imunisasi hb2

95
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat berharga yang harus dipelihara dan ditingkatkan melalui suatu upaya kesehatan. WHO sebagai organisasi kesehatan dunia mencanangkan MDGs sebagai langkah nyata pembangunan kesehatan. Terdapat 3 poin dari MDGs yang menerangkan pentingnya kesehatan pada pembangunan sumber daya manusia, yaitu: 1 1. Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 4. Menurunkan Kematian Anak 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu 6. Mengendalikan HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit menular lainnya. 7. Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup 8. Mengembangkan Kemitraan Pembangunan di Tingkat Global Paradigma sehat adalah salah satu cara pandang dan atau suatu konsep dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang 1

Upload: renita-ramadhany

Post on 28-Nov-2015

82 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat berharga yang harus dipelihara dan

ditingkatkan melalui suatu upaya kesehatan. WHO sebagai organisasi kesehatan dunia

mencanangkan MDGs sebagai langkah nyata pembangunan kesehatan. Terdapat 3 poin dari

MDGs yang menerangkan pentingnya kesehatan pada pembangunan sumber daya manusia,

yaitu:1

1. Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan

2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua

3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

4. Menurunkan Kematian Anak

5. Meningkatkan Kesehatan Ibu

6. Mengendalikan HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit menular lainnya.

7. Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup

8. Mengembangkan Kemitraan Pembangunan di Tingkat Global

Paradigma sehat adalah salah satu cara pandang dan atau suatu konsep dalam

menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang dalam pelaksanaannya sepenuhnya

menerapkan pengertian dan atau prinsip-prinsip pokok kesehatan. Konsep paradigma sehat

berarti mencegah lebih baik daripada mengobati dan pemberdayaan pada masyarakat agar

dapat berperilaku sehat, hidup dalam lingkungan yang sehat.Paradigma sehat berisi tentang

upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat Indonesia, yang

meliputi pembangunan berwawasan kesehatan, profesionalisme, jaminan kesehatan

1

masyarakat dan desentralisasi. Penerapan paradigma sehat sebagai kebijakan pembangunan

kesehatan 2010-2014, yaitu :

1. Visi pembangunan kesehatan di Indonesia menurut Depkes yaitu:2

“MASYARAKAT YANG SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN”

2. Misi pembangunan kesehatan di Indonesia menurut Depkes, yaitu:2

a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya

kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.

b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan

yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.

c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.

d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

3. Sasaran strategi pembangunan kesehatan 2010-2014 di Indonesia:2

a. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat.

b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular.

c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar

tingkat sosial ekonomi serta gender.

d. Meningkatnya penyediaan anggaran public untuk kesehatan dalam rangka

mengurangi risiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk,

terutama penduduk miskin.

e. Menigkatnya PHBS pada tingkat rumah tangga dari 50% menjadi 70%

f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di DTPK.

g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular.

h. Seluruh kabupaten/kota melaksanakan SPM.

Salah satu tujuan MDGs adalah mengendalikan HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit

menular lainnya. Saat ini lebih dari 350 juta pasien karier virus Hepatitis B di dunia, dimana

2

75% berada di Asia dan Pasifik Barat. Vaksinasi Hepatitis B yang efektif telah tersedia

selama lebih dari 20 tahun, tetapi transmisi perinatal dan paparan terhadap virus pada awal

kehidupan merupakan sumber penularan utama. Asia Tenggara merupakan daerah endemik

infeksi virus Hepatitis B, Salah satunya adalah Indonesia dimana 8% atau lebih merupakan

karier Hepatitis B dan risiko infeksi selama hidup bervariasi dari 60-80%. Transmisi vertikal

merupaakan sumber infeksi utama di seluruh dunia.Insidensi hepatitis B cenderung

meningkat tiap tahunnya.

Imunisasi Hepatitis B memegang peranan penting untuk mencegah infeksi ini

terutama pada bayi. Infeksi pada kelompok umur ini akan menyebabkan infeksi kronik dan

pada akhirnya bisa berkembang menjadi sirosis hepar dan karsinoma hepar dan dapat

meneyebarkan infeksi kepada orang lain. Pencegahan pertama pada imunisasi bayi berumur

0-7 hari. Sebab itu penting untuk mengevaluasi cakupan program imunisasi tersebut.

Dari Puskesmas Mungkid, cakupan jumlah bayi diimunisasi Hepatitis B2 94 %

sedangkan target yang ditetapkan dinkes Kabupaten Magelang sebesar 95 %. Dari 14 desa di

wilayah Mungkid, salah satu pencapaian rendah ditemukan di Desa Ambartawang yaitu

terdapat sasaran 51 bayi lahir hidup per tahun tetapi selama bulan Januari-Februari hanya

terdapat 28 bayi yang diimunisasi Hepatitis B2, didapatkan hasil cakupan desa Ambartawang

pada bulan tersebut sebesar 18%. Hal tersebut menjadi suatu masalah karena cakupan

imunisasi Hepatitis B2 di Desa Ambartawang kurang dari target Dinkes Kabupaten

Magelang.

Berdasarkan data tersebut di atas, maka penulis ingin mengevaluasi mengapa masih

terdapat bayi yang tidak diimunisasi Hepatitis B2 saat berumur 1-2 bulan di desa

Ambartawang tersebut selama periode bulan Januari-Februari 2012.

3

I.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah mengenai

faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kurangnya jumlah cakupan program imunisasi

hepatitis B2 di Desa Ambartawang.

I.3 TUJUAN

I.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui, mengidentifikasi, menganalisis pemecahan masalah serta melakukan

evaluasi mengenai kurangnya cakupan program imunisasi Hepatitis B2 yang terdapat di

wilayah kerja Puskesmas Ambartawang, secara menyeluruh sehingga dapat

meningkatkan perlindungan imunitas dalam masyarakat dalam tujuan mengendalikan

HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit menular lainnya yang merupakan salah satu tujuan

MDGs.

I.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui masalah kurangnya cakupan program imunisasi Hepatitis B2 di Desa

Ambartawang.

Mampu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya cakupan

program imunisasi Hepatitis B2 di Desa Ambartawang.

Mampu menyelesaikan masalah mengenai program imunisasi Hepatitis B2 di

Desa Ambartawang.

I.4 Manfaat Kegiatan

I.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa

1. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan

Masyarakat.

4

2. Memperoleh pengalaman dalam program-program puskesmas salah satunya

adalah imunisasi.

3. Melatih kemampuan berkomuniasi dan berinteraksi dengan masyarakat.

4. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan masalah yang ada.

5. Menerapkan ilmu yang telah didapatkan sebelumnya untuk dapat melakukan

evaluasi program.

I.4.2 Manfaat bagi Puskesmas

1. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas untuk dapat semakin meningkatkan

kinerja program imunisasi Hepatitis B2.

2. Mengetahui cakupan pemberian imunisasi Hepatitis B2 di Desa Ambartawang

kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.

3. Membantu puskesmas dalam mengidentifikasi penyebab dari kurang berhasilnya

upaya puskesmas dalam hal pemberian imunisasi Hepatitis B2.

4. Membantu puskesmas dalam memberikan alternatif penyelesaian terhadap

masalah pemberian imunisasi Hepatitis B2.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Tentang Imunisasi Hepatitis B

1. Definisi Imunisasi Hepatitis B3,4

Kata imun berasal dari bahasa latin imunitas yang berarti pembebasan

(kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka

terhadap kewajiban terhadap warga biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah

ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan

terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah

suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel – sel serta produk zat – zat yang

dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda

asing seperti kuman – kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh

(Badan Litbangkes, 2008).

Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen ke dalam tubuh, maka

sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut antibodi. Pada umumnya

reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat karena tubuh belum

mempunyai pengalaman terhadap antigen yang masuk, tetapi pada reaksi yang kedua,

ketiga dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen

tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam

jumlah yang lebih banyak, itulah sebabnya pada beberapa jenis penyakit yang dianggap

berbahaya dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai

6

tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut atau seandainya

terkenapun tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Badan Litbangkes, 2008).

Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada seseorang untuk melindunginya dari

beberapa penyakit tertentu. Imunisasi merupakan upaya untuk mencegah penyakit lewat

peningkatan kekebalan tubuh seseorang (Badan Litbangkes, 2008).

Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk

mencegah penularan penyakit hepatitis B. Word Health Organization (WHO) melalui

program The Expanded Program on Immunization (EPI) merekomendasikan pemberian

vaksinasi terhadap 7 jenis antigen penyakit sebagai imunisasi rutin di Negara

berkembang, yaitu BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B.

Imunisasi ada dua macam yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi

aktif adalah pemberian kuman atau racun yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan

tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri contohnya imunisasi

hepatitis B, sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga

kadar antibodi dalam tubuh meningkat contohnya peningkatan ATS (Anti Tetanus

Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan, contoh lain adalah yang terdapat

pada bayi baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari Ibunya

terhadap campak (Depkes RI, 2004).

Data statistik menunjukkan makin banyak penyakit menular bermunculan dan

senantiasa mengancam kesehatan. Setiap tahun di seluruh dunia ratusan ibu, anak – anak

dan dewasa meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah, hal ini

dikarenakan kurangnya informasi tentang pentingnya imunisasi. Bayi – bayi yang baru

lahir, anak – anak usia muda yang bersekolah dan orang dewasa sama – sama memiliki

resiko terserang penyakit – penyakit menular yang mematikan seperti, hepatitis B,

dipteri, tetanus, thypus, radang selaput otak dan masih banyak penyakit lainnya yang

7

sewaktu – waktu muncul dan mematikan, untuk itu salah satunya pencegahan yang

terbaik dan sangat vital agar bayi –bayi tersebut terlindungi hanya dengan melakukan

imunisasi (Khalidatnnur & Masriati, 2007).

Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam mencegah

penyakit dan merupakan upaya preventif yang mendapatkan prioritas. Sampai saat ini

ada tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat,

walaupun sebagian anak dapat bertahan dan kebal. Ketujuh penyakit tersebut

dimasukkan dalam program imunisasi yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio,

campak dan hepatitis B (Mirzal, 2008).

