inkluisi usi

36
“KEBERAGAMAN PESERTA DIDIK DAN PENGGOLONGANNYA BERDASARKAN HAMBATAN BELAJAR” 1. Keragaman (diversity) Misalnya terdapat perbedaan antara kelompok siswa laki-laki dengan kelompok siswa perempuan atau pun kelompok siswa dari status sosial ekonomi rendah dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi. Pada sisi lain, terdapat variasi antar individu di mana masing- masing siswa memiliki perbedaan yang disebut sebagai keunikan individu (individual differences). Dengan demikian, dalam setiap kelompok terdapat pula perbedaan individual. Dalam bagian ini, akan dibicarakan mengenai perlunya memahami dan memberikan perlakuan yang tepat bagi kelompok siswa yang berbeda-beda. Siswa mempunyai latar belakang keluarga yang bervariasi. Ada beberapa sumber variasi yang cukup berperan besar yaitu etnis-budaya-bahasa-agama, dan status sosial ekonomi. Kebhinekaan Indonesia tak dapat disangkal lagi. Selalu ada kemungkinan pertemuan antar etnis di ruang kelas. Etnis budaya membawa kemajemukan tata perilaku akibat pengaruh dari kebudayaan. Status sosial ekonomi orang tua ditinjau dari penghasilan, pekerjaan, dan latar belakang pendidikan. 1

Upload: denny-mulyani-harnas

Post on 20-Oct-2015

193 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas pgsd

TRANSCRIPT

KEBERAGAMAN PESERTA DIDIK DAN PENGGOLONGANNYA BERDASARKAN HAMBATAN BELAJAR

1. Keragaman (diversity)Misalnya terdapat perbedaan antara kelompok siswa laki-laki dengan kelompok siswa perempuan atau pun kelompok siswa dari status sosial ekonomi rendah dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi. Pada sisi lain, terdapat variasi antar individu di mana masing-masing siswa memiliki perbedaan yang disebut sebagai keunikan individu (individual differences). Dengan demikian, dalam setiap kelompok terdapat pula perbedaan individual. Dalam bagian ini, akan dibicarakan mengenai perlunya memahami dan memberikan perlakuan yang tepat bagi kelompok siswa yang berbeda-beda. Siswa mempunyai latar belakang keluarga yang bervariasi. Ada beberapa sumber variasi yang cukup berperan besar yaitu etnis-budaya-bahasa-agama, dan status sosial ekonomi. Kebhinekaan Indonesia tak dapat disangkal lagi. Selalu ada kemungkinan pertemuan antar etnis di ruang kelas. Etnis budaya membawa kemajemukan tata perilaku akibat pengaruh dari kebudayaan. Status sosial ekonomi orang tua ditinjau dari penghasilan, pekerjaan, dan latar belakang pendidikan. Jadi, keragaman adalah ciri-ciri yang melekat pada kelompok tertentu. Pengelompokkan ini dapat ditinjau dari aspek jenis kelamin, jasmaniah, status sosial ekonomi,etnis-ras, budaya, bahasa, agama, kondisi mental, perilaku,intelektualitas, dan seterusnya.

2. Gaya BelajarGaya belajar adalah cara yang cenderung terus-menerus dipakai siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran. Perbedaan gaya belajar siswa dipengaruhi oleh cara berpikir yang biasanya dipakai atau sering diistilahkan sebagai gaya kognitif. Menurut Zhang dan Sternberg (dalam Seifert & Sutton, 2009) gaya kognitif adalah cara yang terus-menerus digunakan siswa dalam mempersepsi, mengingat, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Guilford (dalam Sternberg, 1997) memperkenalkan model struktur intelektual yang membedakan cara bekerjanya (operasi) pikiran menjadi dua tipe berpikir konvergen (convergent thinking) dan berpikir divergen (divergent thinking). Individu yang berpikir secara konvergen berarti berpikir mengkerucut, sehingga umumnya berpandangan bahwa penyelesaian diperoleh melalui cara berpikir prosedural atau struktural. Sementara itu, berpikir divergen berarti membuka pikiran untuk berbagai kemungkinan termasuk penyelesaian yang tidak terpikirkan oleh orang lain pada umumnya. Berpikir divergen setara dengan berpikir kreatif. Witkin (dalam dalam Seifert & Sutton, 2009) merupakan tokoh yang memperkenalkan konsep gaya kognitif. Ia membagi kecenderungan berpikir menjadi dua bentuk gaya kognitif yaitu bebas dari konteks (field independence atau FID) dan terikat dengan konteks (field dependence atau FD). Kecenderungan berpikir dengan gaya FID ditinjau dari sejauh mana seseorang berpikir karena stimulus internal. Gaya berpikir FD cenderung dipengaruhi oleh stimulus eksternal. Siswa dengan FD lebih suka belajar dalam kelompok. Sementara itu, siswa FID lebih menyukai belajar sendiri. Gaya belajar juga dipengaruhi oleh modalitas perseptual yaitu reaksi khas individual dalam mengadopsi data secara efisien yang dipengaruhi oleh faktor biologis, dan lingkungan fisik. Ada empat gaya belajar ditinjau dari modalitas perseptual:a. Visual learners are learning through seeing. Siswa dengan gaya ini membutuhkan melihat langsung bahasa tubuh guru, ekspresi wajah, untuk dapat memahami sepenuhnya isi pelajaran. Mereka cenderung duduk di deretan depan untuk menghindari penghalang pandangan mata (misalnya kepala teman-temannya). Mereka cenderung berpikir dalam bentuk piktorial dan mempelajari sesuatu paling efektif dari tampilan visual seperti diagram, buku yang berilustrasi, transparensi (slides), video, flipcharts, dan handouts. Selama pelajaran atau diskusi kelas berlangsung, mereka lebih suka mencatat untuk menyerap informasi.

