis non alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan
peningkatan kadar insulin dan insulin like growth factors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. Indikasi kuatnya asosiasi
antara DM dan HCC terlihat dari banyak penelitian antara lain penelitian kasus
kelola oleh Hasan dkk. Yang melaporkan bahwa dari 115 kasus HCC dan 230
non HCC, rasio odd dari DM adalah 4,3, meskipun diakui bahwa sebagian dari
kasus DM sebelumnya sudah menderita sirosis hati. Penelitian kohort besar
oleh El Serag dkk. Yang melibatkan 173,643 pasien DM dan 650,620 pasien
bukan DM menemukan bahwa insidensi HCC pada kelompok DM lebih dari
17
dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi HCC kelompok bukan DM.
Insidensi juga semakin tinggi seiring dengan lamanya pengamatan (kurang dari
lima tahun hingga lebih dari 10 tahun). DM merupakan faktor resiko HCC
tanpa memandang umur, jenis kelamin dan ras, dengan angka resiko 2,16.2
6. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, peminum berat
alcohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC
melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik
langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya
sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya, pada
sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien
dengan HBsAg-positif atau anti HCV-positif. Ini menunjukkan adanya peran
sinergistik alcohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV. Acapkali
penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas untuk terjadinya HCC
pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis akibat infeksi HBV atau HCV.
Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit
alkohol tidak meningkatkan resiko terjadinya HCC.2
F. Patogenesis molekuler HCC
Patofisiologi karsinoma hepatoseluler belum definitif dijelaskan dan jelas secara
multifaktorial. Pada tahun 1981, setelah Beasley terkait infeksi HBV dengan
perkembangan karsinoma hepatoseluler, penyebab karsinoma hepatoseluler dianggap
telah di identifikasi. Namun, penelitian selanjutnya gagal untuk mengidentifikasi
infeksi HBV sebagai faktor risiko utama yang independen, dan menjadi jelas bahwa
sebagian besar kasus karsinoma hepatoseluler dikembangkan pada pasien dengan
penyakit sirosis hati yang mendasari berbagai etiologi, termasuk pasien dengan
spidol negatif untuk infeksi HBV dan yang ditemukan memiliki HBV DNA
terintegrasi dalam genom hepatosit. Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi
berkelanjutan ciri sirosis hati dan berkontribusi untuk pengembangan karsinoma
hepatoseluler.3
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan
perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi
kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat
18
menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivas onkogen
selular atau inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang
baiknya penanganan DNA missmatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-
faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronis, alkohol dan penyakit
metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa 1, mungkin
menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan
sirosis).2
Hilangnya heterozigositas (LOH = lost of heterozygosity) juga dihubungkan
dengan inaktivasi gen supresor tumor. LOH dan delesi alelik adalah hilangnya satu
salinan (kopi) dari bagian tertentu suatu genom. Pada manusia, LOH dapat terjadi di
banyak bagian kromosom. Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan di kromosom
17 atau pada lokasi di dekat gen p53. Pada kasus HCC, lokasi integrasi HBV DNA
di dalam kromosom sangat bervariasi (acak). Oleh karena itu, HBV mungkin
berperan sebagai agen mutagenik insersional non selektif. Integrasi acapkali
menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses
translokasi, duplikasi terbalik, delesi dan rekombinan. Semua perubahan ini dapat
berakibat hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen seluler penting lain.
Dengan analisis Southern Blot, potongan (sekuen) HBV yang telah terintegrasi
ditemukan di dalam jaringan tumor/HCC, tidak ditemukan di luar jaringan tumor.
