info km - komunitas pengelola hutan dan redd+

8
A. PERUBAHAN IKLIM, REDD+ dan KEHUTANAN MASYARAKAT Penyebab utama perubahan iklim dan pemanasan global adalah aktivitas manusia dari kegiatan industri dan deforestasi serta perubahan penggunaan lahan. Ada dua cara untuk menghadapi perubahan iklim yaitu pencegahan (mitigasi) dan penyesuaian (adaptasi). Mitigasi perubahan iklim merupakan cara dan aksi yang dilakukan untuk mengurangi gas rumah kaca, menurunkan tingkat konsentrasi gas itu di udara atau lapisan atmosfir bumi. Cara yang dilakukan dapat melalui pengurangan sumber masalahnya atau meningkatkan penyerapan karbon untuk menurunkan 2 o Celsius perubahan suhu dunia. Sedangkan adaptasi terhadap perubahan iklim adalah aksi yang dilakukan untuk meminimalisir dampak dari perubahan iklim. Informasi ringkas seputar Kehutanan Masyarakat ini diterbitkan oleh FKKM. SERI 004, MEI 2012 | www.fkkehutananmasyarakat.wordpress.com Komunitas Pengelola Hutan dan Persiapan REDD+ PENGANTAR Pada tahun 2007, berbagai pihak dalam Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) telah menyepakati Bali Roadmap, yang mendorong para pelaku dari berbagai negara maju dan berkembang untuk segera melakukan mitigasi emisi karbon dari sektor kehutanan sebagai salah satu upaya menghadapi perubahan iklim. Para pembuat kebijakan, investor, sektor swasta, organisasi donor, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) merespon inisiatif ini dengan memelopori berbagai kegiatan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta mendorong adanya konservasi, pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan peningkatan cadangan karbon hutan di sejumlah negara berkembang, yang lebih dikenal dengan sebutan “REDD+”. Saat ini REDD+ telah menjadi bagian penting perbincangan dalam proses kebijakan perubahan iklim global dan nasional. Indonesia merupakan negara terbesar ketiga pelepas karbon, dengan lebih dari 80 persen emisi nasional berasal dari perubahan tata guna lahan – terutama deforestasi. Ini membuat kebijakan dan implementasi REDD+ di Indonesia tidak hanya penting secara nasional, tetapi juga global. Gagasan dasar REDD+ ialah agar negara berkembang dan kaya hutan memperoleh imbalan karena melestarikan hutan mereka. Ini melibatkan penetapan nilai karbon hutan yang akan memungkinkan konservasi hutan bersaing secara finansial dengan pemicu utama deforestasi, antara lain konversi pertanian, penebangan hutan, dan pembangunan prasarana. Selain untuk penyimpanan karbon, REDD+ juga dapat memberikan manfaat tambahan yang penting, misalnya pelestarian keanekaragaman hayati, pengurangan kemiskinan dan perbaikan tata kelola hutan. Kendati prinsip REDD+ terlihat lugas, penentuan bagaimana praktek implementasinya ternyata jauh lebih rumit. Dalam konteks Indonesia, sejumlah persoalan masih menghadang, diantaranya hak atas lahan dan adat, mekanisme pendanaan, korupsi dan tingkat acuan emisi, sekarang menjadi topik yang dibicarakan baik di kalangan pemerintah (pusat maupun daerah), juga sektor swasta, hingga pemangku kepentingan masyarakat. Dalam rezim hukum kehutanan di Indonesia, akses masyarat belum diakomodasi secara utuh sebagaimana diusulkan oleh banyak komunitas yang hidupnya tergantung pada hutan. Skema yang disediakan bagi masyarakat tercakup dalam beberapa bentuk perizinan, antara lain HKm, Hutan Desa dan HTR. Dalam Rencana strategis 20102014, Kementerian Kehutanan akan mengalokasikan areal kehutanan masyarakat (KM) dengan ketiga skema ini seluas 7,9 juta ha dan sudah mencadangkan arealnya lebih dari 921.156 juta ha. Kebijakan ini dipandang sebagai salah satu upaya untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan melibatkan masyarakat. Kebijakan ini adalah bentuk pengakuan negara terhadap pengelolaan hutan oleh rakyat yang selama ini terabaikan, namun mampu menjaga kelestarian alam dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Bagi masyarakat, hutan tak hanya memiliki makna ekologis, tetapi juga sosial, budaya dan ekonomi. Info KM seri ke4 ini mengulas tentang kesiapan, peraturankebijakan Kehutanan Masyarakat dalam upaya pencegahan (mitigasi) dan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim, khususnya yang sejalan dengan skema REDD+ (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan penambahan cadangan karbon hutan di negara berkembang) serta tantangan dalam pelaksanaannya.

