infeksi chlamydia trachomatis perbaikan.doc

31
INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS I. PENDAHULUAN Penyakit yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis telah dikenal sejak jaman dahulu. Trachoma telah disebutkan dalam papirus Mesir, sedangkan limfogranuloma venereum (LGV) kemungkinan dijelaskan pertama sekali oleh John Hunter pada abad delapan belas. 1 Sejak awal 1970, C. trachomatis telah dikenal sebagai patogen genital yang berperan dalam peningkatan berbagai sindrom klinis, dimana beberapa sangat menyerupai infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrheae. 2 C. trachomatis merupakan suatu organisme nonmotile, gram negatif, intraseluler obligat dengan beberapa serotipe: A sampai C menyebabkan konjungtivitis kronis D sampai K menyebabkan infeksi saluran urogenital L1 sampai L3 menyebabkan LGV. 3,4 Masalah utama berkaitan dengan infeksi Chlamydia ini adalah bahwa 70% wanita yang terinfeksi dan 50% pria yang terinfeksi bersifat asimtomatis. Pada wanita, hal ini dapat mengakibatkan skuele yang parah seperti penyakit radang panggul (PRP), yang kemudian dapat menyebabkan kehamilan ektopik dan infertilitas tubal, dan pria dapat mengalami prostatitis dan epididimitis. 5 Pientong C dkk dalam hasil penelitiannya melaporkan prevalensi DNA Chlamydia pada jaringan 1 Rencana dibacakan: Sabtu, 13 Agustus 2011 08.30 WIB Pembimbing: dr. Irwan F. Rangkuti, SpKK

Upload: dsweetest-gtx

Post on 06-Aug-2015

575 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS

I. PENDAHULUAN

Penyakit yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis telah dikenal sejak jaman

dahulu. Trachoma telah disebutkan dalam papirus Mesir, sedangkan limfogranuloma

venereum (LGV) kemungkinan dijelaskan pertama sekali oleh John Hunter pada abad

delapan belas.1

Sejak awal 1970, C. trachomatis telah dikenal sebagai patogen genital yang berperan

dalam peningkatan berbagai sindrom klinis, dimana beberapa sangat menyerupai infeksi yang

disebabkan oleh Neisseria gonorrheae.2

C. trachomatis merupakan suatu organisme nonmotile, gram negatif, intraseluler

obligat dengan beberapa serotipe:

A sampai C menyebabkan konjungtivitis kronis

D sampai K menyebabkan infeksi saluran urogenital

L1 sampai L3 menyebabkan LGV.3,4

Masalah utama berkaitan dengan infeksi Chlamydia ini adalah bahwa 70% wanita

yang terinfeksi dan 50% pria yang terinfeksi bersifat asimtomatis. Pada wanita, hal ini dapat

mengakibatkan skuele yang parah seperti penyakit radang panggul (PRP), yang kemudian

dapat menyebabkan kehamilan ektopik dan infertilitas tubal, dan pria dapat mengalami

prostatitis dan epididimitis.5 Pientong C dkk dalam hasil penelitiannya melaporkan

prevalensi DNA Chlamydia pada jaringan tuba falopi sebanyak 34,38% pada pasien

kehamilan ektopik, dan tidak ada yang terdeteksi pada kelompok kontrol.6

Di Amerika Serikat, infeksi genital Chlamydia merupakan penyakit infeksi yang

paling sering dilaporkan,2,7 dengan lebih dari 1.000.000 kasus dilaporkan pada tahun 2006.4

Oleh karena banyaknya infeksi asimtomatis, prevalensi infeksi mungkin lebih dari 2,8 juta

kasus per tahun, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC).3 Suatu

penelitian di Ghana yang dilaporkan pada tahun 2010 menndapatkan bahwa infeksi

Chlamydia genital dijumpai pada 4,8% partisipan, sedangkan infeksi gonokokkal dijumpai

pada 0,9% partisipan.8

1

Rencana dibacakan: Sabtu, 13 Agustus 2011 08.30 WIB

Pembimbing: dr. Irwan F. Rangkuti, SpKK

Penyaji: dr. Rini Amanda C. Saragih

Page 2: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

Di Indonesia data prevalensi infeksi C. trachomatis pada penderita servisitis baik

dengan keluhan maupun tanpa keluhan sampai saat ini belum pernah dilaporkan. Kendala

yang paling penting adalah kurangnya fasilitas laboratorium dan biaya pemeriksaan

laboratorium yang sangat mahal untuk mendeteksi C. trachomatis, sehingga di berbagai

pelayanan kesehatan di Indonesia diagnosis dan pengobatan yang dilaksanakan oleh praktisi

kesehatan hanya berdasar pada gejala yang dijumpai tanpa konfirmasi pemeriksaan

mikrobiologis.9

LGV merupakan penyakit menular seksual yang jarang. Penyakit ini endemis di

Afrika Timur dan Barat, India, Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Tengah, dan beberapa

Kepulauan Karibia, dan merupakan 2% - 10% dari penyakit ulkus genital pada daerah-daerah

di Afrika dan India.10 Suatu meta-analisis oleh Ronn dan Ward tentang hubungan LGV dan

HIV pada pria yang berhubungan seks dengan pria melaporkan adanya hubungan yang

bermakna antara human immunodeficiency virus (HIV) dengan LGV.11

II. BIOLOGI CHLAMYDIA TRACHOMATIS

II. 1. Taksonomi

Chlamydia trachomatis merupakan salah satu spesies pada genus Chlamydia. Sifat

dari empat spesies genus Chlamydia ditunjukkan pada Tabel 1. C. trachomatis terdiri dari 3

biovar yang menyebabkan penyakit yang berbeda (Tabel 2).1

Tabel 1. Sifat Chlamydia spp1

Sifat C. trachomatis C. psittaci C. pneumoniae C. pecorumSuseptibilitas terhadap sulfonamid