Imunisasi hepatitis B pada bayi adalah upaya memberikan stimulan kepada tubuh

agar secara efektif membentuk antibodi terhadap virus hepatitis B (anti–HBs). Program

imunisasi hepatitis B dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan kematian

sebesar 80 -90% (Idwar, 2000).

2. Program imunisasi Hepatitis B di Indonesia5

Imunisasi hepatitis B pada individu dimaksudkan agar individu membetuk

antibodi yang ditunjukan untuk mencegah infeksi oleh virus hepatitis B. Tujuan utama

pemberian imunisasi hepatitis B yaitu untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

yang disebabkan oleh infeksi hepatitis B dan manifestasinya, secara tidak langsung

menurunkan angka kesakitan dan kematian karena kanker hati dan pengerasan hati

(Depkes RI 2000).

Pemberian imunisasi hepatitis B sesuai dengan jadwal imunisasi rekomendasi

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2010 berdasarkan status HBsAg pada saat

ibu melahirkan. Bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan status HBsAg yang tidak

diketahui, diberikan vaksin rekombinan (HB Vax-II 5μg atau engerix B 10 μg) atau

vaksin plasma derived 10 mg secara intra muscular dalam waktu 12 jam setelah lahir.

8

Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dosisi ketiga diberikan pada umur 6 bulan.

Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui HBsAg ibu positif diberikan segera 0,5

HBIF sebelum usia anak satu minggu. Bayi baru lahir dari Ibu HBsAg positif dalam

waktu 12 jam setelah lahir dberikan 0,5 ml BIG dan vaksin rekombinan (HB Vax-II 5 mg

atau engerix B 10 mg) intra muscular disisi tubuh yang berlainan. Dosis kedua di berikan

1-2 bulan sesudahnya dan dosis ketiga pada usia 6 bulan. Bayi yang lahir dengan HBsAg

negatif diberikan vaksin rekombinan (HB Vax-II dengan dosisi minimal 2,5 μg atau

engerix B 10μg, vaksin plasma derived dengan dosisi 10μg intar muscular saat lahir

sampai 2 bulan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan dan dosisi ketiga diberikan 6 bulan

setelah dosis pertama. Adapun jadwal pelaksanaan program imunisasi nasional adalah

sebagai berikut.

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Program Imunisasi Nasional5

Umur Vaksin Tempat

Bayi lahir dirumah

0 Bulan (0-7 hari) HB1 Dirumah

1 Bulan BCG Posyandu

2 Bulan HB2 Posyandu

3 Bulan HB2, DPT1, Polio1 Posyandu

4 Bulan HB3, DPT2. Polio2 Posyandu

9 Bulan Campak dan Polio 4 Posyandu

Bayi lahir di RS/Bidan praktek

0 Bulan (0-7hari) HB1, Polio1, BCG RS/Bidan Praktek

2 Bulan HB2, DPT1, Polio 2 Posyandu

3 Bulan HB3, DPT2, Polio 3 Posyandu

9

4 Bulan DPT3, Polio 4 Posyandu

9 Bulan Campak Posyandu

Sumber : Depkes RI

3. Pelayanan imunisasi di Posyandu6

Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan bila ada petugas

kesehatan Puskesmas. Jenis pelayanan imunisasi yang diberikan yang sesuai program,

baik untuk bayi, balita maupun untuk ibu hamil, yaitu : BCG, DPT, hepatitis B,

campak, polio, dan tetanus toxoid.

Terselenggaranya pelayanan Posyandu melibatkan banyak pihak. Adapun tugas

dan tanggungjawab masing-masing pihak dalam menyelenggarakan Posyandu adalah

sebagai berikut.

a. Kader6

Sebelum hari buka Posyandu, antara lain:

i. Menyebarluaskan hari buka Posyandu melalui pertemuan warga setempat.

ii. Mempersiapkan tempat pelaksanaan Posyandu.

iii. Mempersiapkan sarana Posyandu.

iv. Melakukan pembagian tugas antar kader.

v. Berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya.

vi. Mempersiapkan bahan PMT penyuluhan.

Pada hari buka Posyandu, antara lain:

i. Melaksanakan pendaftaran pengunjung Posyandu.

ii. Melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang berkunjung ke Posyandu.

iii. Mencatat hasil penimbangan di buku KIA atau KMS dan mengisi buku register

Posyandu.

iv. Pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS.

v. Melaksanakan kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan dan gizi sesuai

dengan hasil penimbangan serta memberikan PMT.

vi. Membantu petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan dan KB sesuai

kewenangannya.

vii. Setelah pelayanan Posyandu selesai, kader bersama petugas kesehatan

melengkapi pencatatan dan membahas hasil kegiatan serta tindak lanjut.

10

Di luar hari buka Posyandu, antara lain:

i. Mengadakan pemutakhiran data sasaran Posyandu: ibu hamil, ibu nifas dan ibu

menyusui serta bayi dan anak balita.

ii. Membuat diagram batang (balok) SKDN tentang jumlah Semua balita yang

bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu, jumlah balita yang mempunyai

Kartu Menuju Sehat (KMS) atau Buku KIA, jumlah balita yang Datang pada hari

buka Posyandu dan jumlah balita yang timbangan berat badannya Naik.

iii. Melakukan tindak lanjut terhadap

a) Sasaran yang tidak datang.

b) Sasaran yang memerlukan penyuluhan lanjutan

iv. Memberitahukan kepada kelompok sasaran agar berkunjung ke Posyandu saat

hari buka.

v. Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat, dan menghadiri

pertemuan rutin kelompok masyarakat atau organisasi keagamaan.

b. Petugas Kesehatan6

Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas yang diwajibkan di Posyandu satu

kali dalam sebulan. Dengan perkataan lain kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas

tidak pada setiap hari buka Posyandu (untuk Posyandu yang buka lebih dari 1 kali

dalam sebulan). Peran petugas Puskesmas pada hari buka Posyandu antara lain

sebagai berikut:

i. Membimbing kader dalam penyelenggaraan Posyandu.

ii. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan Keluarga Berencana di langkah 5

(lima). Sesuai dengan kehadiran wajib petugas Puskesmas, pelayanan

kesehatan dan KB oleh petugas Puskesmas hanya diselenggarakan satu kali

sebulan. Dengan perkataan lain jika hari buka Posyandu lebih dari satu kali

dalam sebulan, pelayanan tersebut diselenggarakan hanya oleh kader Posyandu

sesuai dengan kewenangannya.

iii. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling kesehatan, KB dan gizi kepada

pengunjung Posyandu dan masyarakat luas.

iv. Menganalisa hasil kegiatan Posyandu, melaporkan hasilnya kepada Puskesmas

serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai

dengan kebutuhan Posyandu.

v. Melakukan deteksi dini tanda bahaya umum terhadap Ibu Hamil, bayi dan

anak balita serta melakukan rujukan ke Puskesmas apabila dibutuhkan.

11

4. Prosedur imunisasi hepatitis B

a. Penyimpanan vaksin di puskesmas7

i. Vaksin di simpan di refrigerator/kulkas pada suhu 2-8°C.

ii. Susunan dus vaksin dalam refrigator diberi jarak antara 2 jari untuk pertukaran

udara.

iii. Vaksin FS (Freeze Sensitive = DPT, HB , DT, TT) diletakkan jauh dengan

evaporator. Vaksin HS (Heat Sensitive = Polio, Campak, BCG) diletakkan dekat

dengan evaporator.

iv. Refrigerator dibuka seminimal mungkin setiap harinya untuk menjaga stabilitas

suhu penyimpanan.

v. Suhu dipantau setiap hari (Pagi dan sore)

vi. Lakukan pemeliharaan lemari es (harian, mingguan dan bulanan)

b. Prosedur kerja7

Tabel 2. Tahapan prosedur kerja imunisasi hepatitis B

Tahap Prosedur

i. Tahap prainteraksi

a) Melakukan verifikasi data tentang program pemberian yang akan dilakukan

b) Mencuci tanganc) Menyiapkan obat imunisasi dengan mengecek jenis dan tanggal

kadaluarsa obat imunisasid) Menempatkan alat didekat pasien dengan benare) Menjaga privacy pasien f) Atur pencahayaan yang baik

ii. Tahap orientasi

a) Memberikan salam kepada pasien dan keluargab) Mengklarifikasi nama pasien yang akan diimunisasic) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga atau pasiend) Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukane) Melibatkan keluarga dalam pemberian imunisasi

iii.Tahap kerja a) Menggunakan sarung tangan bersihb) Mengatur posisi pasien, sesuai tempat penyuntikan yaitu :Umur Jadwal imunisasi dan tempat0 hari Imunisasi Hepatitis B

(vastus lateralis kanan)0 bulan Imunisasi BCG

(area deltoid kanan)2 bulan Imunisasi Polio (IVP) 1            dan        DPT-Hepatitis B 1

(vastus lateralis kanan)                   (vastus lateralis kiri)3 bulan Imunisasi Polio (IVP) 2            dan        DPT-Hepatitis B 2

(vastus lateralis kanan)                         (vastus lateralis kiri)4 bulan Imunisasi Polio (IVP) 3            dan        DPT-Hepatitis B 3

(vastus lateralis kanan)                       (vastus lateralis kiri)9 bulan Imunisasi Polio (IVP) 4            dan        Campak

12

(vastus lateralis kanan)                         (area deltoit kiri)c) Memasang perlak dan pengalasnyad) Menentukan tempat penyuntikan dengan benar sesuai dengan jenis dan

imunisasinya (lihat tabel diatas)e) Membebaskan daerah yang akan dinjeksi dari pakaianf) Membersihkan kulit dengan kapas alkohol, melingkar dari arah dalam

ke luar dan kapas alkohol dibuang kebengkokg) Mengambil obat imunisasi dan membuka penutup spuith) Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk metenggangkan kuliti) Memasukan spuit berisi obat imunisasi :o Sudut 90° dari permukaan kulit, kedalaman jarum 2/3 dari seluruh

panjang jarum untuk imunisasi pada area vastus lateralis untuk imunisasi Hepatitis B, DPT dan IPV

o Sudut 45° dari permukaan kulit untuk imunisasi area deltoid (subcutan) yaitu imunisasi Campak

o Sudut 15° dari permukaan kulit untuk imunisasi daerah deltoid yaitu BCG (intra kutan)

j) Melakukan aspirasi untuk imunisasi lewat IM (vastus lateralis) dan SC (deltoid)

k) Memasukkan obat imunisasi secara perlahanl) Mencabut jarum dari tempat penusukanm)Menekan daerah penusukan dengan kapas desinfektan untuk imunisasi

kecuali imunisasi BCG cukup diisap secara perlahann) Membuang spuit kedalam bengkok

iv. Tahap terminasi

a) Melakukan evaluasi tindakanb) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnyac) Mengakhiri kegiatan dengan mengembalikan bayi atau anak kepada

orang tuanyad) Membereskan alate) Mencuci tangan

v. Dokumentasi a) Nama pasienb) Jenis imunisasic) Pemberian ked) Respon pasiene) Hari tanggal jam dan pemasanganf) Paraf petugas kesehatan

Tinjauan Tentang Penyakit Hepatitis B

1. Definisi Penyakit Hepatitis B

Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh

virus hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula

13

menyebabkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian (Laila Kusumawati,

2006).

Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi

atau keracunan.Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia

dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal

ini karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan

problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirrhosis hepatitis dan carcinoma

hepatocellulerprimer (Aguslina, 1997).

Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi

hepatitis bisa bersifat asimptomatik. Hepatitis ini umumnya lebih ringan dan lebih

asimptomatik pada yang lebih muda dari pada yang tua. Lebih dari 80% anak –

anak menularkan hepatitis pada anggota keluarga adalah asimptomatik, sedangkan

lebih dari tiga perempat orang dewasa yang terkena hepatitis A adalah simptomatik

(Tjokronegoro, 1999).

Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan

20% penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan

mengalami cirrhosis hepatic dan carcinoma hepatocullerprimer (hepatoma).

Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita

dimana respon imun belum berkembang secara sempurna. Pada saat ini

diperkirakan terdapat kira – kira 350 juta orang pengidap (carrier) HBsAg dan 220

juta (78%) terdapat di Asia termasuk Indonesia (Sulaiman, 1994, dalam Aguslina,

1997).

Prevalensi sedang berada di Eropa Timur, Rusia, dan Jepang sebesar 2 -

7% yang umumnya menyerang anak – anak. Prevalensi tinggi berada di wilayah

China, Asia Tenggara dan Afrika, dimana penularan terjadi umumnya pada bayi

baru lahir dengan endemisitas > 8%.8,9

2. Etiologi Hepatitis B

14

Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Virus ini pertama

kali ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen

Australia yang termasuk DNA virus.

Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut

dengan “Partikel Dane”.Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang

membungkus partikel inti (core). Pada partikel inti terdapat hepatitis B core antigen

(HBcAg) dan hepatitis B antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri

atas lipoprotein dan menurut sifat imunologiknya protein virus hepatitis B dibagi

menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr. Subtype ini secara epidemiologis

penting karena menyebabkan perbedaan geografik dan rasial dalam penyebarannya

(Aguslina, 1997).

3. Patogenesis

Berbagai mekanisme bagaimana virus hepatotropik merusak sel hati

masih belum jelas, bagaimana peran yang sesungguhnya dari hal – hal tersebut.

Informasi dari kenyataanya ini meningkatkan kemungkinan adanya perbedaan

patogenetik. Ada dua kemungkinan : (1) Efek simptomatik langsung dan (2)

adanya induksi dan reaksi imunitas melawan antigen virus atau antigen hepatosit

yang diubah oleh virus, yang menyebabkan kerusakan hepatosit yang di infeksi

virus. Organ hati pada tubuh manusia.

Pada hepatitis kronik terjadi peradangan sel hati yang berlanjut hingga

timbul kerusakan sel hati. Dalam proses ini dibutuhkan pencetus target dan

mekanisme persistensi. Pencetusnya adalah antigen virus, autogenetic atau

obat.Targetnya dapat berupa komponen struktur sel, ultrastruktur atau jalur

enzimatik.Sedangkan persistensinya dapat akibat mekanisme virus menghindar

15

dari sistem imun tubuh, ketidakefektifan respon imun atau pemberian obat yang

terus - menerus (Stanley, 1995).

4. Patofisiologi

Pada hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus

Hepatitis B (VHB) mula – mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel

hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam

sitoplasma virus Hepatitis B (VHB) melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan

nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di

dalam asam nukleat virus Hepatitis B (VHB) akan keluar dari nukleokapsid dan

akan menempel pada DNA hopses dan berintegrasi pada DNA tersebut.

Selanjutnya DNA virus hepatitis B (VHB) memerintahkan sel hati untuk

membentuk protein bagi virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah,

mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon

imunologik penderita terhadap infeksi. Gambaran patologis hepatitis akut tipe A,

B, Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut di seluruh bagian

hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel – sel hati dengan histosit

(Aguslina, 1997).

Perubahan morfologi hati pada hepatitis A, B dan non A dan B adalah

identik pada proses pembuatan billiburin dan urobulin. Penghancuran eritrosit

dihancurkan dan melepaskan Fe + Globulin + billiburin.Pengahancuran eritrosit

terjadi di limpa, hati, sum – sum tulang belakang dan jaringan limpoid.

a. Bilirubin I

Hasil penelitian eritrosit di lien adalah bilirubin I atau bilirubin

indirect.Bilirubin I masih terkait dengan protein.Di hati bilirubin I dipisahkan

16

protein dan atas pengaruh enzim hati, bilirubin I menjadi bilirubin II atau

hepatobilirubin.

b. Bilirubin II

Bilirubin dikumpulkan didalam vesica fellea (kandung empedu) dan dialirkan

ke usus melalui ductus choleiducus. Bilirubin yang keluar dari vesica fellea

masuk ke usus diubah menjadi stercobilin, kemudian keluar bersama feces lalu

sebagian masuk ke ginjal, sehingga disebut urobilinogen. Bila bilirubin terlalu

banyak dalam darah akan terjadi perubahan pada kulit dan selaput lendir

kemudian kelihatan menguning sehingga disebut ikterus (Tjokronegoro, 1999).

5. Manifestasi Klinis Hepatitis B

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis manefestasi klinis hepatitis

B dibagi dua, yaitu :8,9

a. Hepatitis B akut

Hepatitis B akut yaitu manefestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu

yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus

hepatitis B dari tubuh hospes. Hepatitis B akut terdiri atas 3, yaitu:

1) Hepatitis B akut yang khas

Bentuk hepatitis ini meliputi 95% penderita dengan gambaran ikterus yang

jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu, fase praikterik (prodromal),

gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia,

mual, nyeri di daerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap.

Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati, fase ikterik, gejala

demam dan gastrointestinal mulai tambah hebat, disertai hepatomegali dan

spinomegali. Timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu ke

17

dua. Setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes

fungsi hati abnormal dan fase penyembuhan, ditandai dengan menurunya

kadar enzim aminotransferase, pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa

nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.

2) Hepatitis Fulminan

Bentuk ini sekitar 1% dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar

mempunyai prognosa buruk dalam 7 – 10 hari, 50% akan berakhir dengan

kematian.

b. Hepatitis B kronik

Hepatitis B kronik yaitu kira – kira 5 -10% penderita hepatitis B akut akan

mengalami hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak

menunjukan perbaikan yang mantap (Aguslina, 1997)

6. Sumber dan Cara Penularan

a. Sumber Penularan Virus Hepatitis B

Sumber penularan berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa penderita virus,

feses, dan urine, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang

terkontaminasi virus hepatitis B.8,9

b. Cara penularan Virus Hepatitis B

Penularan virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu parenternal dimana

terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda

yang susah tercemar virus Hepatitis B dan pembuatan tato, kemudian secara non

parenteral yaitu karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus

18

hepatitis B. Secara epidemiologi penularan infeksi virus hepatitis B dari Ibu yang

HBsAg positif kepada anak dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal, dan

secara horizontal yaitu penularan infeksi virus Hepatitis B dari seseorang

pengidap virus kepada orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan

seksual (Aguslina, 1997)

7. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B

Faktor – faktor yang mempengaruhi penyakit Hepatitis B menurut Aguslina

(1997) dapat dibagi menjadi :

a. Faktor Host (Pejamu)

Faktor host adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat

mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit Hepatitis B yang meliputi:

1) Umur, dimana penyakit Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur.

Paling sering bayi dan anak (25,45%). Resiko untuk menjadi kronis menurun

dengan bertambahnya umur, dimana bayi pada 90% menjadi kronis, pada

anak usia sekolah 23 – 46% dan pada orang dewasa 3 – 10% (Aguslina,

1997).

2) Jenis Kelamin, wanita tiga kali lebih sering terinfeksi Hepatitis B dibanding

pria.

3) Mekanisme pertahanan tubuh, bayi baru lahir atau bayi dua bulan pertama

setelah lahir sering terinfeksi Hepatitis B, terutama pada bayi yang belum

mendapat imunisasi Hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum

berkembang sempurna.

4) Kebiasaan hidup, dimana sebagian besar penularan pada masa remaja

disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual,

pecandu obat narkotika suntikan, pemakaiantattoo, dan pemakaian akupuntur.

19

5) Pekerjaan, kelompok resiko tinggi untuk mendapatkan infeksi Hepatitis B

adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar

operasi, petugas laboratorium dimana pekerjaan mereka sehari – hari kontak

dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).

b. Faktor Agent

Penyebab Hepatitis B adalah Virus Hepatitis B (VHB). Berdasarkan sifat

imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,

ayw dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebaranya.

Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika dan Australia.Subtipe ayw terjadi di

Afrika Utara dan Selatan. Subtipe ayw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand,

Indonesia. Sedangkan subtipe adr terjadi di jepang dan China.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang

mempengaruhi perkembangan hepatitis B, yang termasuk faktor lingkungan

adalah lingkungan dengan sanitasi jelek daerah dengan prevelensi virus hepatitis

B (VHB) tinggi, daerah unit pembedahan, daerah unit laboratorium, daerah bank

darah, daerah tempat pembersihan, daerah dialias dan transplantasi, daerah unit

penyakit dalam.

