interaksi antarbudaya etnik jawa tengah dengan jawa serang...
TRANSCRIPT
Interaksi Antarbudaya Etnik Jawa Tengah dengan Jawa
Serang di Desa Karang Kepuh Bojonegara
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Konsentrasi
Ilmu Humas Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Oleh :
Ade Putri Wahyuningsih
NIM 6662110227
Konsentrasi : Ilmu Hubungan Masyarakat
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2016
“ Memperbaiki diri itu tidak ada habisnya, karena
manusia tidak ada yang sempurna”
Ridha dengan ketetapan Allah yang tidak
menyenangkan adalah tingkat keyakinan yang
paling tinggi (Ali bin Abi Thalib)
Skripsi ini kupersembahkan untuk Bapak dan Ibu yang tak pernah
lelah untuk membimbing dan mendoakan anaknya untuk menjadi
seseorang yang sukses dan membanggakan,
serta Untuk Kakak kakak ku yang tidak pernah lelah untuk
memberikan dukungan terbaiknya
ABSTRAK
Ade Putri Wahyuningsih. NIM. 6662110227. Skripsi. Interaksi Antarbudaya
Etnis Jawa Tengah dengan Jawa Serang di Desa Karang Kepuh Bojonegara.
Bertemunya berbagai kelompok sosial suku-suku bangsa pada suatu wilayah dapat
terjadi dua kemungkinan proses sosial yaitu hubungan sosial atau interaksi sosial,
yang memiliki nilai hubungan sosial positif dan negatif. Berbagai macam suku,
bahasa, budaya dalam berinteraksi. Dengan kemampuan komunikasi antarbudaya
yang mereka miliki maka secara tidak langsung mereka telah mampu
meminimalisir hal-hal yang cenderung menimbulkan konflik dan juga mampu
menyesuaikan diri dengan perbedaan yang timbul dari hasil hubungan interaksi
yang terjadi dalam proses bermasyarakat. Di desa Karang Kepuh Bojonegara
terdapat dua etnis yang berbeda yaitu etnis Jawa Tengah sebagai suku pendatang
serta etnis Jawa Serang sebagai pribumi, Tujuan penelitian adalah
Menggambarkan secara mendalam tingkat kemampuan interaksi para masyarakat
Desa Karang Kepuh Bojonegara, khususnya antar etnis Jawa Tengah dengan Jawa
Serang. Menjelaskan secara mendalam faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan komunikasi antarbudaya antara etnis Jawa Tengah dan Jawa Serang
di Desa Karang Kepuh Bojonegara dalam proses berinteraksi. Menjelaskan secara
mendalam sejauh mana masyarakat asli dalam mempengaruhi tingkat kemampuan
komunikasi antara etnis, memberi gambaran secara mendalam bagaimana tingkat
kemampuan atau kompetensi warga khususnya etnis Jawa Tengah dan etnis Jawa
Serangdalam proses komunikasi antarbudaya dalam berinteraksi, dan bagaimana
peran budaya asli sangat mampengaruhi perilaku komunikasinya. Dengan adanya
proses- proses interaksi yaitu proses asosiatif dan disasosiatif dalam penyesuaian
dua etnis tersebut yang telah menjadi satu sehingga terjadi proses pembauran atau
akulturasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode dekriptif dengan
pendekatan kualitatif, dan teknik penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling. Teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara, observasi,
dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian maka terdapat komunikasi serta
Interaksi budaya dengan mempelajari proses interaksi sosial seperti proses
asosiatif dan disasosiatif.
Kata kunci: Interaksi Antarbudaya, Asosiatif dan Disasosiatif, Akulturasi
ABSTRACT
Ade Putri Wahyuningsih. NIM. 6662110227. Thesis. Interaksi antar budaya
Etnis Jawa Tengah dengan Jawa Serang di Desa Karang Kepuh Bojonegara.
Convergence of various social groups of the tribes in an area can occur two
possible social processes that social relationships or social interaction, which has a
value of negative and positive social relationships. A wide variety of ethnic,
linguistic, cultural interaction. With the ability of intercultural communication at
their disposal, indirectly they have been able to minimize the things that tend to
cause conflicts and are also able to adjust to the differences arising from the
interaction that takes place throughout society. In the village of Karang Kepuh
Bojonegara there are two different ethnicities, namely the ethnic Jawa Tengah as
migrants and ethnic Jawa Serang as native Java, Objective Describing the research
is in-depth level of interaction capability of the villagers of Karang Kepuh
Bojonegara, particularly inter-ethnic Jawa Tengah with Jawa Serang. To explain
the factors that affect the ability of intercultural communication between ethnic
Jawa Tengah and Jawa Serang in Bojonegara billowing interaction process. To
explain in depth the extent to which indigenous communities in influencing the
level of communication skills among ethnic, illustrates in depth how the level of
ability or competence citizens, especially ethnic Jawa Tengah and Jawa Serang in
intercultural communication processes interact, and how the role of indigenous
culture is very influence the commmunication. With the processes of interaction
are associative process and disassociative in the adjustment of the two ethnic
groups who have become one resulting in a process of assimilation or
acculturation. The method used is descriptive method with qualitative approaches,
and techniques of this study using purposive sampling technique. The technique
of collecting data by conducting interviews, observation, and documentation.
Based on the research results are communication and cultural interaction by
studying the social processes such as associative process and disassociative.
Keywords : Intercultural Interactions, Associative and Dissasosiative
tAcculturation
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan
inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian yang berjudul Interaksi
antarbudaya etnis Jawa Tengah dengan Jawa Serang di Desa Karang Kepuh
Bojonegara. Tidak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada sang
teladan manusia Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan kepada
seluruh umatnya, hingga akhir zaman, amin
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan
strata satu (S1) pada program studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Hubungan
Masyarakat di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Penulis menyadari bahwasanya Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu saran dan kritik yang dapat membantu perbaikan skripsi ini sangat
diharapkan oleh penulis.
Keberhasilan penyusunan penelitian ini tentu tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, baik bantuan berupa doa, motivasi, maupun bimbingan. Untuk itu,
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan dukungan dan bantuan terhadap penulis, yaitu:
1. Allah SWT karena hanya Rahmat dan Karunia-Nya lah, maka skripsi ini
dapat terselesaikan
iii
2. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
3. Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
4. Dr. Rahmi Winangsih, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
5. Prof, Dr. H. Ahmad Sihabudin M.Si selaku dosen pembimbing I skripsi
yang selalu membantu memberikan arahan serta masukkan untuk
menyelesaikan skripsi ini
6. Uliviana Restu, S.Sos., M.Ikom selaku dosen pembimbing II skripsi yang
selalu membantu memberikan arahan serta masukkan untuk
menyelesaikan skripsi ini
7. Bapak/Ibu Dosen beserta staf Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Peneliti mengucapkan terima kasih
atas ilmu yang telah dibagikan selama perkuliahan di Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Rajudin selaku kepala desa Karang Kepuh Bojonegara yang telah
member izin untuk melakukan penelitian serta telah menuntun dan
mengarahkan dalam pengumpulan data penelitian.
iv
9. Erlis, Ruman, Waskija, Rizal Hidayat, Andreas, Dewi penulis ucapkan
terimakasih atas waktunya yang telah memberikan masukan dan
bantuannya dalam pengumpulan data di lapangan
10. Kedua orang tua, Bapak Sudrajat dan Ibu Nurhayati serta keluarga besar
yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang dan motivasi yang begitu
berharga untuk penulis, serta bantuan secara moril maupun materil yang
tak terhitung.
11. Kakak- kakak tercinta Diah Novianti, Dewi Anyris, Tri Mulyani,
Chomzha Nurhayati, dan Yanuar Eko Saputro yang telah memberikan
motivasi, doa, serta dukungan dalam menyelesaikan penelitian ini.
12. Abel Meisaputra, seseorang yang selalu mengerti dan selalu memberikan
dukungan dan motivasi baik kepada penulis.
13. Okeu Yudi Pratomo, Mutia Noviagustin,Fairuz Baiquny sebagai teman
yang terus memberikan motivasi dan dukungannya, teman terbaik selama
perkuliahan, sukses selalu.
14. Pratiwi Utami Putri, Nurbaetty Rochmah, Siti Choirunissa, Rizky
Meilinda Pratiwi, Fela Anita Sandra, Devita sebagai sahabat yang selalu
memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis
15. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi
angkatan 2011, atas segala rasa kebersamaan selama menempuh
pendidikan di bangku perkuliahan.
v
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang secara
langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan dan
bantuan.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada semua
pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan
penelitian ini. Semoga karya kecil ini dapat menjadi langkah yang positif dikemudian
hari, dan bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Serang, Februari 2016
Penulis
Ade Putri Wahyuningsih
vi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah.................................................................................. 7
1.3. Identifikasi Masalah ............................................................................. 7
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8
1.5.1. Manfaat Teoritis ......................................................................... 8
1.5.2.Manfaat Praktis ........................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 9
2.1. Komunikasi dan Komunikasi Antarbudaya ......................................... 9
2.1.1. Definisi Komunikasi .................................................................. 9
2.1.2. Definisi Budaya .......................................................................... 12
2.1.3. Komunikasi Antarbudaya ........................................................... 14
vii
2.2. Definisi Etnik ....................................................................................... 15
2.3 Proses Komunikasi Antarbudaya .......................................................... 18
2.4 Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya .......................................... 20
2.5 Komponen Permasalahan Komunikasi Antarbudaya ............................ 24
2.5.1. Perbedaan Bahasa Dalam Pesan Verbal ..................................... 24
2.5.2. Perbedaan Bahasa Dalam Pesan Non Verbal ............................. 24
2.5.3. Perbedaan Norma dan Peran Dalam
Melakukan Hubungan ................................................................. 25
2.5.4. Perbedaan Kepercayaan dan Nilai .............................................. 26
2.6. Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Interaksi sosial ..................... 27
2.7. Proses Interaksi Sosial .......................................................................... 28
2.8. Percampuran Budaya ............................................................................ 31
2.8.1. Akulturasi ................................................................................... 31
2.8.2. Asimilasi atau Pembauran .......................................................... 33
2.9. Kerangka Berpikir ................................................................................ 35
2.10. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 39
3.1. Pendekatan Penelitian ........................................................................... 39
3.2. Paradigma Penelitian ............................................................................ 40
3.3. Sifat Penelitian ..................................................................................... 41
3.4. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 42
3.5. Sumber Data ......................................................................................... 45
3.6. TeknikAnalisis Data ............................................................................. 48
viii
3.7. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 50
BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 51
4.1 DeskripsiSubjekPenelitian..................................................................... 51
4.1.1 Latar Dan Keadaan Geografis ................................................... 51
4.1.2. Luas Wilayah ........................................................................... 51
4.1.3. Keadaan Penduduk................................................................... 51
4.1.4. Admisnistrasi Desa .................................................................. 53
4.2. Karakteristik Umum Masyarakat Karang Kepuh Bojonegara ............. 53
4.2.1. Karakteristik Masyarakat Asal Jawa Tengah ........................... 53
4.2.2 Karakteristik Jawa Serang......................................................... 58
4.3 Proses- Proses Interaksi Sosial .............................................................. 61
4.3.1. Proses Asosiatif ........................................................................ 62
4.3.2. Proses Disasoiatif ..................................................................... 76
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 80
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 80
5.2. Saran ..................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 83
LAMPIRAN .................................................................................................... 95
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 PenelitianTerdahulu ............................................................................ 37
Tabel 2 Jadwal Penelitian................................................................................. 50
Tabel 3 Keadaan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ........................... 52
Tabel 4 Keadaan penduduk berdasarkan jenis pekerjaan ................................ 52
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Komunikasi Antar Budaya .................................................... 19
Gambar 2.2 Asimilasi ............................................................................... 34
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Interaksi Antarbudaya ............................ 35
Gambar 4.1 Foto Kegiatan Pembenahan Jalan serta Irigasi...................... 64
Gambar 4.2 Foto Kegiatan Posyandu ....................................................... 65
Gambar 4.3 Foto Kegiatan Perlombaan Catur .......................................... 68
Gambar 4.4 Foto Kegiatan Kerja Bakti Membangun Masjid ................... 72
Gambar 4.5 Foto Kegiatan Rebanaan ....................................................... 75
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 Hasil Wawancara .......................................................................... 86
Lampiran 3 Foto-Foto Penelitian ..................................................................... 100
Lampiran 4 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 5 Lembar Sit In Sidang Skripsi
Lampiran 6 Daftar Riwayat Informan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan alat utama untuk memanfaatkan berbagai sumber
daya yang ada di lingkungan untuk menunutut ilmu. Dengan komunikasi kita
dapat berinteraksi, beradaptasi dengan masyarakat serta lingkungan sekitar.
Dalam komunikasi kita sering bertemu dengan keanekaragaman lawan
komunikasi seperti keberagaman etnis, suku, agama yang dimana
keanekaragaman tersebut ditandai dengan keanekaragaman budaya. Komunikasi
dan budaya pada dasarnya memiliki hubungan timbal balik, oleh karena itu
kebudayaan dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Budaya merupakan sesuatu
yang diwariskan secara turun temurun.
Budaya hadir di setiap lingkungan manusia. Bagaimana cara manusia
berpikir, bertindak, berperilaku pada dasarnya berkaitan dengan budaya yang
mereka kenal sejak lahir, karena budaya telah menyatu dalam kehidupan manusia,
maka setiap individu telah dibentuk oleh budaya tempat dimana ia berasal.
Menurut Parsudi Suparlan (1978:2)
“Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial, yang digunakan untuk memahami dan mengintrepretasikan
1
2
lingkungan dan pengalaman manusia, serta menjadi kerangka landasan
untuk mewujudkan atau mendorong terwujudnya perilaku seseorang.”1
Kemampuan beradaptasi dan berinteraksi terhadap lingkungan yang
baru tidaklah mudah. Budaya yang ada pada setiap individu setiap lingkungan
tentulah berbeda. Oleh karena itu pengaruh budaya yang melekat pada setiap
individu, ketika seseorang melakukan komunikasi dengan orang yang berbeda
budaya maka terdapat perbedaan yang signifikan.Dalam komunikasi antarbudaya
maka ada beberapa hal yang perlu di perhatikan berdasarkan pandangan
Ohoiwutun (1997:99-107) dalam Liliweri (2003:94), yang harus diperhatikan
adalah: (1) kapan orang berbicara; (2) apa yang dikatakan; (3) hal yang
memperhatikan; (4) intonasi; (5) gaya kaku dan puitis; (6) bahasa yang tidak
langsung, inilah yang disebut dengan saat yang tepat bagi seseorang untuk
menyampaikan pesan verbal dalam komunikasi antarbudaya.
Hal ini ditandai dengan kenyataan latar belakang sosial budaya serta etnis
yang beragam di wilayah Indonesia. Dengan kenyataan tersebut, tidaklah mudah
bagi setiap budaya untuk meyatukan pemahaman agar tidak timbul perpecahan, Di
Indonesia sendiri terdiri lebih dari 740 suku dan 583 bahasa sehingga Indonesia
adalah Negara yang memiliki aneka ragam budaya, adat istiadat, ras, suku,
maupun agama.2Hal yang paling mendasar yang menetukan perilaku individu
dalam berkomunikasi adalah latar belakang budaya di mana ia berasal. Dengan
1Parsudi Suparlan Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan: Perspektif Antropologi Perkotaan, YIK (yayasan ilmu
kepolisian) 2005
2Stefanusdiptya.2009.24 Rekor Dunia Indonesia yang Tidak Dimiliki Negara Manapun.Steafnusdiptya.wordpress.com. 12
Oktober 2015. 01.15 Wib
3
perbedaan latar belakang tersebut maka berbeda pula ciri khas dan karakteristik
perilaku komunikasinya, serta mampu memahami makna di balik pesan yang
disampaikan.
Banten merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia wilayah
daerahnya tidak begitu luas terdapat 4 kabupaten dan 4 kota. Ibukota dari Banten
adalah Serang. Banten sebelumnya merupakan bagian dari provinsi Jawa Barat. 4
kabupaten dan 4 kota di Banten antara lain: (1) Kabupaten Serang; (2) Kabupaten
Lebak; (3) Kabupaten Pandeglang; (4) Kabupaten Tangerang; (5) Kota Serang;
(6) Kota Cilegon (7) Kota Tangerang; (8) Kota Tangerang Selatan.3 Banten
terkenal dari beberapa sisi mulai dari sejarahnya, budaya, serta kulinernya, serta
memiliki pantai yang memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Terdapat salah satu Kabupaten Serang yaitu terdapat Desa Karang Kepuh
yang berada di kecamatan Bojonegara.Letak wilayah Bojonegara berada pada
bagian barat dari Desa Gunung Kaler kecamatan Gunung Kaler yang memiliki
luas sekitas 336 Ha dan merupakan dtaran rendah Di desa Karang Kepuh sendiri
terdapat etnis Jawa yang cukup banyak karena telah terjadinya arus urbanisasi.
Namun, etnis Jawa tersebut menjadi dua bagian para pendatang yang tinggal di
desa tersebut terdapat etnis Jawa Tengah asli serta Jawa serapan atau biasa disebut
Jawa Serang sehingga populasi penduduk yang berada di Desa Karang Kepuh
kecamatan Bojonegara Kabupaten Serang Banten, tercatat jumlah laki-laki 2.433
3NegeriPesona.http://www.negeripesona.com/2013/09/nama-kabupaten-kota-di-provinsi-banten.html, 12 Oktober 2015,
01.30WIB
4
dan perempuan 2.451 dari jumlah kepala keluarga 1.243 kepala keluarga yang ada
dengan total keseluruhan adalah 4.884 jiwa. Jumlah yang cukup padat dalam
sebuah desa namun di dalam Desa Karang Kepuh terdapat lima perkampungan
antara lain kampung Banjar, Kubang kepuh, Cinagrek, Wadas dan Karang Dalan.
Dengan perbedaan dua etnik penduduk tentu saja terdapat perbedaan dialek, cara
berpikir serta jenis pekerjaan yang berbeda di dalam desa tersebut.
Bertemunya dua etnis yang berbeda dimana etnis Jawa Tengah
merupakan pendatang di desa tersebut sedangkan etnis Jawa Serang yang
merupakan penduduk asli daerah Desa Karang Kepuh. Kedatangan etnis Jawa
Tengah memberikan warna tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat.
