imunisasi pd3i

33
IMUNISASI A. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia adalah : 1. Difteri Difteri adalah yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang berakibat kematian. 2. Pertusis Pertusis disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui tetesan-tetesan 1

Upload: indah-laily

Post on 27-Oct-2015

310 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

IMUNISASI

A. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia adalah :

1. Difteri

Difteri adalah yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium

diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan

pernafasan. Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan,

hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul

selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri

dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang

berakibat kematian.

2. Pertusis

Pertusis disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah

penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri

Bordetella pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui tetesan-

tetesan kecil yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit

adalah pilek, mata merah, bersin, demam dan batuk ringan yang

cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah pneumonia bacterialis

yang dapat menyebabkan kematian.

3. Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani

yang menghasilkan kotoran yang masuk ke dalam luka yang

1

dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai

kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat

dan demam. Pada bayi terdapat juga gejala berhenti menetek

(sucking) antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir. Gejala

berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku.

Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia

dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian.

4. Tuberculosis

Adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa

(disebut juga batuk darah). Penyakit ini menyebar melalui

pernapasan lewat bersin atau batuk. Gejala awal penyakit adalah

lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat

pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus,

nyeri dada dan (mungkin) batuk darah. Gejala lain tergantung pada

organ yang diserang. Tuberculosis dapat menyebabkan kelemahan

dan kematian.

5. Campak

Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Myxovirus viridae

measles. Disebarkan melalui udara sewaktu droplet bersin atau

batuk dari penderita. Gejala awal penyakit adalah demam, bercak

kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah). Selanjutnya

timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh

2

dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat,

peradangan pada telinga dan infeksi saluran nafas (pneumonia).

6. Poliomyelitis

Merupakan penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan

oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1,

2, atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah anak dibawah umur

15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (Acute Flaccid Paralysis

/ AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja)

yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam,

nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit.

Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak

segera ditangani.

7. Hepatitis B

Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit adalah

dari darah dan produksinya melalui suntikan yang tidak aman,

melalui transfusi darah, dari ibu ke bayi selama proses persalinan

atau melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak seringkali

subklinis dan biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala infeksi

klinis akut yang ada adalah merasa lemah, gangguan perut dan

gejala lain seperti flu. Urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat.

Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit. Penyakit

3

ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatic, kanker

hati dan menimbulkan kematian.

B. Jenis dan Sifat Vaksin

Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman,

komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau

dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh

seseorang.

1. Penggolongan Vaksin

Vaksin dapat digolongkan menurut sensitifitas terhadap suhu. Ada

2 golongan yaitu :

a. Vaksin yang sensitive terhadap beku (freeze Sensitive/FS),

yaitu: Vaksin DPT, DT(pada usia sekolah), TT(untuk ibu hamil),

Hepatitis B dan DPT-HB.

b. Vaksin yang sensitive terhadap panas (Heat Sensitive/HS),

yaitu: Vaksin campak, polio dan BCG.

2. Jenis –jenis vaksin

Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin

di Indonesia adalah :

a. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)

1) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan terhadap tuberculosis.

2) Cara pemberian dan dosis

4

Sebelum disuntikkan vaksin harus dilarutkan terlebih

dahulu dengan menggunakan alat suntik steril (ADS

5ml).

Dosis pemberian : 0,05 ml, sebanyak 1 kali

Disuntikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas

(insertion musculus deltoideus), dengan menggunakan

ADS 0,05 ml

Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum

lewat 3 jam.

3) Kontra indikasi

Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti :

eksim, furunkulosis dan sebagainya.

Mereka yang sedang menderita TBC.

4) Efek samping

Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat

umum seperti demam 1-2 minggu kemudian akan timbul

indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah

menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak

perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan

meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi

pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher,

terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam.

5

Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan

menghilang dengan sendirinya.

b. Vaksin DPT

1) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri,

pertusis dan tetanus.

2) Cara pemberian dan dosis

Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar

suspensi menjadi homogen.

Disuntikkan secara intra muskuler dengan dosis

pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.

Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis

selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4

minggu (1 bulan).

3) Kontra indikasi

Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru

lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan

kontra indikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala

parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus

dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan

imunisasinya dapat diberikan DT.