Produk gen X, lazim disebut HBx, dapat berfungsi sebagai transaktivator
transkripsional dari berbagai gen seluler yang berhubungan dengan kontrol
pertumbuhan. Ini menimbulkan hipotesis bahwa HBx mungkin terlibat pada
hepatokarsinogenesis oleh HBV. Di wilayah endemik HBV ditemukan hubungan
yang bersifat dose-dependent antara pajanan AFB1 dalam diet dengan mutasi pada
kodon 249 dari p53. Mutasi ini spesifik untuk HCC dan tidak memerlukan integrasi
HBV ke dalam DNA tumor. Mutasi gen p53 terjadi pada sekitar 30% kasus HCC di
dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang berbeda menurut wilayah geografik
dan etiologi tumornya.2
Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah berlangsung puluhan tahun
dan umumnya didahului oleh terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan penting
dari proses cedera hati kronik diikuti oleh regenerasi dan sirosis pada proses
hepatokarsinogenesis oleh HCV.5
G. Patologi
19
Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat, kadang nekrotik
kehijauan atau hemoragik. Kadang juga ditemukan trombus tumor di dalam vena
hepatika atau porta intrahepatik. Pembagian atas tipe morfologinya adalah ekspansif
dengan batas yang jelas, infiltratif menyebar/ menjalar, dan multifokal. Tipe
ekspansif lebih sering ditemukan hati non-sirotik. Menurut WHO secara histologik
HCC dapat dikasifikasikan berdasarkan organisasi struktural sel tumor sebagai
berikut :2
1. Trabekular (sinusoidal)
2. Pseudoglandular (asiner)
3. Kompak (padat)
4. Sirous
Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor yang diameternya
lebih kecil dari 1,5 cm adalah bahwa sebagian besar tumor terdiri semata-mata dari
karsinoma yang berdiferensiasi baik, dengan variasi histologik beserta
diferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang sama. Nodul kanker yang
berdiameter kurang dari satu cm seluruhnya terdiri dari jaringan kanker yang
berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya
terdiri atas lebih dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang berbeda-
beda.2,3
H. Penyebaran
Metastasis intrahepatik dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi
langsung. Metastasis ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatika, vena porta atau
vena kava. Dapat terjadi metastasis pada varises esofagus dan di paru. Metastasis
sistemik seperti ke kelenjar getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, dan
dapat juga sampai di mediastinum. Bila sampai di peritonium dapat menimbulkan
asites hemoragik yang berarti sudah memasuki stadium terminal.2
I. Diagnosis2
Untuk tumor dengan diameter lebih dari 2 cm, adanya penyakit hati kronik,
hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP serum
≥ 400 mg/dl adalah diagnostik.2
Tabel 2. Kriteria diagnostik HCC menurut Barcelona EASL conference5
Kriteria sito-histologisKritesia non-invasif (khusus untuk pasien sirosis hati) :
20
Kriteria radiologis : koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-spiral/MRI/angiografi) Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
Kriteria kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP serum : Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial Kadar AFP serum ≥ 400 mg/dl
a. Gambaran Klinis
Hepatoma subklinis2
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang
tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui
pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan.
Hepatoma Fase klinis2
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi
utama yang sering ditemukan adalah :
1. Nyeri abdomen kanan atas : hepatoma stadium sedang dan lanjut serinng
dating berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen
kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau
terus menerus, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor
tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika
nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan
rupture hepatoma.
2. Masa abdomen atas : hepatoma lobis kanan dapat menyebabkan batas atas
hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah
arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering
dapat langsung teraba massa di bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus
kiri tampil sebagai massa di bawah processu xiphoideus atau massa dibawah
arcus costa kiri.
3. Perut kembung : timbul karena massa tumor sangat besar; asites dan
gangguan fungsi hati
4. Anoreksia : terjadi karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran
gastrointestinal
5. Letih, mengurus : dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan
berkurangnya asupan makanan .
21
6. Demam : timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor,
jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai
menggigil.
7. Ikterus : kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi
hati, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor
mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstrukktif.
8. Lainnya : perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua
tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti
splenomegali, palmar eritem, lingua hepatic, spider nevi, vasodilatasi dinding
abdomen,dll.
Diagnosis histologis diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk lesi
berdiameter >2 cm) dan diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan terapi.
