info kesehatan

18
Ini Sebabnya Alergi Obat Bisa Bikin Kulit Melepuh dan Mengelupas Jakarta, Obat yang diresepkan oleh dokter memang memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda bagi tiap-tiap orang. Sehingga tak jarang konsumsi obat bisa memicu alergi yang jika tak segera diobati akan menyebakan kulit melepuh dan mengeluarkan cairan berbau tidak sedap. Ya, sindrom Steven Johnson terjadi ketika seseorang alergi obat hingga menyebabkan kulitnya kering, terkelupas, melepuh, hingga mengeluarkan cairan berbau tak sedap. Dikatakan dr Laksmi Duarsa SpKK dari D&I Skin Center di Denpasar,

Upload: muhammad-husain-effendi

Post on 28-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

zsgsgrgwgwg

TRANSCRIPT

Ini Sebabnya Alergi Obat Bisa Bikin Kulit Melepuh dan Mengelupas

Jakarta, Obat yang diresepkan oleh dokter memang memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda bagi tiap-tiap orang. Sehingga tak jarang konsumsi obat bisa memicu alergi yang jika tak segera diobati akan menyebakan kulit melepuh dan mengeluarkan cairan berbau tidak sedap.

Ya, sindrom Steven Johnson terjadi ketika seseorang alergi obat hingga menyebabkan kulitnya kering, terkelupas, melepuh, hingga mengeluarkan cairan berbau tak sedap.

Dikatakan dr Laksmi Duarsa SpKK dari D&I Skin Center di Denpasar, Bali, saat timbul reaksi alergi pada kulit, maka jaringan di antara sel-sel kulit akan mengeluarkan histamin. "Lama-lama kohesi atau perlekatan di antara jaringan kulit akan terlepas sehingga lapisan atas akan terangkat kalau terlalu banyak yang terangkat akan menyebabkan kulit melepuh," kata dr Laksmi saat berbincang dengan detikHealth dan ditulis pada Selasa (13/5/2014).

Hal serupa diutarakan dr Abraham Arimuko SpKK. Ia mengatakan pada dasarnya alergi memiliki tingkat ringan sampai berat. Pada sindrom Steven Johnson ini, alergi yang terjadi menyebabkan kerusakan pada

jembatan kulit sehingga kulit di lapisan bawah mengalami kerusakan.

"Lalu, kulit di bagian atasnya terangkat sehingga timbul gelembung (lepuhan) yang bila ukurannya makin besar maka bisa pecah. Nah, bau busuk ini ditimbulkan karena ada pecahnya protein di kulit," tutur dr Abraham.

Mekanisme beberapa obat seperti analgesik, antibiotik, obat jamur, atau obat anti kejang bisa menyebabkan alergi masih belum diketahui pasti. Meskipun dicurigai terjadi apoptosis (kematian sel) dan interaksi reseptor permukaan sel dengan ligand (sejenis molekul atau ion), demikian dikatakan dr Laksmi.

Jangan Anggap Remeh, Katarak Masih 'Mendominasi' Pasien Mata Indonesia

Jakarta, Katarak adalah penyakit mata yang biasanya berkembang pada usia tua. Mayoritas terjadi karena masalah penuaan dan aging, katarak masih menjadi penyakit mata yang paling banyak terjadi pada penduduk Indonesia.

"Penyakit katarak masih paling banyak di Indonesia, angkanya di atas 50 persen, sekitar 52 persen. Sisanya ada glaukoma, refraksi mata atau masalah retina," ujar Prof Dr dr Nila F. Moeloek, SpM (K), Ketua Yayasan AINI, kepada detikHealth.

Hal tersebut disampaikan Prof Nila di sela-sela acara pembukaan bakti sosial yang diselenggarakan di RS Mata AINI, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Selasa (13/5/2014).

Kemenkes RI dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengungkapkan persentase pasien katarak di Indonesia sekitar 0,4 persen, namun jumlah tersebut diragukan oleh Prof Nila. Menurutnya enumerator Riskesdas tak semuanya ahli mata, jadi sulit mengenali apakah katarak atau bukan.

"Angka itu harusnya sekitar 0,6 atau sekitar 200 ribuan. Kalau sudah mencapai 1 persen saja, ini sudah jadi masalah sosial. Soalnya normalnya kan operasi katarak ini cukup mahal," terang Prof Nila.