b. Auditory learners are learning through listening.Mereka paling mudah menangkap informasi melalui pembicaraan, ceramah, diskusi, mengungkapkan sesuatu, dan mendengar apa yang orang lain katakan. Siswa dengan modalitas auditori menginterpretasi (menafsirkan) arti pembicaraan dengan mendengarkan suara, nada, kecepatan, dan intonasi. Informasi tertulis hanya sedikit berpengaruh, tetapi akan sangat berpengaruh jika dibacakan atau dijelaskan. Siswa seperti ini sangat terbantu dengan metode membaca keras (reading aloud) dan menyetel tape recorder.

c. Tactile or kinesthetic learners are learning by moving, doing, and touching. Siswa dengan modalitas perasa, peraba, dan kinestetik paling efektif menyerap informasi melalui menyentuh dengan tangan, merasakan melalui indera pencecap, mencium aroma, melakukan gerakan-gerakan, unjuk kerja, dan aktif mengeksplorasi lingkungan. Mereka kesulitan jika harus duduk berlama-lama dan mudah pecah konsentrasinya karena keinginan untuk aktif bergerak dan mengeksplorasi. Pada bagian ini, modalitasnya juga dikenal dengan sebutan kinestetik, olfaktori(penciuman), dan gustatif (perasa).

Pemrosesan informasi di otak terjadi dengan cara berbeda dalam aktivitas merasakan, memikirkan, memecahkan masalah, dan mengingat informasi. Masing-masing individu lebih menyukai cara tertentu, yang dipakai terus-menerus, cara mempersepsi, mengorganisir, dan memelihara informasi. Misalnya, belajar melalui workshop, praktikum, atau metode informal lainnya mungkin lebih cocok bagi orang tertentu. Kadangkala, orang merasa kurang bisa menyerap pelajaran, padahal masalahnya bukan karena kesulitan memahami pelajaran namun karena ia kurang mengenali gaya belajarnya yang paling sesuai untuk dirinya sendiri. Selain modalitas perseptual, kepribadian seseorang juga mempengaruhi cara belajarnya.Aspek-aspek kepribadian yang perlu diperhatikan terkait dengan gaya belajar adalah bagaimana fokus atau perhatian, kondisi emosionalitas, dan nilai-nilai yang diyakini siswa. Dengan memahami ketiga aspek kepribadian ini, maka kita dapat memprediksi bagaimana reaksi dan apa yang dirasakan siswa terhadap situasi yang berbeda-beda. Fokus atau perhatian siswa dapat dipahami sebagai minat (interest). Masing-masing siswa memiliki ragam minat dan derajat yang berbeda-beda dalam berbagai bidang. Ruang lingkup minat fokus atau perhatian adalah segala sesuatu yang dapat menarik minat siswa. Pada masa sekarang ini, apa saja bisa menjadi hobi (kesukaan) anak baik berupa kesenangan terhadap suatu aktivitas, benda, atau situasi. Ada siswa yang sangat tertarik dengan membaca komik, bermain games, berolah raga, musik, tari, modeling, film, belanja, menghafal Al Quran, membaca buku, otak-atik komputer, otak-atik mesin, berjualan, memasak, menjahit, desain, dan sebagainya. Seorang guru perlu memahami apa saja minat atau hobi siswa. Pemahaman ini dapat digunakan untuk menata kegiatan kelas, ekstrakurikuler, dan strategi belajar yang tepat untuk siswa. Misalnya saja pelajaran menghafal surat-surat pendek dapat dilakukan dengan strategi merekam suara atau mem-film-kan penampilan setiap anak. Jadi dengan mendekatkan antara beragam minat siswa dengan materi pelajaran, maka ketertarikan terhadap aktivitas yang disukai tersebut dapat digeneralisir