infobpjs - bpjs kesehatan · pdf filekartu indonesia sehat ... jack ma sejak kecil senang...

12
INFOBPJS MEDIA EKSTERNAL BPJS KESEHATAN EDISI 39 TAHUN 2016 Kesehatan PELUNASAN IURAN KELUARGA KIAN GAMPANG

Upload: tranphuc

Post on 09-Mar-2018

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

INFOBPJSMEDIA EKSTERNAL BPJS KESEHATANEDISI 39 TAHUN 2016 Kesehatan

PELUNASAN IURAN KELUARGA KIAN GAMPANG

CEO

DAFTAR ISI

message

3

6

7

8

9

10

CEO MESSAGE

11

SALAM REDAKSI

5BINCANG

INFOBPJSKesehatan

BULETIN DITERBITKAN OLEH BPJS KESEHATAN :Jln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta Pusat Tlp. (021) 4246063, Fax. (021) 4212940

PENGARAHFachmi Idris

PENANGGUNG JAWABBayu Wahyudi

PIMPINAN UMUM Budi Mohamad Arief

PIMPINAN REDAKSIIrfan Humaidi

SEKRETARISRini Rahmitasari

SEKRETARIAT Ni Kadek M.Devi Eko Yulianto Paramita Suciani

REDAKTURElsa NoveliaAri Dwi AryaniAsyraf MursalinaBudi SetiawanDwi SuriniTati Haryati DenawatiAngga FirdauzieJuliana RamdhaniDiah Ismawardani

DISTRIBUSI & PERCETAKAN Erry EndriAnton Tri WibowoAkhmad TasyrifanArsyad Ranggi Larrisa

Fokus - Pelunasan Iuran Keluarga Kian Gampang

Meningkatkan Kolektabilitas Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memberikan kemudahan bagi peserta dalam melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran.

Manfaat - Ini Manfaat Gotong Royong Untuk Keberlanjutan JKN

Testimoni - Bayar Iuran JKN-KIS Lebih Mudah dengan VA Keluarga

Persepsi - Benarkah VA Keluarga “Akal-Akalan” BPJS Kesehatan Untuk Atasi Defisit?

Inspirasi - Ilham JKN-KIS Bagaikan Misi Kemanusiaan

Sehat & Gaya Hidup - Stres "Pintu Gerbang" Berbagai Macam Penyakit

Kilas & Peristiwa - Perluas Fasilitas Kesehatan, BPJS Kesehatan Siap Sambut Klinik Pratama KORPRI Jadi Mitra

Pembaca setia Media Info BPJS Kesehatan,

BPJS Kesehatan memang telah mengeluarkan inovasi pembayaran baru bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) bagi pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) atau lebih dikenal dengan peserta mandiri.

Inovasi terbaru itu adalah sistem tagihan pembayaran satu VA untuk keluarga. Lewat sistem ini, tagihan iuran dilakukan secara kolektif untuk seluruh keluarga. Artinya, masing-masing peserta yang terdaftar pada Kartu Keluarga (KK) atau yang sudah didaftarkan sebagai anggota keluarga, tagihannya bisa digabungkan.

Lebih jauh seperti apa pembayaran VA untuk keluarga ini, akan dibahas pada rubrik FOKUS. Dalam edisi 39 kali ini, Info BPJS Kesehatan juga menghadirkan wawancara dengan Kepala Grup Keuangan BPJS Kesehatan Heru Chandra untuk lebih jauh menjelaskan mengenai kebijakan terbaru BPJS Kesehatan ini di rubrik BINCANG.

Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Kami pun terus berupaya dalam memberikan informasi yang baik, akurat dan diharapkan kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan stakeholder-stakeholder-nya. Selamat beraktivitas.

Kebijakan VA Satu Keluarga Untuk Kebaikan Peserta JKN-KIS

ADA satu kisah tentang papan dan rayap yang diceritakan berulang-ulang di berbagai media online. Ceritanya seperti ini: “Dikisahkan dua orang lelaki bekerja keras membuat sebuah perahu. Ketika sedang sibuk bekerja, mereka berdua menemukan rayap di sebuah papan. Salah seorang dari mereka kemudian ingin membuang papan itu, tapi temannya melarang. Dia berkata, ”kenapa papan ini dibuang? Kan sayang. Lagipula tidak ada masalah. Cuma kena rayap sedikit saja.” Karena tidak ingin mengecewakan temannya, papan yang ada rayapnya pun digunakan untuk membuat perahu. Selang beberapa hari, perahu pun selesai dan sudah bisa digunakan untuk melayari lautan. Tapi beberapa tahun kemudian, rayap-rayap itu ternyata bertelur dan menetas. Rayap-rayap itu kemudian menggerogoti kayu kapal. Bahkan rayap-rayap itu menyebar kemana-mana hingga memakan kayu yang ada di lambung kapal. Kapal terus digunakan dan tak seorang pun sadar hingga akhirnya, kayu-kayu perahu itu pun mulai keropos. Dan, ketika dihantam oleh ombak besar, air berhasil menembus masuk dari celah-celah dan lubang-lubang kayu. Karena hujan juga sering turun dengan deras, para awak perahu tidak mampu lagi menguras air yang masuk ke dalam perahu sehingga akhirnya perahu itu karam. Di dalamnya terdapat barang-barang berharga dan nyawa manusia.”

Seperti cerita di atas, seringkali kita juga dihadapkan pada kondisi yang sama meski dalam kisah yang berbeda. Membiarkan hal kecil tumbuh dan berkembang sampai kemudian menjadi “monster” besar yang mencelakakan. Hal remeh, renik dan sama sekali not big deal, bisa berubah menjadi ancaman yang sangat berbahaya bahkan mematikan.

Ketika di suatu kampung berdiri warung miras yang pertama, penduduk menganggap itu bukan ancaman karena jumlahnya sangat tidak seimbang.Hanya satu warung berbanding dengan seribuan jiwa yang tinggal di sana. Ketika beberapa orang mulai jadi pelanggan, itu pun bukan masalah. “Toh yang penting bukan kita”. Di saat puluhan pemuda mulai kecanduan dan mabuk-mabukan, “Ah, bukan masalah, mereka tidak mengganggu dan biarkan saja urusan masing-masing”, demikian kilah warga. Namun ketika setengah penduduk menjadi pemabuk, timbul begal dan pelacuran, terjadi pemerkosaan, preman subur di pasar dan setiap tikungan dijaga pungli, rumah ibadah dirusak, narkoba merebak, dan krimininalitas merajalela, penduduk sudah tidak berdaya menghadapinya. Yang jahat dan baik sudah tidak seimbang lagi. Tidak ada yang berani melawan mereka, bahkan oknum aparat pun sudah jadi pelindung kejahatan. Apalagi yang bisa dibuat? Semua sudah terlambat.

Inti kedua cerita di atas sesungguhnya hanya satu, jangan abaikan hal kecil. Mungkin ia kecil sekarang, tetapi siapa menduga yang kecil itu akan menjadi bola api raksasa di masa yang akan datang. Demikian pula halnya dengan menempatkan hal kecil pada koridor cara berpikir positif. Hal-hal kecil namun bersifat positif, bertolakbelakang dengan hal-hal kecil yang akhirnya menjadi ancaman tadi, hal positif meski sangat kecil jika dipelihara dengan baik akan menjadi ladang harta karun yang di masa akan datang mungkin belum pernah kita bayangkan akan membantu sehebat itu.

Bagaimana hal kecil yang menjadi bisnis super besar adalah seperti berkaca kepada kisah hidup Jack Ma, pemilik Alibaba.com yang saat ini merupakan orang terkaya di China dan terkaya nomor 33 di dunia versi Forbes 2015. Jack Ma sejak kecil senang belajar Bahasa Inggris bukan dari tempat kursus, melainkan dengan cara setiap hari berkomunikasi dengan para turis yang menginap di hotel dekat Danau Hangzhou, atau sekitar 160 km dari Shanghai. Demi hal ini, Ma harus rela mengayuh sepedanya selama 40 menit setiap hari untuk mencapai lokasi ini. Kebiasaannya untuk “memaksakan diri” bercakap-cakap dalam bahasa Inggris membawanya menjadi penerjemah bagi utusan dagang China ke Amerika. Di sanalah ide mendirikan situs search engine berbahasa inggris yang bisa memfasilitasi penjualan produk-produk China timbul. Saat itu hampir seluruh website China masih menggunakan bahasa mandarin dan menjadi kendala dalam pemasaran secara global. Kehadiran Alibaba.com menjadi media marketing global baru yang tidak hanya menguntungkan bagi para produsen China namun juga menempatkan Jack Ma sebagai konglomerat dunia dengan kekayaan Rp330,39 Triliun menurut lansiran majalah Forbes Juni 2015.