Tarif operasi yang semakin meningkat ini disampaikan Prof Nila dikarenakan teknologi yang kian berkembang. Alat untuk operasi juga diimpor dari luar negeri. "Katarak itu kerugian ekonominya tinggi, mengganggu mata pencaharian mereka yang mengalaminya," lanjut Prof Nila, yang saat ini juga aktif sebagai Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI).

Katarak merupakan kondisi yang menyebabkan kekeruhan lensa di bagian dalam mata yang memfokuskan gambar agar jatuh pada retina. Para ahli mengatakan bahwa setiap orang di bumi dapat mengembangkan katarak jika mereka hidup cukup lama. Katarak biasanya terjadi pada orang-orang yang telah mencapai usia 60 tahun.

Kenapa Penderita Tifus Sering Sakit Kepala di Sore Hari?

Jakarta, Saat tubuh diserang kuman tifus, si penderita biasanya akan mengalami demam dan sakit kepala yang intensitasnya meningkat saat sore hari menjelang matahari tenggelam. Mengapa demikian?

Tifus merupakan penyakit peradangan pada usus yang disebabkan infeksi bakteri Salmonella typhi yang tertular lewat makanan dan minuman yang airnya terinfeksi bakteri. Kuman ini masuk melalui mulut dan menyebar ke lambung lalu ke usus halus. Bakteri ini memperbanyak diri di dalam usus halus.

"Gejala khas tifus demam tinggi naik turun, naik di sore atau malam hari," jelas Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, MMB, dari Divisi Gastroenterologi, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM, saat berbincang dengan detikHealth, dan ditulis pada Selasa (13/5/2014).

Menurut dr Ari, kondisi ini terjadi karena pada saat sore atau malam hari toksin dilepaskan ke dalam tubuh oleh kuman-kuman penyebab tifus. Itulah sebabnya, intensitas demam atau sakit kepala lebih sering terjadi di sore hari.

"Tapi ya itu memang gejala khasnya," pungkas dr Ari.

Selain demam dan sakit kepala, penderita tifus biasanya juga mengalami gejala khas lain, antara lain:

1. Loyo, nafsu makan hilang2. Susah buang air besar atau 20 persen penderita justru mengalami diare3. Nyeri perut yang menyerupai maag, karena kuman tifus menyerang usus.4. Mual dan muntah5. Sakit kepala.

Bayi Lahir dengan Bobot di Atas 4 Kg? Waspadai Obesitas dan Diabetes

Jakarta, Masih banyak orang tua yang menganggap bayi lahir besar dengan bobot lebih dari 4 kg adalah bayi yang sehat. Sebaiknya jangan keburu senang dulu jika bayi lahir dengan bobot berlebihan, sebab saat dewasa berisiko mengalami obesitas dan menderita berbagai penyakit berbahaya seperti diabetes dan serangan jantung.

"Kalau zaman dulu, punya anak gemuk itu bangga. Bahkan ada lomba balita sehat. Kehamilan itu kan dari janin dari bayi sebenarnya bisa dicegah obesitas itu," Hj. Titi Sari Renowati, SKM, MScPH, dalam acara Jakarta Conference 'Fight Obesity', di Auditorium Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Depok, Sabtu (3/5/2014).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007, prevalensi nasional obesitas untuk dewasa, pada perempuan dan laki-laki masing-masing adalah sebesar 23,8 persen dan 13,9 persen. Prevalensi tersebut meningkat pada Riskesdas tahun 2010 dan lebih meningkat lagi pada Riskesdas tahun 2013, yaitu prevalensi perempuan obesitas dari 26,9 persen meningkat menjadi 32,9 persen. Lalu pada laki-laki dari 16,3 persen meningkat menjadi 19,7 persen.

Obesitas sebenarnya bisa dicegah sejak masa kanak-kanak. Tentunya upaya pencegahan ini membutuhkan bantuan dari para orang tua.

"Ada ibu yang melahirkan di atas 4 kg, itu sudah potensi mendapatkan diabetes melitus. Kalau sudah di atas 4 kg, harus ada semacam tindakan bagaimana dicegah jangan sampai semakin gemuk dan mudah untuk diabetes," kata Kepala Subdit Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik Kementerian Kesehatan tersebut.

Menurutnya, edukasi para orang tua, dokter, bidan, dan masyarakat sangat penting untuk mencegah obesitas sejak dini. Sehingga, begitu bayi lahir dengan berat badan di atas normal, dokter ataupun bidan bisa membantu mengedukasi para orang tua untuk mencegah obesitas pada anak sejak dini.

