inside this issue. kegiatan ini yang merupakan kolaborasi kegiatan antara ppia unisa & ppia...

9
University of South Australia Merdeka..!!! Sepatah kata yang kerap mewarnai email di milis PPIA UniSA beberapa hari yang lalu. Kata yang sama bahkan dipekikkan dengan lantang di acara Indo-gathering pada tanggal 24 Agustus lalu saat memperingati hari Kemer- dekaan Republik Indonesia ke 63. Para pelajar Indonesia sebe- lumnya telah menggelar berba- gai perlombaan 17 Agustusan di kampus masing-masing. Kalau PPIA Flinders Univer- sity menggelar lomba balap karung dan berbagai lomba lainnya, PPIA-University of Adelaide berkolaborasi dengan PPIA-UniSA menggelar lomba masak nasi goreng, makan kerupuk dan banyak lagi. Secara internal, PPIA- UniSA bahkan menggelar acara nonton bareng Naga Bonar Jadi Dua. Dan sebagai puncaknya, Indo- nesia community dan PPIA- cabang Adelaide menggelar Indo-gathering. Para pelajar, penduduk Indonesia yang kini bermukim di Adelaide dan beberapa penduduk Adelaide tumpah-ruah memenuhi Scott Theather University of Ade- laide, tempat berlangsungnya indo-gathering sejak pukul 9 pagi. Semuanya larut dalam antusiasme kemerdekaan. Banyak ujar mengatakan bahwa berada jauh dirantau akan me- lunturkan semangat nasional- isme. Namun, pendapat itu sepertinya tidak berlaku bagi pelajar-pelajar dan komunitas Indonesia yang berada di Ade- laide. Salah satu pelajar Indonesia mengatakan bahwa merayakan hari kemerdekaan saat jauh dari tanah air serasa kembali ke masa kecil. “Waktu masih kecil, saya dengan bangga me- nyaksikan upacara kemer- dekaan di istana negara dan menantikan detik-detik berki- barnya Sang Saka Merah Putih dengan penuh rasa haru meski itu hanya melalui TV. Dan perasaan yang sama muncul kembali saat lagu Indonesia Raya dinyanyikan”, ujarnya. Perasaan haru bahkan makin mendalam saat pelajar Indone- sia, Olive, menyanyikan lagu Tanah Air diiringi alunan piano dari Maya. Kerinduan akan tanah air Indonesia pun muncul saat lagu “Hidop Orang Basu- dara” dinyanyikan dengan pe- nuh perasaan oleh teman-teman dari Maluku. Atmosphere nasionalisme me- menuhi ruangan Scot Theater saat suara lantang Tessa mem- bawakan puisi AKU karya Chairil Anwar. Tari-tarian yang ditampilkan oleh para pelajar Indonesia bahkan menggambar- kan Indonesia sebagai satu ke- satuan; dari Indonesia paling barat dengat tarian saman, In- donesia bagian tengah dengan tarian bali dan Indonesia bagian timur dengan tarian Maluku. Suasana semakin semarak saat Ari mengajak pengunjung untuk ber”poco-poco” dan ikut berjoget saat panitia menyajikan lagu dangdut. Rasa rindu akan kampung hala- man kemudian sedikit terobati dengan makanan khas Indonesia yang dijajakan selama acara berlangsung. Akhirnya, acara indo-gathering berlangsung den- gan sukses. Satu hal yang san- gat membanggakan karena ban- yaknya teman-teman UniSA terlibat seperti Verena, Putri, Wike, Muh. Najib, Olive, Maya, Bli Hari, Joko Julianto, Tessa, Ary, Anggi, Aty, Ari, Ayu, Uci, Theresia dll. Winter Edition Volume 2 Issue 1 MERAH - PUTIH INDONESIAKU Inside this issue: Serba-Serbi Kemerdekaan 2 Kaleidoskop PPIA- UniSA 3 & 4 Edu Stuff 5 & 6 Health Corner 7 Wise Up! 8 Poem 8 From The Editor 8

Upload: lythuan

Post on 06-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

University of South Australia

MMMMerdeka..!!! Sepatah kata yang kerap mewarnai email di milis PPIA UniSA beberapa

hari yang lalu. Kata yang sama bahkan dipekikkan dengan lantang di acara Indo-gathering pada tanggal 24 Agustus lalu saat memperingati hari Kemer-

dekaan Republik Indonesia ke

63.

Para pelajar Indonesia sebe-lumnya telah menggelar berba-

gai perlombaan 17 Agustusan di kampus masing-masing. Kalau PPIA Flinders Univer-sity menggelar lomba balap karung dan berbagai lomba

lainnya, PPIA-University of Adelaide berkolaborasi dengan PPIA-UniSA menggelar lomba masak nasi goreng, makan kerupuk dan banyak

lagi. Secara internal, PPIA-UniSA bahkan menggelar acara nonton bareng Naga

Bonar Jadi Dua.

Dan sebagai puncaknya, Indo-nesia community dan PPIA-cabang Adelaide menggelar Indo-gathering. Para pelajar, penduduk Indonesia yang kini

bermukim di Adelaide dan beberapa penduduk Adelaide tumpah-ruah memenuhi Scott Theather University of Ade-

laide, tempat berlangsungnya indo-gathering sejak pukul 9 pagi. Semuanya larut dalam

antusiasme kemerdekaan.

Banyak ujar mengatakan bahwa berada jauh dirantau akan me-lunturkan semangat nasional-

isme. Namun, pendapat itu sepertinya tidak berlaku bagi pelajar-pelajar dan komunitas Indonesia yang berada di Ade-

laide.

