implikatur percakapan pada novel 99 cahaya...

126
IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Disusun oleh: RIZA HERNITA NIM 1110013000040 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: lethuan

Post on 25-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA

KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA

ALMAHENDRA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh:

RIZA HERNITA

NIM 1110013000040

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2014

Page 2: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,
Page 3: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,
Page 4: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,
Page 5: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

i

ABSTRAK

Riza Hernita, 1110013000040, 2014, Implikatur Percakapan pada Novel 99

Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra serta Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pembimbing Nuryani, M.A.

Bahasa merupakan jembatan dalam berkomunikasi yang sangat

dibutuhkan oleh setiap individu. Setiap individu memiliki caranya tersendiri dalam menyampaikan informasi. Dalam situasi atau konteks tertentu, penutur atau orang yang menyampaikan tuturan memberikan informasi yang lebih dari apa

yang dikatakannya. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan

Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, dan (2) Mengetahui implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela

Rais dan Rangga Almahendra serta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendata penggalan percakapan yang mengandung implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa

karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, setelah itu menganalisisnya.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, (1) Implikatur percakapan: a) implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa;

Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra menggunakan teori Grice mengenai prinsip kerjasama percakapan dan teori relevansi oleh Sperber dan Wilson; b) 15 sampel penggalan

percakapan yang memiliki implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais

dan Rangga Almahendra; c) data 1 penggalan percakapan melanggar maksim cara, data 2-15 melanggar maksim kuantitas dan maksim cara; dan d) novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum

Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra setiap temuan penggalan percakapan mentaati teori relevansi dan maksim relevansi dari prinsip kerjasama. (2)

Implikasi dari novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa diharapkan menjadi salah satu pertimbangan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA), semester

ganjil, kelas XII, sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar, dan menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah, berita, iklan,

editorial/opini, dan novel.

Kata Kunci: Implikatur percakapan, prinsip kerjasama percakapan, teori relevansi,

implikasi pembelajaran bahasa Indonesia.

Page 6: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

ii

ABSTRACT

Riza Hernita, 1110013000040, 2014, Conversational Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa by Hanum

Salsabiela Rais and Rangga Almahendra also the Implications in Learning Indonesian Language and Literature. Department of Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teacher’s Training of Islamic State

University Syarif Hidayatullah Jakarta. Under the supervisor Nuryani, M.A.

Language is a bridge of communication that is needed by each individual. Each individual has their own way in conveying information. In a particular situation or context, speakers or utterances that convey more information than

what he says. The aim of this study is: (1) to describe the conversational Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak

Islam di Eropa by Hanum Salsabiela Rais and Rangga Almahendra, and (2) to determine the, conversational Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa by Hanum Salsabiela Rais and Rangga

Almahendra also the Implications in Learning Indonesian Language and Literature. The method used in this research is descriptive qualitative research

method. The research completed by record conversations contained conversational Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa by Hanum Salsabiela Rais and Rangga

Almahendra, afterwards it is analyzed. This research is concluded, such as: (1) conversational implicatures: a)

conversational Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa by Hanum Salsabiela Rais and Rangga Almahendra using the principle of cooperation Grice’s theory of conversation and

relevance theory stated by Sperber and Wilson; b) 15 samples fragment of a conversation that have conversational Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit

Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa by Hanum Salsabiela Rais and Rangga Almahendra; c) 15 samples fragment of a conversation that has a conversational implicature on the novel Light in the Sky 99 Europe; Retracing the

trip Traces of Islam in Europe works Hanum Salsabiela Rais and Rangga Almahendra; c) Data 1 fragment of conversation violated maxim of manner, the

data 2-15 violated maxim of quantity and manner; and d) novel 99 Cahaya di Langit Eropa Works Hanum Salsabiela Rais every fragment of conversation findings obey the relevance theory and the maxim of relevance of the principle of

cooperation.(2) Implications of a novel 99 Cahaya di Langit Eropa is expected to be one of the considerations in the Indonesian language learning in schools,

especially high schools, the first semester, the class XII, as a means of communication in the process, reasoning, present oral and written information through of the text stories, news, advertising, editorial/opinion, and novels.

Key words: Conversational implicature, conversational cooperation principle,

relevance theory, the implications of learning Indonesian.

Page 7: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat beserta salam selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya serta seluruh muslimin

dan muslimah. Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin, senantiasa penulis haturkan

kepada-Nya. karena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan seluruh

kewajibannya dalam menyusun skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang tidak

mungkin hidup mandiri. Begitu pula dengan proses pelaksanaan penyusunan

skripsi ini, penulis membutuhkan bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Untuk itu

sebagai ungkapan rasa hormat, penulis megucapka terimakasih kepada:

1. Dra. Nurlena Rifai, M.A. Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A., M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, sebagai

dosen pembimbing akademik, dan dewan penguji pada saat Ujian

Munaqasah yang telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga

berakhirnya penulisan skripsi ini. Semoga ibu dan keluarga selalu berada

dalam lindungan Allah SWT, amin;

3. Dr. Nuryani, S.pd, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan saran-

saran saat menyusun skripsi ini. Semoga ibu dan keluarga selalu berada

dalam lindungan Allah SWT, amin;

4. Dr. Darsita, S, M. Hum. Sebagai dewan penguji pada saat Ujian

Munaqasah yang telah memberikan nasehat, petunjuk, serta bimbingan

dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga ibu dan keluarga selalu berada

dalam lindungan Allah SWT, amin;

5. Dra. Hindun, M.Pd sebagai dosen matakuliah pragmatik dan dosem

pembimbing proposal skripsi yang telah memberikan banyak saran,

Page 8: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

iv

motivasi, semangat selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga ibu dan

keluarga selalu berada dalam lindungan Allah SWT, amin;

6. Rosida Erowati, M.Hum sebagai dosen pembimbing proposal skripsi yang

telah memberikan saran-saran, motivasi, dan semangat kepada penulis

selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga ibu dan keluarga selalu berada

dalam lindungan Allah SWT, amin;

7. Segenap dewan Dosen dan Pegawai Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negri

Syarif Hidayatullah Jakarta, atas saran-saran, pengetahuan, motivasi, dan

dukungan yang diberikan. Semoga bapak-bapak, ibu- ibu dan keluarga

selalu berada dalam lindungan Allah SWT, amin;

8. Teristimewa untuk orangtua penulis yaitu Bapak Herizal dan Ibu Epina

Darmita. Kepada paman-paman serta sanak-keluarga penulis lainnya yang

telah banyak berjasa dan memberikan motivasi serta dukungan dalam

menyelesaikan pembuatan skripsi ini, semoga Allah SWT melindungi dan

memberikan rodho-Nya kepada kita semua, amin;

9. Hj. Bustamam dan Hj. Fatimah yang telah berjasa dan banyak memberikan

motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini, Semoga bapak, ibu dan keluarga

selalu berada dalam lindungan Allah SWT, amin;

10. Srikanth Sainam Damarla atas dukungan, semangat, motivasi, dan

kesabaran kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga

diberikan kesehatan dan lindungan oleh Allah SWT, amin;

11. Teman-teman Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan

2010, khususnya kelas A. Dan teman-teman lainnya: Dhea, Tiwi, Ika, kak

Indah, kak septi, kak ani, kak didi, wulan, suci, dan teman-teman yang

belum disebutkan namanya. Terimakasih atas kesabaran, saran-saran, serta

dukungan selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita semua

mendapatkan rido-Nya, amin; dan

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, baik secara

langsung maupun tidak langsung yang turut memberikan dukungan dan

doa dalam proses penyusunan skripsi ini.

Page 9: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

v

Penulis haturkan doa dan rasa syukur kepada Allah SWT, semoga jasa

yang telah mereka berikan menjadi amal soleh dan mendapatkan balasan yang

jauh lebih baik dari Allah SWT, amin.

Akhirul kalam, penulis mohon maaf atas kekurangan yang terdapat dalam

skripsi ini, dan dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang

membangun. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 3 Mei 2014

Penulis

Riza Hernita

Page 10: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK.............................................................................................................. i

ABSTRACT............................................................................................................ii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iii

DAFTAR ISI.........................................................................................................Vi

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................Viii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..............................................................................1

B. Identifikasi Masalah....................................................................................3

C. Batasan Masalah..........................................................................................4

D. Rumusan Masalah........................................................................................4

E. Tujuan Penelitian.........................................................................................4

F. Manfaat Penelitian.......................................................................................5

G. Metode Penelitian........................................................................................5

H. Fokus Penelitian...........................................................................................6

I. Objek Penelitian...........................................................................................6

J. Populasi dan Sampel....................................................................................6

K. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................7

L. Instrumen Penelitian....................................................................................7

M. Teknik Analisis Data...................................................................................7

N. Triangulasi Data..........................................................................................8

BAB II: LANDASAN TEORETIS

A. Pragmatik.....................................................................................................9

B. Konteks......................................................................................................10

Pengertian Konteks dan Ciri-ciri Konteks.................................................10

C. Implikatur...................................................................................................12

1. Pengertian Implikatur..........................................................................12

2. Ciri-ciri Implikatur..............................................................................25

3. Macam-macam Implikatur..................................................................29

D. Prinsip Kerjasama Percakapan...................................................................33

E. Novel..........................................................................................................39

1. Pengertian Novel..................................................................................39

2. Jenis Novel...........................................................................................40

Page 11: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

vii

F. Penelitian yang Relevan.............................................................................41

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian..........................................................................................44

1. Biografi Pengarang..............................................................................44

2. Sinopsis Novel 99 Cahaya di Langit Eropa........................................44

B. Analisis Data.............................................................................................46

C. Pembahasan...............................................................................................72

D. Implikasi dalam Pendidikan......................................................................97

BAB IV: PENUTUP

A. Simpulan.................................................................... ...............................98

B. Saran.........................................................................................................99

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................100

UJI REFERENSI

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Uji Referensi

Lampiran 2: Lembar Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 3: Gambar Nampak Depan dan Nampak Belakang Novel 99 Cahaya di

Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa

Lampiran 4: RPP Kelas XII Semester Ganjil Mengenai Analisis Unsur Intrinsik

Novel

Lampiran 5: Lembar email Persetujuan Penulis Novel 99 Cahaya di Langit Eropa;

Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa

Page 13: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan jembatan dalam berkomunikasi yang sangat

dibutuhkan oleh setiap individu. Komunikasi yang dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari tidak selalu diwujudkan dalam bentuk lisan, tetapi juga diterapkan

dalam bentuk tulisan. Setiap melakukan tindakan komunikasi, penutur

mengharapkan pendengar atau petutur mengerti dan mampu menangkap apa yang

ingin diinformasikan sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Agar tidak terjadi

kesalapahaman, seseorang harus mengetahui dan memahami bagaimana

pemakaian kata dalam komunikasi yang sesuai dengan situasi dan kepada siapa

berbicara. Salah satu yang harus dikuasai adalah diksi atau pilihan kata

Setiap individu memiliki caranya tersendiri dalam menyampaikan

informasi. Dalam situasi atau konteks tertentu, penutur atau orang yang

menyampaikan tuturan memberikan informasi yang lebih dari apa yang

dikatakannya. Maksud atau informasi yang disampaikan lebih banyak secara tidak

langsung kepada petutur. Untuk menangkap informasi tersebut petutur harus

mengerti konteks pembicaraan dan bekerja keras dalam memahami tanda-tanda

yang diberikan oleh penutur. Informasi yang berlebih dari yang dimaksud dalam

hal ini melanggar prinsip kerjasama percakapan. Pelanggaran terhadap prinsip

kerjasama percakapan terkadang sangat diperlukan dalam konteks tertentu. Hal

tersebut bisa disebut sebagai implikatur percakapan dalam berkomunikasi.

Keberagaman dalam cara menyampaikan informasi disebabkan karena

salah satu dari hakikat bahasa adalah kemanasukaan. Masing-masing daerah atau

tempat di Indonesia memiliki berbagai macam definisi mengenai satu barang yang

sama. Kemajemukan yang dimiliki oleh Indonesia mengakibatkan munculnya

berbagai dialek yang terkadang menjadi salah satu alasan tidak terjadinya

komunikasi yang efektif. Masing-masing daerah memiliki aturan tersendiri

mengenai bahasa yang mereka pakai.

Page 14: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

2

Masyarakat Indonesia yang multikultural sangat menjunjung tinggi sopan

santun dalam percakapan pada situasi komunikasi tertentu. Berdasarkan

pengalaman peneliti, salah satu daerah di Indonesia yaitu daerah Minangkabau

sangat mengutamakan kesopanan dalam percakapan. Masyarakat Minangkabau

menganal kato nan ampek. Kato nan ampek merupakan aturan bagaimana

berkomunikasi dalam masyarakat. Seringkali dalam tindak percakapan di Minang

melanggar prinsip kerja sama Grice. Masyarakat Minang misalnya dalam

menyuruh seseorang menggunakan kalimat pertanyaan atau pernyataan dengan

tujuan orang yang disuruh tidak merasa tersinggung. Segala suatu dalam

percakapan ditentukan diksi mana yang akan di pakai sehingga orang yang di ajak

berkomunikasi tidak merasa tersinggung dan maksud yang ingin disampaikan

tercapai.

Masyarakat tidak terlepas dari budayanya masing-masing sehingga

seringkali mempengaruhi dalam cara berkomunikasi. Bagi siswa cara

berkomunikasi yang baik dan sopan juga dapat dipelajari di sekolah, lingkungan,

dan dari apa yang mereka baca. Berdasarkan silabus mata pelajaran bahasa

Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA), semester ganjil, kelas XII, terdapat

Standar Kompetensi poin 1.3 yang menyatakan, Mensyukuri anugerah Tuhan

akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana

komunikasi dalam mengolah, menalar, dan menyajikan informasi lisan dan tulis

melalui teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan novel. Misalnya saja

dalam berkomunikasi, siswa dapat mencontoh cara tokoh-tokoh di dalam novel

berkomunikasi. Siswa dapat melihat akibat atau respon yang ditimbulkan saat

tokoh bertutur kepada tokoh lain dengan menggunakan diksi yang tepat dan sesuai

dengan konteks pembicaraan.

Dalam novel, pengarang membangun dunia baru yang penuh dengan

percakapan dan kejadian. Percakapan dalam novel, tidak terlepas dari daya

imajinasi yang dibangun oleh penulis. Pembaca seolah-olah diajak ke dalam dunia

yang disajikan pengarang. Pemaparan dalam novel seringkali digambarkan

melalui tema, latar, alur, dan penceritaan sudut pandang dalam bentuk dialog atau

monolog. Diksi yang dipakai dalam dialog atau monolog tidak kalah pentingnya

untuk membangun serta menghidupkan cerita dalam karya. Saat tokoh-tokoh di

Page 15: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

3

dalam novel melakukan percakapan sama persis dengan cara berkomunikasi

dikehidupan nyata. Dalam berkomunikasi, penutur terkadang melanggar prinsip

kerjasama demi kesopanan dan berbagai hal yang melatarbelakanginya.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk menulis “Implikatur

Percakapan pada Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak

Islam di Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra serta

Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Hanum

Salsabiela Rais adalah putri Amien Rais, lahir dan menempuh pendidikan dasar

Muhammadiyah di Yogyakarta hingga mendapat gelar Dokter Gigi dari FKG

UGM. Ia mengawali karirnya menjadi seorang jurnalis dan presenter di Trans

TV. Hanum memulai petualangan di Eropa selama tinggal di Austria bersama

suaminya, Rangga Almahendra, dan bekerja untuk proyek video podcast

Executive Academy di WU Vienna selama 2 tahun. Ia juga tercatat sebagai

koresponden detik.com bagi kawasan Eropa dan sekitarnya.

Hanum Salsabiela Rais dan suaminya menulis novel 99 Cahaya di Langit

Eropa berdasarkan pengalaman mereka selama di Eropa. Peneliti memilih novel

99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa ini

dikarenakan sebagai berikut: (1) diksi dan struktur kalimat yang digunakan

sederhana dan mudah dipahami; (2) novel ini tidak hanya bercerita tentang

perjalanan Hanum dan suaminya, tetapi juga menceritakan sejarah perkembangan

Islam di Eropa; (3) penyajian yang sederhana dan mudah dipahami mempunyai

daya tarik tersendiri bagi pembaca untuk ikut langsung dalam perjalanan yang

mereka tempuh serta menimbulkan perasaan cinta dan bangga terhadap agama

Islam; dan (4) pemaparan dialog antartokoh pada novel 99 Cahaya di Langit

Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Hanum menambah nilai

estetika dengan pemilihan diksi dan respon yang ditimbulkan oleh petutur.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, masalah

yang diidentifikasikan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Page 16: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

4

1. Implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan

Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga

Almahendra

2. Pelanggaran terhadap prinsip kerjasama dalam komunikasi pada novel 99

Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya

Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

3. Siswa mempelajari sikap berkomunikasi dengan diksi dan situasi yang

relevan berdasarkan contoh dari novel 99 Cahaya di Langit Eropa;

Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais

Rangga Almahendra.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini akan memberikan penjelasan secara deskriptif tentang

implikatur Percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan

Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga

Almahendra serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia.

D. Rumusan Masalah

Permasalahan penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut:

1. Bagaimanakah implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit

Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum

Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra?

2. Bagaimanakah implikasi implikatur percakapan dalam novel 99 Cahaya di

Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum

Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra terhadap pembelajaran bahasa

dan sastra Indonesia?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan implikatur percakapan yang terdapat pada 99 Cahaya di

Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum

Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.

Page 17: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

5

2. Mengetahui implikasi implikatur percakapan dalam novel 99 Cahaya di

Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum

Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra terhadap pembelajaran bahasa

dan sastra Indonesia.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam dua aspek yaitu:

1. Teoretis

a. Secara teoretis hasil penelitian ini bermanfaat untuk rujukan bahan ajar

di kelas

b. Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai pendalaman materi

c. Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan ilmu diluar yang

mereka pelajari.

2. Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat:

a. Bagi guru, penelitian ini dipakai sebagai bahan pembelajaran

b. Bagi peneliti, penelitian ini digunakan sebagai salah satu persyaratan

akademik dalam menempuh perkuliahan dan kelulusan sebagai

mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

c. Bagi siswa, dari penelitian ini siswa mendapatkan ilmu di luar ilmu

yang dipelajari dan untuk bekal mengajar jikalau siswa menjadi guru.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendata

penggalan percakapan yang mengandung implikatur percakapan dalam 99 Cahaya

di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum

Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, setelah itu menganalisisnya.

Berdasarkan Bogdan dan Tylor dalam Moleong dalam Margono,

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

Page 18: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

6

diamati.1 Qualitative researchers are interested in understanding how people

interpret their experiences, how they construct their worlds, and what meaning

they attribute to their experiences.2(penelitian kualitatif tertarik untuk memahami

bagaimana orang menafsirkan pengalaman mereka, bagaimana mereka

membangun dunia mereka, dan apa hubungan mereka pada pengalaman).

Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian kualitatif adalah penelitian dengan

mendeskripsikan data yang dapat diamati. Peneliti terjun langsung atau menjadi

kunci utama dalam melakukan penelitian. Penelitian kualitatif juga memahami

bagaimana menafsirkan pengalaman, dunia yang mereka hasilkan, dan hubungan

mereka dengan pengalaman atau kejadian yang mereka teliti.

H. Fokus Penelitian

Fokus dalam Penelitian ini adalah implikatur percakapan dalam novel 99

Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya

Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Peneliti tidak menganalisa

monolog yang ada pada novel ini. Peneliti menggunakan teori sebagai berikut:

1. Prinsip Relevansi yang dikembangkan oleh Sperber dan Wilson

2. Pelanggaran terhadap maksim percakapan yang disampaikan oleh Grice.

I. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah novel 99 Cahaya di Langit Eropa;

Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan

Rangga Almahendra. Novel ini diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, tahun 2012.

J. Populasi dan Sampel

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu percakapan atau dialog

yang memiliki implikatur. Adapun sampel penelitian terdiri atas lima belas (15)

penggalan percakapan yang memiliki implikatur. Metode penarikan sampel yang

digunakan yaitu dengan cara acak (Random Sampling), berarti setiap populasi

1 S. Margono, Metodologi penelitian pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 36

2 Sharan B. Merriam, Qualitative Research; A guide to Design and Implementation, (United States

of America: Jossey-Bass, 2009), h. 5

Page 19: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

7

mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel sehingga sampel

tersebut dianggap dapat mewakili populasi yang ada.

K. Teknik Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data adalah sebagai

berikut:

1. memilah-milah percakapan dalam novel 99 Cahaya di Langit

Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum

Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra;

2. memilih konteks-konteks tertentu sebagai sample dengan teknik

purposif, yakni memilih sampel tertentu dengan pertimbangan dan

penilaian sample dan mengindikasikan adanya implikatur

percakapan;

3. memenggal konteks-konteks percakapan terpilih dalam penggalan

pasangan percakapan;

4. menganalisis implikatur percakapan berdasarkan prinsip relevansi

dan meneliti pelanggaran prinsip kerjasama dalam setiap penggalan

percakapan; dan

5. menyimpulkan dan mencari implikasinya bagi pembelajaran

bahasa Indonesia di sekolah.

L. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dikarenakan

penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti sendiri yang

akan melakukan pengamatan implikatur percakapan dengan menggunakan

analisis konteks menurut Dell Hymes.

M. Teknik Analisis Data

Data yang diambil dari teks bacaan akan dianalisis menggunakan

SPEAKING menurut Dell Hymes. Setelah dianalisis data dibahas berdasarkan hasil

analisis, teori prinsip percakapan yang dikemukakan oleh Grice, dan prinsip relevansi

yang dikemukakan oleh Sperber dan Wilson.

Page 20: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

8

N. Triangulasi Data

Triangulasi, yaitu data atau informasi dari suatu pihak harus di cek

kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain. Tujuannya ialah

membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai

pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data.3 Triangulasi dilakukan

dengan cara (1) data penelitian ini sudah peneliti periksa ke buku teks asli; dan (2)

peneliti sudah meminta izin pada penulis melalui email dan telah di setujui.

3 S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2003), h. 10

Page 21: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

9

BAB II

LANDASAN TEORETIS

Pada bab ini peneliti menguraikan beberapa landasan teori yang akan

diperlukan untuk menganalisis data sesuai dengan topik pembahasan skripsi ini.

Adapun landasan teoretis yang dibahas yaitu pragmatik, konteks, implikatur,

prinsip kerjasama, dan novel.

A. Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa.

Pragmatik digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu.1 Pragmatik

mengkaji makna yang dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa.2 Pragmatik adalah

cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa

sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan

tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan.3 Jadi,

pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari hal-hal

ekstralingual dan digunakan dalam percakapan.

Pragmatik mengkaji prilaku yang dimotivasi oleh tujuan-tujuan

percakapan.4

Istilah pragmatik lahir dari filsuf Charles Morris yang mengolah kembali pemikir-pemikir

filsuf-filsuf pendahulunya mengenai ilmu tanda dan lambang yang disebut semiotika.

Dalam pragmatik, makna ujaran dikaji menurut makna yang dikendaki oleh penutur dan

menurut konteksnya. Disamping itu, dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang

deiksis, praanggapan, implikatur, tindak bahasa, dan aspek-aspek struktur wacana.5

Pragmatics is the sistematic study of meaning by virtue of, or dependent on, the

use of language. The central topics of inquiry of pragmatics include implicature,

presuposition, speech acts, and deixis.6 (Pragmatik adalah studi sistematis

1 F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2009), h. 2

2 Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa: Langkah awal Memahami Linguistik, (Jakarta: Gramedia

Pusta, 2005), h. 104 3 Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), h. 14

4 Geoffrey Leech (penerjemah: Oka), Prinsip-Orinsip Pragmatik (Jakarta: Universitas Indonesia,

1993) h. 45 5 Bambang Yudi Cahyono, Kristal-kristal Ilmu Bahasa, (Surabaya: Airlangga University Press,

1995), h. 214 6 Yan Huang, pragmatics, (New York: Oxford University Press Inc., 2007), h. 2

Page 22: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

10

berdasarkan makna, atau tergantung pada, penggunaan bahasa. Topik-topik utama

kajian pragmatik memuat implikatur, presuposition, tindak tutur, dan deiksis).

Dapat disimpulkan, pragmatik adalah salah satu cabang dari ilmu linguistik yang

mengkaji unsur eksternal aspek kebahasaan. Pragmatik studi sistematis yang

memuat salah satu topik kajiannya, yaitu implikatur. pragmatik di motivasi oleh

tujuan-tujuan tertentu dalam berkomunikasi. Pragmatik mengkaji makna yang

dipengaruhi oleh hal-hal dari luar bahasa, pada hakikatnya mempunyai konteks

situasi tertentu.

B. Konteks

Pengertian Konteks dan ciri-ciri konteks

Konteks adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial

sebuah tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh

penutur dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna

tuturan.7 Konteks, yaitu unsur yang di luar bahasa, dikaji dalam pragmatik.8

Konteks merupakan latar belakang pengetahuan mengenai situasi fisik dan sosial

sebuah percakapan yang berlangsung. Konteks dipelajari dalam ilmu pragmatik

yang terdiri dari hal-hal di luar bahasa.

We have already noted that we can understand a sentence even if we are unable to

tell whether it is true or false. Often we do know the truth value of a sentence, and the

knowledge we use to decide is knowledge about the world (assuming of course that the

sentence is neither analytic nor contradictory). Knowledge of the world is part of context,

and so pragmatics includes how language users apply knowledge of the world to interpret

utterances.9

(Kita telah mencatat bahwa kita dapat memahami kalimat bahkan kita tidak dapat

mengatakan apakah itu benar atau salah. Seringkali kita tahu nilai kebenaran

kalimat dan pengetahuan yang kita gunakan untuk memutuskan adalah

pengetahuan tentang dunia (tentu saja dengan asumsi bahwa kalimat tersebut tidak

analitik atau bertentangan). Pengetahuan tentang dunia adalah bagian dari

konteks, dan pragmatik mencakup bagaimana pengguna bahasa menerapkan

pengetahuan dunia untuk menafsirkan ucapan-ucapan). Dari kutipan tersebut kita

7 F.X. Nadar, op. cit., h.6-7

8 Kushartanti, dkk., loc. cit.

9 Victoria Fromkin dan Robert Rodman, An Introduction to Language; Third Edition, (New York:

CBS College Publishing, 1983), h. 189

Page 23: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

11

dapat menyimpulkan bahwa untuk memutuskan apakah kalimat salah atau benar

kita menggunakan pengetahuan tentang dunia. Pengetahuan tentang dunia yaitu

bagian dari konteks. Konteks inilah yang kita gunakan untuk menganalisis sebuah

percakapan.

Konteks berhubungan dengan situasi bahasa (speech situation),situasi

sosial, dan saluran. Pengucapan ujaran pada umumnya disertai dengan tingkah

laku non-verbal yang disebut para bahasa, yang mencakup gerak anggota tubuh,

modulasi suara, raut muka, sentuhan, dan jarak.10 Salah satu fungsi situasi dan

konteks itu ialah membuat pembaca tahu apa sebuah kata, frasa atau kalimat

dipakai dengan makna harfiah atau makna kiasan atau retorik.11 Konteks ialah hal-

hal seperti siapa yang diajak berbicara, dalam situasi yang bagaimana kalimat

yang bersangkutan diucapkan.12 Konteks berkaitan dengan situasi sosial, fisik dan

saluran percakapan, seperti intonasi, bahasa tubuh, dan mimik wajah. Petutur

harus bisa menafsirkan apa yang tersirat dalam percakapan yang disampaikan oleh

penutur. Percakapan juga disesuaikan dengan konteks kepada siapa berbicara, di

mana, dan dalam hal apa berbicara.

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai

konteks, dapat disimpulkan bahwa konteks adalah unsur di luar bahasa terkait

dengan latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh penutur dan lawan tutur.

Konteks berhubungan dengan situasi bahasa, situasi sosial, dan saluran, seperti

tingkah laku non-verbal.

Dell Hymes dalam Wahab menciri unsur konteks sebagai berikut: penyampai,

yaitu penutur atau penulis yang mengeluarkan ujaran; penerima, yaitu pendengar atau

pembaca yang menerima pesan dalam ujaran; topik, yaitu apa yang sedang dibicarakan

oleh penyampai dan penerima. Pengetahuan analisis tentang topik sangat membantu

mempertajam analisis wacana yang sedang dihadapinya; setting, yang meliputi waktu,

tempat, dan peristiwa. Unsur lainnya adalah saluran, yaitu bagaimana kontak antara

penyampai dan penerima dilakukan-lisan atau tulisan. Kemudian ada unsur kontek yang

bernama kode, yaitu bahasa atau dialek yang dipakai dalam interaksi. Ada unsur kontek

10

Bambang Yudi Cahyono, op. cit., h. 214-217. 11

Bambang Kaswanti Purwo, Bulir-bulir Sastra dan Bahasa: Pembaharuan Pengajaran ,

(Yogyakarta: KANISIUS, 1991), h. 82 12

Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984, h.

23

Page 24: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

12

yang disebut tujuan, artinya hasil akhir dalam komunikasi antara penyampai dan

penerima.13

Jadi, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang terdapat di dalam konteks yaitu

penutur, petutur, topik yang dibicarakan, setting, cara berkomunikasi, bahsa yang

digunakan, dan tujuan dalam berkomunikasi.

Menurut cf. Syafi‟ie dalam Rani, konteks pemakaian bahasa dapat

dibedakan menjadi empat macam yaitu:

a) konteks fisik meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam

berkomunikasi;

b) konteks epitemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama

diketahui oleh penutur dan petutur;

c) konteks linguistik yang terdiri dari kalimat atau ujaran yang

mendahului dan mengikuti ujaran tertentu dalam suatu peristiwa

komunikasi; konteks linguistik disebut juga dengan istilah konteks;

dan

d) konteks sosial yaitu relasi sosial dan latar yang melengkapi

hubungan antara penutur dan petutur.14

Semua konteks pemakaian bahasa tersebut semuanya tentang penutur, petutur,

dan ujaran. Ketiga hal tersebut harus sejalan dan konteks yang sama-sama mereka

pahami pada saat terjadinya percakapan, hal tersebut merupakan hal yang sangat

membentu dalam memaknai sebuah ujaran.

C. Implikatur

1. Pengertian Implikatur

Implikatur merupakan salah satu kajian utama dalam pragmatik. Pragmatik

mengkaji prilaku yang dimotivasi oleh tujuan-tujuan percakapan.15 Aliran

pragmatik adalah tindakan aliran struktural yang melucuti kalimat yang pada

hakikatnya berkonteks, dan yang pada hakikatnya ada karena digunakan di dalam

13

Abdul Wahab, Butir-butir Linguistik, (Surabaya: Airlangga University Press, 1990), h. 56-57 14

Abdul Rani, dkk., Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian, (Malang:

Bayumedia, 2006), h. 190 15

Geoffrey Leech (penerjemah: Oka). Loc. cit.

Page 25: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

13

komunikasi.16 Berdasarkan pengertian pragmatik yang telah dijabarkan, dapat

dilihat bahwa implikatur merupakan topik utama kajian pragmatik. Implikatur

merupakan komunikasi yang ditimbulkan karena adanya tujuan-tujuan percakapan

yang berkonteks.

Grice suggested that a conversational implicature roughly, a set of non-logical inferences

which contains conveyed messages which are meant without being part of what is said in the strict

sence, can arise from either strictly observing or ostentatiously flouting the maxims.17

(Grice mengemukakan bahwa implikatur percakapan kurang lebih seperangkat

kesimpulan tidak logis yang mengandung penyampaian pesan yang dimaksudkan

tanpa menjadi bagian dari apa yang dikatakan dalam arti yang tepat, dapat timbul

baik dari penelitian yang tepat atau terang-terangan melanggar maksim). jadi,

implikatur adalah penyimpulan informasi atau pesan yang disampaikan di luar

dari apa yang dikatakan dalam arti sebenarnya dan melanggar maksim dalam

prinsip kerjasama.

Pernyataan Grice dalam artikelnya yang berjudul Logic and conversation

mengemukakan bahwa sebuah tuturan dapat melibatkan preposisi yang bukan

merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Preposisi tersebut disebut

implikatur (Implicature). Hubungan kedua preposisi itu bukan merupakan akibat

yang mutlak (necessary consequence).”18 Grice mengatakan dalam percakapan

seorang pembicara mempunyai maksud tertentu ketika mengujarkan sesuatu.

Maksud yang terkandung di dalam ujaran itu disebut implikatur.19 Dapat

dikatakan bahwa implikatur merupakan tujuan yang terkandung dalam percakapan

yang bukan bagian dari tuturan, karena mereka tidak memiliki hubungan yang

mutlak.

Jika ada dua orang yang bercakap-cakap, percakapan itu dapat berlangsung dengan

lancar berkat adanya semacam “kesepakatan bersama”. Kesepakatan itu, antara lain,

berupa kontrak tak tertulis bahwa ihwal yang dibicarakan itu harus saling berhubungan

atau berkaitan. Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing -masing

kalimat secara lepas; maksudnya, makna keterkaitan itu tidak terungkapkan secara “literal”

pada kalimat itu sendiri, ini yang disebut implikatur percakapan.20

16

Bambang kaswanti Purwo, op. cit., h. 16 17

Yan Huang, pragmatics, op. cit., h. 27 18

I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi, Analisis Wacana Pragmatik; Kajian Teori dan

Analisis, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 37-38 19

Kushartanti, dkk., op. cit., h. 106 20

Bambang kaswanti Purwo, op. cit., h. 20

Page 26: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

14

Implikatur percakapan juga dapat dikatakan sebagai makna yang tidak terungkap

secara harfiah atau langsung di dalam kalimat itu sendiri. Hubungan atau

keterkaitan antara tuturan dengan makna yang ingin disampaikan itu saling lepas,

tidak mematuhi prinsip kerjasama dalam percakapan.

Ungkapan bahwa implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang

berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu “yang berbeda” tersebut

adalah maksud pembicara yang tidak dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata

lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang

tersembunyi.21 Dapat disebut juga bahwa implikatur bukanlah apa yang

sebenarnya diucapkan, penutur menyembunyikan maksud dan keinginan yang

sebenarnya. Oleh sebab itu, penutur dan petutur harus memiliki konteks yang

sama atas percakapan yang terjadi.

..... Implicatures are pragmatic aspects of meaning and have certain identifiable

characteristics. They are partially derived from the conventional or literal meaning of an

utterance, produced in a specific context which is share by the speaker and the hearer,

and depend on a recognition by the speaker and the hearer of the Cooperative Principle

and it‟s maxims. For the analyst, as well as the hearer, conversational implicatures must

be treated as inherently indeterminate since they derive from a supposition that the

speaker has the intention of conveying meaning and of obeying the Cooperative

Principle.22

(..... Implikatur merupakan aspek pragmatik dari makna dan memiliki

karakteristik tertentu yang dapat diidentifikasi. Makna dan karakteristik sebagian

berasal dari arti konvensional atau harfiah dari ucapan, dihasilkan dalam konteks

tertentu yang diberikan oleh pembicara dan pendengar, dan tergantung pada

pengakuan pembicara dan pendengar terhadap prinsip kerjasama dan maksim-

maksim itu. Untuk analis, serta pendengar, implikatur percakapan harus

diperlakukan sebagai sifat tak tentu karena mereka berasal dari anggapan bahwa

pembicara memiliki niat menyampaikan makna dan mematuhi Prinsip

Kerjasama). Berdasarkan penjelasan mengenai implikatur tersebut dapat

dikatakan bahwa implikatur merupakan bagian dari pragmatik yang memiliki

karakteristik sebagian berasal dari konvensional ucapan yang dihasilkan oleh

21

Alek dan Achmad, Linguistik Umum; Sebuah ncangan Awal Memahami Ilmu Bahasa, (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 152 22

Gillian Brown dan George Yule, Discourse Analysis, (New York: Cambridge University press,

1983), h. 33

Page 27: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

15

penutur dan petutur dalam konteks tertentu dan sikapnya terhadap maksim-

maksim prinsip kerjasama.

