indikator pembagunan 1

Upload: adyuta-yuanas

Post on 12-Jul-2015

212 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAHPosted: April 21, 2009 by Rahmaddin MY in Serba Serbi

16 Pendahuluan Pengalaman menunjukkan bahwa diberbagai negara bahwa ada salah satu syarat yang diperlukan untuk menunjukkan tingginya tingkat keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah yaitu dimulai dari mantapnya pemahaman dari para aparat terkait tentang makna indikator-indikator dan variable-variabel pembangunan serta pengertian kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah pusat dan daerah, dimana kedua kebijaksanaan tersebut harus saling melengkapi ataukan searah. Pemahaman yang memadai tentang indikator pembangunan daerah ini akan mengakibatkan semakin terarahnya pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan dan semakin tingginya responsi masyarakat dalam menyukseskan dan mencapai sasaran yang telah ditargetkan.Hal ini saya anggap perlu mendapatkan perhatian terutama dari pihak-pihak pengambilan keputusan, mengingat proses panjang perjalanan bangsa ini untuk mengisi kemerdekaan harus mendapatkan perhatian dari kita semua. Persentase keberadaan Bangsa Indonesia belum beranjak dari starting point pada masa kita memproklamirkan kemerdekaan. Tulisan ini sekedar dimaksudkan untuk menguraikan sekelumit indikator-indikator dan variablevariabel serta kebijaksanaan ekonomi makro dibarengi dengan sekelumit uraian pendukung, termasuk contoh-contoh yang bisa dapat lebih mempermudah untuk memahaminya beberapa indikator tersebut. Meskipun demikian, para pembentuk definisi juga masih sering mempunyai perbedaan pandangan tertentu dalam mengemukakan definisinya terutama untuk hal-hal yang sangat abstrak. Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis, bukan dilihat sebagai konsep statis yang selama ini sering kita anggap sebagai suatu kesalahan yang wajar. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing.Artinya juga bisa dikatakan bahwa pembangunan itu sebagai never ending goal. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu innerwill, proses emansipasi diri. Dan suatu partisipasi kreatif dalam proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses pendewasaan. Indonesia, sebagai kelompok negara berkembang pada umumnya melakukan dan sedang di dalam proses perubahan-perubahan sosial yang besar. Proses atau usaha usaha perubahan sosial tersebut dapat berarti suatu proses dan usaha pembangunan. Pada pokoknya suatu usaha perubahan dan pembangunan dari suatu keadaan atau kondisi kemasyarakatan yang dianggap lebih baik dan lebih diinginkan. Artinya ada perubahan dari yang ada sekarang dengan segala kekurangannya menjadi lebih baik, minimal ada progress dari kondisi yang sekarang ini..

Perubahan-perubahan dalam masyarakat yang bersifat menyeluruh tersebut, dapat dikembangkan secara sadar oleh pemerintah, yang sebaiknya pula mewakili kekuatan-kekuatan pembaharuan di dalam masyarakat. Hal ini sudah pasti sudah sesuai dengan paradigma yang diinginkan yaitu paradigma pembangunan yang partisipatif yang lebih mengarah kepada aspirasi dari akar rumput. Akan tetapi pada akhirnya supaya perubahan-perubahan itu mempunyai kemampuan berkembang yang dinamis, perlulah diperhatikan agar proses tersebut didukung dan dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pembaharuan dan pembangunan yang timbul dan bergerak di dalam masyarakat bangsa itu sendiri. Hal ini sangat penting, jangan sampai proyek pembangunan jalan di lokasi terpencil hanya pernah dilalui oleh mobil, yang bertugas mengantarkan material ke daerah tersebut, tanpa menjadi sarana transportasi yang memudahkan masyarakat menyalurkan hasil produksinya ke pasar.. Harus diakui bahwa secara umum, di negara-negara berkembang, kekuatan-kekuatan pembaharuan dalam masyarakat relatif masih lemah. Kekuatan-kekuatan pembaharuan dalam masyarakat ini disebut autonomous energies. Demikianpula usaha untuk menyalurkan dan mengarahkan berbagai kepentingan dan tuntutan yang sering bertentangan didalam masyarakat dalam rangka kepentingan nasional dan kepentingan pembangunan yang menyeluruh. Pembangunan itu sendiri, seperti telah dikemukakan sebelumnya, meliputi perubahan-perubahan sosial yang besar. Hal tersebut seringkali mengakibatkan adanya frustasi, alienasi, kegoncangan dalam identitas, dan lain-lain bagi sebagian masyarakat. Pengertian Pembangunan Setiap orang bisa saja mengartikan istilah pembangunan secara berbeda sesuai dengan seleranya sendiri, sehingga pada akhirnya definisi tentang pembangunan pun sedemikian banyak dan berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, kita perlu memastikan terlebih dahulu perspektif inti atas makna dasar pembangunan. Tanpa adanya suatu perspektif dan criteria yang dapat disepakati bersama, kita tidak akan bisa mengetahui negara mana saja yang telah mengalami pembangunan secara pesat dan negara mana yang tidak.Hal ini dimaksudkan agar terdapat satu persepsi yang sama terhadap sesuatu..yang kalau dalam bahasa penelitian ilmiah harus valid dan reliabel.. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan terjadinya perubahan secara total suatu masyarakat atau penyesuaian system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok social yang ada didalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, baik secara material maupun spiritual. Pada umumnya pembangunan nasional banyak Negara-negara sedang berkembang dipusatkan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, paradigma tradisional mengenai pembangunan cenderung mengidentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi. Dewasa ini, definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah: suatu proses peningkatan output dalam Jangka Panjang. Yang dimaksud dengan proses

adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan (growth plus change) dalam: pertama, perubahan struktur ekonomi; dari pertanian ke industri atau jasa. Kedua, perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri. Artinya pembangunan yang dilaksanakan tidak dilakukan hanya secepat membalik telapak tangan, akan tetapi dimulai dari proses yang panjang dan lama, seperti yang kita laksanakan baik melalui RKP (1 tahun), RPJM (5 tahun), dan RKP (25 tahun).. Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita (GNP riil dibagi dengan jumlah penduduk) dan tidak hanya kenaikan pendapatan nasional riil menyiratkan bahwa perhatian pembangunan bagi negara miskin adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Pendapatan nasional riil (GNP pada tingkat harga konstan) yang meningkat seringkali tidak diikuti dengan perbaikan kualitas hidup masyarakat. Bila pertumbuhan penduduk melebihi atau sama dengan pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan per kapita bisa menurun atau tidak mengalami perubahan, dan ini jelas tidak dapat disebut bahwa ada pembangunan ekonomi di negara tersebut. Kurun waktu yang panjang menyiratkan bahwa kenaikan pendapatan per kapita perlu berlangsung terus menerus dan berkelanjutan. Tahapan-tahapan pembangunan, (sebelumnya dikenal dengan istilah Pelita) baru merupakan awal dari proses pembangunan. Tugas yang paling berat adalah menjaga sustainabilitas pembangunan dalam jangka yang lebih panjang. Yang pasti sudah saatnya Bangsa Indonesia bangkit bersama untuk meraih cita-cita bersama, minimal se level dengan negara tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, bahkan kalau perlu Australia..Tanpa ada komitmen yang jelas dan indikator yang terukur kita akan sulit untuk mensejajarkan diri dengan negara tersebut.. Ekonomi pembangunan selain mengulas soal alokasi sumberdaya yang seefisien mungkin dan pertumbuhan output agregat secara berkesinambungan dari waktu ke waktu, ekonomi pembangunan menitik beratkan pula perhatiannya pada berbagai mekanisme ekonomis, social, dan institusional yang harus diciptakan demi meningkatnya standar hidup penduduk miskin di negara-negara sedang berkembang. Untuk itu, ekonomi pembangunan juga memberikan perhatian besar kepada formulasi kebijakan-kebijakan public yang sebaik-baiknya demi menghadirkan serangkaian transformasi ekonomi, social, dan institusional yang sekiranya dapat berdampak positif terhadap kondisi masyarakat secara keseluruhan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, setiap analisis realistis terhadap masalah-masalah pembangunan perlu ditopang dengan variable-variabel, baik itu variable ekonomi maupun non ekonomi sebagai indicator atau tolok ukur keberhasilan. Indikator-indikator kunci pembangunan secara garis besar pada dasarnya dapat dikalsifikasikan menjadi: 1) Indikator Ekonomi, dan 2) indicator Sosial. Klasifikasi Negara Dunia ini dibagi atas beberapa kelompok, berdasarkan tingkat kemajuan atau kekayaan suatu negara. Kita mengenal istilah-istilah kelompok negara maju versus negara sedang berkembang,