Salah satu pelajar Indonesia mengatakan bahwa merayakan hari kemerdekaan saat jauh dari tanah air serasa kembali ke

masa kecil. “Waktu masih kecil, saya dengan bangga me-nyaksikan upacara kemer-dekaan di istana negara dan menantikan detik-detik berki-

barnya Sang Saka Merah Putih dengan penuh rasa haru meski itu hanya melalui TV. Dan perasaan yang sama muncul kembali saat lagu Indonesia

Raya dinyanyikan”, ujarnya.

Perasaan haru bahkan makin mendalam saat pelajar Indone-sia, Olive, menyanyikan lagu

Tanah Air diiringi alunan piano dari Maya. Kerinduan akan tanah air Indonesia pun muncul saat lagu “Hidop Orang Basu-dara” dinyanyikan dengan pe-

nuh perasaan oleh teman-teman

dari Maluku.

Atmosphere nasionalisme me-menuhi ruangan Scot Theater saat suara lantang Tessa mem-bawakan puisi AKU karya Chairil Anwar. Tari-tarian yang

ditampilkan oleh para pelajar Indonesia bahkan menggambar-kan Indonesia sebagai satu ke-satuan; dari Indonesia paling barat dengat tarian saman, In-

donesia bagian tengah dengan tarian bali dan Indonesia bagian timur dengan tarian Maluku. Suasana semakin semarak saat Ari mengajak pengunjung untuk

ber”poco-poco” dan ikut berjoget saat panitia menyajikan lagu

dangdut.

Rasa rindu akan kampung hala-

man kemudian sedikit terobati dengan makanan khas Indonesia yang dijajakan selama acara berlangsung. Akhirnya, acara indo-gathering berlangsung den-

gan sukses. Satu hal yang san-gat membanggakan karena ban-yaknya teman-teman UniSA terlibat seperti Verena, Putri, Wike, Muh. Najib, Olive,

Maya, Bli Hari, Joko Julianto, Tessa, Ary, Anggi, Aty, Ari,

Ayu, Uci, Theresia dll.

Winter Edition

Volume 2 Issue 1

MERAH - PUTIH INDONESIAKU

Inside this issue:

Serba-Serbi Kemerdekaan 2

Ka l e idoskop PPIA-UniSA

3 & 4

Edu Stuff 5 & 6

Health Corner 7

Wise Up! 8

Poem 8

From The Editor 8

Page 2 PPIA UNISA Volume 2 Issue 1

ini adalah untuk me-ningkatkan per-sahabatan pelajar Indonesia di 2 universitas yang bersebelahan yaitu UniSA dan University of Adelaide. Lomba ini juga merupakan ajang berkumpulnya pelajar Indonesia yang kangen dengan suasana-suasana lomba di kampung hala-mannya di Indonesia. Salah satu

gota-anggota PPIA UniSA, ini menunjukan bahwa semua yang pelajar Indonesia yang terga-bung di dalam PPIA UniSA bisa saling memiliki dan mem-bantu kegiatan-kegiatan PPIA UniSA.

Lomba-lomba yang diadakan antara lain lomba makan keru-puk, lomba nasi goreng untuk bapak-bapak, lomba memasuk-kan jarum dan lomba tennis meja.

Secara keseluruhan, kegiatan ini dihadiri kurang lebih 50 orang pelajar beserta keluarganya yang ikut menyemarakkan lomba ini. Salah satu tujuan dari kegiatan

pelajar UniSA “Wike” berhasil memenangkan 2 buah pertandingan yaitu pada lomba memasukan

BBBBerada jauh dari negeri

tercinta Indonesia, tidak men-gurangi antusias pelajar-pelajar Indonesia untuk mem-peringati hari kemerdekaan. Pada tanggal 16 Agustus lalu, diadakan berbagai lomba 17 agustusan.

Kegiatan ini yang merupakan kolaborasi kegiatan antara PPIA UniSA & PPIA Uni-versity of Adelaide yang ber-langsung di Payneham Glynde. Dalam acara ini menariknya panitia pendukung acara bukan keseluruhannya pengurus melainkan para ang-

Kali ini, sesuai dengan tema kemerdekaan, panitia yang diketuai Olive memberikan kesempatan kepada teman-teman pelajar Indonesia di

UniSA untuk menonton bareng film Naga Bonar Jadi Dua.

Diharapkan acara ini dapat mempertebal rasa persaudaraan

sesama pelajar Indonesia dan memperdalam kecintaan pada tanah air. Terlebih lagi film ini memperlihatkan satu sisi dari Indonesia dan cara melihat Indonesia dari dari hati.

Walau tak semeriah acara non-ton bareng Denias yang di-hadiri beberapa International students, roadshow movie ini tetap berjalan dengan sukses dan dihadiri lebih dari 20 pela-jar.

Bagi teman-teman Indonesia di UniSA, roadshow movie ini menjadi salah satu cara untuk sedikit rileks dan melupakan sejenak tugas-tugas kuliah yang menumpuk.

PPPPada tanggal 22 Agustus,

PPIA-UniSA mengadakan kegiatan “Roadshow Movie” di kampus UniSA Mawson Lake. Kegiatan ini bertujuan untuk memperingati hari ke-merdekaan Republik Indone-sia.

Pada awalnya, roadshow movie ini akan diadakan di empat kampus UniSA untuk setiap minggunya. Namun, padatnya jadwal kuliah dan terlibatnya para pengurus di kepanitiaan indo-gathering membuat pengurus mem-tuskan untuk hanya mengada-kan satu kali pemutaran film di Mawson Lake.

ROADSHOW MOVIEROADSHOW MOVIEROADSHOW MOVIEROADSHOW MOVIE

LOMBA 17 AGUSTUSAN LOMBA 17 AGUSTUSAN LOMBA 17 AGUSTUSAN LOMBA 17 AGUSTUSAN KOLABORASI PPIA UNISA-PPIA UNI. OF ADELAIDE

layanan kekonsuleran, misal-Indonesia yang membutuhkan

nya: perpanjangan visa, pembua-tan paspor, dan lain-lain. Pada hari yang sama juga diada-kan diskusi dan tanya jawab mengenai pendidikan, hubungan Australia dan Indonesia dan juga mengenai keimigrasian.