Oleh karenanya, mengutip kata-kata Seth Godin dalam bukunya Small is the New Big, “Jangan takut membakar kapal untuk naik sekoci kecil dalam meraih kesuksesan bagi diri sendiri. Anda tidak perlu kuatir kalah bersaing dengan perusahaan besar yang memiliki gedung atau organisasi mentereng. Konsumen hanya butuh mendapatkan apa yang mereka inginkan. Jika yang mereka inginkan dapat Anda bisa penuhi, maka tidak lagi penting apakah perusahaan Anda besar atau kecil.”

Pernyataan yang senada juga diungkapkan Malcolm Gladwell dalam bukunya Tipping Point. Ia katakan bahwa siapa pun yang dapat menyebarkan ide-ide baru, akan menjadi orang –orang yang menciptakan word of mouth atau ketok tular atau bahasa kerennya tren “kekinian”. Mengapa? Karena saat ini ternyata kekuatan epidemi sosial justru menjadi kekuatan strategi pemasaran baru yang sangat efektif meski sebelumnya belum pernah diperhitungkan. Hal kecil yang nampak konyol seperti dance PPAP, justru mendorong peningkatan penjualan copy lagu dan berbagai askesoris yang menjadi booming di seluruh penjuru dunia dan sangat menguntungkan. Jadi jangan remehkan hal kecil. Selalu kreatif menciptakan hal-hal positif, meski small. Matikan hal negatif meski renik, karena bisa jadi itu adalah ancaman/bahaya di masa depan. Dan selalu tumbuhkan hal positif – meski sangat kecil, karena yang kecil- positif itu bisa jadi adalah awal kesuksesan yang gemilang sebagaimana Jack Ma meraih suksesnya.

Direktur Utama Fachmi Idris

SMALL IS DANGER

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

Saat berada di kasir, seperti biasa dia menyerahkan tiga nomor VA dari anggota keluarganya untuk membayar. “Cukup satu kartu saja pak. Ini satu keluarga kan?” ujar penjaga kasir ramah.

“Iya,” jawab Bimo heran. “Lha, bukannya satu peserta satu nomor mbak?” ujarnya bingung.

Petugas itu menjelaskan, terhitung September ini, BPJS Kesehatan mengeluarkan kebijakan pembayaran kolektif. Artinya, untuk satu keluarga, bisa dibayar hanya dengan satu nomor saja.

Sebagai peserta mandiri, Bimo mengaku senang dengan kebijakan baru ini. “Lebih mudah dan gak ribet,” ujar pria yang hingga saat ini belum menikah itu. Pasalnya, dia mengaku tidak perlu repot membawa banyak catatan nomor.

Selain itu biaya administrasi yang harus dibayar oleh dia juga lebih murah. Karena kini untuk membayar tiga nomor peserta dihitung hanya satu kali transaksi. Artinya, pria yang tinggal di kawasan Kelapa Dua, Depok ini, hanya cukup membayar sekitar Rp2.500 saja.

“Dulu untuk tiga nomor kena biaya admin Rp7.500. Ya, lebih murah lah. Tidak ribet lagi,” ujarnya sembari pamit untuk berangkat bekerja.

Terhitung mulai 1 September lalu, BPJS Kesehatan memang telah mengeluarkan inovasi pembayaran baru bagi peserta program JKN-KIS bagi Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau lebih dikenal dengan peserta mandiri.

Inovasi terbaru itu adalah sistem tagihan pembayaran satu VA untuk satu keluarga. Lewat sistem ini, tagihan iuran dilakukan secara kolektif untuk seluruh keluarga. Artinya, masing-masing peserta yang terdaftar pada Kartu Keluarga (KK) atau yang sudah didaftarkan sebagai anggota keluarga, tagihannya bisa digabungkan.

“Sistem ini semakin mempermudah masyarakat untuk membayar iuran. Selain itu, juga untuk memastikan tidak ada

anggota keluarga yang terlewat untuk dibayarkan,” sebut Direktur Hukum, Komunikasi, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Bayu Wahyudi, di Jakarta, beberapa waktu

lalu.

3

FOKUS

Pelunasan Iuran

Keluarga Kian

Gampang

Seperti biasa, menjelang tanggal 10 di awal bulan, Bimo Suharyo, selalu menyempatkan diri pergi ke sebuah mini market yang berjarak sekitar dua gang

dari rumahnya.

Kegiatan rutin tiap bulan ini dilakukan demi membayar iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang telah diikuti pria 38 tahun ini sejak dua tahun lalu.

Lantaran dia merupakan anak tertua, pekerja freelance di sebuah lembaga riset ini diberi amanah untuk juga membayari iuran JKN-KIS ibunya, yang sudah menjanda sekitar setahun lalu, dan adik perempuannya yang masih kuliah.

Karena mereka adalah peserta dari jalur mandiri, untuk membayar, Bimo selalu membawa catatan nomor virtual account (VA) milik ibu dan adiknya. Pasalnya, berbeda dengan peserta dari jalur Pekerja Penerima Upah (PPU), satu nomor VA hanya berlaku bagi satu peserta.

Kendati jumlah pembayaran iuran pada salah satu nomor peserta anggota keluarga di channel pembayaran bersifat akumulatif, nantinya secara sistem total uang tersebut bakal dipecah ke masing-masing nomor peserta yang ada di keluarga tersebut.

Dengan demikian, saldo iuran yang terdapat dalam salah satu anggota keluarga, tidak dapat dibagikan kepada anggota keluarga lainnya.

Sama seperti yang dialami Bimo, menurut Bayu, sistem ini sangat menguntungkan bagi peserta. Pasalnya, peserta tidak perlu harus mencatat nomor kepesertaan lain dari keluarganya, dan di channel pembayaran tidak perlu menunjukan semua nomor milik keluarganya.

Keuntungan lain, tentu saja, lanjut Bayu, menjadi lebih hemat. Musababnya, ketika membayar iuran di outlet PPOB (payment point online bank), biaya administrasi yang digunakan hanya satu kali untuk seluruh transaksi anggota keluarga.

Lebih jauh ditambahkan, status aktivasi peserta sebelum pembayaran bulan September 2016 disesuaikan dengan status aktivasi pada masing-masing peserta sebelumnya. Sedangkankan status peserta yang telah membayar iuran pada bulan September 2016 adalah sama aktif untuk seluruh anggota keluarga.

Saat ini, lanjut dia, mayoritas channel pembayaran telah mengakomodir pembayaran iuran. Untuk peserta yang telah terdaftar dalam autodebet namun belum mendaftarkan anggota keluarga lainnya dalam tagihan autodebet-nya, dihimbaui untuk segera memperbaharui data pen-debet-an anggota keluarga lainnya hingga tanggal 25 Oktober 2016.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

Apabila hingga batas tersebut peserta tidak memperbaharui data anggota keluarga lainnya, maka pada bulan November 2016 secara otomatis autodebet yang bersangkutan akan dihentikan.

Lebih jauh Bayu menegaskan, pembayaran iuran satu keluarga ini bebas administrasi di seluruh channel perbankan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (BRI, BNI, BTN, dan Mandiri) melalui ATM, Teller, Internet Banking, SMS/Mobile Banking.

Khusus pembayaran melalui channel pembayaran swasta PPOB, seperti, Indomaret, Alfamart, Pegadaian, POS, dan JNE, peserta dikenakan biaya administrasi sebesar Rp.2.500, per transaksi pembayaran.

Bagi peserta yang ingin memastikan pembayaran VA Keluarga yang telah peserta lakukan sudah mencakup seluruh anggota keluarga, hal itu dapat dilakukan pengecekan secara mandiri di website BPJS Kesehatan. Caranya, tambah Bayu, dengan masuk ke menu Cek Iuran, atau datang ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan setempat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

4

FOKUS

Kolektibilitas

Dihubungi terpisah, Kepala Grup Keuangan BPJS Kesehatan, Heru Chandra, berkomentar, sistem tagihan pembayaran satu VA untuk keluarga sejatinya adalah inovasi terbaru dari BPJS Kesehatan untuk meningkatkan pembayaran iuran oleh peserta mandiri.