+ - - -

Iodine-staining inclusions

+ - - -

Inang alami (natural host)

manusia burung, mamalia tingkat rendah

manusia domba, sapi, babi

Tabel 2. Penyakit yang disebabkan oleh Chlamydia1

Spesies Serovar PenyakitC. psittaci Banyak serotipe tidak

teridentifikasiPsittacosis

C. pneumoniae TWAR Penyakit pernafasanC. trachomatis L1, L2, L3 Limfogranuloma venereumC. trachomatis A, B, Ba, C Hyperendemic blinding trachoma

2

Page 3: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

C. trachomatis B, D, E, F, G, H, I, J, K Inclusion conjunctivitis (dewasa dan bayi baru lahir), uretritis nongonokokal, servisitis, salpingitis, proktitis, epididimitis, pneumonia pada bayi baru lahir

II. 2. Siklus Perkembangan

Siklus perkembangan Chlamydia berbeda dari bakteri lainnya. Seluruh spesies

Chlamydia tampaknya memiliki siklus perkembangan yang secara garis besar identik

(Gambar 1).1,12

Siklus ini dapat dibagi menjadi beberapa tahap:

1. perlekatan awal partikel infeksius, atau elementary body (EB), pada sel inang

(host)

2. EB masuk ke dalam sel

3. perubahan morfologis menjadi reticulate particle, dengan pertumbuhan intraseluler

dan replikasi

4. perubahan reticulate particle menjadi EB

5. pelepasan partikel infeksius1

II. 3. Morfologi dan Komposisi

Chlamydia merupakan mikroorganisme dengan struktur yang kompleks yang

memiliki dinding sel dan membran sangat mirip dengan dinding sel bakteri gram negatif.

Membran luar Chlamydia mengandung major outer membrane protein (MOMP) yang

3

Gambar 1. Siklus perkembangan Chlamydia

Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 1.

Page 4: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

merupakan 30% dari berat organisme tersebut dan sekitar 60% dari berat membran luar.

MOMP merupakan suatu protein transmembran, dengan komponen antigenik permukaan

yang berperan setidaknya sebahagian pada serovar, serogroup, dan reaktivitas serologis

spesifik spesies. Komposisi kimia dari organisme ini tampaknya terdiri dari sekitar 35%

protein dan 40-50% lemak. DNA dan RNA dijumpai, meskipun reticulate body (RB), yang

aktif metabolik, memiliki lebih banyak RNA.1

II. 4. Imunologi

Chlamydia merupakan organisme yang sangat kompleks, yang mengandung antigen

dengan spesifitas genus, spesies, sub spesies, dan serovar. Antigen yang paling mudah

dideteksi adalah antigen kelompok Chlamydia, yang dimiliki oleh semua anggota genus.

Antigen ini berperan dalam reaksi complement-fixing yang telah umum digunakan untuk

mendiagnosis psittacosis atau LGV. Antigen spesifik-genus utama yang telah diidentifikasi

adalah lipopolisakarida (LPS).1

Antigen spesifik-spesies tampaknya dimiliki oleh seluruh anggota spesies Chlamydia.

MOMP memiliki antigen spesifik-spesies yang penting.1,11 Antigen spesifik-spesies yang lain,

umumnya pada C. trachomatis, telah dimurnikan menjadi homogenitas oleh imunoabsorpsi

dengan antibodi monospesifik. Antigen spesifik-subspesies atau serovar umumnya hanya

pada strain tertentu dalam spesies Chlamydia. Antigen ini telah menjadi dasar untuk berbagai

pemeriksaan serologis yang digunakan untuk klasifikasi isolat C. trachomatis.1

III. PATOGENESIS

Patogenesis beberapa infeksi C. trachomatis masih belum dijelaskan sepenuhnya.1

Chlamydia tidak dapat mempenetrasi kulit yang utuh tetapi masuk melalui laserasi kecil dan

abrasi.11 Penelitian in vitro telah menunjukkan bahwa organisme tersebut mampu bereplikasi

pada makrofag. Saat ini, informasi mengesankan bahwa strain C. trachomatis non LGV

memiliki rentang sel inang yang sangat terbatas secara in vivo. Strain ini tampaknya parasit

secara hampir ekslusif pada sel epitel skuamokolumnar-kolumnar. Oleh karena sifatnya

sebagai parasit intraseluler obligat dan mematikan sel inang pada tahap akhir siklus hidupnya,

strain Chlamydia ini harus menyebabkan kerusakan sel dimana mereka bertahan.1

4

Page 5: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

Proses penyakit dan manifestasi klinis infeksi Chlamydia kemungkinan menunjukkan

efek kombinasi dari kerusakan jaringan akibat replikasi Chlamydia dan respon inflamasi

terhadap Chlamydia dan bahan nekrotik dari sel inang yang rusak. Terdapat banyak respon

imun terhadap infeksi Chlamydia ( dalam hal antibodi yang bersirkulasi atau respon yang

diperantarai sel), dan terdapat bukti bahwa penyakit Chlamydia merupakan penyakit

imunopatologi.1,13

LGV merupakan suatu penyakit limfoproliferatif yang sesungguhnya, dan Chlamydia

yang lain tampaknya mampu menyebabkan respon limfoproliferatif yang lebih terlokalisir,

dalam arti bahwa mereka dapat menginduksi pembentukan folikel pada membran mukosa.1