Upload: andri-santosa

Post on 09-Mar-2016

224 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Info singkat ini mengulas tentang kesiapan, peraturan­kebijakan Kehutanan Masyarakat dalam upaya pencegahan (mitigasi) dan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim, khususnya yang sejalan dengan skema REDD+ (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan penambahan cadangan karbon hutan di negara berkembang) serta tantangan dalam pelaksanaannya.

TRANSCRIPT

Page 1: Info KM - Komunitas Pengelola Hutan dan REDD+

A. PERUBAHAN IKLIM, REDD+ danKEHUTANAN MASYARAKATPenyebab utama perubahan iklim danpema­nasan global adalah aktivitas manusia darikegiatan industri dan deforestasi sertaperubahan penggunaan lahan. Ada dua carauntuk menghadapi perubahan iklim yaitupencegahan (mitigasi) dan penyesuaian(adaptasi).Mitigasi perubahan iklim merupakan cara

dan aksi yang dilakukan untuk mengurangi gasrumah kaca, menurunkan tingkat konsentrasigas itu di udara atau lapisan atmosfir bumi. Carayang dilakukan dapat melalui pengurangansumber masalahnya atau meningkatkanpenyerapan karbon untuk menurunkan 2oCelsius perubahan suhu dunia. Sedangkanadaptasi terhadap perubahan iklim adalah aksiyang dilakukan untuk meminimalisir dampak dariperubahan iklim.

Informasi ringkas seputarKehutanan Masyarakat ini

diterbitkan oleh FKKM.

SERI 004, MEI 2012 | www.fkkehutananmasyarakat.wordpress.com

Komunitas Pengelola Hutan dan Persiapan REDD+PENGANTARPada tahun 2007, berbagai pihak dalam Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB(UNFCCC) telah menyepakati Bali Roadmap, yang mendorong para pelaku dari berbagai negara majudan berkembang untuk segera melakukan mitigasi emisi karbon dari sektor kehutanan sebagai salahsatu upaya menghadapi perubahan iklim. Para pembuat kebijakan, investor, sektor swasta, organisasidonor, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) merespon inisiatif ini dengan memelopori berbagaikegiatan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta mendorong adanyakonservasi, pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan peningkatan cadangan karbon hutan di sejumlahnegara berkembang, yang lebih dikenal dengan sebutan “REDD+”.Saat ini REDD+ telah menjadi bagian penting perbincangan dalam proses kebijakan perubahaniklim global dan nasional. Indonesia merupakan negara terbesar ketiga pelepas karbon, dengan lebihdari 80 persen emisi nasional berasal dari perubahan tata guna lahan – terutama deforestasi. Inimembuat kebijakan dan implementasi REDD+ di Indonesia tidak hanya penting secara nasional, tetapijuga global.Gagasan dasar REDD+ ialah agar negara berkembang dan kaya hutan memperoleh imbalankarena melestarikan hutan mereka. Ini melibatkan penetapan nilai karbon hutan yang akanmemungkinkan konservasi hutan bersaing secara finansial dengan pemicu utama deforestasi, antara lainkonversi pertanian, penebangan hutan, dan pembangunan prasarana. Selain untuk penyimpanankarbon, REDD+ juga dapat memberikan manfaat tambahan yang penting, misalnya pelestariankeanekaragaman hayati, pengurangan kemiskinan dan perbaikan tata kelola hutan.Kendati prinsip REDD+ terlihat lugas, penentuan bagaimana praktek implementasinya ternyatajauh lebih rumit. Dalam konteks Indonesia, sejumlah persoalan masih menghadang, diantaranya hakatas lahan dan adat, mekanisme pendanaan, korupsi dan tingkat acuan emisi, sekarang menjadi topikyang dibicarakan baik di kalangan pemerintah (pusat maupun daerah), juga sektor swasta, hinggapemangku kepentingan masyarakat.Dalam rezim hukum kehutanan di Indonesia, akses masyarat belum diakomodasi secara utuhseba­gaimana diusulkan oleh banyak komunitas yang hidupnya tergantung pada hutan. Skema yangdisediakan bagi masyarakat tercakup dalam beberapa bentuk perizinan, antara lain HKm, Hutan Desadan HTR. Dalam Rencana strategis 2010­2014, Kementerian Kehutanan akan mengalokasikan arealkehutanan masyarakat (KM) dengan ketiga skema ini seluas 7,9 juta ha dan sudah mencadangkanarealnya lebih dari 921.156 juta ha. Kebijakan ini dipandang sebagai salah satu upaya untuk menekanlaju deforestasi di Indonesia dengan melibatkan masyarakat. Kebijakan ini adalah bentuk pengakuannegara terhadap pengelolaan hutan oleh rakyat yang selama ini terabaikan, namun mampu menjagakelestarian alam dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Bagi masyarakat, hutan tak hanyamemiliki makna ekologis, tetapi juga sosial, budaya dan ekonomi.Info KM seri ke­4 ini mengulas tentang kesiapan, peraturan­kebijakan Kehutanan Masyarakatdalam upaya pencegahan (mitigasi) dan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim, khususnya yangsejalan dengan skema REDD+ (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan danpenambahan cadangan karbon hutan di negara berkembang) serta tantangan dalam pelaksanaannya.

