insomnia

14
INSOMNIA l. PENDAHULUAN : Keluhan insomnia sering ditemukan sehari-hari dalam praktek pelayanan dokter, baik praktek psikiater, dokter spesialis lain , maupun praktek dokter-umum (GP). Pada dasarnya, keluhan insomnia adalah suatu “sub-sindrom” dari suatu gangguan lain yang mendasarinya. Dikatakan bahwasanya, semua gangguan psikis maupun fisik yang cukup “berat”, akan menyebabkan insomnia. Demikian juga kondisi, situasi dan pengaruh lingkungan dapat memicu timbulnya insomnia. Insomnia kurang tepat bila disebut sebagai suatu simptom, karena insomnia biasanya terdiri dari berbagai gejala; tetapi tidak pula bisa dikategorikan sebagai suatu sindrom, oleh karena kumpulan gejala tersebut tidaklah dapat berdiri sendiri. Dengan demikian, lebih tepat dinamakan suatu “sub sindrom insomnia”. Insomnia yang memiliki dasar atau sebab yang jelas, disebut Insomnia Sekunder, sedangkan yang penyebab nya tidak jelas , disebut Insomnia Primer. Dari berbagai macam penyebab insomnia, maka Insomnia dengan dasar gangguan psikiatri adalah yang terbanyak. Pada gangguan mental emosional dikatakan sekitar 80 % mengalami insomnia. II. KLASIFIKASI : Menurut PPDGJI-3 ( Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi ke-3 th. 1993 ),Insomnia (F51.0) digolongkan dalam Gangguan Tidur (Nonorganik-F51), yang merupakan salah satu topik klasifikasi Sindroma Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik (F50-F59) Gangguan Tidur (Nonorganik) sendiri di bagi menjadi : 1. Dissomnia, adalah suatu kondisi psikogenik dengan ciri gangguan utamanya pada jumlah, kualitas atau waktu tidur akibat kausa emosional, yaitu Insomnia , Hipersomnia dan Gangguan Jadual Tidur. 2. Parasomnia, adalah peristiwa episodic abnormal yang terjadi selama tidur , dimana pada masa kanak, hal ini ada hubungannya terutama dengan perkembangan anak,

Upload: efioctaviany

Post on 02-Jan-2016

70 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

---

TRANSCRIPT

Page 1: Insomnia

INSOMNIA

l. PENDAHULUAN :

Keluhan insomnia sering ditemukan sehari-hari dalam praktek pelayanan dokter, baik praktek psikiater, dokter spesialis lain , maupun praktek dokter-umum (GP).

Pada dasarnya, keluhan insomnia adalah suatu “sub-sindrom” dari suatu gangguan lain yang mendasarinya. Dikatakan bahwasanya, semua gangguan psikis maupun fisik yang cukup “berat”, akan menyebabkan insomnia. Demikian juga kondisi, situasi dan pengaruh lingkungan dapat memicu timbulnya insomnia.

Insomnia kurang tepat bila disebut sebagai suatu simptom, karena insomnia biasanya terdiri dari berbagai gejala; tetapi tidak pula bisa dikategorikan sebagai suatu sindrom, oleh karena kumpulan gejala tersebut tidaklah dapat berdiri sendiri. Dengan demikian, lebih tepat dinamakan suatu “sub sindrom insomnia”.

Insomnia yang memiliki dasar atau sebab yang jelas, disebut Insomnia Sekunder, sedangkan yang penyebab nya tidak jelas , disebut Insomnia Primer.

Dari berbagai macam penyebab insomnia, maka Insomnia dengan dasar gangguan psikiatri adalah yang terbanyak. Pada gangguan mental emosional dikatakan sekitar 80 % mengalami insomnia.

II. KLASIFIKASI :

Menurut PPDGJI-3 ( Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi ke-3 th. 1993 ),Insomnia (F51.0) digolongkan dalam Gangguan Tidur (Nonorganik-F51), yang merupakan salah satu topik klasifikasi Sindroma Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik (F50-F59)Gangguan Tidur (Nonorganik) sendiri di bagi menjadi :

1. Dissomnia, adalah suatu kondisi psikogenik dengan ciri gangguan utamanya pada jumlah, kualitas atau waktu tidur akibat kausa emosional, yaitu Insomnia, Hipersomnia dan Gangguan Jadual Tidur.