Hasil akhir patologis yang umum dari infeksi Chlamydia adalah pembentukan

jaringan parut pada membran mukosa yang dikenai. Hal ini yang menimbulkan kebutaan

pada trakoma, dan infertilitas dan kehamilan ektopik setelah salpingitis akut. Terdapat bukti

epidemiologis bahwa infeksi yang berulang menimbulkan angka skuele yang lebih tinggi.1,14

Pada kebanyakan infeksi Chlamydia, hanya proporsi sel relatif sedikit pada tempat

yang dikenai ditemukan terinfeksi. Oleh karena masing-masing inklusi melepaskan ratusan

EB yang viabel dan relatif sedikit sel berdekatan yang terinfeksi, harus terdapat mekanisme

kontrol yang membatasi infekstivitas. Mekanisme ini belum jelas, meskipun fungsi sel T

adalah penting. Limfokin telah ditunjukkan memiliki efek inhibisi pada Chlamydia. C.

trachomatis bersifat sensitif terhadap interferon alfa, beta, dan gamma.1

Imunitas yang diinduksi oleh infeksi Chlamydia belum dipahami dengan baik. Sedikit

imunitas mungkin terbetuk setelah infeksi awal atau serial.1 Respon imun terhadap C.

trachomatis merupakan kejadian yang terkoordinasi dimana sel-sel imun bawaan, sel B, dan

sel T bekerja sama dan masing-masing efektor imun ini memiliki peranan dalam mengenali

tahap-tahap yang berbeda dari infeksi.13

Teori yang umum saat ini adalah bahwa banyak penyakit Chlamydia berkaitan dengan

reaksi hipersensitivitas lambat terhadap heat-shock proteins (HSP) Chlamydia.1,14

C. trachomatis tidak tampak bertahan dengan baik pada PMN. Adalah mungkin

bahwa fagositosis yang diperkuat antibodi memegang peran penting dalam pembersihan

infeksi dan resistensi terhadap reinfeksi.1

5

Page 6: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

Interferon tampaknya memperlambat siklus perkembangan sehingga RB bertahan

lebih lama. Hal ini mengakibatkan infeksi yang tidak tampak dan dapat juga berperan dalam

imunopatogenesis. Mekanisme kerja hal ini tampaknya mirip pada sistem yang lain dan

melibatkan penurunan triptofan, mengakibatkan triptofan tidak tersedia untuk Chlamydia.1

Produksi interferon gamma dan sitokin pro-inflamasi lainnya dalam respon terhadap

infeksi C. trachomatis ditingkatkan melalui pengenalan pathogen-associated molecular

patterns (PAMPs). Meskipun LPS C.trachomatis dapat dikenali oleh Toll-like receptors

(TLR)4, TLR2 tampaknya lebih penting dalam memberikan sinyal produksi sitokin pro-

inflamasi, setelah infeksi Chlamydia.13

LGV merupakan suatu penyakit predominan jaringan limfatik. Proses patologis

penting pada penyakit ini adalah trombolimfangitis dan perilimfangitis dengan penyebaran

proses inflamasi dari kelenjar limfe yang terinfeksi ke jaringan di sekitarnya. Limfangitis

ditandai dengan proliferasi sel-sel endotel yang melapisi pembuluh limfe dan saluran limfe

pada kelenjar limfe. Tempat infeksi primer membesar dengan cepat dan membentuk daerah

kecil nekrosis yang dikelelilingi oleh sel-sel endotel yang tersusun padat. Daerah nekrotik

tersebut menarik leukosit polimorfonuklear dan membesar membentuk ‘stellate abscess’

berbentuk trianguler atau kuadranguler yang khas. Dengan semakin berkembangnya

inflamasi, abses bergabung dan mengalami ruptur, membentuk abses yang terlokulasi, fistula,

atau saluran sinus. Proses inflamasi berlangsung beberapa minggu atau bulan sebelum

mereda. Proses penyembuhan berlangsung dengan fibrosis, yang merusak struktur normal

dari kelenjar limfe dan menyumbat pembuluh limfe. Edema kronis yang diakibatkannya dan

fibrosis sklerosis menyebabkan indurasi dan pembesaran bagian yang terkena. Fibrosis juga

mengganggu asupan darah ke kulit di atasnya atau membran mukosa, dan terjadi ulserasi.

Pada rektum, hal ini mengakibatkan destruksi dan ulserasi mukosa, inflamasi transmural

dinding usus, obstruksi aliran limfatik, dan pembentukan striktur inflamasi dan fibrotik.15

IV. MANIFESTASI KLINIS

IV. 1. Infeksi Urogenital pada Pria

Uretriris

6

Page 7: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

Secara klinis, uretritis non gonore (UNG) positif Chlamydia dan negatif Chlamydia

tidak dapat dibedakan berdasarkan gejala dan tanda. Keduanya biasanya timbul setelah 7 – 21

hari masa inkubasi dengan disuria dan sekret uretra sedang-berat, berwarna keputihan atau

jernih (Gambar 2). Pada kebanyakan kasus, pemeriksaan menunjukkan tidak ada kelainan

selain adanya sekret.2,4,16

Infeksi C.trachomatis lebih sering bersifat asimtomatis daripada infeksi uretra

gonokokkal, dan, bila dijumpai, gejala lebih ringan pada uretritis Chlamydia. Uretritis post

gonokokkal yang terjadi pada pria heteroseksual, sering disebabkan oleh infeksi

C.trachomatis. Pasien ini mungkin mengalami infeksi gonore dan Chlamydia secara

bersamaan, tetapi oleh karena masa inkubasi C.trachomatis yang lebih lama, terjadi penyakit

bifasik jika gonore awal diobati dengan obat yang tidak mengeradikasi Chlamydia.2