Bunda, Ini yang Harus Dilakukan Saat Bayi Tersedak

jakarta, Banyak hal yang menyebabkan anak tersedak. Pemberian makanan yang tidak sesuai dengan usianya, reflek menelan mainan atau memasukan mainan ke dalam mulut, serta posisi saat mendapat makan serta ASI menjadi penyebab-penyebab utama dan yang paling sering menyebabkan anak tersedak.

dr Aditya Suryansyah, SpA(K), dokter spesialis anak di RSIA Buah Hati, Jakarta, menuturkan bahwa penting bagi orang tua untuk segera membenarkan posisi sang buah hati mereka ketika anak mulai tersedak. Hal ini dilakukan supaya dapat membantu memudahkan anak bernapas sehingga tidak tersedak lagi.

"Ketika anak, misalnya bayi tersedak, ubah posisinya. Posisinya harus lebih tegak, jangan malah ditidurkan," tutur dokter yang akrab disapa dr Adit ini saat dihubungi detikHealth, dan ditulis pada Senin (5/5/2014).

Saat anak tersedak akibat menelan mainan atau akibat menelan makanan sehingga objek yang ada di dalam tenggorokannya harus dikeluarkan, hal yang harus dilakukan orang tua adalah dengan melakukan manuver heimlich. Menurut Perpustakaan Kesehatan Nasional dari Institut Kesehatan Nasional Amerika, manuver heimlich adalah sebuah teknik pertolongan pertama untuk membantu seseorang yang terganggu pernapasannya akibat tertutupi oleh makanan atau pun objek lainnya.

Kendati demikian, manuver heimlich ini tidak dapat dilakukan untuk anak di bawah usia 1 tahun, di

mana hanya bisa untuk anak yang sudah agak besar hingga orang dewasa. Untuk anak di bawah 1 tahun atau bayi, yang bisa dilakukan adalah dengan cara menelungkupkan bayi yang ditahan lengan orang tuanya, lalu tepuk bagian punggung bayi beberapa kali hingga objek yang membuatnya tersedak bisa keluar. Jika masih belum membuat objek itu keluar, tekan dan pijat sedikit kuat pada dada bayi dengan menggunakan 2 jari. Lakukan hal tersebut beberapa kali hingga membuat objek dapat keluar.

Pertolongan secepatnya memang harus diberikan saat bayi tersedak. dr Adit menjelaskan apabila anak terus tersedak, hal itu bisa membuatnya pernapasannya tertutup sehingga dapat berujung dengan kematian.

"Apakah tersedak bisa menyebabkan anak meninggal? Ya, bisa. Banyak kok kasusnya. Karena kan ketika tersedak akan membuat kesulitan bernapas. Kalau pernapasan tertutup, akhirnya bisa meninggal," pungkasnya.

5 Cara Ini Bisa Cegah Komplikasi Diabetes

Jakarta, Diabetes merupakan penyakit tidak menular yang menjadi ancaman serius bagi pembangunan kesehatan. Menurut Kementerian Kesehatan pada tahun 2013, penduduk Indonesia yang berusia lebih dari usia 15 tahun yang mengidap diabetes sebanyak 6,9%.

"Kelompok umur yang paling banyak mengidap Diabetes adalah 45 – 52 tahun dengan resiko diabetes yang meningkat seiring penambahan usia. Terutama pada usia di atas 40 tahun," kata Jopie Leksmana, Business Unit Head Diabetes Care PT Roche Indonesia, dalam keterangan tertulis yang diterima detikHealth dan ditulis pada Sabtu (10/5/2014).

Berbeda dengan penyakit lainnya, awalnya penderita diabetes tidak merasakan gejala gangguan penyakitnya. Namun setelah lebih dari 10 tahun, jika kadar gula darahnya tidak dikendalikan, akan timbul komplikasi yang berbahaya.

Diabetes Mellitus dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi yaitu komplikasi akut seperti

Hipoglikemia, Keto Asidosis Diabetika (KAD), Koma Lakto Asidosis, dan Koma Hiperosmolar Non Ketotik. Sedangkan komplikasi kronis bisa berujung pada Makroangiopati, Mikroangiopati, Neuropati, dan masih banyak lagi.

Walaupun sulit untuk sembuh, namun diabetes sebenarnya dapat dikendalikan. Caranya adalah dengan mengendalikan angka gula darah, yaitu dengan cara 4 sehat 5 teratur.