Beberapa pengurus PPIA UniSA (Uchi, Ayu, Yoga, Aty) ikut terlibat di dalam kepani-tiaan dan bertugas bersama be-berapa teman-teman dari Flin-

Page 3 PPIA UNISA Volume 2 Issue 1

PPPPada tanggal 26 Juli 2008

UniSA membantu PPIA Ca-bang SA untuk menjadi tuan rumah kegiatan kekonsuleran KBRI. Kegiatan ini berlang-sung di City West Campus North Terrace. Dalam kegiatan ini KBRI membuka pelayanan kekonsuleran, bukan hanya untuk pelajar Indonesia di South Australia tetapi juga terbuka untuk warga Negara

pendidikan dalam rangka memperingati hari pendidikan nasional 2 Mei dan hari kebangkitan nasional 20 mei. Buku-buku ini akan di kumpulkan di state lain pada bulan Desember 2008 dan selanjutnya akan dikirim ke Indonesia. Buku-buku ini akan disebarkan ke anak-anak bangsa di daerah yang membutuhkan dengan harapan dapat mening-katkan minat baca dan melatih

bahasa Inggris karena tentunya buku yang akan dikirim adalah buku-buku berbahasa Inggris. Buku-buku yang terkumpul merupakan donasi dari berbagai pihak, bukan hanya dari pelajar Indonesia di UniSA tetapi ber-

hasil menggalang donasi buku dari kumpulan masyarakat Bali di Adelaide.

Pada akhirnya, PPIA UniSA sendiri berhasil mengumpulkan buku sejumlah kurang lebih 200 buku dan mendapatkan ban-tuan dana sejumlah AUD 150 dari seorang anggotanya Siska Latanga untuk membantu biaya pengepakan dan pengiri-man buku-buku tersebut ke state lain .

PPPPada bulan Mei-Juni 2008,

koordinator pendidikan PPIA-UniSA, Bapak Muh. Najib mengkoordinasikan pengumpulan buku anak bangsa di UniSA, sebuah program pendidikan yang di usulkan oleh PPIA pusat. Sebagai PPIA ranting, PPIA UniSA berusaha semampu mungkin untuk mendukung program ini.

Program ini juga sekaligus untuk mensukseskan bulan

BUKU ANAK BANGSABUKU ANAK BANGSABUKU ANAK BANGSABUKU ANAK BANGSA

LAYANAN KE KONSULERANLAYANAN KE KONSULERANLAYANAN KE KONSULERANLAYANAN KE KONSULERAN

PPIA UniSA yaitu Fata-hillah, Yoga Jat-miko dan Kurniati Sillia. Acara yang ber-

langsung Minggu, 20 July 2008 (1.00 pm) di Aula Royal Ade-

laide Hospital bertujuan untuk menyambut & memperkenalkan Mahasiswa Baru. Diharapkan kegiatan ini mampu mempererat hubungan sesama mahasiswa Indonesia di UniSA. Acara ini dihadiri sekitar 36 Orang pelajar dan keluarganya.

Walaupun sempat mengalami beberapa kali perpindahan lo-kasi dari yang mulanya di Gle-nelg Beach & Elder Park di-

karenakan kondisi cuasa yang tidak bersahabat, akhirnya pada hari H acara di adakan di Aula RAH. 4 dari 6 maha-siswa baru hadir. Keseluruhan acara berjalan lancar baik sesi makan-makan maupun foto-foto. Beberapa dari teman-teman yang datang turut mem-bawa serta makanan khas Indo-nesia seperti pudding labu onde-onde & batagor.

AAAAcara gathering yang ber-

jalan sukses ini di koordinatori oleh tiga orang pengurus

BBQ & Pizza Day BBQ & Pizza Day BBQ & Pizza Day BBQ & Pizza Day

juga terlihat ada pelajar dari Universitas Flinders yang ikut hadir menonton film tersebut. Acara ini tidak dipungut bayaran, semua yang datang bisa menonton film “Denias” yang mengangkat kehidupan di tanah Papua ini dengan gratis dan nyaman.

Salah satu pelajar dari Viet-nam, Thu, menyatakan kekagu-mannya atas acara ini setelah acara nonton film ini berakhir. Pelajar ini berharap PPIA UniSA bisa mengadakan acara nonton film seperti ini lagi di kemudian hari. Film ini sendiri mudah dipahami oleh pelajar asing dikarenakan memiliki sub title bahasa inggris. Hal senada juga diucapkan oleh Barry, pelajar dari Lesotho.

Dalam acara ini juga, diselingi dengan serah terima jabatan ketua PPIA dari saudara Joko

Julianto ke saudari Ni Ketut Ayu Ambarini, yang akan me-mangku jabatan ketua PPIA UniSA masa kepengurusan 2008-2009.

Tak lupa dalam acara ini juga PPIA UniSA mengadakan fund raising dengan menjual aneka snack, sandwich dan es teller. Jumlah dana “Net” yang diperoleh sebesar AUD 64.50. Dana fund raising yang terkum-pul tersebut akan digunakan untuk menambah kas PPIA UniSA. Makanan & minuman yang dijual tersebut merupakan

hasil karya dari sesama pelajar Indonesia di UniSA yaitu Kak Iin dan Kak Wiwik.

Acara yang berlangsung ham-pir 2 jam itu diakhiri dengan senyum lega, haru dan perasaan senang karena semua yang datang mendapatkan pelajaran yang berharga dari film tersebut, yang mencerita-kan mengenai perjuangan seo-rang anak Papua untuk menda-patkan ilmu pengetahuan, juga dengan ditampilkannya keinda-han alam Papua.