siswa sebagai ketertarikan pada pelajaran sekolah. Emosionalitas siswa merupakan bagian penting yang perlu dikenali guru, sebab aktivitas berpikir seseorang tidak terpisah dari emosi. Setidaknya ada dua unsur emosionalitas yang perlu diperhatikan yaitu mood (suasana hati) dan emosionalitas secara umum. Suasana hati adalah kondisi emosionalitas yang dapat berubah sewaktu-waktu. Suasana hati bersifat temporer atau sementara. Misalnya saat udara panas, belum sarapan, dan tugas sekolah banyak yang harus dikerjakan,maka suasana hati para siswa cenderung negatif.Sementara emosionalitas secara umum merujuk pada emosi siswa yang diekspresikan secara lebih persisten. Ada siswa yang lebih menyimpan perasaan, tenang, hati-hati, dan pendiam (reserved). Ada pula yang lebih ekspresif atau spontan (loose or movable). Dengan kemampuan memahami minat siswa, kita bisa memancing siswa yang pendiam menjadi lebih aktif dalam aktivitas belajar. Apabila guru mengetahui minat siswa yang ekspresif, maka mereka dapat lebih berkonsentrasi belajar. Untuk itu guru perlu berlatih memperhatikan suasana hati dan kecenderungan emosionalitas siswa. Nilai atau value adalah sesuatu yang dianggap penting atau berharga bagi seseorang. Dalam filsafat dikenal ada tiga jenis tolok ukur nilai yaitu logika, moral, dan estetika.Nilai logika hanya mengenal benar atau salah ditinjau dari penalaran. Nilai moral menimbang baik atau buruknya sesuatu bagi kepentingan diri dan masyarakat. Sementara estetika menekankan indah atau tidaknya sesuatu. Keyakinan terhadap suatu nilai tertentu dipengaruhi oleh adat istiadat dan religiusitas seseorang. Seseorang yang tinggal dalam komunitas yang menjunjung tinggi adat istiadat ataupun menjunjung tinggi keyakinan agama, maka akan cenderung mengadopsi nilai-nilai moral yang lebih kuat. Tindak-tanduknya cenderung merujuk pada petunjuk adat atau ajaran agama yang diyakini. Singkatnya apa yang dianggap oleh seseorang sebagai hal yang penting akan berpengaruh terhadap bagaimana merespon termasuk dalam gaya belajarnya. Peran guru adalah mengenali apa nilai yang dipandang paling penting bagi siswa dan menggunakannya untuk memperlancar kegiatan pembelajaran. Lebih bagus lagi apabila guru mampu mengungkapkan nilai apa yang dapat diambil dari setiap pelajaran yang diberikan bagi siswa. Untuk mengenali kepribadian siswa, guru perlu mengamati, bergaul,dan bertanya pada mereka. Catatan penting dalam aspek ini adalah guru semestinya mau menerima, mendengar,danmenghargai apa yang menjadi minat, hal yang dirasakan, dan apa yang dipandang penting oleh para siswa.

3. Kecerdasan MajemukWechsler (dalam Flanagan, 1997) menyatakan bahwa, Intelligence is the aggregate (collective) or global capacity of the individual to act purposefully, to think rationally, and to deal effectively with his environment. Feldman (2009) yang sangat dipengaruhi oleh definisi Wechsler menyatakan bahwa, Intelligence is the capacity to understand the world, think rationally, and use resources effectively when faced with challenges.Seiring dengan perkembangan zaman, konsep inteligensi berkembang hingga Howard Gardner (dalam Seifert & Sutton, 2009) mengemukakan delapan jenis kecerdasan. Akhir-akhir ini ditambahkan satu kecerdasan lagi sehingga total menjadi sembilan.