Komunikasi akan efektif apabila dua etnis ini memiliki kecakapan dan
kemampuan komunikasi, dan saling memahami perbedaan pelafalan diantara
mereka tidak hanya dalam berkomunikasi para penduduk yang merupakan kaum
pendatang dari etnis Jawa Tengah mampu menjalani proses interaksi,
sebagaimana mereka mampu beradaptasi terhadap lingkungan tempat tinggal,
perilaku sosial, jenis pekerjaan.
Melihat fenomena bertemunya dua etnis yang berbeda tersebut, ketika
mencoba mengamati kegiatan beberapa penduduk etnis Jawa Tengah yang berada
di daerah Bojonegara. Terlihat dengan jelas, bahwa penduduk pendatang etnis
Jawa Tengah memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta seperti berjualan bakso,
membuka warung, dan atau menjadi pegawai pabrik di daerah sekitar berbeda
dengan penduduk asli atau etnisJawa Serang dimana memiliki pekerjaan seperti
bertani atau nelayan.
5
Banyaknya perbedaan budaya antara etnis Jawa Tengah dengan Etnis
Jawa serang ini menimbulkan kurangnya rasa nyaman mereka untuk beradaptasi
dan berinteraksi terhadap lingkungan. Bertemunya antarbudaya di Desa
Bojonegara membuat etnis pendatang serta etnis asli memiliki masalah juga dalam
berkomunikasi. Dalam etnis Jawa Tengah terdapat beda pelafalan bahasa
walaupun memiliki arti yang sama. Misalnya pada etnis Jawa Tengah “ora” yang
memiliki arti “tidak” di dalam etnis Jawa Serang memiliki lafal “Ore”.
Bertemunya etnis Jawa Tengah dengan etnis Jawa Serang di Desa
Karang Kepuh, berarti mempertemukan etnis-etnis yang berbeda pula.
Koentjaraningrat (2002:203) membagi tujuh unsur kebudayaan yang dapat
ditemukan pada semua bangsa di dunia, yaitu: (1) bahasa yaitu lisan dan tulisan,
(2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan
teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6) sistem religi (7) kesenian.
Ketika melakukan interaksi dengan lingkungan sosial yang berbeda
budaya maka membuat masyarakat pendatang dituntut untuk beradaptasi seperti
penggunaaan bahasa, pekerjaan, perbedaan pandangan, sikap. Tuntutan yang ada
merupakan hal yang wajar, yang mau tidak mau harus dilakukan oleh masyrakat
Jawa Tengah sebagai etnik pendatang agar bisa diterima oleh kelompok sosial
yang baru. Sebagai budaya yang berbeda masyarakat yang merupakan etnik Jawa
Tengah dituntut untuk mempersiapkan diri secara mental maupun fisik untuk
menghadapi lingkungan yang baru. Persiapan mental penting dilakukan, untuk
menghindari geger budaya dalam diri mereka ketika nilai-nilai budaya yang baru
berbenturan dengan budaya mereka berasal.
6
Kemampuan beradaptasi merupakan hal penting dalam melakukan proses
interaksi antarbudaya, bagaimana penduduk etnis Jawa Tengah mampu
beradaptasi dengan etnis asli sehingga dapat menjalani keselarasan dalam
kehidupan sehari-hari dan cendrung jauh dari suasana konflik. Banyak yang
menganggap bahwa melakukan interaksi atau komunikasi itu mudah. Namun,
setelah mendapat hambatan ketika melakukan komunikasi, barulah kita sadar
komunikasi antarbudaya yang tidak mudah.
Komunikasi yang terjadi antar kelompok orang yang ditandai dengan
bahasa serta asal-usul yang sama. Oleh karena itu, komunikasi antar etnis juga
merupakan bagian dari komunikasi antarbudaya. Pemahaman mengenai
komunikasi antarbudaya bukan sesuatu yang baru, karena sebenarnya sejak dulu
manusia sudah saling berinteraksi yang tentu saja manusia tersebut mempunyai
latar belakang kebudayaan yang berbeda, maka komunikasi antar budaya dapat
dikatakan berlangsung.Kajian ini menarik untuk melihat keberagaman komunikasi
antarbudaya antar etnis yang berbeda. Oleh karena itu, untuk melihat secara
mendalam mengenai kemampuan komunikasi antarbudaya yang dimiliki oleh
masyarakat Desa Karang Kepuh Bojonegara.
7
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian
adalah “Interaksi Antarbudaya Etnis Jawa Tengah Dengan Jawa Serang di Desa
Karang Kepuh Bojonegara”.
1.3. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana interaksi antarbudaya yang terjadi dalam masyarakat Desa
Karang Kepuh Bojonegara?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemampuan komunikasi
antarbudaya, sehingga masyarakat dapat hidup berdampingan dalam
jangka waktu yang lama dalam berinteraksi?
1.4.Tujuan Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Menggambarkan secara mendalam tingkat kemampuan interaksi para
masyarakat Desa Karang Kepuh Bojonegara, khususnya antar etnis
Jawa Tengah dengan Jawa Serang.
2. Menjelaskan secara mendalam faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan komunikasi antarbudaya antara etnis Jawa Tengah dan
Jawa Serang di Desa Karang Kepuh Bojonegara dalam proses
berinteraksi.
8
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat teoritis
Secara akademis, penelitian ini bertujuan untuk memberikan sumbangan
bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya komunikasi antarbudaya.
Dengan adanya penelitian proses interaksi antarbudaya masyarakat Desa
Karang Kepuh Bojonegara, maka diharapkan dapat memberikan gambaran
dalam proses interaksi antarbudaya dalam masyarakat Indonesia.
1.5.2. Manfaat praktis
a. Bagi Mahasiswa
Memberikan masukan yang cukup bagi mahasiswa mengenai
penyesuaian kebudayaan yang terjadi di Desa Karang Kepuh
Bojonegara. Dalam perkembangannya, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai salah satu pedoman atau referensi dalam
melaksanakan penelitian lebih lanjut, khususnya dalam bidang
komunikasi antarbudaya.
b. Bagi Peneliti
Memperluas wawasan, memperkaya pengetahuan, serta mendapat
pemahaman yang lebih mengenai interaksi antarbudaya, khususnya
di Desa Karang Kepuh Bojonegara. Dengan adanya penelitian ini
diharapkan mampu memperdalam keahlian dalam menganalisis
komunikasi antarbudaya sesuai dengan kapasitas peneliti sebagai
mahasiswa ilmu komunikasi.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Komunikasi dan Komunikasi Antarbudaya
2.1.1.Definisi Komunikasi
Komunikasi dilakukan setiap waktu dan di berbagai macam kegiatan
dengan tujuan penyampaian komunikasi yang berbeda tentunya baik itu
hanya menyampaikan hingga mempengaruhi lawan bicara. Dennis Mcquail
dan Steven Windahl (1981) dalam bukunya menjelaskan bahwa komunikasi
dapat didefinisikan sebagai interaksi sosial melalui pesan-pesan
(Garbner,1967), di mana secara hakekatnya komunikasi menunjukan adanya
sebuah pengirim, sebuah saluran, sebuah pesan, sebuah hubungan pengirim
dengan penerima, sebuah efek, sebuah konteks di mana komunikasi itu
berlangsung dan sebuah rangkaian yang disebut pesan.
Menurut Larry A Samovar dkk (1985) pada dasarnya komunikasi
bersifat lebih kompleks dan merupakan hal penting dalam kehidupan
manusia. William I. Gorden mengemukakan terhadap empat fungsi
komunikasi, yakni komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi
ritual, dan komunikasi instrumental. Apabila berbicara mengenai komunikasi
sosial maka akan berkaitan dengan konteks budaya, karena budaya
9
10
merupakan bentuk atau pola yang digunakan dalam kelangsungan hidup
manusia.
Inti dari sebuah komunikasi adalah pemberian makna atas sebuah
pesan atau perilaku. Bila seseorang memperhatikan perilaku kita dan
memberikan makna, maka komunikasi telah terjadi. Komunikasi dikatakan
efektif apabila kedua belah pihak yang melakukan komunikasi memiliki
kesamaan makna, dan untuk menciptakan komunikasi yang efektif itu juga
diperlukan adanya pemahaman terhadap unsur-unsur komunikasi (Mulyana,
2003:15). Diantara unsur-unsur komunikasi itu adalah:
1. Sumber (Source)
Semua peristiwa komunikasi melibatkan sumber sebagai pe,buat
atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia,
sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi juga bisa dalam bentuk
kelompok misalnya: partai, organisasi, atau lembaga. Sumber
sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa
inggrisnya source atau sender.
2. Pesan
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu
yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat
disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media
komunikasi. Isisnya bisa berupa ilmu pngetahuan, hiburan,
informasi, nasihat, propaganda.
11
3. Media
Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk
memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.
4. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim
oleh sumber. Penerima pesan bisa terdiri dari satu orang atau
lebih.
5. Pengaruh
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
menerima pesan.
6. Tanggapan Balik
Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya salah satu
bentuk daripada pengaruh yang berasa dari penerima. Akan tetapi
sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti
pesan dan media, meski pesan belum sampai kepada penerima.
7. Lingkungan
Lingkungan dapat dibagi kedalam empat macam yakni,
lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan
psikologis dan dimensi waktu.
Komunikasi yang dinyatakan efektif apabila menghasilkan efek atau
timbal balik sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dengan adanya unsur-
unsur tersebut maka komunikasi dapat dikatakan efektif. Namun, dampak dari
12
pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan dapat terlihat
langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa dampak dalam melakukan
proses komunikasi:
1. Dampak kognitif
Dampak yang timbul pada komunikan yang menyebabkan
menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya. Tujuan
komunikator hanya berupaya mengubah pikiran komunikan.
2. Dampak Afektif
Dampak yang timbul tidak hanya mengubah pikiran atau
membuat komunikan hanya sekedar tahu tetapi menimbulkan
perasaan yang berbeda dari sebelum perasaan tersebut
disampaikan, misalnya: perasaan sedih, gembira, marah, iba.
3. Dampak Behavioral
Dampak yang timbul pada komunikan berlanjut pada perilaku
atau tindakan. (Effendi, 1986:8)
2.1.2. Definisi Budaya
Pengertian tentang budaya sebagai sebuah sistem ide, menurut Parsudi
Suparlan (1980:20-24) kebudayaan merupakan pengetahuan, yang merupakan
suatukesatuan ide yang ada di dalam kepala manusia, antara lain terdiri atas
serangkaian nilai-nilai, yang pada gilirannya mengkondisikan seseorang
untuk melakukan suatu tindakan sosial dalam menghadapi suatu lingkungan
13
sosial, kebudayaan, alam, dan berisikan konsep-konsep serta model-model
pengetahuan mengenai berbagai tindakan dan tingkah lakuyang seharusnya
diwujudkan oleh pendukungnya dalam menghadapi lingkungannya. budaya
merupakan seperangkat pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai-nilai ,
sikap, makna dan sebagainya yang dimiliki oleh sekelompok besar orang
(Larry A. Samovar, dkk,1985). Maka pada dasarnya budaya yang akan
mempengaruhi manusia dalam aktifitas komunikasi, di mana orang
berkomunikasi sesuai dengan budaya di mana ia berada dan bagaimana
pengaruh budaya tersebut. Menurut Larry A. Samovar (1985) budaya juga
dapat dilihat sebagai suatu sistem belief, value, attitude, worldview, sosial
organization.
a) Belief adalah kemungkinan anggapan subjektif bahwa suatu objek
atau peristiwa punya ciri atau nilai tertentu, dengan atau tanpa
bukti. Dalam hal ini budaya memiliki suatu peranan terpenting
dalam pembentukan kepercayaan.
b) Value adalah komponen evaluatif dari kepercayaan kita,
mencakup kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan . Jadi nilai
bersifat normatif, memberitahu anggota budaya mengenai apa
yang baik dan buruk, benar dan salah dan sebagainya.
c) Attitude adalah suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara
belajar untuk merepon suatu objek secara konsisten.
d) Worldview atau pandangan dunia merupakan orientasi budaya
terhadap Tuhan, kehidupan, kematian, alam semesta, kebenaran
14
dan isu-isu filosofis lainnya yang berkaitan dengan kehidupan.
Worldview merupakan unsur penting yang mempengaruhi
persepsi seseorang ketika berkomunikasi dengan orang lain,
khususnya yang berbeda budaya.
3) Social Organization, merupakan suatu cara bagaimana suatu
budaya mengorganisasikan, menata dirinya sendiri dimana
lembaga-lembaganya mempengaruhi bagaimana anggota
budayanya mempersepsikan dunia dan melakukan aktifitas
komunikasi. Lembaga- lembaga tersebut antara lan: keluarga,
sekolah, lingkungan organisasi sosial masyarakat.
2.1.3.Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi dua konsep
yang tidak dapat dipisahkan, harus dicatat bahwa studi komunikasi
antarbudaya adalah studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap
komunikasi. Orang-orang berkomunikasi sesuai dengan budaya yang
dimilikinya . kapan, dengan siapa, berapa banyak hal yang dikomunikasikan
sangat bergantung pada budaya dari orang-orang yang berinteraksi. Menurut
Tubbs dan Moss (1996 : 236) dalam komunikasi antarbudaya , Sihabudin
(2011:13) mengatakan bahwa:
“komunikasi antarbudaya, terjadi bila pengirim pesan adalah
anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota
dari suatu budaya lain . komunikasi antar budaya , komunikasi antar
orang-orang berbeda budaya (baik dalam ras,etnik ataupun
perbedaan sosial ekonomi)”.
15
Poter dan Samovar dalam Mulyana dan Rahmat (1990) menyatakan
bahwa komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi bila
produsen adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah
anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera
dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam situasi dimana suatu
pesan disandi dalam suatu budaya suatu budaya dan harus disandi balik dalam
budaya lain atau yang disebut pola interaksi antarbudaya. Seperti diketahui
bahwa budaya mempengaruhi orang berkomunikasi
Komunikasi antar budaya merupakan komunikasi sebagai fungsi
sosial yang setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk
membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh
kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan melalui komunikasi yang
menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain. Schramm
menyebutkan bahwa:
“komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak
dapat dipisahkan. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat
terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat, maka manusia tidak mungkin
dapat mengembangkan komunikasi (schramm, 1982 : 11)
2.2. Definisi Etnik
Dalam pengertian yang klasik, kelompok etnik dipandang sebagai suatu
kesatuan budaya dan teritorial yang tersusun rapi dan dapat digambarkan ke dalam
sebuah peta etnografi. Setiap kelompok memiliki batas-batas yang jelas (well-
defined boundaries) memisahkan satu kelompok etnik dengan etnik lainnya.
Kemudian secara de facto masing-masing kelompok itu memiliki budaya yang
16
padu satu sama lain dan dapat dibedakan baik dalam organisasi, bahasa, agama,
ekonomi, tradisi, maupun hubungan antar kelompok etnik, termasuk dalam
pertukaran jasa dan pelayanan. Keetnikan merupakan salah satu ciri kehidupan
sosial manusia yang universal, dalam artian bahwa semua anggota etnik
mempunyai cara berpikir dan pola perilaku tersendiri sesuai dengan etniknya
masing-masing. Satu etnik dengan etnik lainnya akan beebeda, dan tidak dapat
dipaksakan untuk menjadi sama seutuhnya. Perbedaan tersebut justru sebenarnya
sebuah kekayaan, keberagaman, yang dapat membuat hidup manusia menjadi
dinamis serta tidak membosankan. Jones, dalam Liliweri (2007: 14)
mengemukakan bahwa:
“etnik atau sering disebut kelompok etnik adalah sebuah himpunan
manusia(subkelompok manusia) yang dipersatukan oleh suatu
kesadaran atas kesamaan sebuah kultur atau subkultur tertentu, atau
karena kesamaan ras, agama, asal usul bangsa, bahkan peran dan
fungsi tertentu. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki
kesamaan dalam hal sejarah,bahasa, sistem nilai, adat istiadat, dan
tradisi.”
Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi
yang:
1. Mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan
berkembang pesat
2. Mempunyai nilai-nilai budaya sama dan sadar akan rasa
kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya
3. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri
4. .Menentukan ciri kelompoknya sendiri dan diterima oleh
kelompok lain serta dapat dibedakan dari ko;ompok populasi lain.
17
Antara satu etnik dengan etnik lainnya kadang-kadang juga terdapat
kemiripan bahasa. Kesamaan bahasa itu dimungkinkan karena etnik-etnik tersebut
memiliki kesamaan sejarah tradisi kuno yang satu, yang mewariskan tradisi yang
mirip dan juga bahasa yang mirip pula.
Komunikasi Antaretnik
Komunikasi antaretnik adalah komunikasi antar-anggota etnik
yang berbeda, atau komunikasi antar-anggota etnik yang sama,
tetapi mempunyai latar belakang kebudayaan/subkultur yang
berbeda. Konkretnya, komunikasi antaretnik adalah proses
pemahaman dan memahami antara dua orang atau lebih yang
memiliki latar belakang etnis yang berbeda. Komunikasi
antaretnik merupakan bagian dari komunikasi antarbudaya.
Berbicara tentang komunikasi antarbudaya berarti
mengikutsertakan bagaimana proses komunikasi antaretnik yang
terjadi dalam suatu kebudayaan. Begitu pun sebaliknya, jika kita
membahas komunikasi antaretnik maka secara tidak langsung
pembahasan itu masuk dalam ruang lingkup komunikasi
antarbudaya.
Komunikasi dan kebudayaan memang tak dapat dipisahkan. Kata edward T.
Hall, komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi.
Kebudayaan itu hanya dimiliki oleh manusia maka maka komunikasi itu milik
18
manusia dan dijalankan di antara manusia. Smith, dalam Rumondor (1995: 284)
menerangkan hubungan yang tak terpisahkan antara komunikasi dan kebudayaan
yaitu: Pertama, kebudayaan merupakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang
dipelajari dan dimiliki bersama. Kedua, untuk mempelajari dan memiliki bersama
diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan
lambang-lambang yang harus dipelajari dan dimiliki bersama. Korzybski, dalam
Mulyana (2005: 6) mengatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk
mewariskan pengetahuan dari generasi ke generasi dan dari budaya ke budaya
dengan kemampuan tersebut, manusia mampu mengendalikan dan mengubah
lingkungan mereka. Kita dapat memperkirakan nilai-nilai yang dianut orang-orang
berdasarkan kelompok-kelompok yang mereka masuki.