Heru mengungkapkan, rata-rata kolektibilitas pembayaran iuran peserta mandiri pada saat ini masih sangat rendah. BPJS Kesehatan mencatat, kolektibilitas iuran peserta mandiri hanya 50% dari total 20 jutaan peserta.

“Artinya, dari sekitar 20 jutaan peserta jalur mandiri, yang aktif membayar hanya separuhnya. Yang lain tidak mau membayar, atau saat sakit saja baru mau membayar,” ungkap Heru merasa prihatin.

Kendati banyak yang menunggak, ironisnya peserta dari jalur mandiri adalah yang paling banyak mengunakan fasilitas kesehatan. Hal itu bisa dimaklumi, lantaran peserta mandiri kebanyakan sudah berumur, yang tentu saja rentan mengalami penyakit berat.

Berkaca pada laporan 2015, total pengeluaran atau klaim peserta mandiri mencapai Rp16 triliun. Realisasi itu menyerap sekitar 29,32% dari total pengeluaran bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan.

Kondisi seperti ini, lanjut Heru, tentu berdampak pada total penerimaan iuran yang diterima BPJS Kesehatan. Pada akhirnya, minimnya penerimaan iuran itu bisa bermuara pada terjadinya defisit neraca keuangan (mismatch), lantaran biaya layanan yang dikeluarkan jauh lebih besar ketimbang iuran (pemasukan) yang diterima.

Menurut Heru, tunggakan peserta mandiri per tahun tergolong besar. Dia memperkirakan, apalagi tunggakan 50% dari iuran peserta mandiri itu secara nominal diperkirakan mampu mencapai sekitar Rp 8 triliunan dalam setahun.

Padahal, lanjut Heru, rata-rata total penerimaan iuran BPJS Kesehatan hanya sekitar Rp4 triliun per tahun. Bisa dibayangkan, lanjut dia, jika tahun ini masih saja tunggakan peserta mandiri masih berjumlah 50% dari total peserta, otomatis defisit neraca keuangan akan bertambah lebar. Pasalnya, tahun ini jumlah peserta mandiri tentunya lebih banyak ketimbang tahun lalu.

Dengan adanya inovasi sistem pembayaran di sistem penagihan terbaru ini, Heru berharap penerimaan iuran peserta mandiri bisa lebih meningkat lagi.

“Sekarang kan 50%, kami harapkan 80% - 95%-lah dengan berbagai inovasi yang telah kita lakukan. Itu target optimistis kita,” imbuh Heru.

Kesadaran

Kendati iuran peserta mandiri masih rendah, secara umum total kolektibilitas peserta BPJS Kesehatan, baik mandiri dan jalur pekerja penerima upah (PPU) sudah hampir menyentuh kisaran 90%.

Dengan berbagai inovasi yang telah dilakukan, diharapkan iuran peserta pada akhir 2016 sudah bisa mencapai sekitar

96%. Terlebih selain kebijakan sistem tagihan satu keluarga, pada tahun ini pemerintah juga mengeluarkan kebijakan baru

untuk meningkatkan kesadaran membayar peserta, yaitu dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan Kedua atas Perpres

No.12/2013 yang mulai efektif berlaku 11 Agustus.

Lewat Perpres itu, peserta yang menunggak iuran lebih dari satu bulan, diberhentikan sementara pelayanan BPJS Kesehatannya. Layanan akan kembali aktif, jika peserta sudah melunasi tunggakan, dan pelayanan akan kembali aktif dalam rentang waktu 45 hari.

Namun, jika peserta menjalani rawat inap di masa 45 hari belum aktif, pelayanan tetap diberikan, tetapi disertai denda 2,5% dari jumlah bulan tertunggak dikali besar biaya pelayanan.

“Ini untuk meningkatkan kedisiplinan dan kesadaran bagi peserta untuk membayar,” tambah Heru.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyatakan, BPJS Kesehatan berharap pada 2019 kolektibilitas pembayaran iuran peserta sudah mencapai 100%. Pada saat itu, sejumlah sanksi bisa dikenakan bagi badan usaha yang lalai membayarkan iuran PPU maupun kepada peserta mandiri.

Sesuai ketentuan yang berlaku, untuk badan usaha yang lalai bisa dikenakan tuntutan hukuman penjara delapan tahun atau denda Rp1 miliar. Adapun, bagi pribadi nantinya akan disanksi tidak bisa mendapatkan layanan umum, seperti pembuatan sertifikat, SIM, dan perpanjang STNK.

“Jadi, per 1 Januari 2019 berlaku universal coverage, artinya seluruh penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 267,5 juta itu masuk dan aktif BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Fachmi menuturkan, target pada 2019 itu akan direalisasikan secara bertahap. Pihaknya telah menyiapkan sejumlah ketentuan untuk meningkatkan kesadaran peserta pada pentingnya pembayaran iuran secara rutin.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

5

BINCANG

Sistem ini memastikan bahwa iuran anggota keluarga tidak ada yang terlewat dibayarkan. Dengan demikian kartu JKN-KIS tetap aktif ketika

dibutuhkan. Sistem pembayaran iuran VA 1 Keluarga ini sangat memudahkan peserta untuk membayar iuran, karena peserta hanya cukup menunjukkan salah satu nomor peserta di channel pembayaran iuran untuk membayarkan seluruh anggota keluarganya.

Selain kemudahan yang bisa dinikmati peserta, sebetulnya apa saja filosofi yang mendasari dikeluarkannya kebijakan VA Keluarga tersebut ? Berikut kutipan hasil wawancara reporter Info BPJS Kesehatan dengan Kepala Grup Keuangan BPJS Kesehatan, Heru Chandra, di ruang kerjanya, baru-baru ini.

Meningkatkan Kolektabilitas Iuran

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memberikan kemudahan bagi

peserta dalam melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran. Mulai 1 September 2016,

khusus peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP)

atau peserta mandiri bisa mendaftar dan membayar iuran sekaligus untuk satu keluarga. Ini dilakukan melalui sistem pembayaran Virtual Account (VA) 1

Keluarga.

Apa saja alasan pokok yang mendasari dikeluarkannya kebijakan VA Keluarga ?

Pertama, melanjutkan kebijakan manajemen yang telah diterapkan dalam Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pembayaran Iuran Bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Peserta (BP). Kedua, untuk meningkatkan kolektabilitas iuran karena peserta tidak bisa memilih hanya membayar iuran anggota keluarga yang sakit saja.

Ketiga, peserta akan tertib dalam membayar iuran setiap bulannya. Kekurangtertiban peserta dalam membayar iuran setiap bulannya tergambar dari kondisi saat ini dimana banyak yang membayar iuran dalam satu keluarga

hanya untuk keluarga yang sakit saja, sedangkan keluarga yang tidak sakit atau sehat, tidak membayar iurannya dengan tertib setiap bulannya. Hal ini tidak sesuai dengan salah satu prinsip dasar BPJS Kesehatan, yaitu gotong royong. Prinsip gotong rotong adalah peserta yang sehat membantu peserta yang sakit. Seperti dalam satu keluarga, bila salah satu anggota keluarganya sakit diharapkan keluarga yang sehat lebih dulu membantunya. Dengan penerapan VA Keluarga ini diharapkan peserta akan tertib membayar iurannya.

Keempat, memudahkan peserta dalam melakukan pembayaran. Pembayaran iuran selama ini dilakukan per masing-masing peserta berdasarkan nomor VA, sehingga jika keluarganya ada 5 orang yang terdiri dari suami sebagai kepala keluarga, istri dan 3 anak, maka pembayaran yang dilakukan selama ini sebanyak 5 kali entri pada channel pembayaran seperti di Bank, ATM, Internet Bank, dan channel pembayaran Payment Point Online Bank (PPOB) dan lain sebagainya. Hal tersebut menyulitkan peserta dalam melaksanakan pembayaran sehingga kadang peserta lupa sudah melakukan pembayaran kepada siapa saja. Dengan penerapan VA 1 Keluarga cukup memasukkan satu kali nomor VA dari salah satu anggota keluarganya.