Implikatur dapat juga diartikan mengacu ke yang dikomunikasikan petutur

tetapi tidak dikatakan oleh penutur.23 Menduga guessing tergantung pada konteks,

yang mencakup permasalahan, peserta petuturan dan latar belakang penutur dan

lawan tuturnya. Semakin dalam suatu konteks dipahami, semakin kuat dasar

dugaan tersebut.24 Dari penjelasan implikatur sebelumnya dapat ditarik bahwa

implikatur merupakan tuturan yang tidak secara langsung dan memberikan

informasi lebih serta terkadang menuntut petutur untuk menebak apa yang

dimaksud oleh penutur. Tebakan atau dugaan itu tergantung kepada konteks

tuturan dan yang melatarbelakangi tuturan.

Implikatur sebuah ujaran dapat dipahami antara lain dengan menganalisis

konteks pemakaian ujaran. Pengetahuan dan kemampuan menganalisis konteks

pada waktu menggunakan bahasa sangat menentukan ketepatan menangkap

implikatur. Konteks sangat menentukan makna sebuah ujaran.25 Implikatur

bergantung kepada pemahaman latar belakang konteks dan situasi kedua

pembicara.26 Jadi, implikatur sangat dipengaruhi oleh konteks yang

melatarbelakangi ujaran peserta pembicara. Konteks tersebut memudahkan

pembicara untuk menangkap makna implikatur. Berikut ini adalah contoh

implikatur percakapan:

Konteks: seorang istri menelepon suaminya untuk menanyakan kapan akan sampai di rumah Maika: “Kapan kamu akan sampai di rumah?” Braka: “Seharusnya aku sampai jam delapan, tapi kamu juga tahu bagaimana macet dalam perjalanan ke rumah.”

Jawaban dari Braka terhadap istrinya mengandung setidaknya dua implikatur:

pertama, Braka tidak akan sampai di rumah tepat pada jam delapan karena kata

seharusnya memiliki arti sesuatu yang tidak akan terjadi sesuai dengan yang

23

Asim Gunarwan, PELBBA 18 Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma

Jaya ke Delapan Belas (Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya, 2007) h. 86 24

F.X. Nadar, op. cit., h. 61 25

Abdul Rani, dkk., op. cit.,h. 181 26

Diemroh Ihsan, Pragmatik, Analisis Wacana, dan Guru Bahasa: Pragmatics, Discourse

Analysis, and Language Teachers, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2011) h. 108

Page 28: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

16

diharapkan. Hal ini dapat dipahami oleh istrinya. Kedua, keadaan macet dalam

perjalanan tidak bisa dipastikan sehingga ketepatan sampai di rumah juga tidak

bisa dipastikan. Saat Braka ditanya kapan dia akan sampai di rumah, dia tidak

dapat berjanji secara pasti untuk dapat sampai di rumah pukul delapan dengan

alasan macet.

Peneliti menyimpulkan bahwa implikatur adalah komunikasi yang

ditimbulkan karena adanya tujuan-tujuan percakapan yang berkonteks.

Penyimpulan informasi atau pesan yang disampaikan di luar dari apa yang

dikatakan dalam arti sebenarnya dan melanggar maksim dalam prinsip kerjasama.

Informasi yang disampaikan terkadang menuntut petutur untuk menebak apa yang

dimaksud oleh penutur.

Ada empat manfaat konsep implikatur menurut Levinson dalam Rani

yaitu:

1. memberikan penjelasan makna dan fakta kebahasaan yag tidak

terjangkau oleh teori linguistik;

2. memberikan penjelasan yang jelas tentang perbedaan lahiriah dari

yang dimaksud pemakai bahasa;

3. memberikan pemerian semantik yang sederhana mengenai hubungan

klausa yang dihubungkan dengan kata peghubung yang sama; dan

4. memberikan fakta yang secara lahiriah terlihat tidak berkaitan, akan

tetapi berlawanan (metafora).27

Berdasarkan uraian tersebut, implikatur sangat bermanfaat dalam menjelaskan

mengenai fakta kebahasaan yang tidak dapat di jangkau oleh teori-teori linguistik.

Implikatur juga bermanfaat untuk menjelaskan makna yang berbeda dan terlihat

tidak berhubungan dari apa yang dituturkan.

Berikut adalah beberapa teori yang membahas tentang implikatur. Akan

tetapi, peneliti lebih fokus menggunakan teori yang disampaikan oleh Grice dan

Sperber dan Wilson. Grice menjelaskan teori mengenai prinsip kerjasama

percakapan dan pelanggaran terhadap prinsip kerjasama percakapan. Sementara

27

Abdul Rani, dkk., op.cit., h. 173

Page 29: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

17

itu, Sperber dan Wilson menjelaskan teori relevansi. Adapun teorinya, yaitu

sebagai berikut:

Teori Grice

Istilah implikatur sering kali dikaitkan dengan Grice, yang mengasumsikan

di dalam komunikasi orang hendaklah bekerjasama dengan mitra wicaranya

(petutur) agar komunikasi efisien dan efektif. Partisipan komunikasi harus

mematuhi PKS (prinsip kerjasama) yang dapat dijabarkan menjadi empat maksim,

yaitu maksim keinformatifan, kebenaran, relevansi, dan maksim kejelasan.

Namun, partisipan komunikasi pada umumnya tidak mematuhi PKS (prinsip

kerjasama) Grice. Salah satu sebabnya adalah bahwa komunikasi itu tidak selalu

berupa penyampaian pesan atau informasi saja.28 Grice memostulatkan bahwa

peserta dalam komunikasi seharusnya memenuhi prinsip kerjasama agar

komunikasi efektif dan efisien. Namun, komunikasi yang dilakukan tidaklah

hanya sekedar memberikan pesan sehingga peserta komunikasi sering melanggar

prinsip kerjasama Grice.

The point of the Co-operative principle and the maxims is not to tell people how

to behave, of course. The point is that speakers are permitted to flout the maxims in order

to convey something over and above the literal meaning of the utterance. .... it is useful to

have some way of referring to the kind of preposition that a speaker intends to convey in

this implicit fashion, and the standard term for this is conversational implicature. The

implicature is conversational because it only arises in an appropriate conversational

context.29

(Maksud dari prinsip kerjasama dan maksim tidak memberitahu orang bagaimana

berperilaku, tentu saja. Intinya adalah bahwa pembicara diizinkan untuk

melanggar maksim dalam rangka untuk menyampaikan sesuatu atas dan di atas

arti harfiah dari ucapan. .... hal ini berguna untuk memiliki beberapa cara mengacu

pada jenis preposisi bahwa pembicara bermaksud untuk menyampaikan dengan

cara implisit, dan istilah standar untuk ini adalah implikatur percakapan.

Implikatur percakapan ini karena hanya muncul dalam konteks percakapan yang

tepat). Jadi, peneliti menyimpulkan kutipan tersebut bahwasasnya prinsip

kerjasama bukanlah prinsip yang mendiktekan bagaimana cara seseorang

melakukan percakapan. Maksim yang ada pada prinsip kerja sama dapat dilanggar

untuk menyampaikan informasi sesuai dengan tuturan atau di luar tuturan.

28

Ibid., h. 87 29

Andrew Radford, dkk., Linguistics An Introduction; Second Edition, (New York: Cambridge

University Press, 2009), h. 397

Page 30: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

18

Grice berpendapat bahwa untuk menggali kandungan eksplisit dari sebuah ujaran

adalah sama dengan menggali apa yang kita sebut dengan proposisional dan mood yang

diekspresikannya; sementara semua bentuk asumsi lain yang dikomunikasikan oleh

ujaran, baik yang dikodekan maupun yang disimpulkan, adalah implikatur. Implikatur

yang dikodekan adalah apa yang ia sebut “implikatur konvensional” sementara implikatur

yang disimpulkan adalah “non-konvensional”, dimana salah satu dari bentuk implikatur

non-konvensional yang paling kita kenal adalah “implikatur percakapan”.30

Implikatur adalah segala yang disimpulkan dan dikodekan dalam sebuah ujaran

yang dikomunikasikan. Implikatur yang dikodekan dikenal juga dengan

implikatur konvensional. Implikatur percakapan adalah salah satu dari implikatur

non-konvensional.

“By providing a description of the norms speakers operate with in conversation, Grice

makes it possible to describe what types of meaning a speaker can convey by „flouting‟ one of this

maxims. This flouthing of a maxim results in the speaker conveying, in addition to the literal

meaning of his utterance, an additional meaning, which is conversational implicature.”31

(Dengan memberikan gambaran tentang norma-norma tindakan pembicara dalam

percakapan, Grice memungkinkan untuk menggambarkan jenis makna apakah

seorang pembicara dapat sampaikan dengan 'melanggar' salah satu dari maksim-

maksim ini. Pelanggaran maksim-maksim ini hasil dari yang disampaikan

pembicara, di samping arti harfiah dari ucapannya, arti tambahan, yaitu implikatur

percakapan). Jadi, implikatur percakapan adalah hasil dari pelanggaran maksim

yang dilakukan oleh penutur disamping arti secara konvensional.

“Menurut Leech dalam Rani mengomentari prinsip percakapan Grice

tersebut sebagai kendala dalam berbahasa. Prinsip itu berlaku secara berbeda

dalam konteks penggunaan yang berbeda. Maksim berlaku dalam tingkatan

berbeda dan tidak ada prinsip yang berlaku secara mutlak atau sebaliknya tidak

berlaku sama sekali.”32 Jadi, sanggahan Leech tersebut menyatakan bahwa prinsip

kerjasama Grige memiliki kedala dalam berbahasa. Kendala tersebut terdapat

pada prinsip yang menyesuaikan terhadap konteks dan maksim bukanlah suatu hal

yang mutlak.

Grice argues that these maxims can account for the gap between linguistic

semantic meanings and coveyed meanings, because they serve as a basis for generating

implicit meanings, particularized conversational implicatures (henceforth implicatures

throughout). Surprisingly perhaps, these maxims are responsible for our generating

30

Dan Sperber dan Deirdre Wilson (penerjemah: Suwarna, dkk.), Teori Relevensi; Komunikasi

dan Kognisi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 266 31

Gillian Brown dan George Yule, op. cit., h. 32 32

Abdul Rani, dkk., op.cit., h. 172

Page 31: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

19

implicatures both when we observe the maxims, and when the flout them. The reasons for

the generation of implicatures under these different circumstances are di fferent, of course

in the first type of case, an implicature is generated because of the assumption that the

speaker is following the cooperative principle (CP). Obeying the CP creates expectations

that the maxims are being adhered to as well. If so, the speaker is seen as generating as

implicatures whatever assumptions are needed in order to view the speaker as obeying

the maxims.33

(Grice berpendapat bahwa maksim ini dapat menjelaskan kesenjangan antara

makna semantik linguistik dan makna kelompok, karena mereka berfungsi sebagai

dasar untuk menghasilkan makna implisit, terutama implikatur percakapan

(selanjutnya seluruh implikatur). Mungkin mengherankan, maksim ini

bertanggung jawab untuk menghasilkan implikatur kita baik ketika kita

mengamati prinsip-prinsip, dan ketika melanggar mereka. Alasan untuk generasi

implikatur dalam keadaan yang berbeda, tentu saja dalam jenis kasus pertama,

implikatur yang dihasilkan karena asumsi bahwa pembicara mengikuti prinsip

koperasi (CP). Mematuhi CP menciptakan harapan bahwa maksim sedang

dipatuhi juga. Jika demikian, pembicara dipandang sebagai menghasilkan

implikatur apapun asumsi yang diperlukan dalam rangka untuk melihat pembicara

mematuhi maksim). Peneliti menyimpulkan bahwa maksim yang ada di prinsip

kooperatif atau prinsip kerjasama menurut Grice merupakan landasan dari

terjadinya implikatur dalam percakapan. Terlepas dari melanggar atau tidaknya

pembicara terhadap prinsip kerjasama. Akan tetapi, kepatuhan akan maksim

merupakan asumsi yang pertama penyebab terjadinya implikatur.

Teori Sperber dan Wilson

“Sperber dan Wilson mengkritik PKS yang diutarakan Grice. Sperber dan

Wilson berpendapat bahwa yang terpenting dari bidal-bidal yang disampaikan

Grice adalah bidal relevansi. Bidal relevansi menjadi titik tolak dari teori

relevansi. Relevan berarti berhubungan atau berkaitan dengan hal yang sedang

dibicarakan.”34 Teori relevansi bertujuan menerangkan komunikasi secara

keseluruhan, baik yang eksplisit maupun yang implisit. Teori Grice bertujuan

menerangkan komunikasi yang dayanya dapat ditarik secara eksplisit.35 Relevance

33

Mira Ariel, Reaserch Surveys in Linguistics; Difining Pragmatics, (New York: Cambridge

University Press, 2010), h. 121-122 34

Ibid., h. 91 35

Ibid., h. 95

Page 32: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

20

Theory maintains that speakers comply with a Communicative Principle of

Relevance, which states that when someone communicates in some way, that

communicative act brings with it a guarantee of its own optimal relevance.36

(Teori Relevansi menyatakan bahwa pembicara mematuhi Prinsip Komunikatif

dari Relevansi, menyatakan bahwa ketika seseorang berkomunikasi dalam

beberapa cara, tindakan komunikatif membawa serta jaminan relevansi

optimalnya sendiri). Jadi, Sperber dan Wilson lebih mementingkan bidal relevansi

yang menjadi dasar dari teori relevansi. Teori ini bertujuan untuk menerangkan

komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan komunikasi

membawa jaminan relevansi sendiri dengan mematuhi prinsip komunikatif dari

relevansi.

Eksplikatur menentukan dampak kontekstual dari ujaran sehingga

menentukan sebagian besar dari relevansinya. ..... Prinsip relevansi menuntun

proses penggalian implikatur. .... Implikatur dari sebuah ujaran digali dengan

merujuk pada pengharapan yang diekspresikan penutur tentang bagaimana

ucapannya harus mencapai relevansi optimal.37 Jadi, tercapainya suatu relevansi

yang optimal terjadi karena ekspresi dari harapan penutur terhadap implikatur

yang merujuk kepada konteks. Prinsip relevansi lah yang menuntun untuk

menggali makna implikatur yang didasari oleh konteks tuturan.

“Intuitively, an input (a sight, a sound, an utterance, a memory) is relevant to an

individual when it connects with background information he has available to yield conclusions

that matter to him: say, by answering a question he had in mind, improving his knowledge on a

certain topic, settling a doubt, confirming a suspicion, or correcting a mistaken impression.”38

(Secara intuitif, masukan (pandangan, suara, ucapan, memori) relevan dengan

individu ketika terhubung dengan latar belakang informasi yang dia sediakan

untuk menghasilkan kesimpulan yang penting baginya: katakanlah, dengan

menjawab pertanyaan yang ada dalam pikirannya, meningkatkan pengetahuan

tentang topik tertentu, menetap keraguan, mengkonfirmasikan kecurigaan, atau

mengoreksi kesan keliru). Kesimpulan dari peneliti yaitu segala pengetahuan,

pandangan,dan ucapan yang dimiliki oleh pembicara relevan dengan konteks yang

36

Andrew Radford, dkk., op. cit., h. 399 37

Dan Sperber dan Deirdre Wilson (penerjemah: Suwarna, dkk.), op. cit., h. 283-284 38

Charles F. Meyer, Introducing English Linguistics, (New York: Cambridge University Press,

2009), h. 61

Page 33: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

21

melatarbelakangi tuturan, tersimpan di dalam memori untuk merespon dan

menjawab segala informasi yang disediakan. Jawaban itu bisa berupa konfirmasi

mengenai dugaan, keraguan, dan meningkatkan pengetahuan mengenai topik

tertentu.

The principle of Relevance requires that the speaker balances informativeness (or rather,

contextual effects) on the one hand, and processing cost on the other. The ideal situation would be

to produce maximal cognitive effects for a minimal processing cost. However, there is an

asymmetry between the requirements of processing cost and contextual effects.39

(Prinsip Relevansi membutuhkan keseimbangan keinformatifan pembicara (atau

lebih tepatnya, efek kontekstual) di satu sisi, dan juga nilai proses di sisi lain.

Situasi yang ideal akan menghasilkan efek kognitif maksimal untuk nilai proses

minimal. Bagaimanapun, adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan nilai

proses dan efek kontekstual). Jadi, semakin sedikit nilai proses suatu komunikasi,

maka semakin maksimal efek kognitif yang dihasilkan. Dalam prinsip relevansi

keseimbangan antara kontekstual dan nilai dalam proses komunikasi haruslah

seimbang.

Sperber dan Wilson menyatakan bahwa dari prinsip relevansi itu dapat

dikatakan bahwa surplus informasi yang diberikan dalam jawaban tak langsung

tentu dalam mencapai relevansi lain tertentunya sendiri.40 Contohnya,

Konteks: Si A ingin mengajak Si B makan bersama A: “Maukah kau makan malam bersamaku?”