2.3. Proses Komunikasi Antarbudaya
Dalam komunikasi budaya yang efektif, pertama kita harus menyadari
faktor-faktor budaya yang mempengaruhi, baik dalam budaya kita maupun dalam
budaya orang lain. Untuk itu kita perlu mengetahui perbedaan-perbedaan dan
persamaan-persamaan budaya. Perbedaan tersebut dapat dijadikan tolak ukur
untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul. Sedangkan persamaannya
membantu untuk mendekatkan diri dengan pihak lain yang memiliki budaya yang
berbeda.
Selanjutnya Wilbur Schramm dalam Mulyana dan Rahmat (1990)
mengemukakan beberapa persyaratan untuk mengadakan komunikasi antar
budaya yang efektif, yaitu : pertama, adanya sikap menghormati anggota budaya
lain sebagai manusia; kedua, harus menghormati budaya lain sebagaimana apa
19
adanya, dan bukan sebagaimana yang kita hendaki; ketiga, adalah menghormati
hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak;
dan keempat, komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar
menyenangi hidup bersama orang dari budaya yang lain.
Untuk menyederhanaakan proses penyandian komunikasi budaya yang
berbeda dibawah ini digambarkan model komunikasi budaya, yang
menggambarkan pengaruh budaya atas individu dan masalah-masalah penyandian
dan penyandian balik.
Gambar. 2.1
Komunikasi Antar Budaya
Budaya A Budaya B
Sumber : Mulyana dan Rahmat (1990)
Rahmat menjelaskan bahwa daalam setiap budaya ada bentuk lain yang
agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk
20
oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang
mempengaruhinya. Ini menunjukkan pula dua hal yaitu ; pertama, ada pengaruh
lain disamping budaya yang membentuk individu dan; kedua, meskipun budaya
merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang-orang dalam
suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat yang berbeda.
2.4. Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya
Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication
barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya
komunikasi yang efektif (Lilian Chaney, 2004:11). Sesuatu yang menjadi
penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif (Lilian Chaney, 2004:11).
Tiga faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi yang
menurut Poortinga (1990) dalam jurnal ilmiah Nurjanah, Awza, Tinambunan
(2012 : 4) yaitu :
Stereotype
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan
(stereotyping), yakni menggeneralisasikan orang-orang
berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi orang-
orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.
Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan
orang-orang ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau
penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan
21
kategori-kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan
karakteristik individual mereka. Stereotip dapat membuat
informasi yang kita terima tidak akurat. Pada umumnya, stereotip
bersifat negatif. Stereotip tidak berbahaya sejauh kita simpan di
kepala kita, namun akan bahaya bila diaktifkan dalam hubungan
manusia. Stereotip dapat menghambat atau mengganggu
komunikasi itu sendiri. Contoh dalam konteks komunikasi lintas
budaya misalnya, kita melakukan persepsi stereotip terhadap
orang padang bahwa orang padang itu pelit.
Lewat stereotip itu, kita memperlakukan semua orang padang
sebagai orang yang pelit tanpa memandang pribadi atau keunikan
masing-masing individu. Orang padang yang kita perlakukan
sebagai orang yang pelit mungkin akan tersinggung dan
memungkinkan munculnya konflik. Atau misal stereotip terhadap
orang batak bahwa mereka itu kasar. Dengan adanya persepsi itu,
kita yang tidak suka terhadap orang yang kasar selalu berusaha
menghindari komunikasi dengan orang batak sehingga
komunikasi dengan orang batak tidak dapat berlangsung lancar
dan efektif, dalam (Iswaro dan Prawito, 2012 : 5).
Keterasingan
Keterasingan berasal dari kata terasing, dan kata itu adalah dasar
dari kata asing. Kata asing berarti sendiri, tidak dikenal orang,
22
sehingga kata terasing berarti, tersisih dari pergaulan,
terpindahkan dari yang lain, atau terpencil. Terasing atau
keterasingan adalah bagain hidup manusia (Deddy
Mulyana,Opcit:67). Keterasingan merupakan bentuk pengalaman
ketika orang mengalami degradasi mental, yang mana
menganggap bahwa dirinya sendiri sebagai orang asing. Orang
yang merasa asing dengan dirinya sendiri (Alo,Opcit:77). Ia tidak
menganggap sebagai subjek atau sebagai pusat dari dunia, yang
berperan sebagai pelaku atas perbuatan karena inisiatifnya sendiri.
Tetapi sebaliknya, perbuatan beserta akibat-akibatnya telah
menjadi tuannya, yang harus ditaati setiap waktu. Keterasingan
itu boleh dikatakan menyangkut hubungan personal dengan
pekerjanya, dengan barang-barang yang mereka konsumsi,
dengan sesama manusia, dan bahkan dengan dirinya sendiri.
Keterasingan – perasaan tidak berdaya, terpencil – dalam
pengertian ilmu sosial barangkali dimulai oleh Karl Marx yang
menganggap bahwa sumber dari keterasingan itu terletak dalam
cara berproduksi masyarakat. (Kuntowijaya, 2006:109).
Pembagian kerja masyarakat telah melemparkan kaum proletariat
ke tingkat keterasingan yang puncak, direnggutkan dari semua
kualitas dan pemilikan (terutama pemilikan alat-alat produksi).
Proses dehumanisasi semacam ini telah terjadi dalam masyarakat
kapitalis dan telah menyusutkan sifat-sifat manusiawi kaum
23
proletar menjadi alat pengada keuntungan semata-mata, dalam
(Iswaro dan Prawito, 2012 : 5).
Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi
pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-
interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai
perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan
kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi. Kelanjutan
komunikasi tergantung pada tingkat bagaimana orang tersebut
mampu dan mau untuk ber-empati dan berniat mengurangi tingkat
ketidakpastian dalam komunikasi. Bila, salah satu peserta
komunikasi mampu dan mau melanjutkan komunikasi, maka
dengan sendirinya ia harus berusaha masuk pada level
komunikasi orang lain yang diajak berkomunikasi, dimana
masing-masing orang yang berkomunikasi tersebut berusaha
menuju pada satu titik pemahaman (convergence) sehingga
tercapai suatu tahap komunikasi yang efektif. Tetapi, bila tidak
maka tentu saja ia akan menghentikan komunikasi (divergence)
atau bisa dikatakan komunikasi menjadi tidak efektif, dalam
(Iswaro dan Prawito, 2012 : 6).
24
2.5. Komponen Permasalahan Komunikasi Antarbudaya
2.5.1. Perbedaan bahasa dalam pesan verbal
Menurut Mulyana (2007 : 260-261)Secara sederhana bahasa dapat
diartikan sebagai suatu system lambang terorganisasikan, disepakati secara
umum dan merupakan hasil belajar, yang digunakan untuk menyajikan
pengalaman pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitas geografis atau
budaya. Objek-objek, kejadian-kejadian, pengalaman-pengalaman, dan
perasaan-perasaan mempunyai label atau nama tertentu semata-mata
Karena suatu komunitas orang, atas kehendak mereka memutuskan
untuk menamakan hal-hal tersebut demikian. Karena bahasa merupakan suatu
system tak pasti untuk mennyajikan realitas secara simbolik, maka makna
kata yang digunakan bergantung pada berbagai penafsiran.
Sebagai contoh ambil kata “kopi”, suatu objek dengan bahan dasar
sama ternyata mempunyai berbagai penamaan, misalnya kopi pekat, kopi
dengan gula atau krim, kopi tubruk, atau kopi tanpa gula, tergantung pada
kebiasaan yang berlaku di wilayah tersebut.
2.5.2. Perbedaan Bahasa dalam Non Verbal
Proses-proses verbal merupakan alat utama untuk petukaran pikiran
dan gagasan, namun proses ini sering dapat diganti oleh proses-proses non
verbal. Walaupun tidak terdapat kesepakatan tentang bidang proses nonverbal
ini, kebanyakan para ahli setuju bahwa hal-hal berikut mesti dimasukan:
isyarat, ekpresi wajah, pandangan mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan,
pakaian, ruang, waktu dan suara.Sistem komunikasi nonverbal, sama seperti
25
komunikasi verbal, bervariasi dari satu budaya ke budaya lain. Tetapi kita
sering kali meremehkan sifat simbolik dari system ini. Sebagai contoh banyak
orang Amerika yang merasa malu ketika menemukan bahwa gerakan
memesan dua porsi dengan menggunakan dua jari tangan memiliki makna
yang berbeda di beberapa Negara. Mereka sering kali terkecoh karena
menyalah artikan anggukan, yang di Amerika berarti “ya”, ternyata di
beberapa Negara justru artinya “tidak”.Contoh lain volume suara. Di Arab,
misalnya, kaum laki-laki akan berbicara dengan suara yang keras untuk
mengisyaratkan kekuatan dan ketulusan hati. Tetapi ketka berbicara dengan
dengan orang yang dianggap lebih terhormat atau dituakan maka orang Arab
akan menurunkan volume suaranya sebagai penghormatan. Bagi orang
Amerika, volume suaranya sering kali terlalu keras dan agresif. Ketika
keduanya berinteraksi, kebingungan di dalam mengartikan symbol-simbol
komunikasi ini jelas akan menghancurkan interaksi.
2.5.3.Perbedaan Norma dan Peran dalam Melakukan Hubungan
Orang dari budaya yang berbeda mengharapkan perlakuan berbeda
yang berbeda pula dalam melakukan hubungan satu sama lain. Satu gerakan
yang mengisyaratkan keakraban pada satu budaya tertentu, misalnya menaruh
tangan dipundak lawan bicara, dapat diterjemahkan secara negatif sebagai
siakap agresif oleh budaya lain.Budaya juga mengatur hubungan-hubungan
manusia berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekuasaan dan
kebijaksanaan. Supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat
terlaksana sebagaimana diharapkan maka dirumuskan norma-norma
26
masyarakat. Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya
maka dia menjalankan suatu peranan.
Pembedaan cara pandang tentang peranan perempuan dan laki-laki di
dalam sebuah masyarakat, misalnya akan mempresentasikan perbedaan
budaya dalam KAB. Bagaimana pasangan yang belum menikah harus
berperilaku dan bagaimana pula perempuan dan laki-laki harus berperilaku
dalam situasi bisnis, apa tanggung jawab suami dan apa yang menjadi
tanggung jawab ibu di dalam sebuah rumah tangga menunjukan bagaimana
hubungan antar manusia sebetulnya didikte secara kultural.
2.5.4. Perbedaan Kepercayaan dan Nilai
Budaya memainkan suatu peranan penting dalam pembentukan
kepercayaan. Apakah kita menerima kitab suci, daun-daun teh, bawang putih
sebagai obat, atau yang lainnya, tergantung pada latar belakang budaya dan
pengalaman-pengalaman kita. Dalam KAB tidak ada hal yang benar atau
yang salah, sejauh hal-hal tersebut berkaitan dengan kepercayaan. Bila
seseorang percaya bahwa suara angin itu dapat menuntun perilaku seseorang
ke jalan yang benar, kita tidak dapat mengatakan bahwa kepercayaan itu
salah. Sebaliknya, kita harus mengenal dan menghadapi kepercayaan tersebut
bila kita ingin melakukan komunikasi yang sukses dan memuaskan.
Nilai budaya umumnya normatif dalam arti bahwa nilai-nilai tersebut
menjadi rujukan seorang anggota budaya tentang apa yang baik dan apa yang
buruk, apa yang benar dan apa yang salah, yang sejati dengan yang palsu,
27
positif dan negatif. Nilai budaya menegaskan perilaku-perilaku mana yang
penting dan yang harus dihindari.
Nilai-nilai dalam suatu budaya menampakan diri dalam perilaku para
anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut. Orang-orang katolik,
misalnya, dituntut untuk menghadiri misa, para pengendara dituntut untuk
berhenti ketika tanda lalulintas menunjukan berhenti, dan para pekerja
dituntut untuk datang di tempat kerja tepat pada waktu yang telah ditetapkan.
Kebanyakan orang melaksanakan perilaku normatif, hanya sedikit yang tidak.
Orang yangtidak melaksanakan perlaku normatif mungkin mendapatkan
sanksi informal ataupun sanksi yang sudah dibakukan.perilaku-perilaku
normatif juga tampak pada perilaku sehari-hari yang menjadi pedoman bagi
individu dan kelompok untuk mengurangi dan menghindari konflik.
2.6. Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Interaksi Sosial
Pada dasarnya komunikasi merupakan proses interaksi sosial melaui pesan-
pesan (Garbner, 1967 dalam Dennis McQuail and Sven Windahl, 1981), dimana
komunikasi diartikan sebagai suatu keseluruhan dari sebuah tindakan terhadap
orang lain, sebuah interaksi dengan orang lain, dan sebuah rekasi terhadap orang
lain. Pengertian interaksi itu sendiri adalah perilaku sosial, dimana dua atau lebih
saling berkomunikasi dan saling menanggapi perilaku masing-masing (Roger M.
Keesing, 1992:252). Maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman komunikasi
antar budaya dalam keidupan manusia merupakan proses interaksi antara
individu-individu, atau kelompok tertentu yang memiliki perbedaan budaya.
Dalam hal ini, dapat diakatakan bahwa komunikasi natar budaya dapat terlihat
28
atau tercipta pada saat seseorang melakukan kontak atau berinteraksi dengan
orang lain yang berbeda budaya dengannya (Koestoer A. L. R,1999:32)
Menurut Joseph A. Devito (1997:487) pada saat seseorang
berkomunikasi, perbedaan antar budaya merupakan hal penting dalam proses awal
sebuah interaksi, dan perbedaan tersebut dapat berkurang apabila hubungan dalam
proses interaksi tersebut berkembang menjadi lebih akrab.
2.7. Proses Proses Interaksi Sosial
Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2002: 71-104), menjelaskan
bahwa ada dua golongan proses sosial sebagai akibat interaksi sosial, yaitu proses
sosial asosiatif dan proses sosial disasositif.
1. Proses Asosiatif
Dimaksud dengan proses asosiatif adalah sebuah proses yang
terjadi saling pengertian dan kerja sama timbal balik antara orang
per orang atau kelompok satu dengan yang lainnya, di mana
proses ini menghasilkan pencapaian tujuan bersama.
a) Kerja sama (coorperation) adalah usaha bersama antara
individu atau suatu kelompok untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan bersama. Proses terjadinya coorperation
lahir apabila di antara individu atau kelompok menyadari
adanya kepentingan dan ancaman yang sama. Apabila
individu atau kelompok merasa adanya ancaman dan bahaya
29
dari luar, maka prose s coorperation ini akan bertambah
kuat.
b) Akomodasi (accomodation) adalah proses sosial dengan
dua makna, pertama adalah proses sosial yang menunjukan
pada suatu keadaan yang seimbang (equilibrium) dalam
interaksi sosial antara individu dan antarkelompok di dalam
masyarakat, terutama yang ada hubungannya dengan norma-
norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat
tersebut. Kedua adalah menuju pada suatu proses yang
sedang berlangsung, di mana akomodasi menampakkan suatu
proses pertentangan yang terjadi di antara individu,
kelompok, masyarakat, maupun dengan norma dan nilai yang
ada di masyarakat itu
c) Asimilasi (Assimilation) adalah proses sosial dalam taraf
lanjut. Ia ditandai denganadanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat anatara orang per
orangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga usaha-
usaha untik memertinggi kesatuan, sikap dan proses-proses
mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan
serta tujuan bersama. Apabila orang-orang melakukan
asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarkat,
dia tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut
30
yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang
asing.
2. Proses Disasosiatif
Proses disasosiatif merupakan proses perlawanan (oppositional
processes) yang dilakukan individu- individu dan kelompok
dalam proses sosial di antara mereka pada suatu masyarakat.
Oposisi diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau
kelompok yang dianggap tidak mendukungperibahan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan . bentuk-bentuk proses
disasosiatif adalah persaingan, kontravensi, dan konflik.
a) Persaingan (Competition) adalah proses sosial di mana
individu atau kelompok berjuang untuk bersaing mencari
keuntungan pada bidang-bidang kehidupan yang menjadi
pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok
manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau
mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan
ancaman atau kekerasan.
b) Kontravensi (Contravention) pada hakikatnya merupakan
proses sosial yang berada antar persaingan atau pertikaian.
Kontravensi terutama ditandai oleh gejala-gejala adanya
ketidakpastian mengenai diri atau seseorang atau suatu
rencana dan perasaan tidak suka, kebencian, atau keragu-
raguan terhadap kepribadian seseorang. Atau, perasaan
31
tersebut dapat pula berkembang terhadap kemungkinan,
kegunaan, keharusan, atau penilaian terhadap suatu usul,
pemikiran, kepercayaan, doktrin, atau rencana yang
dikemukakan orang perorangan atau kelompok manusia lain.
c) Konflik (Conflict) adalah proses sosial di mana individu
ataupun kelompok menyadari memiliki perbedaan-perbedaan,
misalnya dalam ciri badaniah, emosi, unsur-unsur
kebudayaan, pola-pola perilaku, prinsip, politik, ideologi
maupun kepentingan dengan pihak lain. Perbedaan ciri
tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga
menjadi satu pertentangan atau pertikaian itu sendiri dapat
menghasilkan ancaman dan kekerasan fisik.
2.8. Percampuran Budaya
2.8.1. Akulturasi
Koentjaraningrat (1996 : 155), Akulturasi atau dikenal juga dengan
culture contact merupakan konsep yang menjelaskan mengenai proses sosial
yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan
kehilangan kebudayaan itu sendiri.
Akulturasi dapat terjadi melalui kontak budaya yang bentuknya dapat
bermacam-macam, antara lain sebagai berikut.
32
Kontak sosial dapat terwujud pada seluruh lapisan sebagian
masyarakat, atau bahkan antar individu.
Kontak budaya dapat terwujud dalam situasi bersahabat atau
situasi bermusuhan.
Kontak budaya dapat terwujud antara kelompok yang menguasai
dan dikuasai dalam seluruh unsur budaya, baik dalam ekonomi,
bahasa. teknologi. kemasyarakatan. agama, kesenian, maupun
ilmu pengetahuan.
Kontak budaya dapat terwujud di antara masyarakat yang jumlah
warganya banyak atau sedikit.
Kontak budaya dapat terwujud dalam ketiga wujud budaya baik
sistem budaya, sistem sosial, maupun unsur budaya fisik.
Hasil proses akulturasi budaya ditentukan oleh kekuatan setiap
budaya. Semakin kuat suatu budaya maka semakin cepat memengaruhi
budaya lainnya. Salah satu contoh dari proses akulturasi di Indonesia
adalah yang terjadi di daerah transmigrasi. Di antara berbagai suku bangsa
yang terdapat di daerah transmigrasi, secara alami terjadi pertemuan dua
budaya atau lebih. Dalam proses akulturasi, perbedaan-perbedaan yang ada
berjalan beriringan dengan unsur persamaan-persamaan yang mereka
miliki sampai pada akhirnya budaya memiliki pengaruh lebih kuat akan
berperan besar dalam proses akulturasi.