"Terapi Diabetes bertujuan untuk menormalkan kembali aktivitas insulin dan kadar glukosa darah. Dengan demikian akan mengurangi terjadinya komplikasi," jelas Jopie Leksmono.

Terapi dibetes 4 sehat 5 teratur yang pertama adalah dengan edukasi diabetes, yaitu dengan mencari informasi dan mengikuti perkembangan diabetes. Kedua, adalah dengan aktivitas fisik atau olahraga yang dilakukan 3-4 kali dalam seminggu dengan durasi 30 menit.

Ketiga, pengaturan pola makan, di mana jumlah kalori dibatasi dengan perbandingan 25 kalori x berat badan untuk wanita dan 30 kalori x berat badan untuk laki–laki.

Kemudian yang keempat adalag terapi obat atau insulin, di mana asupan terapi obat akan dianjurkan oleh dokter sesuai dengan kebutuhan pasien diabetes yaitu obat oral atau insulin. Kelima, melakukan pemeriksaan gula darah secara mandiri untuk memantau kadar gula darah dalam waktu tertentu.

Hanya Serang yang Berimunitas Rendah, Orang Sehat Tahan Serangan MERS

Yogyakarta , Kondisi imunitas rendah lebih rentan terkena Sindrom Pernapasan Timur Tengah atau MERS-CoV. Namun virus korona tidak berbahaya bagi orang sehat.

"Tidak perlu panik berlebihan. Oleh karena itu masyarakat diimbau tetap tenang menghadapi penyakit ini (MERS-CoV)," ungkap pakar penyakit Dalam Spesialis Paru-Paru Fakultas Kedokteran UGM, Dr Sumardi, Sp.P.D., K.P, di RSUP Dr Sardjito Jl Kesehatan Yogyakarta, Senin (12/5/2014).

Menurut dia, orang sehat yang terkena MERS biasanya akan muncul gejala seperti halnya orang terserang flu. Gejala itu antara lain demam, pilek, batuk, maupun diare. Namun dalam waktu 2-4 hari akan sembuh sendiri. Setelah itu tidak akan muncul lagi karena menyerang hanya sekali seumur hidup.

Menurutnya flu Arab ini mirip dengan flu Singapura yang lebih banyak menjangkiti orang dengan daya tahan tubuh lemah. Meski tidak berbahaya, virus yang menyerang saluran pernapasan ini akan berdampak serius terhadap orang dengan penyakit tertentu seperti diabetes mellitus, asma, kencing manis, ginjal, kanker, dan jantung.

"Kelompok tersebut memiliki imunitas rendah sehingga rentan terkena virus," katanya.

"Yang perlu kita waspadai pada orang dengan penyakit tertentu karena bisa menyebabkan kematian hingga 30 persen," sambung Ketua Tim Avian Influenza RSUP Dr Sardjito itu.

Dia menambahkan penyakit yang diduga berasal dari unta ini tidak bersifat membahayakan bagi orang Indonesia. Meski potensi bahaya penularan di Indonesia masih tetap ada. Yang perlu dilakukan masyarakat adalah menerapkan pola hidup sehat dan menjaga kebersihan lingkungan. "Kalau saat ini ada yang mau haji atau umrah tidak perlu khawatir. Yang terpenting jaga kesehatan, ketahanan fisik dengan istirahat yang cukup, makan bergizi, dan banyak makan buah segar serta menerapkan pola hidup bersih," paparnya.

Menurutnya, di udara terbuka virus ini tidak bisa bertahan hidup. Namun di ruang ber-AC bisa tahan hingga 6 jam. Meski sampai saat ini belum ada vaksin yang mampu mengatasi MERS.

Untuk meminimalisir penularan dan jatuhnya korban, menurutnya pemerintah Arab Saudi seharusnya melakukan penanganan yang intensif terhadap kasus ini. Salah satunya dengan melakukan isolasi secara ketat terhadap pasien yang dinyatakan positif mengidap MERS.

"Sudah 147 orang di Arab yang meningggal karena MERS. Kalau mau meniru langkah pemerintah China menumpas unggas dalam memberantas SARS, saya yakin MERS akan hilang. Namun sepertinya tidak mudah untuk memusnahkan semua unta di Arab Saudi," pungkas Sumardi.