2. Parasomnia, adalah peristiwa episodic abnormal yang terjadi selama tidur , dimana pada masa kanak, hal ini ada hubungannya terutama dengan perkembangan anak, sedangkan pada dewasa predominan psikogenik, yaitu meliputi Somnambulisme, Teror Tidur ( Teror Malam ), dan Mimpi Buruk (Nightmare).

Jadi yang termasuk dalam kategori ini hanya Gangguan Tidur yang disebabkan oleh kondisi emosional, sebagai faktor utamanya (non organik).

Sedangkan Gangguan Tidur yang disebabkan oleh faktor organik, seperti halnya Sindrom Klein-Levin diklasifikasikan dalam bab lain. Demikian juga dengan Gangguan Tidur Non-psikogenik, yaitu a.l. Narkolepsi dan Katapleksi ; Gangguan jadual tidur(non-psikogenik), apnea waktu tidur (OSAS=Obstructive Sleep Apnea Syndrome) , Gangguan Pergerakan Episodik / Mioklonus Nokturnal / Nocturnal Legs Cramps ; dan Enuresis tidak dimasukkan dalam kriteria ini.

Pada banyak kasus, gangguan tidur merupakan satu gejala dari gangguan lain, baik fisik maupun psikis. Walau secara klinis suatu gangguan tidur yang khas tampak berdiri sendiri, biasanya terdapat faktor psikiatrik dan/atau faktor fisik yang mempengaruhi terjadinya. Apakah suatu gangguan tidur yang dialami seseorang

Page 2: Insomnia

merupakan satu kondisi yang berdiri sendiri atau hanya merupakan satu gejala dari gangguan lain, harus ditentukan atas dasar gambaran dan perjalanan klinisnya, serta pertimbangan terapeutik dan penentuan prioritasnya pada waktu konsultasi. Pada setiap keadaan, apabila gangguan tidur merupakan keluhan utamanya, maka diagnosis gangguan tidur harus ditegakkan. Umumnya, bagaimana pun juga, lebih baik membuat diagnosis gangguan tidur yang khas bersama-sama dengan beberapa diagnosis yang relevan lainnya , yang diperlukan untuk menjelaskan secara memadai psikopatologi dan /atau patofisiologi yang ada pada kasus tersebut.

III. PENGERTIAN DAN BATASAN :

Kapan seseorang disebut menderita Insomnia ?Kebanyakan dari penderita mengatakan bahwa dia mengalami insomnia bila tidurnya kurang dari delapan (8) jam. Menurut pendapat umum, hidup ini sehari semalam adalah 24 jam, dimana sepertiga dari hari tersebut dipergunakan oleh manusia untuk bekerja, sepertiga nya lagi untuk bersenang-senang/rekreasi dan sepertiga sisanya lagi untuk tidur. Kepercayaan dan ketentuan ini diterima oleh masyarakat umum sebagai warisan nenek moyang yang diyakini secara turun temurun. Tetapi bukti ilmiah yang mengatakan bahwa tidur itu perlu waktu 8 jam dalam sehari nya , sama sekali tidak ada.Kebutuhan tidur pada setiap orang tidak sama. Ada yang disebut short sleepers, yaitu kelompok manusia yang membutuhkan tidur kurang dari 6 jam, sedang long sleepers adalah kelompok manusia yang perlu tidur lebih dari 9 jam.Dilihat dari usia individu, seorang bayi normal membutuhkan tidur selama 16-18 jam sehari, sedangkan manusia dewasa normal rata-rata perlu 7-8 jam sehari, dan pada orang tua/ lanjut usia kebutuhan tidurnya akan berkurang, yaitu antara 4-6 jam seharinya.

Insomnia adalah suatu kondisi tidur yang tidak memuaskan secara kuantitas dan/atau kualitas, yang berlangsung untuk satu kurun waktu tertentu. Taraf penyimpangan yang sesungguhnya dari apa yang lazim dianggap sebagai tidur normal secara umum, sebaiknya tidak secara primer dianggap sebagai diagnosis Insomnia, oleh karena beberapa individu seperti tersebut diatas (yang disebut penidur singkat/short sleeper), membutuhkan waktu tidur yang hanya sedikit dan tidak menganggap dirinya menderita insomnia. Sebaliknya terdapat sejumlah orang yang sering menderita insomnia karena kualitas tidur yang buruk, sedangkan kuantitas tidurnya secara subjektif dan/atau objektif berada dalam batas yang normal. Jadi jumlah jam tidur saja bukanlah suatu tanda adanya insomnia. Yang penting adalah apakah seseorang merasa puas akan tidurnya, sedang jumlah berlebihan atau kekurangan tidak berarti banyak akan perasaan terganggu tidurnya.