4) Efek samping

6

Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas,

demam, kemerahan pada tempat suntikan, kadang-kadang

terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas dan

memacu yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.

c. Vaksin TT

1) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.

2) Cara pemberian dan dosis

A. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu

agar suspensi menjadi homogen.

B. Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2

dosis primer yang disuntikkan secara intramuscular atau

subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan

interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga

setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan

kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur,

maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis keempat dan

kelima diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah

pemberian dosis ketiga dan ke empat. Imunisasi TT

dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan

bahkan pada trimester pertama.

3) Kontra indikasi

7

Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT.

4) Efek samping

Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala –

gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan

bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam.

d. Vaksin DT

1) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan

tetanus.

2) Cara pemberian dan dosis

Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar

suspensi menjadi homogen.

Disuntikkan secara intramuscular atau subkutan dalam,

dengan dosis pemberian 0,5 ml.

Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun. Untuk usia

8 tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin

Td.

3) Kontra indikasi

Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT

4) Efek samping

Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi

sementara dan kadang-kadang gejala demam.

e. Vaksin Polio

8

1) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis.

2) Cara pemberian dan dosis

Diberikan secara IM, 1 dosis 0,5 ml/ pemberian, dengan

interval setiap dosis minimal 4 minggu

3) Kontra indikasi

Pada individu yang menderita immune deficiency. Tidak ada

efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian vaksin

polio pada anak yang sedang sakit.

4) Efek samping

Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping

berupa paralysis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang

terjadi (kurang dari 0,17 : 1000.0000; Bull WHO 66:1988).

f. Vaksin Campak

1) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.

2) Cara pemberian dan dosis

Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu

harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia

yang berisi 5 ml cairan pelarut.

Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan

pada lengan kiri atas, pada usia 9 - 11 bulan dan ulangan

(booster) pada usia 6 - 7 tahun (kelas 1 SD) setelah

9

catch-up campaign campak pada anak Sekolah Dasar

kelas 1-6.

3) Kontra indikasi

Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau

individu yang diduga menderita gangguan respon imun

karena leukemia, lymphoma.

4) Efek samping

Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan

kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari

setelah vaksinasi.

g. Vaksin Hepatitis B

1) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang

disebabkan oleh virus hepatitis B.

2) Cara pemberian dan dosis

Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu

agar suspensi menjadi homogen.

Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB

PID, pemberian suntikan secara intra muskuler,

sebaiknya pada anterolateral paha.

Pemberian sebanyak 3 dosis, dosis pertama diberikan

pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval

minimum 4 minggu (1 bulan)

10

3) Kontra indikasi

Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya

seperti vaksin-vaksin lain. Vaksin ini tidak boleh diberikan

kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang.

4) Efek samping

Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan

pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang

terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

h. Vaksin DPT/HB

1) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,

tetanus, pertusis dan hepatitis B.

2) Cara pemberian dan dosis

Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak

3 dosis.

Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya

dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan).

3) Efek samping

Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan

pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang

terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

I. PERALATAN RANTAI VAKSIN

11

Yang dimaksud dengan peralatan rantai vaksin adalah seluruh

peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan

prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan.

A. Jenis Peralatan Rantai Vaksin

1. Lemari Es

Berdasarkan system pendinginannya, lemari es dibagi 2, yaitu :

Sistem kompresi dan absorbsi. Perbedaan kedua system tersebut

adalah :

Sistem Kompresi Sistem Absorbsia. Lebih cepat dinginb. Mengg

unakan kompresor sebagai mekanik yang dapat menimbulkan aus

c. Hanya dengan listrik AC/DC

d. Bila terjadi kebocoran panda system mudah diperbaiki

a. Pendinginan lebih lambat

b. Tidak menggunakan mekanik sehingga tidak ada bagian yang bergerak sehingga tidak ada aus

c. Dapat dengan listrik AC/DC atau nyala api minyak tanah/gas

d. Bila terjadi kebocoran panda system tidak dapat diperbaiki

Bila suhu panda lemari es sudah stabil antara +20 C sampai dengan +80 C, maka posisi thermostat jangan dirubah-rubah BERI SELOTIP

Merubah thermostat bila suhu pada lemari es dibawah +20 C atau diatas +80 C.