B: “Aku akan pergi menemani ibu ke supermarket.”

Setiap kontribusi percakapan dalam kerangka teoritis relevansi, jawaban yang

diberikan B mengomunikasikan sebuah anggapan relevansi sendiri. A mengetahui

anggapan ini dan memproses jawaban B bukan hanya sebagai penolakan tak

langasung terhadap tawaran A, tetapi juga sebagai upaya untuk mencegah

pertanyaan tentang alasan bagi penolakan ini dengan memberikan alasan semacam

sebelumnya. Jaminan relevansi yang tersirat dalam penegasan ujaran petutur

dalam kerangka teoritis relevansi sekali lagi dalam hal ini sudah berperan

memengaruhi bagaimana A memproses jawaban tak langsung B.41 Pada contoh

39

Mira Ariel, op. cit., h. 139 40

Louise Cummings (Eti Setiawati, dkk.), Pragmatik, Sebuah Perspektif Multidisiplin

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 30 41

Ibid

Page 34: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

22

tersebut, B menemukan relevansi dari jawaban A berdasarkan pengetahuannya

sendiri berdasarkan konteks yang dimiliki bersama. B mengetahui jikalau A

menolak ajakannya dan A memberikan jawaban seperti di contoh karena dia

mengantisipasi supaya tidak terjadi lagi pertanyaan berikutnya.

Berikut adalah salah satu contoh yang membuktikan teori implikatur

Sperber dan Willson lebih kuat dari teori implikatur Greice.

Konteks: dua orang teman sedang membicarakan film yang mereka sukai Penutur A: “Saya suka film perang, kamu?” Petutur B: “Drama musikal akan lebih menyenangkan.”

Jawaban B merupakan tindak tutur tidak langsung yang memiliki implikatur

percakapan. Yang langsung akan berbunyi saya tidak suka film perang atau

elipsisnya Tidak. Percakapan tersebut telah melanggar PKS Grice, dengan teori

Sperber dan Wilson, implikatur yang dimaksudkan B itu tidak suka menonton

film perang. Bisa juga terdapat implikatur yang lain bahwa B pada saat itu lebih

senang menonton drama musikal terlebih dahulu. Jawaban dari B bisa di pahami

oleh A karena mereka memahami konteks yang ada.

Implikatur percakapan melanggar PKS Grice, misalnya meniadakan bidal

atau maksim kuantitas karena penutur tidak mengetahui dengan pasti jawaban dari

pertanyaan penutur yang membutuhkan jawaban dengan maksim kuantitas.

Petutur menjawab pertanyaan dengan maksim kualitas agar percakapan dapat

berjalan dan penutur mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Pelanggaran

terhadap satu maksim bertujuan untuk menutupi maksim yang lainnya.

Sperber and Wilson‟s Relevance Theory argues for a single Principle of Relevance to

replace all of Grice‟s maxims. This principle operates to ensure that speakers‟s utterances an

Optimally Relevances namely, that they provide an adequate number of contextual effects for the

most minimal processing effort.42

(Teori Relevansi Sperber dan Wilson berpendapat Prinsip tunggal Relevansi

untuk mengganti semua maksim Grice. Prinsip ini beroperasi untuk memastikan

bahwa ucapan-ucapan pembicara itu sebuah Relevansi Optimal yakni, bahwa

mereka menyediakan jumlah efek kontekstual yang memadai untuk usaha

pengolahan yang paling minimal). Jadi, prinsip relevansi dapat menggantikan

42

Mira Ariel, op. cit., h. 143

Page 35: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

23

prinsip-prinsip Grice. Prinsip relevansi ini untuk mengetahui apakah tuturan yang

dilontarkan memiliki relevansi yang optimal yaitu efek kontekstual sepadan

dengan usaha yang dibutuhkan dalam proses berkomunikasi.

Penutur tidak hanya bermaksud menyebabkan efek tertentu pada

pendengarannya melalui penggunaan ujarannya; malahan, efek ini hanya dapat

dicapai dengan tepat apabila maksud untuk menghasilkan efek ini diketahui oleh

pendengar. Oleh karena itu, dia tidak merupakan bagian dari maksud komunikasi

penutur.43 Jadi, maksud yang ingin disampaikan oleh penutur tidak merupakan

bagian dari tuturan secara literal. Tuturan dapat dipahami oleh petutur apabila

petutur menyadari konteks dan maksud yang ingin disampaikan.

A central idea of Relevance Theory is that an utterance is relevant to a hearer

when the hearer can gain positive cognitive effects from that utterance, that is some useful

information. There are two aspects to this. Firstly, the most relevant interpretation of an

utterance must lead to inferences that the hearer would not otherwise have been able to

make. Secondly, these inferences must be accessible to the hearer in the sense that it must

be possible to draw those inferences in a short space of time with relative little effort. If the

inferential process requires too much effort, then the inferences cannot be drawn.44

(Ide sentral Teori Relevansi adalah bahwa ucapan relevan dengan pendengar

ketika pendengar dapat memperoleh efek kognitif positif dari ucapan, itu

merupakan beberapa informasi yang berguna. Ada dua aspek. Pertama, penafsiran

yang paling berkaitan dengan tuturan harus didahului dengan kesimpulan bahwa

pendengar tidak akan bisa menafsirkan kesimpulan. Kedua, kesimpulan ini harus

dapat diakses oleh pendengar dalam arti bahwa harus memungkinkan untuk

menarik kesimpulan mereka dalam waktu singkat dengan relatif sedikit usaha.

Jika proses inferensial memerlukan terlalu banyak usaha, maka kesimpulan tidak

dapat ditarik). Berdasarkan kutipan tersebut peneliti menyimpulkan bahwa

pendengar akan memperoleh efek positif dari sebuah ujaran apabila ujaran

tersebut relevan dengan konteks yang melatarbelakanginya. Ada dua aspek

positif, pertama yaitu penutur harus menyimpulkan terlebih dahulu bahwa

pendengar tidak mampu menafsirkan kesimpulan. Kedua, kesimpulan harus dapat

diakses oleh pendengar, menarik kesimpulan dalam waktu yang singkat dan

sedikit usaha.

Relevant information, emphasize Sperber and Wilson, must not involve an

unjustifiably high processing cost to the adderssee. A maximal degree to the Relevance

then means that the speaker is conveying the most informative message (enabling a

maximal number of contextual effects), but imposing on the addressee only a relatively

low processing effort. Other things being equal, extracting more contextual implications

comes with a higher processing cost to the addressee: first, speakers would have to say

43

Ibid., h. 13 44

Andrew Radford, dkk., op. cit., h. 399

Page 36: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

24

more, imposing on the addressee more interpretative processing, and second addressees

might have to access less and less accessible contexts, in order to drive more and more

contextual implications. This does not constitute a reasonable mechanism for everyday

communication, argue Sperber and Wilson.45

(Informasi yang relevan, yang ditekankan Sperber dan Wilson, tidak harus

melibatkan nilai proses paling tinggi dalam penyampaian suatu maksud. Tingkat

maksimal kerelevansian berarti bahwa pembicara dapat menyampaikan pesan

yang paling informatif (memungkinkan jumlah maksimal dari efek kontekstual),

tapi memaksakan pada penerima hanya proses usaha yang relatif rendah. Hal lain

dianggap sama, penggalian implikasi yang lebih kontekstual datang dengan nilai

proses yang lebih penting dalam penyampaian suatu maksud: pertama, pembicara

harus mengatakan lebih, memaksakan pada penerima proses lebih interpretatif,

dan kedua petutur mungkin harus kurang mengakses dan konteks kurang dapat

diakses, dalam mendorong semakin banyak implikasi kontekstual. Hal ini bukan

merupakan mekanisme yang wajar untuk komunikasi sehari-hari, pendapat

Sperber dan Wilson). Jadi, untuk menyampaikan suatu maksud tidak harus

melibatkan nilai proses yang tinggi untuk menyimpulkannya. Tuturan akan

memiliki relevansi yang maksimal apabila memiliki nilai kontekstual yang

maksimal dan meminimalkan usaha pendengar dalam menyimpulkan tuturan atau

pesan yang dimaksud. Penafsiran informasi yang lebih kontekstual ada dua cara,

yang pertama yaitu penutur harus menyampaikan informasi yang lebih. Kedua,

penutur tidak memberikan informasi yang lebih dan tidak sesuai dengan konteks,

dalam mendorong implikasi kontekstual.

Relevant information need to be new, then. What is crucial, however, is that it

modifies assumptions entertained by the addreses. This means that Relevant information

necessarily interacts with assumptions already available to the addresses. Indeed, the

third, and most common way in which an utterance achieves Relevance is by combining

with currently accessible contextual assumptions to yield further contextual implications.

Contextual implications are conclusions drawn from premises derived from both

contextual assumptions and the information conveyed by the speaker.46

(Informasi yang relevan harus baru. Apa yang penting, bagaimanapun, bahwa

memodifikasi anggapan dilakukan oleh sialamat. Ini berarti bahwa informasi yang

relevan harus berinteraksi dengan anggapan yang sudah tersedia ke sialamat.

Memang, cara ketiga, dan yang paling umum di mana ucapan mencapai Relevansi

45

Mira Ariel, op. cit., h. 138 46

Mira Ariel, op. cit., h. 137

Page 37: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

25

adalah menggabungkan dengan anggapan kontekstual saat ini diakses untuk

menghasilkan implikasi kontekstual lebih lanjut. Implikasi kontekstual adalah

kesimpulan yang diambil dari tempat yang berasal dari kedua anggapan

kontekstual dan informasi yang disampaikan oleh pembicara). implikasi

kontekstual adalah informasi yang sesuai dengan konteks pembicaraan dan yang

melatarbelakangi pembicaraan tersebut. Informasi yang relevan adalah informasi

yang baru. Pendengar harus mampu memodifikasi informasi yang di peroleh

dengan informasi yang ada pada memorinya. Mencapai suatu relevansi apabila

menggabungkan kontekstual saat ini untuk menghasilkan kontekstual selanjutnya.

2. ciri-ciri implikatur

Ciri-ciri implikatur ada lima yaitu dapat terbatalkan, tak terlekatkan dari

apa yang sedang dikatakan, bukan bagian dari makna ungkapannya, tidak

dibawakan oleh apa yang dikatakannya, dan tak terbatas. 47

a) dapat terbatalkan maksudnya pernyataan yang diberikan oleh penutur

dapat dibatalkan dengan memilih keluar dari prinsip kooperatif

percakapan. Contoh: kita dapat saja menambahkan Saya tidak

bermaksud untuk menyiratkan;

b) tak terelakkan dari apa yang sedang dikatakannya yaitu hal yang sama

dikatakan dengan cara yang berbeda, maka implikatur yang sama akan

melekat pada kedua sikap ungkapan tersebut. Implikatur yang sama

„telah gagal mencapai sesuatu‟ melekat pada ungkapan-unkapannya.

Contoh, „Aku mencoba untuk melakukannya‟ dan „Aku berusaha

untuk melakukannya‟ ujaran-ujaran ini melekat pada parafrase-

parafrase;

c) bukan bagian dari makna ungkapannya. Maksud dari pernyataan

tersebut yaitu makna yang tersimpan dari tuturan bukan bagian dari

ungkapannya. Contohnya dalam kata „agaknya‟ itu dapat mengandung

dua makna yang tergantung pada pengetahuan sebelumnya terhadap

makna kata tersebut;

47

Hindun, Pragmatik untuk Perguruan Tinggi, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2012), h. 46-47

Page 38: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

26

d) tidak dibawakan dari apa yang dikatakan yaitu makna yang

disampaikan bukan bawaan dari proposisionalnya; dan

e) tak terbatas. Maksudnya makna yang dihasilkan oleh tuturan tak

terbatas karena tidak terikat secara harfiah.

Berdasarkan ciri-ciri yang telah dijelaskan tersebut, implikatur bukanlah

sesuatu yang kaku. Pelanggaran terhadap prinsip kerjasama dapat membatalkan

pernyataan yang dituturkan oleh penutur. Tuturan yang disampaikan tidak

membawakan makna yang yang dimaksud oleh penutur.

Grice characterizes a potential interpretation as an implicature if it fulfills

certain conditions. (1) Implicatures are not part of the conventional, semantic meaning;

(2) implicatures are nondetachable, namely, they would be generated from the same

content of utterance in the same context even if the utterance was to be differently phrased

(with the exclusion of manner implicatures); (3) implicatures must be computable, that is,

we should be able to reconstruct all the assumed steps required in generating them; (4)

implicatures are not fully determinate (they are open ended to some extent), since there

may be more than one way to explain the speaker‟s adherence to the cooperative

principles while flouting some maxim: (5) implicatures are cancelable, which means that

we can explicitly deny our commitment to them without creating a contradiction.48

(Ciri interpretasi potensi Grice sebagai implikatur bila memenuhi kondisi

tertentu. (1) Implikatur bukan bagian dari konvensional, makna semantik, (2)

implikatur yang tidak dapat dilepaskan, yaitu mereka akan dihasilkan dari konten

yang sama dari ucapan dalam konteks yang sama bahkan jika ucapan itu harus

berbeda diutarakan (dengan pengecualian implikatur cara), (3) implikatur harus

diperhitungkan, yaitu kita harus mampu merekonstruksi semua langkah yang

diperlukan diasumsikan dalam menghasilkan mereka, (4) implikatur tidak

sepenuhnya sudah tentu (mereka terbuka berakhir sampai batas tertentu), karena

mungkin ada lebih dari satu cara untuk menjelaskan kepatuhan pembicara dengan

prinsip-prinsip kerjasama sambil melanggar beberapa maksim: (5) implikatur

dapat dibatalkan, yang berarti bahwa kita dapat secara eksplisit menyangkal

komitmen kita kepada mereka tanpa membuat kontradiksi). Jadi, implikatur harus

memenuhi beberapa persyaratan, pertama, bukanlah makna sebenarnya atau

makana dari apa yang disampaikan atau konvensional. kedua, implikatur

merupakan hasil dari konteks yang sama dan saling terkait. Ketiga, implikatur

48

Mira Ariel, op. cit., h. 124-125

Page 39: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

27

harus direncanakan dan diperkirakan. Keempat, implikatur bukanlah hal yang

kaku. Kelima, implikatur dapat sangkal dan dibatalkan.

Implikatur memiliki dua sifat yang menurut para ahli pragmatik.

a) semuanya bersifat tertentu atau tegas. Premis dan kesimpulan

secara tegas mengandung kandungan yang logis;

b) bertanggung jawab sepenuhnya bagi kebenaran premis dan

kesimpulan. ..., ada kecendrungan dalam pragmatika modern untuk

melakukan implikatur dengan cara ini: yaitu sebagai asumsi-

asumsi yang tegas dimana penuturnya bertanggung jawab atas

isinya seolah dia telah menyatakan secara langsung.49 Jadi,

implikatur harus memiliki sifat yang tegas dan bertanggungjawab

terhadap premis dan kesimpulan yang dilakukan. Setiap penutur

harus memiliki sifat yang tegas terhadap asumsi-asumsi yang

disampaikannya dan bertanggung jawab terhadap isi yang

disampaikan dengan menganggap bahwa itu merupakan tuturan

secara langsung dan harus memiliki kelogisan.

Aneka Tindak Tutur dalam Pengungkapan Implikatur

Pengungkapan di dalam berkomunikasi menurut kerangka teori Parker

(1986) sekurang-kurangnya dapat dibedakan menjadi empat yaitu tindak tutur

langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal.

Literal dan tidak leteral sama saja dengan langsung dan tidak langsung maka oleh

karena itu akan dipaparkan pengungkapan dengan tindak tutur langsung dan

tindak tutur tidak langsunng. Dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pengungkapan dengan Tindak Tutur Langsung

Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang maksud pertuturannya

diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang sesuai dengan modusnya, yakni

kalimat berita untuk memberitakan, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat

memerintah untuk memerintah.

49

Dan Sperber dan DeirdreWilson (penerjemah: Suwarna, dkk.), op. cit., h. 286

Page 40: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

28

2) Pengungkapan dengan Tindak Tutur Tidak Langsung

Tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang situasi atau

pertuturannya diutarakan dengan modus kalimat yang tidak bersesuaian.

Misalnya maksud memerintah diutarakan dengan kalimat tanya, dan

sebagainya.50

Jadi, Pengungkapan tindak tutur langsung dan tidak langsung dalam

berkomunikasi sama saja dengan literal dan tidak literal. Tindak tutur

langsung, tuturannya diungkapkan sesuai dengan maksud pembicaraan.

Tindak tutur tidak langsung, tuturan yang diutarakan tidak bersesuaian dengan

maksud yang diinginkan penutur. Contoh, kalimat berita dimaksudkan untuk

memerintah.

Levinson dalam PWJ Nababan dalam Alek mengemukakan

Keberadaan Implikatur dalam suatu percakapan (wacana dialog) diperlukan

antara lain untuk:

1. Memberikan penjelasan fungsional atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak

terjangkau oleh teori-teori linguistik struktural;

2. Menjembatani proses komunikasi antarpenutur;

3. Memberikan penjelasan yang tegas dan eksplisit tentang bagaimana

kemungkinan pemakai bahasa dapat menangkap pesan, walaupun hal yang

diucapkan secara lahiriah berbeda dari hal yang dimaksud;

4. Dapat menyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan hubungan

antarklausa, meskipun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata dan

struktur yang sama; dan

5. Dapat menerangkan berbagai macam fakta dan gejala kebahasaan yang

secara lahiria tidak berkaitan.51

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa implikatur diperlukan untuk

memberikan penjelasan fungsional atas fakta kebahasan yang tidak tercapai oleh

linguistik struktural. Selain itu implikatur juga diperlukan untuk menjembatani

50

I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi, op. cit., h. 126-127 51

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 2009), h. 154-155

Page 41: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

29

proses komunikasi, memberipenjelasan yang tegas, menyederhanakan pemerian

semantik, dan dapat menerangkan fakta kebahasaan yang secara harfiah tidak

terkait.