8. Epidemiologi Hepatitis B

Prevelensi penyakit Hepatitis B di dunia terendah berada di benua Amerika

dan sebelah Eropa dimana sebesar kurang dari 2% populasi yang terinfeksi kronik

melalui peyalahgunaan obat – obatan injeksi, seksual tanpa pengaman dan faktor –

faktor penting yang lainnya. Prevelensi sedang berada di Eropa Timur, Rusia, dan

Jepang sebesar 2 -7 % yang umumnya menyerang anak – anak. Prevelensi tinggi

20

berada di wilayah China, Asia tenggara dan Afrika, dimana penularan terjadi

umumnya pada baru lahir dengan endemisitas > 8%.

9. Komplikasi

Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan

penyakit yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai

hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi

meskipun kronik persisten dan terjadi pada 5 % hingga 10% pasien. Akan tetapi

meskipun terlambat, pasien – pasien hepatitis kronik persisten akan sembuh kembali.

Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah

serangan awal. Kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum

alkohol dan aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata dan

tes fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah

baring biasanya akan segera di ikuti penyembuhan yang tidak sempurna.

Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah

perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering ditemukan, selain

itu juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab utama yang berkaitan

dengan patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B kronik dan sirosis terakit

dengan virus hepatitis C dan infeksi kronik telah dikaitkan pula dengan kanker hati

(Sylvia, 1995).

10. Prognosis

Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak

perlu menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan dengan

perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 – 3 tahun. Pada sebagian kasus

lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi keadaan yang

lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun

21

terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap asimptomatik dan jarang terjadi

kegagalan hati (Tjokronegoro, 1999).

Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu

survey dari 1.675 kasus dalam satu kelompok, ternyata satu dari delapan pasien yang

menderita hepatitis karena tranfusi (B dan C) meninggal sedangkan hanya satu

diantara dua ratus pasien dengan hepatitis A meninggal dunia (Tjokronegoro, 1999).

Di seluruh dunia ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B

meninggal dunia (WHO, 2005).

11. Penatalaksanaan Hepatitis B

Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus, akan tetapi secara umum

penatalaksanaan pengobatan hepatitis adalah sebagai berikut :8,9

a. Istirahat

Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat.Istirahat

mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan.Kecuali mereka

dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk.

b. Diet

Jika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah – muntah, sebaiknya

diberikan infus. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35

kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara

berangsur – angsur disesuaikan dengan nafsu makan klien yang mudah dicerna

dan tidak merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi garam/air).

c. Medikamentosa

Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billiburin

darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan,

22

dimana transaminase serum sudah kembali normal tetapi bilirubin masih

tinggal. Pada keadaan ini dapat dberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari,

jangan diberikan antimetik, jika perlu sekali dapat diberikan fenotiazin.

Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila

pasien dalam keadaan perkoma atau koma, penanganan seperti pada koma

hepatik (Arif, 2000).

d. Pencegahan Penularan Hepatitis B

Menurut Park ada lima pokok tingkatan pencegahan yaitu :

1) Health promotion

Health promotion yaitu dengan usaha penigkatan mutu kesehatan.

Health promotion terhadap host berupa pendidikan kesehatan,

peningkatan higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan sistem tranfusi

darah dan mengurangi kontak erat dengan bahan - bahan yang berpotensi

menularkan virus hepatitis B (VHB).

2) Specific protection

Specific protection yaitu perlindungan khusus terhadap penularan

hepatitis B dapat dilakukan melalui sterilisasi benda–benda yang tercemar

dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan yang

langsung bersinggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita

hepatitis, juga pada petugas kebersihan, penggunaan pakaian khusus

sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan

sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain itu perlu

dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (unit onkologi dan

dialisa) untuk menghindarkan kontak antara petugas kesehatan dengan

penderita dan juga imunisasi pada bayi baru lahir.

23

3) Early diagnosis and prompt treatment

Menurut Noor (2006), diagnosis dan pengobatan dini merupakan

upaya pencegahan penyakit tahap II. Sasaran pada tahap ini yaitu bagi

mereka yang menderita penyakit atau terancam akan menderita suatu

penyakit. Tujuan pada pencegahan tahap II adalah :

a) Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui pemeriksaan berkala

pada sarana pelayanan kesehatan untuk memastikan bahwa seseorang

tidak menderita penyakit hepatitis B, bahkan gangguan kesehatan

lainnya.

b) Melakukan screening hepatitis B (pencarian penderita penyakit

Hepatitis) melalui suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum

mempunyai atau menunjukan gejala dari suatu penyakit dengan

tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya suatu penyakit hepatitis

B.

c) Melakukan pengobatan dan perawatan penderita hepatitis B sehingga

cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari penyakitnya.

4) Disability limitation

Disability limitation merupakan upaya pencegahan tahap III dengan

tujuan untuk mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu

penyakit.

Upaya mencegah kecacatan akibat penyakit hepatitis B dapat

dilakukan dengan upaya mencegah proses berlanjut yaitu dengan

pengobatan dan perawatan secara khusus berkesinambungan dan teratur

24

sehingga proses pemulihan dapat berjalan dengan baik dan cepat. Pada

dasarnya penyakit hepatitis B tidak membuat penderita menjadi cacat pada

bagian tubuh tertentu. Akan tetapi sekali virus hepatitis B masuk ke dalam

tubuh maka seumur hidup akan menjadi carrier dan menjadi sumber

penularan bagi orang lainnya.

5) Rehabilitation

Rehabilitasi merupakan serangkaian dari tahap pemberantasan

kecacatan (disability limitation) dengan tujuan untuk berusaha

mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial (Noor, 2006).

Rehabilitation yang dapat dilakukan dalam menanggulangi penyakit

hepatitis B yaitu sebagai berikut :

a) Rehabilitasi fisik, jika penderita mengalami gangguan fisik akibat

penyakit hepatitis B

b) Rehabilitasi mental dari penderita hepatitis B, sehingga penderita tidak

merasa minder dengan orang tua masyarakat sekitarnya karena pernah

menderita penyakit hepatits B.

c) Rehabilitasi sosial bagi penderita penyakit hepatitis B sehingga tetap

dapat melakukan kegiatan di lingkungan sekitar bersama orang lainnya.

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Definisi KIPI

Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah

semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.Pada

keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca

25

vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien

imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-

strain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).

Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse

events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang

vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat,

intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit

dibedakan.efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena

potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap

unsure vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur

(vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif

(neomisin, merkuri), atau unsure lain yang terkandung dalam vaksin.

Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik

pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan

teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan.

Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM) USA

menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang

memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan

(pragmatic errors).

Etiologi

Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak

ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk menentukan KIPI diperlukan

keterangan mengenai:10

1. besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu

2. sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik

3. derajat sakit resipien

4. apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti

5. apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan

produksi, atau kesalahan prosedur

KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi

lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:

26

1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)

Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan

imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata

laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan

prosedur imunisasi, misalnya:

Dosis antigen (terlalu banyak)

Lokasi dan cara menyuntik

Sterilisasi semprit dan jarum suntik

Jarum bekas pakai

Tindakan aseptik dan antiseptik

Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik

Penyimpanan vaksin

Pemakaian sisa vaksin

Jenis dan jumlah pelarut vaksin

Tidak memperhatikan petunjuk produsen

Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat

kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.

2. Reaksi suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung

maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung

misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi

suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.

3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih

dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya

ringan.Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi

anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi

dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai

indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan

perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain.

Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.

27

4. Faktor kebetulan (koinsiden)

Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan

saja setelah diimunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya

kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan

karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.

5. Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam

salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil

menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut

akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

Gejala Klinis KIPI

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala

lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya.Pada umumnya makin cepat

KIPI terjadi makin cepat gejalanya.10

Tabel2. Reaksi dan Gejala KIPI

Reaksi KIPI Gejala KIPI

Lokal Abses pada tempat suntikan

Limfadenitis

Reaksi lokal lain yang berat, misalnya

selulitis, BCG-itis

SSP Kelumpuhan akut

Ensefalopati

Ensefalitis

Meningitis

Kejang

Lain-lain Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema

28

Reaksi anafilaksis

Syok anafilaksis

Artralgia

Demam tinggi >38,5°C

Episode hipotensif-hiporesponsif

Osteomielitis

Menangis menjerit yang terus menerus

(3jam)

Sindrom syok septik

Dikutip dari RT Chen, 1999

Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila

seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga

dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit

ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan

observasi selama 15 menit.untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap

sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.

Tabel 4. Jenis vaksin dan gejala klinis KIPI

Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Saat timbul KIPIToksoid Tetanus (DPT, DT, TT)

Syok anafilaksisNeuritis brakhialKomplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian

4 jam2-18 haritidak tercatat

Pertusis whole cell (DPwT)

Syok anafilaksisEnsefalopatiKomplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian

4 jam72 jamtidak tercatat

Campak Syok anafilaksisEnsefalopatiKomplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian

4 jam5-15 haritidak tercatat

29

TrombositopeniaKlinis campak pada resipien imunokompromaisKomplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian

7-30 hari6 bulan

tidak tercatatPolio hidup (OPV) Polio paralisis

Polio paralisis pada resipien imunokompromaisKomplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian

30 hari6 bulan

Hepatitis B Syok anafilaksisKomplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian

4 jamtidak tercatat

BCG BCG-it is 4-6 mingguDikutip dengan modifikasi dari RT Chen, 1999

Angka Kejadian KIPI

KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis.Angka kejadian reaksi

anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi

anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis.Anak yang lebih besar dan orang dewasa

lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat.Episode hipotonik/hiporesponsif juga

tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.