Kelima, efisien dalam membayar iuran. Jika peserta membayar iuran melalui channel pembayaran seperti Internet Banking atau melalui PPOB, misalnya minimarket (Indomart/Alfamart/Pegadaian dan lainnya) selama ini mereka dibebani biaya sebanyak jumlah keluarganya dikali Rp2.500. Sedangkan dengan VA 1 Keluarga maka biaya administrasi yang dikenakan hanya satu kali yaitu sebesar Rp 2.500, sehingga terjadi efisiensi pengeluaran untuk peserta BPJS Kesehatan.

Keenam, meningkatkan validitas data kepesertaan seperti data anggota keluarga yang menjadi tanggung jawab peserta, peserta meninggal dunia yang belum dilaporkan, membantu proses perbaikan data keluarga berdasarkan NIK dan Kartu Keluarga.

Ketujuh, mengurangi risiko denda pelayanan bagi peserta sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 dan anggota keluarga karena ada kepastian pembayaran iuran satu keluarga.

Salah satu target VA Keluarga adalah meningkatkan kedisiplinan peserta membayar iuran. Pertanyaannya, seperti apa tren kedisiplinan membayar iuran atau kolektabilitas iuran sekarang ini. Benarkah 50% dari peserta mandiri belum disiplin membayar iuran ?

Kolektabilitas iuran untuk PBPU dan BP atau peserta mandiri masih rendah, kurang lebih 50 persen. Hal ini sangat berpengaruh terhadap likuiditas Dana Jaminan

Sosial yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Untuk itu harus ada strategi agar peserta PBPU dan BP atau peserta mandiri ini dapat tertib dalam membayar iurannya terutama untuk meningkatkan kolektabilitas iuran dan adanya prinsip gotong royong dari peserta yang sehat kepada peserta yang sakit. Salah satu langkah yang ditempuh oleh manajemen BPJS Kesehatan untuk mengurangi defisit Dana Jaminan Sosial adalah dengan menerapkan VA Keluarga ini.

VA Keluarga diharapkan dapat meningkatkan kolektabilitas iuran dari PBPU dan BP atau peserta mandiri. Dengan adanya penerapan VA Keluarga ini terjadi peningkatan pembayaran iuran dari peserta mandiri, karena pembayaran iuran secara otomatis dibayar oleh peserta untuk seluruh anggota keluarganya.

Apa dampaknya jika kolektabilitas iuran dari PBPU dan PB atau Peserta Mandiri masih rendah ?

Dampak kolektabilitas iuran yang rendah mengakibatkan Dana Jaminan Sosial yang dikelola oleh BPJS Kesehatan akan defisit, sehingga hal ini akan membebani juga pemerintah yang harus menjaga sustainabilitas program JKN. Mismatch antara biaya manfaat dengan pendapatan dari iuran diperkirakan masih terus terjadi apabila kolektibilitas iuran tetap rendah, dan yang menjadi peserta didominasi masyarakat yang sudah sakit. Data per 30 Agustus 2016 menunjukkan pendapatan iuran sebesar Rp44,2 triliun, tetapi biaya manfaat sudah mencapai Rp44,5 triliun.

Peningkatan kolektabilitas iuran merupakan salah satu upaya BPJS Kesehatan agar dapat menjaga sustainabilitas program JKN-KIS, dan tidak membebani APBN. Peningkatan kolektabilitas iuran tersebut diwujudkan melalui strategi penerapan VA Keluarga.

Apa target akhir yang ingin dicapai BPJS Kesehatan dari penerapan VA Keluarga ?

Target akhirnya adalah peningkatan kolektabilitas iuran secara kontinyu dan mencegah risiko defisit, sehingga BPJS Kesehatan tidak membutuhkan Penyertaan Modal Negara (PMN) di jangka panjang. Penerapan VA 1 Keluarga ini diharapkan setiap peserta khususnya PBPU dan BP atau peserta mandiri untuk tertib dalam membayarkan iurannya setiap bulannya sehingga prinsip gotong royong dapat dicapai, dan membantu pemerintah dalam mengatasi beban APBN. Selain itu jika peserta tidak tertib membayar iurannya akan dikenakan denda pelayanan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016. Dimana denda pelayanan akan dikenakan sebesar jumlah bulan tunggakan x 2,5% x biaya perawatan dengan maksimal denda sebesar Rp30.000.000 apabila dalam kurun waktu < 45 hari peserta mendapatkan rawat inap di rumah sakit.

Kepala Grup Keuangan BPJS KesehatanHeru Chandra

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

6

MANFAAT

Ada banyak skema asuransi yang beredar di masyarakat. Umumnya, masyarakat mengenal skema asuransi kesehatan komersial. Singkatnya,

asuransi komersial diselenggarakan oleh sebuah perusahaan. Biasanya, perusahaan asuransi komersial menentukan berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi calon peserta seperti batasan umur dan mengecek kondisi kesehatan calon peserta.

Jika calon peserta lolos, peserta bisa mengikuti produk yang ditawarkan perusahaan asuransi yang bersangkutan. Tentunya, ada syarat-syarat yang diterapkan perusahaan asuransi kepada peserta sebelum mendapat manfaat dari produk yang mereka ikuti misalnya, rutin membayar iuran dan ada jenis-jenis penyakit yang tidak dijamin atau dibatasi penjaminannya sampai jumlah tertentu.

Berbeda dengan asuransi komersial, skema asuransi sosial seperti program JKN-KIS yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Program yang merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) itu tidak menerapkan

syarat yang berbelit bagi masyarakat yang ingin menjadi peserta. Calon peserta hanya perlu mendaftar dan membayar iuran secara rutin.

BPJS Kesehatan akan menjamin setiap peserta yang membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai indikasi medis. Manfaat yang diterima peserta tergolong komprehensif sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

“Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang

mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis

pakai yang diperlukan,” begitu kutipan pasal 22 ayat (1) UU SJSN.

Mengingat BPJS Kesehatan bukan perusahaan asuransi komersial, maka program yang dijalankan tidak boleh berorientasi pada keuntungan (profit). Sebagai lembaga yang menyelenggarakan asuransi sosial untuk program jaminan kesehatan, dana yang dikelola BPJS Kesehatan digunakan sebesar-besarnya untuk pengembangan program dan kepentingan peserta. UU SJSN dan UU BPJS mengamanatkan 9 prinsip dalam menyelenggarakan SJSN, salah satunya gotong-royong.

Gotong-royong merupakan prinsip utama dalam menjalankan program yang diselenggarakan BPJS. Rutinitas peserta membayar iuran merupakan salah satu wujud gotong-royong dan sangat penting untuk menjaga keberlanjutan program JKN-KIS. Untuk memberi manfaat sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan, BPJS Kesehatan butuh biaya besar. Itu bisa dicapai jika seluruh masyarakat ikut menjadi peserta JKN-KIS dan rutin membayar iuran.

Misalnya, biaya satu kali cuci darah Rp1 juta. Untuk bisa menjamin biaya tersebut, dibutuhkan 50 peserta sehat yang rutin bayar iuran minimal kelas 3 yakni Rp25.500

Ini Manfaat Gotong Royong Untuk Keberlanjutan JKN

per bulan setiap orang. Jika penderita gagal ginjal membutuhkan cuci darah 8 kali dalam sebulan, maka dibutuhkan 400 orang yang tidak sakit selama sebulan dan rutin membayar iuran. Kemudian, untuk menjamin peserta yang didagnosa terkena demam berdarah, dibutuhkan iuran dari 80 peserta. Bahkan untuk penyakit kanker, BPJS Kesehatan butuh iuran lebih dari 1.500 peserta yang sehat.

Itulah sebabnya program JKN-KIS membutuhkan gotong-royong dari seluruh masyarakat. Agar peserta yang sehat membantu yang sakit dengan cara rutin membayar iuran. Peserta JKN wajib membayar iuran secara rutin, baik ketika sehat ataupun sakit. Iuran yang terkumpul itu dikelola BPJS Kesehatan untuk menjamin pelayanan kesehatan peserta.

Hampir tiga tahun penyelenggaraan JKN, rupanya prinsip gotong-royong belum bisa berjalan optimal. Masih ada sebagian peserta belum rutin membayar iuran. Misalnya, kategori peserta mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU), kolektabilitas iurannya rendah. Jumlah peserta mandiri sekitar 19 juta orang, tapi yang aktif membayar iuran tidak sampai setengahnya. Peserta cenderung tidak membayar lagi ketika sudah selesai mendapatkan pengobatan di Rumah Sakit. Misalnya, sebelum melahirkan peserta rajin membayar iuran tetapi selesai melahirkan peserta tidak membayar lagi. Akibatnya, iuran yang terkumpul lebih kecil daripada jumlah klaim yang dibayar BPJS Kesehatan.