Epididimitis

Secara klinis, epididimitis Chlamydia dijumpai dengan nyeri skrotal unilateral,

pembengkakan, dan demam pada pria muda, yang sering berkaitan dengan uretritis

Chlamydia (UNG). Namun, uretritis tersebut mungkin sering asimtomatis dan hanya ditandai

dengan inflamasi uretra pada pewarnaan Gram.2,16

Proktitis

Imunotipe LGV biasanya menimbulkan proktitis ulseratif primer dan suatu gambaran

histopatologis pembentukan giant cell dan granulomatosa, menyerupai yang tampak pada

7

Gambar 2. UretritisDikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 17

Page 8: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

penyakit Crohn akut. Imunotipe non LGV menimbulkan infeksi yang lebih ringan, berkisar

dari infeksi asimtomatis hingga proktitis simtomatis yang menyerupai proktitis gonokokkal

dengan nyeri rektal dan pendarahan, sekret mukus, dan diare.2,16

Sindrom Reiter

Trias klasik dari sindrom Reiter adalah uretritis, artritis, dan konjungtivitis.17 Artritis

reaktif terjadi pada persentase kecil individu dengan infeksi Chlamydia.18,19 Wanita dapat

mengalami artritis reaktif, tetapi rasio pria dibandingkan dengan wanita adalah 5:1.19

IV. 2. Infeksi Urogenital pada Wanita

Servisitis

Meskipun banyak wanita dengan Chlamydia yang berhasil diisolasi dari serviks tidak

memiliki tanda atau gejala infeksi, sedikitnya sepertiga menunjukkan tanda-tanda lokal

infeksi saat pemeriksaan (Gambar 3), yang paling sering ditemukan adalah sekret

mukopurulen (37%) dan ektopi hipertropik (19%). Ektopi hipertropik merupakan suatu

daerah ektopi yang edematosa, kongesti, dan mudah berdarah.2,16

Uretritis

Meskipun gejala uretral mungkin timbul pada beberapa wanita dengan infeksi

Chlamydia, kebanyakan pasien klinik IMS (infeksi menular seksual) wanita dengan infeksi

Chlamydia uretra tidak mengalami disuria atau frekuensi. Bahkan pada wanita dengan

uretritis Chlamydia yang menyebabkan sindrom uretral akut, tanda uretritis (sekret uretra,

kemerahan meatus, atau pembengkakan) jarang dijumpai.2 Namun, dijumpainya servisitis

mukopurulen pada wanita dengan disuria dan frekuensi sebaiknya mengarahkan diagnosis.

Uretritis C. trachomatis sebaiknya diduga pada wanita muda, seksual aktif dengan disuria,

frekuensi, dan piuria, terutama jika memiliki pasangan seksual baru dalam sebulan terakhir

8

Gambar 3. ServisitisDikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 17

Page 9: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

atau seorang pasangan seksual dengan UNG. Korelasi lain dari sindrom uretral Chlamydia

mencakup disuria lebih dari 7-10 hari, tanpa hematuria, dan tanpa nyeri suprapubik.2,16

Bartolinitis

Seperti gonokokkus, C. trachomatis dapat menimbulkan infeksi eksudatif duktus

Bartolin.2

Salpingitis

Banyak kasus salpingitis Chlamydia berhubungan dengan gejala dan tanda yang

ringan atau tidak dijumpai gejala dan tanda, selain jaringan parut yang progresif, yang

berpengaruh pada kehamilan atau infertilitas.2,16

Perihepatitis (Sindrom Fitz-Hugh-Curtis)

Sejak deskripsi awalnya oleh Fitz-Hugh dan Curtis, perihepatitis yang terjadi setelah

atau dengan salpingitis telah dianggap sebagai komplikasi infeksi gonokokkal. Namun,

penelitian dalam 15 tahun terakhir mengesankan bahwa infeksi Chlamydia, lebih sering

berhubungan dengan perihepatitis daripada N. gonorhhoeae. Perihepatitis sebaiknya dicurigai

pada wanita muda, seksual aktif yang mengalami nyeri kuadran atas kanan, demam, mual,

atau muntah. Bukti salpingitis mungkin dijumpai atau tidak dijumpai pada pemeriksaan.2

IV. 3. Limfogranuloma Venereum (LGV)

Lesi primer (Gambar 4)

Lesi primer LGV dapat berupa papul, ulkus atau erosi, lesi herpetiform kecil, atau

uretritis non spesifik.10,15 Yang paling umum adalah ulkus herpetiform non indurasi yang

tampak pada tempat infeksi setelah masa inkubasi 3-12 hari atau lebih. Hal ini dapat bersifat

asimtomatis dan tidak disadari (meskipun terkadang mulitipel dan erosif dalam), dijumpai

pada 3-53% pasien, menyembuh dengan cepat, dan tidak meninggalkan jaringan parut.

Tempat yang paling sering pada pria adalah sulkus koronal, kemudian frenum, preputium,

penis, urethral glans, dan skrotum. Pada wanita, paling sering dijumpai pada dinding vagina

posterior, fourchette, posterior lip serviks, dan vulva. Jika dijumpai intrauretral, ulkus atau

erosi dapat menyebabkan uretritis nonspesifik dengan sekret mukus purulen yang cair. Tipe

lesi primer lain yang tidak umum adalah balanitis dan ulserasi noduler. Setelah rectal