Perasaan yang sama juga meli-puti semua pengurus dikarena-kan hari ini merupakan langkah awal bagi kami semua untuk memulai pengabdian ke PPIA UniSA. Kami semua terus memohon dukungan dari kawan-kawan pelajar Indonesia di UniSA.

sama. Pada acara latihan

perdana ini, teman-teman di

acara nonton bareng Denias

di gedung kampus yang

arahkan oleh saudara Sapari

(Ari).

Terima kasih untuk Ari yang mau meluangkan waktu

melatih teman-teman untuk

belajar tarian poco-poco ini.

Saat ini PPIA UniSA

memiliki dua tim seni, setelah sebelumnya terbentuk tim

tarian Bali.

Dengan terbentuknya tim

poco-poco ini, diharapkan

PPIA UniSA mampu turut aktif dalam kegiatan-kegiatan

seni yang digelar di Adelaide

dan di UniSA khususnya.

Page 4 PPIA UNISA Volume 2 Issue 1

PPPPada hari “anzac day” yang

diperingati oleh penduduk Australia dan menjadi salah satu libur nasional di Austra-lia, PPIA UniSA menggelar acara nonton bareng “Denias”.

Acara perdana kepengurusan PPIA UniSA 2008-2009 ini bisa dikatakan sukses dengan dihadiri total 30 orang terdiri dari teman-teman pengurus, teman-teman pelajar Indone-sia di UniSA, keluarga/spouse dari pelajar, pelajar interna-tional lainnya seperti pelajar dari Vietnam, Lesotho, Aus-tralia, kalangan umum dan

SSSSeiring dengan bergulirnya

ide untuk membentuk tim poco-poco di PPIA Unisa.,

maka koordinator seni dan

budaya, Olive mengajak teman-teman untuk berpar-

tisipasi dalam latihan poco-poco bersama yang digelar

pada hari Jumat, 25 April, jam 1.30 pm di depan Uni-

book, City East.

Acara latihan perdana ini bisa dikatakan sukses

dengan diikuti lebih kurang 10 orang teman-teman

pelajar Indonesia di UniSA. Kebetulan juga acara

latihan ini dilakukan setelah

NONTON BARENG ‘DENIAS’NONTON BARENG ‘DENIAS’NONTON BARENG ‘DENIAS’NONTON BARENG ‘DENIAS’

LATIHAN POCOLATIHAN POCOLATIHAN POCOLATIHAN POCO----POCOPOCOPOCOPOCO

Page 5 PPIA UNISA Volume 2 Issue 1

scholarship worked for me?” peserta diminta menuliskan jawaban pada selembar kertas. Selanjutnya diskusi dibuka dengan masing-masing peserta mengemukakan jawaban sing-kat dari apa yang ditulisnya. Dari pengelompokan jawaban pertama dari semua peserta terkumpul 62 point mengenai kesan-kesan tersebut.

Selanjutnya peserta di perkecil dan bagi dalam 2 kelompok. Masing-masing kelompok bekerja secara terpisah. Dalam kelompok kecil yang bisa di sebut sebagai “focus group discussion” ini peserta di berikan pertanyaan lebih detail mengenai pengalaman dan pendapatnya terkait beasiswa ADS. Pertanyaan tersebut antara lain:

• mengenai asal negara,

• dari mana kita mengetahui

informasi beasiswa tersebut,

• pembelajaran penting yang

diperoleh dari beasiswa ini,

• bagaimana proses pemilihan

universitas,

• apakah EAP dan pembekalan

pre departure berguna / tidak,

• bagaimana beradaptasi den-gan kehidupan selama di Aus-tralia, misalnya, keterkaitan akademis, social dan masalah pribadi (keuangan, kesepian, bahasa, keluarga, child care, dll),

• memberikan sumbangan saran bagi peserta / penerima beasiswa untuk masa mendatang,

• apakah kami memerlukan

bantuan masa mendatang dalam hal pengembangan karir dari AusAID setelah kembali ke Indonesia,

• masalah yang dihadapi dalam hal isu akademis dan akomo-dasi,

• pengalaman pre / post departure, dan masih banyak pertanyaan dan pendapat dari peserta yang pastinya semua berkaitan dengan masalah beasiswa AusAID.

Pengklusteran pendapat peserta di hari kedua dianalisa dengan program statistic “concept mapping”. Menariknya dari 62 point pendapat peserta diperkecil menjadi cluster-cluster spesifik yang dianggap

penting bagi penerima beasiswa. Dalam kesempatan tersebut juga di analisa tingkat kepentingan dari pengelompokan secara spesifik. Hasil akhir didapatkan beberapa hal penting yang diharapkan dapat diperhatikan oleh AusAID dan juga menjadi concern dari penerima beasiswa antara lainnya;

• mengenai pengembangan

akademik,

• karir setelah program

beasiswa berakhir,

• dukungan setelah graduation, dukungan pengembangan karir,

• hubungan antara Australia dengan negara penerima beasiswa,

• hubungan antara penerima beasiswa dengan pelajar lokal Australia, pihak universitas, lingkungan sosial dan

• memulai hidup di Australia,

dan masih banyak hal penting yang tidak sempat kami sebutkan secara keseluruhan.

Acara diakhiri dengan pelati-han program statistic “concept mapping” bagi peserta yang berminat mempelajarinya. Ha-sil focus group ini diharapkan dapat memberikan masukan demi memperbaiki kualitas pelayanan dan bantuan dari AusAID bagi penerima beasiswa di masa mendatang.