Page 2: Info KM - Komunitas Pengelola Hutan dan REDD+

info KM2Salah satu cara untuk mengurangi danmenyerap emisi sekaligus sebagai upayamitigasi dan adaptasi adalah menghindarikegiatan­kegiatan perambahan, penebangandan pembakaran yang merusak hutan. Diperkira­kan dari sekitar 15% permukaan bumi dipenuhioleh hutan, dan dari jumlah itu berisi sekitar 25%karbon1. Perusakan hutan dan perubahanpenggunaan lahan menyebabkan lepasnya(emisi) karbon ke atmosfir. Lembaga Intergo­vernmental Panel on Climate Change (IPCC,kelompok panel antar­pemerintahan untuk perubahaniklim) memperkirakan emisikarbon yang bersumber darideforestasi di kawasan tropispada tahun 1990­an sekitar 1,6juta ton setiap hari, atau samadengan 20% emisi karbonglobal2. Upaya mitigasiperubahan iklim di sektorkehutanan dianggap cara yangmanjur menurunkan emisi.Argumentasi tersebut diperkuatoleh Pacala dan Socolow, duapakar Universitas Princeton, danProf. Nicholas Stern bahwa dari15 cara untuk mengurangi emisigas rumah kaca, yang palingutama dan efektif adalahmenurunkan laju deforestasidan melakukan penghijauanatau reforestasi 300 juta ha tanaman hutanbaru3. Kajian Stern telah mempengaruhipemangku kepentingan dan menjadi isu yangluas yang dibicarakan dalam upaya mitigasiperubahan iklim saat ini dengan skema REDD+4.Konsep dasar REDD+ pada awalnyasederhana, yaitu negara, pemerintah,perusahaan, proyek atau pemilik hutan di negaraSelatan/berkembang harus diberi insentif atauimbalan (reward) atas upaya dan kegiatanpenyelamatan hutan yang dilakukannya olehnegara­negara Utara/maju. Emisi yang dikredit­kan kemudian disertifikat dan dijual di pasarinternasional. Ada dua mekanisme penghitungankredit emisi (karbon), (1) dengan menggunakanpatokan sejarah (gross­net) yaitu memperhitung­kan selisih emisi dengan melihat sejarahdeforestasi, dan (2) dengan mekanisme net­nettidak memperhitung­kan sejarah yang pentingkarbon bisa meningkat5. Namun, Indonesiabelum menetapkan pilihan dari kedua modeltersebut.Saat ini berbagai pakar dan pihakmendorong agar skema REDD+ bisa mencakuppertanian, hutan dan penggunaan lahan,serta perubahan penggunaan lahan yangdisebut AFOLU (Agricultural, Forestry, Land use

and Land use change) atau di kenal denganistilah REDD++. Namun REDD++ belummendapat kesepakatan. Dengan demikianREDD+ lah yang masih disepakati oleh berbagaipihak6 dan istilah itu pula yang digunakan dalamInfo Brief KM ini.Kaitan dan peranan KM terhadapperubahan iklim dengan skema REDD+ sangatbesar. Dukungan masyarakat dan bentuk sertapola KM menjadi salah satu kebijakan kehutananpenting di negara­negara hutan tropis dan turutdalam mitigasi perubahan iklim. DiIndonesia, berdasarkan kajianbersama antara Badan PusatStatistik dan KementerianKehutanan tahun 2007,berdasarkan sensus ekonomi dandata potensi desa didapatkanbahwa 52,5% desa berada didalam kawasan hutan. Dalamkonteks ini, peran masyarakatmenjadi sangat penting dalamkonteks kehutanan demikian puladalam konteks karbon hutan atauperubaan iklim. Sebagaimanaempat pilar yang diamanatkandalam Bali Action Plan (2007)terkait kehutanan yaitu butir 1.b.iiiyang terdiri dari REDD,Konservasi, Penambahan StokKarbon Hutan dan PengelolaanHutan Lestari.Dari mekanisme perdagangan karbonyang diatur dalam REDD+, negara majumungkin akan mengeluarkan dana miliarandollar. Sebagian dari dana itu seharusnya dapatmeningkatkan ekonomi masyarakat hutan,mengurangi kemiskinan, dan pengembanganmasyarakat karena adanya keterbatasan aksesakibat skema REDD+7. REDD+ juga harus bisamenghasilkan keuntungan tambahan bagi jasalingkungan, ketersediaan air bersih danperlindungan budaya serta keanekaragamanhayati.B. KEBIJAKAN REDD+ dan KEHUTANANMASYARAKATDalam Konferensi antar Pihak ke­16(COP 16) di Cancun, Meksiko, tahun 2011kesepakatan REDD+ lebih menekankan adanyapengakuan hak­hak masyarakat adat danketerlibatannya dalam setiap proses. DiIndonesia, kebijakan transfer REDD+ telahdilakukan dalam berbagai kebijakan danpengaturan institusi. Walau pada satu sisi, adapersoalan besar tentang transfer kebijakaninternasional karena terkait dengan sistem politikdan pemerintahan, ideologi, dan buruknya tatakelola hutan.Kementerian Kehutanan telah