Untuk tumor berdiameter kurang dari 2 cm, sulit menegakkan diagnosis secara non
invasif karena beresiko tinggi terjadinya diagnosis negatif palsu akibat belum
matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan cara imaging dan biopsi
tidak diperoleh diagnosis definitif, sebaiknya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan
imaging serial setiap 3 bulan sampai diagnosis dapat ditegakkan.2
Kriteria diagnosis Kanker Hati Selular menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia) yaitu :
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan atau tanpa disetai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lbih dari 500 mg/ml
3. Ultrasonography (USG), Nucreal Medicine, Computed Tomography Scann
(CT scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukan adanya KH.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukan adanya KGS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu
yaitu kriteria empat atau lima.
b. Pemeriksaan Radiologi
1. Gambaran ultrasonografi (USG) abdomen
22
Ultrasonography (USG) merupakan salah satu imaging doagnostic untuk
memeriksa alat-alat tubuh, dimana kita dapat memperlajari bentuk, ukuran,
anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya.2,3,7
Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik. Dua
karakteristik kelainan vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor
(neovaskularisasi) dan trombosis oleh invasi tumor. Perkembangan yang cepat
dari gray-scale ultrasonografi menjadikan gambaran parenkim hati lebih jelas.
Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur eko jaringan hati lebih mudah
dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal
maupun kelainan parenkim difus. Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering
diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang dan
lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim
hati normal. Dengan USG, hati yang normal tampak warna keabu-abuan dan
tekstur merata. Bila ada kanker akan terlihat jelas berupa benjolan berwarna
kehitaman, atau berwarna putih campur kehitaman dan jumlahnya bervariasi pada
tiap pasien, benjolan dapat terdeteksi dengan diameter 2-3 cm Untuk
meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati dianjurkan
pemeriksaan USG setiap tiga bulan.5,10,11
2. CT scan
Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat menilai
seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati
itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat ini teknologinya
berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan
menggunakan teknik hellical CT scan, multislice yang sanggup membuat irisan-
irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan.
Untuk menentukan ukuran dan besar tumor, dan adanya invasi vena portal secara
akurat, CT / heliks trifasik scan perut dan panggul dengan teknik bolus kontras
secara cepat harus dilakukan untuk mendeteksi lesi vaskular khas pada HCC.
Invasi vena portal biasanya terdeteksi sebagai hambatan dan ekspansi dari
pembuluh darah. CT scan dada digunakan untuk menghilangkan diagnosis adanya
metastasis.7,8
3. MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai kontras berisi
iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran
23
empedu dalam hati, juga cukup baik meperlihatkan struktur internal jaringan hati
dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas, aneka terapi, dengan
zat kontras spesifik hepatosit dapat menenmukan hepatoma kecil kurang dari 1
cm dengan angka keberhasilan 55 %.
4. Angiografi
Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan
pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker
yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil
sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali
lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.7
c. Pemeriksaan Penunjang
Peran pemeriksaan penunjang dalam diagnosis HCC dapat dibagi menjadi dua
kategori utama, yang pertama yaitu pada surveilans pada pasien dengan risiko tinggi
terjadi HCC dan yang kedua adalah untuk diagnosis HCC yang didasarkan pada hasil
pemeriksaan skrining yang abnormal. Peran yang lain adalah ntuk evaluasi HCC
setelah mendapatkan terapi.6
1. Pemeriksaan laboratorium2,3
Evaluasi laboratorium pasien yang baru didiagnosa karsinoma hepatoseluler
harus mencakup pengujian untuk menentukan tingkat keparahan penyakit hati yang
mendasari dan untuk menjelaskan etiologi dari penyakit yang mendasarinya. Studi
laboratorium harus mencakup jumlah darah lengkap, elektrolit, tes fungsi hati,
kajian koagulasi (misalnya, INR, PTT), dan penentuan alpha-fetoprotein.
a. Keparahan penyakit2
- Anemia: hemoglobin rendah mungkin berhubungan dengan perdarahan
dari varises atau sumber lain.
- Trombositopenia: Sebuah jumlah trombosit di bawah 100.000 / mL
sangat sugestif hipertensi portal / splenomegali signifikan.
- Hiponatremia umumnya ditemukan pada pasien dengan sirosis dan
ascites dan dapat menjadi penanda penyakit hati lanjut.
- Peningkatan kadar serum kreatinin mungkin mencerminkan penyakit
ginjal intrinsik atau sindrom hepatorenal.
- PT / INR memanjang mencerminkan penurunan yang signifikan dari
fungsi hati yang mungkin menghalangi reseksi.
24
- Peningkatan enzim hati (AST/ALT) mencerminkan hepatitis aktif karena
infeksi virus, penggunaan alkohol saat ini, atau penyebab lainnya.