Pengertian Insomnia dapat disitir dari beberapa ungkapan dibawah ini :“ a person has insomnia if his inability to sleep interferes chronically with efficient daytime function, regardless of how many hours he sleeps each night “ ( Hauri etall ) , atau seperti yang tertera dalam A Psychiatric Glossary, dari terbitan APA, American Psychiatric Assciation, dimana Insomnia didefinisikan sebagai : “inability to fall asleep, difficulty staying asleep, and/or early morning awakening “. Hartmann etall. mengatakan penderita insomnia pada dasarnya hanya punya 2 keluhan utama, yaitu sulit masuk tidur dan sulit mempertahankan tidur, walau pada beberapa textbook selalu mencantumkan 3 keluhan, yaitu sulit masuk tidur, sering terbangun pada malam hari dan bangun terlalu dini, tetapi olehkarena keluhan 2 dan 3 sering timbul bersamaan dan dikarenakan faktor penyebab yang sama , maka Hartmann etall menggabungkan gejala nomor 2 dan 3 menjadi sulit mempertahankan tidur.

Page 3: Insomnia

Sedang Berrios mendefinisikan insomnia sebagai ketidakmampuan penderita untuk mendapat kan jumlah tidur yang diperlukan agar bisa menjalankan fungsi pada keesokan harinya secara efisien.Sesuai dengan uraian tersebut diatas , ada 3 macam jenis Insomnia yang selama ini banyak dikeluhkan oleh penderita, yaitu :

1. Keluhan kesulitan masuk tidur (keluhan yang paling umum) / onset insomnia-early

2. Keluhan kesulitan mempertahankan tidur / maintenance insomnia – middleinsomnia

3. Keluhan bangun terlalu dini/early morning insomnia – late insomniaNamun demikian yang sering adalah klien/pasien melaporkan kombinasi dari ketiga keluhan ini. Yang khas , insomnia berkembang pada waktu terjadi peningkatan stres kehidupan dan cenderung lebih umum terdapat pada wanita, orang yang lebih tua, dan pada orang yang secara psikologis terganggu serta pada sosio-ekonomi yang kurang (?).

Kondisi-kondisi seperti keadaan emosi, situasi lingkungan/kehidupan, pekerjaan/konflik pekerjaan, dan lainlain juga akan mempengaruhi jam tidur seseorang, tanpa harus menjadi hal yang sifatnya patologis. Pada umumnya, seseorang tidak membutuhkan tidur yang lama pada waktu dia merasa “ bahagia “, bebas/kurang stres, stabil situasi kehidupannya; demikian juga berlaku sebaliknya.

IV. INSIDENSI :

Insomnia bisa mengenai semua strata dalam masyarakat, usia tua – muda, kaya – miskin, orang pandai – bodoh, maupun orang kota – orang desa.

Sebagai gambaran di USA penggunaan obat “tidur”/sejenisnya , lebih kurang 3 milyard tablet setiap tahunnya. Ini menandakan , betapa banyaknya penderita yang mengeluh insomnia, dan menurut Rechtschaffen ini meliputi sekitar 14 % dari populasi penduduk Amerika.Insomnia pada wanita dikatakan 2 ( dua) kali lebih banyak dari laki-laki (Kripke etall).Hartmann mengatakan lebih dari 30 % dari populasi mengalami insomnia dan mencari bantuan pengobatan, sedang Frankle etall mengajukan angka antara 10-50 %.Bixler etall (1980-an), hasil penelitiannya di LA-USA, menyimpulkan bahwa prevalensi Insomnia adalah sekitar 42.5%, dan lebih banyak mengenai orang tua, terutama wanita tua dan juga orang dengan pendidikan dan status ekonomi yang rendah. Juga dikatakan , kira-kira 15 % dari penderita Insomnia adalah penderita Insomnia Primer, dan 85 % sisanya adalah Insomnia Sekunder.