3. Macam-macam Implikatur

Menurut Gazdar dalam PELBA 18, keempat maksim prinsip kerjasama

Grice perlu dirumuskan kembali sebagai landasan penarikan implikatur. Menurut

Gazdar, implikatur dapat dibedakan menjadi dua, yakni implikatur khusus dan

implikatur umum. Berikut adalah contoh implikatur khusus yang ada di contoh

pertama dan contoh kedua merupakan implikatur umum.

1. A: apakah Saudara mengundang Ali dan Ahmad?

B: saya mengundang Ali

Implikatur yang terdapat dalam dialog tersebut bahwa B tidak

mengundang Ahmad, Ia hanya mengundang Ali.

2. Saya sedang duduk-duduk disebuah taman. Tiba-tiba seorang anak

muncul menloncati pagar.

Implikatur dalam kalimat tersebut yaitu anak yang melompati pagar

bukanlah anak si penutur. Hal tersebut karena penutur

menggunakan kata “seorang”.52

Berdasarkan contoh tersebut, contoh pada nomor satu (1) mengharuskan lawan

bicara (A) memiliki pengetahuan yang khusus. Jawaban yang diberikan oleh B

mengisyaratkan bahwa dia tidak mengundang Ahmad, hanya mengundang Ali.

Pada contoh nomor dua (2) setiap orang yang mendengar atau membaca contoh

tersebut, mereka akan langsung mengetahui kalau si penutur menyebut “seorang”

secara langsung menandakan anak itu bukanlah anaknya. tidak memerlukan latar

belakang pengetahuan khusus untuk itu.

Adapun pendapat lain mengenai implikatur umum dan implikatur khusus

yaitu sebagai berikut:

a) Implikatur percakapan umum

52

Asim Gunarwan, op. cit., h. 88-89

Page 42: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

30

Dalam kasus contoh, tidak ada latar belakang pengetahuan khusus dan

konteks tuturan yang diminta untuk membuat kesimpulan yang diperlukan.

Konteks, Doobie menanyakan Mary tentang undangannya ke sebuah pesta kepada temannya Bella dan Cathy. Doobie: Did you invite Bella and Cathy? (Apakah Anda mengundang Bella dan Cathy?) Mary: I invited Bella. (Saya mengundang Bella).

Pengetahuan khusus tidak dipersyaratkan untuk memperhitungkan makna

tambahan yang disampaikan.

b) Implikatur percakapan khusus

Sering kali percakapan terjadi dalam konteks yang sangat khusus dimana

kita mengasumsikan informasi yang kita ketahui secara lokal. Inferensi-inferensi

yang sedemikian dipersyaratkan untuk menentukan maksud yang disampaikan

menghasilkan implikatur percakapan khusus. Sebagai ilustrasi, dimana jawaban

Tom tidak tampak pada awalnya untuk mengikuti relevansi . (Sebuah jawaban

relevan yang sederhana adalah „YA‟ atau „TIDAK‟).

Rick : Hey, coming to the wild party tonight? (Hei, apakah kau akan menghadiri pasta yang meriah nanti malam?) Tom : My parents are visiting. (orang tuaku akan mengunjungiku)

Untuk membuat jawaban Tom menjadi relevan, Rick harus memiliki

persediaan sedikit pengetahuan yang diasumsikan bahwa salah satu mahasiswa

dalam adegan ini mengharapkan sesuatu yang lain yang akan dikerjakan.

Implikatur khusus hanya disebut implikatur.53 Jadi, implikatur umum tidak ada

persyaratan khusus yang melatarbelakangi percakapan. Implikatur khusus

menuntut adanya persyaratan khusus dalam percakapan, seperti memiliki

pengetahuan yang sama mengenai konteks percakapan dan relevansi percakapan

yang sedang dilakukan.

Menurut Grice dalam Rani dkk., dalam pemakaian bahasa terdapat

implikatur yang disebut implikatur konvensional dan implikatur percakapan.

Implikatur konvensional ditentukan oleh „arti konvensional kata-kata yang

dipakai‟. Implikatur percakapan mengutip prinsip kerjasama, yakni kesepakatan 53

George Yule, Pragmatik , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 70-74

Page 43: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

31

bahwa hal yang dibicarakan oleh partisipan harus berkait.54 Jadi, implikatur

konvensional berdasarkan arti dari kata-kata yang dituturkan dan sesuai dengan

aturan konvensionalnya. Implikatur percakapan harus memiliki keterkaitan dalam

tuturan walaupun tidak mentaati keseluruhan dari aturan konvensional.

Contoh dari implikatur konvensional terdapat dalam kalimat berikut. Dia

orang Minang karena itu dia suka pedas. Contoh kalimat tersebut memiliki

implikasi bahwa hubungan seperti itu ada. Kalau ada orang Minang yang tidak

suka pedas, implikaturnya yang keliru, tapi ujarannya tidak salah.

Unlike the conversational implicatures, conventional implicatures do not require any

reference to the context, nor the Grecian maxims: they are not calculable, they are also

detachable, quite determinate, and they are noncancelable. With respect to all the se features ,

conversational implicatures are rather like semantic meanings.55

(Berbeda dengan implikatur percakapan, implikatur konvensional tidak

memerlukan referensi ke konteks , maupun maksim Grice: mereka tidak dapat

dihitung, mereka juga dilepas, cukup menentukan, dan mereka tidak dapat

dibatalkan. Sehubungan dengan semua fitur ini, implikatur percakapan agak

seperti makna semantik).

Segerdahl in Cummings stated that articularised conversational implicatures

are the type of implicature that is most often investigated in clinical pragmatic studies.

However, Grice proposed another main category of implicature called generalised

conversational implicature, one type of which scalar implicature, has also been examined

by clinical investigator. For the example in which the sentence in A may be take implicate

B:

A: There will be eight of us on the committee.

B: There won‟t be more than eight of us on the committee.

Sacalar implicatures are so-called because linguistic features are arranged along a scale

according to their information content. The affirmation of one feature on the scale (in the

example above, number eight)implicates that all the informatively stronger features on

scale (e.g. nine, ten, eleven, etc.) do not hold.56

(Segerdahl dalam Cummings menyatakan bahwa secara jelas implikatur

percakapan adalah jenis implikatur yang paling sering diteliti dalam studi klinis

pragmatik. Namun, Grice mengusulkan kategori pokok lain implikatur umum

54

Abdul Rani, dkk., op. cit., h. 171 55

Mira Ariel, op. cit., h. 127-128 56

Louise Cummings, Clinical Pragmatics, (New York: Cambridge University Press, 2009), h. 15-

16

Page 44: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

32

disebut implikatur percakapan, salah satunya skalar implikatur, juga telah

diperiksa oleh peneliti. Misalnya di mana kalimat di A dapat melibatkan B:

A: Akan ada delapan dari kita panitianya B: Tidak akan ada lebih dari delapan dari kita di komite

Disebut Implikatur Sacalar karena ciri-ciri linguistik yang diatur sepanjang skala

sesuai dengan isi informasi mereka. Penegasan dari satu segi pada skala (dalam

contoh di atas, nomor delapan) mengimplikasikan bahwa keseluruhan informasi

yang kuat pada skala (misalnya sembilan, sepuluh, sebelas, dll) tidak terbatas).

Dapat disimpulkan bahwa selain implikatur skalar atau implikatur skala

merupakan bagian dari implikatur percakapan. Implikatur skala menyampaikan

informasinya dengan skala seperti pada contoh tersebut. Yang ditegaskan dalam

tuturan adalah pada skalanya.

Implikatur juga dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan

bentuk eksplikaturnya. Pertama, implikatur berupa makna tersirat dari sebuah

ujaran (between the line). Kedua, implikatur berupa makna yang tersorot dari

sebuah ujaran (beyond the line). Berdasarkan bentuk eksplikatur, implikatur ada

yang tersirat diantara ujaran dan juga ada yang tersorot di luar ujaran.57 Contoh,

A: “Tenggorokanku kering, butuh yang segar-segar nih.” B: “Hmm, kita ke warung jus dan es buah saja.”

Implikatur A mengajak, meminta, mengambilkan, atau membelikan minuman

yang segar untuk menghilangkan dahaga. Implikatur B merupakan implikatur

yang tersorot dan maknanya sebagai lanjutan dari makna yang tersirat. Implikatur

yang tersirat dari A menyatakan bahwa dia kehausan. Oleh sebab itu A mengajak

atau meminta sesuatu kepada B untuk menghilangkan rasa haus dan dahaga.

Ujaran dan reaksi yang diberikan oleh B cukup mengena sehingga terlihat sebagai

wacana yang padu.

Menurut Dan Sperber dan Deirdre, implikatur ada dua jenis yaitu:

1) premis yang diimplikasikan. Premis ini harus disediakan oleh

pendengar, dimana pendengar harus mengambil dari memori. Premis-

57

Abdul Rani, dkk. op. cit., h. 178

Page 45: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

33

premis itu dapat dikenali sebagai implikatur karena menimbulkan

sebuah interpretasi yang konsisten dengan prinsip relevansi; dan

2) kesimpulan yang diimplikasikan. Kesimpulan yang diimplikasikan di

deduksi dari eksplikatur ujaran dan dari konteks. Kesimpulan dapat

dikenali sebagai implikatur karena penutur mengharapkan pendengar

bisa menyimpulkan sendiri.58

Pemikiran dasar yang dimiliki oleh pendengar merupakan sebuah implikatur

karena memiliki relevansi dengan ujaran yang di dengar dan konteks yang

melatarbelakangi percakapan. Selain itu, kesimpulan yang dilakukan oleh

pendengar yang disimpulkan dari eksplikatur ujaran dan konteks juga merupakan

sebuah implikatur.

Contoh dari implikatur yang disampaikan oleh Sperber dan Wilson yaitu

sebagai berikut:

Peter: “Maukah kamu mengendarai Lamborghini?” Risa: “Aku tak mau mengendarai mobile mewah manapun.

Jawaban Risa bukanlah jawaban langsung dari pertanyaan Peter. Akan tetapi,

Peter melalui pengetahuannya dapat menyimpulkan bahwa Lamborghini adalah

mobil mewah. Pemahaman Peter inilah yang disebut implicated premises. Peter

melanjutkan proses berpikirnya, mengapa jawaban Risa seperti itu dan

menggabungkan dengan pengetahuannya bahwa Lamborghini adalah mobil

mewah. Proses ini melahirkan kesimpulan bahwa Risa tidak mau mengendarai

Lamborghini, yang disebut sebagai implicated conclusion.

D. Prinsip Kerjasama Percakapan

Agar pesan yang dinyatakan dapat sampai dengan baik pada peserta tutur,

maka perlu mempertimbangkan prinsip kejelasan, prinsip kepadatan, dan prinsip

kelangsungan. Prinsp-prinsip tersebut secara lengkap dituangkan kedalam prinsip

kerjasama oleh Grice (1975).59 Prinsip kerjasama menyatakan bahwa penutur atau

petutur harus memberikan kontribusi percakapan seperti apa yang diinginkan,

58

Dan Sperber dan DeirdreWilson (penerjemah: Suwarna, dkk.), op. cit., h. 285 59

Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik: Kajian Imperatif dalam Wadah Konteks Sosiokultural dan

Konteks Situasional, (Jakarta: Erlangga, 2009) h. 23

Page 46: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

34

pada tahap dimana kontribusi itu diminta, dan sesuai dengan tujuan dan arah yang

sudah diterima dari pembicaraan yang dilakukan.60 Jadi, tindak tutur haruslah

jelas, padat, dan langsung agar bisa dimengerti oleh petutur atau lawan berbicara.

Kepadatan, kejelasan, dan kelangsungan dalam tuturan dituangkan oleh Grice

dalam prinsip kerjasama.

Prinsip kerjasama ini dilengkapi dengan empat maksim (aturan), yang

menjelaskan bagaimana cara kerja prinsip kerjasama. Maksim yang dimaksud

adalah sebagai berikut:

Maksim kuantitas

a) Buatlah ungkapan seinformatif mungkin sesuai dengan yang diminta; dan

b) Jangan buat ungkapan lebih informatif dari yang dibutuhkan.61

Contoh maksim kuantitas yaitu sebagai berikut:

1) Saya mengajar bahasa Indonesia dua kali seminggu pada hari senin

dan kamis, mulai dari jam 10 sampai 12.30 di kampus Andalas. Si

saya memberikan informasi yang lengkap tentang jadwal mengajar

mata kuliah, hari, jam, dan tempat.

2) I don‟t eat pork (Saya tidak makan babi). Si saya memberikan

informasi yang cukup jelas tetapi tidak berlebihan.

Maksim kualitas

a) jangan mengatakan sesuatu yang diyakini kalau itu salah

b) jangan mengatakan sesuatu kalau tidak ada bukti.62

Contoh maksim kualitas yaitu sebagai berikut:

1) merokok berbahaya bagi kesehatan.

Semua orang sudah percaya karena telah menjadi pengetahuan umum

bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan.

60

Elizabeth Black (penerjemah: Ardianto, dkk.), Stilistika Pragmatis, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2011), h. 50 61

Diemroh Ihsan, op. cit., h. 110 62

Elizabeth Black (penerjemah: Ardianto, dkk.), loc. cit.

Page 47: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

35

2) Saya seorang mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya memberikan informasi apa adanya sesuai dengan fakta yang jika

diperlukan dapat diperlihatkan bukti yang mendukung. Salah satu

buktinya bisa dengan memperlihatkan Kartu Mahasiswa.

Maksim Relasi (Hubungan)

Di dalam maksim relevansi dengan tegas dinyatakan agar dapat terjalin

kerjasama yang sungguh-sungguh baik antara penutur dan petutur dalam praktik

bertutur sapa yang sesungguhnya masing-masing hendaknya memberikan

kontribusi yang benar-benar relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan.63

Contoh maksim relasi yaitu sebagai berikut:

Tanggal 22 Desember jangan lupa membuat kejutan untuk ibu kita karena

hari itu adalah hari ibu.

Suatu asumsi adalah relevan dalam suatu konteks jika dan hanya jika ia

memiliki dampak kontekstual dalam konteks tersebut. Definisi menganggap

intuisi bahwa agar relevan dalam suatu konteks, suatu asumsi harus berhubungan

dengan konteks itu.64 Jadi, tuturan dikatakan relevan apabila memiliki dampak

kontekstual dalam konteks tuturan. Asumsi yang dituturkan haruslah berhubungan

dengan konteks yang melatarbelakangi tuturan.

Maksim cara atau prilaku

a) hindari ekspresi yang tidak jelas

b) hindari ambiguitas

c) sampaikan dengan ringkas

d) sampaikan secara tertata.65

Contoh dari maksim cara atau prilaku yaitu sebagai berikut:

1) hindari eksprisi yang tidak jelas. Contohnya,

Saya tidak tahu, apakah saya suka model baju itu atau tidak 63

Kunjana Rahardi, op. cit., h. 24 64

Dan Sperber dan DeirdreWilson (penerjemah: Suwarna, dkk.), op. cit., h. 181 65

Elizabeth Black (penerjemah: Ardianto, dkk.), op. cit., h. 50-51

Page 48: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

36

2) hindari ambiguitas. Contohnya,

Saya cinta ibu kamu

3) sampaikan dengan ringkas. Contohnya,

Tolong matikan lampu

4) sampaikan secara tertata. Contohnya,

Ada dua cara untuk manusia berkomunikasi. Pertama kita bisa

berkomunikasi secara lisan dan yang kedua berkomunikasi melalui

tulisan.

Berdasarkan penjelasan mengenai maksim yang berhubungan dengan

prinsip kerjasama Grice, ada empat maksim yang mendukung prinsip kerjasama.

a) maksim kuantitas memberikan kontribusi yang sesuai dengan informasi yang

dibutuhkan dan tidak berlebih-lebihan; b) Maksim kualitas, mengatakan sesuatu

yang sesuai dengan fakta dan diyakini benar terjadi; c) Maksim relasi memiliki

kaitan dengan konteks apa yang sedang dibicarakan; dan d) Maksim cara atau

prilaku, menyampaikan yang jelas, ringkas, dan tertata.

Lets try to clarify this by examining one of Grice one of Grice‟s examples:

1) A: Smith dosen‟t seem to have a girlfriend

2) B: He‟s been paying lots of visits to New York Lately66

The Gricean reasoning goes roughly as follows: Assummes that B is relation and

cooperative, and in particular is following the maxim of relation (be relevant); but B‟s

response would be violating this maxim. (Mari kita mencoba untuk menjelaskan hal ini

dengan melihat salah satu dari contoh Grice:

1. A: Smith tampaknya tidak punya pacar

B: Dia sudah membayar banyak kunjungan ke New York Akhir-akhir ini

Penalaran Grice kira-kira sebagai berikut: berpendapat bahwa B berhubungan dan

kooperatif, dan implikatur mengikuti maksim relasi; tetapi respon dari B melanggar

maksim ini).

“Grice argues that the co-operative principle is stated in the following way; mak e your

contribution to the conversation such as is required, at the stage at which it occurs, by the

accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged. For supporting this

principle are four maxims, often called the „Gricean Maxims‟”.67

("Grice berpendapat bahwa prinsip kooperatif dinyatakan dengan cara sebagai

berikut; memberikan kontribusi percakapan sesuai yang dibutuhkan, pada tahap

66

Nicholas Asher dan Alex Lascarides, Logic Of Conversation, (New York: Cambridge University

Press, 2003), h. 29 67

George Yule, The Study of Language, (New York: Cambridge University press, 2006), h. 129

Page 49: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

37

dimana itu terjadi, dengan tujuan diterima atau arah pertukaran percakapan

dimana Anda terlibat . Untuk mendukung prinsip ini ada empat maksim, sering

disebut 'Gricean Maxims'”). Prinsip kerjasama Grice yaitu memberikan informasi

sesuai dengan yang dibutuhkan pada saat dimana percakapan itu berlangsung.