- Peningkatan kadar bilirubin biasanya menunjukkan penyakit hati lanjut.
- Hipoglikemia dapat mewakili penyakit hati stadium akhir (tidak ada toko
glikogen).
b. Etiologi penyakit2
- HBsAg / anti-HBc, anti-HCV - Viral hepatitis (sekarang / masa lalu)
- Peningkatan saturasi besi (> 50%) - hemochromatosis yang mendasari
- Tingkat alpha-1 antitrypsin-rendah - defisiensi Alpha-1-antitrypsine
- Tumor / fenomena paraneoplastik.
- Peningkatan alpha fetoprotein - Tingkat lebih besar dari 400 ng / mL
dianggap diagnostik dengan pencitraan yang tepat.
- Hiperkalsemia - produksi hormon paratiroid ektopik mungkin dalam 5-
10% dari pasien dengan karsinoma hepatoseluler.
- Trombositosis (peningkatan pesat yang normal/jumlah trombosit pada
pasien dengan riwayat trombositopenia).
2. Alfa-petoprotein (AFP)
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel
hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal.
Peningkatan serum alfa-protein ini terjadi pada pasien dengan karsinoma sel hati
yang luas.12. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP
meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/ml
adalah diagnostik atau sangat sugestif /untuk HCC. Nilai normal dapat ditemukan
juga pada kehamilan. Penanda tumor lain untuk HCC adalah des-gamma carboxy
prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91%
dari pasien HCC, namun juga dapat meningkat pada defisiensi vitamin K,
hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC,
seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll, tetapi tidak
ada yang memiliki agregat sensitivitas dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan
PIVKA-2.1
J. Sistem staging
25
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-
kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis biokimiawi
dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga
mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan fungsi hati, keadaan
umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah pasien
sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan
untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk
penilaian staging HCC. Beberapa sistem yang dipakai untuk staging HCC
adalah :2
- Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System
- Okuda Staging System
- Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System
- Chinese University Prognostic Index (CUPI)
- Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System
K. Terapi
Pemilihan terapi sangat bergantung pada hasil pemeriksaan radiologi. Sebelum
ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan ukuran kanker, lokasi di bagian hati
yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan
satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati
serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke tempat yang lain di dalam tubuh
penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah
ada sirosis hati.
Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga yaitu tindakan bedah hati digabung
dengan tindakan radiologi dan tindakan non bedah dan tindakan transplantasi hati.
1. Tindakan bedah digabung dengan tindakan radiologi.
Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan bedah
yaitu reseksi bagian hati yang terkena kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya.
Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang seluruh kanker dan tidakakan
menyisakan lagi jaringan kanker pada penderita, karena bila tersisa tentu
kankernya akan tumbuh lagi menjadi besar, untuk itu sebelum menyayat kanker
ini dokter harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang sehat.
Radiologilah satu-satunya cara untuk menentukan perkiraan pasti batas itu yaitu
26
dengan pemeriksaan CT angiography yang dapat memperjelas batas kanker dan
jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu menentukan. Maka harus dilakukan CT
angiography terlebih dahulu sebelum operasi. CT angiography sekaligus membuat
peta pembuluh darah kanker sehingga jelas terlihat pembuluh darah mana yang
bertanggung jawab sebagai feeding arteri yang diperlukan kanker untuk tetap
tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan radiologi Trans Arterial
Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat
menyumbat pembuluh darah sehingga mengehntikan suplai makanan ke sel-sel
kanker dan dengan demikian kemampuan hidup dari sel kanker akan sangat
menurun sampai menghilang. Sebelum dilakukan tindakan TAE dilakukan dulu
tindakan Trans Arterial Chemotherapy (TAC) dengan tujuan sebelum menutup
peeding arteri, lebih dahulu kanker dikemoterapi. Tindakan ini disebut Tran
Arterial Chemoembolisation (TACE). Dengan cara ini usia harapan hidup
penderita per 5 tahun 90% dan 10 tahun 80%.
