interaksi obat gastrointestinal 1

30
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peristiwa interaksi obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua macam obat atau lebih. Interaksi ini dapat menghasilkan efek yang menguntungkan tetapi sebaliknya juga dapat menimbulkan efek yang merugikan atau membahayakan. Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan effek yang tidak diinginkan adalah akibat makin banyaknya dan makin seringnya penggunaan apa yang dinamakan “ Polypharmacy “ atau “ Multiple Drug Therapy “. Sudah kita maklumi bersama bahwa biasanya penderita menerima resep dari dokter yang memuat lebih dari dua macam obat. Belum lagi kebiasaan penderita yang pergi berobat ke beberapa dokter untuk penyakit yang sama dan mendapat resep obat yang baru. Kemungkinan lain terjadinya interaksi obat adalah akibat kebiasaan beberapa penderita untuk mengobati diri sendiri dengan obat-obatan yang dibeli di toko-toko obat secara bebas. Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan itu 1

Upload: phia29

Post on 24-Apr-2015

182 views

Category:

Documents


34 download

TRANSCRIPT

Page 1: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Peristiwa interaksi obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua macam

obat atau lebih. Interaksi ini dapat menghasilkan efek yang menguntungkan tetapi sebaliknya

juga dapat menimbulkan efek yang merugikan atau membahayakan. Meningkatnya kejadian

interaksi obat dengan effek yang tidak diinginkan adalah akibat makin banyaknya dan makin

seringnya penggunaan apa yang dinamakan “ Polypharmacy “ atau “ Multiple Drug Therapy

“. Sudah kita maklumi bersama bahwa biasanya penderita menerima resep dari dokter yang

memuat lebih dari dua macam obat. Belum lagi kebiasaan penderita yang pergi berobat ke

beberapa dokter untuk penyakit yang sama dan mendapat resep obat yang baru.

Kemungkinan lain terjadinya interaksi obat adalah akibat kebiasaan beberapa penderita untuk

mengobati diri sendiri dengan obat-obatan yang dibeli di toko-toko obat secara bebas.

Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan

farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa

pencegahan itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat jumlah interaksi yang

mungkin terjadi pada orang penderita yang menerima pengobatan polypharmacy cukup

banyak.

Mekanisme interaksi obat bermacam-macam dan kompleks.

II.2. Tujuan Penulisan

Adapun dengan beberapa tujuan dibuatnya makalah Interaksi Obat ini, yaitu :

1. Memenuhi tugas yang diberikan dosen mata kuliah Interaksi Obat ibu

dra.Reffdanita.Ssi.Apt dan juga sebagai pembelajaran bagi kami khususnya tentang

materi Interaksi Obat

1

Page 2: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

2. Sebagai pelengkap bagi mahasiswa dan pengajar dalam melaksanakan proses belajar

mengajar untuk mata kuliah Interaksi Obat

3. Memberikan tuntunan bagi mahasiswa yang sedang mempelajari materi Interaksi

Obat

4. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih efektif dan efisien

I.3. Batasan Masalah

Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah terkait dengan Interaksi Obat yaitu

sebagai berikut :

1. Penggolongan interaksi obat

2. Interaksi obat dalam gastrointestinal

3. Interaksi antara obat dengan makanan

4. Cara mengatasi interaksi gastrointestinal

1.4. Prinsip Interaksi Obat dalam Gastrointestinal

1. Perubahan Ph cairan saluran cerna

2. Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus

3. Perubahan Flora Usus

4. Efek Toksik pada saluran cerna

2

Page 3: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat,

Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengatuhi atau diubah oleh obat

lain.

Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi

atau efek obat lain.

II.1. Obat obyek

Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh

obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri:

a. Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan

menyebabkan perubahab besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi

obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons

yang tajam (curam; steep dose response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini

pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical

efficacy) dari obat.

b. Obat-obat dengan rasio toksis vs terapik yang rendah (low toxic : therapeutic ratio),

artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau

perbedaannya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah

menyebabkan terjadinya efek toksis.

Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah

dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling berkaitan

dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga sering dikenal dengan obat-obat

dengan lingkup terapetik yang sempit (narrow therapeutic range).

3

Page 4: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik

meliputi :

antikoagulansia: warfarin,

antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,

hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,

anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,

glikosida jantung: digoksin,

antihipertensi,

kontrasepsi oral steroid,

antibiotika aminoglikosida,

obat-obat sitotoksik,

obat-obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.