4. BakatTujuan pendidikan pada dasarnya menyediakan lingkungan yang dapat memupuk potensi peserta didik. Tugas para pendidik adalah melakukan upaya untuk mengenali dan mengembangkan bakat para peserta didik. Untuk itu, maka calon pendidik perlu mendapatkan bekal mengenai konsep keberbakatan ini. Potensi yang dimaksud meliputi potensi yang bersifat umum dan potensi yang bersifat khusus. Potensi umum mengacu pada kecerdasan, sementara itu potensi khusus merujuk pada keberbakatan. Sebelumnya, para ahli menganggap keberbakatan meliputi intelektualitas yang melebihi rata-rata. Contohnya, Terman (dalam Munandar, 1999) yang menggunakan inteligensi sebagai kriteria tunggal untuk mengidentifikasi anak berbakat yaitu skor tes kecerdasan 140. Namun, kemudian para ahli menyadari bahwa kemampuan yang bersifat nonintelektual pun merupakan dimensi lain dari bakat. Pengertian anak berbakat yang disepakati oleh para ahli di Indonesia (dalam Munandar, 1999) adalah anak-anak yang oleh para ahli professional ditengarai sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan unggul. Kemampuan unggul tersebut dapat berupa potensi yang bersifat laten maupun yang telah diperlihatkan yaitu kemampuan intelektual umum, kemampuan akademik khusus, kemampuan berpikir kreatif produktif, kemampuan memimpin, kemampuan dalam satu bidang seni, dan kemampuan psikomotor.Menurut Seifert dan Sutton (2009) kualitas siswa yang berbakat dalam bidang akademik adalah mereka menunjukkan salah satu atau beberapa kondisi berikut:1. Siswa berbakat cepat memahami sesuatu dan mandiri dibanding teman sebayanya.2. Mereka memiliki kosa kata yang sangat pesat perkembangannya, juga lebih cepat membaca dan menulis.3. Mereka sangat termotivasi, khususnya dalam tugas-tugas yang menantang dan sulit.4. Mereka menetapkan standar prestasi yang lebih tinggi dari umumnya siswa.

Siswa dengan bakat akademik sangat diuntungkan dengan model pendidikan konvensional, dengan catatan kemampuan unggul mereka dapat dihargai dan diberi kesempatan mengembangkan intelektualitasnya. Sekolah-sekolah tertentu telah memiliki program-program khusus untuk memperkaya bakat akademik siswa. Akselerasi adalah salah satu program yang memungkinkan siswa melompati kelas (skipping grade) atau guru mendesain ulang kurikulum dalam kelas tertentu sehingga materi pelajaran dapat diselesaikan lebih cepat. Sementara itu, hal berbeda dialami oleh siswa yang berbakat dalam bidang lain, dan kurang berbakat dalam bidang akademik. Untuk memperpendek gap antara bakat dalam bidang lain dengan tuntutan sekolah, maka guru perlu bersikap menerima dan menghargai ragam bakat siswa. Akan lebih baik lagi jika guru dapat mendorong agar mereka menyesuaikan cara belajar dengan minat dan bakat yang mereka miliki. Selain itu, guru perlu bersikap lebih bijak dalam menetapkan target prestasi pada mereka.

5. Perbedaan JenderMeskipun tampaknya sederhana, perbedaan jender perlu dipahami oleh guru agar dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. Murid laki-laki memiliki karakteristik yang berbeda dengan murid perempuan. Misalnya, cara berpikir siswa laki-laki berbeda dengan murid perempuan. Namun, tidak menutup kemungkinan karakteristik jender dapat dipertukarkan. Perbedaan mereka tampak dari kekuatan fisik, perkembangan psikoseksual, minat belajar pada bidang berlainan, ketekunan, ketelitian, kecenderungan metode pembelajaran yang lebih sesuai untuk masing-masing jenis kelamin, dan seterusnya. Ada kemungkinan murid perempuan sangat berminat dalam bidang olah raga, sedangkan murid laki-laki sangat menyukai pelajaran tata boga. Seorang guru perlu mengenali keunggulan siswa tanpa harus melakukan stereotip jender.