(ayu & siska)

6666 & 7 Agustus 2008 lalu ber-

langsung ‘AusAID scholar-ship focus group’. Acara ini adalah kelanjutan dari AUSAID online survey me-ngenai masalah dan pengala-man sebelum/ setelah kebe-rangkatan bagi penerima beasiswa ADS, ALA dan PAHRDF yang telah diada-kan beberapa waktu yang lalu.

Focus group dilaksanakan di The Chifley Hotel, Adelaide dengan peserta sejumlah 15 orang yang terdiri dari pelajar penerima beasiswa ADS dari universitas-universitas di Perth dan Adelaide. Dari Indonesia terdapat dua orang pelajar yang mewakili yang kebetulan berasal dari univer-sitas yang sama yaitu Univer-sitas of South Australia yaitu Siska Salubongga dan Ayu Ambarini. Sedangkan peserta lainnya merupakan perwakilan dari negara-negara seperti; Pakistan, Nepal, Filipina, Kambodia, Vietnam, Laos, Papua New Guinea, Mozam-bik, Uruguay, Sri Lanka Indo-nesia dan Bangladesh. Per-wakilan dari AusAID sendiri adalah program manager Aus-tralian Scholarship group “Simon Kaldy” dan Sophie Jin.

Dalam kesempatan pertama fasilitator yang merupakan ahli penelitian sosial dari Uni-versitas of Melbourne Prof. Neil Day dan Prof. Rosalind Hurworth membuka diskusi dengan memberikan perta-nyaan “How has my AusAID

AUSAID CONCEPTAUSAID CONCEPTAUSAID CONCEPTAUSAID CONCEPT----MAPPING WORKSHOPMAPPING WORKSHOPMAPPING WORKSHOPMAPPING WORKSHOP

Generally, employers focus on more important factors when making their hiring decisions. Internships, extracurricular activities and a general, well-rounded repertoire are more likely to affect a hiring man-ager's decision. In fact, most employers would probably prefer to hire a candidate with a lower GPA who was involved in a lot of outside activities and/or worked throughout college, Diepenbrock says.

"A student with a 4.0 but who has no experience may appear to be imbalanced to an employer," she says. "The lower GPA with more activities and skills is preferred because employers know that in today's workplace, individuals are pulled in many directions and need to be able to handle the pressure."

Queen-Hubert adds that stu-dents with a 4.0 who only spent time studying might lack real-world skills that would be other-wise obtained through campus activities or working.

What if I have a low GPA?What if I have a low GPA?What if I have a low GPA?What if I have a low GPA?

A common debate among job seekers is when and if to include GPA on one's résumé. Both Queen-Hubert and Diepen-brock agree that in general, if your GPA is higher than 3.0, list it. Employers tend to as-sume it's under a 3.0 if it's not listed on the résumé.

So what happens if you do fall below the 3.0 mark? Are you doomed to a career in the unem-ployment line? Of course not,

Queen-Hubert says. You have plenty of options if you have a less than stellar academic re-cord. One of the most common practices is to list a "major GPA." In other words, list your cumulative GPA for the classes you've taken relevant to your major -- as in, don't calculate the "F" you received in chemis-try if you're majoring in journal-isme.

If you're one of the many stu-dents who got off to a rough start freshman year -- either by too much partying, too many classes or too much sleeping in -- your GPA can be extremely hard to raise. For these stu-dents, Diepenbrock suggests listing their current semester or most recent academic year GPA so that an employer can see that they have learned from their mistakes and currently are doing well. Nevertheless, be prepared to explain why the employer is not seeing your cumulative GPA.

No matter how low your GPA is, never lie about it or even round up, Diepenbrock says. A 2.98 GPA is not a 3.0.

"If an employer has a GPA restriction for applications, they have a reason for doing this and they will likely require the can-didate to provide an academic transcript before completing the hire process," she says. "Once an employer sees that a candi-date has embellished just one piece of her application, the remaining factors, which may be 100 percent true, will not be

taken seriously and the candi-date will be dismissed."

Ideal industries for low and Ideal industries for low and Ideal industries for low and Ideal industries for low and high GPAshigh GPAshigh GPAshigh GPAs

Your GPA will most likely come into play if you're apply-ing to the "elite, highest-paying, most selective" posi-tions, Queen-Hubert says. Such industries might include business service, investment banking, consulting, technol-ogy, engineering, accounting or healthcare. It's important to know, however, even those employers prefer students with internship or campus activities.

"The key is well-roundedness and a savvy job hunter who can really sell [his or her] strengths. Employers look at the overall package and want to see a vari-ety of skills," she says.

Most other industries focus less on grades and more on the personality skills required to be successful in that industry. For instance, sales people require a knack for communication and persuasion. Teachers need to be engaging and organized, and so on.

If you meet all of the require-ments for a position, except for a shining GPA, address the issue right away with the em-ployer and show that you are confident in your abilities, Queen-Hubert says. Most importantly, be fully prepared to communicate the story be-hind your academic record, whether it's good or bad.

"Employers want to hire intelli-gent, thoughtful, well-spoken individuals and self-reflection is a sign of maturity," she says. "Lots can happen in four years of growth and development. Don't be ashamed to articulate weakness and draw attention to your strengths."

By. Rachel Zupek. A writer for By. Rachel Zupek. A writer for By. Rachel Zupek. A writer for By. Rachel Zupek. A writer for CareerBuilder. com. CareerBuilder. com. CareerBuilder. com. CareerBuilder. com.

Page 6 PPIA UNISA Volume 2 Issue 1

HHHHow important is your GPA

to employers? Were all of those group study sessions and late nights spent cram-ming worth it?

The majority of employers (62 percent) don't have a minimum GPA requirement for hiring college graduates, according to CareerBuilder. com's "College Job Forecast 2008." Six percent of employers will accept below a 2.5 GPA, while an addi-tional 31 percent require a 3.0 and above. Only 11 percent require a 3.5 and above.