Di Indonesia, angka-angka insidensi dan prevalensi tersebut tidaklah terlalu berbeda. Penderita non psikiatrik yang berobat jalan , sekitar 45 % juga mengeluhkan insomnia (Amir S.Husein dan Yul Iskandar 1982), sedangkan Keja Musadik etall. mengatakan 80 % dari penderita-penderita yang mengunjungi poliklinik psikiatri mengeluh insomnia.

V. GEJALA DAN PEDOMAN DIAGNOSTIK :

Individu dengan insomnia, mengatakan dirinya merasa tegang, cemas, khawatir, atau depresif pada saat tidur, dan merasa seolah-olah pikirannya melayang-layang. Mereka biasanya mengeluh tak cukup tidur, banyak masalah pribadi, merasa ada

Page 4: Insomnia

gangguan kesehatan dan bahkan khawatir menyebabkan kematian. Sering mereka mengatasinya dengan minum “obat” atau alkohol. Pada waktu pagi mereka mengeluh lelah fisik dan mental, sedang pada siang hari mereka secara khas merasa depresif, cemas, tegang, mudah tersinggung, dan ada preokupasi dengan dirinya.

Pedoman Diagnostik menurut PPDGJI-3, adalah sebagai berikut :

1. Keluhan sulit masuk tidur, mempertahankan tidur atau kualitas tidur yang buruk

2. Gangguan tidur terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal sebulan3. Adanya preokupasi akan tidak bisa tidur dan kekhawatiran berlebihan perihal

akibatnya pada malam dan sepanjang hari4. Tidak puas secara kuantitas dan kualitas dari tidurnya, yang keduanya

menyebabkan berbagai gangguan dalam fungsi sosial atau pekerjaan.

Apabila ketidakpuasan kuantitas dan/atau kualitas tidur merupakan satu-satunya keluhan pasien, maka gangguan ini harus dimasukkan di sini. Adanya gejala psikiatrik lain seperti depresi, ansietas atau obsesi, tidak menyingkirkan diagnosis Insomnia, asalkan Insomnia tsb merupakan keluhan primer, atau kronisitas dan keparahan insomnia ini menyebabkan pasien merasakannya sebagai gangguan primer. Gangguan yang ada bersamaan harus dicatat tersendiri, terutama apabila cukup mencolok dan menetap, untuk memperoleh pengobatan tersendiri. Harus diingat bahwasanya kebanyakan penderita Insomnia kronik biasanya mengkhawatirkan gangguan tidur mereka dan menyangkal adanya suatu masalah emosional. Pemeriksaan klinis yang teliti diperlukan, sebelum kita mengesampingkan suatu dasar psikologis bagi keluhan tersebut.

Insomnia merupakan gejala yang lazim dari gangguan jiwa lain, seperti Gangguan Afektif, Gangguan Neurotik, Gangguan-gangguan Organik, Skizofrenia, Gangguan Penggunaan Zat(Narkoba), Gangguan Makan, serta gangguan Tidur yang lain misal Nightmere(Mimpi buruk). Insomnia dapat juga berhubungan dengan gangguan fisik yang disertai nyeri dan kegelisahan, atau dengan penggunaan obat tertentu.Sebagai catatan , adanya istilah Insomnia sementara , tidak termasuk dalam kriteria ini. Gangguan tidur sementara adalah hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, beberapa malam tidak bisa tidur , yang berkaitan dengan stresor psikososial tidak dapat dikategorikan dalam kriteria ini, atau gangguan penyesuaian, apabila disertai dengan gambaran klinis yang bermakna.

VI. FISIOLOGI TIDUR / DAUR TIDUR :

Seperti kita ketahui bersama, bahwasanya manusia menggunakan sepertiga waktu hidupnya untuk tidur. Tidur adalah suatu bentuk perilaku yang normal, ketika individu kehilangan kontak (pancaindera) sementara dengan lingkungan nya. Dikatakan pada waktu tidur, seseorang akan menutup matanya (baik disadari maupun tidak), terjadi pupil mengecil, otot melemas, deenyut jantung melemah, tekanan darah menurun, dan metabolisme tubuh melambat. Demikian pula terjadi hilangnya kesadaran, dan menurunnya reaksi terhadap lingkungan. Berbeda dengan hilangnya kesadaran akibat penyakit fisik dan trauma, pada keadaan tidurkesadran akan cepat pulih kembali dengan rangsangan yang minimal, dan refleks-refleks tubuh biasanya masih berfungsi baik.Dikatakan ada 2 macam teori kenapa seseorang harus tidur. Pertama , tidur adalah mekanisme penyesuaian dan perlindungan. Kedua , tidur merupakan periode istirahat yang berfungsi membuat enersi (fisik dan psikik)