info KM

Kaitan danperanan KM terhadap

perubahan iklim denganskema REDD+ sangat

besar. Dukunganmasyarakat dan bentukserta pola KM menjadisalah satu kebijakankehutanan penting dinegara­negara hutan

tropis dan turut dalammitigasi perubahan

iklim.

Page 3: Info KM - Komunitas Pengelola Hutan dan REDD+

info KM 3

menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan(Permenhut) No. P.30/2009 tentang Tata CaraPengurangan Emisi dari Deforestrasi danDegradasi Hutan (REDD). Kebijakan inimenjelaskan REDD sebagai semua upayapengelolaan hutan dalam rangka pencegahandan atau penurunan pengurangan jumlahtutupan hutan dan stok karbon yang dilakukanmelalui berbagai kegiatan untuk mendukungpembangunan nasional yang berkelanjutan.Kementerian Kehutanan juga menerbit­kan Permenhut No. P.36/2009 tentang Tata CaraPerizin­an Usaha Pemanfaatan Penyerapandan/atau Penyimpanan Karbon pada HutanProduksi dan Hutan Lindung, dimana usaha inimerupakan salah satu jenis usaha pemanfaatanjasa lingkungan.Baru­baru ini Kementerian Kehutananmengeluarkan Permenhut P.20/Menhut­II/2012tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan.Peraturan ini berisi prinsip dasar, kriteria kegiat­an dan tatacara permohonan penyelenggaraankarbon hutan dalam bentuk kegiatan percontoh­an (demonstration activities) dan pelaksanaankegiatan karbon hutan. Peraturan ini jugamenegaskan bahwa izin penyelenggaraankarbon hutan terintegrasi dengan izin yangmelekat pada pemanfaatan hutan/hasil.

Pelaku REDD+ dapat berasal darikomunitas pengelola hutan, yaitu pemegangIUPHH­HKm, pemegang IUPHHK­HTR,pengelola Hutan Adat, pemilik atau pengelolaHutan Hak, dan pengelola Hutan Desa.Kepastian kepemilikan lahan hutan atau tenurialmenjadi penting dalam hal ini.Tenurial HKm dipastikan dengan IUPHH­HKm, skema HTR dengan IUPHHK­HTR, pe­ngelola Hutan Desa dengan Hak PengelolaanHutan Desa, pemilik atau pengelola Hutan Hakdengan bukti kepemilikan yang ada (sertifikathak, dan sebagainya). Akan tetapi pengelolaHutan Adat belum memiliki kepastian tenurial,sistem politik pemerintah yang menempatkanHutan Adat adalah hutan negara belumdisepakati para pihak.Hal lain yang harus menjadi perhatianadalah komunitas­komunitas yang mengelola dihutan konservasi dan konsesi. Ketidakpastiantenurial kedua skema ini dan belum ada kebijak­an tentang Kemitraan menjadikan mereka belummenjadi pelaku potensial dalam REDD+. Keterli­batan komunitas­komunitas ini akan sangattergantung pada distribusi ulang penguasaanhutan yang saat ini lebih banyak di bawahkontrol para pemegang konsesi hutan alam,hutan tanaman, hutan restorasi ekosistem dan

Program Kehutanan Masyarakat (KM) telah mendukung implementasi REDD+yang mendorong peningkatan ekonomi masyarakat.