negara kaya versus negara miskin; kelompok utara versus kelompok selatan. Diantara kelompokkelompok tersebut, masing-masing kelompok diklasifikasikan lagi kedalam kelompok tertentu. Khusus bagi negara berkembang, sejumlah analisis dalam upayanya untuk menyusun klasifikasi kelompok negara-negara berkembang berdasarkan system klasifikasi baku yang telah disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mencoba membagi semua negara berkembang menjadi tiga golongan besar: yakni negara paling miskin (sekitar 44 negara) yang oleh PBB disebut sebagai negara-negara yang paling terkebelakang (least developed). Sekitar 88 negara yang tergabung dalam kelompok sedang berkembang (developing countries) bukan pengekspor minyak, sisanya 13 negara kaya yang merupakan pengekspor minyak anggota OPEC. Tingkat pendapatan nasional negara-negara OPEC ini meningkat dramatis setelah terjadinya lonjakan harga minyak pada tahun 1970-an. Beberapa analis lebih suka menggunakan klasifikasi yang disusun oleh International Bank for Reconstruction and Development (IRBD), yang lebih dikenal dengan World Bank (Bank Dunia). Bank dunia membagi 132 negara berpenduduk lebih dari 1 juta orang (baik itu negara-negara berkembang maupun negara maju) ke dalam empat kategori pokok sesuai dengan tingkat pendapatan per kapitanya, yakni: 1. 2. 3. 4. Negara-negara yang berpendapatan rendah (low income), Negara-negara yang berpendapatan menengah (middle income), Negara berpendapatan menengah tinggi (upper middle income). Dan Negara yang berpendapatn tinggi (high income).

Golongan yang pertama hingga ketiga meliputi 108 negara, yang kebanyakan merupakan negaranegara dunia ketiga. Kelompok keempat yang paling makmur, sering disebut negara-negara maju atau negara-negara dunia pertama (19 negara). Usaha klasifikasi terakhir dan paling ambisius dilakukan oleh United Nations Development Program (UNDP), Program pembangunan PBB. Lembaga internasional ini berfokus pada aspekaspek pembangunan manusia yang mencakup pula variable-variabel non-ekonomis seperti usia harapan hidup, tingkat kematian bayi, dan capaian pendidikan, disamping variable-variabel pokok ekonomi seperti angka pendapatan per kapita. Evolusi Makna Pembangunan Pada awalnya upaya pembangunan negara berkembang diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan per kapita, atau popular disebut strategi pertumbuhan ekonomi. Semula banyak yang beranggapan bahwa yang membedakan antara negara maju dengan negara berkembang adalah pendapatan masyarakatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi negara berkembang dapat terpecahkan, misalnya melalui apa yang dikenal dengan istilah trickle down effect (efek penetesan kebawah). Indikator berhasil tidaknya pembangunan semata-mata dilihat dari meningkaynya pendapatan nasional (GNP), baik secara keseluruhan maupun per kapita.

Fenomena ini terlihat dari pemikiran-pemikiran seperti teori Arthur Lewis, Rostow, HarrodDomar, Hircman dan lainnya. Arthur Lewis dalam karyanya The Theory of Economic Growth, menganggap pembangunan ekonomi merupakan kajian pertumbuhan ekonomi. Selama dasawarsa 1950-an, pembangunan diidentikkan sebagai pertumbuhan ekonomi, dan bahasan ekonomi pembangunan sebagai cabang ilmu ekonomi yang relative baru memusatkan perhatian pada factor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya mereka sependapat bahwa kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Diundangnya modal asing nampaknya diilhami oleh kisah sukses rencana Marshall (Marshallian Planning) dalam membantu pembangunan negara Eropa Barat dan Jepang. Adapun industrialisasi yang memusatkan perhatian pada sector-sektor moderen dan padat modal nampaknya tidak dapat dipisahkan dari pengalaman Inggris sebagai negara industri pertama. Pengalaman pada dasawarsa 1950 dan 1960-an, ketika banyak diantara negara-negara berkembang berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam definisi pembangunan yang dianut selama itu. Semakin lama semakin banyak perumus kebijakan yang meragukan ketepatan dan keampuhan tolok ukur GNP sebagai indicator tunggal atas terciptanya kemakmuran dan criteria kinerja pembangunan. Mereka mulai mempertimbangkan untuk mengubah strategi guna mengatasi secara langsung berbagai masalah mendesak seperti tingkat kemiskinan absolute yang semakin parah, ketimpangan pendapatan yang semakin mencolok, dan tingkat pengangguran yang terus melonjak. Selama dasawarsa 1970-an, pembangunan ekonomi mengalami redefinisi. Pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran pembangunan, namun lebih memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan. Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs), pembangunan mandiri (self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelopment), dan beberapa paradigma lainnya. Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur social, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok social yang ada didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual. Bagaimana Mengukur Pembangunan