33
2.8.2. Asimilasi atau Pembauran
Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang
ditandaidengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan
yang terdapatantara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia
dan jugameliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap,
danproses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan
dantujuan-tujuan bersama.
Pada proses asimilasi terjadi proses peleburan kebudayaab, sehingga
pihak-pihak atau warga-warga dari dua-tiga kelompok yang tebgah
berasimilasi akan merasakan adanya kebudayaan tunggal yang dirasakan
milik bersama. Sebagai contoh ketika sekelompok masyarakat pendatang
yaitu etnis Jawa Tengah berada di Desa Karang Kepuh Bojonegara dalam
melakukan interaksi dengan masyarakat asli yang secara turun temurun
tinggal disana dan menyebut dirinya sebagai masyarakat Jawa Derang,
maka mereka sebagai masyarakat pendstang untuk sementara dalam
keadaan tertentu menyingkirkan identitas kebudayaanya masing-masing,
misalnya dala aspek bahasa. Ketika berinteraksi dengan masyarakat asli,
sebagai kaum minoritas maka etnis Jawa Tengah melebur dengan
menggunakan Bahasa Indonesia atau pelafalan yang disesuaikan dengan
masyarakat asli.
Secara konvensional, Darroch dan Marston (dalam Mulyana &
Rakhmat, 2009:163) menganggap asimilasi hampir tidak
34
terhindarkandalam proses urbanisasi dan industrialisasi. Di bawah
pengaruh keduakekuatan yang bersifat menyeragamkan ini, minoritas-
minoritas etnik harussemakin menyesuaikan diri dengan dan menerima
standar-standar budayamasyarakat dominan serta berintegrasi dengan
struktur sosial masyarakat“modern” yang lebih luas.
Gambar 2.2
Asimilasi
Sumber : Soerjono Soekanto. 1982 Hal. 81
Unsur- unsur kebudayaan yang diperoleh dari kebudayaan lain sebagai akibat
Pergaulan yang intensif dan lama
35
2.9. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teoritis, penulis mencoba menggambarkan sebuah
kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.3
Kerangka berpikir Interaksi Antarbudaya
Interaksi
Antarbudaya
Percampuran Budaya Akulturasi dan
Asimilasi/Pembauran
Etnis Jawa Tengah
Etnis Jawa Serang
Penyesuaian
Kebudayaan:
Komunikasi
Antarbudaya
Proses
Komunikasi
Antarbudaya
Interaksi
Antarbudaya
Faktor pendukung
penyesuaian
komunikasi dalam
interaksi antarbudaya
masyarakat Karang
Kepuh Bojonegara
Faktor
penghambatpenyesua
ian komunikasi
dalam interaksi
antarbudaya
masyarakat Karang
Kepuh Bojonegara
36
Analisis dari gambar kerangka berpikir di atas bahwa adalah bahwa
masyarakat yang ada dalam Desa Karang Kepuh Bojonegara merupakan
masyarakat pribumi Banten yaitu Jawa Serang yang berbaur dengan Masyarakat
pendatang yaitu Etnis Jawa Tengah. Masyarakat pendatang bermigrasi menuju
lingkungan budaya yang baru dengan tujuan utama mereka, yaitu mendapat
pekerjaan serta kehidupan yang lebih baik.
Setelah masyarakat pendatang mulai menetap di lingkungan Desa Karang
Kepuh Bojonegara, ada dua kegiatan utama yang harus mereka lakukan. Kegiatan
pertama adalah melakukan proses asimilasi atau pembauran ke dalam masyarakat
pribumi atau penduduk asli di Desa Karang Kepuh Bojonegara.
Kemudian setelah masyarakat pendatang dapat membaur ke dalam
masyarakat pribumi, mereka melakukan penyesuain kebudayaan. Hal ini
dilakukan untuk menyelaraskan diri mereka yang berasal dari lingkungan asal
mereka ke dalam lingkungan budaya baru di Desa Karang Kepuh Bojonegara.
Dalam melakukan interaksi antarbudaya tentunya akan menemui berbagai faktor
yang mendukung dan menghambat dalam pelaksanaanya. Faktor-faktor inilah
yang nantinya akan mempengaruhi apakah upaya interkasi antarbudaya yang
terjadi di Desa Karang Kepuh Bojonegara yang dilakukan masyarakat pendatang
akan berjalan mulus tanpa kendala atau mungkin akan menemui kendala yang
cukup berarti.
37
Tabel 1
Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian
Terdahulu
Kesimpulan Penulis
1 Interaksi Dalam Proses
Belajar Antar Budaya
(Studi Kasus Peserta
Pendidikan dan Pelatihan
Luar Negeri Departemen
Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah di Jepang)
Penelitian ini menjelaskan
tentang pencapaian hasil
komunikasi peserta
pendidikan dan pelatihan
dari proses interaksi yang
berlangsung di Jepang,
menunjukan adanya
kemampuan berinteraksi
terhadap perbedaan budaya
yang ada di Indonesia
dengan Jepang.
Penelitian ini
menggunakan metode
kualitatif dengan
menggunakan pendekatan
inetraksionis.
Linda Sumilat
Paembonan
Universita
s
Indonesia
2 Kompetensi Komunikasi
Antarbudaya Dalam Proses
Interaksi Kaum Pedagang (
Studi Kasus`Pada Proses
Interaksi Kaum Pedagang
Etnis Padang dan Etnis
Sunda di Pasar Mayestik
Jakarta Selatan)
Pada proses interaksi kaum
pedagang etnis Padang dan
etnis Sunda di pasar
Mayestik, terlihat
komunikasi antarbudaya
yang sangat potensial,
meskipun dengan latar
belakang kultur budaya
yang berbeda. Namun
mereka mampu
mengaktualisasikan
kemampuan mereka secara
efektif dan layak sehingga
dapat berjualan dan
menempati suatu wilayah
secara berdampingan dan
cukup lama.
Penelitian ini
menggunakan metode
penelitian kualitatif
deskriptif , menggunakan
teknik wawancara dan
pengamatan dengan
Fauzanah
Fauzan El
Muhammady
Universita
s
Indonesia
38
menggunakan pendekatan
interaksionalisme simbolik.
3 Komunikasi Antarbudaya
Kuncen dan Pengunjung
Banten Girang dan Banten
lama.
Melihat efektivitas
Komunikasi Antarbudaya
kuncen dan pengunjung
situs budaya di Banten dan
Untuk
Untuk memetakan
Bagaimana proses
interpretasi pesan yang
dilakukan antara kuncen
dan pengunjung dalam
kajian interaksi simbolik.
Penelitian ini
menggunakan metode
penelitian kualitatif
deskriptif , menggunakan
teknik wawancara dan
pengamatan dengan
menggunakan pendekatan
interaksionalisme simbolik.
Dindin
2013
UNTIRTA
4 Proses Adaptasi budaya
mahasiswa perantau (Studi
Kulaitatif Pada Mahasiswa
Asal Kupang, Palu,
Pringsewu, dan
Singkawang di FISIP UI)
Membahas mengenai
proses adaptasi mahasiswa
perantau dengan
mahasiswa lain yang
berbeda budaya. Seringkali
proses adapatasi dengan
lingkungan baru tidaklah
mudah disebabkan karena
perbedaan pandangan,
sikap, dan pendapat yang
terlihat pada karakter setiap
individu.
Penelitian ini
menggunakan paradigma
konstruktivis, dengan
pendekatan kualitatif, serta
bersifat deskriptif
Hasil penelitian
mengungkap: latar
belakang budaya berperan
penting dalam proses
adaptasi.
Yuvantinus
Effrem W. Universit
as
Indonesia
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Dalam suatu penelitian untuk mendapatkan hasil yang optimal harus
menggunakan metode penelitian yang tepat. Ditinjau dari permasalahan dalam
penelitian yaitu tentang “Interaksi Antarbudaya Etnik Jawa Tengah dengan Jawa
Serang di Desa Karang Kepuh Bojonegara” maka penelitian ini bersifat kualitatif.
Menurut Sugiyono (2011:15), menyimpulkan bahwa metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meniliti pada obyek yang alamiah, (sebagai
lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
pengambilan sumber data, dilakukan secara purposive dan snowball, teknik
penggambungan dengan triangulasi (penggabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, hasil penelitian kualitatiflebih menekankan makna pada
generalisasi.
Pendekatan penelitian kualitatif diambil agar dapat menjadi sebuah
proses yang riil dengan mampu melihat data secara representatif dan tematik
sehingga memperoleh temuan-temuan yang berbeda dan mendalam untuk
mendukung hasil dari penilitian yang diharapkan. Proses penelitian kualitatif ini
38
40
sangat memperhatikan kedalaman dari adanya teori, metodologi penelitian dan
desain dari penelitian.
Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, maka dibentuk sebuah fokus
penelitian seperti yang yang telah disebutkan dalam identifikasi masalah.
Penentuan fokus penelitian ini menjadi sebuah hal yang penting dalam penelitian
kualititaif yang dimulai dengan penemuan permasalahan di lapangan yang
kemuaian di analisis dengan teori yang ada dalam keilmuan komunikasi sebagai
bagian dari ilmu sosial. Pada mulanya permasalahan yang diangkat adalah bersifat
umum dan tak terbatas namun kemudian ditemukan fokus dari permasalahan yang
kemudian diambil garis hubung antara permasalahan yang ada denga teori yang
berlaku untuk sampel implementasinya.
3.2. Paradigma Penelitian
Menurut Salim (2006) paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat
kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak
dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Ihalauw (1985) paradigma
menggambarkan apa yang seharusnya dipelajari, pernyataan apa yang harus
dikemukakan, dan kaidah apa yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaba yang
diperoleh (Salim,2006).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan paradigma konstruktivis,
menurut pendekatan kontruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari
suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif
seseorang terhadap objek, pengalaman maupun lingkungannya. Pengetahuan
41
bukanlah sesuatu yang sudah ada atau tersedia dan sementara orang lain tinggal
menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai pembentukan yang terus menerus oleh
seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-
pemahaman baru. Dan dalam paradigma konstruktivis ini objek penelitian akan
melahirkan teori-teori yang mampu menjelaskan makna tentang dirinya sendiri,
sehingga memunculkan pengetahuan baru yang mendalam.
Dalam paradigma konstruktivis pengetahuan yang diperoleh akan
dikonstruksi sesuai dengan pemahaman yang diperoleh oleh peneliti, yang dalam
hal ini semakin besar intensitas bertemu dengan onjek penelitian maka akan
semakin besar interpretasi yang diperoleh serta penjabaran makna dari objek
penelitian tersebut.
Melalui paradigma penelitian konstruktivis ini peniliti mencoba
melakukan penelitian mendalam dan membangun pengetahuan berdasarkan
landasan teori yang telah dijabarkansehingga proses interaksi komunikasi yang
terjadi dalam etnik Jawa Tengah dengan Jawa Serang ini akan menjadi data
penelitian yang detail dan valid.
3.3. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Dengan maksud untuk membuat
gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakts yang terjadi
(suryabrata, 2003:75). Dengan menggunakan sifat penelitian ini, maka peneliti
ingin memeperlihatkan sebuah gambaran detail atau spesifik dari suatu situasi,
setting sosial, dan hubungan antar individu. Pada penelitisn deskriptif, peniliti
42
memulai dengan suatu obyek yang sudah cukup dikenal dan penelitian itu
menggambarkan obyek tersebut dengan lebih akurat. Studi deskriptif
menggambarkan tpe-tipe manusia dan aktivitas sosialnya. Dalam studi ini, peneliti
berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “siapa”. Bagaimana suatu hal
terjadi dan siapa yang terlibat di dalamnya (Lexi J. Meleong, 2004:102)
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data
agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang
sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.
1. Metode Observasi (Pengamatan)
Observasi merupakan pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan terhadap objek penelitian. Metode obserrvasi dalam
penelitian ini digunakan untuk mengetahui interaksu yang
ditunjukan oleh masyarakat pendatang dalam upaya mereka
melakukan komunikasi antarbudaya di Desa Karang Kepuh
Bojonegara.
Dalam hal ini pengamatan yang dilakukan dapat diklasifikasikan
menjadi dua cara yaitu:
Pengamatan berperan serta, artinya pengamat melakukan
dua peran sekaligus, yakni pengamat dan juga ikut
beriteraksi dengan kelompok yang diamatinya; dan
43
Pengamatan tanpa perasb serta, yakni pengamat hanya
berfungsi mengadakan pengamatan (Meleong, 2006:176-
177).
Dalam penelitian ini kegiatan pengamatan dilakukan adalah
pengamatan tanpa peran serta pengamat, artinya bahwa peneliti
hanya mengamati komunikasi serta interkasu masyarakat
pendatang dengan masyarakat asli di Desa Karang Kepuh
Bojonegara.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak yakni pewawancara
(Interviewer) yangmengajukan pertanyaan dan pihak yang
diwawancarai (Respondent) yangmemberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moleong 2012:186).
Bentuk wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini
adalahwawancara informal (spontan) dan wawancara tak
terstruktur. Pemilihankedua jenis ini ditempuh bukan tanpa
alasan, karena menurut penulishal ini didasari atas pemikiran
bahwa wawancara informal akan mempunyaiarti penting dalam
menjalin hubungan timbal balik antara peneliti denganobjek
penelitian serta untuk mendapatkan infromasi spontan. Demikian
puladengan penggunaan wawancara tak terstruktur yang
merupakanpenggunaan wawancara yang lebih bebas iramanya,
44
bebas dalampembicaraan, tidak kaku, serta pertanyaan dapat
disesuaikan dengankeadaan dan ciri khas responden.
Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk mendapatkan
data utama sebagai sumber data primer, yaitu data mengenai
interaksu antarbudaya yang dilakukan masyarakat pendatang
yakni etnis Jawa Tengah serta faktor yang menjadu pendukung
dan penghambat dalam penyesuian komunikasi interaksi
antarbudaya
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti
catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan
obyek penelitian.
Metode dokumentasi digunakan untuk mencari dan
mengumpulkan data serta informasi tertulis yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini, metode
dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang
berkaitan dengan aspek kajian yang telah dirumuskan, meliputi
pengambilan beberpa foto atau gambar serta rekaman audio
visual(video) atau audio selama kegiatan observasi, dan lain
sebagainya.
Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara jelas
dan konkret tentang interaksi yang terjadi dalam komunikasi
45
antarbudaya Jawa Tengah dan Jawa Serang di Desa Karang
Kepuh Bojonegara.
3.5.Sumber Data
Arikunto (2010:172) mengemukakan bahwa sumber data dalam
penelitian adalah subyek yang dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini
mencakup sumber data primer dan sekunder.
1. Sumber Data Primer
Meleong (2006:157) berpendapat bahwa data primer adalah kata-
kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai.
Sumber primer adalah segala sesuatu yang secara langsung
berkaitan dengan objek material penelitian. Adapun yang menjadi
sumber data primer dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Masyarakat Pendatang, yaitu masyarakat di Desa Karang
Kepuh Bojonegara dengan latar belakang dari luar Banten
yang datang ke daerah Serang seperti Etnis Jawa Tengah.
Masyarakat pribumi atau penduduk asli yang menyebut
diri mereka sebagai etnis Jawa Serang yang secara turun
temurun tinggal dan menetap di Desa Karang Kepuh
Bojonegara sebagai sumber data primer penguat.
2. Sumber Data Sekunder
Kaelan (2005:65) mengemukakan bahwa sumber data sekunder
adalah catatan-catatan yang jaraknya telah jauh dari sumber
orisinil. Dilihat dari segi sumber data, sumber tertulis dibagi atas
46
sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen
pribadi, dan dokumen resmi (Meleong 2006:159).
Dalam rangka melengkapi data primer, maka digunakan sumber
data tambahan yaitu dokumentasi berupa foto atau gambar selama
kegiatan observasi. Digunakan pula rekaman gambar (video)
maupun suara yang didapat selama pelaksanaan wawancara
maupun dalam kegiatan observasi sebagai data sekunder.
Data sekunder yang berupa dokumen-dokumen atau arsip
diperoleh dari catatan-catatan peneliti yang ditulis sendiri dari
metode wawancara yang diperoleh dari informan.
3.6 Teknik Analisis Data
Moleong (2001:103) mendefinisikan analisis data sebagai proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema and dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data. Sehingga interpretasi data adalah memberikan
arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari
hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.
Analisis data kualitatif digunakan bila data-data yang terkumpul dalam
riset adalah data kualitatif.Data kualitatif dapat berupa kata-kata, kalimat-kalimat
atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara medalam maupun
observasi.4
4 Kriyantono, 2012:196
47
Tahap analisis data memegang peran penting dalam riset kualitatif, yaitu
sebagai factor utama penilaian kualitas tidaknya riset.Artinya, kemampuan periset
memberi makna kepada data merupakan kunci apakah data yang diperolehnya
memenuhi unsure reliabilitas dan validitas atau tidak.
Riset kualitatif adalah riset yang menggunakan cara berpikir induktif,
yaitu cara berpikir yang berangkat dari hal-hal yang khusus (fakta empiris)
menuju hal-hal yang umum (tataran konsep).
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu.Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap
jawaban yang diwawancarai, bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis
belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap
tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel.
Menurut Sugiyono, tahap analisis data menurut model Milles and
Huberman adalah
1. Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema dan
polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan
meberikan gambaran yang lebih jelas.
2. Penyajian data, dalam kegiatan ini peneliti menyusun kembali
data berdasarkan klasifikasi dan masing-masing topik dipisahkan,
kemudian topik yang sama disimpan dalam satu tempat, masing-
48
masing tempat diberi kode, hal ini dikarenakan agar tidak terjadi
ketimpangan data yang telah dijaring. Pada tahap ini data
disajikan dalam kesatuan tema yang terkhusus pada permasalahan
yang dituangkan dalam pertanyaan penelitian
3. Data yang dikelompokkan yang sesuai dengan topik-topik,
kemudian diteliti kembali dengan cermat, mana data yang sudah
lengkap dan mana data yang belum lengkap yang masih
memerlukan data tambahan, dan kegiatan ini dilakukan selama
penelitian berlangsung.
4. Setelah data dianggap cukup dan dianggap telah memperoleh
kesesuaian, maka kegiatan selanjutnya adalah menyusun laporan
hingga pada akhirnya pembuatan kesimpulan.