Foto: Hasantoha Adnan

Page 4: Info KM - Komunitas Pengelola Hutan dan REDD+

info KM4Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai KonservasiSumber daya Alam atau Taman Nasional.C. KESIAPAN KOMUNITAS PENGELOLAHUTAN dan PENDANAAN BERBASIS PASARSetidaknya terdapat 3 skema dalamperdagangan karbon: mandatory, voluntary, danpasar domestik karbon sukarela (PDKS).Perdagangan karbon mandatory adalahperdagangan karbon yang didorong dan dikelolaoleh badan dan instansipemerintah yang ditunjuk, daripusat hingga daerah.Sedangkan perdagangankarbon secara voluntary atausukarela mewajibkanpembuatan dokumen StandarDesain Proyek Iklim,Masyarakat danKeanekaragaman Hayati (TheClimate, Community andBiodiversity Project DesignStandards atau CCBS).Dokumen ini harus menjelaskanaspek masyarakat di dalam dansekitar proyek termasukinformasi dasar sosial ekonomidengan menggunakan metodeyang tepat, seperti livelihoodframework (kerangka kerjasumber pendapatan). Kepastiankepemilikan lahan atau tenurialmenjadi syarat dalam dokumen CCBS ini.Merujuk pada skema REDD+, adabeberapa hal yang dapat dijadikan acuan untukmelihat bagaimana kesiapan KM, yaitu: luasan,penyiapan dokumen PDD dan MRV, sertifikasidan kredit karbon dioksida (CO2), kelembagaandan sumber daya, penambahan (additionality),kebocoran (leakage), pasar (market), distribusimanfaat/keuntungan (benefit distribution), danmonitoring dan evaluasi kegiatan REDD.Luasan dan Sebaran. Jika kita melihat luasanhutan yang dikelola komunitas relatif kecil­kecildan terpencar. Luasan ini berkaitan denganbesaran pembiayaan dalam proses penyiapandokumen rancangan proyek (Project DesignDocument atau PDD), dokumen pemantauan,pelaporan dan pemeriksaan/pengecekan(Monitoring, Reporting and Verification atauMRV), dan sertifikasi. Jika skema yang akandiikuti adalah voluntary, maka biayanya cukupbesar. Ada peluang jika hutan­hutan yangdikelola komunitas tersebut diorganisir dandikelola dengan satu pintu sehingga prosesnyabisa sekaligus dan biayanya akan lebih ringan.Sedangkan jika mengikuti kegiatan mandatory,maka kontribusi pengurangan emisi yang kecil­kecil tersebut bisa dimasukkan ke dalam

pengurangan emisi dari tiap kabupaten/provinsiuntuk menunjang pengurangan emisi nasional.Pemerintah bisa sekaligus melakukan PDD,MRV dan berkewajiban melakukan sertifikasipada hutan­hutan yang dikelola komunitas inimenjadi bagian dari pengurangan emisi perkabupaten atau provinsi.Penyiapan Dokumen PDD dan MRV. Salahsatu syarat jika komunitas pengelola hutan mauikut skema REDD+, maka harusmempersiapkan dokumenrancangan proyek atau PDD.Dokumen ini ada dua, yaituStandar Karbon Sukarela(Voluntary Carbon Standardatau VCS) dan Standar DesainProyek Iklim, Masyarakat danKeanekaragaman Hayati(CCBS). Keduanya harusdilakukan karena mengingatskema perdagangan karbonsaat ini yang masih ada adalahskema sukarela (voluntary).Disamping itu, harus adadokumen MRV, atauMeasureable, Reportable andVerifiable, yang menghitungkredit karbon, dilaporkan, dapatdinilai dan diverifikasi oleh pihakmanapun.Untuk penyiapan ketigadokumen di atas memerlukan biaya yang tidaksedikit. Sementara ini, banyak ahli dan konsultanyang dilibatkan berasal dari luar negeri denganbiaya yang sangat mahal disamping peralatancanggih dan data citra satelit (satelite image)sebagai alat pemantauan, pelaporan danpengecekan (MRV). Kelompok­kelompokpengelola KM tidak akan mampu membayarbiaya tersebut tanpa ada hibah dan dukungandonor jika mengikuti skema perdaganganvoluntary. Sebaliknya bila menggunakan peluangmandatory, akan sangat mempengaruhipembagian keuntungan karena tergantung daritingkat prestasi dan keberhasilan kerja.Kelembagaan dan Sumber Daya. Kelembaga­an dalam hal ini adalah organisasi dan aturanmain pada komunitas pengelola hutan. Salahsatu tantangan yang harus dihadapi adalahpersoalan kelembagaan. Hal ini menyangkutbagaimana komunitas membuat aturan main,mengorganisasikan diri mereka, dan melakukanmanajemen organisasi dan keuangan. Di sisi lainsumber daya manusia dan teknologi bagikomunitas pengelola hutan juga masih rendah.Jika pengelola hutan komunitas akan terlibatdalam skema REDD+ maka harus menguasiteknologi modern berbasis internet dan bahasa

Kelompok­kelompok pengelolaKM tidak akan mampu

membayar biaya tersebuttanpa ada hibah dandukungan donor jika

mengikuti skema perdaganganvoluntary. Sebaliknya bila

menggunakan peluangmandatory, akan sangat

mempengaruhi pembagiankeuntungan karena

tergantung dari tingkatprestasi dan keberhasilan

kerja.