Guna mendorong peningkatan kolektabilitas iuran peserta mandiri, BPJS Kesehatan telah menerbitkan sejumlah kebijakan. Diantaranya, memberlakukan pembayaran iuran sekeluarga lewat virtual account (VA) keluarga. Kemudian, bekerjasama dengan perbankan dan poin-poin pembayaran untuk mempermudah peserta membayar iuran. Kebijakan itu diharapkan mampu memaksimalkan pelaksanaan prinsip gotong-royong sehingga keberlanjutan program JKN-KIS bisa terjaga.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

7

TESTIMONI

Peraturan yang diterapkan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) – Kartu Indonesia Sehat (KIS) mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan. Tujuannya adalah agar program JKN-KIS bisa terus berjalan secara baik. Namun, sebagian peserta selalu ada yang merasa keberatan dengan hadirnya peraturan baru. Misalnya, sistem pembayaran iuran virtual account (VA) Keluarga. Sejak diberlakukan pada 1 September 2016, sebagian peserta merasa berat jika harus membayar untuk satu keluarga sekaligus.

Tetapi sebagian peserta justru merasa senang dengan sistem pembayaran iuran satu VA Keluarga. Siti Masudah contohnya. Peserta JKN-KIS yang bertempat tinggal di Komplek Barata, Jalan Barata Karya Raya, Ciledung, Tangerang ini merasa lebih mudah dengan VA Keluarga. “Saya justru lebih mudah dengan cara satu VA. Karena tidak repot menulis satu-satu nomor VA. Cukup satu nomor yang diketik, iuran untuk satu keluarga langsung muncul dan cukup klik sekali saja. Saya bayar melalui ATM BRI,” kata Siti Masudah yang akrab disapa Idah Bambang. Idah Bambang sangat memahami setiap perubahan peraturan yang harus diikuti oleh peserta JKN-KIS. Maklumlah, karena dia sudah menjadi peserta sejak September 2014. Menurutnya, perubahan itu dinilai wajar. Alasannya, setiap program yang baru selalu memerlukan perbaikan agar program itu bisa berjalan secara berkelanjutan. “Saya mengikuti sejak awal, perubahan peraturan memang untuk manfaat yang lebih baik. Saya merasakan itu,” ujarnya. Dalam satu kartu keluarganya tertera empat nama yaitu Bambang Husein Amrullah sebagai kepala keluarga dan tiga anggota keluarganya Siti Masudah, R Dananto Rachman Latief, dan RR Siska Rosidianingrum. Kelas yang dipilihnya adalah kelas 1. “Awalnya iurannya hanya Rp 59.500 per orang, sekarang menjadi Rp80.000 per orang. Jadi saya bayar Rp 320.000 perbulan untuk sekeluarga,” paparnya.

Idah Bambang menjelaskan dirinya tidak merasa berat meskipun harus membayar sekaligus. “Memang kelihatannya besar ya sekali bayar Rp 320.000. Tapi jumlah ini jauh lebih murah dari asuransi swasta. Saya benar-benar merasakan manfaatnya. Itu sama saja kita menyisihkan uang untuk investasi kesehatan. Karena sakit tidak ada

yang tahu kapan datangnya,” kata ibu dua anak ini.Keluarganya sudah sering menggunakan kartu JKN-KIS. Khusus Idah, setiap bulan memang memeriksakan diri rutin karena penyakit diabetes yang dideritanya. Dia juga pernah menjalani katerisasi jantung. Semua aturan dipatuhinya dan dia juga sabar menanti antrean pada pelayanan.

Pada Mei 2016, anak lelakinya, Dananto juga dirawat karena terserang demam berdarah dengue (DBD). Dananto sempat ditolak juga di rumah sakit tipe C karena tempat tidurnya sudah penuh dan harus kembali ke rumah sakit tipe D. “Padahal waktu itu, sudah bolak-balik ke dokter karena panas demam dan tiba-tiba sepulang kantor badannya panas sekali, ternyata suhunya 41 derajat celcius lalu saya bawa dia ke rumah sakit,” tutur Idah.

Kemudian, Idah berkomunikasi dengan pihak rumah sakit, ternyata masih ada kamar di kelas utama di Rumah Sakit Bhakti Asih. Dia pun harus memberikan deposit sebanyak Rp 5 juta. Setelah selesai perawatan, total biaya perawatan sebanyak Rp7,5 juta dan sebagai pasien peserta JKN-KIS hanya membayar Rp 3 juta. Selain menderita diabetes mellitus, Idah mengalami keluhan di kaki. Kaki sering merasakan sakit. Akhirnya dia pun periksa dan sudah lima kali terapi. Dokter ortopedi menyarankan dirinya melakukan diet untuk menurunkan berat badan dari 63 kilogram menjadi 57-56 kilogram. Tujuannya, kata dia, untuk mengurangi beban kaki. “Jadi, penyakit yang mengharuskan saya mempunyai berat badan ideal. Alhamdulillah semua saya patuhi dan saya merasa semakin sehat,” kata Idah. Minggu lalu, Idah, menjalani operasi gusi di Rumah Sakit Umum Tangerang yang tergolong tipe A. Karena alat untuk operasi rahang mulut hanya ada di sana. “Saya tidak pernah mengeluarkan uang sepeser pun setiap menggunakan kartu JKN-KIS, karena sudah sesuai aturannya. Saya juga mengikuti aturan rujukan dan harus sabar antre menunggu giliran. Tapi saya senang kalau bisa berobat ke RSU Tangerang. Pelayanannya bagus,” ujarnya. Jadi, kata Idah, program JKN-KIS membuatnya menjadi lebih sehat. Oleh karena itu, dia merasa beruntung sejak awal sudah menjadi peserta JKN-KIS. “Nah itu, semua orang seharusnya jadi peserta BPJS Kesehatan (JKN-KIS – red). Betul, kalau tidak sakit dananya dipakai peserta yang sakit. Jadi, orang yang sakit seperti saya seharusnya berterimakasih kepada peserta yang sehat,” ujarnya. Oleh

karena itu, dengan aturan yang berubah-ubah baginya tidak masalah. Apalagi pembayaran iuran dengan sistem satu VA Keluarga justru membuatnya lebih mudah.“Plus Minus” Bayar dengan VA Keluarga Berbeda dengan Idah, peserta JKN-KIS, Evi Pramono tidak sepenuhnya pas dengan sistem pembayaran iuran dengan satu VA Keluarga. Alasannya, dalam satu kartu keluarganya ada anggota keluarga yang biasanya membayar sendiri. Sehingga dengan sistem VA Keluarga maka tidak bisa lagi bayar sendiri-sendiri. “Repotnya begini, kalau mau bayar tidak bisa hanya punya saya sendiri, suami, dan anak-anak. Kalau saya duluan yang bayar misalnya, harus bayar semuanya dong. Atau sebaliknya kalau saudara saya mau bayar duluan berarti dia harus bayar punya saya. Sebetulnya ya enggak masalah, hanya jadi agak repot, he..he…. ” kata Evi sembari tertawa.

Evi menyebutnya sistem VA Keluarga ada “plus-minus”-nya. Mudah karena cukup sekali saja transaksinya. Hemat, karena

kalau membayarnya melalui PPOB seperti di Kantor Pos, Indomaret, dan Alfamart, biaya administrasi cukup sekali

saja sebesar Rp 2.500 tidak perlu membayar administrasi untuk setiap peserta di kartu keluarga itu.

Selain itu, Evi juga membayari satu keluarga lainnya. Dalam Kartu Keluarga tersebut, kepala keluarganya sudah meninggal beberapa bulan lalu. Tetapi belum dilaporkan. “Saya memang belum lapor ke BPJS Kesehatan sehingga ada surat tagihan datang ke rumah. Berarti kalau tidak dilaporkan nanti saya tetap harus bayar semua ya, karena kan sekarang sudah berlaku satu VA Keluarga,” ujarnya. Sebagai peserta JKN-KIS kelas I, Evi baru sesekali saja memanfaatkannya. Namun, saat dia mengurusi ibunya (almarhum), dia membandingkan saat ibunya menjadi peserta Askes. “Sungguh sangat berbeda. Obat-obat ibu yang dulu bisa dilayani di rumah sakit tipe C, saat menjadi peserta JKN-KIS tidak bisa lagi dan harus di rumah sakit tipe B. Kasihan loh ya, kalau tinggal di daerah, seperti ibu saya tinggalnya di Gombong harus dirujuk ke Purwokerto. Kini, saya masih punya bapak, semoga bapak saya sehat tidak perlu pakai kartu JKN nya,” kata Evi.