Grice memiliki empat maksim sebagai pendukung prinsip kerjasamanya yang

disebut dengan Grecian Maxims. Dari contoh yang diberikan oleh Crice pada

contoh nomor satu (1), jawaban yang diberikan oleh B melanggar prinsip

kerjasama Grice dan hanya mengikuti salah satu dari maksim pendukung yaitu

maksim relasi.

“Grice notes that a maxim such a Be polite is also normally observed, nor that equal

weight should be attached to each of the stated maxims. The maxim of manner, for example, does

obviously apply to primarily interactional conversation. We might observe that the instruction Be

relevant seems to cover all the other instructions.”68

(Grice mencatat bahwa kaidah seperti Maksim kesopanan biasanya juga diamati,

atau bahwa bobot yang sama harus terkait untuk masing-masing maksim.

Maksim cara, misalnya, tidak berlaku jelas untuk iteraksi percakapan. Kita bisa

mengamati bahwa instruksi jadi relevan tampaknya mencakup semua instruksi

lain). Jadi, tidak hanya maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relasi, dan

maksim cara yang diamati, akan tetapi maksim kesopanan juga diamati. Semua

maksim saling berkaitan dan cakupan semua intruksi membuat intruksi

percakapan menjadi relevan.

Different cultures differ widely in what they consider to be direct speech, or the degree to

which they insist upon indirect speech and the social settings in which each is used. Grice maxims

apply only to direct speech which is intended to communicate facts.69

(Perbedaan budaya dan perbedaan yang luas terhadap apa yang mereka anggap

sebagai tuturan langsung, atau sejauh mana mereka bersikeras atas ucapan tidak

langsung dan pengaturan sosial dimana digunakan. Maksim Grice hanya berlaku

untuk tuturan langsung yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan fakta-

fakta). Grice‟s maxims seem to be accurate descriptions of what is required in

scholarly writing, and even there they are often flouted, not always to produce

68

Gillian Brown dan George Yule, loc. cit. 69

Elaine Chaika, Linguistics, Pragmatics, and Pshycotherapy, (London: Whurr Publishers, 2000),

h. 36

Page 50: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

38

implicatures.70 (Maksim Grice tampaknya menjadi gambaran yang akurat tentang

apa yang diperlukan dalam penulisan ilmiah, dan bahkan mereka sering

melanggar, tidak selalu menghasilkan implikatur). Cooperative principle:

speaker‟s meaning can be calculate on the basis of semantics meaning and the

assumption that speakers are behaving relationally and cooperatively.71 (Prinsip

kerjasama: makna pembicara dapat diperhitungkan atas dasar makna semantik dan

asumsi bahwa pembicara berperilaku terkait dan bekerjasama). Berdasarkan

penjabaran tersebut, Prinsip kerjasama dapat memperhitungkan makna pembicara

atas dasar makna semantik dan hanya bisa berlangsung dalam menyampaikan

fakta-fakta. Maksim Grice lebih cocok dalam penuliasan ilmiah.

Grice broke the general principle into four conversational maxims to explain what

rationality and cooperativeness are: 1) The maxim of Quality: make your contribution

one that is true rather than false; 2) The maxim of Quality: provide the information that

is required for the purposes of the conversation, but no more; dan 3) The maxim of

Relevance: make contributions relevant The maxim of Manner: be clear and orderly in

your talk.72

(Grice memecah prinsipnya menjadi empat maksim percakapan untuk

menjelaskan apa rasionalitas dan kerjasama adalah: 1) Maksim Kualitas: membuat

kontribusi Anda yang benar bukannya salah; 2) Maksim Kuantitas: memberikan

informasi yang diperlukan untuk keperluan percakapan, tapi tidak lebih; 3)

Maksim Relevansi: membuat kontribusi yang relevan; dan 4) Maksim manner:

harus jelas dan tertib dalam pembicaraan Anda). Jadi, Grice membagi prinsipnya

dalam empat maksim, yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim

relevansi, dan maksim manner.

Because the Gricean maxims are not rigid rules, like the rules of law, but

are rather flexible assumptions about how speakers behave, they can be broken,

or flouted, to implicate further meanings.73 (Karena maksim Gricean bukan aturan

yang kaku, seperti aturan hukum, tetapi pendapat yang agak fleksibel mengenai

bagaimana pembicara berperilaku, mereka dapat melanggar, atau dilanggar, untuk

70

Ibid 71

Ralph W. Fasold, An Introduction to Language and Linguistics, (New York: Cambridge

University Press, 2006), h. 160 72

Ibid 73

Ibid, h. 161

Page 51: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

39

melibatkan makna selanjutnya). Maksim Grice merupakan prinsip yang fleksibel

dan dapat dilanggar. Maksim Grice bukanlah sebuah aturan yang kaku.

Jadi, prinsip kerjasama atau kooperatif dipecahkan berdasarkan empat

maksim. Prinsip kerjasama percakapan memerlukan kerjasama antara penutur dan

petutur dengan mengikuti empat maksim. Maksim yang dimaksud Grice tersebut

adalah maksim kuantitas, kualitas, relasi, dan maksim cara. Maksim Grice

mengatakan fakta-fakta tetapi tidak memiliki aturan yang kaku sehingga maksim

tersebut dapat dilanggardan melibatkan makna selanjutnya.

E. Novel

1. Pengertian Novel

Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan,

yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang dan

mengandung nilai hidup, diolah dengan teknik lisan dan ragaan yang menjadi

dasar konvensi penulisan.74 Novel dalam bahasa Inggris merupakan fiksi naratif

yang utama. Clara Reeve menyatakan dalam Wellek, novel adalah gambaran dari

kehidupan dan prilaku yang nyata, dari zaman pada saaat novel itu ditulis dan

bersifat realistis.75 Jadi, novel mengandung unsur kehidupan manusia berdasarkan

sudut pandang penulis yang berdasarkan kepada kenyataan pada masanya.

Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas

problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.76 Novel dianggap

sebagai dokumen atau kasus sejarah, sebagai pengakuan (karena ditulis sangat

meyakinkan), sebagai cerita kejadian sebenarnya, sebagai sejarah hidup seseorang

dan zamannya.77 Selain menggambarkan kehidupan sebenarnya, novel juga

merupakan gambaran problematika beberapa orang tokoh. Karya tersebut bisa

dianggap sebagai sebuah dokumen sejarah karena sifatnya meyakinkan pembaca

akan kejadian yang diceritakan di dalam novel.

74

A Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra; Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), h. 136 75

Rene Wellek dan Austin Warren (penerjemah: Melani Budianta), Teori Kesustraan, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 282 76

E. Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, (Bandung: Y rama Widya, 2012), h. 60 77

Rene Wellek dan Austin Warren (penerjemah: Melani Budianta), op. cit., h. 276

Page 52: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

40

Penjelasan tentang novel yang telah dipaparkan tersebut dapat dikatakan

bahwa novel adalah jenis prosa baru setelah puisi dan drama yang menyajikan

peristiwa kehidupan pada saat novel itu diciptakan. Novel mengandung unsur

tokoh, alur, rekaan, yang biasanya disebut dengan unsur intrinsik. Novel

mengandung sejarah dan dokumen kehidupan yang diperankan oleh tokoh di

dalam novel. Adapun unsur di luar karangan, yaitu berupa faktor sosial, agama,

politik, dan ekonomi, disebut dengan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik hadir

untuk memperkuat sisi kehidupan yang nyata dalam novel.

2. Jenis Novel

Jenis novel menurut waluyo dalam Adji, novel dibagi menjadi dua yaitu

novel serius dan novel populer. Novel serius adalah novel yang dipandang bernilai

sastra tinggi sedangkan novel populer adalah novel yang nilai sastranya rendah

karena berpotensi sebagi hiburan semata. Novel populer cenderung mengikuti

kemauan pasar.78 Menurut Sumardjo dalam Adji, novel populer memiliki daya

tarik lika-liku jalan ceritanya yang penuh suspense. Selalu menyuguhkan cerita

yang mengasyikkan, penuh aksi, dan penuh warna.79 Berdasarkan pendapat dua

ahli tersebut, novel terbagi dalam dua jenis yaitu novel serius dan novel populer.

Novel serius memiliki karya sastra yang tinggi sedangkan novel populer hanya

sebagai iburan akan tetapi memiliki daya tarik tersendiri bagi penimat novel.

Adapun ciri-ciri novel populer dan novel serius menurut Yudiono dalam

Adjib yaitu sebagai berikut:

(1) novel serius;

a) untuk penyempurnaan diri;

b) berfungsi sosial;

c) bisa dibaca berkali-kali;

d) isinya dapat menentang sikap hidup dan kepercayaan pembaca;

e) semua novel baik; dan

78

Muhammad Adji, dkk., Novel Popular Indonesia; Karya , Pengarang, dan Realitas, (Bandung:

Sastra UNPAD Press) h, 22 79

Ibid, h. 21

Page 53: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

41

f) diperhatikan oleh para kritikus dan biasanya direkomendasikan

untuk dibaca oleh masyarakat

(2) novel populer;

a) dibaca untuk kepentingan hiburan semata;

b) berfungsi untuk hiburan seja;

c) dibaca sekali saja;

d) isinya hanya fantasi pengarang;

e) isinya bermacam-macam dan menurut tipenya; dan

f) tidak diulas oleh para kritikus sastra. 80

Jadi, novel serius lebih kepada fungsi sosial dan memiliki nilai sastra yang

tinggi. Novel serius diperhatikan oleh para kritikus sastra banyak mengandung

hal-hal yang baru. Novel populer hanya mengikuti kemauan pembaca dan

berfungsi untuk hiburan saja. Kebanyakan topik yang digunakan sama dengan

novel yang lainnya. Novel populer memiliki tingkat sastra yang rendah dan tidak

dikaji oleh pengamat sastra.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan yang pertama mengenai implikatur pernah dilakukan

oleh Agus Sulistio, Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri

Jakarta, 1999. Skripsinya berjudul “Analisis Implikatur Pecakapan dalam Novel

Saman Karya Ayu Utami Serta Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia di SMU”. Fokus penelitian skripsi ini adalah anutan atau pemakaian

prinsip kerjasama atas empat maksim percakapan. Maksim tersebut yaitu maksim

kuantitas, maksim kualitas, maksim hubungan, dan maksim cara, dalam

penggalan pasangan percakapan yang diturunkan dari konteks-konteks percakapan

terpilih yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami.

Peneliti sendiri menulis Skripsi yang berjudul “Implikatur Percakapan

pada Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di

Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra serta Implikasinya

Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Fokus utama penelitian ini

80

Ibid, h. 23

Page 54: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

42

yaitu masalah implikatur percakapan dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa;

Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan

Rangga Almahendra.

Penelitian relevan yang kedua berjudul “Implikatur Percakapan dalam

Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy”. Penulis yaitu

mahasiswa dari Program Studi Pendidikan dan Bahasa Indonesia, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bina Darma, Palembang, angkatan

2012. Peneliti bernama Aidil Sutarnas. Penelian yang dilakukan oleh peneliti

memiliki beberapa tujuan. Pertama, mendeskripsikan implikatur percakapan yang

terdapat dalam novel Ketika Cinta Bertasbih. Kedua, mendeskripsikan berbagai

fungsi tindak tutur yang digunakan dalam novel Ketika Cinta Bertasbih. Ketiga,

mendeskripsikan penyimpangan-penyimpangan terhadap prinsip kerjasama dalam

penggunaan implikatur dalam novel Ketika Cinta Bertasbih.

Peneliti dalam penelitian yang berjudul “Implikatur Percakapan pada

Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa

Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra serta Implikasinya

Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”, memiliki beberapa tujuan.

Pertama, Mendeskripsikan implikatur percakapan yang terdapat pada novel 99

Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya

Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Kedua, Mengetahui implikasi

implikatur percakapan dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan

Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga

Almahendra terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Persamaan

antara penelitian relevan yang kedua dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti yaitu pada tujuan yang pertama. Kedua penelitia ini sama-sama

mendeskripsikan implikatur percakapan yang terdapat dalam novel yang diteliti.

Namun, peneliti dalam tujuannya tidak mendeskripsikan mengenai fungsi tindak

tutur dalam novel dan penyimpangan terhadap prinsip kerjasama.

Penelitian relevan yang ketiga berjudul “Analisis Persetujuan dan

Penolakan pada Tokoh Franziska Ditinjau Dari Implikatur Percakapan dalam

Novel Das Superweib Karya Hera Lind”. Penelitian ini dilakukan oleh Wisma

Page 55: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

43

Kurniawati pada tahun 2014, Pendidikan Bahasa Jerman dan Sastra Jerman,

Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya. Penelitian ini

menggunakan teori Grice. Hasil analisis implikatur percakapan ditemukan

sebanyak dua buah yang menyalahi prinsip kerjasama dalam pernyataan

persetujuan pada tokoh Franziska. Kedua percakapan yang berupa persetujuan ini

semuanya telah melanggar maksim kuantitas dan hanya satu percakapan yang

melanggar maksim relasi. Implikatur percakapan yang ditimbulkan oleh

pelanggaran prinsip kerjasama dalam menyatakan penolakan pada tokoh

Franziska adalah sebanyak empat buah, dan keempat percakapan berupa

penolakan ini semua telah melanggar maksim kuantitas, tiga percakapan

melanggar maksim relasi, dan dua percakapan melanggar maksim cara.

Persamaan penelitian relevan yang ketiga dengan penelitian yang

dilakukan peneliti sendiri yaitu penelitian relevan menggunakan teori Grice.

Wisma Kurniawati lebih fokus kepada implikatur percakapan mengenai

persetujuan dan penolakan pada tokoh Franziska. Peneliti sendiri menggunakan

teori Grice untuk menentukan penyimpangan terhadap maksim prinsip kerjasama.

Akan tetapi, peneliti juga menggunakan teori relevansi Sperber dan Wilson karena

di dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di

Eropa mentaati maksim relevansi Grice yang sesuai dengan teori Relevansi.

Perbedaan antara penelitian yang relevan dengan peneliti sendiri yaitu peneliti

tidak fokus hanya kepada satu tokoh saja.

Page 56: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

44

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Biografi Pengarang

Hanum Salsabiela Rais, adalah putri Amien Rais, lahir dan menempuh

pendidikan dasar Muhammadiyah di Yogyakarta hingga mendapat gelar Dokter

Gigi dari FKG UGM. Mengawali karir menjadi jurnalis danpresenter di TRANS

TV. Hanum memulai petualangannya di Eropa selama tinggal di Austria bersama

suaminya Rangga Almahendra dan bekerja untuk proyek video podcast Executive

Academy di WU Vienna selama 2 tahun. Ia juga tercatat sebagai koresponden

detik.com bagi kawasan Eropa dan sekitarnya.Tahun 2010, Hanum menerbitkan

buku pertamanya, Menapak Jejak Amien Rais: Persembahan Seorang Putri untuk

Ayah Tercinta. Sebuah novel biografi tentang kepemimpinan, keluarga dan

mutiara hidup.

2. Sinopsis Novel 99 Cahaya di Langit Eropa

Buku ini adalah catatan perjalanan atas sebuah pencarian. Pencarian

cahaya Islam di Eropa yang kini sedang tertutup awan saling curiga dan

kesalahpahaman. Untuk pertama kalinya dalam 26 tahun, aku merasakan hidup di

suatu negara dimana Islam menjadi minoritas. Pengalaman yang makin

memperkaya spiritualku untuk lebih mengenal Islam dengan cara yang berbeda.

Tinggal di Eropa selama 3 tahun adalah arena menjelajah Eropa dan segala isinya.

Hingga akhirnya aku menemukan banyak hal lain yang jauh lebih menarik dari

sekedar Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser Mozart, Stadion Sepakbola San

Siro, Colloseum Roma, atau gondola gondola di Venezia. Pencarianku telah

mengantarkanku pada daftar tempat-tempat ziarah baru di Eropa. Aku tak

menyangka Eropa sesungguhnya juga menyimpan sejuta misteri tentang Islam.

Eropa dan Islam. Mereka pernah menjadi pasangan serasi. Kini hubungan

keduanya penuh pasang surut prasangka dengan berbagai dinamikanya. Aku

merasakan ada manusia-manusia dari kedua pihak yang terus bekerja untuk

memperburuk hubungan keduanya. Pertemuanku dengan perempuan muslim di

Page 57: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

45

Austria, Fatma Pasha telah mengajarkanku untuk menjadi bulir-bulir yang bekerja

sebaliknya. Menunjukkan pada Eropa bulir cinta dan luasnya kedamaian Islam.

Sebagai Turki di Austria, Ia mencoba menebus kesalahan kakek moyangnya yang

gagal meluluhkan Eropa dengan menghunus pedang dan meriam. Kini ini ia

mencoba lagi dengan cara yang lebih elegan, yaitu dengan lebarnya senyum dan

dalamnya samudra kerendahan hati. Aku dan Fatma mengatur rencana. Kami akan

mengarungi jejak-jejak Islam dari barat hingga ke timur Eropa. Dari Andalusia

Spanyol hingga ke Istanbul Turki. Dan entah mengapa perjalanan pertamaku

justru mengantarkanku ke Kota Paris, pusat ibukota peradaban Eropa.