9

Page 10: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

intercourse, kolitis akut atau proktokolitis sering dijumpai sebagai manifestasi utama dari

infeksi primer.15

Lesi LGV primer pada pria dapat berkaitan dengan limfangitis pada dorsal penis dan

pembentukan nodul limfangial yang nyeri dan besar, atau bubonulus. Bubonuli dapat

mengalami ruptur dan membentuk draining sinuses dan fistula uretra, juga jaringan parut

deformitas, fibrotik pada dasar penis. Limfangitis sangat sering disertai dengan edema lokal

dan regional, yang dapat menimbulkan fimosis pada pria dan pembengkakan genital pada

wanita.15

Servisitis dan uretritis mungkin merupakan manifestasi LGV primer yang lebih sering

daripada yang diindikasikan laporan statistik. Uretritis biasanya asimtomatis dan dengan

perjalanan penyakit yang ringan. Servisitis dapat meluas secara lokal dan dapat menyebabkan

perimetritis atau salpingitis.15

Sindrom Inguinal (Gambar 4b)

Inflamasi dan pembengkakan kelenjar limfe inguinal merupakan manifestasi LGV

sekunder yang paling sering pada pria dan merupakan alasan kebanyakan pasien mencari

pertolongan medis.10,15 Kelenjar limfe yang lain mungkin terlibat. Masa inkubasi untuk

manifestasi ini adalah 10-30 hari, namun dapat terlambat hingga 4-6 bulan setelah infeksi.

Perlu diperhatikan bahwa LGV dapat juga dijumpai sebagai acute systemic febrile infection

tanpa lokalisasi kelenjar limfe yang tampak atau reaksi jaringan pada tempat infeksi.15

10

Gambar 4a. Lesi primerDikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 8.

Gambar 4b. Sindrom inguinalDikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 15

Page 11: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

Bubo inguinal unilateral pada dua per tiga kasus. Awalnya, berupa massa yang keras,

sedikit nyeri yang membesar dalam 1-2 minggu. Kulit menjadi kemerahan dan kemudian

melekat dengan permukaan tumor. Nyeri kemudian terasa berdenyut, dapat terjadi demam,

ditandai dengan percepatan denyut nadi, peningkatan suhu, hilangnya selera makan,

gangguan tidur, dan rasa tidak nyaman. Gejala konstitusional yang berkaitan dengan bubo

inguinal mungkin berhubungan dengan penyebaran sistemik Chlamydia. Dengan

membesarnya bubo, pasien pria mengeluhkan nyeri berat pada pangkal paha. Dalam 1-2

minggu bubo mengalami fluktuasi, dan kulit di atas bubo secara khas berwarna pucat kelabu

(‘blue balls’) yang menimbulkan kecurigaan ruptur bubo.15

Ruptur melalui kulit biasanya mengurangi nyeri dan demam. Banyak saluran sinus

terbentuk yang mengalirkan pus yang kental, kekuningan selama beberapa hari atau minggu

dengan sedikit atau tanpa rasa tidak nyaman. Proses penyembuhan terjadi lambat,

meninggalkan kalus dan jaringan parut yang mengkerut pada daerah inguinal. Hanya sekitar

sepertiga bubo inguinal yang mengalami fluktuasi dan ruptur, yang lainnya secara perlahan

mengalami involusi dan membentuk massa inguinal yang keras yang menghilang perlahan

tanpa mengalami supurasi. Pada sekitar 20% kasus, kelenjar limfe femoral juga dipengaruhi

dan dapat dipisahkan dari kelenjar limfe inguinal yang membesar oleh ligament Poupart,

proses ini menimbulkan ‘signs of groove’ yang dianggap patognomonik untuk LGV.10,15

Sindrom Anogenitorektal

Manifestasi subakut sindrom ini adalah proktokolitis dan hiperplasia jaringan limfatik

intestinal dan perirektal (limforoid). Manifestasi kronis atau lambat adalah abses perirektal,

fistula iskiorektal dan rektovaginal, fistula anal, dan striktur rektal atau stenosis. Pada pria,

mukosa rektal dapat diinokulasi secara langsung oleh Chlamydia selama hubungan seksual

anal reseptif atau dengan penyebaran limfatik dari uretra posterior.15

Gejala awal infeksi rektal adalah pruritus anal dan sekret rektal mukus yang

disebabkan oleh edema lokal atau difus dari mukosa anorektal. Mukosa menjadi hiperemis

dan friable setelah beberapa minggu dan mudah berdarah bila mengalami trauma. Ulserasi

multipel, diskret, superfisial dengan tepi tidak teratur tampak pada mukosa dan secara

bertahap digantikan oleh jaringan granulasi. Proses inflamasi kronis menginvasi dinding usus,

dan terbentuk granuloma nonkaseus dan abses kripta. Dengan adanya infeksi bakterial

sekunder pada mukosa rektal, sekret menjadi mukopurulen. jika tidak diobati, proses

granulomatosa secara progresif melibatkan seluruh lapisan dinding usus. Lapisan otot

digantikan oleh jaringan fibrosa. Pada wanita, septum rektovaginal dapat mengalami erosi 11

Page 12: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

dan dapat terbetuk suatu fistula rektovaginal. Kontraksi komponen fibrosa dari jaringan

granulasi selama masa berbulan-bulan atau tahun menyebabkan hambatan parsial (striktur)

atau lengkap (stenosis) rektum.15

Gejala dini proktokolitis mencakup demam, nyeri rektal, dan tenesmus. Kuadran kiri

bawah abdomen nyeri, dan kolon pelvis mungkin teraba menebal. Mukosa rektal terasa

granular pada pemeriksaan digital, dan dapat digerakkan, kelenjar limfe yang membesar

mungkin teraba di bawah dinding usus.15

Gejala lain yang timbul bila terjadi striktur rektal adalah konstipasi dengan berbagai

tingkat keparahan, ‘pencil’ stools, ileus dengan kolik dan distensi abdominal, dan penurunan

berat badan.15

Esthiomene

Esthiomene, infeksi primer yang mengenai limfatik dari skrotum, penis, atau vulva,

dapat menyebabkan limfangitis progresif kronis, edema kronis, dan fibrosis sklerosis dari