2. Tindakan non bedah hati
a. Emboli Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)
Tindakan ini menyumbat feeding artery. Dengan ini embolisasi dan injeksi
kemoterapi intra-aretrial dikembangkan dan nampaknya memberi harapan
yang lebih baik pada penderita yang terancam. Angka harapan hidup penderita
dengan ini per lima tahunnya bisa mencapai 70% dan per sepuluh tahunnya
bisa mencapai 50%.
b. Infus Sitostika Intra-Arterial.
Sitostika yang dipakai adalah mitomycin C 10-20 mg kombinasi dengan
adriblastina 10-20 mg dicampur dengan NaCl 100-200 cc. atau dapat juga
ciplatin dan 5FU (% fluoro Uracil). Metoda ballon occluded intra arterial
infusion adalah metoda infuse sitostika intra arterial hanya kateter yang dipakai
adalah double lumen ballon catheter yang dimasukan ke dalam arteri hepatika.
Tujuannya memperlama kontak dengan tumor. Dengan cara ini harapa hidup
per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30% dibandingkan
dengan tanpa pengobatan adalah 20% dan 10%.
c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injection = PEI)
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam
asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency, microwave, laser
27
dan cryoablation). Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency ablation=RFA)
menggunakan panas untuk ablasi tumor. Ukuran maksimum dari array probe
dapat dilakukan untuk zona nekrosis 7-cm, yang akan cukup untuk tumor
berukuran 3-4 cm.3 Pengobatan tumor yang dekat dengan pedikel portal utama
dapat menyebabkan cedera duktus empedu dan obstruksi. Hal ini membatasi
terapi tumor yang secara anatomi cocok untuk teknik ini. RFA dapat dilakukan
secara perkutan dengan panduan CT atau USG, atau dengan laparoskopi
dengan panduan USG. Sejumlah agen telah digunakan untuk dilakukannya
injeksi lokal ke dalam tumor, yang paling sering, ethanol (PEI). HCC lunak
relatif dengan riwayat sirosis hati keras memungkinkan untuk dilakukan injeksi
etanol volume besar ke dalam tumor tanpa terjadi difusi ke dalam parenkim
hati atau kebocoran keluar dari hati. PEI menyebabkan kerusakan langsung
dari sel-sel kanker, tetapi juga akan menghancurkan sel-sel normal di
sekitarnya. Hal ini biasanya memerlukan beberapa suntikan (rata-rata tiga),
berbeda dengan satu untuk RFA. Ukuran maksimum tumor terpercaya
diperlakukan adalah 3 cm, bahkan dengan beberapa suntikan.2
3. Terapi non bedah lainnya
Terapi yang saat ini dikembangkan dan hanya dilakukan bila terapi bedah reseksi
dan TAE ataupun TACE ataupun TAC tak mungkin dilakukan lagi. Diantaranya
yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapi (RFA), Proton Beam Therapy,
Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang
semuanya bersifat paliatif.
4. Transplatasi hati
Bagi pasien HCC dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan kemungkinan
untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami
disfungsi. Dilaporkan kesintasan 3 tahun mencapai 80%, bahkan dengan
perbaikan seleksi pasien dan terapi perioperatif dengan obat antiviral seperti
lamivudin, ribavirin, dan interferon dapat dicapai kesintasan 5 tahun sebesar 92%.
Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam
maupun di luar transplan. Rekurensi tumor bahkan mungkin diperkuat oleh obat
antirejeksi yang harus diberikan. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih
jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5 cm.2
BAB III
28
PEMBAHASAN
Pada pasien ini setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan keadaan pasien sementara adalah
Hepatoma, dimana ditemukan pembesaran hati teraba 4 jari dibawah arcus costa
dextra dan disertai keluhan nyeri perut kanan atas yang dirasakan secara tiba-tiba.
Nyerinya awalnya tajam, tetapi berubah menjadi nyeri yang tumpul. Nyerinya
muncul timbul hilang, dan semakin sakit saat terlambat makan. Pasien merasa seperti
ada sesuatu di dalam perut dan semakin lama semakin besar, terasa penuh, begah dan
tidak bisa makan terlalu banyak. Nafsu makan berkurang, dan tambah terasa nyeri
jika makan dan minum yang terlalu banyak. Berat badan turun turun 13 kg. BAB
seperti biasa, tetapi frekuensinya berkurang akhir-akhir ini, sedikit-sedikit. Pada
pasien ini tidak tampak sclera ikterik pada pasien. Hal ini cocok dengan pemeriksaan
lab berupa pemeriksaan bilirubin total, direk, dan indirek yang semuanya dalam
batas normal.