II.2. Obat presipitan

Obat-obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain. Untuk dapat

mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan

ciri sebagai berikut:

a. Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan

menggusur ikatan-ikatan protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur

ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala

konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang masuk di sini

misalnya aspirin, fenilbutazon, sulfa dan lain lain.

b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)

enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat yang punya sifat sebagai

perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin,

fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-obat yang

lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat yang dapat

menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol, fenilbutason,

4

Page 5: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar obat obyek sehingga

terjadi efek toksik.

c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi/ merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-

obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-obat golongan diuretika dan

lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah kalau kita melihat dari segi interaksi

farmakokinetika, yakni terutama pada proses distribusi (ikatan protein), metabolisme

dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar ketiga ciri ini tadi yang dapat

bertindask sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.

Pada dasarnya Interaksi Obat dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu :

1. INTERAKSI FARMASETIK

Interaksi ini adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan /

disiapkan sebelum obat digunakan oleh penderita. Misalnya interaksi antara obat dan larutan

infus IV yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi

pengendapan.Bentuk interaksi ini ada 2 macam :

1. Interaksi secara fisik : misalnya terjadi perubahan kelarutan

2. Interaksi secara kimia : misalnya terjadi reaksi satu dengan yang lain atau

terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama

dalam penyimpanan.

Beberapa tindakan hati-hati (precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini

mencakup :

Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak

ada interaksi antar masing-masing obat.

Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama lewat

infus.

Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer leaflet),

untuk melihat peringatan-peringatan pada pencampuran dan cara pemberian obat

(terutama untuk obat-obat parenteral misalnya injeksi, infus dan lain-lain)

5

Page 6: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa atau yang lain,

perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari

larutan.

Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja. Jangan menimbun terlalu lama larutan

yang sudah dicampur, kecuali untuk obat-obat yang memang sudah tersedia dalam

bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan lain-lain.

Botol ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat-obat yang sudah

dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya.

Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan lewat 2 jalur infus, kecuali

kalau yakin tidak ada interaksi. Jangan ragu-ragu konsul apoteker rumah sakit.

2. INTERAKSI FARMAKOKINETIKA

Interaksi ini adalah akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada absorbsi,

metabolisme, distribusi dan ekskresi sesuatu obat oleh obat lain. Dalam kelompok ini

termasuk interaksi dalam hal mempengaruhi absorbsi pada gastrointestinal, mengganggu

ikatan dengan protein plasma, metabolisme dihambat atau dirangsang dan ekskresi dihalangi

atau dipercepat.

a. Interaksi dalam proses absorpsi

Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadi dengan berbagai cara misalnya :

Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti morfin

atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorpsi obat-obat lain.

Kelasi yakni pengikatan molekul obat-obat tertentu oleh senyawa logam sehingga

absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak

diabsorpsi. Misalnya kelasi antara tetrasiklin dengan senyawasenyawa logam berat

akan menurunkan absorpsi tetrasiklin. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat-

obat tertentu, misalnya: umumnya antibiotika akan menurun absorpsinya bila

diberikan bersama dengan makanan

b. Interaksi dalam proses distribusi

6

Page 7: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat-obat dengan ikatan protein

yang lebih kuat menggusur obat-obat lain dengan ikatan protein yang lebih lemah dari tempat

ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar obat bebas yang tergusur ini akan

lebih tinggi pada darah dengan segala konsekuensinya, terutama terjadinya peningkatan efek

toksik. Sebagai contoh, misalnya meningkatnya efek toksik dari antikoagulan warfarin atau

obat-obat hipoglikemik (tolbutamid, kolrpropamid) karena pemberian bersamaan dengan

fenilbutason, sulfa atau aspirin. Hampir sama dengan interaksi ini adalah dampak pemakaian

obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi pada keadaan malnutrisi (hipoproteinemia).

Karena kadar protein rendah, maka obat-obat dengan ikatan protein yang tinggi akan lebih

banyak dalam keadaan bebas karena kekurangan protein untuk mengikat obat sehingga

dengan dosis yang sama akan memberikan kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan akibat

meningkatnya efek toksik.

Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi perubahan

kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena obat-obat lain. Misalnya

obat-obat antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan menghambat transport aktif ke akhiran

saraf simpatis dari obat-obat antihipertensif (guanetidin, debrisokuin), sehingga

mengurangi/menghilangkan efek antihipertensi.

Interaksi dalam proses metabolisme Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan

dua kemungkinan, yaitu :

1)    Pemacuan enzim (enzyme induction)

Suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat obyek) sehingga

mempercepat eliminasi obat tersebut. Kenaikan kecepatan eliminasi (pembuangan atau

inaktivasi) akan diikuti dengan menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala

konsekuensinya. Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai

enzyme inducer.

Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:

Rifampisin,

Antiepileptika : fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.

7

Page 8: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

Dari berbagai reaksi metabolisme obat, maka reaksi oksidasi fase I yang dikatalisir oleh

enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom hepar yang paling banyak dan paling mudah dipicu.

2)    Penghambatan enzim (enzyme inhibitor).

Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat-obat yang punya

kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai

penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan metabolisme obat ini

adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya, oleh karena

terhambatnya proses eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dapat menghambat aktifitas

enzim metabolisme obat adalah:

kloramfenikol

isoniazid

simetidin

propanolol

eritromisin

fenilbutason

alopurinol, dll.

Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni terutama obat

dengan lingkup terapi yang sempit, maka interaksi metabolisme dapat membawa dampak

merugikan. Umumnya secara ringkas dapat dikatakan bahwa :

Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar optimal tidak tercapai.

Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat melampaui ambang

toksik.

c. Interaksi dalam proses ekskresi

Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal dapat

dipengaruhi oleh obat-obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenesid

dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehinggan proses sekresi penisilin

terhambat, maka kadaar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh. Interaksi probenisid dan

penisilin adalah contoh interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga

8

Page 9: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

menghambat sekresi aktif digoksin dengan akibat peningkatan kadar digoksin dalam darah,

kira-kira sampai 2 kali, sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik digoksin. Salisilat

menghambat sekresi aktif metotreksat. Obat-obat diuretika menyebabkan retensi lithium

karena hambatan pada proses ekskresinya. Furosemid juga dapat meningkatkan efek toksik

ginjal dari aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan ekskresi aminoglkosida.

3. INTERAKSI FARMAKODINAMIK.

Interaksi ini terjadi bila sesuatu obat secara langsung merubah aksi molekuler atau

kerja fisiologis obat lain. Kemungkinan yang dapat terjadi :

1. Obat-obat tersebut menghasilkan kerja yang sama pada satu organ sinergisme.

2. Obat-obat tersebut kerjanya saling bertentangan ( antagonisme ).

3. Obat-obat tersebut bekerja independen pada dua tempat terpisah.

Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetik. Pada interaksi

farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena perubahan pada proses

absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada interaksi farmakodinamik tidak

terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah. Tetapi yang terjadi adalah perubahan efek

obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat.

Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi, Interaksi langsung (direct interaction) &

Interaksi tidak langsung (indirect interaction)

1. Interaksi langsung

Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat atau reseptor yang

sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau

hampir sama. Interaksi dua obat pada tempat yang sama dapat tampil sebagai antagonisme

atau sinergisme. Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut sebagai berikut :

1)    Antagonisme pada tempat yang sama

Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua obat pada tempat yang sama saling

berlawanan atau menetralkan. Banyak contoh interaksi seperti ini, misalnya:

Pembalikan (penetralan) efek opiat oleh obat nalokson.

9

Page 10: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

Pengobatan aritma yang disebabkan intoksikasi antidepresan triklisik dengan obat

fisotigmin.

Pengobatan keracunan pestisida organofosfat dengan sulfas atropin untuk menetralisir

efek-efek kolinergik yang terjadi.

2)    Sinergisme pada tempat yang sama

Sinergisme adalah interkasi di mana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang

sama saling memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan dengan

mekanisme ini tetapi banyak pula interaksi yang menguntungkan secara terapetik.

Contoh-contoh interaksi ini, misalnya:

Efek obat pelemas otot depolarisasi (depolarizing muscle relaxants) akan diperkuat/

diperberat oleh antibiotika aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya

bekerja pada tempat yang sama yakni pada motor end plate otot seran lintang.

Kombinasi obat beta-blocker dan Ca ++-channel blocker seperti verapamil dapat

menyebabkan aritmia/asistole. Keduanya bekerja pada jaringan konduksi otot jantung

yang sama.