Bayar Iuran JKN-KIS Lebih Mudah dengan VA Keluarga

Keluarga Evi Erawati

Keluarga Siti Masudah

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

PERSEPSI8

Sebagian peserta ada yang panik menghadapi kondisi ini. Namun beberapa sudah mendapatkan informasi yang memadai sehingga paham apa yang sedang

dihadapi dan apa yang harus dilakukan.

Beragam wacana muncul di masyarakat menyikapi kebijakan tersebut. Bahkan ada yang mengira kebijakan itu ‘akal-akalan’ BPJS Kesehatan untuk mengatasi defisit biaya pelayanan kesehatan. Benarkah demikian?

Pembayaran iuran secara kolektif sekeluarga melalui virtual account (VA) keluarga merupakan amanat Peraturan Direksi BPJS Kesehatan Nomor 16 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penagihan dan Pembayaran Iuran JKN-KIS.

Aturan itu menyebut peserta PBPU dan bukan pekerja (BP) yang biasa dikenal dengan sebutan peserta mandiri bisa

menunaikan tanggungjawabnya membayar iuran secara kolektif untuk satu keluarga. Tentu saja anggota keluarga yang dimaksud sebagaimana tercantum dalam Kartu Keluarga (KK). Setiap KK atau keluarga akan mendapat satu VA Keluarga.

Walau iuran JKN-KIS yang terkumpul selama ini belum cukup untuk membayar klaim peserta kepada fasilitas kesehatan (faskes) bukan berarti kebijakan ini ditujukan untuk mengatasi persoalan tersebut. Kebijakan pembayaran kolektif sekeluarga targetnya untuk memudahkan peserta membayar iuran.

Selama ini, peserta membayar iuran secara individu. Padahal, ada anggota keluarganya yang juga peserta JKN-KIS. Ujungnya, dalam satu keluarga, belum tentu seluruh anggotanya membayar iuran tepat waktu.

Mengingat salah satu prinsip penyelenggaraan program JKN-KIS adalah gotong royong, maka prinsip ini perlu ditegakkan dimulai dari keluarga. Melalui kebijakan yang baru, setiap anggota keluarga tidak perlu repot membayar iuran JKN-KIS nya masing-masing. Cukup membayar satu kali untuk seluruh anggota keluarga melalui satu nomor VA Keluarga.

Benarkah VA Keluarga ‘Akal-Akalan’ BPJS Kesehatan

Untuk Atasi Defisit?Sejak 1 September 2016, BPJS

Kesehatan menerapkan kebijakan baru terkait pembayaran iuran untuk peserta kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)

atau peserta mandiri. Tidak sedikit peserta mandiri yang kaget karena tagihan iuran JKN-KIS tiba-tiba

membengkak.

Keuntungannya, jika membayar iuran lewat payment point online bank (PPOB) seperti minimarket atau kantor pos, peserta hanya dikenakan satu kali biaya administrasi untuk satu VA Keluarga. Jika anggota keluarga bayar sendiri-sendiri, maka biaya administrasi dikenakan per individu sesuai banyaknya anggota keluarga.

Selain itu, VA Keluarga memudahkan anggota keluarga untuk memantau apakah seluruh anggota keluarganya sudah membayar iuran JKN-KIS atau belum. Pasalnya, sekali membayar iuran, tagihannya pasti untuk seluruh anggota keluarga.

Pembayaran iuran tepat waktu dapat menghindarkan peserta dan anggota keluarganya dari konsekwensi sharing biaya pelayanan kesehatan ketika membutuhkan rawat inap sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2016.

Perlu diingat, saat ini BPJS Kesehatan akan menghentikan penjaminannya untuk sementara kepada peserta yang terlambat membayar iuran lebih dari satu bulan. Oleh karena itu lewat VA Keluarga diharapkan peserta semakin mudah dan rutin membayar iuran sehingga terjamin untuk mendapat manfaat JKN-KIS.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

INSPIRASI

Tak selamanya sesuatu yang terlihat mudah itu mudah untuk dilaksanakan. Misalnya, soal distribusi kartu Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia

Sehat (JKN-KIS) kelompok penerima bantuan iuran (PBI). Untuk mendistribusikan kartu, Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dibantu perusahaan jasa pengiriman. Tetapi ada sebagian kartu yang tidak sampai karena si penerima sudah tidak ada di alamat itu atau alamat tujuan yang tidak lengkap. Sehingga sejumlah kartu JKN-KIS PBI itu dikembalikan lagi kepada BPJS Kesehatan. Lalu bagaimana selanjutnya? Duta-duta BPJS Kesehatan harus turun ke lapangan untuk mengecek ulang dan memastikan bahwa kartu-kartu JKN-KIS sampai kepada peserta. Kartu-kartu yang tidak sampai ke tujuan juga di cek. Kendala di lapangan sangat beragam, ada yang lokasinya sulit dijangkau dan kendala lainnya.

Seperti di Batam misalnya, ternyata lokasi tempat tinggal peserta tidak semua mudah dicari dan dijangkau karena tinggal di pulau-pulau kecil dan di permukiman “ruli” (rumah liar). “Saya kebetulan ikut dalam tim yang turun ke lapangan. Harus memastikan kartu-kartu itu sampai ke end user. Setelah sampai di lokasi, ternyata memang penerima kartunya sudah pindah. Sebagian kartu harus diantar ke pulau-pulau kecil yang masuk wilayah kerja kami,” kata Ilham, Duta BPJS Kesehatan di kantor BPJS Kesehatan Cabang Batam. Ilham berbagi pengalaman saat melakukan spot chek ke Pulau Lintang. Bagi Ilham, perjalanan menyeberangi laut dari Batam ke Pulau Lintang tidak menyenangkan tetapi terpaksa dilakoninya karena harus menjalankan tugas. Meskipun jarak dari Batam ke Pulau Lintang hanya sekitar 30 menit, namun, selama perjalanan dia merasa takut karena moda yang digunakan adalah pong-pong yaitu perahu kecil terbuat dari kayu yang cukup tiga orang penumpang saja dan tanpa persediaan pelampung. “Terus terang saya takut sekali karena tidak bisa berenang. Tetapi kendaraannya hanya ada pong-pong yang tidak punya pelampung penyelematan. Sementara saya memegang amanah untuk mengantarkan kartu yang belum terdistribusi. Ya, berdoa saja. Rasa takut itu bisa kalah dengan amanah yang saya emban,” ungkap Ilham. Ilham melanjutkan ceritanya. Ketika perasaan takutnya sudah sirna, tiba-tiba dia dikejutkan oleh air laut tiba-tiba berombak besar. Ternyata, ada kapal polisi air sedang patroli. “Karena kapal polisi air itu besar sehingga menimbulkan ombak yang cukup lumayan menggoncang pong-pong yang saya naiki dan seperti terseret arus. Wuiih takut sekali,” kenangnya.