jaringan subkutaneus struktur-struktur ini.10,15 Hal ini mengakibatkan indurasi dan

pembesaran bagian yang terkena dan, akhirnya ulserasi. Pada tahap yang paling awal, ulserasi

bersifat superfisial, namun secara bertahap menjadi lebih invasif dan destruktif. Ulserasi

kronis sangat nyeri. Pada wanita, paling sering pada permukaan eksternal labia mayora, pada

lipatan genitokrural, dan pada bagian lateral perineum. Edema dapat meluas dari klitoris ke

anus dan mengganggu fungsi normal.15

Manifestasi lain

Manifestasi lain dari LGV dapat berupa sindrom uretrogenitoperineal, elefantiasis

penoskrotal, konjungtivitis folikuler, lesi primer LGV pada mulut dan faring, eritema

nodusum, dan manifestasi kulit lain.15

V. DIAGNOSIS BANDING

Secara klinis, uretritis non gonore (UNG) positif Chlamydia dan negatif Chlamydia

tidak dapat dibedakan berdasarkan gejala dan tanda. Infeksi C.trachomatis lebih sering

12

Page 13: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

bersifat asimtomatis daripada infeksi uretra gonokokkal, dan, bila dijumpai, gejala lebih

ringan pada uretritis Chlamydia.2

LGV primer perlu dibedakan dengan ulkus chancroid dan ulkus granuloma inguinal,

dimana ulkus chancroid biasanya lebih besar dan lebih nyeri, sedangkan ulkus granuloma

inguinal memiliki banyak jaringan granulasi yang rapuh dan tidak dijumpai limfadenitis yang

berkaitan. Sindrom genital akut dapat sulit dibedakan dengan chancroid. Penting untuk

mencurigai proktitis LGV pada pria positif HIV yang berhubungan seks dengan pria dengan

gejala dan tanda penyakit Crohn.10

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

V. 1. Kultur

Hingga awal 1980, metode utama untuk mengkonfirmasi diagnosis infeksi Chlamydia

adalah dengan inokulasi dengan dibantu sentrifugasi bahan klinis pada sel hidup yang rentan

pada kultur jaringan diikuti dengan demonstrasi inklusi Chlamydia yang karakteristik setelah

masa inkubasi yang sesuai.21

Kerugian penggunaan kultur sel adalah:

membutuhkan ada persyaratan khusus baik dalam teknik pembiakan maupun transpor

spesimen agar kultur sel dapat dibiakkan dengan baik

hanya sesuai untuk sampel invasif dalam jumlah kecil, serta membutuhkan transpor

spesimen sehingga tidak praktis, sulit dilakukan dan membutuhkan biaya tinggi.15,21

Saat ini terdapat persetujuan umum bahwa isolasi Chlamydia pada kultur sel

merupakan prosedur diagnostik yang kurang sensitif dibandingkan dengan metode yang

berdasarkan pada nucleic acid amplification.21

V. 2. Tes Deteksi Antigen

Pada umumnya tes deteksi antigen menggunakan lipopolisakarida (LPS) Chlamydia

atau MOMP, sebagai sarana untuk mendeteksi badan elementer Chlamydia pada spesimen

genital. Tes deteksi antigen yang paling banyak digunakan adalah direct fluorescent antibodi

assay (DFA) dan tes enzyme immunoassays (EIA).15

V. 3. Tes Deteksi Asam Nukleat

Nucleic acid hybridization tests

13

Page 14: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

Seluruh pemeriksaan diagnostik Chlamydia yang berdasarkan asam nukleat bergantung

pada hibridisasi, tetapi yang dimaksudkan di sini adalah metode yang tidak melibatkan

amplifikasi terlebih dahulu dari asam nukleat target. Contoh terbaik tes ini adalah

pemeriksaan GenProbe PACE 2. Sensitivitas non-amplified probe test secara signifikan

lebih rendah daripada pemeriksaan yang didasarkan pada amplifikasi asam nukleat.21

Nucleic acid amplification based tests (NAAT)

NAAT menerapkan prinsip identifikasi sekuensi asam nukleat spesifik (DNA atau RNA)

pada spesimen yang diperiksa dan menggunakan enzim spesifik menghasilkan banyak

kopi sekuensi tersbut yang dapat terdeteksi menggunakan berbagai teknik. Pemeriksaan

ini memungkinkan angka deteksi yang tinggi untuk C. trachomatis pada individu

simtomatis dan angka deteksi yang adekuat pada individu asimtomatik (dimana sering

lebih sedikit partikel Chlamydia dijumpai). Metode ini juga memungkinkan penggunaan

sampel klinis non invasif seperti spesimen urin first-catch atau self-collected vaginal

swab.21 Kerugian NAAT adalah umumnya lebih mahal daripada pemeriksaan yang

lain.15,21

V. 4. Serologi

Antibodi Chlamydia dapat digunakan sebagai penanda yang bermanfaat pada

penelitian epidemiologis untuk riwayat kumulatif paparan dari populasi sampel terhadap

infeksi Chlamydia. Namun, pengukuran antibodi Chlamydia memiliki banyak masalah.