Peneliti dalam penelitian ini menguji keabsahan data dengan cara uji
kredibilitas atau kepercayaan terhadap data yang dilakukan dengan triangulasi.
Peneliti menguji kredibilitas data dengan melakukan triangulasi sumber.
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber dengan teknik
pengumpulan data yang bermacam-macam. Pada penelitian ini digunakan teknik
pengumpulan data berupa wawancara antar masyarakat untuk melihat “Interaksi
Antarbudaya Etnik Jawa Tengah dengan Jawa Serang di Desa Karang Kepuh
Bojonegara.
Alasan menggunakan triangulasi sumber, karena teknik tersebut tepat
untuk menguji keabsahan data yang diperoleh peneliti. Dalam penelitian ini,
49
peneliti menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil
wawancara yang peneliti dapat mengenai “Interaksi Antarbudaya Etnik Jawa
Tengah dengan Jawa Serang di Desa Karang Kepuh Bojonegara. diperoleh dari
informan kemudian di kroscek lagi menggunakan hasil observasi.
Apabila hasil dari ketiga teknik tersebut berbeda karena sudut pandang
setiap sumber berbeda maka peneliti mendiskusikannya lagi kepada sumber data
untuk mencaritahu mana yang dianggap benar atau memang semuanya benar
3.7.Lokasi dan Waktu Penelitian
Pemilihan lokasi dan waktu penelitian sangatlah penting dalam rangka
mempertanggungjawabkan data yang diambil. Dalam penelitian ini lokasi
penelitian ditetapkan di Desa Karang Kepuh Bojonegara.
Penetapan lokasi penelitian ini dimaksudkan untuk mempermudah atau
memperlancar objek yang menjadi sasaran dalam penelitian, sehingga penelitian
tersebut akan terfokus pada pokok permasalahannya.
Sebelum dilakukan penilitian ini maka penulis telah melakukan
penelitian sebelumnya yakni telah dilakukan selama 1 bulan, dimulai sejak
tanggal 09 September 2014. Lokasi penelitian dilakukan disekitar Desa Karang
Kepuh Bojonegara
50
Tabel 2
Jadwal Penelitian
No
.
Kegiatan Sept Jan Ags Sep Sep Okt Nov Jan Feb
1. Pra Riset
2. Pengajuan
judul
3. Bab I, II,
dan III
4. Sidang
Outline
5. Riset
Lapangan
6. Bab IV
7. Bab V
8. Acc Bab
IV dan V
9. Sidang
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Subjek Penelitian
4.1.1. Latar Dan Keadaan Geografis
Desa Karang Kepuh adalah desa yang terletak di kecamatan
Bojonegara, kabupaten Serang.
4.1.2. Luas Wilayah
Secara geografis Desa Gunung Kaler kecamatan Gunung Kaler dengan
luas area 336 Ha.
Sebelah Utara : Desa Ukirsari dan Desa Bojonegara
Sebelah Timur : Desa Lambangsari
Sebelah Selatan : Desa Mangkunegara
Sebelah Barat :Desa Bojonegara
4.1.3. Keadaan Penduduk
Berdasarkan survey dan pengumpulan data tentang keadaan penduduk
Desa Karang Kepuh keamatan Bojonegara Kabupaten Serang Banten, tercatat
jumlah laki-laki 2.433 dan perempuan 2.451 dari jumlah kepala keluarga
1.243 kepala keluarga yang ada dengan total keseluruhan adalah 4.884 jiwa.
Jumla penduduk tersebut dapat diklasifikasikan lagi sebagai berikut.
51
52
Tabel 3
Keadaan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
NO Tingkat Pendidikan Persentase
1 SD 29 %
2 SLTP 9,7 %
3 SLTA 12,4 %
4 Perguruan Tinggi 2,3 %
5 Tidak menyelesaikan pendidikan 46,6 %
Jumlah Persentase 100 %
Berdasarkan data tersebut di atas di peroleh kesimpulan bahwa
mayoritas tingkat pendidikan penduduk Desa Karang Kepuh adalah tidak
menyelesaikan pendidikan dan yang kedua adalah Sekolah Dasar atau
sederajat.
Tabel 4
Keadaan penduduk berdasarkan jenis pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Karyawan / ABRI / PNS 109
2 Tani 274
3 Pertukangan 28
4 Buruh Tani 320
5 Pensiunan 6
6 Nelayan 680
7 Pemulung 6
8 Pedagang / Wirausaha 164
9 Jasa Lainnya 110
53
Jumlah keseluruhan data tersebut tidak berhubungan dengan
jumlah penduduk Desa Karang Kepuh, jumlah data tersebut merupakan
jumlah penduduk yang memiliki usia produktif atau usia masa kerja dan
penduduk yang sedang bekerja. Data tersebut bersifat relative atau hanya
sebagai sampel dari jumlah populasi yang ada.Berdasarkan data- data yang
sudah di kemukakan di muka dan data tersebut di atas dapat di simpulkan
bahwa sebagian besar penduduk Desa Karang Kepuh adalah Hasil Laut.
4.1.4. Admisnistrasi Desa
Secara umum pelaksanaan pada administrasi pemerintahan Desa
Karang Kepuh Kecamatan Bojonegara Kebupaten Serang sudah berjalan
baik.Adanya pembagian kerja yang jelas di sesuaikan dengan bidang dan
kemampuan aparaturnya.
Pada tingkat dusun pemerintahan desa di pimpin oleh Kepala Desa
atau Lurah dan dibantu oleh sekdes dan staf-staf yang telah di tunjuk
sebagai aparatur desa.Dalam pengumpulan data dan pengarsipan desa tertata
dan tercatat secara sistematis dan jelas dicatat pada arsip sesuai dengan jenis
data. Pelayanan terhadap warga akan kebutuhan ditangani oleh aparat yang
berwenang sesuai dengan keperluan dan kebutuhannya. Pemerintah Desa
Karang Kepuh Kecamatan Bojonegara Kabupaten Serang dalam jam
kerjanya dijalankan di Kantor Desa.Bidang – bidang kerja pemerintahan
desa tergambarkan secara jelas pada struktur pemeintahan desa.
4.2. Karakteristik umum Masyarakat Karang kepuh Bojonegara
Komunikasi erat kaitannya dengan budaya. Ketika proses komunikasi
berlangsung maka dalam proses itu pula dipengaruhi oleh budaya yang dianut
54
oleh komunikator dengan komunikan. Ketika komunikator dengan komunikan
memiliki budaya yang berbeda maka terjadilah komunikasi lintas budaya. Andrea.
I. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam bukunya Intercultural Communication, A
Reader bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi orang-orang yang
berbeda kebudayaan, misalnya sukubangsa, etnis, ras, dan kelas sosial. Samovar
dan Porter menjelaskan bahwa:
“Komunikasi antar budaya terjadi diantara produsen pesan dengan
penerima pesan yang latar belakang kebudayaan yang berbeda.”
(Samovar&Porter, 1976)
Pada umumnya masyarakat di Desa Karang Kepuh Bojonegara
mempunyai karakteristik yang ramah, saling menghormati, menghargai antar
warga. Hal ini bisa dilihat dari kegiatan sehari-hari baik dari masyarakat
pendatang atau masyarakat asli desa karang kepuh bojonegara. Pada umumnya
kehidupan masyarakat di Desa Karang kepuh Bojonegara dijalani dengan
harmonis, karena jarang terjadi konflik maupun kerusuhan yang mungkin sering
terjadi di desa yang banyak kaum trasmigrasi karena perbedaan prinsip-prinsip
budaya. Masyarakat Desa Karang Kepuh Bojinegara dari sisi latar belakang
budaya, pada umumnya di dominasi oleh berbgai macam etnis salah satunya etnis
Jawa Tengah dan Etnis Jawa Serang yang tergolong etnis pribumi.
4.2.1. Karakteristik Masyarakat Asal Jawa Tengah
Etnis Jawa merupakan salah satu etnis terbesar yang berdiam di
negara Indonesia. Sebagai buktinya, kemana pun bepergian ke bagian
pelosok penjuru negeri ini, pasti akan menemukan etnis Jawa yang
55
mendiami kawasan tersebut meskipun terkadang jumlahnya minoritas,
dengan kata lain di mana ada kehidupan di seluruh Indonesia etnis Jawa
selalu ada.
Etnis Jawa Tengah merupakan etnis yang berasal dari suku jawa asli.
Dari segi bahsanya maka orang Jawa memiliki bahasa daerahya sendiri.
Bahasa Jawa dipakai sebagian besar penduduk asal Jawa, kecuali Jawa
Barat, Tegal, Jawa Serang karena mungkin memiliki pelafalan yang cukup
berbeda.
Dalam hal ini bahasa Jawa digunakan dalam bahasa pengantar sehari-
hari. Melihat lebih jauh mengenai kebudayaan Jawa, orang Jawa memiliki
karakteristik yang memiliki sifat terbuka dan mudah sekali menerima
penngaruh dari luar, tetapi pengaruh dari luar tersebut mereka serap dengan
sedemikian rupa sehingga menjadi miliknya sendiri (Ekadjati, 1980:133).
Orang Jawa memiliki sifat sensitif serta optimis, sifat ramah saling
menghargai, menghormati dan suka mengalah, tidak jauh berbeda dengan
etnis yang ada pada umumnya, orang Jawa mayoritas memeluk agama islam
dan sangat menjunjung tinggi kaidah islam yang menjadi dasar pandangan
hidup dan diterapkan melalui tingkah laku mereka sehari-hari.
Dalam melakukan kehidupan sosial, sifat-sifat orang jawa memiliki
solidaritas serta cepat akrab dengan lingkungan mereka tinggal, kehidupan
yang mereka jalani hampir tidak adaa persaingan. Dalam tingkah laku pada
56
saat menjalani aktivitas sehari-hari orang Jawa selalu menjalankan nilai-
nilai moral yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Ciri khas Narimo ing pandum adalah salah satu konsep hidup yang
dianut oleh orang Jawa. Pola ini menggambarkan sikap hidup yang serba
pasrah dengan segala keputusan yang ditentukan oleh Tuhan.
Orang Jawa memang menyakini bahwa kehidupan ini ada yang mengatur
dan tidak dapat ditentang begitu saja. Setiap hal yang terjadi dalam
kehidupan ini adalah sesuai dengan kehendak sang pengatur hidup. Semua
hal yang terjadi tidak dapat terelakkan, apalagi melawan semua itu. Inilah
yang dikatakan sebagai nasib kehidupan. Dan, nasib kehidupan adalah
rahasia Tuhan, sebagai makhluk hidup tidak dapat mengelak. Orang Jawa
memahami betul kondisi tersebut sehingga mereka yakin bahwa Tuhan telah
mengatur segalanya. Pola kehidupan orang jawa memang unik banyak hal
positif yang diambil atau dicontoh dari orang Jawa. Bagi orang jawa, Tuhan
telah mengatur jatah penghidupan bagi semua makhluk hidupnya, termasuk
manusia.
Konsep hidup nerimo ing pandum ( urip ora ngoyo ) selanjutnya
mengisyaratkan bahwa orang Jawa hidup tidak terlalu berambisi. Jalani saja
segala yang harus di jalani. Tidak perlu terlalu ambisi untuk melakukan
sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat di lakukan. Orang Jawa tidak
menyarankan hal tersebut. Hidup sudah mengalir sesuai dengan koridornya.
Boleh saja mempercepat laju aliran tersebut, tetapi laju tersebut jangan
terlalu drastis. Perubahan tersebut hanya sebuah improvisasi atas kehidupan
57
yang lebih baik dari sebelumnya. Orang Jawa mengatakan dengan istilah
jangan ngoyo. Biarkan hidup membawamu sesuai dengan alirannya.
Bagi orang jawa hidup dan kehidupan itu sama dengan kendaraan. Dia akan
membawa kita pada tujuan yang pasti. Seperti air di dalam saluran sungai,
jika mereka mengalir biasa, maka kondisinya aman dan nyaman. Tetapi
ketika alirannya dipaksa untuk besar, maka aliran sungai tersebut tidak
aman lagi bagi kehidupan. Orang Jawa memahami hal tersebut sehingga
menerapkan konsep hidup jangan ngoyo. Ngoyo artinya memaksakan diri
untuk melakukan sesuatu. Jika memaksakan diri untuk melakukan sesuatu,
maka kemungkinan besarakan mengalami sesuatu yang kurang baik.
Ciri khas lain yang tak bisa di tinggalkan adalah sifat gotong royong atau
saling membantu sesama orang di lingkungan hidupnya apalagi lebih
kentara sifat itu bila bertandang ke pelosok pelosok daerah suku Jawa di
mana sikap gotong royong akan sering terlihat dalam suasana baik suka
maupun duka.
Pola kehidupan orang jawa memang telah tertata sejak nenek moyang.
Berbagai nilai luhur kehidupan adalah warisan nenek moyang yang adi
luhung, dan semua itu dapat diketahui wujud nyatanya. Bagaimana
eksistensi orang jawa terjaga begitu kuat sehingga sampai detik ini pola-pola
tersebut tetap ada dalam kehidupan. Pola hidup kerjasama ini dapat kita
ketemukan pada kerja gotongroyong yang banyak diterapkan dalam
masyarakat Jawa. Orang Jawa sangat memegang teguh pepatah yang
mengatakan: ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Ini merupakan
58
konsep dasar hidup bersama yang penuh kesadaran dan tanggungjawab.
Maka perlu diketahui bahwa kehidupan orang jawa memang begitu spesifik,
dari sekian banyak suku bangsa di Indonesia, bahkan yang ada di dunia,
orang Jawa mempunyai pola hidup yang berbeda. Kebiasaan hidup secara
berkelompok menyebabkan rasa diri mereka sedemikian dekat satu dengan
lainnya, sehingga saling tolong menolong merupakan sebuah kebutuhan
Mereka selalu memberikan pertolongan kepada orang lain yang
membutuhkan pertolongan. Bahkan dengan segala cara mereka ikut
membantu seseorang keluar dari permasalahan,
Ngajeni pada orang yang lebih tua hal lain yang tidak dapat diabaikan
adalah sikap hidup orang Jawa yang menejunjung tinggi nilai-nilai positif
dalam kehidupan. Dalam interaksi antar personal di masyarakat, mereka
selalu saling menjaga segala kata dan perbuatan untuk tidak menyakiti hati
orang lain. Mereka begitu menghargai persahabatan sehingga eksistensi
orang lain sangat dijunjung sebagai sesuatu yang sangat penting. Mereka
tidak ingin orang lain atau dirinya mengalami sakit hati atau terseinggung
oleh perkataan dan perbuatan yang dilakukan sebab bagi orang
Jawa, ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono artinya, harga diri
seseorang dari lidahnya (omongannya), harga badan yang dinilai dari
pakaian yang digunakan.
4.2.2 Karakteristik Jawa Serang
Pada Sejarahnya Provinsi Banten adalah sebuah provinsi di Pulau
Jawa, Indonesia. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa
59
Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2000.Pusat pemerintahannya berada di Kota
Serang. Provinsi ini memiliki delapan kabupaten/kota, yakni Kabupaten
Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang
ditambah Kota Tangerang, Kota Serang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang
selatan.Pada kabupaten Serang terdapat sebuah desa yang bernama Desa
Karang Kepuh Bojonegara didalamnya banyak masyarakat yang mengatakan
diri mereka sebagai “ Jawa Serang”. Seperti halnya etnis lain masyarakat
yang pada dasarnya merupakan masnyarakat Banten ini memliki karakteristik
yang khas misalnya saja dalam penggunaan Bahasa.
Menurut sejarahnya, bahasa Jawa Banten mulai dituturkan di zaman
Kesultanan Banten pada abad ke-16. Di zaman itu, bahasa Jawa yang
diucapkan di Banten tiada bedanya dengan bahasa di Cirebon, sedikit diwarnai
dialek Banyumasan. Asal muasal kerajaan Banten memang berasal dari
gabungan kerajaan Demak dan Cirebon yang berhasil merebut wilayah pesisir
utara Kerajaan Pajajaran. Namun, bahasa Jawa Banten mulai terlihat bedanya,
karena daerah penuturannya dikelilingi daerah penuturan bahasa
Sunda dan Betawi.
Bahasa ini menjadi bahasa utama Kesultanan Banten (tingkatan bebasan)
yang menempati Keraton Surosowan. Bahasa ini juga menjadi bahasa sehari –
harinya warga Banten Lor (Banten Utara).Bahasa Jawa Banten atau bahasa
Jawa dialek Banten ini dituturkan di bagian utara Kabupaten Serang, Kota
Serang, Kota Cilegon dan daerah barat Kabupaten Tangerang. Dialek ini
60
dianggap sebagai dialek kuno juga banyak pengaruh bahasa Sunda dan
Betawi. Tetapi ada beberapa bagian di daerah Banten yang juga menggunakan
Bahasa Sunda untuk daerah tengah, barat dan selatan, masyarakat banten lebih
dekat menuturkan dengan bahasa sunda. meskipun sunda yang ada pada
masyarakat banten (di telinga orang priyangan begitu kasar) karena pilihan
kata yang berbeda seperti perempuan disebut dengan ewean yang artinya yang
biasa disenggamai, ataupun bikang yang artinya barang perempuan. atau
banyak kata-kata lainnya. tetapi justru bahasa sunda yang ada di banten
merupakan bahasa sunda yang tidak terpengaruh jawa (baik mataram, demak
ataupun cirebon) sebagaimana sunda priyangan yang mengenal strata bahasa.
Pada beberapa kata di atas merupakan bahasa percakapan yang sifat
sangat lokal, artinya, terkadang kata di satu kampung berbeda dengan
kampung lainnya. sehingga bahasa jawa di banten termasuk daerah yang
dinamika bahasa percakapannya tinggi.Dalam bahasa Jawa dialek Banten
(Jawa Serang), pengucapan huruf „e‟, ada dua versi. ada yang diucapkan „e‟
saja, seperti pada kata “teman”. Dan juga ada yang diucapkan „a‟, seperti pada
kata “Apa”.
Daerah yang melafalkan “a” adalah kecamatan
Keragilan, Kibin, Cikande, Kopo, Pamarayan, dan daerah timurnya.
Sedangkan daerah yang melafalkan „e‟ adalah kecamatan Serang, Cipocok
Jaya, Kasemen, Bojonegara, Kramatwatu, Ciruas, Anyer, dan seberang
baratnya.