"For employers, GPA is just one factor in their decision to interview or hire an applicant," says Amy Diepenbrock, direc-tor of career services at Barry University in Miami Shores, Fla. "More and more, it's less of a factor."

While it may not be the pri-mary issue when deciding whether to hire an applicant, many employers will ask about grades and education during an interview. When they do, new grads need to be prepared to tell their story.

"Students learn how to be better students as they navi-gate their way through four years of course work and em-ployers understand that," says Jody Queen-Hubert, executive director of cooperative educa-tion and career services at Pace University in New York City. "They need to be pre-pared to convincingly tell the story of their academic devel-opment during the interview, especially if their grades im-proved over time."

What matters the most?What matters the most?What matters the most?What matters the most?

While grades and GPA play a small role in the job-search process, the good news is that chances are, your GPA is not going to make or break you when it comes to getting a job.

Does Your GPA Matter to Employers?Does Your GPA Matter to Employers?Does Your GPA Matter to Employers?Does Your GPA Matter to Employers?

suggests that ones whom a BMI of 25 to less than 30 kg m2 are classified overweight. Meanwhile, others with a BMI 30 kg m2 or above are catego-rised obese. Yet, it should be noted that the BMI measure-ment for children should be set apart from that of for adult. The WHO recommends the utiliza-tion of the ‘cut-off criteria’ for particular population to meas-ure the childhood obesity.

What are the dire consequences What are the dire consequences What are the dire consequences What are the dire consequences of obesity?of obesity?of obesity?of obesity?

Some chronic illness is highly related to obesity. This includes diabetes, hypertension, and coronary heart disease. Re-search by Pariskova et al (2002) highlight that from those of overweight children, 25% are obese children with high possi-bility having diabetes, heart failure, certain cancers and other co-morbidities factors. In agreement with Pariskova, Dean and Flett (2002) contend that obese children with diabe-tes are potentially to develop renal failure during their adult-hood followed by dialysis treat-ment. The latter is what we called a permanent impair. So, it is quite scary, isn’t it?

How could we avert childhood How could we avert childhood How could we avert childhood How could we avert childhood obesity?obesity?obesity?obesity?

Having known some basic knowledge of childhood obesity, let’s take a look at how could we deal with it. Are there any effec-tive treatments for childhood obesity? How could we prevent

childhood obesity? Lobsten et al in describing ‘obesity in children and young people’ emphasise that preventive actions seem to be the prior choice and are cru-cial for most affected countries. This is because current ap-proach to treatment is solely aimed at taking the obesity under control, rather than cur-ing. The authors also suggest that obesity management will be effective if and only if a mul-tidisciplinary and a comprehen-sive action are performed. Phar-maceutical approaches may help but cannot replace the compre-hensive management of obesity. Parents as part of this compre-hensive management have a pivotal role in preventing child-hood obesity. This involves three main actions that can be performed in household level such as:

‘Parental role-modeling’, by which the parents will be exam-ples in promoting consumption of healthier foods. ‘A whole-family approach’ also appears as a successful approach primarily for younger children. The prob-lem then is that this approach has been challenged by frequent contradictory of commercially junk food advertisement. Hence, this parenting role-model should be followed by the similar approach in school and community based level.

‘Dietary interventions’ in line with exercise programmes.

Parizkova et al (2002) claimed that this combination produced better outcomes than the die-tary intervention only. Simi-larly, merely depend on exercise programmes without dietary interventions are doubtfully to be effective since the increased energy loss is likely to be in line with the increased energy in-take. It should be highlighted that stringent dietary interven-tions require a monitoring ap-proach from the parents to in-spect closely the minimal re-quirement of nutrient in the diet menu. Most importantly, the parents have to examine psychological effects of their children whether appetite re-duction or eating disorders appeared. This particularly with children who have been exposed with psychological problems previously.

Reducing the time utilised in ‘sedentary’ (inactive) activities e.g. watching television or play-ing computer and video games. Some parents may not be real-ised that allowing their children watching television and play-ing video game extensively promote inactive metabolism process which in turn precipi-tate childhood obesity. Indeed, Yanovski and Yanovski (2003) founded significant weight loss of the obese children when those activities were reduced as their sedentary interventions was replaced by other physical activities.

By. Hari Sujadi (Bli Hari)By. Hari Sujadi (Bli Hari)By. Hari Sujadi (Bli Hari)By. Hari Sujadi (Bli Hari)

Master of Nursing UniSAMaster of Nursing UniSAMaster of Nursing UniSAMaster of Nursing UniSA

Page 7 PPIA UNISA Volume 2 Issue 1

OOOObesity Prevalencebesity Prevalencebesity Prevalencebesity Prevalence

Obesity…well…generally speaking this is not a new term, isn’t it? Indeed, obese people can be easily founded in today’s society. But, the worst thing is that it was exagger-ated by the significant in-crease of childhood obesity prevalence. Numbers of obese children have doubled since the last decade by 1 of ten children worldwide. In Austra-lia, 1% of all children becoming overweight every year. In this country, from 1985 to 1995, the number of childhood obesity has increased from 12% to over 20% respectively (Magarey, Daniels, Boulton 2001).

What about in Indonesia..? Well, the number of obese children may not be as high as in the Australian cases. The prevalence of childhood obe-sity depicts an upward trend though. a cross sectional study in Indonesia by Julia, Weis-senbruch, van de Waal, and Surjono (2004) depicts the number of obese children was five times higher in urban chil-dren than in rural children.

Surely, this health burden have to be addressed other-wise our future generation suffering from some chronic illness which resulted in an unproductive generation. Therefore, It is interesting to know how likely we are, as a parents and relatives, to pre-vent this society problem.

What is Obesity?What is Obesity?What is Obesity?What is Obesity?