Reprodusibilitas metode sejenis ini seperti pemeriksaan mikro-imunofluoresen adalah rendah,

dan tidak ada standar yang disetujui secara umum. Pada beberapa individu, respon antibodi

Chlamydia setelah infeksi Chlamydia mungkin terlambat atau bahkan tidak ada. Bila

dijumpai antibodi, umumnya bertahan lama setelah infeksi hilang.21

VI. DIAGNOSIS

Tabel 3 dan 4 merangkum kriteria diagnostik untuk beberapa infeksi C. trachomatis

pada pria dan wanita,2 sedangkan diagnosis LGV biasanya didasarkan pada:

uji kulit Frei positif

complement fixation test atau tes serologis lain positif

isolasi Chlamydia LGV dari jaringan dan sekresi yang terinfeksi pada tikus,

embryonated eggs, atau kultur jaringan

14

Page 15: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

identifikasi histologis Chlamydia pada jaringan yang terinfeksi

demonstrasi Chlamydia secara PCR atau NAAT yang lain pada sekresi atau jaringan

yang terinfeksi15

VII. PENATALAKSANAAN

VII. 1. Infeksi Urogenital

Regimen terapi yang direkomendasikan adalah:

Azitromisin 1 g, per oral, dosis tunggal, atau

Doksisiklin 100 mg, per oral, 2 kali sehari, selama 7 hari

Regimen alternatif:

Eritromisin 500 mg, per oral, 4 kali sehari, selama 7 hari, atau

Eritromisin etilsuksinat 800 mg, per oral, 4 kali sehari, selama 7 hari, atau

Ofloksasin 300 mg, per oral, 2 kali sehari, selama 7 hari, atau

Levofloksasin 500 mg, per oral, sekali sehari, selam 7 hari.7

Untuk meminimalkan penularan, pasien sebaiknya diinstruksikan untuk abstinensia

hubungan seks selama 7 hari setelah terapi dosis tunggal atau sampai menyelesaikan regimen

7 hari. Pasangan seksual dua bulan terakhir seharusnya juga dievaluasi, diperiksa, dan

diterapi.7,16

Tabel 3. Diagnosis infeksi C. trachomatis pada pria2

Kriteria Laboratorium

Temuan yang

Berhubungan

Kriteria Klinis Presumtif Diagnostik

UNG Disuria, sekret uretra PG uretra dengan 5

atau lebih PMN/ high

power (x 1000) field;

piuria pada FVU

Kultur positif atau

NAAT (uretra atau

FVU)

Epididimitis

akut

Demam, nyeri epididimal

atau testikuler, bukti UNG,

epididymal tenderness, atau

Seperti pada UNG Seperti pada UNG;

pemeriksaan positif

pada aspirat

15

Page 16: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

massa epididimal epididimal

Proktitis akut

(strain non-

LGV)

Nyeri, sekret, pendarahan

rektal; anoskopi abnormal

(sekret mukopurulen, nyeri,

pendarahan spontan atau

yang diinduksi)

PG rektal dengan 1

atau lebih PMN/

high-power (x1000)

field

Kultur positif atau

NAAT

Proktokolitis

akut (strain

LGV)

Nyeri rektal yang berat,

sekret rektal, hematoskezia;

anoskopi abnormal nyata

(sama seperti di atas)

dengan lesi meluas ke

kolon; limfadenopati

demam

PG rektal dengan 1

atau lebih PMN/

high-power (x1000)

field

Kultur positif atau

NAAT

complement fixation

antibody titer

Tabel 4. Diagnosis infeksi C. trachomatis pada wanita2

Kriteria Laboratorium

Temuan yang

Berhubungan

Kriteria Klinis Presumtif Diagnostik

Servisitis

mukopurulen

Sekret servikal

mukopurulen, ektopi dan

edema servikal, pendarahan

servikal spontan atau yang

mudah diinduksi

PG servikal dengan

lebih dari 30 PMN/

high power (x 1000)

field pada wanita

tidak menstruasi

Kultur positif atau

NAAT (serviks,

FVU)

Sindrom

uretral akut

Sindrom disuria-frekuensi

pada wanita seksual aktif

muda; pasangan seksual

baru; sering gejala lebih

dari 7 hari

Piuria, tanpa

bakteriuria

Kultur positif atau

NAAT (serviks, atau

uretra atau FVU)

PRP Nyeri abdominal bawah;

adnexal tenderness pada

Seperti pada SMP;

PS servikal positif

Kultur positif atau

NAAT (serviks,

16

Page 17: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

pemeriksaan pelvis; bukti

SMP seing dijumpai

untuk gonore;

endometritis pada

biopsi endometrial

FVU, endometrium,

tubal)

Perihepatitis Nyeri kuadran atas kanan,

mual, muntah, demam;

wanita aktif seksual muda;

bukti PRP

Seperti pada SMP

dan PRP

Titer antibodi IgM

atau IgG tinggi untuk

C. trachomatis

PG= pewarnaan Gram; PMN= leukosit polimorfonuklear; PRP= penyakit radang panggul;

SMP= servisitis mukopurulen.

VII. 2. LGV

Bubo mungkin memerlukan aspirasi melalui kulit yang intak atau insisi dan drainase

untuk mencegah pembentukan ulserasi inguinal/ femoral.7

Regimen yang direkomendasikan adalah:

Doksisiklin 100 mg, per oral, 2 kali sehari, selama 21 hari

Regimen alternatif:

Eritromisin 500 mg, per oral, 4 kali sehari, selama 21 hari.7

Individu yang melakukan kontak seksual dengan pasien yang menderita LGV dalam

60 hari sebelum onset gejala pasien, sebaiknya diperiksa, dilakukan pemeriksaan infeksi