Pembangunan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negative. Oleh karena itu dibutuhkan indicator sebagai tolok ukur terjadinya pembangunan. Berikut ini disajikan beberapa indicator pembangunan, yang secara garis besar dapat di kelompokkan mej adi : 1) indicator ekonomi, dan 2) indicator social. Variabel yang termasuk sebagai indicator ekonomi adalah: 1. GNP/GDP per Kapita, yaitu GNP/GDP dibagi dengan umlah penduduk. GNP/GDP adalah nilai akhir barang dan jasa yang berhasil diproduksi oleh suatu perekonomian (masyarakat) pada suatu periode waktu tertentu (biasanya satu tahun). Jika GNP/GDP tersebut dibagi dengan jumlah penduduk maka didapatkan GNP/GDP per kapita. Klasifikasi Negara berdasarkan GNP/GDP atau kelompok pendapatannya dapat saja berubah pada setiap edisi publikasi Bank Dunia. Sebagai contoh, Bank Dunia pada tahun 1995 mengklasifikan Negara berdasarkan tingkatan GNP/GDP per kapita sebagai berikut: o Negara berpenghasilan rendah, adalah kelompok Negara-negara dengan GNP per kapita kurang atau sama dengan US$ 695. o Negara berpenghasilan menengah adalah kelompok Negara-negara dengan GNP/GDP per kapita lebih dari US$ 695 namun kurang dari US$ 8.626. o Negara berpenghasilan tinggi adalah kelompok Negara-negara dengan GNP/GDP per kapita di atas US$ 8.626. Kelemahan dari indicator ini, tidak memasukkan produksi yang tidak melalui pasar seperti dalam perekonomian subsisten, jasa ibu Rumah Tangga, transaksi barang bekas, kerusakan lingkungan, dan masalah distribusi pendapatan. 2. Growth (pertumbuhan), yaitu perubahan output (GNP/GDP) yang terjadi selama satu kurun waktu tertentu (satu tahun). Bank Dunia pada tahun 1993 memperkenalkan beberapa sebutan menyangkut pertumbuhan ekonomi Negara-negara di dunia yaitu; o High Performing Asian Economies (HPAEs), yang diidentifikasi karena memiliki cirri umum yang sama, seperti pertumbuhan ekspor yang cepat. Kelompok HPAEs ini dibagi lagi menurut lamanya catatan sukses mempertahankan pertumbuhan ekonomi, yaitu: Pertama, 4 macan Asia, biasanya diidentikkan dengan Hongkong, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan. Negara-negara ini tingkat pertumbuhan ekonominya amat cepat dan mulai mendekati rangking Negara berpenghasilan tinggi. Kedua, Newly Industrializing Economies (NIEs), meliputi Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Kelompok Negara-negara ini memilki rata-rata pertumbuhan GDP riil sebesar 5,5 per sen per tahun.

o Asia Timur mencakup semua Negara berpenghasilan rendah dan menengah di kawasan Asia Timur dan Tenggara serta Pasifik. o Asia Selatan mencakup Bangladesh, Bhutan, India, Myanmar, Nepal, Pakistan, dan Srilangka. o Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara mencakup Negara-negara berpenghasilan menengah di kawasan Eropa (Bulgaria, Yunani, Hungaria, Polandia, Portugal, Rumania, Turki, dan bekas Yugoslavia) dan semua Negara di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah, serta Afganistan. o Sub-Sahara Afrika meliputi semua Negara di sebelah selatan gurun Sahara termasuk Afrika Selatan. o Amerika Latin dan Karibia terdiri atas semua Negara Amerika dan KAribia di sebelah Selatan Amerika Serikat. 3. GDP per Kapita dengan Purchasing Power Parity Perbandingan antar negara berdasarkan GNP/GDP per kapita seringkali menyesatkan. Hal ini disebabkan adanya pengkonversian penghasilan suatu negara ke dalam satu mata uang yang sama (US dollar) dengan kurs resmi. Kurs nominal ini tidak mencerminkan kemampuan relative daya beli mata uang yang berlainan, sehingga kesalahan sering muncul saat dilakukan perbandingan kinerja antarnegara. Oleh karena itu, Purchasing Power Parity (PPP) dianjurkan sebagai Pemerataan Pendapatan. 4. Perubahan Struktur Ekonomi Mengukur tingkat kemajuan struktur produksi (Pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa). Peranan sector pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sectorsektor manufaktur dan jasa, yang secara sengaja senantiasa diupayakan agar terus berkembang. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya berfokus pada upaya untuk menciptakan industrialisasi secara besar-besaran sehingga kadangkala mengorbankan kepentingan pembangunan sector perrtanian dan daerah pedesaan pada umumnya. 5. Kesempatan Kerja Rendahnya sifat kewirausahaan penduduk di negara-negara berkembang, memaksa pemerintah di negara-negara tersebut untuk menyiapkan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya. Dengan pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diharapkan akan menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lainnya. 6. Pengangguran Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi di negara-negara berkembang, pada akhirnya menjadi bom waktu sekitar 15 sampai dengan 20 tahun kemudian, pada saat mereka masuk

sebagai angkatan kerja. Besarnya angkatan kerja yang tersedia di negara-negara berkembang, tidak diikuti dengan penyediaan lapangan kerja buat mereka sehingga menyebabkan angka pengangguran menjadi tinggi. Dengan penciptaan lapangan pekerjaan, baik oleh sector swasta maupun oleh pemerintah, diharapkan angka pengangguran yang relative tinggi dinegara berkembang akan mengalami penurunan. Adapun beberapa variable yang termasuk dalam indicator social adalah: 1. Indeks Mutu Hidup (IMH) merupakan indeks gabungan dari 1) Harapan hidup pada usia 1 tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf. Untuk masing-masing indicator, kinerja ekonomi suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100, dimana 1 merupakan kinerja terjelek, sedangkan 100 adalah kinerja terbaik. 2. Human Development Index (HDI), mencoba merangking semua negara dalam skala 0 (sebagai tingkatan pembangunan manusia yang terendah) hingga 1 (Pembangunan manusia yang tertinggi) berdasarkan atas 3 tujuan atau produk pembangunan, yaitu: 1) Tingkat Harapan Hidup, 2) Pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca (diberi bobot dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga), dan 3) Penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan, yaitu disesuaikan menurut daya beli mata uang masing-masing negara dan asumsi menurunnya utilitas marginal penghasilan dengan cepat. Indikator kunci pembangunan social ekonomi lainnya versi United Nations Research Institute on Social Development (UNRISD) yang dikeluarkan pada tahun 1970, terdiri atas 7 indikator ekonomi dan 9 indikator social, masing-masing: 1. Harapan Hidup 2. Persentase penduduk di daerah sebanyak 20.000 atau lebih 3. konsumsi protein hewani per kapita per hari 4. Kombinasi tingkat pendidikan dasar dan menengah 5. Rasio pendidikan luar sekolah 6. Rata-rata jumlah orang per kamar 7. Sirkulasi surat kabar per 1000 penduduk 8. Persentase penduduk usia kerja dengan listrik, gas, air dan sebagainya 9. Produksi pertanian per pekerja pria di sector pertanian 10. Persentase tenaga kerja pria dewasa di pertanian 11. Konsumsi listrik, kw per kapita 12. Konsumsi baja, kg per kapita 13. konsumsi energi, ekuivalen kg batu bara per kapita 14. Persentase sector manufaktur dalam GDP 15. Perdagangan laur negeri per kapita 16. Persentase penerima gaji dan upah terhadap angkatan kerja. Beberapa indikator yang selama ini dipergunakan Indonesia, antara lain: Laju Peningkatan Pendapatan