61
Contoh :
„kule‟, dibaca „kula‟ atau „kule‟. (artinya, saya)
„ore‟, dibaca „ora‟ atau „ore‟. (artinya, tidak)
„pire‟, dibaca „pira‟ atau „pire‟ (artinya, berapa)
Ciri Khas lainnya dari orang Jawa Serang pada umumnya hampir sama
dengan Jawa pada umumnya mudah bergaul, saling, menghargai,
menghormati, saling membantu tetapi ada sifat lain yaitu cenderung agresif,
memberontak tetapi memiliki pemikiran yang cerdas. Hal ini mungkin
diwariskan oleh nenek moyang Banten yang merupakan suku yang dilintasi
banyak kerajaan sehingga banyak peperangan yang terjadi, jiwa pahlawan
yang masih menurun.
4.3 Proses- Proses Interaksi Sosial
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gillin dan Gillin dalam Soekanto
(2002 : 71-104), menjelaskan bahwa ada dua golongan proses sosial sebagai
akibat interaksi sosial, yaitu proses disasosiatif dan proses sosail asosaitif. Setelah
penulis melakukan penelitian di Desa Karang Kepuh Bojonegara, penulis sering
kali menemukan interaksi berupa komunikasi yang terjalin sangat intensif.
Bahkan banyak diantara mereka yang tergabung dalam suatu kegiatan sosial.
Kegiatan sosial seperti kerja bakti maupun gotong royong hal ini sering dilakukan
agar terjalin silaturahmi, komunikasi yang baik dan tidak terjadi diskriminasi atau
perbedaan golongan dari masyarakat Jawa Tengah dengan Jawa Serang.
62
Dahulu terdapat perbedaan yang mencolok antara masyarakat pendatang
yaitu etnis Jawa Tengah dengan Jawa Serang seolah ada jurang pemisah diantara
keduanya. Salah satu narasumber yaitu Ibu Erlis berpendapat bahwa:
“Pernah ada keluarga dari masyarakat asli desa setempat yaitu Jawa
serang yang enggan menikahkan anaknya jika itu tidak berasal dari
Masyarakat pendatang. Tetapi sekarang sudah tidak terjadi karena saya
menikah dengan suami saya yang berasal dari Yogyakarta”.(Erlis)5
Meskipun demikian, seperti apa yang sudah penulis katakan di atas, saat ini
memang keadaan masyarakat desa Karang Kepuh Bojonegara sudah jauh lebih
baik, namun penulis masih bisa menemukan beberapa konteks yang dapat
digolongkan sebagai Proses Asosiatif dengan Disasosiatif
4.3.1 Proses Asosiatif
Proses asosiatf yang merupakan proses yang terjadi saling pengertian
dan kerja sama, timbal balik antara orang per orang atau kelompok satu
dengan yang lainnya, dimana proses ini mencapai tujuan bersama. Dalam
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dilapangan maka penulis
menjabarkan di bawah ini:
a) Kerja sama ( Coorperation) adalah usaha bersama antara individu
atau kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Dalam penelitian ini kerja sama yang dilakukan di Desa Karang
Kepuh Bojonegara biasanya berkesinambungan dalam konteks sosial
Salah satu ciri khas masyarakat desa pada umumnya yang juga
terlihat di desa Karang Kepuh Bojonegara adalah gotong royong atau
63
kalau dalam bahasa Jawa Tengah lebih dikenal dengan istilah
“sambatan” . uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta
mereka akan langsung bahu membahu meringankan beban
tetangganya yang sedang kesusahan. Atau misal sedang terjadi
Hajatan yang dilakukan oleh salah seorang penduduk, mereka tidak
memperhitungkan kerugian materiil yang diperlukan untuk membantu
orang lain. Saling membawakan makanan, hiburan agar acara
tersebut meriah. Misalnya saja ada yang sedang melakukan khitanan
maka beberapa tetangga akan dating bergotong royong membawa
atau membantu “si punya hajat” dalam menyiapkan sajian untuk para
tamu.
“Ya kalo ada yang hajatan mau kawinan, nyunatin biasanya disini
ada yang pada bawain beras, telor, minyak, atau sayuran lain buat
makanan hajatan, ntar mulangin istilahnya jadi keutangan, kalo
pas ada yang hajat bawain beras ya dibawain beras lagi pas dia
hajat gitu neng, kalo duit ya duit lagi balikinnya”. (Dewi)6
Penulis berpendapat di sini masyarakat setempat tidak hanya
bergotong royong jika salah satu warga memilik hajat atau musibah
saja, tetapi dalam semua konteks sosial, diantaranya adalah kerja
bakti, pembenahan jalan serta pembuatan sarana dan prasarana umum,
agar masyarakat desa Karang Kepuh Bojonegara sejahtera secara
keseluruhan.
6 Hasil wawancara informan 6 Dewi, lampiran hal.107
64
Gambar 4.1
Kegiatan Pembenahan Jalan serta Irigasi
Dalam komunikasi dengan konteks sosial ini masyarakat dari Jawa
Tengah dengan Jawa Serang akan bertemu dan berinteraksi. Dalam
konteks ini juga terlihat karakteristik masyarakat desa, yaitu sikap
kekeluargaan dimana sudah menjadi karakteristik khas dari desa pada
umumnya. Seperti gambar di atas maka kekeluargaan tersebut dapat
tercipta setiap harinya dengan bergotong royong, kerja bakti, hingga
posyandu yang dilakukan ibu-ibu sebanyak satu bulan sekali.
“disini mah cuma ada bidan rumah sakit jauh, jadi sebulan sekali
ada posyandu dirumah ibu lurah, anak-anak pada imunisasi,
nimbang, ibunya juga kadang sekalian pada KB” (Dewi)7
7 Hasil wawancara informan 6 Dewi, lampiran hal.107
65
Gambar 4.2
Kegiatan Posyandu
b) Akomodasi (Accomodation) adalah proses sosial dengan dua makna,
pertama adalah proses sosial yang menujukan pada suatu keadaan
yang seimbang dalam interaksi sosial terutama yang ada hubungannya
dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di masyarakat
Kedua, adalah menuju pada suatu proses yang sedang berlangsung.
Sesuai dengan penjabaran diatas maka fakta disesuaikan dilapangan
yang ada di Desa Karang Kepuh Bojonegara dapat dilihat melalui
konteks keagamaan, konteks politik, konteks ekonomi.
Konteks Keagamaan
Jika dilihat dari konteks keagamaan, biasanya masyarakat
pedesaan dikenal sangat religious, Artinya, dalam keseharian
mereka taat menjalankan ibadah agamanya, secara kolektif,
maksud kolektif disini ketika solat Ied maka mereka tidak ada
perbedaan dilakukan secara bersama-sama dan secara tentram
dan rukun, mereka juga mengaktualisasikan diri ke dalam
66
kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan dalam hal ini
baik masyrakat pendatang maupun masyarakat asli berbaur
dalam kegiatan keagamaan, misalnya: tahlilan, rajaban,
ceramah, tabligh akbar rebanaan. Dalam kegiatan keagamaan
menurut penulis adalah merupakan salah satu contoh dari
komunikasi kelompok. Dimana bertindak sebagai penyampai
pesan atau komunikator adalah ustadz atau kyai yang
biasanya merupakan sesepuh dari desa Bojonegara.
Masyarakat pendatang seperti Jawa Tengah biasanya
mengikuti kegiatan keagamaan yang ada di desa setempat
saja karena menurut mereka tidak ada perbedaan yang cukup
signifikan dari daerah asal mereka atau di desa tempat
mereka tinggal saat ini.
Konteks Politik
Bentuk kerjasama lainnya dalam kegiatan politik tentu saja
masyarakat mayoritas yaitu etnis Jawa Serang yang
mendominasi hal ini, tetapi tentu saja dari kalangan-kalangan
yang secara turun-temurun memiliki kekuasaan hal ini dapat
dilihat dari latar belakang seseorang yang ingin menjadi
aparat atau bagian dari politik desa. Biasanya seseorang yang
terpilih menjadi calon dalam politik desa akan membentuk
kelompok-kelompok tertentu untuk membantu memenangkan
misinya. Tidak hanya mendekatkan diri dengan warga
67
pribumi tetapi juga mendekatkan diri kepada warga
pendatang yaitu Jawa Tengah agar mereka mau memberikan
suara hak pilih mereka dalam pemilihan. Hal ini terlihat
ketika ingin pemilihan Lurah untuk Desa Bojonegara.
“Saya merasa senang di desa ini cukup banyak warga
pendatang karena saya bisa mendekatkan diri agar mereka
lebih mengenal dan memilih calon yang saya jagokan atau
memberikan hak suaranya di pemilihan lurah, tetapi warga
yang berhak memilih tentu saja warga yang telah terdaftar
namanya di kantor desa. Bahkan sering kali mungkin
money politic, bisa dimainkan meskipun tidak hanya untuk
warga pendatang saja. He he he….” (Rizal Hidayat).8
Selain itu kerjasama yang terjadi di desa pada umumnya yaitu
gotong royong, kerja bakti membersihkan lingkungan desa
yang dilakukan rutin sebanyak dua sampai tiga kali dalam
sebulan, melakukan ronda setiap malam, kegiatan-kegiatan
perayaan lain seperti agustusan, atau perayaan hari besar
dilakukan secara bersamaan dan tidak membedakan semua
masyarakat yang tinggal di desa ikut memeriahkan.
8 Hasil wawancara informan 5 Rizal Hidayat, lampiran hal.104
68
Gambar 4.3
Kegiatan Perlombaan Catur
Cooley dalam Soekanto (2004 : 72-73) mengemukakan
kerjasama timbul jika orang menyadari bahwa mereka
mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama pada saat
yang bersamaan, mempunyai cukup pengetahuan dan
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan.
Konteks Ekonomi
Desa Karang Kepuh Bojonegara terletak di dataran rendah,
namun merupakan daerah yang cukup strategis. Lokasinya
baik digunakan untuk lahan pertanian, selain itu desa
Bojonegara juga dekat dengan pesisir pantai, meskipun saat
ini sudah banyak pabrik-pabrik yang didirikan di sekitar desa.
Namun, terbukti dengan masyarakat asli Jawa Serang ini
memiliki pekerjaan sebagian besar adalah petani dan nelayan.
69
Bentuk lain dari faktor ekonomi yang terjadi antara
masyarakat etnis Jawa Tengah dengan Jawa Serang yaitu
Jawa Tengah sebagai etnis pendatang mereka tidak menjadi
petani atau nelayan tetapi untuk menghidupi kebutuhan
sehari-hari masyarakat Jawa Tengah ini memilih berdagang,
atau menjadi pegawai pabrik setempat. Salah satu narasumber
berpendapat:
“saya lebih memilih berdagang bakso, waktu awal merantau
ke Bojonegara saya pernah mengikuti jejak kakak ipar sebagai
nelayan, tapi gak sanggup, hasil sedikit, resiko besar, sejak
saya itu saya berjualan bakso saja. Saya berjualan bakso
karna menurut saya keahlian saya ya disini,,dan saya juga
memang pernah bakso sebelumnya dikampung daerah saya
berasal.”(Andreas).9
Komunikasi yang penulis lihat dari faktor ekonomi di atas,
maka menurut penulis bukanlah komunikasi yang dapat
mendekatkan hubungan antara masyarakat pedatang dengan
masyarakat asli seperti Jawa Serang tetapi lebih kedalam
konteks ekonomi atau hanya sekedar hasil pendapatan yang
diperoleh. Padahal menurut Stewart L. Tubss dan Sylvia Moss,
ada lima indikasi dari komunikasi yang efektif, yaitu:
pemahaman berarti dalam proses komunikasi orang-orang yang
terlibat di dalamnya saling memahami apa yang diinginkan
atau dimaksud oleh lawan bicaranya. Pemahaman, dalam hal
ini seperti yang telah salah satu narasumber katakan, maka
9 Hasil wawancara informan 1 Andreas, lampiran hal.100
70
penulis berpendapat bahwa orang pendatang seperti etnis Jawa
Tengah lebih memilih menjadi wirastawan atau pegawai
dikarenakan memang mereka tidak memiliki keahlian dalam
bertani maupun nelayan.
“Gimana mau jadi petani neng, disini aja saya pendatang, gak
punya lahan, tanah yang ada disini juga punya warga asli sini
mereka juga makan dari hasil nyawah.” (Andreas) 10
Kesenangan yaitu bagaimana komunikasi itu tidak
saja memberikan informasi, tetapi juga dapat mempengaruhi
sikap dari komunikannya. Hubungan yang makin baik bersarti
terjalin silaturahmi dan merekatkan hubungan dan dibuktikan
melalui tindakan para komunikannya. Kesenangan melalui
sikap yang ditunjukan oleh para penduduk asli kepada
penduduk pendatang salah satunya adalah dagangan bakso
yang dijual oleh salah satu narasumber penulis laris manis,
setiap harinya habis terjual hal ini menunjukan konsumen suka
akan cita rasa bakso maupun pelayanan yang diberikan oleh
narasumber sebagai penjual bakso.
“dagangan saya tiap hari abis neng, katanya sih enak dan
trus pesaing disini juga gak terlalu banyak, harga ga mahal
Cuma 6000 semangkok, mending untung kecil tapi abis setiap
hari daripada jual mahal tapi nyisa prinsip jualan saya sih gitu
neng” (Andreas).
c) Asimilasi (Assimilation) proses sosial dengan taraf lanjut, ditandai
dengan usaha- usaha mengurangi perbedaan- perbedaan yang terdapat
10
Hasil wawancara informan 1 Andreas, lampiran hal.101
71
antara orang- per orang atau kelompok- kelompok manusia juga
usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan, sikap dan proses-proses
mental dengan memperhatikan kepentingan kepentingan serta tujuan
bersama. Beberapa sikap yang ditunjukan oleh masyarakat Karang
Kepuh Bojonegara antara lain:
Sikap Kekeluargaan
Sudah menjadi karakteristik bagi masyarakat desa bahwa
suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah “ mendarah-
daging” tidak terkecuali di desa Karang Kepuh Bojonegara.
Hal ini pun terlihat dalam kehidupan sehari-hari masayarakat
desa Karang Kepuh bojonegara yang memperlihatkan sikap
kekeluargaan, seperti contoh ada salah satu warga yang
terkena musibah, suatu hajat seperti menikahkan anaknya,
atau sekedar tasyakuran, biasanya para tetamgga di
lingkungan sekitar akan segera datang memberikan bantuan
baik secara materiil maupun tenaga misalnya secara materiil
mereka membawa makanan, sayur mayor atau sebagainya,
untuk yang terkena musibah misalnya mereka meberi
dukungan moral, dukungan materiil berupa uang tanpa
diminta terlebih dahulu atau sekedar bekerja bakti yang
diadakan dua sampai tiga kali dalam sebulan, jika sedang
dilakukan kerja bakti ibu-ibu sekitar tidak lantas berpangku
tangan tetapi mereka berinisiatif membuatkan makanan
72
ataupun minuman untuk bapak-bapak yang sedang
melakukan kerja bakti.
Gambar 4.4
Kegiatan Kerja Bakti Membangun Masjid
Menjunjung Tinggi Sikap Sopan Santun
Hal ini sangat terlihat sekali pada msyarakat desa Karang
Kepuh Bojonegara, dimana mereka bisa menempatkan sikap
mereka. Cotohnya seperti, mereka membedakan logat bahasa
yang digunakan saat mereka berbicara dengan orang yang
lebih tua, tidak hanya itu ketika orang Jawa Tengah dengan
Jawa Serang bertemu mereka menyesuaikan bahasa mereka
misalnya dengan Bahasa Indonesia saja untuk meminimalisir
kesalahpahaman karena perbedaan pembendaharaan bahasa
daerah masing-masing serta pelafalannya. Hal itu
dikarenakan setiap masyarakat pendatang maupun asli tidak
ingin menonjolkan identitas diri dari budaya mereka masing-
73
masing, mereka hanya ingin hidup rukun, tentram, serta
memajukan desa tempat mereka tinggal.
“mereka tidak mengedepankan budaya mana mereka
berasal, gak pingin menonjolkan atau mendominasi,
budaya mereka tetap ada tapi hanya sebagai identitas,
mereka tetap beradaptasi dengan siapa mereka
berhadapan”. (Rajudin)11
Sikap Saling Menghargai Orang Lain
Sesuai dengan sikap masyarakat desa pada umumnya,
masyarakat desa Karang Kepuh Bojonegara sangat menghargai
orang lain, mereka benar-benar memperhitungkan kebaikan
orang lain yang pernah diterimanya sebagai patokan untuk
membalas kebaikan orang tersebut tidak memandang orang
tersebut pendatang atau masyarakat asli desa Karang Kepuh
Bojonegara. Adanya sikap toleransi atau tenggang rasa yang
memberikan kebebasan orang lain, tidak memandang rendah
kebudayaan orang lain. Selain itu di desa Bojonegara baik
masyarakat pendatang maupun masyrakat asli memili rasa
empati yang tinggi dimana memiliki rasa “senasib-
sepenanggungan” dengan adanya rasa empati tersebut maka
timbulah semangat gotong royong dan sebagainya yang telah
dijabarkan dalam konteks sosial. Etnis Jawa Serang sebagai
penduduk asli di desa Bojonegara harus menerima serta
menghargai etnis lain yang dating ke wilayah desa Bojoengara,
11
Hasil wawancara informan pendukung Rajudin, lampiran hal.109
74
serta masyarakat pendatang seperti etnis Jawa Tengah juga
harus menghargai, menerima hal-hal apa saja yang sudah
menjadi tradisi serta budaya yang ada di desa Bojonegara.
Tidak membedakan harkat, martabat dan derajat yang dimiliki
seseorang serta menerima perbedaan latar belakang sosial
budaya, adat istiadat, profesi, dan sebagainya.
Sikap Demokratis
Sikap demokratis akan tercermin ketika masyarakat tidak
memiliki prinsip diferensiasi atau adanya perbedaan antara
etnis pendatang atau etnis Jawa Serang sebagai penduduk asli,
tidak adanya sifat diskriminatif antarbudaya. Hal ini akan
terjadi bila setiap etnis memberikan peluang secara adil kepada
seluruh lapisan budaya masyarakat meskipun terdapat
perbedaan. Contoh sikap demokratis selain dengan adanya
kebebasan mengemukakan pendapat tentu saja memberikan
peluang agar tercapai kata mufakat. Sejalan dengan adanya
perubahan struktur desa, pengambilan keputusan terhadap suatu
kegiatan pembangunan selalu dilakukan dengan musyawarah
dan mufakat. Dalam kehidupan sehari-hari apabila masyarakat
desa Karang Kepuh Bojonegara terdapat selisih paham maka
jalan yang ditempuh melalui musyawarah baik itu masalah
pribadi atau antar kelmpok, dan biasanya tokoh masyarakat
75
setempat yang menjadi penengah diantara orang yang
berselelisih.