Di dalam satu kelas kita menghadapi anak yang beragam, karena pada dasarnya setiapanak mempunyai keunikan. Perbedaan tersebut dapat berupa jender, etnis, bahasa,agama, kecacatan, dan kondisi kesehatan terutama berkaitan dengan HIV dan AIDS. Keragaman karena kecacatan di dalam kelas dapat meliputi hambatan dalam penglihatan, pendengaran, gerak, intelektual, emosi dan perilaku. Anak-anak tersebut membutuhkan strategi pembelajaran khusus dan membutuhkan modifikasi dalam kurikulum dan media pembelajaran. Pembelajaran yang sesuai memberikan perhatian kepada kebutuhan peserta didiknya. Oleh karena itu penting bagi guru memiliki kesadaran tentang keberagaman (deversity awareness) peserta didik yang ada di sekolahnya. Di sekolah, baik sekolah umum maupun sekolah khusus atau sekolah luar biasa, pada umumnya peserta didik diajar oleh guru berdasarkan kurikulum yang sama dan dengan pembelajaran yang sama pula. Pembelajaran yang didasarkan atas kurikulum yang seragam dengan cara yang seragam dapat meningkatkan efisiensi tetapi menurunkan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran seperti itu tidak efektif karena peserta didik yang lambat akan mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan pembelajaran dan peserta didik yang cepat akan merasa terhambat sehingga merasa bosan terhadap kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika guru memahami adanya keberagaman peserta didik dan melaksanakan pembelajaran tidak hanya berdasarkan karakteristik peserta didik yang bersifat umum tetapi juga memperhatikan karakteristik peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus yang ada dalam kelas. Jika peserta didik memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain, maka penggunaan kurikulum yang sama dengan pembelajaran yang sama dapat dikatakan sebagai suatu sistem pembelajaran yang tidak adil. Suatu pembelajaran dikatakan adil jika setiap peserta didik memperoleh layanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya.Strategi Pembelajaran untuk Anak CacatKetika menciptakan kelas yang inklusif dan mencoba melibatkan anak dengan keragaman kemampuan diperlukan strategi untuk membantu anak ini secara penuh sebagai berikut:a. Rangkaian (seri): Bagi tugas dan berikan instruksi selangkah demi selangkah.b. Pengulangan dan umpan balik: Gunakan keterampilan pengetesan sehari-hari,praktek yang berulang-ulang, dan umpan balik harian.c. Mulai dari yang kecil dan kembangkan: Bagi keterampilan yang ditargetka menjadi unit atau perilaku yang lebih kecil lalu bangun dari bagian itu menjadi keseluruhan.d. Kurangi kesulitan: Tugas yang berurutan dari mudah ke sulit dan hanya memberikan petunjuk yang diperlukan.e. Pertanyaan: Ajukan pertanyaan yang berhubungan dengan proses (bagaimana cara... ?) atau pertanyaan yang berhubungan dengan isi (apa itu.. ?).f. Grafik (taktual dan atau visual): Menekankan gambar atau representasi gambar lainnya.g. Instruksi kelompok: Instruksi terjadi dalam kelompok kecil anak dan mungkin didampingi oleh guru.h. Tingkatkan keterlibatan guru dan teman sebaya: Gunakan pekerjaan rumah, orangtua atau teman sebaya untuk membantu dalam pembelajaran.Di dalam satu kelas kita menghadapi anak yang beragam, karena pada dasarnya setiap anak mempunyai keunikan. Perbedaan tersebut dapat berupa jender, etnis, bahasa, agama, kecacatan, dan kondisi kesehatan terutama berkaitan dengan HIV dan AIDS. Pemahaman mengenai apa dan siapa siswa yang beragam menjadi awal penerimaan keberadaan mereka di kelas. Keberagaman siswa didik disebabkan oleh berbagai faktor. Osman mengemukakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi belajar pada siswa. Faktor-faktor ini secara langsung maupun tidak langsung saling terkait (tidak berdirisendiri) dan berperan dalam munculnya hambatan belajar. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. InteligensiTingkat inteligensi seseorang memberi gambaran mengenai tingkat rata-rata pencapaian yang mungkin diraih oleh siswa. Namun hal tersebut tidak meramalkan keberhasilan dalam belajar. Tingkat inteligensi yang tinggi bukan jaminan keberhasilan seorang siswa untuk berhasil dalam pembelajaran, dan kadang ditemui kesenjangan yang nyata dengan prestasi belajarnya, dan ini banyak dikenal sebagai siswa underachiever. Inteligensi siswa yang berada di bawah normal sering menunjukkan kesulitan dalam pemahaman materi, rentang memori yang terbatas, dan kemampuan analisis yang lemah. Hal tersebut banyak mengarah pada kemampuan kognitif yang lemah. Data mengenai inteligensi mereka dapat dijadikan dasar perencanaan program penanganan, terfokus pada prediksi kemampuan yang dapat dikuasai oleh siswa.