Laju Penurunan Jumlah Kecamatan Miskin Laju Penurunan ketimpangan penerimaan pendapatan Laju penurunan kesenjangan harapan hidup Laju pengurangan angka kematian bayi Laju pengurangan melek huruf Laju penurunan pertumbuhan penduduk Komponen Dasar Pembangunan Dua dasawarsa terakhir dari abad kedua puluh menyaksikan kemajuan besar di berbagai belahan dunia. Namun pada dasawarsa yang terakhir jpula dapat disaksikan kemandekan dan kemunduran, bahkan di negara yang sebelumnya telah mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi pun mengalami hal yang sama. Jurang perbedaan serta kemunduran tajam ini banyak mengajarkan kepada kita tentang apa saja yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa ahli pembangunan, diantaranya adalah Prof. Goulet mengatakan bahwa setidaknya ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen dasar tersebut adalah kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom). Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus dicapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhankebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman. 1. Kecukupan, Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Kecukupan disini bukan hanya menyangkut makanan, melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Semua orang pasti punya kebutuhan dasar. Apa yang disebut sebagai kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu saja dari sekian banyak kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka muncullah kondisi keterbelakangan absolute. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari segala kesengsaraan dan ketidak berdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan.Atas dasar itulah kita bisa menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. 2. Jati diri, menjadi manusia seutuhnya adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar

sesuatu, dan seterusnya. Pencarian jati diri bukan suatu urusan yang sepele, karena jati diri itu sendiri bukan hal yang sepele. Sekali jati diri kita hilang, maka kita akan kehilangan segala-galanya. 3. Kebebasan dari sikap menghamba, adalah konsep kemerdekaan manusia. Kebebasan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Kebebasan di sini juga harus diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-ajaran yang dogmatis. Jika kita memiliki kebebsan itu berarti untuk selamanya kita mampu berpikir jernih dan menilai segala sesuatu atas dasar keyakinan, pikiran sehat, dan hati nurani kita sendiri. Kebebasan juga meliputi kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu atau sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia. Dengan adanya kebebasan, kita tidak semata-mata dipilih, melainkan kitalah yang akan memilih. Kesimpulan dari ketiga komponen dasar pembangunan seperti yang telah diuraikan sebelumnya yaitu bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin, melalui serangkaian kombinasi proses social, ekonomi dan institusional, demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Penutup Ekonomi Pembangunan merupakan bentuk perkembangan lebih lanjut dari ilmu ekonomi tradisional dan ilmu ekonomi politik. Selain mengulas soal alokasi sumberdaya seefisien mungkin dan pertumbuhan output agregat secara berkesinambungan dari waktu ke waktu, ekonomi pembangiunan juga menitik beratkan perhatiannya kepada berbagai mekanisme ekonomi, social, dan institusional yang harus diciptakan demi meningkatnya standar hidup penduduk. Setiap analisis realistis terhadap masalah-masalah pembangunan perlu ditopang dengan variablevariabel ekonomi yang ketat seperti halnya angka kepadatan penduduk, harga-harga dan tingkat tabungan. Semua variable ini sama pentingnya factor-faktor institusional non-ekonomi seperti pengaturan hak pemanfaatan tanah, pengaruh stratifikasi social dan kelas, struktur perkreditan, pendidikan dan kesejhatan serfta beberapa variable lainnya. Pembangunan ekonomi yang berusaha untuk meningkatkan output, menciptakan lapangan kerja, dan mengentaskan kemiskinan, seringkali gagal di masa-masa lampau hanya karena para ekonom dan perumus kebijakan lainnya lupa bahwa perekonomian nasional merupakan suatu system social utuh, yang terdiri dari kekuatan-kekuatan ekonomis dan non-ekonomis yang satu sama lain saling tergantung. Segenap kekuatan itu selalu berinteraksi, terkadang saling menunjang, tapi tidak jarang pula bersifat kontradiktif.

DAFTAR PUSTAKA Djojohadikusumo, Sumitro., Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Jakarta, 1994. Kotler, Philip; Somkid Jatusripitak; Suvit Maesincee, Pemasaran Keunggulan Bangsa, Jakarta, 1998. Kuncoro, Mudrajad, Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah, dan Kebijakan, Yogyakarta, 1997. Tambunan, Tulus T.H., Perekonomian Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996. Tjokroamidjojo, Bintoro; Mustopadidjaja, Pengantar Pemikiran tentang Teori dan Strategi Pembangunan nasional, Jakarta, 1984. Todaro, Michael. P., Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Keenam, Jakarta, 1998.

Share this:

Facebook Twitter

Like this:Like Be the first to like this post. Comments

1.

Yudi Wahyudi says: January 6, 2010 at 2:16 am Assalamualaikum, saya mengucapkan terimakasih atas tulisan ttg indikator pembangunan daerah ini, dapat memberikan referensi yang jelas. Semoga share ilmunya dapat barokah. amien. Salam Yudi Wahyudi. Reply

o

ovalhan says: January 7, 2010 at 4:46 am

trims..sudah buka blog ku..semoga bermanfaattermasuk share ilmunya Reply

o

Rahmaddin MY says: August 9, 2010 at 1:05 am trims..sudah buka blog ku..kita semua tentu saja dapat berharap memberikan setitik pengetahuan yang cukup berarti dan bermanfaat..semoga bermanfaattermasuk share ilmunya Reply

2.

Rusman R. Manik says: March 9, 2010 at 2:38 pm Sangat menarik. Bila semakin banyak kita yang berbagi seperti ini, mudah2an akan semakin memudahkan upaya meningkatkan SDM ya. Mantab Reply

o

Rahmaddin MY says: March 22, 2010 at 9:28 am amin..trims dah buka blog saya..mudah2mudahan Reply

3.

Ibrahim Hamid says: June 8, 2010 at 7:09 am Terimaksih Pak Ovalhanif, mohon izin untuk menggunakan sebagai salah satu referensi materi untuk mengajar dan kegiatan lainnya. Reply

o

Rahmaddin MY says: October 6, 2010 at 1:38 am trims..Pak,,sama-sama,,, Reply

4.

SWAMANDIRI.wordpress.COM says: July 20, 2010 at 12:53 am Postingan yang sangat bagus nih. Mantab. Informasi seperti ini sangat berguna untuk meningkatkan keMAMPUan para perencana pembangunan. Tapi, keMAMPUan saja ternyata tidak cukup ya. Aspek keMAUan juga harus ditingkatkan. Reformasi sistem Reward and Punishment di birokrasi sangat penting untuk meningkatkan aspek keMAUan mereka. Setelah mereka MAU merencanakan program pembangunan secara lebih baik, maka kinerja pembangunan akan lebih baik. Soalnya: Where there is a will (MAU), there is a way Reply

o

Rahmaddin MY says: August 9, 2010 at 1:03 am thanks..Pak atas komennya.. Reply

o

Rahmaddin MY says: October 6, 2010 at 1:38 am trims sdh mampir Pak..yang Bapak sampaikan memang benar adanyaAnda tau bahwa di PNS baik berprestasi atau tidak kenaikan gaji berkalanya hanya sekitar 25 ribu setiap tahun,,,trus sistem penganugerahan 5 tahun 10 tahun dan selanjutnya apabila si PNS usul untuk mendapatkan penghargaan..lucu

khanharusnya kita sedikit demi sedikit beralih kepada konsep birokrat yang berjiwa enterpreneurship..semoga.. Reply

5.

dina says: October 20, 2010 at 3:40 am mksh y atas tulisannya,,,smg bs brkrya lg:-) Reply

6.

sahlul says: December 24, 2010 at 1:32 am ijin pak ngutip, sy juga lagi nulis thanks, bapak ada email pak ? Reply

o

Rahmaddin MY says: December 24, 2010 at 8:56 am trims dah nge buka blogku.,email di [email protected] Reply

7.

cici says: March 7, 2011 at 1:25 pm terima kasih share ilmunya, Pak. Barangkali Bapak juga punya tulisan atau referensi terkait penyusunan indeks (terutama indeks pembangunan kota), saya sangat berharap bisa di-pubish juga. Reply

o

Rahmaddin MY says: April 3, 2011 at 8:52 pm bu cici..mohon maaf baru di replay..beberapa waktu terakhir saya cukup sibuk..trims sudah berkunjung Reply

8.