Pengemudi pong-pong saat itu langsung mematikan mesinnya dan pong-pong hanya mengikuti “liuk-liuk” nya gelombang air seperti diayun-ayun, sampai air laut kembali tenang. Barulah mesin dinyalakan lagi. “Kalau yang bisa renang mungkin tidak masalah, tetapi saya dan Pak Budi (Kepala BPJS Kesehatan Cabang Batam saat itu – red) sama-sama tidak bisa berenang. Jadi sama-sama berdebar-debar. Ya begitulah, apa pun yang terjadi, tugas harus tetap dijalankan,” ujar Ilham. Sesampainya di Pulau Lintang, Kecamatan Bulang, Ilham bersama pimpinannya, berkoordinasi dengan perangkat desa, Ketua RT, dan Ketua RW. Di sana, dia harus berjalan kaki untuk mencapai rumah-rumah penduduk sesuai dengan alamat di kartu. “Sebagian memang alamatnya tidak lengkap, hanya ada RT dan RW saja. Warga di sekitarnya juga banyak yang tidak tahu,” ujarnya. Selain itu, Ilham juga melakukan spot check di daerah permukiman “rumah liar” (ruli). Di Batam ada beberapa “ruli” antara lain di Sukajadi Baru dan Sukajadi Lama. Kendalanya, sebagian “ruli” sudah direlokasi ke tempat lain. “Menurut informasi pindah ke daerah Longsa. Setelah kami cross check, ternyata tidak semua warganya ikut keluarga. Ada yang pindah ke lokasi lain dan ada juga yang sudah meninggal dunia. Tetapi sebagian di Longsa sudah terima kartu JKN-KIS,” kata Ilham Menurutnya, mencari alamat di daerah “ruli” ini juga tidak mudah. Tetapi Ilham dengan sabar menyusuri jalan-jalan setapak dan masuk gang-gang sempit karena di sana banyak warga yang mengumpulkan barang-barang bekas. “Saya ke sana kadang-kadang ya pakai sandal saja. Apalagi kalau ada hujan, jalannya jadi licin,” ujarnya. Semua tugas dijalaninya dengan penuh keikhlasan, sehingga tidak menjadi beban dan bekerja pun menjadi ringan. Ilham mengatakan ada tantangan tersendiri karena menurutnya kartu JKN-KIS memiliki misi kemanusiaan

di dalamnya. “Ketika saya tahu ada warga yang sudah menerimanya dan bagi yang sakit bisa menggunakannya, mendapat pelayanan yang baik. Kemudian warga itu sehat, tentu disitulah saya merasa puas,” kata Ilham yang saat ini menjadi staf SDM dan Komunikasi Internal di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Batam. Sebaliknya Ilham mengaku merasa prihatin jika ada peserta yang sudah menerima kartu tetapi belum bisa menggunakannya karena di pulau tidak ada dokter atau alasan lainnya. “Saat di lapangan pasti ada saja pertanyaan-pertanyaan. Seperti, kenapa saya tidak dapat kartu kan saya miskin. Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya soal pelayanan dan sebagainya,” ungkapnya. “Sejauh yang saya tahu secara umum saya jelaskan. Tetapi jika ada masalah yang khusus saya beri solusi untuk menghubungi nomor telepon kantor. Dan saya kasih nomor handphone saya agar bisa menghubungi jika perlu,” paparnya. Menurut Ilham, jumlah kartu JKN-KIS untuk PBI di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Batam sebanyak 126.200 kartu dan 121.521 kartu diantaranya sudah sampai di tangan peserta. Sisanya sebanyak 4.679 kartu kembali ke BPJS Kesehatan dengan alasan pindah alamat dan meninggal dunia, “Sisa kartu ini, kami minta pihak jasa pengiriman untuk redistribusi, karena menurut hasil spot check di lapangan masih ada warganya,” kata Ilham. Ilham mengaku bangga menjadi Duta BPJS Kesehatan karena lembaganya mengelola program JKN-KIS. “Ya itu tadi, program JKN-KIS seperti membawa misi kemanusiaan, membuat rakyat Indonesia sehat. Kalau sehat kan bisa bekerja lalu sejahtera, dan seterusnya. Negara pun pasti kuat,” ujarnya.

ILHAM - KC BATAM

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

9

JKN-KIS Bagaikan Misi Kemanusiaan

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

10

SEHA

T & G

AYA

HIDU

P10

Stres merupakan salah satu bentuk gangguan mental emosional yang dapat berakibat pada menurunnya beberapa fungsi organ tubuh. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan daya

tahan tubuh jadi menurun, sehingga penyakit akan lebih mudah menyerang.

Contoh penyakit yang paling sering timbul akibat stres adalah masalah pencernaan. Dokter spesialis penyakit dalam konsultan lambung dan pencernaan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Ari Fahrial Syam menyampaikan, stres memang sangat berhubungan erat dengan terjadinya gangguan pencernaan, baik pencernaan saluran cerna atas maupun saluran cerna bawah.

Pada kasus saluran pencernaan atas, masalah yang sering jumpai adalah sakit maag atau dalam bahasa medisnya disebut sebagai dispepsia. "Saat kita stres, produksi asam lambung bisa menjadi berlebihan. Kondisi ini menyebabkan gangguan lambung seperti perih, kembung, cepat merasa kenyang, dan sering bersendawa," ujar Ari Fahrial.

Karena itu, masalah pencernaan seperti maag tidak bisa diatasi hanya dengan mengonsumsi obat-obatan saja. Ditegaskan Ari, stres yang menjadi faktor pencetus masalah pencernaan juga harus dikontrol.

Masalah lain yang juga bisa timbul akibat stres adalah Diabetes Mellitus. Dokter spesialis penyakit dalam dari RSCM Jakarta, Em. Yunir menyampaikan, bila tidak dikontrol dengan baik, hormon stres di dalam tubuh dapat memicu naiknya kadar gula darah, sehingga lama kelamaan bisa meningkatkan risiko diabetes. Jadi diabetes bukan hanya timbul akibat gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat saja. Stres pun memberi andil besar dalam kemunculan penyakit tersebut.

Pada orang-orang yang sedang mengalami stres, lanjut Em. Yunir, umumnya pola makan mereka juga menjadi lebih kacau. Mereka cenderung makan berlebihan dan memilih yang instant, sehingga risiko obesitas menjadi semakin meningkat. Sementara obesitas seringkali menjadi pemicu timbulnya berbagai penyakit.

Penyakit lainnya yang juga sering dikaitkan dengan stres

antara lain tekanan darah tinggi, serangan jantung, keluhan pada hati, keluhan di area kepala, serangan asma, dan masih banyak lagi.

"Pada prinsipnya penyakit itu datangnya dari pikiran. Jadi kuncinya adalah bagaimana kita mengelola stres agar tidak sampai memengaruhi tubuh," imbuhnya.

Kenali Gejala StresAda beberapa gejala atau ciri yang kerap muncul pada orang-orang yang mengalami stres, antara lain sensitif dan mudah marah, cemas yang berlebihan, selalu merasa takut tanpa alasan yang jelas, sulit berkonsentrasi, mood mudah berubah-ubah, cenderung berpikir negatif pada diri sendiri, kehilangan energi untuk melakukan sesuatu, sampai kehilangan selera humor.

Seringkali gejala tersebut juga disertai keluhan fisik seperti jantung berdenyut lebih cepat, otot-otot terasa tegang, sampai berkeringat meskipun tidak sedang melakukan aktivitas fisik. Bila mengalami hal tersebut, besar kemungkinan Anda sedang stres.

Pemicu stres sebetulnya sangat beragam, mulai dari tekanan ekonomi, beban pekerjaan, hingga kemacetan lalu lintas. Pada masyarakat di kota besar, stres umumnya muncul karena menghadapi beban atau tuntutan kerja, juga kondisi lalu lintas yang buruk. Sementara di kota kecil, biasanya karena persoalan ekonomi seperti kemiskinan.

Psikolog Anak dan Keluarga Roslina Verauli mengatakan, ada empat penyebab utama stres (stressor), yaitu frustrasi, pressure atau tekanan, konflik, serta adanya perubahan. Dari empat stressor tersebut, separuhnya ternyata bisa muncul saat terjebak di kemacetan.

"Terjebak macet itu memenuhi kriteria dua dari empat stressor utama, yaitu frustrasi dan adanya pressure. Menjadi frustrasi karena mobil yang kita tumpangi tidak juga bergerak, dan adanya pressure karena kita harus tiba di tempat tujuan pada waktu yang ditentukan, sementara kondisi jalanan sedang tidak bersahabat," kata Roslina.

Kondisi stres tersebut bisa memberi dampak buruk ke tubuh. Sebab, tubuh manusia memang tidak diciptakan untuk menahan stres dalam jangka panjang. Namun menghindari kemacetan di kota besar seperti Jakarta tampaknya jadi hal yang mustahil. Hal yang bisa dilakukan, menurut Verauli, adalah dengan menghadapinya dan "menikmati" kemacetan tersebut.

"Kemacetan jangan dijadikan sebagai stressor. Lakukan saja hal-hal yang menyenangkan di dalam mobil. Kalau bersama keluarga, orangtua juga harus lebih kreatif dalam memanfaatkan waktu," ujarnya.

Olahraga Pengusir Stres

Stres memang bisa dialami oleh siapa saja, baik orang tua maupun anak-anak. Di Indonesia sendiri berdasarkan data terakhir Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 disebutkan, 6 persen masyarakat Indonesia yang berumur lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Prevalensi tertinggi penderita gangguan tersebut ada di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.