2. Ketidaksempurnaan sensoriKetidaksempurnaan ini terkait dengan kinerja sensori (organ penglihatan, pendengaran) dan syaraf pusat. Siswa dengan kemampuan melihat kurang akan mendapat kesulitan dalam melihat sesuatu yang dituliskan di papan maupun di buku, dan hal ini akan berimplikasi pada semua mata pelajaran. Kadang-kadang terjadi kesulitan dalam belajar namun organ sensori pada siswa normal. Hal ini terjadi karena sistem syaraf pusat tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga pesan yang disampaikan oleh dan atau dari otak berbeda. Manifestasi kasus yang tampak pada siswa dapat berupa perbedaan makna antara apa yang ia lihat dan dengar dengan apa yang sebenarnya ditangkap oleh indera penglihatan dan pendengaran.3. Tingkat keaktifan dan kemampuan memusatkan perhatianKemampuan siswa dalam memusatkan dan mempertahankan perhatian merupakan modal dasar keberhasilan dalam pembelajaran. Belajar memerlukan perhatian terfokus selama beberapa saat untuk berproses supaya memahami apa yang dipelajari. Siswa yang mudah beralih perhatian pada benda atau hal di sekeliling akan terhambat dalam memahami materi.4. Memar otak dan fungsi otak yang minimalOtak sebagai pusat kinerja kognisi, afeksi maupun psikomotor menjadi hal yang sangat vital dalam keberhasilan belajar seorang siswa. Kondisi otak yang terluka menyebabkan terganggunya tiga komponen penting di atas dan hal tersebut juga berpengaruh dalam kesulitan dalam belajar. Terganggunya fungsi otak dapat terjadi saat kelahiran, sebelum kelahiran (prenatal), dan sesudah kelahiran. Riwayat penyakit yang diderita saat mengandung, kelahiran premature, kelahiran yang terlalu lama dan lain-lain dapat memicu lebih banyak kasus kesulitan belajar.5. Faktor keturunanPewarisan fungsi genetikdari orang tua kesiswa memungkinkan penurunan sifat-sifat tertentu (misal: penyakit, karakter, bentuk fisik dll) termasuk di dalamnya kesulitan belajar. Namun, faktor ini tidak lebih besar peranannya dibandingkan faktor pengelolaan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru.6. Ketidakmatangan atau kematangan yang terlambatKetidakmatangan ini lebih mudah dipahami sebagai keterlambatan dalam perkembangan yang dapat terjadi pada perkembangan fisik, bahasa, motorik dll. Aspek-aspek tersebut dibutuhkan dalam kesiapan seorang siswa dalam proses pembelajaran. Misal: kemampuan membaca maupun menulis menuntut kematangan gerak motorik halus serta gerak bola mata, sehingga keterlambatan dalam kematangan hal tersebut menghambat penguasaan siswa.7. Faktor emosiEmosi yang banyak disinyalir menyebabkan kesulitan belajar adalah rasa khawatir atau takut, tertekan, gugup, gelisah dan panik. Ketakutan untuk mencoba karena khawatir nanti gagal dan diolok-olok teman, takut dikira bodoh sehingga tidak mau bertanya, perasaan tertekan karena tuntutan dari orang tua menyebabkan siswa tidak maksimal dalam belajar. Di sisilain, kesulitan belajar yang dialami seorang siswa dapat juga menimbulkan gangguan emosi sehingga duahal ini saling terkait satu sama lain.8. Faktor lingkunganMalnutrisi (kuranggizi) menyebabkan perkembangan otak tidak maksimal sehingga mengganggu proses maturitas otak. Disamping mengganggu proses perkembangan juga menyebabkan ketahanan tubuh siswa kurang (mudah capai, lemah, mudah sakit dll) dan hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap belajar siswa.

9. Faktor pendidikanCara mengajar guru yang tidak tepat, kurang memahami kebutuhan siswa yang memerlukan bantuan khusus dan lain-lain merupakan beberapa masalah dalam dunia pendidikan yang ikut berperan meningkatkan manivestasi kesulitan belajar pada siswa. Sembilan faktor di atas tidak berdiri sendiri dan mempunyai peran dalam munculnya hambatan belajar. Hal ini mengindikasikan bahwa guru memerlukan kejelian dalam melihat permasalahan belajar siswa. Tidak sedikit dari siswa yang memiliki permasalahan belajar merupakan siswa underachiever yang sebetulnya mempunyai potensi besar untuk berhasil dalam bidang akademik. Pemenuhan kebutuhan belajar yang sesuai dapat memberikan peluang kepada mereka untuk berhasil. Keberagaman siswa didik yang banyak menjadi kendala guru-guru di lapangan berdasarkan hasil penelitian banyak terkait dengan permasalahan belajar. Hasil penelitian Arismunandar menemukan salah satu penyebab stress pada guru adalah siswa yang berkelakuan buruk terus-menerus, kurang motivasi serta perhatian dan respon terhadap pelajaran rendah. Berbagai permasalahan belajar pada siswa salah satunya disebabkan karena faktor internal yaitu hambatan intelektual (tunagrahita dan slowlearner) maupun gangguan perceptual (kesulitan belajar spesifik). Permasalahan tersebut sering terkait pula dengan motivasi yang rendah, hambatan interaksi sosial serta prestasi belajar yang rendah. Keragaman karena kecacatan di dalam kelas dapat meliputi hambatan dalam penglihatan, pendengaran, gerak, intelektual, emosi dan perilaku. Anak-anak tersebut membutuhkan strategi pembelajaran khusus dan membutuhkan modifikasi dalam kurikulum dan media pembelajaran.