Idil Sinapoy Timang says: September 16, 2011 at 9:18 pm makasih banyak sy ucapkan pada penulis krna tulisan anda sangat memudahkan sy dlm mengerjakan tugas kuliah sy Reply

Leave a Replyguest

Enter your comment here...

Guest Log In Log In Log In

Email (required) (Not published) Name (required) Website

Please log in to WordPress.com to post a comment to your blog.

You are commenting using your Twitter account. ( Log Out )

You are commenting using your Facebook account. ( Log Out ) Cancel Connecting to %s Notify me of follow-up comments via email. Notify me of new posts via email.Post Comment

124

0

1319963797 1

PERENCANAAN STRATEGIS (STRATEGIC PLANNING) Ketimpangan Pembangunan Desa dan Kota

Pemanfaatan IPM dalam Pembangunan Daerah Written by Administrator Thursday, 07 August 2008 04:28 Dr. HAMONANGAN RITONGA PEMANFAATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 1. Umum Indikator pembangunan manusia (IPM) merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah. Indikator ini dipopulerkan oleh United Nations Development Program

(UNDP) melalui Laporan Pembangunan Manusis (Human Development Report-HDR) yang diterbitkan pertamakali pada tahun 1990 (NHDR, 1990). Sejak tahun 1990, UNDP mengadopsi suatu paradigma baru mengenai pembangunan , yang disebut Pradigma Pembangunan Manusia (PPM). Hal ini berbeda dengan paradigma pembangunan sebelumnya, yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang menempatkan pendapatan (diukur dengan GNP atau GDP per kapita) sebagai ukuran hasil pembangunan. Namun demikian konsep PPM dapat dianggap sebagai suatu konsep yang lebih komprehensif karena disamping memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek non-ekonomi, juga memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek ekonomi. PM merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur upaya program pembangunan dari aspek manusia. IPM mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap paling mendasar, yaitu usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak. Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang konsep, komponen-komponen, metode penghitungan, dan peranan IPM untuk program pembangunan daerah. Disamping itu, dalam makalah ini disajikan IPM antar propinsi untuk tahun 1999 dan 2002. 2. Konsep Pembangunan Manusia Menurut UNDP (1990:1), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk mempebesar pilihan-pilihan bagi manusia (a process of enlarging peoples choices). Dari definisi ini dapat dtarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu nedara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana dikutip dari UNDP (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya adalah: - Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian; - Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka; oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja; - Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusis tersebut secara optimal; - Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan; dan - Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya. Untuk itu diperlukan suatu indikator komposit yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara berkelanjutan. IPM adalah suatu indikator pembangunan manusia yang diperkenalkan UNDP pada tahun 1990. Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga aspek tersebut berkaitan dengan peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan hidup layak (decent lving). Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas; dan hidup

layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada Purchasing Power Parity (paritas daya beli dalam rupiah). 2. Metode Penghitungan IPM Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di Indonesia disusun berdasarkan tiga komponen indeks, yaitu: 1) indeks angka harapan hidup ketika lahir; 2) indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah (rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun keatas di seluruh jenjang pendidkan formal yang dijalani) dan angka melek huruf Latin atau lainnya terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih); dan indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP-Purchasing Power Parity/paritas daya beli dalam rupiah). IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus: IPM = (X1+X2+X3)/3 dimana: X1 = angka harapan hidup X2 = tingkat pendidikan X3 = tingkat kehidupan yang layak Secara detail, prosedur penghitungan IPM dapat dilihat dalam publikasi Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001 (BPS, Bappenas, dan UNDP, 2001: 154-1560.) 3. Penutup IPM merupakan indikator penting yang dapat digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah. Dalam hal ini IPM dianggap sebagai gambaran dari hasil program pembangunan yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Demikian juga kemajuan program pembangunan dalam suatu periode dapat diukur dan ditunjukkan oleh besaran IPM pada awal dan akhir periode tersebut. IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah yang mempunyai dimensi yang sangat luas, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelelektualitas dan standar hidup layak. IPM tidak hanya mengukur pembangunan dari aspek ekonomi saja (diukur dengan kemampuan daya beli terhadap berbagai macam barang dan jasa yang diperlukan untuk mendukung kehidupan yang lebih baik), tetapi juga mengukur pembangunan dari aspek non-ekonomi (diukur dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dan pengetahuan dan ketarmpilan yang dimiliki yang semakin tinggi). Dalam perencanaan pembangunan, IPM juga berfungsi dalam memberikan tuntunan dalam menentukan prioritas dalam merumuskan kebijakan dan menentukan program.Hal ini juga merupakan tuntunan dalam mengalokasikan anggaran yang sesuai dengankebijakan umum yang telah ditentukan oleh pembuat kebijakan dan pengambil keputusan. Namun demikian, karena IPM merupakan indeks komposit , dalam perencanaan dan evaluasi

pembangunan, indikator ini masih perlu didukung indikator-indikator lainnya, baik indikator sektoral maupun indikator lintas sektoral.

4. Referensi Human Development Report (1990). Published for the United Nations Development Program (UNDP). New York, Oxford: Oxford University Press Human Development Report (1995). Published for the United Nations Development Program (UNDP). New York, Oxford: Oxford University Press BPS, Bappenas, dan UNDP (2001). Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001: Menuju Konsensus Baru: Demokrasi dan Membangunan Manusia di Indonesia. Jakarta:BPS, Bappenas dan UND. Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (1998). Manual Teknis Operasional Pengembangan dan Pemanfaatan Indeks Pembangunan Manusia dalam Perencanaan Daerah. Jakarta: Ditjen Bangda

Indikator Pembangunan Berkelanjutan di IndonesiaOleh Dewan Redaksi

Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan

berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam WorldConservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature andNatural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WorldCommission on Environment and Development - WCED). PBB memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Konsep Pembangunan Berkelanjutan ini kemudian dipopulerkan melalui laporan WCED berjudul Our CommonFuture (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada 1987. Laporan ini mendefi nisikan Pembangunan Berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi

kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Di dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan penting.