Chlamydia uretra atau servikal, dan diterapi dengan regimen Chlamydia standar.7

VIII. KOMPLIKASI

Pada infeksi urogenital pria, komplikasi lokal termasuk abses periuretra dan striktur

uretra. Infeksi ke atas menyebabkan epididimo-orkitis. Tanpa pengobatan, 10-40% wanita

yang terinfeksi akan mengalami PRP, dengan proporsi yang signifikan bersifat asimtomatis

atau mengalami gejala ringan atau atipikal. PRP dapat mengakibatkan infertilitas faktor tuba,

kehamilan ektopik dan nyeri pelvis kronis. Transmisi vertikal dapat menyebabkan

konjugtivitis neonatal, pneumonia, dan gangguan pertumbuhan pada 3 bulan pertama

kehidupan.17

Pada LGV, selain komplikasi yang terjadi pada stadium tersier, sifat ulseratif LGV

dapat memudahkan penularan patogen yang ditularkan melalui darah seperti HIV.10

17

Page 18: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

VIII. PROGNOSIS

Penanganan dini terhadap infeksi urogenital dengan antibiotik yang sesuai

memberikan prognosis yang baik dan mengurangi resiko komplikasi jangka panjang, seperti

infertilitas akibat PRP.3

Pada LGV, terapi antibiotik, jika diberikan segera, bersifat kuratif, dimana sindrom

anorektal akut memberi respon lebih dramatis daripada sindrom genital akut.10

IX. KESIMPULAN

C. trachomatis merupakan suatu organisme nonmotile, gram negatif, intraseluler

obligat yang dapat menyebabkan konjungtivitis kronis, infeksi saluran urogenital, dan

LGV, tergantung pada serotipenya.

Infeksi Chlamydia dapat bersifat asimtomatis, dimana pada wanita, hal ini dapat

mengakibatkan skuele yang parah seperti penyakit radang panggul (PRP), yang

kemudian dapat menyebabkan kehamilan ektopik dan infertilitas tubal, dan pria dapat

mengalami prostatitis dan epididimitis.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yang

mendukung.

Penanganan dini dengan antibiotik yang sesuai diperlukan dan dapat mengurangi

resiko komplikasi jangka panjang.

18

Page 19: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Schachter J, Stephens RS. Biology of Chlamydia trachomatis. Dalam: Holmes KK,

Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, et al, penyunting. Sexually

transmitted diseases. Edisi ke-4. New York: McGraw Hill; 2008. h. 555-71

2. Stamm WE. Chlamydia trachomatis infection of the adult. Dalam: Holmes KK,

Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, et al, penyunting. Sexually

transmitted diseases. Edisi ke-4. New York: McGraw Hill; 2008. h. 575-90

3. Garcia AL, Madkan VK, Tyring SK. Gonorrhea and other venereal diseases. Dalam: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008. h. 1993-8.

4. Bebear C, Barbeyrac B. Genital chlamydia trachomatis infections. Clinical

Microbiology and Infextious Diseases;2009;15:4-10

5. Carey AJ, Beagley KW. Chlamydia trachomatis, a hidden epidemic: effects on female

reproduction and options for treatment. American Journal of Reproductive

Immunology; 2010;63:576–86

6. Pientong C, Ekalaksananan T, Wonglikitpanya N, Swadpanich U, Kongyingyoes B,

Kleebkaow P. Chlamydia trachomatis infections and teh risk of ectopic pregnancy in

Khon Kaen women. J. Obstet. Gynaecol. Res;2009;35:775-81

19

Page 20: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

7. Centers for Disease Control and Prevention. Sexually Transmitted DiseasesTreatment

Guidelines, MMWR 2006. h. 21-42.

8. Opoku BK, Sarkodie YA. Prevalence of genital chlamydia and gonococcal infections

in at risk women in the Kumasi metropolis, Ghana. Ghana Medical

Journal;2010;44:21-23

9. Lumintang H. Infeksi chlamydia. Dipresentasikan pada: Simposium Nasional

Perkembangan Mutakhir Infeksi Menular Seksual, 23-24 Agustus 2008, Surakarta

10. Ghosn MH, Kurban AK. Lymphogranuloma venereum. Dalam: Wolf K, Goldsmith

LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s dermatology in

general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008. h. 1987-90

11. Ronn MM, Ward H. The association between lymphogranuloma venereum and HIV

among men who have sex with men: systematic review and meta-analysis. BMC

Infectious Diseases;2011;11:70

12. Cocchiaro JL, Valdivia RH. New insights into chlamydia intracellular survival

mechanisms. Cellular Microbiology;2009;11:1571–8

13. Roan NR, Starnbach MN. Immune-mediated control of Chlamydia infection. Cellular

Microbiology;2008;10:9-19

14. Daville T, Hiltke TJ. Patogenesis of genital tract disease due to Chlamydia

trachomatis. Journal of Infectious Diseases;2010;201(S2):S114-S125

15. Stamm WE. Lymphogranuloma venereum. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm

WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, et al, penyunting. Sexually transmitted diseases.

Edisi ke-4. New York: McGraw Hill; 2008. h. 595-603

16. Murtiastutik D. Buku ajar infeksi menular seksual. Surabaya: Airlangga University

Press;2008. hal 89-124

17. Kinghorn GR. Syphilis and bacterial sexually transmitted infections. Dalam: Burns T,

Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s Textbook of dermatology.

Edisi ke-8. Oxford: Wiley-Blackwell;2010. h. 34.29-34.31

18. Rihl M, Kuipers JG, Kohler L, Zeidler H. Combination antibiotics for chlamydia-

induced arthritis: breakthrough to a cure? Arthritis and Rheumatism;2010;62:1203-7

19. Miller KE. Diagnosis and treatment of chlamydia trachomatis infection. American

Family Physician 2006;73:1411-6

20. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s disease of the skin, clinical

dermatology. Edisi ke-10. Philadelphia: Saunders Elsevier;2006. h. 294-95

20

Page 21: INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS perbaikan.doc

21. Domeika M, Savicheva A, Sokolovskiy E, Frigo N, Brilene T, Halle´ n A, et al.

Guidelines for the laboratory diagnosis of chlamydia trachomatis infections in east

european countries. Journal of the European Academy of Dermatology and

Venereology 2009;23:1353–63

21