Tantangan terhadap KeragamanTiga tantangan yang dapat menghambat anak belajar dengan SEMUA anak, adalah penghinaan, prasangka buruk, dan diskriminasi (Kecacatan, HIV dan AIDS). Belajar mengatasi tantangan ini dalam kelas inklusif adalah salah satu tugas penting yang harus dilakukan guru.

a. Tekanan (Penghinaan/Direndahkan)Tekanan berupa penghinaan/merendahkan merupakan salah satu bentuk kekerasan. Buku ini akan membahas secara spesifik tentang ancaman dan ketakutan yang menghalangi anak belajar dalam kelas inklusif ramah terhadap pembelajaran. Ketika kita berpikir tentang tekanan, biasanya terfokus pada satu atau kelompok anak (geng/pelanggar) yang mengancam anak lain (korban). Tekanan ini seringkali terjadi karena korban berbeda dalam suatu hal, seperti: Mereka lebih baik dari para pelanggar (nilai lebih tinggi); mereka mungkin berasal dari kelompok yang berbeda, seperti perbedaan keyakinan ; atau kemiskinan. Penghinaan dapat diperoleh dari orang dewasa dan guru. Beberapa macam penghinaan, misalnya:

a. Fisik, seperti dipukuli oleh teman sebaya, guru atau pengasuh;b. Intelektual, seperti gagasan pemikiran anak diabaikan atau tidak dihargai;c. Emosional, seperti keadaan yang diakibatkan oleh rasa rendah diri, pelecehan,dipermalukan di sekolah, atau hukuman yang berkaitan dengan perlakuan secara intelektual;a. Verbal, seperti memberikan nama panggilan, berulang-ulang mengejek, komentarberbau SARA;b. Tidak langsung, seperti menyebarkan isu/fitnah, menyingkirkan seseorang darikelompok sosial; danc. Sosial/budaya berasal dari prasangka atau diskriminasi karena perbedaan kelas,kelompok etnis, kasta, jenis kelamin dll.

Tekanan merupakan suatu bentuk perilaku agresif yang menyakitkan. Kadang-kadang tekanan berlangsung berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan bertahuntahun. Tanpa pertolongan, seringkali sulit bagi mereka yang jadi korban untuk mempertahankan diri. Di masyarakat, mereka yang berbeda biasanya diganggu. Perbedaan mereka bisa karena jenis kelamin, etnis, kecacatan atau karakteristik pribadi. Walaupun anak laki-laki sering terlibat kegiatan tekanan secara fisik, anak perempuan bisa melakukan bentuk tekanan secara halus dan tidak langsung, seperti mengejek dan mereka sering menekan secara berkelompok daripada sendiri-sendiri. Anak yang diganggu seringkali tidak mengakui kalau dia diganggu karena khawatir akan semakin ditekan. Bagi anak yang dilecehkan oleh orang dewasa, akan berdampak anak menjadi takut kepada semua orang dewasa.Guru harus menangani penghinaan secara serius dan menemukan cara untuk mengetahuinya. Cara terbaik untuk mengetahui penekanan di dalam dan di luar kelas adalah observasi, Anak yang selalu sendirian, yang mempunyai beberapa teman saja, atau yang berbeda dalam beberapa hal, bisa menjadi target penekanan. Tanda-tanda tekanan (penghinaan/direndahkan) antara lain:a. Anak yang tiba-tiba kehilangan kepercayaan diri;b. Anak yang menghindari kontak mata dan menjadi pendiam;c. Mereka yang prestasinya menurun tajam padahal sebelumnya baik; dand. Mereka yang bolos sekolah, sering pusing, sakit perut tanpa jelas penyebabnya.

b. Kegiatan untuk melawan tekanan:Untuk melawan tekanan, guru harus mengambil serangkaian tindakan seperti:a. Olahraga untuk membantu anak rileks dan mengurangi ketegangan;b. Meningkatkan jumlah pembelajaran kooperatif di dalam kelas (anak membantu anak lain untuk belajar);c. Memberikan kesempatan pada semua anak untuk meningkatkan rasa percaya diri dengan memberi kewenangan, seperti membuat peraturan kelas atau bertanggung jawab dalam kegiatan OSIS;d. Meningkatkan tanggung jawab di dalam kelas dengan membuat organisasi siswa dan bekerja lebih dekat dengan orangtua dan masyarakat setempat;e. Mengembangkan strategi anak kepada anak untuk mengatasi konflik; danf. Mengijinkan anak mengidentifikasi tindakan terhadap pelanggar kedisiplinan.

Penggolongan Keragaman Peserta Didik Berdasarkan Hambatannya Dalam Belajar

Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu: 1. anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu.2. anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi lingkungan. Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen. Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang temporer, memiliki hambatan perkembangan belajar dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) faktor lingkungan(2) faktor dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi antara faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak.Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus1. Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihataan sedemikian rupa, sehingga membutuhkaan layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya.Layanan khusus dalam pendidikan bagi mereka, yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf Braille bagi yang buta, dan bagi yang sedikit penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di samping itu diperlukan latihan orientasi dan mobilitas. Untuk mengenali mereka, kita dapat melihat ciri-ciri sebagai berikut: 1. Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m. 2. Kesulitan mengambil benda kecil didekatnya.3. Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus. 4. Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan, 5. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik kering. 6. Tidak mampu melihat. 7. Peradangan hebat pada kedua bola mata, 8. Mata bergoyang terus

Keterbatasan anak tunanetra :1. Keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru.2. Keterbatasan dalam berinteraksi dalam lingkungan.