Let’s discuss what exactly obesity is, whether it can be distinguished from overweight and how could we measure obesity accurately. ‘Body mass index’ (BMI) is one method to measure the level of obesity which is defined as {weight (kg)/height (m)2}. The World Health Organization (WHO)

CAN WE SAVE OUR CHILDREN?CAN WE SAVE OUR CHILDREN?CAN WE SAVE OUR CHILDREN?CAN WE SAVE OUR CHILDREN?

Page 8 PPIA UNISA Volume 2 Issue 1

AWALNYA SUSAH ………...! bung di milis PPIA UniSA. Ia yakin dengan adanya PPIA, ia dan juga teman-teman Indonesia lainnya di UniSA dapat berbagi ide, cerita, pengalaman, dan kreatifitas melalui PPIA UniSA

Tessa yakin bahwa PPIA UniSA mampu mengakomodir persahabatan sesama teman-teman Indonesia di Adelaide. Secara pribadi ia merasa senang dengan adanya PPIA UniSA, sehingga ia merasa tidak sendir-ian di Australia. Ia optimis den-gan adanya kegiatan-kegiatan positif yang dikoordinir PPIA UniSA mempererat persaha-batan diantara teman-teman Indonesia di UniSA. Pesan tera-khir Tessa buat PPIA UniSA “ All the best yach! “

HHHHmmmm buat saya, awalnya mmmm buat saya, awalnya mmmm buat saya, awalnya mmmm buat saya, awalnya

susah, dan khawatir bakal ti-susah, dan khawatir bakal ti-susah, dan khawatir bakal ti-susah, dan khawatir bakal ti-dak dapat teman, tapi setelah dak dapat teman, tapi setelah dak dapat teman, tapi setelah dak dapat teman, tapi setelah beberapa minggu di studio, beberapa minggu di studio, beberapa minggu di studio, beberapa minggu di studio, saya mulai bisa bergaul dengan saya mulai bisa bergaul dengan saya mulai bisa bergaul dengan saya mulai bisa bergaul dengan beberapa teman dari Australia beberapa teman dari Australia beberapa teman dari Australia beberapa teman dari Australia walaupun tidak begitu akrab, walaupun tidak begitu akrab, walaupun tidak begitu akrab, walaupun tidak begitu akrab, tapi saya sudah bisa enjoy den-tapi saya sudah bisa enjoy den-tapi saya sudah bisa enjoy den-tapi saya sudah bisa enjoy den-gan lingkungan di stu-gan lingkungan di stu-gan lingkungan di stu-gan lingkungan di stu-dio…………….…dio…………….…dio…………….…dio…………….…

Begitulah ungkapan gadis hi-tam manis ini ketika ditanya pengalaman pribadinya memu-lai pertemanan dengan pelajar lokal Australia…

Tessa Larasati ModouwTessa Larasati ModouwTessa Larasati ModouwTessa Larasati Modouw, ia berasal dari Jayapura, Papua, Indonesia namun besar di Jog-jakarta. Setelah menamatkan-bangku SMP di Yogyakarta pada tahun 2003, ia memu-tuskan untuk mengambil High School di St. Johns Col-lege, Darwin. Tessa mengung-kapkan ketika pertama kali menginjakkan kaki di Austra-lia, ia kerap berkata dalam hati "kok, Darwin mirip dengan Papua yach", tidak beda jauh lah.

Karena saat itu ia masih beru-mur 15 tahun, ia selalu dikawal oleh Ayahnya. Ada kejadian lucu yang tak mungkin ia lu-pakan. Tessa selalu bilang ke Ayahnya untuk tidak mening-galkan dirinya seorang diri, karena ia takut di ajak bicara dengan orang Aussie. Tapi apa yang terjadi, ayahnya malah meninggalkan Tessa seorang diri dan ia begitu paniknya saat sepasang suami istri yang juga baru di Darwin menanyakan arah jalan dengan logat aussie, dan Tessa hanya bisa menjawab singkat "i am sorry, i dont know, i also just arrived in Darwin." Tapi jawaban itupun telah membuat hatinya sangat senang walau bahasa inggrisnya masih patah-patah. Tapi dari

situlah perjalanan Tessa di Aus-tralia dimulai, ia tidak pernah takut untuk melakukan kesala-han, apalagi saat berbicara dalam bahasa inggris.

Sekarang ia selalu berprinsip; .

kalau tidak melakukan kesala-kalau tidak melakukan kesala-kalau tidak melakukan kesala-kalau tidak melakukan kesala-han, mana bisa kita tahu mana han, mana bisa kita tahu mana han, mana bisa kita tahu mana han, mana bisa kita tahu mana yang benar !!yang benar !!yang benar !!yang benar !!

Setelah 2.5 tahun tinggal di Dar-win, Tessa melanjutkan study-nya di UniSA Adelaide di juru-san Visual komunikasi (graphic Design). Ia selalu berusaha membaur dengan pelajar lokal Australia khususnya pada saat team work. Menurutnya, dibutuhkan waktu untuk bisa berkenalan dengan teman-teman aussie. Pesan Tessa, pada saat bergaul dengan mereka tetaplah memegang personality dan tidak malu untuk membuka identitas.

Disela-sela kesibukannya Tessa senang mendesign/mengambar/melukis, menyanyi dan bermain gitar. Tessa sangat senang saat mengetahui keberadaan PPIA UniSA. Sejak itu iapun berga-

NOTHING SPECIAL WITH ME…! DDDDuh...tak usah panggil Mas Ade uh...tak usah panggil Mas Ade uh...tak usah panggil Mas Ade uh...tak usah panggil Mas Ade

dong! Ngebacanya jadi gi-dong! Ngebacanya jadi gi-dong! Ngebacanya jadi gi-dong! Ngebacanya jadi gi-mana…..gitu! Dan please, profil-mana…..gitu! Dan please, profil-mana…..gitu! Dan please, profil-mana…..gitu! Dan please, profil-nya yang biasa saja coz’ nothing nya yang biasa saja coz’ nothing nya yang biasa saja coz’ nothing nya yang biasa saja coz’ nothing special with me..special with me..special with me..special with me......