Perubhaan thermostat tidak dapat merubah suhu lemari es dalam sesaat.

Perubahan suhu dapat diketahui setelah 24 jam

12

Menurut bentuk pintunya, lemari es dibagi dua : buka atas dan buka

depan. Perbedaan antara bentuk pintu buka depan dan bentuk pintu

buka ke atas.

Bentuk buka dari depan Bentuk buka dari atasa. Suhu tidak stabil. Pada

saat pintu lemari es dibuka ke depan maka suhu dingin dari atas akan turun kebawah dan ke luar.

b. Bila listrik pada relative tidak dapat bertahan lama

c. Jumlah vaksin yang dapat ditampung sedikit

d. Susunan vaksin menjadi mudah dan vaksin terlihat jelas dari samping.

a. Suhu lebih stabil. Pada saat pintu lemari es dibuka ke atas maka suhu dingin dari atas akan turun ke bawah dan tertampung.

b. Bila listrik padam relative suhu dapat bertahan lama.

c. Jumlah vaksin yang dapat ditampung lebih banyak

d. Penyusunan vaksin agak sulit karena vaksin bertumpuk dan tidak jelas dilihat dari atas.

2. Vaccine carrier / thermos

Vaccine carrier/thermos adalah alat untuk mengirim/membawa

vaksin dari puskesmas ke posyandu atau tempat pelayanan

imunisasi lainnya yang dapat mempertahankan suhu +20 C

sampai dengan +80 C.

3. Kotak dingin cair

Adalah wadah plastic berbentuk segi empat yang diisi dengan

air yang kemudian didinginkan pada es selama 24 jam.

13

A. Pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Definisi KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang

terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada kejadian tertentu

lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik

pasca vaksinasi rubella), atau sampai 6 bulan (infeksi virus campak

vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien

imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).

1. Klasifikasi KIPI (WHO)

a. Reaksi Vaksin (Vaccine reaction)

Induksi vaksin (vaccine reaction); instrisik vaksin vs individu

potensiasi vaksin (vaccine potentiated): gejala timbul dipicu

oleh vaksin.

Kejadian disebabkan atau dipicu oleh vaksin walaupun

diberikan secara benar

Disebabkan oleh sifat dasar dari vaksin.

b. Kesalahan program

Sebagain besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah

program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi

ksalahan program penyimpanan, pengelolaan dan tata laksana

pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada

berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:

Dosis antigen (terlalu banyak)

Lokasi dan cara penyuntikan

14

Sterilisasi spuit dengan jarum

Jarum bekas pakai

Tindakan aseptik dan antiseptik

Kontaminasi vaksin dan alat suntik

Penyimpanan vaksin

Pemakaian sisa vaksin

Jenis dan jumlah pelarut vaksin

Tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk

pemakaian, indikasi kontra, dll)

c. Kebetulan (Coincidental)

Kejadian terjadi setelah imunisasi tapi tidak disebabkan oleh

vaksin. Indikator faktor kebetulan ditemukannya kejadian yang

sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat

dengan karakter serupa tetapi tidak mendapat imunisasi.

d. Reaksi Suntikan (Injectio Reaction)

Kejadian yang disebabkan oleh rasa takut/gelisah atau sakit dari

tindakan penyuntikan dan bukan dari vaksin. Reaksi suntikan

langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada

tempat suntik, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung

misalnya rasa takut, pusing, mual.

e. Penyebab tidak diketahui, Penyebab kejadian tidak dapat

ditetapkan.

2. Gejala Klinis KIPI

15

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan

dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan syaraf

pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi

makin berat gejalanya.

3. Surveilans KIPI

Surveilans KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespon kasus

KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negative

imunisasi untuk kesehatan individu dan pada program imunisasi.

Hal ini adalah merupakan indikator kualitas program.

Kegiatan surveilans KIPI meliputi:

Mendeteksi, memperbaiki dan mencegah kesalahan program.

Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar pada

batch vaksin atau merek vaksin tertentu.

Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI merupakan

koinsidens (suatu kebetulan)

Menimbulkan kepercayaan masyarakat pada program imunisasi

dan memberi respons yang tepat terhadap perhatian orang

tua/masyarakat tentang keamanan imunisasi di tengah

kepedulian (masyarakat dan professional) tentang adanya risiko

imunisasi.

Memperkirakan angka kejadian KIPI (rasio KIPI) pada suatu

populasi.

16

Pelaporan KIPI

Hal-hal perlu diperhatikan pada pelaporan :

Identitas: nama anak, tanggal dan tahun lahir (umur) jenis

kelamin, nama orang tua dan alamat harus jelas.

Jenis vaksin yang diberikan, dosis, nomor batch, siapa yang

memberikan vaksin sisa disimpan dan diperlukan seperti vaksin

yang masih utuh.

Nama dokter yang bertanggung jawab.

Adakah KIPI pada imunisasi terdahulu.

Gejala klinis yang timbul dan atau diagnosis (bila ada) bila tidak

terdeteksi dalam kolom tertulis. Pengobatan yang diberikan dan

perjalanan penyakit, (sembuh, dirawat atau meninggal).

Sertakan hasil laboratorium yang pernah dilakukan. Tulis juga

apabila terdapat penyakit lain yang menyertai.

Waktu pemberian imunisasi (tanggal, jam)

Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui, berapa lama

interval waktu antara pemberian imunisasi dengan terjadinya

KIPI.

Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh.

Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI (kronologis)

Adakah tuntutan dari keluarga.

Hal-hal yang dipandang perlu dilaporkan KIPI yaitu;

a. KIPI yang harus dilaporkan 24 jam pasca imunisasi

17

- Reaksi anafilaktoid (reaksi hipersensitivitas akut)

- Anafilaksis

- Menangis yang tidak berhenti selama > 3 jam (persistent

inconsolable screaming).

- Hypotonic hyporesponsive episode

- Toxic shock syndrome

b. KIPI yang harus dilaporkan 5 hari pasca imunisasi

- Reaksi lokal hebat

- Sepsis

- Abses pada bekas suntikan (infeksi/steril).

c. KIPI yang harus dilaporkan 30 hari pasca imunisasi

KIPI terjadi dalam 30 hari setelah imunisasi (satu gejala atau

lebih).

- Ensalopati

- Kejang

- Meningitis aseptic

- Trombositopenia

- Lumpuh layu (acute flaccid paralysis)

- Meninggal, dirawat di RS

- Reaksi lokal yang hebat

- Abses didaerah suntikan

- Neuritis Brakhial

Hal-hal yang dipandang perlu dilaporkan/wajib untuk dilaporkan :

18

KIPI yang harus dilaporkan3 bulan pasca imunisasi

- Lumpuh layu (acute flaccid paralysis)/ polio : 4-30

hari.

- Neuritis brakhialis : tetanus 2-28 hari

KIPI yang harus dilaporkan 1-12 bulan pasca imunisasi

- Limfadenitis

- Dissemnated BCG-itis

- Osteitis/Osteomielitis.

KIPI yang harus dilaporkan pasa imunisasi (tanpa batas waktu)

- Semua kematian

- Semua penerima vaksin yang dirawat

- Semua kejadian berat dan tidak biasa (diduga berhubungan

dengan imunisasi oleh petugas atau masyarakat)

4. Tatalaksana Kasus KIPINo KIPI Gejala Tindakan Keterangan1 Vaksin

Reaksi Lokal ringan

Nyeri, eritema, bengkak di daerah bekas suntikan,1 cm

Timbul , 48 jam setelah imunisasi

Kompres hangat

Jika nyeri mengganggu dapat diberikan parasetamol ½-1 tablet

Pengobatan dapat dilakukan oleh guru UKS atau orang tua

Reaksi lokal berat (jarang terjadi)

Eritema/indurasi >8 cm

Nyeri, bengkak dan manifestasi sistemik

Kompres hangat

Parasetamol ½-1 tablet

Reaksi Arthus

Nyeri, bengkak, indurasi dan edema

Terjadi akibat reimunisasi pada

Kompres Parasetamol

½-1 tablet Dirujuk dan

dirawat di RS

19

pasien dengan kadar antibody yang masih tinggi

Timbul beberapa jam dengan puncaknya 12-36 jam setelah imunisasi

Reaksi umum (sistemik)

Demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala dan menggigil

Berikan minum hangat dan selimut

Parasetamol -1 tablet

Kolaps/keadaan seperti syok

Episode hipotonik hiporesponsif

Anak tetap sadar tetapi tidak bereaksi terhadap rangsangan

Pada pemeriksaan frekuensi, amplitude nadi serta tekanan darah tetap dalam batas normal.