Imunisasi Pada Kelompok Resiko

Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk

dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:10

1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu

Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan

mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera

2. Bayi berat lahir rendah

Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:

a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada bayi

cukup bulab

b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan

diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan;

imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu

mengandung HbsAg

30

c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang

diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak

menyebabkan penyebaran virus polio melalui tinja

3. Pasien imunokompromais

Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai

akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang).Jenis

vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat

diberikan IVP bila vaksin tersedia.Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan

kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek.Tetapi imunisasi harus

ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat

badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari.Imunisasi dapat

diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah

pemberian kemoterapi selesai.

4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin

Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk menghindarkan

hambatan pembentukan respons imun.

Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi

Pada umumnya tidak terdapat indikasi kontra imunisasi untuk individu sehat kecuali untuk

kelompok resiko.Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat petunjuk dari produsen yang

mencantumkan indikasi kontra serta perhatian khusus terhadap vaksin.Petunjuk ini harus

dibaca oleh setiap pelaksana vaksinasi. (cfs/pedoman tata laksana medik KIPI bagi petugas

kesehatan)

31

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

Kerangka Teori

Gambar 1. Bagan kerangka teori

Kerangka Konsep

Dalam pelaksanaan program imunisasi, salah satu tujuan program adalah

tercapainya indikator SPM (Standar Pelayanan Minimal) yang berarti bahwa pemberian

imunisasi Hepatitis B2 pada bayi berusia 1-2 bulan harus mencapai 95%.

Pemberian imunisasi Hepatitis B2 pada bayi berusia 1-2 bulan adalah tingkat

pencapaian jumlah bayi yang diimunisasi Hepatitis B pada bayi berusia 1-2 bulan dengan

hasil yang dicapai setiap periode atau jangka waktu tertentu. Banyak faktor yang

berhubungan dengan pemberian imunisasi Hepatitis B2 pada bayi berusia 1-2 bulan.

32

Imunisasi

Definisi imunisasi

Hepatitis B2

Program Imunisasi Hepatitis B di

Indonesia

Jadwal Program Imunisasi Nasional

Penyakit Hepatitis B

Imunisasi pada kondisi tertentu

KIPI

Prematur

BBLR

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengetahuan petugas, koordinasi antar

petugas, sikap petugas, pengetahuan ibu, dan penyuluhan kesehatan.

Untuk lebih jelasnya Kerangka Konsep Penelitian dapat dilihat pada gambar1.

Gambar 2. Bagan kerangka konseptual

33

Cakupan Imunisasi Hepatitis B2 (1-2

bulan)

Penyuluhan kesehatan

Sikap petugasPengetahuan petugasKoordinasi antar

petugas

Pengetahuan ibu

BAB IV

METODE PENELITIAN

Survey dilakukan di Dusun Kauman, Nusupan dan Soco, Desa Ambartawang,

Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang pada tanggal 23-24 Maret 2013. Jenis

data yang diambil adalah data primer yang didapatkan dengan cara survey kepada ibu

– ibu yang memiliki bayi usia 1 sampai 2 bulan terhitung tanggal 5April 2012 serta

wawancara dan kuisioner kepada bidan desa, kader, bidan koordinator, koordinator

bagian imunisasi.

Data sekunder didapat dari data Standar Pelayanan Minimal (SPM) Puskesmas

Mungkid, observasi buku KIA dan kohort bayi, dan laporan bulanan bagian imunisasi

Puskesmas Mungkid. Data yang didapat diolah secara deskriptif dengan siklus

pemecahan masalah sebagai berikut:

Urutan dalam siklus pemecahan

a. Identifikasi masalah

Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai,

menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja. Kemudian

mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil

pencapaian. Yang terakhir membandingkan antara keadaan nyata yang terjadi,

dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indikator tertentu yang sudah

ditetapkan.

b. Penentuan penyebab masalah

Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan dengan

curah pendapat. Penentuan penyebab masalah dilakukan dengan menggunakan

fishbone. Hal ini hendaknya jangan menyimpang dari masalah tersebut.

c. Memilih penyebab yang paling mungkin

Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab-sebab yang

didukung oleh data atau konfirmasi dan pengamatan.

34

d. Menentukan alternatif pemecahan masalah

Sering kali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab

yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung

pada alternatif pemecahan masalah.

e. Penetapan pemecahan masalah terpilih

Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan

pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif maka digunakan

Hanlon Kualitatif untuk menentukan atau memilih pemecahan terbaik.

f. Penyusunan rencana penerapan

Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan Of

Action atau Rencana Kegiatan).

g. Monitoring dan evaluasi

Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan

masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan

menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat

dipecahkan.

Batasan Judul

Evaluasi kegiatan dengan judul Rencana Peningkatan Cakupan Program

Imunisasi Tentang Bayi Yang Mendapat Imunisasi Hepatitis B2 Di Desa

Ambartawang, Kecamatan Mungkid, Puskesmas Mungkid Periode Januari-

Februari 2012, memiliki batasan-batasan sebagai berikut :

1. Rencana adalah kegiatan usaha yang akan dilaksanakan dalam waktu

tertentu.

2. Peningkatan adalah usaha memajukan suatu rencana.

3. Cakupan adalah merupakan suatu total hasil kegiatan yang dilakukan

perbulan yang kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah

ditetapkan.

4. Imunisasi Hepatitis B2 adalah imunisasi hepatitis yang diberikan kepada

bayi berumur 1-2 bulan atau 1-2 bulan setelah pemberian imunisasi

hepatitis yang pertama kali.

35

5. Desa Ambartawang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan

Mungkid, Kabupaten Magelang.

6. Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang merupakan kecamatan dan

kabupaten dari Desa Ambartawang.

7. Puskesmas Mungkid adalah Unit pelayanan kesehatan tingkat kecamatan

yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah dalam menangani

masalah kesehatan di kecamatan Mungkid.

8. Januari - Februari 2012, merupakan periode yang sedang berlangsung

dalam kegiatan puskesmas yang terdapat pada Laporan Standar

Pelayanan Minimal.

Batasan Operasional

Imunisasi Hepatitis B2 adalah imunisasi Hepatitis B yang diberikan kepada

bayi yang berumur 1 – 2 bulan atau diberikan dalam jangka waktu 1 – 2 bulan

setelah pemberian imunisasi hepatitis B yang pertama. Bertujuan sebagai booster

atau kelanjutan dari imunisasi Hepatitis yang pertama. Dalam penelitian ini

digunakan metode survey melalui kuesioner dan juga wawancara langsung kepada

bidan koordinator, bidan desa, koordinator bagian imunisasi, dan orang tua bayi

yang berusia 1 – 2 bulan.

36

Gambar 3. Siklus Pemecahan Masalah

Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi dalam laporan ini adalah ibu yang memiliki bayi usia1 – 2

bulan di Desa Ambartawang, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.

Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam laporan ini adalah :

1. Ibu yang memiliki bayi usia1 - 2 bulan yang sedang tidak ada di

tempat saat pengambilan data.

2. Ibu yang memiliki bayi usia1 - 2 bulan yang pindah rumah.

37

BAB V

HASIL PENELITIAN

DATA UMUM DESA AMBARTAWANG

V. 1. Keadaan Geografis

V. 1. 1. Letak wilayah

Desa Ambartawang terletak di wilayah Kecamatan Mungkid, Kabupaten

Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Terdapat 7 dusun di Desa Ambartawang, yaitu

Dusun Ambartawang, Dusun Panjangan Atas, Dusun Gergunung, Dusun Srikuwe

Utara, Dusun Srikuwe Selatan, Dusun Pajangan Bawah, Dusun Kalangan. Pelaksanaan

kegiatan intervensi dilakukan di Dusun Kalangan.

V. 1. 2. Batas wilayah

Wilayah desa Ambartawang dibatasi oleh:

a. Sebelah Utara: Desa Blondo

b. Sebelah Timur: Desa Mungkid

c. Sebelah Selatan : Desa Paremono

d. Sebelah Barat : Desa Bumirejo

V. 1. 3. Luas Wilayah

Luas wilayah Desa Ambartawang berdasarkan data statistik tahun 2013 adalah

167, 2 hektar.

V. 2. Keadaan Demografi

38

V. 2. 1. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk desa Ambartawang pada tahun 2013 adalah 3.793 jiwa.

Jumlah KK adalah 1.067.

V. 2. 2. Data Penduduk

Daftar tabel dibawah ini memberikan gambaran jumlah penduduk Desa

Ambartawang menurut dusun, jenis kelamin dan peserta Jamkesmas.

Tabel 1. Jumlah penduduk Desa Ambartawang tahun 2013

NO Dusun

Jumlah

Jiwa KK

1 Ambartawang 514 139

2 Panjangan atas 466 130

3 Gergunung 547 153

4 Srikuwe utara 712 207

5 Srikuwe selatan 563 159

6 Panjangan bawah 529 144

7 Kalangan 462 135

Jumlah 3.793 1.067

(Sumber : Balai Desa Ambartawang)

Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Ambartawang menurut jenis kelamin tahun 2013

39

(Sumber : Balai Desa Ambartawang)

Berdasarkan tabel di atas jumlah penduduk laki – laki dan perempuan terbanyak ada

pada Dusun Srikuwe Utara.

Tabel 3. Jumlah Penduduk yang Mendapatkan Jamkesmas

NO Dusun

Jumlah Peserta

Jamkesmas

1 Ambartawang 198

2 Panjangan atas 164

40

NO Dusun

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

1 Ambartawang 284 226

2 Panjangan atas 247 223

3 Gergunung 294 253

4 Srikuwe utara 388 324

5 Srikuwe selatan 301 262

6 Panjangan bawah 256 273

7 Kalangan 251 211

Jumlah 2021 1772

3 Gergunung 261

4 Srikuwe utara 229

5 Srikuwe selatan 246

6 Panjangan bawah 191

7 Kalangan 137

Jumlah 1426

(Sumber : Balai Desa Ambartawang)

Pada tabel di atas dapat kita lihat, bahwa dusun dengan peserta jamkesmas terbanyak

terdapat di Dusun Gergunung.