Pertama, gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial kaum miskin sedunia yang harus diberi prioritas utama. Kedua, gagasan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus dituangkan dalam gagasan keberlanjutan di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan dating untuk menikmati dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar Pembangunan berkelanjutan). Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga pilar tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan. Idealnya, ketiga hal tersebut dapat berjalan bersama-sama dan menjadi focus pendorong dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam buku Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21 (Buku 1) Sarosa menyampaikan bahwa pada era sebelum pembangunan berkelanjutan digaungkan, pertumbuhan ekonomi merupakan satu-satunya tujuan bagi dilaksanakannya suatu pembangunan tanpa mempertimbangkan aspek lainnya. Selanjutnya pada era pembangunan berkelanjutan saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap Negara. Pada setiap tahap, tujuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar pertimbangan aspek-aspek yang semakin komprehensif dalam tiap tahapannya. Tahap pertama dasar pertimbangannya hanya pada keseimbangan ekologi. Tahap kedua dasar pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial. Tahap ketiga, semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat. Tahapan-tahapan ini digambarkan sebagai evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, seperti dalam Gambar 1 berikut ini.

Indikator / Kriteria Pembangunan Berkelanjutan0 Januari 2009 pukul 1Phase

1 Phase 2 Phase 3

Berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka indikator pembangunan berkelanjutan tidak akan terlepas dari aspek-aspek tersebut diatas, yaitu aspek ekonomi, ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Djajadiningrat (2005) dalam buku Suistanable Future: Menggagas Warisan Peradaban bagi Anak Cucu, Seputar Pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat, menyatakan bahwa dalam pembangunan yang berkelanjutan terdapat aspek keberlanjutan yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Keberlanjutan Ekologis 2. Keberlanjutan di Bidang Ekonomi 3. Keberlanjutan Sosial dan Budaya 4. Keberlanjutan Politik 5. Keberlanjutan Pertahanan Keamanan Prof. Otto Soemarwoto dalam Sutisna (2006), mengajukan enam tolok ukur pembangunan berkelanjutan secara sederhana yang dapat digunakan baik untuk pemerintah pusat maupun di daerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam pelaksanaan proses pembangunan berkelanjutan. Keenam tolok ukur itu meliputi: pro lingkungan hidup; pro rakyat miskin; pro kesetaraan jender; pro penciptaan lapangan kerja; pro dengan bentuk negara kesatuan RI dan harus anti korupsi, kolusi serta nepotisme. Berikut ini penjelasan umum dari masing-masing tolok ukur.

Tolok ukur pro lingkungan hidup (pro-environment) dapat diukur dengan berbagai indikator. Salah satunya adalah indeks kesesuaian,seperti misalnya nisbah luas hutan terhadap luas wilayah (semakin berkurang atau tidak), nisbah debit air sungai dalam musim hujan terhadap musim kemarau, kualitas udara, dan sebagainya. Berbagai bentuk pencemaran lingkungan dapat menjadi indikator yang mengukur keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan. Terkait dengan tolok ukur pro lingkungan ini, Syahputra (2007) mengajukan beberapa hal yang dapat menjadi rambu-rambu dalam pengelolaan lingkungan yang dapat dijadikan indikator, yaitu:

Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi secara benar menurut kaidah ekologi. Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi potensi lestarinyaserta upaya mencari pengganti bagi sumberdaya takterbarukan(non-renewable resources). Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi pencemaran. Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan (carrying capacity).

Tolok ukur pro rakyat miskin (pro-poor) bukan berarti anti orang kaya. Yang dimaksud pro rakyat miskin dalam hal ini memberikan perhatian pada rakyat miskin yang memerlukan perhatian khusus karena tak terurus pendidikannya, berpenghasilan rendah, tingkat kesehatannya juga rendah serta tidak memiliki modal usaha sehingga daya saingnya juga rendah. Pro rakyat miskin dapat diukur dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau HumanDevelopment Index (HDI) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) atau Human Poverty Index (HPI) yang dikembangkan PBB. Kedua indikator ini harus dilakukan bersamaan sehingga dapat dijadikan tolok ukur pembangunan yang menentukan. Nilai HDI dan HPI yang meningkat akan dapat menunjukkan pembangunan yang pro pada rakyat miskin. Tolok ukur pro kesetaraan jender/pro-perempuan (pro-women), dimaksudkan untuk lebih banyak membukakesempatan pada kaum perempuan untuk terlibat dalamarus utama pembangunan. Kesetaraan jender ini dapatdiukur dengan menggunakan Gender-related.Develotmenta.Index (GDI) dan Gender Empowerment Measure (GEM) untuk suatu daerah.Jika nilai GDI mendekati HDI, artinyadi daerah tersebut hanya sedikitterjadi disparitas jender dan kaumperempuan telah semakin terlibat dalam proses pembangunan.

Tolok ukur pro pada kesempatan hidup atau kesempatan kerja (pro-livelihood opportunities) dapat diukur dengan menggunakan berbagai indikator seperti misalnya indikator demografi (angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja, dan sebagainya), index gini, pendapatan perkapita, dan lain-lain. Indikator Kesejahteraan Masyarakat juga dapat menjadi salah satu hal dalam melihat dan menilai tolok ukur ini

Tolok ukur pro dengan bentuk negara kesatuan RI merupakan suatu keharusan, karena pembangunanberkelanjutan yang dimaksud adalah untuk bangsaIndonesia yang berada dalam kesatuan NKRI. Tolok ukur anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dilihat dari berbagai kasus yang dapat diselesaikanserta berbagai hal lain yang terkait dengan gerakan anti KKNyang digaungkan di daerah bersangkutan.Buah pemikiran pakar lingkungan ini sejalan denganbuah pemikiran beberapa konseptor pembangunan berkelanjutan yang dirangkum oleh Gondokusumo (2005),dimana disebutkan syarat-syarat yang perlu dipenuhi untuktercapainya proses pembangunan berkelanjutan (Tabel1). Syarat-syarat tersebut secara umum terbagi dalam 3 indikator utama, yaitu:

1.

2.

3.

Pro Ekonomi Kesejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui teknologi inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan. Pro Lingkungan Berkelanjutan, maksudnya etika lingkungan non antroposentris yang menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non material. Pro Keadilan Sosial, maksudnya adalah keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumberdaya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan

Budimanta (2005) menyatakan, untuk suatu proses pembangunan berkelanjutan, maka perlu diperhatikan hal hal sebagai berikut:

1.

2.

3.

4.

Cara berpikir yang integratif. Dalam konteks ini, pembangunan haruslah melihat keterkaitan fungsional dari kompleksitas antara sistem alam, sistem sosial dan manusia di dalam merencanakan, mengorganisasikan maupun melaksanakan pembangunan tersebut. Pembangunan berkelanjutan harus dilihat dalam perspektif jangka panjang. Hingga saat ini yangbanyak mendominasi pemikiran para pengambilkeputusan dalam pembangunan adalah kerangkapikir jangka pendek, yang ingin cepat mendapatkanhasil dari proses pembangunan yang dilaksanakan.Kondisi ini sering kali membuat keputusan yangtidak memperhitungkan akibat dan implikasi padajangka panjang, seperti misalnya potensi kerusakanhutan yang telah mencapai 3,5 juta Ha/tahun, banjiryang semakin sering melanda dan dampaknya yangsemakin luas, krisis energi (karena saat ini kita telahmenjadi nett importir minyak tanpa pernah melakukanlangkah diversifi kasi yang maksimal ketika masih dalamkondisi surplus energi), moda transportasi yang tidakberkembang, kemiskinan yang sulit untuk diturunkan,dan seterusnya. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati, untuk memastikan bahwa sumberdaya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa mendatang. Yang tak kalah pentingnya adalah juga pengakuan dan perawatan keanekaragaman budaya yang akan mendorong perlakukan yang merata terhadap berbagai tradisi masyarakat sehingga dapat lebih dimengerti oleh masyarakat. Distribusi keadilan sosial ekonomi. Dalam konteks ini dapat dikatakan pembangunan berkelanjutan menjamin adanya pemerataan dan keadilan sosial yang ditandai dengan meratanya sumber daya lahan dan faktor produksi yang lain, lebih meratanya akses peran dan kesempatan kepada setiap warga masyarakat, serta lebih adilnya distribusi kesejahteraan melalui pemerataan ekonomi