Rangsang dengan wangian atau bahan yang merangsang

Bila belum dapat diatasi dalam waktu 30 menit segera rujuk ke Puskesmas terdekat

Sindrom Gullain-Barre (jarang terjadi)

Lumpuh layu, simetris, asendens (menjalar keatas) biasanya tungkai bawah.

Ataksia Penurunan

refleksi tendon Gangguan

menelan Gengguan

pernafasan Parestesi Meningimus Tidak demam Peningkatan

protein dalam cairan serebrospinal

Rujuk segera ke RS untuk perawatan dan pemeriksaan labih lanjut

Perlu untuk survey AFP

20

tanpa pleositosis Terjadi antara 5

hari-6 minggu setelah imunisasi

Perjalanan penyakit dari 1 s/dan 3-4 hari

Prognosis umumnya baik

Neuritis brakial (Neuropati pleksus brakilalis)

Nyeri di dalam terus menerus pada daerah bahu dan lengan atas

Terjadi 7 jams/dan 3 minggu setelah imunisasi

Parasetamol ½-1 tablet

Bila gejala menetap rujuk ke RS untuk fisioterapi

Syok anafilaksis

Terjadi mendadak Gejala klasik,

kemerahan merata, edem.

Urtikaria, sembab pad kelopak mata, sesak, nafas berbunyi

Jantung berdebar kencang

Anak pingsan/tidak sadar

Dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa diketahui gejala lain.

Suntikan adrenalin 1:1000, dosis 1-0,3 ml

Jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1amp) secaraintravena/intramuscular

Segera pasang infuse NaCL 0,9% 12 tetes/menit

Rujuk ke RS terdekat

2 Tatalaksana ProgramAbses dingin

Bengkak dan keras, nyeri daerah bekas suntikan. Terjadi karena vaksin disuntikan masih dingin

Kompres hangat

Parasetamol ½-1 tablet

Jika tidak ada perubahan hubungi puskesmas terdekat

21

PembengKakan

Bengkak disekitar bekas suntikan

Terjadi karena penyuntikan kurang dalam

Kompres hangat

Jika tidak ada perubahan hubungi puskesmas terdekat

Sepsis Bengkak disekitar suntikan

Demam Terjadi karena

jarum suntik tidak steril

Gejala timbul 1 minggu atau lebih setelah peyuntikan

Kompres hangat

Parasetamol ½-1 tablet

Rujuk ke RS terdekat

Tetanus Kejang, dapat disertai dengan demam, anak tetap sadar

Rujuk ke RS terdekat

Kelumpuhan/kelemahan otot

Lengan sebelah (daerah yang disuntik), tidk bias digerakan

Terjadi karena daerah penyuntikan salah (bukan pertengahan muskulus deltoid)

Rujuk ke RS terdekat untuk fisioterapi.

3 Faktor penemu/pejamuAlergi Pembengkakan

bibir dan tenggorokan, sesak nafas eritema, papula terasa gatal

Tekanan darah menurun

Suntikan dexametason 1 amp im/iv. Jika berlanjut pasang infuse NaCL 0,9% 12 tetes/menit

Tanyakan pada orang tua adakah penyakit alergi

Faktor psikologis

Ketakutan Berteriak Pingsan

Tenangkan penderita. Beri minum air hangat

Beri

Sebelum penyuntikan guru sekolah dapat memberikan

22

wewangian/alcohol

pengertian dan menenangkan murid.Bila berlanjut hubungi puskesmas

Koinsidens (faktor kebetulan)

Gejala penyakit terjadi secara kebetulan bersamaan dengan waktu imunisasi

Gejala dapat berupa salah satu gejala KIPI tersebut diatas atau bentuk lain

Tangani penderita sesuai gejala

Cari informasi apakah ada kasus lain di sekitarnya pada anak yang tidak di imunisasi

Kirim ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut

23