Tak Perlu Tunggu Batuk, TBC Langsung Diobati pada Kondisi Seperti Ini

Jakarta, Kuman tuberkulosis (TB/TBC) sebenarnya banyak bertebaran di lingkungan sehari-hari. Sebagian besar manusia di daerah tropis pernah terinfeksi, namun tidak semua menjadi sakit. Perlukah kondisi yang disebut TB laten ini diobati?

"Perlu diobati, kalau kita yakini akan menjadi sakit. Biasanya terkait daya tahan tubuh," kata dr Erlina Burhan, SpP dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dalam seminar TB dan Asma di RS Paru Persahabatan, Jakarta Timur, Rabu (6/5/2014).

Kondisi-kondisi yang mengharuskan TB laten diobati, menurut dr Erlina antara lain pada pasien HIV (Human Imunodeficiency Virus). Infeksi tersebut melemahkan daya tahan tubuh, sehingga TB yang tadinya laten, sewaktu-waktu bisa bangkit dan menyebabkan penyakit.

Selain infeksi HIV, kondisi lain yang dimaksud dr Erlina adalah penyakit kronis dan keganasan, termasuk kanker. Riwayat hemodialisis juga melemahkan daya tahan tubuh, sehingga TB laten harus diwaspadai.

TB laten adalah infeksi TB yang tidak atau belum menyebabkan sakit. Pada kondisi ini, gejala-gejala TB seperti batuk tidak sembuh-sembuh, berat badan menurun, tidak akan muncul.

Dalam kondisi daya tahan tubuh yang lemah, TB latent sewaktu-waktu bisa aktif dan menyebabkan penyakit. Pengobatan TB yang sudah menyebabkan penyakit dilakukan selama 6 bulan, atau lebih lama bagi yang mengalami resistensi atau kekebalan terhadap obat TB tertentu.

Pasangan Agresif dan Mudah Marah? Mungkin Gula Darahnya Rendah

Jakarta, Pernahkah Anda dengar istilah yang menyebutkan bahwa saat lapar seseorang menjadi lebih mudah marah? Ya, sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti Ohio State University, AS, menyebutkan fakta di balik kondisi tersebut. Salah satunya gula darah rendah.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) ini menunjukkan bahwa pasangan yang sudah menikah lebih agresif ketika mereka sedang berada dalam kondisi dengan kadar gula darah yang rendah.

"Agresi seringkali dimulai ketika pengendalian diri berhenti. Apa yang bisa 'mengisi ulang' kontrol diri? Energi yang sebagian didapat dari makanan yang Anda makan," ujar Brad Bushman, psikolog di Ohio State University, yang telah mempelajari agresi selama 25 tahun.

Dikutip dari CNN, Selasa (29/4/2014), dalam membuktikan studi ini tim peneliti merekrut 107 pasangan menikah untuk berpartisipasi. Baik suami maupun istri diukur kadar gula darahnya setiap pagi dan malam selama 21 hari.

Setiap malam mereka diminta untuk menusukkan 51 jarum ke boneka voodoo, bergantung pada seberapa marah mereka dengan pasangan masing-masing. Para peneliti kemudian membandingkan tingkat agresi setiap orang dengan kadar gula darah rata-ratanya selama periode penelitian.

Setelah 21 hari, para peneliti meminta seluruh pasangan ini datang ke laboratorium untuk melakukan tes lain. Mereka meminta setiap suami dan istri dalam permainan virtual. Setiap pemenang harus merayakan kemenangannya dengan berteriak sebahagia mungkin. Peneliti kemudian akan mengukur seberapa lama dan intens pemenang bersenang-senang, lalu membandingkan tingkat agresinya kembali dengan kadar gula darah rata-rata mereka.

Hasilnya, responden dengan kadar gula darah lebih rendah rupanya lebih agresif. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh laboratorium Bushman di Ohio State University. Dalam studi sebelumnya, Bushman dan rekan-rekannya menemukan partisipan yang minum minuman manis berperilaku kurang agresif dibandingkan mereka yang minum minuman manis dengan pemanis buatan.

Studi lain tentang diabetes juga dikaitkan dengan perilaku yang lebih agresif. Karena gula darah meningkatkan kontrol diri, maka para peneliti berteori orang yang mengalami kesulitan memetabolisme gula darah menjadi kurang kontrol diri. Oleh sebab itu, Bushman berpesan ada baiknya Anda dan pasangan membicarakan suatu masalah saat atau setelah makan malam.