Peran Tata Ruang Dalam Pembangunan Kota Berkelanjutan Terkait dengan pembangunan perkotaan, maka kota yang menganut paradigma pembangunan berkelanjutan dalam rencana tata ruangnya merupakan suatu kota yang nyaman bagi penghuninya, dimana akses ekonomi dan sosial budaya terbuka luas bagi setiap warganya untuk memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan interaksi sosial warganya serta kedekatan dengan lingkungannya. Menurut Budimanta (2005), bila kita membandingkan wajah kota Jakarta dengan beberapa kota di Asia maka akan terlihat kontras pembangunan yang dicapai. Singapura telah menjadi kota taman, Tokyo memiliki moda transportasi paling baik di dunia, serta Bangkok sudah berhasil menata diri menuju keseimbangan baru ke arah kota dengan menyediakan ruang yang lebih nyaman bagi warganya melalui perbaikan moda transportasinya. Perbedaan terjadi karena Jakarta menerapkan cara pandang pembangunan

konvensional yang melihat pembangunan dalam konteks arsitektural, partikulatif dalam konteks lebih menekankan pada aspek fisik dan ekonomi semata. Sedangkan ketiga kota lainnya menerapkan cara pandang pembangunan berkelanjutan dalam berbagai variasinya, sehingga didapatkan kondisi ruang kota yang lebih nyaman sebagai ruang hidup manusia di dalamnya.

Menurut Budihardjo (2005), rencana tata ruang adalah suatu bentuk kebijakan publik yang dapat mempengaruhi keberlangsungan proses pembangunan berkelanjutan. Namun masih banyak masalah dan kendala dalam implementasinya dan menimbulkan berbagai konfl ik kepentingan. Konflik yang paling sering terjadi di Indonesia adalah konfl ik antar pelaku pembangunan yang terdiri dari pemerintah (public sector), pengusaha atau pengembang (private sector), profesional (expert), ilmuwan (perguruan tinggi), lembaga swadaya masyarakat, wakil masyarakat, dan segenap lapisan masyarakat. Konfl ik yang terjadi antara lain: antara sektor formal dan informal atau sektor modern dan tradisional di perkotaan terjadi konfl ik yang sangat tajam; proyek urban renewal sering diplesetkan sebagai urban removal; fasilitas publik seperti taman kota harus bersaing untuk tetap eksis dengan bangunan komersial yang akan dibangun; serta bangunan bersejarah yang semakin menghilang berganti dengan bangunan modern dan minimalis karena alasan ekonomi. Dalam kondisi seperti ini, maka kota bukanlah menjadi tempat yang nyaman bagi warganya. Kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan cenderung dikibarkan sebagai slogan yang terdengar sangat indah, namun kenyataan yang terjadi malah bertolak belakang. Terkait dengan berbagai konfl ik tersebut, maka beberapa usulan yang diajukan Budihardjo (2005) untuk meningkatkan kualitas perencanaan ruang, antara lain: 1. 2. 3. Orientasi jangka panjang yang ideal perlu disenyawakan dengan pemecahan masalah jangkapendek yang bersifat inkremental, dengan wawasan pada pelaksanaan atau action oriented plan. Penegakan mekanisme development control lengkap dengan sanksi (disinsentif) bagi berbagai jenis pelanggaran dan insentif untuk ketaatan pada peraturan. Penataan ruang secara total, menyeluruh dan terpadu dengan model-model advocacy, participatory planning dan over-the-board planning atau perencanaan lintas sektoral, sudah saatnya dilakukan secara konsekuendan konsisten. Perlu peningkatan kepekaan sosio kultural dari para penentu kebijakan dan para professional (khususnya di bidang lingkungan binaan) melalui berbagai forum pertemuan/diskusi/ceramah/publikasi, baik secara formal maupun informal. Perlu adanya perhatian yang lebih terhadap kekayaan khasanah lingkungan alam dalam memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efi sien. Keunikan setempat dan kearifan lokal perlu diserap sebagai landasan dalam merencanakan dan membangun kota, agar kaidah a city as a social workof art dapat terejawantahkan dalam wujud kota yang memiliki jati diri. Fenomena globalization withlocal fl avour harus dikembangkan untuk menangkal penyeragaman wajah kota dan tata ruang. Disamping enam usulan tersebut tentunya implementasi indikator-indikator pembangunan berkelanjutan yang berpijak pada keseimbangan pembangunan dalam sedikitnya 3 (tiga) pilar utama, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial harus menjadi dasar pertimbangan sejak awal disusunnya suatu produk rencana tata ruang kota/wilayah.

4.

5. 6.

Sumber Bacaan:Budihardjo, E. Konfl ik Tata Ruang dan Pluralisme Budaya dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. 2005. Budimanta, A. Memberlanjutkan Pembangunan di Perkotaan melalui Pembangunan Berkelanjutan dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. 2005. Gondokusumo, MD. Keberlanjutan Kawasan Kota: Perspektif Kemiskinan Lingkungan dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. 2005. Indonesia Center for Suistanable Development (ICSD). Suistanable Future: Menggagas Warisan Peradaban bagi Anak Cucu, Seputar Pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat. 2005. Soegijoko, BTS, Napitupulu, GC, dan Mulyana. W (Editor). Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21, Konsep dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia (Buku 1). 2005. Urban and Regional Development Institute dan Yayasan Sugijanto Soegijoko. Jakarta. Sutisna, N. Enam Tolok Ukur Pembangunan Berkelanjutan. 2006. TEMPO Interaktif. Syahputra, B. Sekilas Tentang Pembangunan Berkelanjutan.