3)    Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama.

Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun tempat kerja ata

reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan memberikan efek yang saling

memperkuat. Misalnya :

Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat,

Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat,

misalnya depresi susunan saraf pusat.

Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida

Kombinasi beberapa obat antihipertensi

1. Interaksi tidak langsung

10

Page 11: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

Interkasi tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan

obat obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek.

Beberapa contoh antara lain :

Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit (salisilat,

fenilbutason, ibuprofen, dipiridamol, asam mefenamat, dll.) dengan obat-obat

antikoagolan seperti warfarin sehingga kemungkinan perdarahan lebih besar oleh

karena gangguan proses hemostasis.

Obat-obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti aspirin, fenilbutason,

indometasin, dan obat – obat antiinflamasi non-steroid yang lain, bila diberikan pada

pasien-pasien yang sedang mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin, maka dapat

terjadi perdarahan yang masif dari perlukaan tadi.

Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan peningkatan efek

toksik glikosida jantung digoksin. Efek toksik glikosida jantung ini lebih besar pada

keadaan hipokalemia. Tetapi sebaliknya hipokalemia akan mengurangi efek klinik

obat-obat antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan fenitoin. Obat

presipitan yang mengurangi kadar kalium terutama adalah diuretika.

Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid akan berkurang bila

diberikan bersama dengan obat – obat antiinflamasi non-steroid seperti aspirin,

fenilbutason, ibuprofen, indometasin, dll. Kemungkinan oleh karena penghambatan

simtesis prostaglandin oleh obat-obat presipitan tersebut, yang sebenarnya diperlukan

untuk menimbulkan efek diuretika furosemid.

Interaksi obat cukup penting untuk diperhatikan namun cenderung terlupakan karena

banyak terlalu fokus pada penyakit yang kompleks sehingga melupakan obat-obat tersebut

dapat berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi obat kerap terjadi akibat penggunaan

banyak obat, sehingga membahayakan nyawa pasien itu sendiri.

Interaksi yang kerap terjadi biasanya adalah interaksi farmakodinamik dan interaksi

farmakokinetik. Farmakodinamik dapat diartikan efek obat terhadap tubuh sedangkan

farmakokinetik adalah nasib obat dalam tubuh. Contoh interaksi farmakodinamik adalah

interaksi antara 2 atau lebih obat yang mengakibatkan adanya kompetensi dalam pendudukan

reseptor sehingga meniadakan salah satu efek dari obat yang digunakan.

11

Page 12: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

Sedangkan contoh dari interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang 2 obat atau

lebih yang mengakibatkan obat tertentu cepat dibuang dalam tubuh atau lambat dibuang

dalam tubuh, akibatnya waktu paruh obat menjadi berbeda dari biasanya.

Akibat dari interaksi obat :

Efek Sinergis : 1 + 1 = 10

Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek yang berlipat

ganda.

Efek Antagonis : 1 + 1 = 1

Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek meniadakan

salah satu dari efek obat.

Efek Additif : 1 + 1 = 2

Obat A dan obat B digunakan bersamaan sehingga memberikan efek ganda.

Dalam menyikapi interaksi obat ini, hal2 yang perlu diakali adalah cara pencegahan

terjadinya interaksi dengan “memainkan” waktu pemberian obat, misal Obat A diberikan

pada jam 8 dan obat B diberikan pada jam 12. Ada juga teknik-teknik lain dalam mengakali

adalah meningkatkan / menurunkan dosis pemberian obat ketika waktu pemberian obat tidak

dapat diubah. Misal dosis obat A karena dapat dinetralkan oleh obat B maka dosis obat A

diberikan berlebih.

12

Page 13: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

BAB III

PEMBAHASAN

III.1. Interaksi Obat Gastrointestinal

Interaksi gastrointestinal adalah interaksi dua/lebih obat yang diberikan secara

bersamaan yang terjadi di dalam saluran pencernaan. Interaksi gastrointestinal umumnya

mempengaruhi proses absorpsi obat, sehingga dapat digolongkan dalam interaksi absorpsi

yang merupakan bagian dari interaksi farmakokenetik. Seperti halnya interaksi obat lainnya,

interaksi gastrointestinal  juga ada yang menguntungkan dan ada yang membahayakan.