Religius
Mayoritas masyarakat desa Karang Kepuh Bojonegara
adalah muslim dan dalam agama islam di anjurkan untuk
saling menjaga tali silaturahmi antar umat islam. Hal ini
terlihat dalam berbagai kegiatan keagaamaan seperti
pengajian, tabligh akbar, Yasinan, Rebanaan. Ibu Dewi
mengatakan:
“Kalo kegiatan rebanaan biasanya juga jadi ajang lomba
antar desa pada saat acara agustusan, tetapi kalo pengajian
ibu-ibu biasanya rutin satu minggu sekali di masjid”.12
Gambar 4.5
Kegiatan Rebanaan
Yang melakukan kegiatan seperti ini tidak hanya
masyarakat penduduk asli Jawa Serang tetapi penduduk
pendatang Jawa Tengah juga boleh bergabung dalam
12
Hasil wawancara informan 6 Dewi, lampiran hal.106
76
kegiatan-kegiatan tersebut. Selain untuk menyambung tali
silaturahmi selain itu juga kegiatan-kegiatan tersebut sudah
menjadi kebudayaan di desa Karang Kepuh Bojonegara.
4.3.2. Proses Disasosiatif
Proses Disasosiatif merupakan proses pwerlawanan yang dilakukan
individu atau kelompok dalam proses sosial diantara mereka. Adapun proses
disasosiatif yang ada didesa Karang Kepuh Bojonegara
a) Sikap Mudah Curiga
Pada umumnya masyarakat desa memiliki sikap yang
mudah curiga kepada orang lain mengenai suatu hal yang
dianggap asing bagi mereka. Hal ini menjadi salah satu faktor
penghambat komunikasi antarbudaya. Misalnya saja di desa
Karang Kepuh Bojonegara masih terdapat salah satu gunung
yang memiliki nilai sejarah dan mitos yang tinggi masyarakat
disana masih sering melakukan ziarah kubur, tetapi masyarakat
pendatang seperti etnis Jawa Tengah cukup asing melihat hal ini
karena mereka berpikir di era modern ini dan Bojonegara sudah
terletak dekat dengan kota Cilegon masih melakukan ritual
tersebut. Rizal Hidayat mengatakan:
“Biasanya warga yang pendatang sih jarang mengikuti
ziarah kubur tetapi kalo pengajian, yasinan mereka
berbaur dengan kami masyarakat asli Serang ini,menurut
saya seharusnya mereka tidak perlu curiga karena Serang
77
di Bojonegara ini merupakan Jawa Pesisiran sehingga
sering disebut sebagai Jaseng, di Jawa manapun masih ada
ritual ziarah kubur meskipun tidak semua orang
melaksanakan, karena itu hanya sebuah tradisi.13
Sikap mudah curiga tersebut membawa masyarakat etnis
Jawa Tengah dengan Jawa Serang terdapat gesekan- gesekan
persoalan. Etnis Jawa Tengah yang telah berpikir modern ini
beranggapan ziarah kubur mungkin adalah “memuja”, tetapi
untuk orang Jaseng itu sendiri mereka hanya melaksanakan
tradisi dan kebudayaan yang telah ada secara turun temurun.
b) Prasangka sosial
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari antara
masyarakat Jawa Tengah dengan Jawa Serang juga terdapat
prasangka sosial, yang memiliki beberapa sebab, antara lain:
Kepentingan, jika terjadi benturan kepentingan antara satu
orang dengan orang lain terlebih orang tesebut berasal dari
kelompok atau golongan yang berbeda, maka prasangka
sosial mudah terjadi.
Misalnya saja dalam masalah pemilihan kepala desa atau
pejabat daerah setempat, calon-calon dari kepala desa
tersebut merupakan warga asli Jawa Serang. Mereka dapat
memenangkan jabatan tersebut terkadang dianggap karena
bermain curang atau sebagainya saat pemilihan. Rizal
Hidayat mengatakan
13
Hasil wawancara informan 5 Rizal Hidayat, lampiran hal. 105
78
“Jika dalam hal kepentingan pemilihan pejabat daerah
mungkin kecurangan bisa terjadi, atau hal-hal yang diluar
nalar pun bisa dilakukan, money politic dan sebagainya,
atau turunan siapa pada dahulunya”.14
maka hal ini akan menimbulkan omongan-omongan miring
dari warga sekitar. Misalnya ada yang beranggapan main
dukun atau sebagainya sehingga menimbulkan konflik batin
yang merugikan.
Faktor kurangnya pengetahuan dalam masyarakat. Dalam
penjelasan ini, penulis menjelaskan bahwa prasangka sosial
dapat menimbulkan konflik batin dalam bermasyarakat.
Meskipun demikian seharusnya perbedaan yang terjadi
antara kedua masyarakat tersebut tidak menjadi masalah
yang signifikan. Misalnya dalam hal pemilihan pejabat desa
, seharusnya orang yang memiliki pengetahuan harus secara
cermat menyelidiki latar belakang para calon pejabat desa
tersebut, mengenal secara baik.
Tetapi dengan seiring perkembangan pengetahuan
masyarakat sepertinya hal-hal tersebut sudah jarang terjadi,
meskipun masih terjadi tetapi tidak seperti dahulu.
c) Stereotype, dari hasil pengamatan penulis, ada beberpa
stereotype yang dilekatkan pada masyarakat Jawa Serang
maupun masyarakat pendatang seperti Jawa Tengah.
14
Hasil wawancara informan 5 Rizal Hidayat, lampiran hal. 104
79
Masyarakat Jawa Serang terkenal sangat religious dan
terkadang selalu mewarisi secara turun temurun tidak hanya
budaya tetapi juga kekuasaan seperti jabatan, mungkin banyak
yang menilai ingin memperkaya diri sendiri.atau misalnya
penduduk Jawa Tengah yang sikapnya lebih tenang dan jika
diam yang dianggap “setuju” sedangkan sebaliknya sebagai
masyarakat pribumi Jawa Serang lebih agresif dalam
mengukakan pendapat dan lebih berani mengungkapkan apa
yang menurutnya tidak benar.
80
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Interaksi antarbudaya adalah hubungan antara individu dengan
individu atau kelompok dengan kelompok yang memiliki latar
belakang kebudyaan yang berbeda yang saling mempengaruhi,
serta adanya hubungan timbal balik. Dalam kegiatan sehari-hari di
Desa Karang Kepuh Bojonegara tidak terdapat perbedaan yang
signifikan semua kegiatan berjalan harmonis hanya saja masih
terdapat sedikit perbedaan tetapi masyarakat Jawa Tengah
menyesuaikan adat istiadat atau kebudayaan tempat dimana mereka
tinggal.
2) Faktor-faktor yang terdapat dalam proses interaksi terbagi menjadi
dua yaitu proses asosiatif dengan proses disasosoatif yang menjadi
proses disasosiatif dalam interaksi antarbudaya seperti stereotype,
keterasingan, serta ketidakpastian.
80
81
5.2 Saran
Mengacu pada pandangan Wilbur Schramm ( Mulyana&Rakhmat,2010) yang
menjelaskan Syarat-syarat Komunikasi antarbudaya yang efektif, komunikasi
antarbudaya Jawa Tengah dengan Jawa Serang seharusnya :
1. Menghormati budaya lain apa adanya, bukan sebagaimana kita
kehendaki. Sebuah budaya adalah cara hidup yang telah
dijalankan
2. orang sehingga mereka hidup menurut kehendak mereka. Tidak
ada kebudayaan yang tidak baik, oleh karena itulah semuanya
perlu dihormati. Dengan mengurangi etnosentrisme dan tidak
menganggap budaya sendiri lebih tinggi dari budaya orang lain.
3. Menghormati hak anggota budaya lain untuk bertindak berbeda
dari cara kita bertindak. Dengan memandang orang lain tidak dari
perspektif budaya kita, namun berfikir bahwa seseorang bertindak
dengan baik menurut budaya yang dianutnya walaupun berbeda
bahkan bertentangan dengan budaya kita. Memahami budaya lain
seperti orang Jawa Tengah memahami ke agresifan orang Jawa
Serang.
4. Sebagai warga masyarakat yang heterogen, hendaknya setiap
warga harus memiliki sikap saling menhormati dan saling
menghargai perbedaan-perbedaan yang ada. Jangan menjadikan
82
perbedaan tersebut menjadi keterbatasan dalam komunikasi.
Karena indahnya kebersamaan berdampingan dengan adanya
perbedaan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
RinekaCipta.
Keesing M. Roger. 1992. Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT Gramedia.
Liliweri Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Meleong Lexy. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mcquail Dennis.2009. Teori Komunikasi Massa. Salemba Humanika.
Mulyana, Deddy.2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Kriyantono,Rachmat, 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana.
Sihabudin Ahmad. 2011. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta: Bumi Aksara.
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi
Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Suparlan Parsudi. 2005. Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan: Perspektif
Antropologi Perkotaan. Yayasan Pengembangan Ilmu Kepolisian: Jakarta.
83
84
Website :
Stefanusdiptya.2009.24 RekorDunia Indonesia yangTidakDimiliki Negara
Manapun.Steafnusdiptya.wordpress.com. 12 Oktober 2015. 01.15 Wib
2013.NegeriPesona.http://www.negeripesona.com/2013/09/nama-kabupaten-kota-di-
provinsi-banten.html, 12 Oktober 2015, 01.30 WIB
Skripsi danTesis:
Linda Sumilat Paembonan. 2001. Interaksi Dalam Proses Belajar Antar Budaya
(Studi Kasus Peserta Pendidikan dan Pelatihan Luar Negeri Departemen Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah di Jepang). Program Pascasarjana Bidang Ilmu
Komunikasi Universitas Indonesia.
Fauzanah Fauzan El Muhammady. 2001. Kompetensi Komunikasi Antarbudaya
Dalam Proses Interaksi Kaum Pedagang ( Studi Kasus`Pada Proses Interaksi
Kaum Pedagang Etnis Padang dan Etnis Sunda di Pasar Mayestik Jakarta
Selatan). Program Pascasarjana Bidang Ilmu Komunikasi Universitas
Indonesia.
Dindin. 2013. Komunikasi Antarbudaya Kuncen dan Pengunjung Banten Girang dan
Banten lama. Program Sarjana Bidang Ilmu Komunikasi Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
85
Yuvantinus Effrem W. Proses Adaptasi budaya mahasiswa perantau (Studi Kulaitatif
Pada Mahasiswa Asal Kupang, Palu, Pringsewu, dan Singkawang di FISIP UI).
Program Sarjana Bidang Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia.
85
LAMPIRAN
86
Lampiran 1
Hasil Wawancara Informan 1. Erlis
Wawancara dengan Ibu Erlis, 35 Tahun
Senin 23 November 2015 Pukul 13.34 WIB
Lokasi : Di kediaman Ibu Erlis
Situasi : Waktu siang hari saat Ibu Erlis sedang beristirahat di rumahnya
bersama dengan ketiga anaknya.
T : Assalamualaikum bu, maaf mengganggu minta waktunya sebentar
J : Iya neng, silahkan masuk, sin eng yang pernah KKM disini yah waktu itu?
T : Iya bu benar, sekarang saya sedang mengadakan penelitian bu untuk skripsi,
boleh saya wawancara ibu tentang perbedaan budaya antara warga asli atau Jawa
Serang dengan pendatang khususnya Jawa Tengah
J : Baik neng silahkan, kebetulan suami saya juga pendatang dari Yogyakarta
T : Wah, kebetulan sekali bu, sudah berapa lama ibu menikah sama bapak?
J : Sudah 17 tahun neng,
T : Sudah cukup lama ya bu, pertama kali ibu kenal bapak darimana? Bapak kan
berbeda daerah?
J : Dulu saya tinggal di Cilegon neng, tinggal sama kakak saya disana, trus
tetanggaan dengan bapak hingga kenal dan dekat
T : Oh seperti itu bu, pertama kali kenal sama bapak ada kesulitan gak bu pas
komunikasi?
J : Banyak neng, ibu malah gak ngerti si bapak ngomong apa, logat jawanya
masih kental neng, kalo si bapak ngomong Jawa ibu mencernanya sedikit-sedikit atau
engga nanya sama bapak artinya apa, kadang si bapak juga langsung ngomong bahasa
Indonesia aja sih neng
T : Ibu pernah ngobrol dengan bapak pake bahasa Serang?
J : Ya pernah tapi si bapak juga nanya sebaliknya artinya apa
87
T : oh gitu bu, semenjak nikah dengan bapak , ibu langsung tinggal di desa ini?
Di Bojonegara?
J : Awalnya masih ngontrak neng di Cilegon kira-kira setaun, trus ibu dibuatkan
rumah sama emak saya neng, ya saya pindah ke Bojonegara
T : Tapi bu, waktu ibu menikah sama bapak ada pertentangan gak sih bu? Kan
beda budaya?
J :“Pernah ada keluarga dari masyarakat asli desa setempat yaitu Jawa serang
yang enggan menikahkan anaknya jika itu tidak berasal dari Masyarakat pendatang.
Tetapi sekarang sudah tidak terjadi karena saya menikah dengan suami saya yang
berasal dari Yogyakarta”
T : Ibu pernah pulang kampung ke Yogyakarta?
J : Pernah neng, rutin sih biasanya setaun sekali pas lebaran, suami ngajak
pulang ke Yogya, tapi udah dua tahun ini ibu ga pulang
T : Ada kesulitan gak bu buat ngatasin perbedaan budaya antara ibu sm bapak?
J : Yang paling susah sih bahasa neng tapi kalo yang lain sih gak ada, kalo saya
lagi di Yogya ya biasa aja karna kan gak lama paling seminggu disana
T : Trus gimana respon keluarga ibu atau tetangga sekitar dengan bapak bu?
J : Kalo bapak sih biasanya ngikutin aja apa yang ada di daerah sini, kalo
bahasa ya bapak pake Bahasa Indonesia. Neng sudah dulu yak anak saya menangis
T : Baik bu, terima kasih untuk waktunya , kalo saya mau ketemu bapak kira-
kira jam berapa ya bu?
J : Sore neng jam 5an neng balik aja kesini
T : Terima kasih bu, saya pamit
J : Assalamualaikum
T : Waalaikumsalam
88
Lampiran 2
Hasil Wawancara Informan 2. Waskija
Wawancara dengan Bapak Waskija, 45 Tahun
Senin 23 November 2015 Pukul 15.50 WIB
Lokasi : Di kediaman Bapak Waskija
Situasi : waktu sore hari saat Bapak Wakija sedang beristirahat di rumahnya
setelah pulang kerja di teras rumah.
T : Assalamualaikum Pak
J : Waalaikumsalam neng,
T : Iya pak maaf ganggu istirahatnya, mau wawancara tentang interaksi budaya
pak
J : Iya neng sini duduk tadi ibu udah cerita
T : He he ..iya pak, bapak kerja dimana emang pak?
J : Saya pegawai pabrik neng di SPIS
T : Bapak pindah ke daerah sini karna pekerjaan?
J : Iya neng, awalnya bapak mah ngekos di Cilegon deket sama rumah kakanya
si Ibu, trus abis nikah sama si Ibu , bapak pindah kesini
T : Oh gitu pak, waktu sebelum nikah bapak tinggal sendirian kan di Cilegon?
Pasti ada perbedaan bahasa atau yang lainnya kan pak?
J : Banyak neng, apalagi bahasa ada yang pake bahasa Sunda, Bahasa
Indonesia, Bahasa Jawa Serang, waktu bapak baru kenal sama ibu juga susah neng
ngerti bahasa yang ibu pakai. Kalo budaya mah saya menyesuaikan aja gak terlalu
banyak ngerti juga neng apalagi pas udah nikah saya punya kependudukan di desa ini
ya ngikutin aja aturan yang ada.
T : Ehm gitu, tapi bapak sering pulang kampung?
89
J : Sering neng, ya setaun sekali lah bapak nyempetin pulang ke Yogya sm
keluarga ajak anak istri karna keluarga bapak mayoritas si Yogya yah disini mah
istilahnya merantau neng, tapi dapet rezeki sama Jodoh disini neng
T : Semenjak bapak tinggal disini pernah gak ngalamin kesalahpahaman sm
masyarakat sekitar?
J : Alhamdulillah sampe sekarang mah gak ada neng, bapak mah ikutin aturan
yang ada aja, kalo lagi ada kegiatan gotong royong, pengajian atau apa bapak mah
ngikut aja
T : Ada gak sih budaya Yogya yang masih bapak pertahankan semenjak tinggak
didesa ini?
J : Kalo budaya gak banyak sih neng, paling juga bapak mah masakan aja suka
minta dimasakin sama ibu gudeg, dulu si ibu gabisa tapi bapak suruh belajar masak
gudeg, soalnya jarang ada yang jual neng di daerah sini jadi bapak nyruruh ibu
masak.
T : Wah berarti bapak suka gudeg banget dong ya? Trus selain itu apalagi pak?
Kalo sama masyarakat yang lain bapak sering melakukan interaksi?
J : Yah neng kalo makanan mah bapak suka kangen sama gudeg, suka yang
manis , kalo yang lain mah bapak ngikut aja apalagi kalo masalah interaksi sama
warga ya ngikut aja neng, pas gotong royong, kalo ada yang hajatan ,ronda paling
gitu neng ketemunya sama warga yang lain, namanya juga merantau neng ya jaga
sikap sopan santun, menghargai aja sikap orang Jawa pada umumnya.
T : Oh seperti itu pak, terima kasih ya pak untuk informasi dan waktunya
J : Iya neng, semoga lancar ya penelitiannya
T : Terima kasih Pak
90
Lampiran 3
Hasil Wawancara Informan 3. Andreas
Wawancara dengan Bapak Andreas, 40Tahun
Selasa 24 November 2015 Pukul 08.00 WIB
Lokasi : Di kediaman Bapak Andreas
Situasi : Waktu Pagi hari disaat Pak Andreas sedang mepersiapkan gerobak
baksonya untuk berjualan.
T : Assalamualaikum pak, maaf ganggu boleh minta waktunya, saya sedang
melakukan wawancara untuk penelitian
J : Iya neng silahkan, tapi saya sambil ngerapiin gerobak bakso ya neng
T : Iya pak gapapa silahkan, bapak asli Bojonegara atau pendatang pak?
J : Saya pendatang neng dari Solo
T : Bapak udah berapa lama tinggal disini?