II.3 Fasilitas umum

Tabel 4. Fasilitas umum pada Desa Ambartawang

NO

DUSUN RS PuskesmasPuskesmas pembantu

PosyanduBidan desa

Bidan praktek

Praktek dokter

1Ambartawan

g0 0 0

4

0 2 0

2Panjangan

atas0 0 0 0 0 0

3 Gergunung 0 0 0 0 0 0

41

4 Srikuwe utara 0 0 0 1 0 0

5Srikuwe

selatan0 0 1 0 0 0 0

6Panjangan

bawah0 0 0 0 0 0 0

7 Kalangan 0 0 0 1 0 0 0

  Jumlah 0 0 1 5 1 2 0

(Sumber : Balai Desa Ambartawang)

Tabel 5. Posyandu di Desa Ambartawang

No. Dusun Jumlah Posyandu

1 Ambartawang 1

2 Panjangan atas 1

3 Gergunung 1

4 Srikuwe utara 1

5 Srikuwe selatan 0

6 Panjangan bawah 0

7 Kalangan 1

42

Jumlah 5

(Sumber : Balai Desa Ambartawang)

V.2. HASIL WAWANCARA, KUESIONER, OBSERVASI BUKU KIA DAN DATA

KOHORT

A. Hasil Kuisioner Ibu

Pada Hari Sabtu – Minggu tanggal 23 - 24 Maret 2013 telah dilakukan

Pengambilan data dengan cara menyebar kuesioner pada Ibu-ibu yang memiliki anak

usia ≥ 1 – 2 bulan (batasan usia sampai 2 bulan terhitung tanggal 5 April). Berikut ini

adalah pemaparan hasil kuesioner berdasarkan data yang didapat. Penyebaran

kuesioner dilakukan di Dusun Kauman dan Soco, Desa Salaman dengan mendatangi

rumah warga.Kuesioner diisi oleh 8 responden.

1) Tingkat Pendidikan

Tabel 22. Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat Pendidikan Jumlah %

Tinggi ( Sarjana,D1,D3)

Menengah (SMA)

Rendah (Tidak sekolah, SD,

SMP)

Total

Tabel 22.menggambarkan tingkat pendidikan ibu dengan anak usia 1 sampai 2

bulan bayi di Dusun Kauman, Nusupan, dan Soco, Desa Salaman. Dari tabel tersebut

dapat dilihat bahwa lebih banyak responden yang berpendidikan tinggi yaitu SMA.

2) Pekerjaan Ibu

Dari wawancara kader dan kuesioner yang diedarkan, hampir semua ibu tidak

bekerja. Hasil ini disajikan pada tabel 8 di bawah :

43

Tabel 23. Jenis Pekerjaan

3) Hasil Survey Perilaku dan Pengetahuan Ibu

Rekapitulasi Hasil Kuisioner Perilaku Ibu

Siapakah penolong persalinan Ibu?

JAWABAN JUMLAH PERSENTASEDokterBidanDukunJUMLAH

Dari hasil kuesioner, sebanyak 2 responden (25%) melahirkan dibantu dokter, sedangkan 6 responden (75%) persalinannya dibantu oleh bidan.

Berapakah berat bayi saat lahir?

JAWABAN JUMLAH PERSENTASE<1500 gr1500-1900 gr2000-2500 gr>2500 grJUMLAH 100%

Sebanyak 1 responden (12,5%) melahirkan bayi dengan berat 1500-1900 gr, 5 responden (62,5%) melahirkan bayi dengan berat 2000-2500 gr, 2 responden (25%) melahirkan bayi dengan berat >2500 gr.

Apakah bayi anda diberi imunisasi Hepatitis B pada usia 0-7 hari?

JAWABAN JUMLAH PERSENTASEYa

44

Jenis pekerjaan Jumlah %

Ibu Rumah Tangga

Wiraswasta

- Pedagang

- Karyawan pabrik

Salaman

Total

TidakJUMLAH

6 orang responden (75%) bayinya diberi imunisasi Hepatitis B pada usia 0-7 hari, sedangkan 2 orang responden (25%) tidak memberi imunisasi Hepatitis B usia 0-7 hari pada bayinya.

Apakah bayi anda diberikan imunisasi Hepatitis B lanjutan (1-2bulan setelah imunisasi hepatitis B yang pertama kali)?

JAWABAN JUMLAH PERSENTASEYaTidak

JUMLAH 100%

3 orang responden (37%) memberikan bayinya imunisasi Hepatitis B2, sedangkan 5 orang responden tidak memberikan bayinya imunisasi Hepatitis B2

Siapa yang memberi imunisasi?

JAWABAN JUMLAH PERSENTASEDokterBidan

JUMLAH 100%

2 orang responden (33,3%) memberi bayinya imunisasi Hepatitis B di dokter, 4orang responden (66,6%) di bidan, sedangkan 2 orang responden tidak pernah memberi bayinya imunisasi hepatitis B sama sekali.

Apa alas an Ibu tidak membawa bayinya untuk diimunisasi Hepatitis B?

JAWABAN JUMLAH PERSENTASEBayi sedang demam/sakitRumah jauh dari tempat pelayanan kesehatanTidak tahu jadwal imunisasiLain-lain

JUMLAH 100%6 orang responden (62,5%) tidak memberikan imunisasi Hepatitis B kepada bayinya dengan alas an tidak tahu jadwal imunisasi, 2 orang responden (37,5%) berfikir bahwa imunisasi Hepatitis B lanjutan tidak terlalu penting karena bayinya sudah mendapat imunisasi Hepatitis B pertama kali.

Tabel 24. Rekapitulasi Hasil Kuesioner Pengetahuan Ibu

RESPONDEN

45

PERTANYAAN 1 2 3 4 5 6 7 8Apakah Ibu mengetahui imunisasi dasar lengkap?

Y T T T T Y Y Y

Dari mana anda mengetahuinya?Buku KIA x x XKader/Bidan xTelevisi/radioSurat kabarKeluarga/kerabatApakah Ibu dapat menyebutkan imunisasi yang harus diberikan?

Y T T Y T Y Y Y

Apakah ibu mengetahui fungsi imunisasi?

Y T T Y T Y Y Y

Apakah ibu mengetahui jadwal imunisasi khususnya imunisasi Hepatitis B?

Y T T T T T Y Y

JUMLAH 5 0 0 2 0 4 5 5

Range nilai pengetahuan menurut Notoadmodjo:

>75% = pengetahuan baik

60-75% = pengetahuan cukup

>60% = pengetahuan kurang

Berdasarkan hasil kuesioner diatas, didapatkan bahwa 4 orang responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai imunisasi (3 orang dengan nilai 100%, 1 orang dengan nilai 80%), 4 orang responden lainnya memiliki pengetahuan kurang mengenai imunisasi (1 orang dengan nilai 40% dan 3 orang dengan nilai 0%)

B. Hasil Wawancara Bidan Desa

46

Dari hasil wawancara bidan desa didapatkan bahwa:

Terdapat satu bidan di Desa Ambartawang yaitu ibu Desi. Dikatakan oleh

bidan, bahwa dirinya selalu memberi informasi mengenai pentingnya vaksinasi awal

dan vaksinasi lanjutan beserta jadwal setiap vaksinasi. Tetapi sebagian besar dari para

ibu tersebut tidak terlalu memperhatikan. Apabila bayi sedang tidak stabil, demam,

atau berat badannya kurang, bidan menunda vaksinasi dan juga memberikan

informasi tersebut kepada orang tua bayi.

Penyuluhan mengenai imunisasi sudah sering dilakukan kepada warga, jarak

puskesmas pembantu Ambartawang tidak jauh dan mudah dijangkau warga sehingga

proses imunisasi bisa berjalan dengan lancar. Kunjungan neonatus juga sering

dilakukan untuk memantau bayi yang lahir tetapi beratnya masih kurang dari 2500

gram sehingga dapat dilakukan imunisasi Hepatitis B2 sesuai jadwal.

Dalam wawancara yang dilakukan, bidan desa juga mengatakan bahwa

Sumber Daya Manusia sudah cukup. Namun banyak bayi yang sudah diimunisasi

tidak tercatat karena bayi tersebut tidak diimunisasi di Posyandu melainkan di tempat

praktek Dokter. Orangtua bayi-bayi tersebut tidak meminjamkan buku KIA kepada

petugas Posyandu sehingga bayi-bayi yang sudah mendapatkan imunisasi di tempat

lain tidak tercatat oleh petugas Posyandu.

C. Hasil Pengisian Kuisioner oleh Bidan

Dari pertanyaan tentang pengetahuan, bidan dapat menjawab semuanya

dengan benar, yang antara lain meliputi tentang imunisasi khususnya tentang

imunisasi hepatitis B, prosedur penyuntikan yang aman, efek yang dapat muncul

setelah imunisasi, fungsi imunisasi, dan jadwal imunisasi. Bidan desa melakukan

penyuluhan dan pembinaan kader mengenai imunisasi dan penyakit-penyakit yang

dapat dicegah dengan pemberian imunisasi.

D. Hasil Wawancara Koordinator Bidan dan Koordinator Imunisasi

Koordinator Bidan (Ibu Vero) mengatakan bahwa tidak ditemukan banyak

kendala bagi pihak puskesmas dalam mengatasi cakupan bayi yang mendapat

imunisasi Hepatitis B2. Kendala utama biasanya pada masalah kedisiplinan

pencatatan karena para orangtua banyak yang mengimunisasi anaknya di tempat

47

praktek Dokter dan tidak meminjamkan buku KIA kepada petugas Posyandu sehingga

data kohort tidak tercatat dengan baik.Sedangkan Koordinator Imunisasi (Ibu Tuti)

mengatakan kendala pelaksanaan program imunisasi di Posyandu setempat karena

orangtua bayi lebih memilih untuk mengimunisasi bayinya di tempat praktek dokter

umum daripada di Posyandu, karena kebanyakan orangtua bayi merasa gengsi apabila

mengimunisasi anaknya di Posyandu.

BAB VI

ANALISA PEMECAHAN MASALAH

VI.1 KEGIATAN / INDIKATOR YANG BERMASALAH

Dari data SPM Puskesmas Salaman yang telah diolah dapat diketahui bahwa

cakupan indikator jumlah bayi yang mendapat imunisasi Hepatitis B2 periode Januari–

Februari 2012 adalah sebesar 93 %. Sedangkan target yang ditetapkan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten Magelang tahun 2012 adalah sebesar 95 %. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa hasil cakupan pelayanan program imunisasi Hepatitis B2 belum

mencapai target yang telah ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang tahun

2012.