Faktor-faktor etiologi dari hepatoma seperti hepatitis, sirosis hepatis,
aflatoksin, obesitas, DM, dan konsumsi alkohol. Pada pasien ini belum jelas etiologi
dari hepatoma. Dari pemeriksaan darah kimia, didapatkan peningkatan kolestrol total
sebesar 302 mg/dl. Pasien tidak ada riwayat DM, badan pasien juga tidak
dikategorikan obesitas dan tidak ada riwayat mengkonsumsi alkohol. Pasien juga
belum melakukan pemeriksaan laboratorium berupa anti virus terhadap HbsAg, dan
Anti HCV sehingga penyebab seperti hepatitis tidak bisa ditegakan.
Penentuan diagnosis HCC menurut Barcelona EASL conference untuk
menunjang diagnosis pasien ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan biopsi hati dan
AFP (Alfa Feto Protein) yaitu komponen normal plasma dalam fetus manusia
berusia lebih dari 6 minggu-16 minggu kadarnya tidak berhubungan dengan ukuran
29
tumor dan kadarnya biasa normal pada stadium dini sehingga tidak begitu spesifik.
Sayangnya pemeriksaan AFP belum sempat dilakukan dikarenakan keterbatasan
fasilitasi dan harganya yang mahal. Biasanya kadarnya bisa >400 mg/dl. Selain itu
perlu juga dilakukan pemeriksan USG/CT/MRI/angiografi, Sehingga gambaran lesi
fokal pada hati dapat terlihat. Pasien mengaku sudah pernah melakukan USG dan
didiagnosis Hepatoma tetapi gambaran USG tidak dapat kami lampirkan.
Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa :
Tirah baring
Diet biasa
IVFD Nacl 0,9 % 20 tetes/menit
Pemberian cairan diberikan untuk mengganti cairan yang keluar dan
sebagai jalur pemberian terapi.
Cefotaxim
Mencegah terjadinya infeksi
Sohobion
Untuk menambah kebutuhan nutrisi pasien.
Hepa-Q
Untuk nutrisi oral pasien
Biocurliv 2x1
Membantu memulihkan dan melindungi kerja hepar, meningkatkan daya
detoksifikasi sel hepar
Simvastatin 20 mg tab 1x1 malam
Untuk hiperlipidemia
Omeprazole 20 mg tablet 2x1 siang malam
Untuk nyeri uluhati dengan menghambat secara spesifik sistem enzim
H+/K+ ATPase pada permukaan sekresi sel parietal lambung.
DAFTAR PUSTAKA
30
1. Rizzo D. Delmar’s Fundamental of Anatomy & Physiology. USA: Delmar
Thomson Learning. 2001.p.349-50.
2. Budihusodo U. Karsinoma Hati. In Sudaya Aru W, Setiohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.p.457-61.
3. Axelrod David. Hepatocellular Carcinoma Workup. [online]. Cited 2014
January 10 [2012 Oct 15];[3 screen]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/197319-workup#showall
4. Stolz A. hepatobilliary Neoplasm. In: Kelley’s Textbook of internal Medicine
4th ed. Lippincott Williams & Wilkins Publisher. 2005. Chap 126.
5. Kumar et al. Robin and Contran Pathologic Basic of Disease 8 th ed. Saunders
Elseiver. 2010. Chapt18
6. Beckhingham I. ABC of liver, Pancreas and Gall Bladder. London: BMJ
Publishing Group. 2001.26-27.
7. Bialecki E, Bisceglie A. Diagnosis of Hepatocelluler carcinoma. HPB
(Oxford), 2005; 7(1): 26-34
8. Bolondi L, Gaiani S, Celli N, Golfieri R, et.al. Characterization of small
nodules in chirrosis by assessment of vascularity: the problem of hypovascular
hepatocelluer carcinoma. Hepatology 2005; 42: 27-34
9. Ryder S. Guidelines for the diagnosis and treatment of hepatocellular
carcinoma (HCC) in adult. 2003;52-56
31