Protes Ade Syahputra dalam bala-san emailnya. Cowok kelahiran Medan ini merupakan salah satu p e n g u r u s P P IA -U n i SA . Sayangnya, kepulangannya ke Indonesia beberapa bulan lalu menyulitkan E-news untuk menghadirkan profilnya di edisi perdana E-news.

Ade, demikian teman-teman ser-ing memanggilnya, mengungkap-kan kalau niat untuk melanjutkan study telah ada sejak menyelesai-kan bachelor degree-nya. Namun, dorongan untuk mengaplikasikan

ilmu yang didapatnya dan menda-patkan pengalaman kerja mem-buatnya memilih untuk bekerja di beberapa perusahaan swasta di Jakarta.

Setelah bekerja selama dua tahun, niat untuk study muncul kembali. Terlebih lagi setelah berbagi pen-galaman dengan teman masa kecilnya yang kini PR di Ade-laide, memantapkan kepu-tusannya untuk memilih Adelaide dan UniSA.

Pada awalnya, koordinator milis PPIA-UniSA ini memilih pro-gram telecommunication. Lalu ia memutuskan untuk mengganti program study menjadi IT sesuai

dengan jurusan S1-nya. Menurut-

nya, setiap program study tidak

mudah dan punya tantangan tersendiri. Selalu optimis, beru-saha keras dan berdoa merupakan salah satu pegangannya untuk tetap maju.

Penyuka soccer dan hobbi baca ini, selalu berusaha untuk aktif di organisasi MIIAS dan meluang-kan waktu untuk mengajar di Ta-man Pendidikan Al-Qurán Flin-ders.

“Bersyukur...itu kunci utama”, ujar Ade lebih lanjut.

Makanya, ia selalu berusaha un-tuk menyeimbangkan antara ku-liah, organisasi, kerja dan yang paling penting tak melupakan kewajiban yang utama kepada Sang Pencipta.

Persatuan Pelajar Indonesia Australia

UniSA

E-News PPIA-UniSA

welcomes suggestions, comments and especially

articles. Please email to Uchi: [email protected]

MERDEKAMERDEKAMERDEKAMERDEKA

Tiada kah tangis bila merdeka? Tak perlu kah Indonesia mengaduh? Atau tertatih...terseok-seok dalam gamang.. Puja..puji..lantang merdeka diriuhkan Menina bobokkan Indonesiaku dalam mimpi semu Bisu..terpaku..tak berdaya... Mengapa kau diam saja Indonesia? Begitu sungkan kah engkau menegur anak-anakmu? Anak yang menggerogoti rahimmu dengan serakah.. Jangan bungkam dalam kemerdekaan Indonesia Bangkitlah …bangkitlah... Walau peluru menembus dadamu. Bangkitlah!

University of South Australia

From The Editor

Mana E-newsnya?? Memangnya winter ma-

sih lama?? Beruntung sekali pertanyaan itu belum

terucap. Berlindung dibalik alasan jadwal kuliah

yang padat atau assignments yang “kejar ta-

yang” terdengar “basi” tapi begitulah ke-

nyataannya.

Untuk edisi ini, jumlah halaman bertambah

untuk merespon saran-saran yang muncul sejak

edisi perdana. Yang paling menggembirakan

adalah beberapa teman juga ikut terlibat

menyumbangkan artikel. Semoga untuk edisi se-

lanjutnya, akan bermunculan beragam artikel

dari teman-teman yang lain.

Akhirnya, editor E-news mengucapkan te-

rima kasih dan selamat membaca!

“Uchi”

it, it is better to face and to re-solve it in effective ways.

But how..? These five tips may But how..? These five tips may But how..? These five tips may But how..? These five tips may help..help..help..help..

Identify the type of the conflict, (interpersonal conflicts, inter-group conflicts, interest con-flicts, relationship conflicts) , because each type of conflict needs a certain strategy.

Respect yourself and your inte-rests, but also the other and his interests - everyone must have a positive self-image and the proper respect so the insights on the conflict to be realistic. The approach based on respect al-ways eliminates inappropriate tactics.

Accept and understand cultural differences - people around you are from various cultures which imply different ways of thinking,

WWWWhether you like it or not, you

are surrounding by conflicts. The conflict may occur any-time, anywhere, and with any people you come across in life. Little actions even a single word may cause a conflict. So, how to get along better with conflicts?

Sociologists defined conflict as an antagonism and incompati-bility of cognitions, interest, emotion, or principles within individuals or between indi-viduals. Iraq war is a conflict; disagreement in romantic rela-tionship is also conflict; even contradiction between indivi-dual’s expectation with reality is a conflict. Conflict is every-where – you may experience it in uni, workplace or even in PPIA-UniSA. Conflict is in-evitable, so instead of avoiding

dressing, beliefs and values. So something that is obvious and right to some of us could be otherwise for other ones.

Explore personal and other’s interests to identify common ideas and compatibilities - when you analyze not only your but also other’s attitudes, it increases the empathy between you and the probability to find out a solution to the problem.

COMMUNICATE and LISTEN to the other - try to put yourself in his shoes, effi-cient communication is an im-portant element for finding a constructive solution. Active listening has to be the primary and only behavior in a conflict because it helps to find out other’s opinion.

LIFE WITHOUT CONFLICT...CAN WE?LIFE WITHOUT CONFLICT...CAN WE?LIFE WITHOUT CONFLICT...CAN WE?LIFE WITHOUT CONFLICT...CAN WE?