J : Baru dua setengah tahun neng, kesini ikut kakak ipar saya mau coba
peruntungan baru aja neng
T : disini bapak tinggal ngontrak, sama kakak ipar bapak, atau sudah punya
rumah sendiri?
J : Dulu waktu awal kesini saya ngontrak neng, pas setaun jualan bakso saya
bisa bangun rumah neng
T : Wah cukup sukses ya pak jualannya. Kenapa bapak memilih dagang bakso?
J : Ya Alhamdulillah neng, “saya lebih memilih berdagang bakso, waktu awal
merantau ke Bojonegara saya pernah mengikuti jejak kakak ipar sebagai nelayan, tapi
gak sanggup, hasil sedikit, resiko besar, sejak saya itu saya berjualan bakso saja.Saya
berjualan bakso karna menurut saya keahlian saya ya disini,,dan saya juga memang
pernah bakso sebelumnya dikampung daerah saya berasal”
T : Kalo nelayan menurut bapak beresiko dan hasil nya sedikit, kenapa gak
bertani pak?
91
J : Gimana mau jadi petani neng, disini aja saya pendatang, gak punya lahan,
tanah yang ada disini juga punya warga asli sini mereka juga makan dari hasil
nyawah.
T : Setiap hari jualan pak? Abis terus dagangannya?
J : dagangan saya tiap hari abis neng, katanya sih enak dan trus pesaing disini
juga gak terlalu banyak, harga ga mahal Cuma 6000 semangkok, mending untung
kecil tapi abis setiap hari daripada jual mahal tapi nyisa prinsip jualan saya sih gitu
neng
T : Oh seperti itu pak, kalo interaksi sama penduduk asli sini ada kendala gak
pak?
J : Kendala sih biasanya bahasa ya neng ada beda aja paling saya pake Bahasa
Indonesia kalo udah gak ngerti tapi kalo masalah yang lain sih ga ada,
T : Kalo tentang tradisi atau kebudayaan ada yang beda gak pak?
J : Sejauh ini sih disini belom banyak tradisi neng ya paling acara maulidan,
hajatan, ceramah, tabligh akbar menurut saya mah umum aja sih neng kalo yang
tradisi banget belom pernah ngeliat atau ngerasain sendiri sih neng.
T : Apakah bapak sering berinteraksi dengan warga sekitar?
J : Sering neng, kalo gotong royong atau semacamnya, ya kalo hari-hari mah
paling sekedar jual beli bakso saya aja sih neng
T : Bapak pernah mengalami konflik dengan warga asli sini?
J : Engga sih neng, belom pernah biasanya juga kalo ada sesama warga asli sini
aja itu juga denger denger aja kan saya jualan depan kantor lurah tapi diselesaikan
secara musyawarah
T : Bapak betah tinggal di desa ini? Apa yang membuat bapak betah tinggal
disini?
J : Ya betah kok neng, ya warganya gak pernah bedain meskipun saya
pendatang ramah tamahnya bagus gak membedakan atau mengucilkan meskipun saya
warga pendatang, saya juga ikutin budaya sini aja neng, namanya juga tinggal di desa
orang hehe,,
T : berarti mencoba adaptasi dengan baik aja ya pak, baik pak terimakasih untuk
waktunya
J : iya neng samasama ya
92
Lampiran 4
Hasil Wawancara Informan 4. Ruman
Wawancara dengan Ruman, 22 Tahun
Selasa 24 November 2015 Pukul 09.00 WIB
Lokasi : Di halaman depan kantor lurah desa Karang Kepuh Bojonegara
Situasi : Waktu pagi hari suasana santai dikantor lurah
T : Man, boleh nanya nanya sebentar gak? Lo nya penduduk asli Bojonegara?
J : Iya silahkan, iya,ada apa emang?
T : Mau wawancara buat penelitian, Lo dari lahir di Bojonegara kan?
J : Iya dari lahir disini, besar disini oaring tua juga asli sini
T : Nah, disini tuh ada perbedaan kubu gak sih man antara masyarakat asli atau
masyarakat pendatang?
J : Kalo sama masyarakat pendatang mah gak ada biasa aja paling bahasa aja
mereka mah pake bahasa daerah masing-masing kalo yang disini mah pake bahasa
Jaseng (Jawa Serang) orang luar juga kadang nyebut kita orang Jaseng. Tapi kalo
masalah perbedaan kubu ga ada paling ada komunitas , ada komunitas pemuda
namanya “slankers” gue juga kurang tau sih.
T : Slankers? Itu penduduk asli juga anak mudanya?
J : Iya, anak-anak kampung sini juga
T : Pernah ada masalaha gak dari komunitas itu?
J : Ah sejauh ini mah gapernah sih, kayak Cuma anak-anak nongkrong aja
isinya
T : Oh gitu, kalo sama masyarakat pendatang pernah denger ada masalah gak?
J : Gak ada sih
T : Menurut lo, ada gak sih perbedaan antara masyarakat pendatang sama
masyarakat asli Jawa Serang selain bahasa?
93
J : biasanya kerjaan, pendidikan, kalo kerjaan yang pendatang rata-rata pada
kerja di pabrik sekitar sini, ngontraknya daerah sini atau punya keluarga disini, atau
gak pada jualan di pasar, jualan bakso gitu aja.nah kalo pendidikan beragam dah.
T : Kalo dibidang pendidikan gimana?
J : Kalo pendidikan disini rendah banyak yang Cuma lulus SD paling tinggi
SMA kaya gue, ya kalo yang kuliah itu paling misalnya anaknya siapa gitu kayak
anaknya pak lurah gitu aja sih
T : Tapi kalo lu Cuma lulusan SMA bisa kerja di kantor kelurahan?
J : Yah, kalo itumah biasa lah dibantu sama keluarga, keluarga gue masih ada
yang jadi pejabat desa.
T : Oh gitu, tapi sejauh ini belom ada pertentangan untuk hal kaya gini?
J : Gak ada sih biasa aja, yang pendatang juga nerima-nerima aja jadi gak ada
masalah
T : Kalo masalah tradisi atau kebudayaan disini apa aja sih yang masih
mendarah daging?
J : ya gitu-gitu aja pengajian, arak-arakan kalo mau tahun baru hijriah,
agustusan juga ada arak-arakan, naik ke gunung santri ziarah kubur gitu aja sih
T : Tapi suka ada masyarakat pendatang yang ikut?
J : Ya biasanya mah ikut aja, ikut meramaikan tapi kalo engga ya gak maksa.
T : Ada gak sih perbedaan status sosial?
J : Setau gue mah gak ada kalo misalnya dibuat sumbangan untuk acara ya
biaya nya disama ratakan mau yang keuangannya lebih atau pas pasan ,buat
masyarakat pendatang atau penduduk asli yang penting dia udah terdaftar di daerah
sini.
T : Oh gitu, okedeeh makasih ya buat infonya
J : Iya sama sama
94
Lampiran 5
Hasil Wawancara Informan 5. Rizal Hidayat
Wawancara dengan Bapak Rizal Hidayat, 35 Tahun
Selasa 24 November 2015 Pukul 10.00 WIB
Lokasi : Di Kantor Kepala Desa
Situasi : waktu pagi hari saat bapak Rizal Hidayat belum sibuk melakukan
aktivitasnya.
T : Assalamualikum pak
J : Waalaikumsalam Neng
T : Maaf pak mengganggu sebentar, saya ingin melakukan wawancara perihal
interaksi budaya antara masyarakat dengan penduduk asli sini pak
J : Silahkan neng, mumpung bapak gak terlalu banyak kerjaan
T : Gini pak, menurut bapak dengan adanya masyarakat pendatang di desa ini
ganggu kebudayaan yang ada gak sih pak?
J : Tentu saja engga lah neng, justru banyak untungnya hehe..
T : Untungnya? Misalnya pak?
J :Saya merasa senang di desa ini cukup banyak warga pendatang karena
sayabisa mendekatkan diri agar mereka lebih mengenal dan memilih calon yang saya
jagokan atau memberikan hak suaranya di pemilihan lurah, tetapi warga yang berhak
memilih tentu saja warga yang telah terdaftar namanya di kantor desa. Bahkan sering
kali mungkin money politic, bisa dimainkan meskipun tidak hanya untuk warga
pendatang saja. He he he….
T : Berarti lebih kepada unsur politik ya pak? Ada praktek kecurangan gak pak?
J :Jika dalam hal kepentingan pemilihan pejabat daerah mungkin kecurangan
bisa terjadi, atau hal-hal yang diluar nalar pun bisa dilakukan, money politic dan
sebagainya, atau turunan siapa pada dahulunya
T : Oh seperti itu ya pak, berarti sama aja yah kaya pemerintahan di luar sana
95
J : Ya kurang lebih gitu lah neng, namanya juga pejabat desa
T : Kalo interaksi dalam konteks lain ada gak pak?
J : Ada misalnya agama kalo pengajian gitu sih biasa tapi kalo kaya ziarah gitu
warga yang pendatang biasa nya jarang ikut
T : Kenapa pak memangnya?
J :Biasanya warga yang pendatang sih jarang mengikuti ziarah kubur tetapi kalo
pengajian, yasinan mereka berbaur dengan kami masyarakat asli Serang ini,menurut
saya seharusnya mereka tidak perlu curiga karena Serang di Bojonegara ini
merupakan Jawa Pesisiran sehingga sering disebut sebagai Jaseng, di Jawa manapun
masih ada ritual ziarah kubur meskipun tidak semua orang melaksanakan, karena itu
hanya sebuah tradisi.
T : Tetapi masyarakat bojonegara sendiri merasa tersinggung gak pak kalo
ziarah tersebut disebut “memuja”?
J : Gak sih biasa aja karna kalo ada masyarakat pendatang yang lain juga udah
pada sering mikirnya gitu, tapi kita mah tradisi jadi ya biasa aja sih, neng maaf bapak
gabisa lama mau ambil beras bulog.
T : baik pak, terima kasih atas waktunya
J : iya neng, semoga cukup ya informasi dari bapak
T : iya pak,
96
Lampiran 6
Hasil Wawancara Informan 6. Dewi
Wawancara dengan Ibu Dewi, 50 Tahun
Selasa 24 November 2015 Pukul 11.00 WIB
Lokasi : Di Kediaman Ibu Dewi
Situasi : waktu siang hari, ketika ibu dewi sedang menyapu teras rumahnya
T : Assalamualaikum bu
J : Waalaikumsalam
T : Maaf bu, ganggu
J : iya neng gapapa, ibu juga lagi nyapu halaman, abis kkm baru keliatan lagi
neng
T : Iya bu, baru sempat berkunjung, sekaligus sekalian penelitian
J : Iya Neng
T : Bu, saya mau Tanya nih, ibu kan dulu sebenernya warga pendatang dari
Purworejo Jawa Tengah, nah trus udah lama banget disini sampe sekarang anak cucu
ibu pun disini, waktu awal pindah ada kesulitan berinteraksi bu?
J : Ah ga banyak neng, sama aja soalnya pas pindah disini belom banyak
penduduk banget neng, saya masih gadis udah disini. Bahasa aja paling awalnya tapi
sekarang mah ya biasa aja, saya malah gak keliatan jadi kaya warga pendatang tapi
malah kaya penududuk asli sini.
T : Kalo tentang budayanya ada yang beda bu?
J : yah namanya dikampung kalo saya bilang mah sama aja,
T : emang biasanya apa sih bu,budaya yang khas dikampung?
J :gini neng misalnya hajatan
T : Emang kalo hajatan, tradisi disini gimana bu?
97
J :Ya kalo ada yang hajatan mau kawinan, nyunatin biasanya disini ada yang
pada bawain beras, telor, minyak, atau sayuran lain buat makanan hajatan, ntar
mulangin istilahnya jadi keutangan, kalo pas ada yang hajat bawain beras ya dibawain
beras lagi pas dia hajat gitu neng, kalo duit ya duit lagi balikinnya.
T : Oh gitu bu, trus apalagi?
J : ya gitu-gitu aja neng beda sama neng dikota hajatan pake gedung, masakan
udah jadi, dating tinggal bawa amplop
T : Ah si ibu bisa aja, kalo selain kegiatan hajatan biasanya ibu-ibu kumpul
kapan bu sehingga adanya interaksi?
J : Paling posyandu, kalo gak pengajian
T : Posyandu? Posyandu di puskesmas ?
J : gak, paling di rumah bu lurah, puskemas lumayan jauh neng pada males
kesana
T : Trus berobat kalo ada yang sakit?
J : ya bidan, disini mah cuma ada bidan rumah sakit jauh, jadi sebulan sekali
ada posyandu dirumah ibu lurah, anak-anak pada imunisasi, nimbang, ibunya juga
kadang sekalian pada KB.
T : Jadi semuanya bidan sekitar aja ya bu yang nanganin
J : ya gitu neng
T : Kalo kegiatan pengajiannya gimana bu?
J : Biasa ngaji di masjid
T : Trus apalagi?
J : Paling rebanaan, kalo kegiatan rebanaan biasanya juga jadi ajang lomba
antar desa pada saat acara agustusan, tetapi kalo pengajian ibu-ibu biasanya rutin satu
minggu sekali di masjid.
T : Hmm gitu , yaudah bu makasih yah buat waktunya
J : samasama neng.
98
Lampiran 7
Hasil Wawancara Informan 7. Rajudin
Informan Pendukung
Wawancara dengan Bapak Rajudin, 48 Tahun
Selasa 24 November 2015 Pukul 13.45 WIB
Lokasi : di Kantor Kepala Desa
Situasi : waktu siang hari
T : Assalamualaikum pak
J : Waalaikumsalam
T : langsung aja ya pak, saya ingin mewawancarai bapak mengenai interaksi
budaya
J : Iya silahkan
T : Menurut anda apa yang dimaksud dengan budaya?
J : Budaya adalah tata cara, nilai, norma, kepercayaan secara turun temurun,
yang ada sejak lahir terbawa hingga kapanpun sehingga menjadi identitas diri.
T : Nah membahas tentang identitas diri, di desa ini kan ada msayarakat
pendatang kaya etnis Jawa Tengah trus sama penduduk asli nih pak kaya Jawa
Serang, gimana bapak melihat dua kebudayaan tersebut melalui sudut pandang
sebagai identitas diri?
J : Gini neng, identitas diri itu kan dibawa kemana-kemana kayaknya misalnya
seorang berperilaku, itu bakal jadi identitas diri mereka, warga sini kalo ngomong
ceplas ceplos, kalo yang pendatang mah pada senyum atau ikut aturan yang ada aja
atau misalnya orang pendatang kalo diajak rapat Cuma pada diem ya kaya misalnya
saya warga asli sini ya diam nya masnyarakat Jawa Tengah saya anggap “setuju” atau
“ya”.
T : trus pak karna ada dua etnis yang beda, pasti ada dua budaya yang beda
pandangan juga kan pak. Itu kalo misalnya ada kegiatan kaya kerja bakti atau
semacamnya yang ngumpul gitu gimana pak?apakah mereka saling mendominasi
budaya mereka masing-masing atau tidak?
99
J : mereka tidak mengedepankan budaya mana mereka berasal, gak pingin
menonjolkan atau mendominasi, budaya mereka tetap ada tapi hanya sebagai
identitas, mereka tetap beradaptasi dengan siapa mereka berhadapan.
T ; Selama ini apakah bapak melihat ada perbedaan atau persamaan antara dua
etnis tersebut?
J : persamaan ada, perbedaan juga ada pastinya .menurut saya persamaan
misalnya saling tolong menolong, tenggang rasa seperti itulah pada umumnya sama
saja, kalo perbedaan paling bahasa neng ya pasti juga neng bisa melihatnya sendiri
kan pas berinteraksi langsung, kalo masyarakat Jawa Serang bisa lebih ekspresif dan
lebih berani mengemukakan pendapat.
T : Pernah gak sih pak terjadi konflik antarbudaya?
J : Konflik pasti ada tapi tidak pernah sampai pake kekerasan , kalopun sampe
masalah serius biasanya musyawarah, gak sampe ektrim gitu. Pernah ada sih neng
tentang sengketa luas tanah sama surat tanahnya antara pendatang sama warga asli
tapi ya jalan tengah tetap musyawarah dan gak ada dendam sampe sekarang,
Alhamdulillah semua bisa hidup berdampingan.
100
Foto Kegiatan Posyandu desa Karang Kepuh Bojonegara
100
101
Kegiatan Kerja Bakti Pembanganan Masjid, Perbaikan Jalan, Irigasi
102
Perlombaan Catur Warga
Kegiatan Rebanaan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
Data Pribadi / Personal Details
Nama / Name : Ade Putri Wahyuningsih
Nomor Induk Mahasiswa : 6662110227
Alamat / Address : Jl. Blok Malang Rt 003. Rw 02 Poris
Plawad-Cipondoh-Tangerang
Kode Post / Postal Code : 15141
Nomor Telepon / Phone : 08568511171
Email : [email protected]
Jenis Kelamin / Gender : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir / Date of Birth : 5 Juni 1993
Status Perkawinan / Marital Status : Belum Menikah
Warga Negara / Nationality : Indonesia
Agama / Religion : Islam
Riwayat Pendidikan dan Pelatihan
Educational and Professional Qualification
Jenjang Pendidikan :
Education Information
Periode Sekolah / Institusi / Universitas Jurusan IPK
1999 - 2005 SDN TANAH TINGGI 04 - -
2005 - 2008 SMPN 5 TANGERANG - -
2008 - 2011 SMAN 10 TANGERANG IPA -
2011 - sekarang UNIVERSITAS SULTAN AGENG
TIRTAYASA
S1 - ILMU
KOMUNIKASI
(Humas)
3,50
Pendidikan Non Formal / Training – Seminar - Organisasi
1. Pendidikan Dokter Kecil (2003)
2. TOEFL dan Beasiswa Netherland Internatonal Studies
3. POM FISIP (Futsal Putri) (2012)
4. Seminar Nasional Harmonisasi CSR dan Kearifan Lokal dalam Pembangunan
(2013)
5. Seminar Nasional Sinergitas Keilmuan dan Profesionalitas dalam
Membangun Karakter dan Moralitas Akademik (2014)
6. Seminar Film Komunikasi Politik Untirta (2013)
7. Festival Film Pendek Untirta (2013)
8. AJB Bumiputera (Divisi Komunikasi Bagian Humas 2014)
9. Volunteer About TNG Divisi Marketing Komunikasi (2015)
Demikian CV ini saya buat dengan sebenar – benarnya dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Ade Putri Wahyuningsih