induk-induk akhlak terpuji

5
INDUK-INDUK AKHLAK TERPUJI Bagaimana Menilai Akhlak ? Pembahasan yang mendalam tentang akhlak selalu mengharuskan kita menjawab sebuah pertanyaan mendasar; bagaimana membuat penilaian atas akhlak, apakah ia benar atau salah, apakah ia baik atau buruk, atau apakah yang ini shalih dan yang itu tidak? Hal ini disebabkan pcnilaian ini akan mengantar kita kepada pcnilaian tentang seseorang; apakah ia seseorang yang shalih atau tidak, matang atau tidak, atau dewasa atau tidak? Dengan kata lain, bertanya tentang bagaimana menilai berarti bertanya tentang sumber pembenaran atas suati perbuatan. Darimanakah kita menemukan sumber pembenaran itu? Apakah dari Allah swt. atau dari manusia? Atau dari keduanya? Para filsuf sepanjang sejarah pemikiran umat manusia seperti sepakat untuk membagi nilai itu dalam tiga kategori yang masing-masing mempunyai padanan berlawanan, yaitu sebagai herikut: Nilai Kebenaran X Nilai Kebatilan Nilai Kebaikan X Nilai Kejahatan Nilai Keindahan X Nilai Keburukan Islam sendiri memang meletakkan nilai moralnyra dalam tiga konteks tadi, yaitu akal - yang dapat memahami nilai kebenaran dan kebatilan, hati (dasar fitrah dan nurani)- yang dapat membedakan antara nilai kebaikan clan kejahatan, dan dzauq (citarasa)-yang dapat merasakan nilai keindahan dan nilai keburukan. Akan tetapi, kemampuan akal, hati, dan dzauq manusia memberikan penilaian atas suatu akhlak dengan nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan dilandasi beberapa spesifikasi berikut: Penilaian manusia selalu bersifat umum, terbuka, namun tidak defenitif dan rinci. Manusia dapat mcngatakan

Upload: hanum

Post on 08-Nov-2015

303 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

akhlak

TRANSCRIPT

INDUK-INDUK AKHLAK TERPUJI

INDUK-INDUK AKHLAK TERPUJI

Bagaimana Menilai Akhlak ?

Pembahasan yang mendalam tentang akhlak selalu mengharuskan kita menjawab sebuah pertanyaan mendasar; bagaimana membuat penilaian atas akhlak, apakah ia benar atau salah, apakah ia baik atau buruk, atau apakah yang ini shalih dan yang itu tidak? Hal ini disebabkan pcnilaian ini akan mengantar kita kepada pcnilaian tentang seseorang; apakah ia seseorang yang shalih atau tidak, matang atau tidak, atau dewasa atau tidak?

Dengan kata lain, bertanya tentang bagaimana menilai berarti bertanya tentang sumber pembenaran atas suati perbuatan. Darimanakah kita menemukan sumber pembenaran itu? Apakah dari Allah swt. atau dari manusia? Atau dari keduanya?

Para filsuf sepanjang sejarah pemikiran umat manusia seperti sepakat untuk membagi nilai itu dalam tiga kategori yang masing-masing mempunyai padanan berlawanan, yaitu sebagai herikut:

Nilai Kebenaran X Nilai Kebatilan

Nilai Kebaikan

XNilai Kejahatan

Nilai Keindahan

XNilai Keburukan Islam sendiri memang meletakkan nilai moralnyra dalam tiga konteks tadi, yaitu akal - yang dapat memahami nilai kebenaran dan kebatilan, hati (dasar fitrah dan nurani)-yang dapat membedakan antara nilai kebaikan clan kejahatan, dan dzauq (citarasa)-yang dapat merasakan nilai keindahan dan nilai keburukan.

Akan tetapi, kemampuan akal, hati, dan dzauq manusia memberikan penilaian atas suatu akhlak dengan nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan dilandasi beberapa spesifikasi berikut: Penilaian manusia selalu bersifat umum, terbuka, namun tidak defenitif dan rinci. Manusia dapat mcngatakan dengan kesepakatan bahwa adil itu baik. Akan tetapi, manusia selalu berbeda antarsesama mereka saat menentukan definisi tentang apa itu adil? Perbuatan apa saja yang dikatakan adil? Penilaian manusia sangat dipengaruhi oleh pertarungan antarnilai itu sendiri dalam dirinya. Sebab, ada unsur hawa nafsu, syahwat, dan tekanan lingkungan dalam diri manusia. Maka, penyimpangan akal bisa membuat manusia menganggap kebatilan sebagai kebenaran; penyimpangan fitrah bisa membuat manusia melihat kejahatan sebagai kebaikan; dan penyimpangan citarasa bisa membuat manusia menilai keburukan sebagai keindahan.

Jadi, kemungkinan terjadinya absurditas dalam penetapan nilai sangat mungkin terjadi di kalangan manusia. Untuk itulah Allah menurunkan agama agar manusia mendapatkan pedoman yang lebih rinci dalam penilaian, sehingga bertemulah dua sumber pembenaran tersebut:

Pertama, sumber pembenaran dari Allah swt. melalui Al-Qur'an dan Sunah.

Keduu, sumber pembenaran dari manusia dengan akal sehat, fitrah suci, dan citarasa keindahannya.

Kriteria Penerimaan

Lalu, apa kriteria penerimaan akhlak shalih tersebut? Dengan memahami penjelasan di atas, kriteria Islam berikut ini mudah dipahami, yaitu perbuatan shalih adalah perbuatan yang dilakukan dengan motif (niat) semata-mata untuk Allah swt. dan dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. Dengan demikian, perbuatan itu bukan saja diterima di sisi Allah swt., tetapi juga sukses dalam ukuran manusia; bukan saja mengantar pelakunya memperoleh keselamatan di akhirat; tetapi juga kebahagiaan di dunia.

Kriteria tadi dapat dijelaskan dalam skema berikut:

Niat

+ Amal

Ikhlas untuk Allah

+ Benar Menurut Sunah

Diterima di Sisi Allah + Sukses di Mata Manusia

Selamat di Akhirat

+ Bahagia di duniaInilah perbedaan mendasar antara Islam dengan materialisme. Dalam konsep materialisme, manusia adalah pusat penilaian dan penerimaan sekaligus. Dikarenakan masyarakat merupakan sesuatu yang relatif, maka penilaian dan penerimaan pun akhirnya berpusat pada individu. Apa yang menentukan dalam diri individu kemudian adalah kebahagiaannya sendiri. Maka, penilaiannya sebagai berikut:

Suatu perbuatan dianggap baik dan benar, jika ketika manusia melakukannya, ia mendapatkan kepuasan, kebahagiaan, dan tidak merugikan orang lain. Bahwasanya masyarakat kemudian setuju atau tidak setuju, menerima atau tidak menerima, menjadi tidak relevan dan tidak penting.

Induk-Induk Akhlak Terpuji

Walaupun Islam telah merinci satuan akhlak terpuji, namun dengan pengamatan mendalam, kita menemukan satuan tersebut sesungguhnya mengakar pada induk karakter tertentu.

Induk akhlak terpuji tersebut adalah sebagai berikut:

Cinta Kebenaran Kekuatan Kehendak

Himmah (Ambisi) Kesabaran Rasa Kasih

Naluri Sosial Cinta Manusia Kedermawanan

Kemurahan Hati Penjelasan dari induk-induk akhlak terpuji tersebut adalah sebagai berikut: Cinta kebenaran melahirkan akhlak turunan dan lawannya sebanai berikut, Jujur

>