Page 5: Info KM - Komunitas Pengelola Hutan dan REDD+

info KM 5

Inggris. Hal ini akan sulit karena akses internetsangat lemah di daerah­daerah sehinggakomunitas akan terus menyewa atau membayarahli yang berbasis internet dan translator. Belumlagi harus membeli data image per seriessebagai alat untuk MRV.Additionality. Additionality adalah suatu konseptentang nilai perubahan emisi yang terjadidengan adanya proyek CDM atau REDD+dibandingkan dengan baseline (tanpa adanyaproyek CDM atau REDD+). Additionality initerjadi apabila terdapat perbedaan positif antaraemisi yang terdapat pada skenario baselinedengan emisi yang terjadi di dalam proyek yangdiusulkan. Additionality ini harus dibuktikan olehsemua pihak dalam Project Design Document(PDD). Untuk hal ini hutan komunitas pastimemiliki prospek yang tinggi dalam peningkatanpenyerapan maupun peyimpanan karbon.Namun persoalannya adalah dalam biayapembuktian additonality melalui PDD. Disampingitu, pembayaran akan hak additionality karbondilakukan di akhir. Komunitas biasanya tidakakan dapat berinvestasi hingga 25­30 tahun.Karena itu, sebaiknya pembayaran additionalitybisa dilakukan bertahap dengan adanyapenilaian tim independen.Leakages. Leakages adalah kebocoran­kebocoran emisi yang diakibatkan oleh anggotakomunitas pengelola hutan. Pembayaran kreditkarbon akan dila­kukan oleh investor dalamjangka waktu lama dan di akhir periode, berkisar30 tahun. Akan sulit menjamin persoalankebocoran ini karena petani baik itu di dalam dansekitar hutan masih bergantung dan berbasispada ketersediaan hutan dan lahan. Sementarakeuntungan dari kegiatan REDD pada hutankomunitas belum didapatkan.

Market/Pasar. REDD+ adalah mekanismeberbasis pasar. Pasar REDD+ adalah intangibledan berbasis teknologi tinggi seperti internet.Dalam kondisi keterbatasan akses internet,rendahnya sumber daya manusia padakomunitas pengelola hutan dan persoalanbahasa pasar REDD+ yang menggunakanbahasa Inggris, jelas komunitas akan berat untukmampu menguasai pasar. Jika pasar tidak bisamaka akan memperlemah posisi tawar merekadan berujung pada rendahnya harga dankeuntungan karbon yang akan didapat. Sebalik­nya, yang akan memperoleh untung adalahinvestor dan para makelar atau broker karbonyang menjadi perantara antara pembeli danpenjual.Distribusi Keuntungan. Pada PermenhutP.36/2009, telah dibuat komposisi distribusimanfaat dari kegiatan REDD dimana terterabahwa keuntungan yang didapat masyarakatjauh lebih tinggi daripada pemerintah danperusahaan pada areal KM. Namun perluditelusuri lebih jauh keadilan atas upaya yangdilakukan masing­masing pihak untuk mengecekangka­angka tersebut. Misal, dengan mengacupada hak atas karbon dengan hitungan perunitnya mulai dari proses penanaman,pemeliharaan, hak tanah dll.Monitoring dan Evaluasi. Kegiatan monitoringdan evaluasi serta MRV dapat dilakukan denganpendekatan partisipatif, secara bersama olehpendamping dan kelompok. Sebelummelakukan perhitungan karbon dan monitoringMRV, perlu pelatihan bagi kelompok masyarakat.Model pelatihan penghitungan karbon sudah duakali dilakukan oleh FKKM, yaitu di TamanNasional Meru Betiri Jawa Timur dan di HKmRigis Jaya II Lampung. Model perhitungankarbon, evaluasi dan monitoring bersama ini

Tabel Komposisi Distribusi Keuntungan Kegiatan REDD di Indonesia

Sumber : Lampiran III. Permenhut No. P. 36 /Menhut­II/2009, tanggal 22 Mei 2009.

Page 6: Info KM - Komunitas Pengelola Hutan dan REDD+

info KM6

akan jauh lebih efektif dan efisien dibandingmenggunakan konsultan.Walau ada peluang kebijakan bagikomunitas pengelola hutan sebagai pelakuREDD+, namun jika dilihat dari aspek kesiapan­nya sangat kecil, terutama jika mengikutiperdagangan karbon sukarela. Yang palingmemungkinkan adalah mengikuti skemamandatory dan tidak berbasis pasar. Alasannya,pertama biaya yang dikeluarkan untuk penyiapanhal­hal tersebut di atas tidak akan mampuditutupi dengan hasil penjualan karbon. Kedua,prosesnya rumit, panjang dan secara keuangantidak dapat dijangkau (affordable) masyarakat.Harus ada pembedaan dan peremajaan khususbagi pelaksanaan REDD+ pada hutan­hutanyang dikelola komunitas. Terakhir, ketidakmam­puan menguasai pasar, rendahnya sumber dayamanusia dan teknologi.