2. Anak dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus. Ciri-ciri anak tunarungu adalah sebagai berikut : 1. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.2. Banyak perhatian terhadap getaran.3. Terlambat dalam perkembangan bahasa4. Tidak ada reaksi terhadap bunyi atau suara,5. Terlambat perkembangan bahasa,6. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,7. Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara,8. Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh/monoton,3. Anak dengan Gangguan Intelektual (Tunagrahita) Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental- intelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka memerlukan layanan pendidikam khusus.Ketunagrahita mengacu pada intelektual umum yang secara signifikan berada di bawah rata-rata. Para tunagrahita mengalami hambatan dalam tingkah laku dan penyesuaian diri. Ciri-ciri fisik dan penampilan anak tungrahita :1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,3. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan 4. Kordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali)4. Anak dengan Gangguan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak [tulang, sendi,otot]. Mereka mengalami gangguan gerak karena kelayuhan otot, atau gangguan fungsi syaraf otak. Pengertian anak Tunadaksa bisa dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya.Ciri-ciri anak tunadaksa dapat di lukiskan sebagai berikut :1. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam, 2. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/ lebih kecil dari biasa,3. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali, bergetar)4. Terdapat cacat pada anggota gerak,5. Anggota gerak layu, kaku,lemah/lumpuh,5. Anak dengan gangguan Prilaku dan Emosi (Tunalaras)Anak dengan gangguan prilaku (Tunalaras) adalah anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada usia anak dan remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara khusus..Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan prilaku) memiliki ciri-ciri:1. Cenderung membangkang2. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah3. Sering melakukan tindakan agresif,merusak,mengganggu4. Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum5. Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah sering bolos jarang masuk sekolah6. Anak dengan Kecerdasan Tinggi dan Bakat Istimewa (Gifted and Tallented) Anak yang memiliki potensi kecerdasan tinggi (giftted) dan Anak yang memiliki Bakat Istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment ) di atas anak-anak seusianya ( anak normal ), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat istimewa disebut sebagai gifted & talented children.Anak berbakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:1. Membaca pada usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas2. Memiliki rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi3. Mempunyai inisiatif, kreatif dan original dalam menunjukkan gagasan4. Mampu memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logisi, sistimatis dan kritis5. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan7. Anak Lamban Belajar ( Slow Learner)Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah anak normal, tetapi tidak termasuk anak tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar 80-85). Dalam beberapa hal anak ini mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan kemampuan untuk beradaptasi, tetapi lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita. Mereka membutuhkan waktu belajar lebih lama dibanding dengan sebayanya. Sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus.Ciri-ciri yang dapat diamati pada anak lamban belajar:1. Rata-rata prestasi belajarnya rendah (kurang dari 6),2. Menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,3. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,4. Pernah tidak naik kelas.8. Anak Berkesulitan Belajar SpesifikDalam pelayanan pendidikan di Sekolah Reguler, sering kali guru dihadapkan pada siswa yang mengalami problem belajar atau kesulitan belajar Salah satu kelompok kecil siswa yang termasuk dalam klasifikasi tersebut adalah kelompok anak yang berkesulitan belajar spesifik atau disebut specific learning disabilitis9. Anak AutisAutis dari kata auto, yang berarti sendiri, dengan demikian dapat diartikan seorang anak yang hidup dalam dunianya. Anak autis cenderung mengalami hambatan dalam interaksi, komunikasi, perilaku sosial.Anak autis memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mengalami hambatan di dalam bahasa 2. Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial3. Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan perasaan4. Kurang memiliki perasaan dan empati5. sering berperilaku diluar kontrol dan meledak-ledak

DAFTAR RUJUKAN1. Azwandi, Yosfan,dkk. 2005. Pendidikan Inklusi. Padang: UNP press

2. Munandar, U. 999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

3. Norway, Braillo & Keller, Helen. 2007. (Editor). Merangkul perbedaan: perangkat untuk mengembangkan lingkungan inklusif, ramah terhadap pembelajaran (LIRP)

4. Jakarta: Direktorat TKSD Ditjen Mandikdasmen Depdiknas.

PENDIDIKAN INKLUSI KEBERAGAMAN PESERTA DIDIK DAN PENGGOLONGANNYA BERDASARKAN HAMBATAN BELAJAR

DISUSUN OLEH : USI SYAFARWATI1204891RM 09

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASARFAKULTAS ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS NEGERI PADANG2014

1