VI.2 KERANGKA PIKIR PEMECAHAN MASALAH

48

Masalah adalah suatu kesenjangan antara keadaan yang diharapkan dengan

keadaan yang dihasilkan atau didapatkan, sehingga menimbulkan rasa tidak puas dan

keinginan untuk memecahkannya.

Ciri-ciri masalah adalah :

1. Menyatakan hubungan dua atau lebih variabel

2. Dapat diukur

3. Dapat diatasi

Urutan dalam siklus pemecahan masalah antara lain:

49

1. Identifikasi Masalah

2. Penentuan Prioritas Masalah

3. Penentuan Penyebab Masalah

4. Memilih penyebab yang paling mungkin

5. Menentukan alternatif pemecahan

masalah

6. Penetapan pemecahan masalah

terpilih

7. Penyusunan Rencana Penerapan

Gambar 5. Siklus Pemecahan Masalah

50

VI.3 ANALISIS / INVENTARISASI PENYEBAB MASALAH

Terdapat beberapa hal yang mendasari timbulnya kesenjangan antara target hasil

yang ditetapkan dengan hasil nyata yang dicapai dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan penyebab masalah adalah dengan

membuat diagram fish bone dengan menggunakan data yang telah diolah selama satu

tahun terakhir. Cara menganalisis penyebab masalah digunakan pendekatan sistem yang

meliputi input, proses, output, outcome, serta environment. Sehingga dapat ditemukan

dan disimpulkan hal-hal yang menyebabkan munculnya permasalahan.

Beberapa kemungkinan penyebab masalah yang ada adalah :

Tabel 25. Tabel 5 M

INPUT KELEBIHAN KEKURANGAN

Man Bidan desa terdapat di setiap

desa.

Kader menginformasikan

kepada bidan desa data bayi

yang butuh diimunisasi.

Bidan mengadakan

penyuluhan mengenai

imunisasi dan juga jadwal

imunisasi.

Tidak ditemukan masalah

Money Tersedianya dana operasional

puskesmas

Adanya

jamkesmas/jamkesda/jampersa

l untuk memeriksakan bayinya

Dana Imunisasi PPI

ditanggung pemerintah

Tidak ditemukan masalah

Method Adanya pedoman

bakumengenaipenyuntikan

Tidak ditemukan masalah

51

aman khusus untuk vaksinasi

Hepatitis B

Bayi yang belum mendapat

imunisasi saat lahir selalu

dikunjungi (Kunjungan

Neonatus) sehingga dapat

dipantau perkembangannya

untuk imunisasi yang aman.

Material 6 posyandu, 1 klinik dokter, 3

bidan, 1 puskesmas

Tidak ditemukan masalah

Machine Tersedianya peralatan yang

digunakan (tensimeter,

stetoskop, pengukur berat

badan, tinggi badan, buku

kesehatan ibu dan anak,

vaksin, spuit, alkohol, dll.

Tidak ditemukan masalah

Proses Kelebihan Kekurangan

PI

(perencanaan)

Sudah terdapat jadwal tetap

untuk imunisasi Hepatitis B2

Sudah dilakukan pendataan

sasaran melalui pencatatan

data bayi baru lahir dalam

register kohort

Sudah terdapat perencanaan

perkumpulan kader dengan

bidan untuk mengevaluasi

hasil kegiatan.

Koordinasi dengan tenaga

kesehatan luar puskesmas

di wilayah tersebut untuk

mendapatkan data bayi

baru lahir

P2

Penggerakan

Pelaksanaan

Pemeriksaan bayi di Posyandu

sesuai dengan prosedur tetap

pelayanan

Pelayanan kunjungan neonatus

untuk memantau keadaan bayi

Data kohort bidan tidak

sesuai dengan jumlah bayi

yang sudah diimunisasi

HB2 karena bayi yang

sudah diimunisasi HB2

52

diluar posyandu tidak

tercatat

P3

Pengawasan ,

pengendalian,

penilaian

Terdapat rapat bulanan bagi

semua bidan di desa tersebut

Pengawasan dan penilaian

dilakukan dan dievaluasi

setiap minggu oleh bidan

koordinator dan dilaporkan ke

dinas kesehatan

Kurangnyakerjasama

antara bidan desa, petugas

posyandu dan tenaga

kesehatan lainnya dalam

pendataan imunisasi bayi.

Lingkungan Kelebihan Kekurangan

Lingkungan Adanya warga masyarakat

yang mau menjadi kader

posyandu di lingkungannya

Orang tua memiliki motivasi

yang baik untuk memberi

imunisasi bayi.

Kurangnya pengetahuan

ibu mengenai imunisasi

khususnya Hepatitis B2

Ibu tidak mengetahui

jadwal imunisasi.

VI. 4. Rumusan Kemungkinan Penyebab Masalah Berdasarkan Analisa Penulis

Kurangnya kerjasama antara bidan desa, koordinator imunisasi, dan tenaga.

kesehatan swasta setempat dalam melakukan pendataan bayi yang telah diimunisasi.

Terjadi salah pencatatan data kohort imunisasi oleh bidan.

Kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi khususnya Hepatitis B2.

Ibu tidak mengetahui jadwal imunisasi.

Sebagian warga menolak dilakukan imunisasi dengan alasan agama, dan tradisi.

VI.5 ANALISA PENYEBAB MASALAH

Analisa penyebab masalah dengan metode fish bone berdasarkan kerangka

pendekatan sistem, seperti gambar di bawah ini :

53

54

INPUTMETHOD :tidak ditemukan masalah

LINGKUNGAN

Kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi khususnya imunisasi Hepatitis B

Tidak semua ibu mengetahui jadwal

Beberapa warga menolak dilakukan imunisasi karena alasan agama

adat, dllP3

Kurangnya kerjasama petugas posyandu dengan tenaga kesehatan lain dalam pencatatan imunisasi bayi

P2

Bayi yang diimuninasi diluar posyandu tidak melapor sehingga terjadi salah

pencatatan data kohort bidan

P1

Kurangnya koordinasidengan

pihak luar posyandu dalam pencatatan

bayi baru lahir

MACHINE: Tidak ditemukan masalah

MAN : Tidak ditemukan masalah

MONEY: Tidak ditemukan masalah

MATERIAL: tidak ditemukan masalah

PROSES

DIAGRAM FISH BONE Cakupan imunisasi Hepatitis B2 di Desa Salaman periode Januari-Februari 2012 sebesar 93% kurang dari target DinKes Kabupaten Magelang yaitu 95%

Gambar 6. Diagram fish bone

VI.6. Konfirmasi Kemungkinan Penyebab Masalah

Setelah dilakukan konfirmasi kepada Koordinator bidan, Koordinator imunisasi,

bidan desa, hasil survey dan wawancara, dan observasi data kohort bayi maka

didapatkan penyebab masalah yang paling mungkin yaitu:

1. Kurangnya koordinasi antara petugas posyandu dengan tenaga kesehatan

lainnya dalam hal pencatatan bayi yang diimunisasi diluar posyandu.

2. Kurangnya pengetahuan kader imunisasi dan jadwal imunisasi sehingga

penyuluhan ke warga masyarakat kurang optimal.

3. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi khususnya hepatitis B2.

4. Beberapa warga masyarakat menolak dilakukan imunisasi dengan alas an

agama dan juga adat kebiasaan..

60

BAB VII

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

VII.1. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Setelah diperoleh daftar masalah, maka dapat dilakukan langkah

selanjutnya yaitu dibuat alternatif pemecahan penyebab masalah.

Berikut ini adalah alternatif pemecahan penyebab masalah yang ada :

Tabel 26. Alternatif Pemecahan Masalah

No

.

Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Masalah

1 Kurangnya koordinasi antara petugas

posyandu dengan tenaga kesehatan

lainnya dalam hal pencatatan bayi yang

diimunisasi diluar posyandu.

Meningkatkan kerjasama antara

kader, bidan, dengan tenaga

kesehatan lainnya diluar posyandu

dalam hal pencatatan imunisasi bayi

antara lain dengan mengadakan rapat

evaluasi bersama setelah program

imunisasi berlangsung

2. Kurangnya pengetahuan kader mengenai

imunisasi dan jadwal imunisasi.

Pelatihan kader dalam hal

menjelaskan lebih dalam mengenai

imunisasi, tingkat keamanan dan

evektivitas vaksin, risiko yang

mungkin timbul, penyelesaian

masalah, dan jadwal imunisasi

terutama yang termasuk PPI.

3. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai

imunisasi khususnya hepatitis B2.

Penyuluhan mengenai imunisasi,

tingkat keamanan dan efektivitas

vaksin, risiko yang mungkin timbul,

penyelesaian masalah, dan jadwal

61

imunisasi terutama yang termasuk PPI

4. Beberapa warga masyarakat menolak

dilakukan imunisasi dengan alasan

agama dan adat kebiasaan

Penyuluhan mengenai imunisasi, tingkat

kemanan dan efektivitas vaksin, akibat

yang mungkin timbul, penyelesaian

masalah, dan jadwal imunisasi terutama

yang termasuk PPI

Tabel 27. Penggabungan Alternatif Pemecahan Masalah

62

Meningkatkan kerjasama antara kader, bidan, dengan tenaga kesehatan lainnya diluar

posyandu dalam hal pencatatan imunisasi bayi antara lain dengan mengadakan rapat evaluasi

bersama setelah program imunisasi berlangsung

Kurangnya koordinasi antara petugas

posyandu dengan tenaga kesehatan lainnya

dalam hal pencatatan bayi yang diimunisasi

diluar posyandu.

Kurangnya pengetahuan kader mengenai

imunisasi dan jadwal imunisasi. Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi yaitu kegunaan imunisasi, tingkat keamanan

dank e-efektivitasan vaksin, risiko yang mungkin timbul, penyelesaian masalah, dan

jadwal imunisasi terutama yang termasuk PPI.