Page 5: Insomnia

Pada awal abad 20-an , masalah tidur dianggap sebagai suatu hal-kejadian yang sederhana. Pandangan ini berubah ketika sekitar tahun 1935 , Louis etall. menemukan perubahan gambaran EEG selama proses tidur berlangsung. Kemudian tahun 1953, Aserinsky dan Kleitman menemukan pula adanya gerakan gonjugate bola mata selama tidur, yang kemudian dinamakan stadium “rapid eye movement”(REM), yang dalam perkembangan selanjutnya oleh Dement dan Kleitman, phase tidur REM ini dikaitkan dengan proses mimpi.Ternyata selama tidur, terjadi suatu rangkaian proses kejadian kualitatif berlainan yang teratur dan berjalan beraturan (runut).Berdasarkan perubahan gambaran EEG, Rechtchaffen dan Kales membuat standarisasi untuk stadium-stadium tidur.Stadium W , di mana mata terpejam , tetapi tidak tidur, disebut juga Wake. Bila orangnya tenang, maka gambaran EEG nya dipenuhi oleh gelombang alpha (8-12 Hertz),dan bila banyak berpikir, gelisah atau cemas maka gelombang yang dominan adalah gel.beta (12-20Hz). Pada orang yang tidak menderita insomnia, dalam waktu 8-10 menit akan masuk dalam tidur stadium 1.Stadium 1, sebenarnya disini seseorang merasa belum tidur, masih mudah terbangun. Pada EEG tampak perubahan gambaran gelombang yang tadinya teratur, kini menjadi tidak beraturan, ada gelombang alpha, beta, dan kadang terlihat gelombang yang lebih lambat, yaitu gelombang theta (4-8 Hz, dan amplitudo kecil-kecil). Bagi orang sehat, yang tidak menderita insomnia , waktu stadium 1 ini tidak lama, hanya berlangsung sekitar 30 detik sampai dengan 7 menit, yang kemudian akan memasuki tidur stadium 2.Dari mulai mata dipejamkan sampai stadium 2 dimulai, dinamakan “sleep latency” yang pada orang normal kira-kira berlangsung 13 menit.Gambaran EEG dalam stadium ini, dengan jelas tampak gelombang S(sleep spindle), dan adanya K komplek ( biasanya menandai awal stadium 2 ), dan pada akhir stadium 2 , biasanya ditemukan gelombang lambat delta (0,5 – 4 Hz, amplitudo lebih dari 75 UV), tetapi jumlah gel delta tidak boleh melebihi 20 %pada satu halaman kertas rekam. Dalam waktu 15-20 menit, stadium 3 akan menyusul.Stadium ini (3), tidur yang cukup dalam dan sulit untuk dibangunkan, gambaran EEG ditemukan gel lambat theta dan delta , hanya gel delta tak boleh lebih dari 50 %. Bila gel delta lebih dari 50% sudah masuk dalam stadium 4.Stadium 4 adalah stadium tidur yang terdalam dan nyenyak, sulit untuk dibangunkan.Stadium 1,2,3,dan 4 ini disebut juga tidur Non-REM, S-sleep (Synchronized sleep) atau Orthodox sleep. Sedangkan tidur stadium 3 dan 4 disebut disebut Delta sleep.Setelah melewati stadium 4, maka akan memasuki stadium lain yang berbeda kualitasnya dari fase-fase terdahulu. Keadaan ini dinamakan tidur REM (rapid eye movement), gambaran EEG nya seperti tidur stadium 1 dan 2, tetapi disini ditemukan adanya gerakan-gerakan bola mata. Pada fase ini terjadi mimpi-mimpi, dan bila seseorang dibangunkan pada fase ini, maka 85 %dari klien dapat menceriterakan mimpi yang dialaminya secara mendetail. Pada stadium ini pula,tonus otot turun secara maksimal, diikuti naiknya tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi. Juga terjadi ereksi penis dan inhibisi reflek-reflek spinal.Stadium REM ini disebut juga D-sleep (de-synchronized sleep), Paradoxal sleep, Activated/Rhombencephalic sleep. Lama stadium REM ini rata-rata 15 menit , tapi kadang bisa sampai 1 jam.Setelah stadium REM dilewati, maka stadium tidur akan memulai siklus baru, dengan stadium 2, stadium 3, stadium 4 dan REM kembali.Dalam keadaan normal , semalam bisa terjadi 4 – 5 siklus tidur seperti tersebut diatas.