Secara garis besar interaksi ini dapat menjadi menjadi 2 golongan yaitu:

Interaksi antara obat-obat

Interaksi antara obat – makanan

Faktor atau kerja terjadinya interaksi obat dalam gastrointertinal

1. Interaksi Langsung

Yaitu interaksi secara fisik/ kimia antara obat dalam lumen saluran cerna sebelum diabsorpsi,

sehingga mengganggu proses absopsi.

2. Perubahan pH cairan saluran cerna

Perubahan Ph pada cairan saluran cerna akan mempengaruhi kelarutan dan absopsi  obat-obat

yang bersifat asam atau basa

Misalnya : Pemberian Natrium bikarbonat bersamaan dengan aspirin akan meningkatkan

disolusi aspirin,sehingga absorpsinya juga meningkat. ?????

Tetapi akan mengurangi absorpsi dari tetrasiklin.

13

Page 14: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

3. Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus (motilitas

saluran cerna)

Umumnya obat diabsorpsi di dalam usus, dimana absorpsi di usus jauh lebih cepat

dibandinkan di lambung. Oleh karena itu makin cepat obat sampai ke usus maka makin cepat

juga diabsorpsi. Obat-obat yang memperpendek waktu pengosongan lambung akan

mempercepat absorpsi obat lain yang diberikan secara bersamaan dan begitu juga sebaliknya

obat yang memperpanjang waktu pengosongan lambung akan memperlambat absorpsi obat

lain. ????????

Contoh : Metoklopramid yang akan mempercepat absorpsi parasetamol, diazepam dan

propanolo dan obat antikolinergik, antidepresi trisiklik, beberapa antihistamin antacid gram

Al dan analgetik narkotik akan memperlambat absorpsi obat lain.

4. Perubahan Flora usus.

Secara normal flora usus berfungsi sebagai sebagai:

Sintensis vitamin k dan merupakan sumber vitamin K yang penting

Memecah sulfasalazim menjadi bagian-bagian yang aktif

Sebagai metabolism obat (missal levodova)

Hidrolsis ghukuronid yang dieksresi melalui empedu sehingga terjadi sirkulasi

enterohepatik yang memperpanjang kerja obat (missal kontrasepsi oral)

Pemberian antibiotic spectrum luas (seperti : tetrasiklin, kloranfenikol,

ampislin,sulfonamide)akan mempengaruhi flora usus sehingga menghambat sintesa vitamin

K oleh mikroorganisme usus.Apabila antibiotic ini diberikan bersama antikoagulan oral maka

efek antikoagulan akan meningkat dan dapat terjadi pendarahan.

5. Efek toksik pada saluran cerna

Terapi kronik dengan asam mefanamat, neomisin dan kolkisin menimbullkan sindrom

malabsorpsi yang menyebabkan absorpsi obat lain terganggu.

14

Page 15: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

6. Mekanisme tidak diketahui

Ada beberapa obat mengurangi jumlah absorpsi obat lain dengan mekanisme yang tidak

diketahui. Misal Fenobarbital yang dapat mengurangi absopsi griseofulvin dalam saluran

cerna.

III.2. Interaksi antara obat dengan makanan

Interaski obat dengan makanan masih belum banyak diketahui, seperti halnya dengan

interaksi antara obat dengan obat lain maka interaksi ini juga mempengaruhi absopsi obat.

Interaksi antara obat-makanan ini dapat terjadi karena beberapa hal:

1. Terjadinya perubahan Ph dalam  lambung, sehingga menyebabkan penundaan

absorpsi obat.

2. Perubahan motilitas usus, missal rifampisin dan isoniazida yang absorpsinya lebih

kecil pada pemakaian setelah makan dibandingkan jika obat tersebut diminum pada

waktu lambung kosong.

3. Terjadinya reaksi kimia yang menbentuk kompleks sama seperti obat-obat yang

mengandung kation  multivalent, tetrasiklin akan membentuk khelat dengan makanan

yang mengandung ion klasium, magnesium atau besi sehingga suasah diabsorpsi.

4. Terjadinya pembentukan senyawa N-nitroso (nitrosamine) yang disebut kanserogen.

Ini terjadi pada zat makanan yang mengandung nitrit (nitirit biasanya digunakan

sebagai pengawet daging dan sosis) dengan aminofenazon.