D. PERDAGANGAN DOMESTIK KARBONSUKARELA (PDKS) dan KOMUNITASPENGELOLA HUTANPeluang dan kesiapan komunitaspengelola hutan dalam perdagangan karbonsukarela (skema saat ini) masih kecil. Namun,terdapat kemungkinan skema ketiga, yaituPerdagangan Domestik Karbon Sukarela(PDKS) yang diusulkan juga melibatkan

komunitas pengelola hutan. PDKS saat inididorong oleh berbagai pihak agar skemaperdagangan karbon melibatkan hutan­hutanyang dikelola oleh masyarakat, seperti hutanrakyat. Saat ini, beberapa skema mengusulkanagar PDKS dirancang untuk memberikesempatan bagi rakyat dalam mendapatkanmanfaat dari hutan yang dikelolanya. Tujuannyauntuk meningkatkan kesejahteraan rakyat danmenunjang komitmen penurunan emisi secaranasional. Namun, skema ini pun sangat sulitdijangkau oleh komunitas. Bahkan informasiteknis mengenai REDD+ pun masih sulitdijangkau dan prosedur untuk mendapatkan hakatas suatu kawasan masih berbelit­belit. Kendatidemikian, setidaknya terdapat dua skenariodalam menjalankan PDKS ini:Pertama, pemerintah harus membuatkebijakan dan mekanisme perdagangan karbondi dalam negeri yang mengharuskan perusahaanmembeli hak dan sertifikasi emisi ke pengelolahutan karena perusahaan mengeluarkan emisiatau eksternalitas negatif. Skema ini tentunyamenjadi peluang bagi komunitas pengelola hutankarena perusahaan­perusahaan kecil danmenengah akan membeli sertifikat karbon yangtelah disiapkan oleh komunitas. Namun harusada intervensi dan kebijakan pemerintah dalamfasilitasi proses­proses menuju sertifikasi karbon

Alur Penurunan Emisi Melalui Perdagangan Domestik Karbon Sukarela

PEMERINTAHPaket Kebijakan:­ Alih teknologiramah lingkungan­ Membeli CER diPDKS

PDKSSertifikat PenguranganEmisi (CER)

Penyerapan KarbonEmisi Industri

Kewajiban:MenghitungEmisi denganjejak karbon

Hutan yangdikelolaMasyarakat

Insentif:1. Pelayanan2. (­) Pajak3. Investasi

Rp

Rp

Aktivitas Industri

Page 7: Info KM - Komunitas Pengelola Hutan dan REDD+

info KM 7

layaknya seperti sertifikasi kayu pada hutanrakyat yang saat ini diimplementasikan. Disam­ping itu, kebijakan nasional perlu memastikanpermanennya emisi dan mencegah kebocoran(leakage) yang potensial dilakukan oleh parapelaku yang mendorong deforestasi (drivers ofdeforestation)Kedua, Pemerintah juga bisa membuatkebijakan dan menangani langsung skema pajakemisi. Pemerintah bisa memberlakukan pajakemisi ke perusahaan karena mereka menge­luarkan green house gas (GHG) atau gas efekrumah kaca sebagai eksternalitas negatif. Pajakemisi yang dibebankan ke perusahaan kemudiandigunakan untuk membayar hak atas karbonpada hutan­hutan komunitas yang telahmendapat sertifikasi.E. MEMPERSIAPKAN KOMUNITASPENGELOLA HUTAN dalam REDD+REDD+ masih dianggap sebagai bisnistanpa wujud atau intangible, sulit dijalankan danprosedurnya sangat kompleks. Di samping itu,REDD+ adalah isu yang bermuatan politik dancenderung mengandung gangguan dankekacauan. Untuk itu pegiat KehutananMasyarakat (KM) harus fokus pada kegiatan intiuntuk mencapai visi KM dan distribusi sertaakses pengelolaan hutan yang berkeadilan.Kegiatan utama harus difokuskan pada lima titikkegiatan KM ditambah dengan kelembagaan.Jika pengelolaan hutan berkelanjutan tercapaidengan program KM dan bisnis karbon juga ada