Page 6: Insomnia

VII. “KEPRIBADIAN” PENDERITA INSOMNIA :

Pada beberapa literatur disebutkan adanya “corak kepribadian” tertentu untuk penderita insomnia. Ternyata sekitar 85 % penderita Insomnia, menunjukkan hasil MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) kearah gambaran yang patologik, yaitu secara berurutan yang ditemukan terbanyak adalah depresi, psychiasthenia/neurasthenia, conversion hysteria, psychopathic deviate, dan hypochondriasis. Diduga bahwa bentuk-bentuk “kepribadian” ini akan menyebabkan internalisasi dari gangguan psikologik yang menghasilkan suatu “constant emotional arrousal”, dan mengakibatkan suatu aktifasi fisiologik dan proses ini merupakan mekanisme psikofisiologik dari insomnia. Dilaporkan juga adanya karakteristik dari kepribadian orang-orang dengan insomnia. Ternyata mereka pada siang hari , maupun selama akan tidur sulit rileks, dan menyatakan mereka sering merasa tegang, cemas, preokupasi pada sesuatu, selalu terburu-buru dan perasaan depresi. Ditemukan pula, bahwa pada penderita dengan “persistent psychophysiologic insomnia”, ternyata mereka dahulunya pernah mengalami suatu “generalized anxiety”, “minor depression”, dan “drug mis-use”.

VIII. INSOMNIA PADA BEBERAPA KELAINAN PSIKIATRI :

Sebagian besar penderita dengan kelainan psikiatri akan mengeluh insomnia, bahkan sering insomnia merupakan keluhan utama mereka, dan yang menyebabkan mereka mencari pertolongan. Karena itu pula, maka penyebab dari insomnia lalu jadi tersembunyi dan tidak terdiagnosis. Pola tidur pada beberapa kelainan psikiatri agaknya konsisten dan punya bentuk tertentu, sehingga bisa digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis.

1. DEPRESI

Sering penderita depresi mengeluh insomnia, tetapi pada penderita depresi berat kadang-kadang ditemukan tidur yang normal. Penelitian lain menyampaikan temuan, bahwasanya beberapa penderita depresi mengalami tidur yang berlebihan. Pada semua macam depresi biasanya ditemukan gangguan tidur ( al.insomnia).Pada umumnya keluhan kesulitan untuk masuk tidur dihubungkan dengan depresi reaktif atau neurosis, sedangkan sering terbangun malam hari dan bangun terlalu dini , dikatakan suatu depresi endogen, walau beberapa ahli meragukan pernyataan tersebut.Walau secara laboratories tidak bisa dibedakan antara depresi uang “neurotic”(distymic) dengan endogen(affektif), tetapi keluhan bangun terlalu pagi, secara statistic berhubungan dengan depresi endogen. Penderita depresi endogen merasa buruk pada pagi hari.Penderita depresi mempunyai total jumlah tidur yang kurang, sleep latency yang kurang , tidurnya dangkal, sleep efficiency yang kurang, dan lebih banyak pergerakan badan selama tidur. Secara laboratories tampak mengurangnya tidur delta, berkurangnya persentasi jumlah waktu stadium 4 tidur, dan mengurangnya

Page 7: Insomnia

REM latency. Pada beberapa penderita penderita REM latency ini hanya 5-15 menit. Dikatakan juga bahwa REM pada penderita depresi primer lebih “phasic conjugate” dibandingkan dengan REM pada depresi sekunder olehkarena penyakit fisik.

2. Anxietas

Seorang yang mengalami anxietas sering mengeluh insomnia, walau sampai saat ini belum jelas diketahui , apakah insomnia menyebabkan seseorang menjadi anxietas, atau anxietas nya yang memicu terjadinya insomnia.Pada seseorang yang anxietas, gejala insomnia nya tidak selalu merupakan gangguan yang mencolok, malahan kadang kala tidak ada sama sekali. Penderita anxietas lebih banyak mengeluh tentang sukarnya masuk tidur, mimpi yang menakutkan, tidur dangkal sampai sedang, dan bangun pada pagi hari merasa tidak segar(Iskandar,Yul).Penderita anxietas, cenderung membawa persoalannya sampai ke tempat tidur. Mereka sulit konsentrasi dan sulit masuk tidur.Dikatakan bahwa 50-65% penderita anxietas akan mengeluh insomnia, dan rata-rata mereka tidur hanya 5,5-7,5 jam sehari. Sedangkan pada p[enderita depresi , 90-95 % mengalami insomnia, dan rata-rata tidur sekitar 4-6 jam sehari nya.Secara laboratoris, ternyata pada penderita anxietas ditemukan menurunnya stadium 4 tidur. Juga diduga bahwa anxietas mensupresi REM secara spesifik.