Sebetulnya ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi stres sebagai salah satu bentuk gangguan mental emosional. Salah satunya yang paling banyak disarankan adalah dengan melakukan olahraga atau latihan fisik secara rutin. Karena selain menyehatkan, latihan fisik juga dapat meningkatkan produksi hormon endorfin yang memberikan perasaan rileks. "Di samping itu, latihan fisik juga merupakan cara alami untuk menghilangkan kadar kolesterol di dalam tubuh," tambah Em. Yunir.

Untuk jenis latihan fisiknya, salah satunya bisa memilih yoga. Tidak hanya menyehatkan, latihan yoga juga bisa memberikan ketenangan batin, sehingga terjauhkan dari stres. Jenis latihan fisik lainnya yang bisa dilakukan seperti berenang, dansa, lari, jalan sehat, atau olahraga permainan yang melibatkan beberapa orang. Syaratnya, latihan tersebut harus dilakukan secara rutin.

Olahraga outdoor yang mampu memacu adrenain juga sangat dianjurkan, misalnya bungee jumping, parasailing, surfing, atau panjat tebing. Anda bisa meluapkan kemarahan, kekesalan dan pikiran-pikiran yang mengganggu dengan berteriak sepuasnya saat melakukan olahraga tersebut.

Peneliti dari University of Queensland juga mengatakan, mengunjungi taman kota atau melakukan kegiatan alam lainnya bisa menjadi cara terbaik dalam mengurangi stres, khususnya untuk penduduk kota yang punya banyak kesibukan.

Bukan hanya latihan fisik, makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi sehari-sehari ternyata juga punya kemampuan untuk meredam stres. Contohnya teh hijau yang mengandung L-theanine untuk memberi efek relaksasi pada otak. Makanan dan minuman lainnya yang punya efek serupa seperti cokelat, buah-buahan, asparagus, gandum, dan susu.

Sebenarnya situasi stres ini diciptakan oleh diri Anda sendiri. Jadi hanya Anda yang bisa mengontrolnya agar stres yang dialami tidak menjadi sesuatu yang berlebihan, hingga akhirnya menyebabkan gangguan mental dan fisik.

Stres "Pintu Gerbang" Berbagai Macam Penyakit

Berbagai persoalan hidup seperti tekanan ekonomi, beban pekerjaan, hingga kemacetan lalu lintas membuat masyarakat rentan mengalami stres, yaitu reaksi tubuh

terhadap situasi yang tampak berbahaya. Bila tidak dikelola dengan baik, stres bisa memengaruhi kesehatan mental, menurunkan produktivitas, serta menimbulkan

masalah kesehatan yang serius.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

KILAS & PERISTIWA

PALEMBANG31 Agustus 2016

JAKARTA01 September 2016

Sebagai wadah PNS yang terdiri atas sekitar 4,5 juta anggota, KORPRI memiliki peran yang sangat strategis sebagai sarana untuk menyebarluaskan informasi tentang program JKN-KIS. Manfaat KORPRI juga diharapkan tidak hanya dirasakan para Aparatur Sipil Negara (ASN), melainkan juga dirasakan oleh masyarakat luas. “Sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), kami juga sangat menyambut baik diresmikannya Klinik Pratama KORPRI pada hari ini. Keberadaan Klinik Pratama ini akan semakin mendekatkan pelayanan kesehatan kepada anggota KORPRI beserta anggota keluarganya,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam acara Peresmian Koperasi, Minimarket, dan Klinik KORPRI di Sumatera Selatan, Rabu (31/08) yang dihadiri pula oleh Ketua Dewan Pengurus KORPRI Nasional Zudan Arif Fakrhulloh,Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin, dan lain-lain. Fachmi menjelaskan, saat ini pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh peserta JKN-KIS, salah satunya melalui perluasan kerja sama fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, sejalan dengan upaya perluasan fasilitas kesehatan tersebut, BPJS Kesehatan siap menyambut dengan tangan terbuka jika Klinik Pratama KORPRI ingin bekerja sama menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) mitra BPJS Kesehatan. “Tentu nantinya akan ada proses kredensialing untuk jadi faskes mitra BPJS Kesehatan. Untuk itu memudahkan proses tersebut, kami sudah menciptakan sistem informasi bernama Health Facilities Information System yang bisa diakses oleh setiap faskes yang mengajukan

Perluas Fasilitas Kesehatan, BPJS Kesehatan Siap Sambut Klinik Pratama KORPRI Jadi Mitra

Dalam rangka mewujudkan jaminan kesehatan cakupan semesta (universal health coverage) khususnya di wilayah Provinsi DKI Jakarta, BPJS Kesehatan dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta siap bersinergi dalam hal percepatan perluasan kepesertaan program JKN-KIS. Ke depannya, seluruh warga Jakarta tanpa terkecuali akan didaftarkan oleh Pemprov DKI Jakarta menjadi peserta JKN-KIS. “Saat ini program JKN-KIS telah menjadi program jaminan kesehatan terbesar di dunia, dalam arti jumlah kepesertaan yang telah mencapai 168 juta dan dilaksanakan melalui pendekatan single payer institution. Jumlah kesepertaan tersebut akan terus bertambah seiring waktu hingga tercapainya cakupan semesta, yang diharapkan dapat terwujudkan selambatnya 1 Januari 2019. Untuk merealisasikan hal tersebut, tentunya diperlukan support dari Pemerintah Daerah untuk mendorong perluasan kepesertaan program JKN-KIS,” kata Direktur Utama Fachmi Idris dalam acara “Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara BPJS Kesehatan dengan Pemprov DKI Jakarta tentang Cakupan Semesta Jaminan Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta”, Kamis (1/9). Sebagaimana yang tertuang dalam ruang lingkup kesepakatan bersama, kriteria penduduk Jakarta yang akan didaftarkan oleh Pemprov DKI Jakarta menjadi peserta program jaminan kesehatan antara lain meliputi:

1. Peserta PBPU kelas I, II, dan III yang menunggak iuran serta memiliki KTP dan KK Provinsi DKI Jakarta;

2. Peserta baru yang memiliki KTP dan KK Provinsi DKI Jakarta dan mendaftar sebagai peserta PBPU kelas III (otomatis akan didaftarkan);

3. Peserta baru dan bayi baru lahir dari peserta yang telah didaftarkan oleh Pemprov DKI

Wujudkan Universal Health Coverage, Pemprov DKI Jakarta Akan Daftarkan Seluruh Warganya Jadi Peserta JKN-KIS

Jakarta (status kepesertaannya akan langsung diaktifkan);

4. Calon peserta baru yang memiliki KTP dan KK Provinsi DKI Jakarta dari PBPU yang belum aktif status kepesertaannya (dapat dialihkan statusnya menjadi peserta yang didaftarkan Pemprov DKI Jakarta);

5. Penduduk yang memiliki KTP dan KK Provinsi DKI Jakrta yang belum terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan.

kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dengan sistem tersebut, calon faskes mitra bisa lebih mudah memantau perkembangan proses kredensialing,” jelas Fachmi. Menurut Fachmi, sistem pelayanan kesehatan di era JKN-KIS mengutamakan optimalisasi di FKTP, sehingga FKTP bukan hanya berfungsi sebagai pembuat rujukan semata. Melalui mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang, diharapkan FKTP dapat menjalankan perannya secara signifikan dan komprehensif.

“Selain itu, ruang lingkup kesepakatan bersama ini juga meliputi integrasi dan kewajiban persyaratan perizinan usaha bagi Pemberi Kerja selain Penyelenggara Negara. Mereka wajib mendaftarkan diri dan seluruh pekerjanya jadi peserta jaminan kesehatan. Lalu poin terakhir, Pemprov DKI Jakarta juga akan mewajibkan Pemberi Kerja yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta untuk mendaftarkan dirinya, pekerja, dan anggota keluarganya menjadi peserta JKN-KIS,” terang Fachmi.

Dengan diresmikannya Koperasi, Minimarket dan Klinik Pratama KORPRI, kesejahteraan dan kesehatan para anggota KORPRI dapat ditingkatkan. Ia pun berharap, ke depannya Klinik Pratama KORPRI tersebut dapat memperluas cakupan layanannya kepada seluruh masyarakat peserta JKN-KIS serta mengembangkan usaha ekonomi kerakyatan yang dapat bermanfaat bagi pada ASN dan masyarakat sekitarnya.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 39 2016

11