Account,Username

Password

Ingat sayaLogin

Forgot your password? Forgot your username? Create an accountcom_user login L2tvbXVuaXRhcy 1

Sign in with Facebook

Update Artikel

Indahnya Memimpin Tanpa Dendam Mari Wujudkan Pemilukada Buton yang Demokratis, Sukses, Aman dan Damai Runtuhnya Ke-Sholehan Sosial Dampak Buruk Televisi Prestise Tuan Rumah Sulit Kalahkan Nur Alam Makna Penghargaan Presiden bagi Sultra KOMPETENSI DAN MORALITAS Kedudukan Hukum Penahanan dan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Menyoroti Air Bersih di Kota Kendari Memprihatinkan, Eskalasi Kriminalitas Berdayakan Rakyat Lewat Kredit Mikro Berbasis Sosial Pembangunan Statis, Kepala Daerah Terkategori Gagal Memperingati Hari Perempuan Internasional (International Womens Day) Urgensi Pendidikan Seks Bagi Kaum Remaja Muna Dalam Utang, Pertanda Ada yang Tidak Beres Setetes Asa Dari Kacip Mete Spirit Pertahankan Prestasi Kota Kapan Kendari Bisa Gemerlap? Cara mengubah tampilan facebook

ShoutMixView shoutbox

Pembangunan Statis, Kepala Daerah Terkategori Gagal

Ditulis oleh Rakmat Kamis, 17 Maret 2011 02:26 0 Oleh : LAODE MUHAMMAD RAMADAN Pemerhati Masyarakat Terpinggirkan

Seorang kepala daerah, baik itu bupati, walikota mapun gubernur, merupakan pengendali, pengatur, dan motor penggerak dari berbagai macam urusan baik itu terkait dengan masalah pemerintahan, sosial kemasyarakatan, maupun urusan pembangunan di daerah. Dari berbagai kewenangan kepala daerah itu, seorang bupati, walikota, atau gubernur akan dianggap gagal bila keberadaanya hanya memamerkan dirinya sebagai seorang pemimpin tanpa dibarengi dengan berbagai terobosan kinerja, utamanya terobasan dalam membangun daerahnya. Pengalaman menunjukkan bahwa salah satu syarat yang diperlukan untuk menunjukkan tingginya tingkat keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah yaitu dimulai dari mantapnya pemahaman dari para aparat terkait makna dari indikator-indikator dan variabel-variabel pembangunan. Pemahaman yang memadai tentang indikator pembangunan daerah ini akan mengakibatkan semakin terarahnya pelaksanaan pembangunan dan semakin tingginya responsi masyarakat dalam menyukseskan dan mencapai sasaran yang telah ditargetkan. Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis, bukan dilihat sebagai konsep statis yang selama ini sering dianggap sebagai suatu kesalahan yang wajar. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan sebenarnya merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Setiap orang bisa saja mengartikan istilah pembangunan secara berbeda sesuai dengan seleranya sendiri, sehingga pada akhirnya definisi tentang pembangunanpun sedemikian banyak dan berbeda satu sama lain. Namun demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan

mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan terjadinya perubahan secara total suatu masyarakat atau penyesuaian system sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada didalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, baik secara material maupun spiritual. Upaya pembangunan suatu daerah atau Negara diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita, atau popular disebut strategi pertumbuhan ekonomi (kajian ekonomi makro). Mengukur Pembangunan Pembangunan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu dibutuhkan indikator sebagai tolok ukur terjadinya pembangunan. Secara garis besar, indikator pembangunan dikelompokkan menjadi dua yakni indikator ekonomi, dan indikator sosial. Variabel yang termasuk dalam indikator ekonomi meliputi GNP/GDP perkapita, growth (pertumbuhan), perubahan struktur ekonomi, kesempatan kerja, dan pengangguran. GNP/GDP per Kapita yaitu GNP/GDP dibagi dengan jumlah penduduk. GNP/GDP adalah nilai akhir barang dan jasa yang berhasil diproduksi oleh suatu perekonomian (masyarakat) pada suatu periode waktu tertentu (biasanya satu tahun). Jika GNP/GDP tersebut dibagi dengan jumlah penduduk maka didapatkan GNP/GDP per kapita. Kelemahan dari indikator ini, tidak memasukkan produksi yang tidak melalui pasar seperti jasa ibu rumah tangga, transaksi barang bekas, kerusakan lingkungan, dan masalah distribusi pendapatan. Growth (pertumbuhan), yaitu perubahan output (GNP/GDP) yang terjadi selama satu kurun waktu tertentu (satu tahun). Terkait perubahan struktur ekonomi, hal ini untuk mengukur tingkat kemajuan struktur produksi (Pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa). Peranan sektor pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sektor-sektor manufaktur dan jasa, yang secara sengaja senantiasa diupayakan agar terus berkembang. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya berfokus pada upaya untuk menciptakan industrialisasi secara besar-besaran sehingga kadangkala mengorbankan kepentingan pembangunan sektor perrtanian dan daerah pedesaan pada umumnya. Sementara variabel yang termasuk dalam indikator sosial adalah indeks mutu hidup (IMH) dan human development index (HDI). Indeks Mutu Hidup (IMH) merupakan indeks gabungan dari harapan hidup pada usia 1 tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf. Untuk masing-masing indikator, kinerja ekonomi suatu negara dinyatakan

dalam skala 1 hingga 100, dimana 1 merupakan kinerja terjelek, sedangkan 100 adalah kinerja terbaik. Sedangkan Human Development Index (HDI) merupaka tingkatan pembangunan manusia. Komponen Dasar Pembangunan Dalam melakukan kegiatan pembangunan di daerah, seorang kepala daerah setidaknya harus memiliki basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki. Setidaknya, ada tiga komponen dasar yang harus diketahui yakni kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem), dan kebebasan (freedom). Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus dicapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman. Kecukupan merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Kecukupan disini bukan hanya menyangkut makanan, namun mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Semua orang pasti punya kebutuhan dasar. Apa yang disebut sebagai kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu saja dari sekian banyak kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka muncullah kondisi keterbelakangan absolute. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari segala kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar itulah kita bisa menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. Jati diri. Pencarian jati diri bukan suatu urusan yang sepele, karena jati diri itu sendiri bukan hal yang sepele. Sekali jati diri kita hilang, maka kita akan kehilangan segalagalanya. Menjadi manusia seutuhnya adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya. Kebebasan. Kebebasan dari sikap menghamba adalah konsep kemerdekaan manusia. Kebebasan disini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Kebebasan disini juga harus diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-ajaran yang dogmatis. Jika kita memiliki kebesan itu berarti untuk selamanya kita mampu berpikir jernih dan menilai segala sesuatu atas dasar keyakinan, pikiran sehat, dan hati nurani kita sendiri. Kebebasan juga meliputi kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu atau sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia. Dengan adanya kebebasan, kita tidak semata-mata dipilih, melainkan kitalah yang akan memilih.

Dalam membangun daerah, seorang kepala daerah juga harus merdeka dari berbagai tekanan, baik itu tekanan partai politik pendukung, tekanan tim sukses maupun tekanan lain yang membuat pincang jalannya roda pemerintahan dan pembangunan di daerah. Seorang kepala daerah yang bekerja di bawah tekanan partai politik atau bekerja atas kemauan dan kehendak tim sukses/pihak-pihak tertentu, maka kepala daerah tersebut akan kaku dalam memimpin dan bisa berimbas ke hal yang lebih fatal yakni kepala daerah yang mandul, tidak punya wibawa, tidak punya taring/cakar dalam bertindak dan takut dalam melakukan terobosan pembangunan. Kesimpulan dari tulisan ini adalah bila seorang kepala daerah, baik itu bupati, walikota maupun gubernur tidak mampu membangun baik itu berupa pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik, maka bupati, walikota atau gubernur tersebut telah gagal mengemban amanah rakyat. Indikator umum dari kegagalan itu bisa berupa rendahnya kesempatan kerja, tingginya angka pengangguran, tidak adanya investasi, tinggginy