3. Skizofrenia

Apakah seorang Skizofrenia mengalami Insomnia ? secara objektif tampak kurang tidur, tetapi secara subjektif tidak mengeluh sama sekali. Yang jelas terlihat adalah seorang penderita skizofrenia tidurnya jadi berkurang, dan secara laboratories terbukti mereka sulit masuk tidur. Memang terdapat perbedaan tidur penderita skizofrenia dengan orang normal. Terdapat peningkatan REM, pada penderita skizofrenia yang mendapat terapi. Ternyata beberapa neuroleptik bisa menaikkan REM. Dikatakan juga bahwa pada penderita –penderita skizofrenia kronik, tidurnya baik, terutama jumlah REM nya dalam batas normal. Beberapa peneliti mengatakan, pada skizofrenia terjadi penurunan stadium 3 dan 4, yang katanya disebabkan adanya “central hyperarousal” pada penderita skizofrenia tertentu.Pada skizofrenia akut terlihat penurunan REM latency dan total sleep time, sedang sleep latency nya memanjang.

IX. INSOMNIA OLEHKARENA PENGARUH PERILAKU :

Semua perilaku manusia diperoleh dari proses belajar, demikian juga insomnia bisa didapat olehkarena proses belajar yang salah.Sebenarnya insomnia sekunder, akibat pengaruh perilaku yang murni, adalah sangat jarang. Pada umumnya faktor perilaku ini memperkuat insomnia primer maupun sekunder lainnya.

Page 8: Insomnia

Insomnia oleh karena perilaku disebut sebagai “Habit Insomnia”. Dikatakan bahwa penderita meng-asosiasikan tempat tidurnya dengan pengalamannya yang tidak menyenangkan pada masa lampau, sehingga tempat tidurnya bukan sebagai tempat untuk tidur. Penderita yang demikian biasanya akan tidur-baik apabila dia tidur tidak dirumah sendiri atau tidak ditempat tidurnya sendiri yang biasanya dia pakai.Beberapa macam habit-insomnia menurut Hauri :

1. Conditioned Insomnia : Penderita mengalami pembiasaan untuk insomnia, karena pengalamannya yang buruk ditempat tidur pada masa lampau.

2. Internal arousal :Disini penderita sudah punya dasar insomnia, lalu berusaha keras supaya bisa tertidur, tetapi akibatnya malah menjadi lebih tidak bisa tidur.

3. Disturbance of sleep-wake rhythm :Orang yang sangat tidak teratur untuk tidur ataukah terlalu lama(banyak) berbaring ditempat tidur, lama kelamaan bisa menjadi orang yang insomnia.

4. Sleep phobias :Umumnya manusia normal sesekali pernah mengalami kesulitan untuk tidur, tetapi untuk orang yang punya dasar insomnia, pengalaman kesulitan tidur itu akan membuat dia takut , kalau-kalau tidak bisa tidur lagi. Akibatnya akan timbul fobia tidur, lalu terjadilah insomnia.

X. PENATALAKSANAAN , PRINSIP-PRINSIP TERAPI DAN PROGNOSIS :

Dalam menghadapi penderita insomnia, maka yang utama adalah mengadakan evaluasi fisik dan psikiatrik yang teliti, untuk mencari penyebab insomnia. Bila evaluasi telah dilaksanakan, tetapi penyebab primer insomnia belum jelas, maka dianjurkan melakukan evaluasi lanjutan ( satu atau dua malam ) di klinik tidur.Bila penyebab primer bisa ditemukan, maka penyebab utama inilah yang harus diobati. Biasanya dengan membaiknya penyakit primer, insomnianya juga akan membaik.Bila penyebab dari insomnia tetap tidak bisa didapatkan, maka barulah dipikirkan pemberian sedativa-hipnotika.