titik terang, maka itu dianggap sebagai bonusatau co­benefit.Dalam proses pengembangannya, KMatau hutan komunitas sebenarnya sudah melak­sanakan prasyarat REDD+ tersebut. Jika sudahada kejelasan mekanisme dan skema perda­gangan karbon tinggal menyesuaikan di manaproses pelibatan masyarakat dari perencanaan,persiapan hingga MRV dilakukan. Oleh karenaitu hal­hal yang seharusnya dilakukan olehpegiat KM dan komunitas terhadap kesiapanREDD+ adalah:1. Mengetahui proses dan biaya melalui studikelayakan. Menghitung dan menilai biayainvestasi dan keuntungan yang didapat.2. Mempersiapkan komunitas dalammenguasai pasar karbon. Kondisi saat inijelas komunitas belum siap. Jika pasartidak bisa dikuasai, maka mekanismepasar tidak menguntungkan bagi pihakyang lemah.3. Memastikan validasi yang berjangka 5tahun untuk mendapatkan pembayarankredit karbon di akhir proyek danmemastikan tidak adanya kebocoran(leakage).4. Khusus hutan­hutan komunitas skemapembiayaan karbon yang palingmemungkinkan adalah berbasis bantuan

Masyarakat diHKm Rigis Jaya II,Provinsi Lampungmelakukan praktekpenghitungankarbon yangdifasilitasi olehFKKM. Sebelummelakukanperhitungankarbon danmonitoring MRV,pelatihan perludilakukan untukmendukungkesiapankelompokmasyarakat di areakerja HKm dalamperdagangankarbon sukarela.

Foto: Andri Santosa

Page 8: Info KM - Komunitas Pengelola Hutan dan REDD+

info KM8

Info KM ini merupakan bagian dari upaya FKKM dalam mendorong Kehutanan Masyarakat untuk mewujudkan sistempengelolaan sumber daya hutan oleh rakyat melalui organisasi masyarakat yang berlandaskan pada prinsip keadilan,transparansi, pertanggung­jawaban, dan keberlanjutan pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial­budaya. Untuk mencapaimisi ini, FKKM mendukung proses­proses pengembangan kelembagaan kehutanan masyarakat melalui penyebaraninformasi, pengembangan konsep, penguatan kapasitas (capacity building), dan perumusan kebijakan kehutanan.Forum Komunikasi Kehutanan MasyarakatAlamat : Gedung Kusnoto, LIPI, lantai 1. Jln. H Juanda No. 16, Bogor 16002.Telp/faks : 021­8310396.Email : seknas­[email protected]

pendanaan (fund based), bukanmekanisme pasar. Menciptakan PDKSdan mekanisme pajak emisi.5. Para pengembang REDD+ dan pegiat KMharus memberikan informasi yang luaskepada masyarakat dan pemerintahtentang REDD+ dan KehutananMasyarakat.

***

Catatan Kaki1. http://ftp.fao.org/docrep/fao/meeting/011/j9242e.pdf2. www.REDD+­monitor.org, and www.REDD+.or.id3. http://cmi.princeton.edu/wedges/4. Isu REDD secara resmi muncul pada COP(Convention of Party) 11 di Montreal, Kanada,tahun 2005, yang dikenal dengan RED (ReductionEmission from Deforestation). Papua New Guineadan Costa Rica yang didukung oleh 8 negara yangtergabung dalam Coalition for Rainforest Nation(CfRN) mengajukan mekanisme insentif daripencegahan deforestasi. Dengan adanyamasukan dan kontribusi dari berbagai pihak,kemudian RED berkembang menjadi REDD,dimana ditambahkan degradasi hutan dandisepakati pada COP 13 di Bali. Konsep REDDdinilai belum sempurna dan prosesnya tidakpartisipatif dan pro poor (mengabaikankeberadaan masyarakat). Maka pada COP 15 diCopenhagen, Denmark, para pihak sepakat untukskema REDD+ yang ditambah denganmemperhitungkan peranan konservasi,pengelolaan hutan yang berkelanjutan, danpenyimpanan dan penyerapan karbon. Kemudianpada COP 16 di Cancun, Meksiko, kesepakatanREDD+ lebih menekankan adanya pengakuanhak­hak masyarakat adat dan keterlibatannyadalam setiap proses.5. www.cifor.org6. www.unfccc.int/meetings/cop_13/items/4049.php7. T Griffiths, Seeing ‘REDD’ Forests, climate changemitigation and the rights of indigenous peoplesand local communities (2008). C Luttrell, KSchreckenberg and L Peskett, The implications of

carbon financing for pro­poor community forestry,(2007).

Daftar BacaanAndri Santosa dan Mangarah Silalahi, (2011).Laporan Kajian Kebijakan KehutananMasyarakat dan Kesiapannya dalamREDD. FKKM, Bogor.Arild Angelsen dan Stibniati Atmaja edt., (2010).Melangkah Maju dengan REDD: Isu,Pilihan dan Implikasi. CIFOR, Bogor.Nur Masripatin, (2010), “Hutan Indonesia:Penyerap atau Penyumbang EmisiDunia?”, Prisma No. 2, Vol. 29, April 2010.LP3ES, Jakarta.