5. Kompetisi untuk mekanisme aktif, dimana absopsi obat dapat dihambat secara

kompetititf oleh zat makanan yang bersangutan. Kompetisi ini terjadi pada obat obat

yang merupakan analog dari zat makanan, seperti levodopa, metildopa dan 6-

merkaptopurin yang diabsorpsi aktif melalui mekanisme yang sama dengan

mekanisme yang sama dengan mekanisme bahan makanan.

Contoh : absorpsi levodopa dihambat oleh fenilalanin yang berasal dari diet tinggi protein

(2g/kg/hari) dan absorpsinya akan meningkat dengan diet rendah protein (0,5 g/kg/hari)’

Selain menghambat absorpsi obat, ada juga obat-obat yang tertentu yang absorpsinya lebih

cepat dan sempurna jika diberikan bersama makanan, Misal: spironolakton atau feniton

15

Page 16: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

absorpsinya lebih cepat diberikan bersama makanan dan absorpsi griseofulvin (bersiafat

lipofil) akan mengikat jika diberikan bersama makanan yang banyak mengandung lemak.

III.3. Cara mengatasi Interaksi Gastrointestinal.

Interaksi obat dapat diatasi jika mengetahui farmakologi dari obat tersebut, baik

secara farmakokinetik maupun secara farmakodinamik. Secara farmakokinetik: seperti

bagaimana dan dimana obat diabsorpsi, didistribusikan, dimetabolisme, dan diseksresikan.

Sedangkan secara farmakodinamik: kita harus tahu mekanisme kerja dari obat serta reseptor

yang akan berikatan dengan obat tersebut. Jika kita sudah memahami tersebut, maka kita

dapat mengasumsikan nama obat yang boleh diberikan secara bersamaan dan mana yang

tidak.

Untuk interaksi yang terjadi dalam gastrointestinal dapat diatasi dengan pemberian

obat secara selang waktu tergantung mana yang lebih dibutuhkan oelh pasien. Misalnya

seorang pasien mendapat resep dari dokter yang isisnya antasida dan digoksin, maka kita lihat

bahwa pasien lebih membetuhkan digoksin dibandingkan antacid. Untuk menghidari

terjadinya interaksi antara antacid dengan digoksin mana digoksin diminum terlebih dahulu,

1-2 jam berselang baru antacid.

16

Page 17: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

BAB IV

PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Interaski obat/ drugs interaction adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau

dipengaruhi oleh obat lain diberikan bersamaan. Atau dapat juga didefinisikan sebagai

modifikasi efek satu obat akibat obat lain yang diberikan bersamaan: atau apabila dua atau

lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga efektivitas atau toksisitas satu obat/lebih

berubah.

Berdasarkan mekanismenya interaksi dibagi menjadi 3 tipe ; yatiu interaksi

farmasetik, interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik. Interaksi gastrointestinal

termasuk ke dalam interaksi farmakokinetik yang mempengaruhi kecepatan absopsi dari

suatu obat interaksi ini dapat terjadi antara obat dengan obat lain atau obat dengan makanan.

Pada interaksi gastrointestinal ada beberapa factor  dan mekanisme kerja terjadinya

interaksi obat; yaitu:

Terjadinya interaksinya langsung antara obat yang satu dengan yang lain, seperti :

terbentuknya kompleks, teradsorpsinya obat yang satu oleh obat lain, dll Contoh :

tetrasiklin dengan antasida

Terjadinya perubahan Ph cairan cerna, sehingga menambah/ mengurangi kelarutan

obat tertentu. Contoh: natrium bikarbonat dengan aspirin.

Terjadinya perubahan flora usus, dimana obat tertentu dapat merubah fungsi normal

dari flora usus. Contoh : antibiotic spectrum luas dengan antikoagulan oral yang

meningkatkan penfdarahan.

Perubahan waktu pengosongan lambung, dimana obat yang mempercepat

pengososngan lambung akan meningkatkan absorpsi obat lain dan sebaliknya. Contoh

: metoklopramid dengan parasetamol diazepam dll

Terjadinya kompetisi absorpsi aktif dengan makanan yang mempunyai mekanisme

absorpsi sama. Contoh Levodopa dengan fenilalanin diet protein tinggi.