Untuk penderita insomnia dengan penyebab dasarnya adalah kelainan psikiatrik, maka dapat diberikan obat-obat psikotropika dan psikoterapi sesuai dengan keadaan primernya.Bila dasarnya adalah suatu depresi, diberikan antidepresan, terutama dipilih antidepresan dengan efek sedative yang kuat. Sedangkan, bila penyebabnya suatu kecemasan bisa diberikan anti cemas dan bila psikotik, maka diberikan neuroleptika. Tetapi bila insomnia sebabnya olehkarena perilaku, maka diperlukan terapi perilaku , untuk memperbaiki insomnianya. Kadang kala kelainan psikiatri nya sudah diobati, tetapi penderita tetap mengeluh insomnia. Disini perlu penambahan sedative-hipnotik.

Jadi insomnia bukanlah suatu penyakit , dimana hipnotIka adalah obat pilihan. Bahkan sering kali , penderita yang mendapat hipnotika, setelah berhenti dari minum obat tidur, ternyata tidurnya menjadi lebih buruk dibandingkan sebelumnya. Dikatakan bahwa penggunaan hipnotika, hanya sementara memuaskan dokter maupun penderitanya.

Prognosis seorang dengan insomnia, sangat tergantung dari penyebab primer nya, disamping tergantung pada tata cara penatalaksanaan-nya.

Page 9: Insomnia

Hasil penelitan , menunjukkan bahwa laki-laki yang tidur kurang dari 4 jam sehari, 2,80 kali lebih cepat meninggal dalam 6 tahun kemudian, dibandingkan dengan yang tidur 7 sampai 8 jam sehari. Sedangkan angka untuk penderita wanita , adalah 1,5 kali lebih cepat meninggal.Juga dilaporkan, penderita yang sering menggunakan obat tidur, mempunyai mortalitas 1,5 kali lebih tinggi, dari mereka yang tidak menggunakan sama sekali.

Jadi perlu pendekatan yang rasional dalam menghadapi penderita dengan keluhan insomnia. Bila tidak, maka tindakan kita nanti bukannya memperbaiki, tetapi bahkan lebih memperburuk keadaan insomnia dan ini berdampak pada prognosisnya.

Catatan tambahan :

Clinical assessment of sleep :

1. Sleep history :- Current symptoms- 24-hour history- Daytime-related questions- Sleep-wake behavior- Bed partner history- Family history of sleep disorder- Medication use- Previous treatments

2. Actigrafy3. Sleep diary4. Polysomnography (PSG)5. Multiple Sleep Latency Test (MSLT)6. Overnight video recording

Psychiatric disorder and sleep :

1. Depression : 75 % Insomnia , 5-10 % Hypersomnia2. Bipolar Disorder3. PTSD : Insomnia, Parasomnia(nightmares, night terrors, sleepwalking)4. GAD : Insomnia(onset) about 20-30 %.5. Panic Disorder : Nocturnal panic attacks, rare insomnia6. Skizofrenia : Insomnia (onset and maintenance), scheduling dis.(free-running).7. Dementia : Insomnia, Agitation at bedtime / “sundowning”, Scheduling dis.(sleep in

day)8. Withdrawal from Substance Abuse : Insomnia common, high risk factor for relapse,

irregular or chaotic sleep-wake scheduling ( alcohol, opiate detox., stimulans, other psychotropic drugs )

Page 10: Insomnia

Sleep Disorder associated with Neurological and Medical Disorder :

1. Restless legs syndrome (RSL)2. Periodic Limb Movement Disorder (PLMD)3. Parkinson’s disease4. Chronic fatique syndrome (CFS)5. Fatal familial insomnia6. Narcolepsy (+cataplexy), Idiopathic Hypersomnia, Recurrent Hypersomnia.7. Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS)

Cimahi, Oktober 2012 Nara sumber :

Irwanto Ichlas, dr.Sp.KJ(K).

Reff.1. Prof. H.Nizar Zainal Abidin, dr.Sp.KJ(K)2. DR.Hj.Chatidjah Satryo Wibowo,dr.Sp.KJ(K)3. L.Kabul Budiyanto, dr.Sp.KJ(K)4. Arlisa Wulandari, dr.Sp.KJ.MKes.5. Hasrini Rowawi, dr.MHA, Sp.KJ.

Daftar kepustakaan : bisa diminta pada nara sumber.