Kurangnya pengetahuan ibu mengenai imunisasi khususnya hepatitis B2

Beberapa warga masyarakat menolak dilakukan imunisasi dengan alas an agama

dan adat kebiasaanPelatihan kader mengenai imunisasi

VII.2. PENENTUAN PRIORITAS ALTERNATIF PEMECAHAN

MASALAH

Setelah menentukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya

dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Penentuan

prioritas alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan

kriteria matriks dengan rumus MxIxV/C.7

Penyelesaian masalah sebaiknya memenuhi kriteria, sebagai berikut:7

1. Efektivitas program

Pedoman untuk mengukur efektivitas program:

a. Magnitude (m) Besarnya penyebab masalah yang dapat

diselesaikan.

b. Importancy (I) Pentingnya cara penyelesaian masalah

c. Vulnerability (v) Sensitifitas cara penyelesaian masalah

Kriteria m, I, dan v kita beri nilai 1-5. Bila makin magnitude maka nilai

nya makin besar, mendekati 5. Begitu juga dalam melakukan penilaian

pada kriteria I dan v.

2. Efisiensi pogram

Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah ( cost ). Kriteria

cost (c) diberi nilai 1-5. Bila cost nya makin kecil, maka nilainya

mendekati 1.

Berikut ini proses penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah

dengan menggunakan kriteria matrix :

Tabel 28. Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah

NO Alternatif pemecahan

masalah

Nilai Kriteria Hasil

(m x i x v)/c

Prioritas

M I V C

63

1. Peningkatan kerjasama

posyandu dan tenaga

kesehatan lain mengenai

pencatatan imunisasi bayi

dengan rapat evaluasi

setelah program imunisasi

3 4 3 3 12 III

2. Menjelaskan lebih dalam

mengenai imunisasi, tingkat

keamanan dan ke-

efektivitasan vaksin, risiko

yang mungkin timbul,

penyelesaian masalah, dan

jadwal imunisasi terutama

yang termasuk PPI.

4 4 3 2 24 I

3 Pelatihan kader mengenai

imunisasi agar kader dapat

membantu memberi

penyuluhan kepada

masyarakat mengenai

pentingnya imunisasi.

3 4 3 2 18 II

Setelah menentukan prioritas alternatif pemecahan penyebab masalah

dengan menggunakan MIV/C maka didapatkan urutan prioritas alternatif

pemecahan masalah cakupan imunisasi Hepatitis B2 di desa Salaman sebagai

berikut:

64

1. Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi, tingkat keamanan dan

ke-efektivitasan vaksin, risiko yang mungkin timbul, penyelesaian

masalah, dan jadwal imunisasi terutama yang termasuk PPI.

2. Pelatihan kader mengenai imunisasi agar kader dapat membantu

memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya

imunisasi.

3. Peningkatan kerjasama posyandu dan tenaga kesehatan lain mengenai

pencatatan imunisasi bayi dengan rapat evaluasi setelah program

imunisasi

65

VII.3. POA (Plan Of Action)

Tabel 29. Rencana Kegiatan Pemecahan Masalah Dalam Meningkatkan Cakupan bayi yang mendapat imunisasi

Hepatitis B2 di desa Salaman

NO Kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi Pelaksana Waktu Dana Metode Tolak ukur

1.

Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi, tingkat keamanan dan ke-efektivitasan vaksin, risiko yang mungkin timbul, penyelesaian masalah, dan jadwal imunisasi terutama yang termasuk PPI.

Meningkatkan pengetahuan orangtua mengenai imunisasi Hepatitis B

Ibu hamil, ibu yang telah melahirkan, ibu yang mempunyai anak balita, Warga masyarakat, Tokoh masyarakat

Balai Desa Kader, Bidan desa, Dokter umum, Dokter spesialis

2 bulan 1x Dana operasional puskesmas Salaman I

- Pemberian materi

-Tanya jawab

Proses:

Pemberian materi mengenai imunisasi

Hasil:

Pengetahuan mengenai imunisasi dan jadwal imunisasi meningkat sehingga motivasi untuk imunisasi meningkat.

2. Pelatihan kader

mengenai imunisasi

agar kader dapat

membantu memberi

penyuluhan kepada

Meningkatkan pengetahuan kader mengenai imunisasi agar kader dapat membantu memberi

Kader desa Aula Puskesmas

Bidan desa, Dokter dan tenaga kesehatan lainnya

2 bulan 1x Dana operasional Puskesmas Salaman I

Pemberian materi

Proses: Pemberian materi dan pelatihan mengenai imunisasi

Hasil: meningkatnya pengetahuan kader mengenai imunisasi

66

masyarakat mengenai

pentingnya imunisasi.

penyuluhan kepada warga masyarakat

3 Peningkatan kerjasama antara bidan, dengan tenaga kesehatan lainnya diluar posyandu dalam hal imunisasi bayi dengan mengadakan rapat evaluasi setelah program imunisasi berjalan

Menyamakan data yang didapatkan dalam hal bayi yang mendapat imunisasi HB2 baik didalam dan diluar posyandu

Bidan Desa, kader, tenaga kesehatan

Aula puskesmas

Koordinator imunisasi, Dokter puskesmas,Dokter muda yang mengikuti kepanitraan klinik di puskesmas Salaman I

3 bulan 1x

Dana operasional puskesmas Salaman I

Pelaporan data imunisasi bayi yang mendapat imunisasi HB2

Proses:

Pelaporan data imunisasi bayi dari berbagai pihak

Hasil:

Data kohort bidan akurat dengan jumlah bayi yang diimunisasi

VII.4Gann Chart

Tabel 30. Gann Chart

No. Kegiatan Mei Juni Juli September Oktober November

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

67

1. A

2. B

3. C

No. KegiatanDesember Januari Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. A

2. B

3. C

A: Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi, tingkat keamanan dan ke-efektivitasan vaksin, risiko yang mungkin timbul,

penyelesaian masalah, dan jadwal imunisasi terutama yang termasuk PPI.

68

B: Pelatihan bidan mengenai imunisasi agar bidan dapat membantu memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya

imunisasi.

C: Peningkatan kerjasama posyandu dan tenaga kesehatan lain mengenai pencatatan imunisasi bayi dengan rapat evaluasi setelah

program imunisasi

69

BAB VIII

SIMPULAN DAN SARAN

VIII.1. SIMPULAN

Program imunisasi Hepatitis B2 di puskesmas Salaman belum mencapai target.

Cakupan kegiatan bulan Januari-Februari 2012 sebesar 93 % sedangkan target 95 % sehingga

pencapaian masih kurang.Salah satu desa yang cakupannya masih kurang adalah desa Salaman

yaitu 18 %. Masalah yang ditemukan di desa Salaman antara lain : 1) Memberikan penjelasan

kepada orangtua yang mempunyai bayi bahwa vaksin yang disediakan posyandu dan dokter

sama saja, 2) Menjelaskan lebih dalam mengenai imunisasi, risiko yang mungkin timbul,

penyelesaian masalah, dan jadwal imunisasi terutama yang termasuk PPI, 3) Peningkatan

kerjasama posyandu dan tenaga kesehatan lain mengenai pencatatan imunisasi bayi dengan rapat

evaluasi setelah program imunisasi

Program pelaksanaan imunisasi Hepatitis B2 ini sudah berjalan dengan baik dengan

adanya PIN di posyandu, dan pengetahuan dasar ibu mengenai fungsi imunisasi, bidan desa rajin

menghimbau warganya untuk datang saat PIN dan juga mengunjungi ibu yang tidak datang saat

PIN. Namun system pencatatan masih kurang dikarenakan bayi-bayi yang diimunisasi diluar

posyandu tidak tercatat sehingga terdapat kesalahan pencatatan data kohort oleh bidan. Selain itu

banyak pula orang tua bayi yang lebih memilih mengimunisasi bayinya di tempat lain selain

posyandu karena takut efektivitas vaksin di posyandu berbeda dengan tempat lain. Pengetahuan

ibu yang tidak lengkap mengenai jadwal imunisasi tidak terlalu berpengaruh karena bidan yang

rajin melakukan kunjungan neonatus.

VIII.2. SARAN

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan oleh penulis, antara lain :

1. Bagi Ibu yang Memiliki Bayi

Mengetahui jadwal imunisasi terutama yang termasuk Program Pengembangan Imunisasi (PPI)

sehingga dapat mengingatkan tenaga kesehatan mengenai jadwal imunisasi bayi mereka.

70

Tidak perlu mengkhawatirkan evektivitas vaksin yang diberikan oleh posyandu, karena

evektivitasnya terjamin dan sama dengan vaksin di tempat lain.

2. Bagi Puskesmas

Perlunya meningkatkan kepercayaan masyarakat tentang efektivitas vaksin yang diberikan oleh

posyandu.

Perlunya dilakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai imunisasi terutama jadwalnya,

bahaya yang mungkin muncul, dan batasan-batasan aman imunisasi. Sehingga dengan bekal

pengetahuan yang cukup, akan menambah motivasi masyarakat untuk imunisasi tepat waktu.

Menjalin komunikasi dengan tenaga kesehatan setempat luar puskesmas (dokter), dengan bidan

desa untuk mengetahui kondisi bayi yang lahir di tempat tersebut, sehingga dapat menentukan

tindakan yang tepat.

71

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeharno H, Nizar M, Suwandono A. Epidemiologi Manajerial. Semarang: Universitas

Diponegoro Semarang.

2. Hartoyo, dr. Siklus Pemecahan Masalah, Handout Kuliah. Magelang 2012.

3. Imunisasi Hepatitis B. Available at: http://posyandu.org/imunisasi-hepatitis-b.html.

Accessed on March 31st, 2012.

4. Imunisasi Hepatitis. Available at: http://www.penyakithepatitis.com/Imunisasi

%20Hepatitis.htm. Accessed on March 31st, 2012

5. Rekomendasi Jadwal Imunisasi Hepatitis B. Available at:

http://www.arisclinic.com/2011/12/rekomendasi-jadwal-imunisasi-hepatitis-b/. Accessed on

March 31st, 2012.

6. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Available at:

http://www.pediatrik.com/ilmiah.../20060220-6bd3go-ilmiah_popular.html. Accessed on

March 31st, 2012.

72