17

Page 18: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

IV.2 Contoh Pengolongan Obat-obat yang berinteraksi dalam gastrointestinal

No

Obat precipitant (B) Obat object (A) Mekanisme interaksi

Efek yang di timbulkan

solusi

1 Antasid,sediaan FE, Supplement.

Tetrasiklin Interaksi langsung, terjadi pembentukan kompleks/ khelat

Terbentuknya khelat yang tdk di absorpsi, jumlah absorpsi obat A dan Fe ↓

pemberian obat harus dikasih jarak waktu antara obat A dan B

2 Kolestiramin,Kortikosteroid,tiroksin

Digoksin, digitoksin Reaksi lansung:obat objek diikat oleh obat precipitant.

Obat A di ikat oleh obat B, jumlah absorpsi obat A ↓

Pemberian obat B di dahulukan dibandingkan obat A agar obat B tidak mengikat obat A

3 Kaolin, pectin, Mg trisilikat,Al (OH)3

Digoksin, Linkomosin Interaksi langsung:objek diadsorpsi oleh obat precipitant.

Obat A diabsorpsi oleh obat B, jumlah absorpsi obat A ↓

Idem

4 Bentonit (bahan pengisi tablet PAS)

Rifampisin Interaksi langsung; obat objek diadsorpsi oleh obat precipitant

idem¯ Idem

5 NaHCO3 Aspirin Perubahan Ph cairan saluran cerna

Kecepatan disolusi aspirin ↑ , Absorpsi ↑

Pemberian obat B diberikan jarak waktu antara obat A dan B lebih di dahulukan

6 NaHCO3 Tetrasiklin Perubahan Ph Cairan saluran cerna

kelarutan tetrasiklin ↓, absorpsi nya ↓,

Idem

7 Abtasid Penisilin G, eritromisin Perubahan Ph Cairan saluran cerna

Ph Lambung ↑, peng-rusakan obat objek, absorpsinya ↓

Idem

8 Vitamin C Fe Idem Ph lambung↓ , absorpsi Fe ↑??????

Pemberian obat B didahulukan dan diberikan jarak waktu

9 Antikolinergik, Antidepresi trisiklik

Parasetamol, diazepam propranolol, fenibutazon

Perubahan waktu pengososngan lambung dan transit usus

Obat A memperpanjang pengosongan lambung, memperlambat absorpsi obat B

Idem

10 Analgesic narkotik Parasetamol Idem Obat A

memperpanjang Idem

18

Page 19: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

waktu pengosongan lambung, memperlambat absorpsi obat B.

11 Antikolinergik, antidepresi trisiklik

Levodopa Idem Idem Idem

12 Al(OH)3 gel Isoniazid, klorpromazin

Idem Obat A waktu pengosongan lambung lama, biovailabilitas obat B ↓

Idem

13 Lithium Klorpromazine Idem Idem Idem 14 Antikolinergik Digoksin Idem Idem Idem 15 Antidepresi trisiklik Dikumarol Idem Idem Idem 16 Metoklopramid Parasetamol diazepam Idem Idem Idem

Propranolol

Idem Obat A  memperpendek waktu pengosongan lambung, mempercepat absorpsi obat B

Obat B diberikan terlebih dahulu

Levodopa

Idem Obat A memperpendek waktu pengosongan lambung BA obat B ↑

Digoksin Idem Obat A memperpendek waktu transit usus BA obat B↓

Obat B diberikan lebih dulu

17 Mg (OH)2 Digoksin, prednisone, dikumarol

Idem Obat A memperpendek waktu transit usus, BA obat B↓

Diberikan obat B lebih dahulu, baru obat A dengan selang waktu

18 Kolksin (Kronik) Vitamin B12 Efek toksik pada saluran cerna

Obat A ganggu absorpsi obat B shg tjd anemia

Obat A diberikan lebih dahulu agar tidak mengganggu obat B

19 Neomisin Penisilin digoksin Idem Obat A

19

Page 20: Interaksi Obat Gastrointestinal 1

Kolesterol asam empedu, vitramin A

Idem

mengganggu absorpsi obat B

Idem20 Al (OH)3 Propranolol,

indometasinMekanisme tidak diketahui

Obat A mengganngu pembentukan misel, absorpsi obat B dihambat

Obat B diberikan lebih dahulu daripada obat A

21 Fenobarbital Griseofulvin, dikumarol

Idem Obat A mengurangi absorpsi, obat B↓

Obat B diberikan lebih dahulu daripada obat A

22 Sulfasalazin Digoksin Idem Idem Obat B diberikan lebih dahulu daripada obat A

20