Di Paris aku bertemu dengan seorang mualaf, Marion Latimer yang bekerja

sebagai ilmuwan di Arab World Institute Paris. Marion menunjukkan kepadaku

bahwa Eropa juga adalah pantulan cahaya kebesaran Islam. Eropa menyimpan

harta karun sejarah Islam yang luar biasa berharganya. Marion membukakan mata

hatiku. Membuatku jatuh cinta lagi dengan agamaku, Islam. Islam sebagai sumber

pengetahuan yang penuh damai dan kasih.

Museum Louvre, Pantheon, Gereja Notre Dame hingga Les Invalides

semakin membuatku yakin dengan agamaku. Islam dulu pernah menjadi sumber

cahaya terang benderang ketika Eropa diliputi abad kegelapan. Islam pernah

bersinar sebagai peradaban paling maju di dunia, ketika dakwah bisa bersatu

dengan pengetahuan dan kedamaian, bukan dengan teror atau kekerasan

Perjalananku menjelajah Eropa adalah sebuah pencarian 99 cahaya kesempurnaan

yang pernah dipancarkan oleh Islam di benua ini. Cordoba, Granada, Toledo,

Sicilia dan Istanbul masuk dalam manifest perjalanan spiritualku selanjutnya.

Saat memandang matahari tenggelam di Katedral Mezquita Cordoba,

Istana Al Hambra Granada, atau Hagia Sophia Istanbul, aku bersimpuh. Matahari

tenggelam yang aku lihat adalah jelas matahari yang sama, yang juga dilihat oleh

orang-orang di benua ini 1000 tahun lalu. Matahari itu menjadi saksi bisu bahwa

Islam pernah menjamah Eropa, menyuburkannya dengan menyebar benih-benih

ilmu pengetahuan, dan menyianginya dengan kasih sayang dan toleransi antar

umat beragama. Akhir dari perjalananku selama 3 tahun di Eropa justru

Page 58: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

46

mengantarkanku pada titik awal pencarian makna dan tujuan hidup. Makin

mendekatkanku pada sumber kebenaran abadi yang Maha Sempurna.

B. Analisis Data

Data dalam penelitian ini berupa penggalan konteks-konteks percakapan di

dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di

Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Penggalan konteks-

konteks percakapan terpilih kemudian dipenggal lagi menjadi penggalan pasangan

percakapan, selanjutnya dianalisis berdasarkan prinsip kerjasama percakapan yang

dikemukakan oleh Grice dan teori relevansi yang dinyatakan oleh Sperber dan

Wilson serta dianalisis dengan menggunakan analisis konteks cf. Syafie‟ie.

Disetiap sub judul terdapat kode halaman novel yang berisi penggalan konteks

percakapan. Misalkan (h. 34), menandakan bahwa penggalan konteks percakapan

tersebut terdapat pada halaman ke-34 dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa;

Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa. Berikut ini adalah deskripsi data

penggalan konteks percakapan dan analisis nya.

1) Data 1

Penasihat: ...Mmm...Panglima...apakah Panglima juga berkenan mendengar berita lainnya? Hanya saja berita ini sedikit

kurang baik..., (diam, menunduk penuh ketakutan) Panglima: (Mata Panglima tiba-tiba melotot. Dia seperti tak percaya

karena ini adalah detik-detik yang menentukan dan

seharusnya tidak ada berita buruk). Katakan! (dengan suara yang berat)

Penasihat: Mereka tidak menyerang, Panglima. Tetapi anak buah kita melihat tembakan api terus-menerus dilontarkan ke udara di dalam benteng, (Menjawab dengan satu tarikan napas)

(Sumber, Rais, 2012 : 13)

P1: Penasihat

P2: Panglima

Berdasarkan data 1 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

penasihat dan Panglima untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama

Grice digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Penasihat

P2: Panglima

Page 59: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

47

Topik: Berita kurang baik

Latar waktu: Malam hari di musim panas

Latar tempat: Di Eropa Barat dalam sebuah barak untuk persiapan ekspansi

Latar Peristiwa: P1 menyampaikan berita buruk

Saluran: Bahasa lisan dengan terbatah-batah dan ekspresi wajah dengan mata

melotot

Kode: Bahasa Indonesia

Tujuan: P1 ingin menyampaikan berita pada P2

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu maksim cara. Maksim cara dilanggar pada

percakapan penasihat yang terbatah-batah, terdapat pada kutipan berikut:

“...Mmm...Panglima...apakah Panglima juga berkenan mendengar berita lainnya? Hanya saja berita ini sedikit kurang baik..., (diam, menunduk penuh ketakutan)”

Maksim cara yang selanjutnya dilanggar karena jawaban dari Panglima

mengandung ambiguitas, terdapat pada penggalan percakapan sebagai

berikut:

“(Mata Panglima tiba-tiba melotot. Dia seperti tak percaya karena ini adalah detik-detik yang menentukan dan seharusnya tidak ada berita

buruk). Katakan! (dengan suara yang berat)”

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim kuantitas terpenuhi karena jawaban Panglima

sesuai dengan informasi yang dibutuhkan penasihat, terdapat pada

kutipan berikut: “Katakan!”

b) Maksim kualitas. Maksim kualitas terpenuhi karena penasihat

memberikan informasi yang sesuai dengan kejadian yang sebenarnya

terjadi, terdapat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Mereka tidak menyerang, Panglima. Tetapi anak buah kita melihat tembakan api terus-menerus dilontarkan ke udara di dalam benteng,”

c) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena data yang diberikan oleh

penasihat dengan kejadian yang melatar belakangi percakapan saling

berhubungan. Terdapat pada kutipan berkut:

Page 60: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

48

“Mereka tidak menyerang, Panglima. Tetapi anak buah kita melihat

tembakan api terus-menerus dilontarkan ke udara di dalam benteng,”

Implikatur: P2 melototkan matanya karena terkejut dan tidak mengharapkan ada

berita buruk.

2) Data 2

Fatma: Karena ini, Hanum, (sambil mengarahkan telunjuknya ke kepala).

Mungkin..., (berhenti berbicara seolah mencari ide di kepalanya). Karena aku berjilbab. Aku tidak pernah mendapatkan balasan

balasan dari perusahaan tempat aku melayangkan lamaran pekerjaan. Jika harus bersekolah aku tidak mampu mengeluarkan biaya, (ucapnya lirih).

Hanum: Fatma, maaf jika aku menyinggungmu. Kenapa kau tak berpikir, mungkin mmm...kualifikasimu kurang sesuai, atau pengalaman

kerjamu kurang sehingga perusahaan di sini tidak menerimamu? (dengan ucapan yang terbata-bata).

Fatma: Ah, tadinya kupikir juga demikian, Hanum. Sampai kuturunkan

pilihanku. Katakan padaku, apakah profesionalitas dan kompetensi sangat dibutuhkan sekadar untuk menjadi portir

dalam dapur? (Sumber, Rais, 2012 : 23)

P1: Fatma

P2: Hanum

Berdasarkan data 2 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Fatma untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Fatma

P2: Hanum

Topik: Berjilbab mengakibatkan sulit mendapatkan pekerjaan

Latar waktu: Siang hari

Latar tempat: dalam bus, kota Wina

Latar peristiwa: P2 tidak setuju dengan pernyataan P1

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia

Tujuan: P1 meyampaikan alasannya sulit untuk mendapatkan pekerjaan

Page 61: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

49

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim kuantitas dilanggar karena jawaban Fatma

lebih dari informasi yang dibutuhkan Hanum, hal tersebut terdapat pada

kutipan berikut:

“Ah, tadinya kupikir juga demikian, Hanum. Sampai kuturunkan pilihanku. Katakan padaku, apakah profesionalitas dan kompetensi

sangat dibutuhkan sekadar untuk menjadi portir dalam dapur?”

b) Maksim cara. Maksim cara dilanggar karena jawaban Fatma tidak

ringkas. Bukti bahwa jawaban Fatma kurang ringkas terdapat pada

kutipan penggalan percakapan saat melanggar maksim kuantitas.

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena pernyataan P1 berdasarkan

dari pengalaman pribadi P1. Terpenuhinya maksim kualitas dapat dilihat

pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Ah, tadinya kupikir juga demikian, Hanum. Sampai kuturunkan pilihanku. Katakan padaku, apakah profesionalitas dan kompetensi

sangat dibutuhkan sekadar untuk menjadi portir dalam dapur?”

b) Maksim relevansi. Maksim relevansi terpenuhi karena pertanyaan P2

terhadap P1 dapat di jawab dengan baik. Mereka sama-sama mengetahui

konteks yang melatarbelakangi percakapan, yaitu P1 merasa susah

mendapatkan pekerjaan karena berjilbab.

Implikatur: P1 memperkuat pernyataannya dengan melontarkan pertanyaan

balik kepada P2

3) Data 3

Hanum: Hai, nama aku Hanum. Namamu siapa? Senang berkenalan denganmu. Magst du Schokolade. Maukah kau coklat ini?

Fatma: Ah, Milka! Ich mag Milka gern. Aber...danke, Ich faste. Saya

sangat suka coklat Milka. Tapi...terimakasih, saya sedang berpuasa

Hanum: Ambillah untuk berbuka puasa nanti. Kau berpuasa Senin-Kamis ya?

Fatma: (Fatma terlihat senang dengan respon Hanum yang paham dengan

puasa yang sedang dilakoninya)

Page 62: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

50

(Sumber, Rais, 2012 : 26-27)

P1: Hanum

P2: Fatma

Berdasarkan data 3 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Fatma untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Hanum

P2: Fatma

Topik: Coklat Milka

Latar waktu: Pagi hari saat kelas bahasa Jerman baru di mulai

Latar tempat: Kelas bahasa Jerman

Latar peristiwa: Fatma puasa Senin-Kamis

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia campur bahasa Jerman

Tujuan: P1 ingin memberi kesan baik dalam perkenalan awal

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim kuantitas dilanggar karena P2 tidak

memberikan informasi yang dibutuhkan P1. Pelanggaran tersebut terdapat

pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Hanum: Hai, nama aku Hanum. Namamu siapa? Senang berkenalan denganmu. Magst du Schokolade. Maukah kau coklat ini?

Fatma: Ah, Milka! Ich mag Milka gern. Aber...danke, Ich faste. Saya sangat suka coklat Milka. Tapi...terimakasih, saya sedang berpuasa”

b) Maksim cara. Maksim cara dilanggar karena P2 tidak menjawab

pertanyaan dari P1 secara tertata dan ringkas. Pelanggaran terhadap

maksim cara dapat dilihat pada penggalan percakapan yang sama dengan

kutipan pelanggaran maksim kuantitas.

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena alasan dari P2 untuk

menolak pemberian P1 berdasarkan fakta. Terpenuhinya maksim kualitas

dapat dilihat pada penggalan percakapan pada kutipan berikut:

Page 63: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

51

“Ah, Milka! Ich mag Milka gern. Aber...danke, Ich faste. Saya sangat

suka coklat Milka. Tapi...terimakasih, saya sedang berpuasa”

b) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena alasan yang diberikan

oleh P2 menolak pemberian P1 dapat dipahami oleh P1. Hal tersebut

terjadi karena mereka memiliki pengetahuan yang sama atas konteks yang

melatarbelakangi percakapan. Bukti terpenuhinya maksim relevansi

terlihat dalam kutipan berikut:

“Ambillah untuk berbuka puasa nanti. Kau berpuasa Senin-Kamis ya?”

Implikatur: P2 menolak pemberian P1 karena melakukan ibadah puasa

4) Data 4

Hanum: Fatma, kurasa...mmm...sebaiknya kita menghangatkan diri di

kafe.

Fatma: Kenapa? Sudah terlanjur berlari kemari. Sebaiknya kita masuk dulu ke gereja. Di dalam banyak patung reilief yang artistik. Kau perlu mengabadikan dengan kameramu. Setelah itu, baru kita

bersantai di kafe. Lekas masuk! Aku tahu cara menghangatkan badan yang paling efektif dalam gereja, (Fatma seperti bisa membaca kegelisahan Hanum).

(Sumber, Rais, 2012 : 34)

P1: Hanum

P2: Fatma

Berdasarkan data 4 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Fatma untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Hanum

P2: Fatma

Topik: Menghangatkan badan

Latar Waktu: Sore menjelang malam

Latar tempat: Gereja Saint Joseph

Latar Peristiwa: P1 menduga P2 tidak nyaman menghangatkan diri di Gereja

Saint Joseph

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia

Page 64: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

52

Tujuan: P1 mengajak P2 menghangatkan badan di kafe karena P1 menduga

bahwa P2 tidak nyaman berada di Gereja

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena P2 memberikan

informasi yang lebih dari yang dibutuhkan P1. Pelanggaran terhadap

maksim kuantitas dapat dilihat melalui kutipan penggalan percakapan

berikut:

“Kenapa? Sudah terlanjur berlari kemari. Sebaiknya kita masuk dulu ke gereja. Di dalam banyak patung reilief yang artistik. Kau perlu

mengabadikan dengan kameramu. Setelah itu, baru kita bersantai di kafe. Lekas masuk! Aku tahu cara menghangatkan badan yang paling efektif dalam gereja, (Fatma seperti bisa membaca kegelisahan

Hanum).”

b) Maksim cara. Maksim ini dilanggar karena jawaban P2 memberikan

informasi yang tidak singkat kepada P1. Pelanggaran terhadap maksim

cara dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan pelanggaran

maksim kuantitas.

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena P2 memberikan jawaban

yang sesuai dengan kenyataan mengenai Gereja Saint Joseph dan dapat di

buktikan kebenarannya. Terpenuhinya maksim kualitas dapat dilihat pada

kutipan penggalan percakapan berikut:

“Kenapa? Sudah terlanjur berlari kemari. Sebaiknya kita masuk dulu ke gereja. Di dalam banyak patung reilief yang artistik. Kau perlu

mengabadikan dengan kameramu. Setelah itu, baru kita bersantai di kafe. Lekas masuk! Aku tahu cara menghangatkan badan yang paling

efektif dalam gereja, (Fatma seperti bisa membaca kegelisahan Hanum).”

b) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena jawaban yang diberikan

P2 kepada P1 memiliki hubungan sehiingga P1 dapat mengerti maksud

dari P2. Hubungan tersebut terjadi karena mereka sama-sama memahami

konteks yang melatarbelakangi terjadinya percakapan.

Implikatur: P2 menolak ajakan P1 untuk menghangatkan badan di kafe

Page 65: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

53

5) Data 5

Hanum: Psst...psst, Fatma...diamlah sebentar...,

Fatma: Ada apa? Kau tak suka kita membicarakan gereja?

Hanum: Kurasa tamu di balik tembok ini sedang menjelek-jelakan Islam.

Mereka menyebut croissant melambangkan bendera Turki yang bisa dimakan. Kau makan croissant artinya makan Islam!

Pokoknya menyebalkan!

(Sumber, Rais, 2012 : 39)

P1: Hanum

P2: Fatma

Berdasarkan data 5 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Fatma untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Hanum

P2: Fatma

Topik: Beberapa turis menjelek-jelekan Islam dengan memakan roti croissant

Latar waktu: Sore hari

Latar tempat: Kafe

Latar peristiwa: P1 menguping beberapa turis yang sedang menjelek-jelekan

Islam

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia

Tujuan: P1 memberitahukan kepada P2 bahwa ada beberapa turis sedang menjelek-jelekan Islam dengan memakan roti croissant

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena jawaban yang diberikan

oleh P1 memberikan informasi lebih dari yang dibutuhkan oleh P2.

Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dapat dilihat pada kutipan

penggalan percakapan berikut:

“Kurasa tamu di balik tembok ini sedang menjelek-jelakan Islam.

Mereka menyebut croissant melambangkan bendera Turki yang bisa

Page 66: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

54

dimakan. Kau makan croissant artinya makan Islam! Pokoknya

menyebalkan!”

b) Maksim cara. Maksim ini dilanggar karena P1 menjawab pertanyaan P2

tidak tertata dan tidak ringkas. Pelanggaran terhadap maksim ini dapat

dilihat pada penggalan kutipan percakapan berikut:

“Fatma: Ada apa? Kau tak suka kita membicarakan gereja?

Hanum: Kurasa tamu di balik tembok ini sedang menjelek-jelakan Islam. Mereka menyebut croissant melambangkan bendera Turki yang

bisa dimakan. Kau makan croissant artinya makan Islam! Pokoknya menyebalkan!”

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena alasan yang diberikan oleh

P1 kepada P2 benar-benar terjadi pada saat percakapan berlangsung.

Terpenuhinya maksim kualitas dapat dilihat melalui kutipan penggalan

percakapan berikut:

“Kurasa tamu di balik tembok ini sedang menjelek-jelakan Islam. Mereka menyebut croissant melambangkan bendera Turki yang bisa

dimakan. Kau makan croissant artinya makan Islam! Pokoknya menyebalkan!”

b) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena diantara P1 dan P2 terjadi

percakapan yang saling berkesinabungan. P2 dapat memahami jawaban

dari P1 kerena mereka berada pada tempat yang sama dalam konteks yang

melatarbelakangi percakapan.

Implikatur: P1 tidak keberatan membicarakan mengenai gereja. P1 menjelaskan

alasan kenapa menyuruh P2 untuk diam tiba-tiba.

6) Data 6

Hanum: Bapak ingin belajar sejarah Islam atau musik di Wina? Muhammad Djam’an: Wina-lah kota terakhir tempat ekspansi Islam

berhenti

(Sumber, Rais, 2012 : 44)

P1: Hanum

P2: Muhammad Djam‟an

Page 67: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

55

Berdasarkan data 6 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Muhammad Djam‟an untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip

kerja sama Grice digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Hanum

P2: Muhammad Djam‟an

Topik: Kota Wina

Latar waktu: Siang hari

Latar tempat: Ruang kelas

Saluran: Bahasa lisan

Kode: Bahasa Indonesia

Tujuan: P1 ingin mengetahui tujuan P2 ke Wina

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena P2 tidak menjawab dan

memberikan informasi yang dibutuhkan oleh P1 secara semantis.

Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dapat dilihat pada kutipan

penggalan percakapan berikut:

“Hanum: Bapak ingin belajar sejarah Islam atau musik di Wina?

Muhammad Djam‟an: Wina-lah kota terakhir tempat ekspansi Islam berhenti”

b) Maksim cara. Maksim cara dilanggar karena P2 tidak menjawab

pertanyaan P1 secara tertata. Pelanggaran terhadap maksim ini dapat

dilihat pada kutipan yang sama dengan kutipan penggalan percakapan

pelanggaran maksim kuantitas.

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena jawaban yang diberikan P2

sesuai dengan fakta dan dapat dibuktikan kebenarannya. Terpenuhinya

maksim kualitas dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Wina-lah kota terakhir tempat ekspansi Islam berhenti”

Page 68: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

56

b) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena P2 memberikan jawaban

yang relevan dengan konteks yang melatarbelakangi percakapan, yaitu

keinginan P2 mengunjugi kota memiliki sejarah Islam di Eropa.

Implikatur: P2 ingin ke Wina untuk mempelajari sejarah Islam.

7) Data 7

(1) Hanum: Bagaimana kau bisa tak marah sedikit pun, Fatma?

Fatma: Tentu saja aku tersinggung, Hanum. Dulu aku juga jadi emosi jika mendengar hal yang tak cocok di negeri ini. Apalagi masalah

etnis dan agama. Tapi seperti kau dan dinginnya hawa di Eropa ini, suhu tubuhmu akan menyesuaikan. Kau perlu penyesuaian, Hanum. Hanya satu yang harus kita ingat. Misi kita adalah

menjadi agen Islam yang damai, teduh, indah, yang membawa keberkahan di komunitas non-muslim. Dan itu tidak akan pernah

mudah. (2) Hanum: Tapi, bukankah itu menunjukkan kita begitu lemah dan

terinjak-injak?

Fatma: Suatu saat kau akan banyak belajar bagaimana bersikap di negeri tempat kau harus menjadi minoritas. Tapi menurut

pengalamanku selama ini, aku tak harus mengumbar nafsu dan emosiku jika ada hal yang tak berkenan di hatiku.

(Sumber, Rais, 2012 : 47)

P1: Hanum

P2: Fatma

Berdasarkan data 7 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Fatma untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Hanum

P2: Fatma

Topik: Menyesuaikan diri di negeri minoritas Islam

Latar waktu: Sore hari

Latar tempat: Kafe

Latar peristiwa: P2 tidak merasa marah

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia

Tujuan: P2 membagi pengalamannya dalam menyesuaikan diri di negeri

minoritas Islam

Page 69: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

57

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena P2 memberikan jawaban

melebihi informasi yang dibutuhkan oleh P1. Pelanggaran terhadap

maksim kuantitas dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan

berikut:

“Tentu saja aku tersinggung, Hanum. Dulu aku juga jadi emosi jika mendengar hal yang tak cocok di negeri ini. Apalagi masalah etnis dan agama. Tapi seperti kau dan dinginnya hawa di Eropa ini, suhu

tubuhmu akan menyesuaikan. Kau perlu penyesuaian, Hanum. Hanya satu yang harus kita ingat. Misi kita adalah menjadi agen Islam yang

damai, teduh, indah, yang membawa keberkahan di komunitas non-muslim. Dan itu tidak akan pernah mudah.”

b) Maksim cara. Maksim ini dilanggar karena jawaban dari P2 tidak singkat

dan tidang tertata. Jawaban yang tidak singkat dapat dilihat pada kutipan

penggalan percakapan yang sama pada pelanggaran maksim kuantitas.

Pelanggaran maksim cara karena jawaban P2 tidak tertata terlihat pada

kutipan penggalan percakapan berikut:

“Hanum: Tapi, bukankah itu menunjukkan kita begitu lemah dan terinjak-injak?

Fatma: Suatu saat kau akan banyak belajar bagaimana bersikap di negeri tempat kau harus menjadi minoritas. Tapi menurut pengalamanku selama ini, aku tak harus mengumbar nafsu dan

emosiku jika ada hal yang tak berkenan di hatiku.”

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena P2 memberikan jawaban

yang sesuai dengan pengalamannya sendiri. Terpenuhinya maksim

kualitas dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Tentu saja aku tersinggung, Hanum. Dulu aku juga jadi emosi jika mendengar hal yang tak cocok di negeri ini. Apalagi masalah etnis dan

agama. Tapi seperti kau dan dinginnya hawa di Eropa ini, suhu tubuhmu akan menyesuaikan. Kau perlu penyesuaian, Hanum. Hanya

satu yang harus kita ingat. Misi kita adalah menjadi agen Islam yang damai, teduh, indah, yang membawa keberkahan di komunitas non-muslim. Dan itu tidak akan pernah mudah.”

Page 70: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

58

b) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena percakapan yang terjadi

antara P1 dan P2 relevan dengan konteks yang melatarbelakangi

percakapan. Pertanyaan P1 direspon dengan baik oleh P2 dan dijelaskan

dengan rinci agar P1 memahami alasan yang diberikan P2. Terpenuhinya

maksim relevansi ini dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan

terpenuhinya maksim kualitas.

Implikatur: P2 tidak sepaham dengan P1.

8) Data 8

Konteks: Hanum dan Fatma turun dari bus, jam menunjukan pukul 20.05.

udara semakin dingin.

Hanum: Ngopi dulu yuk. Gantian aku yang mentraktir cappucino

Fatma: Terimakasih. Asye agaknya sedikit demam. Aku harus segera

membawanya pulang.

Hanum: Anakmu mimisan, Fatma. dongakkan kepalanya dan cepat kau usap,....

(Sumber, Rais, 2012 : 49)

P1: Hanum

P2: Fatma

Berdasarkan data 8 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Fatma untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Hanum

P2: Fatma

Topik: Mentraktir cappucino

Latar waktu: Malam hari 20.05

Latar tempat: Halte bus

Latar peristiwa: Ayse demam

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia

Tujuan: P1 ingin mentraktir P2 cappucino

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

Page 71: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

59

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena jawaban P2 melebihi dari

informasi yang dibutuhkan P1. Pelanggaran terhadap maksim kuantitas

dapat dilihat dalam kutipan penggalan percakapan berikut:

“Terimakasih. Asye agaknya sedikit demam. Aku harus segera membawanya pulang.”

b) Maksim cara. Maksim ini dilanggar karena jawaban P2 tidak singkat.

Pelanggaran terhadap maksim cara dapat dilihat dalam penggalan kutipan

yang sama saat melanggar maksim kuantitas.

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena jawaban dari P2

berdasarkan kenyataan dan dapat dibuktikan kebenarannya. Terpenuhinya

maksim kualitas dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Fatma: Terimakasih. Asye agaknya sedikit demam. Aku harus segera

membawanya pulang. Hanum: Anakmu mimisan, Fatma. dongakkan kepalanya dan cepat kau usap,....”

b) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena jawaban P2 dan respon

P1 relevan dengan konteks yang melatarbelakangi percakapan mereka.

Terpenuhinya maksim relevansi dapat dibuktikan melalui penggalan

kutipan percakapan yang sama dengan maksim kualitas.

Implikatur: P2 menolak tawaran P1

9) Data 9

Fatma: Aku selalu memperingatkan kawan-kawan Turkiku. Jangan kita yang berkerudung dan pendatang ini suka mengemplang koran.

Malu dengan orang lokal. (Fatma berbisik kepada Hanum) Hanum: Kalau semua orang mengambil koran tanpa membayar, pasti

Oesterreich akan merugi, ya, (kata Hanum menyindir dirinya

sendiri) Fatma: Di Eropa model bisnis seperti itu sudah biasa. Mungkin orang

Austria sudah terdidik untuk selalu berbuat jujur

(Sumber, Rais, 2012 : 54)

P1: Fatma

P2: Hanum

Page 72: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

60

Berdasarkan data 9 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Fatma untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Fatma

P2: Hanum

Topik: Mengambil koran tanpa membayar

Latar waktu: Siang hari

Latar tempat: Halte bus

Latar peristiwa: P1 menjawab pertanyaan P2 tidak sesuai dengan yang

ditanyakan

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia

Tujuan: P2 menyindir dirinya sendiri

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena jawaban P1 atas respon

P2 melebihi dari informasi yang dibutuhkan P2. Pelanggaran atas maksim

kuantitas ini terlihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Hanum: Kalau semua orang mengambil koran tanpa membayar, pasti Oesterreich akan merugi, ya, (kata Hanum menyindir dirinya sendiri)

Fatma: Di Eropa model bisnis seperti itu sudah biasa. Mungkin orang Austria sudah terdidik untuk selalu berbuat jujur”

b) Maksim cara. Maksim ini dilanggar karena jawaban P1 atas pernyataan

P2 tidak tertata. Pelanggaran terhadap maksim cara dapat dilihat pada

kutipan yang sama dengan pelanggaran maksim kuantitas.

c) Maksim kualitas. Maksim ini dilanggar karena P2 tidak meyakini apa

yang dikatakannya benar. P2 menggunakan kata “mungkin” yang

menunjukan keraguannya. Pelanggaran terhadap maksim kualitas ini

dapat terlihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Di Eropa model bisnis seperti itu sudah biasa. Mungkin orang Austria sudah terdidik untuk selalu berbuat jujur”

Page 73: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

61

2. Maksim yang terpenuhi yaitu maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena

P2 memberikan jawaban yang relevan dengan konteks yang melatarbelakangi

percakapan. Terpenuhinya maksim ini dapat dilihat dari penggalan

percakapan yang ada pada teks percakapan antara P1 dan P2.

Implikatur: P2 menyetujui pernyataan P1

10) Data 10

Fatma: Hanum, kau tahu bangunan apa saja ini? (hiasan magnet di dinding dapur yang bertuliskan Istanbul, Granada, Cordova,

Vienna, Paris, Cairo, Roma, Mecca, dan Madina)

Hanum: Aku ingin sekali berjalan-jalan keliling Eropa sepertimu, Fatma, mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang meninggalkan jejak kebesaran islam. Kapan ya aku bisa.

Fatma: Hanum, ternyata kita memiliki angan-angan yang sama. Aku baru saja ingin mengajakmu melakukan hal yang sama. magnet-

magnet itu hanya pemberian Latife dan Ezra yang sering berjalan-jalan ke luar negeri. Sekarang aku harus mengumpulkan uang

dulu...,

(Sumber, Rais, 2012 : 97)

P1: Fatma

P2: Hanum

Berdasarkan data 10 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Fatma untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Fatma

P2: Hanum

Topik: Jalan-jalan keliling Eropa

Latar waktu: Siang hari

Latar tempat: Dapur Fatma

Latar peristiwa: P2 tidak menebak magnet icon kota-kota di Eropa yang

tertempel di kulkas P1

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia

Page 74: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

62

Tujuan: P1 ingin menunjukan koleksi magnet icon kota-kota di Eropa

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar adalah sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena P2 menjawab pertanyaan

P1 lebih dari informasi yang dibutuhkan P1. Pelanggaran terhadap

maksim kuantitas terlihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Fatma: Hanum, kau tahu bangunan apa saja ini? (hiasan magnet di dinding dapur yang bertuliskan Istanbul, Granada, Cordova, Vienna,

Paris, Cairo, Roma, Mecca, dan Madina) Hanum: Aku ingin sekali berjalan-jalan keliling Eropa sepertimu,

Fatma, mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang meninggalkan jejak kebesaran islam. Kapan ya aku bisa.”

b) Maksim cara. Maksim cara dilanggar karena P2 tidak menjawab

pertanyaan P1 secara tertata. Pelanggaran pada maksim cara dapat dilihat

pada kutipan yang sama pada maksim kuantitas.

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena P2 memberikan jawaban

berdasarkan fakta dan keinginannya. Terpenuhinya maksim kualitas ini

dapat dilihat pada penggalan percakapan berikut:

“Aku ingin sekali berjalan-jalan keliling Eropa sepertimu, Fatma, mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang meninggalkan jejak

kebesaran islam. Kapan ya aku bisa.”

b) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena jawaban P2 dan apa yang

ditunjukan P1 saling relevan. Jawaban P2 direspon baik oleh P1 karena

mereka memiliki pengetahuan yang sama mengenai konteks yang

melatarbelakangi percakapan. Terpenuhinya maksim relevansi dapat

dilihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Hanum: Aku ingin sekali berjalan-jalan keliling Eropa sepertimu,

Fatma, mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang meninggalkan jejak kebesaran islam. Kapan ya aku bisa.

Fatma: Hanum, ternyata kita memiliki angan-angan yang sama. Aku baru saja ingin mengajakmu melakukan hal yang sama. magnet-magnet itu hanya pemberian Latife dan Ezra yang sering berjalan-jalan ke luar

negeri. Sekarang aku harus mengumpulkan uang dulu...,”

Page 75: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

63

Implikatur: P2 mengetahui icon kota-kota Eropa pada magnet kulkas P1

11) Data 11

Hanum: Bagaimana jika yang pertama Turki? Istanbul? Aku penasaran melihat seperti apa Hagia Sophia yang terkenal itu. Gereja yang

berubah menjadi masjid, kan? Sekaligus melihat kota kelahiranmu.

Fatma: (Menggeleng) Aduh, jangan kau memintaku pulang kampung secepat itu. Enam bulan yang lalu aku baru saja pulang dari Istanbul. Bagaimana jika kita ke Spanyol? Ke Cordoba dan

Granada? Di sana ada bangunan yang unik. Kebalikan Hagia Sophia. Sebuah masjid diubah menjadi Katedral Katolik.

(Sumber, Rais, 2012 : 98)

P1: Hanum

P2: Fatma

Berdasarkan data 11 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Fatma untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Hanum

P2: Fatma

Topik: Keliling Eropa

Latar waktu: Siang hari

Latar tempat: Dapur P2

Latar peristiwa: P2 menolakide P1

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia

Tujuan: P1 mengajak P2 memulai perjalanan keliling Eropa dari Istanbul

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena P2 memberikan

informasi yang lebih dari yang dibutuhkan P1. Pelanggaran terhadap

maksim kuantitas dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan

berikut:

Page 76: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

64

“(Menggeleng) Aduh, jangan kau memintaku pulang kampung secepat

itu. Enam bulan yang lalu aku baru saja pulang dari Istanbul. Bagaimana jika kita ke Spanyol? Ke Cordoba dan Granada? Di sana

ada bangunan yang unik. Kebalikan Hagia Sophia. Sebuah masjid diubah menjadi Katedral Katolik.”

b) Maksim cara. Maksim ini dilanggar karena jawaban P2 tidak singkat dan

tidak tertata. Pelanggaran terhadap maksim cara dapat dilihat pada

kutipan penggalan percakapan berikut:

“Hanum: Bagaimana jika yang pertama Turki? Istanbul? Aku penasaran melihat seperti apa Hagia Sophia yang terkenal itu. Gereja yang berubah menjadi masjid, kan? Sekaligus melihat kota

kelahiranmu. Fatma: (Menggeleng) Aduh, jangan kau memintaku pulang kampung

secepat itu. Enam bulan yang lalu aku baru saja pulang dari Istanbul. Bagaimana jika kita ke Spanyol? Ke Cordoba dan Granada? Di sana ada bangunan yang unik. Kebalikan Hagia Sophia. Sebuah masjid

diubah menjadi Katedral Katolik.”

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim kualitas terpenuhi karena P2 menjawab

berdasarkan fakta dan pengalaman pribadi. terpenuhinya maksim ini dapat

dilihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“(Menggeleng) Aduh, jangan kau memintaku pulang kampung secepat itu. Enam bulan yang lalu aku baru saja pulang dari Istanbul.

Bagaimana jika kita ke Spanyol? Ke Cordoba dan Granada? Di sana ada bangunan yang unik. Kebalikan Hagia Sophia. Sebuah masjid

diubah menjadi Katedral Katolik.”

b) Maksim relevansi. Maksim relevansi terpenuhi karena P2 dan P1memiliki

pengetahuan yang sama mengenai konteks yang melatarbelakangi

percakapan. Dapat dilihat dari konteks percakapan di atas antara P1 dan

P2 terjalin percakapan yang baik.

Implikatur: P1 tidak setuju dengan ide P2

12) Data 12

(1) Hanum: .... Ini pertama kali saya ke sini. Masjid paling besar, ya....

Tapi mengapa harus dekat dengan semua itu? (Hanum

menghamparkan tangannya karena bingung mencari perbandingan kata

yang lebih halus daripada „tempat yang menggoda syahwat‟)

Page 77: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

65

Imam Hashim: (Imam Hashim tersenyum simpul) Mari saya antar putar-

putar masjid. Apakah anda membawa kerudung? Sebetulnya tidak apa-apa jika tidak memakai kerudung, tapi sebaiknya pakai. Akan

sangat bagus dengan busana Anda yang sudah terhormat.... Oh ya, tentang pertanyaan Anda tadi. Mengapa harus di Sungai Danube..., Dulu kami sempat berpikir untuk memindahkan lokasi

Islamic Center ke tempat yang lebih „pantas‟. Sekali memang ironis, apalagi saat musim panas begini. Saya tahu, orang-orang

sering membuat lelucon. Setelah berdoa di masjid, kita semua berbuat dosa lagi karena tak bisa menjauhkan pandangan dari manusia-manusia yang telanjang di sana. Seolah-olah masjid ini

simbol yang tak berbunyi. Hanya formalitas. .... Itulah...itu penerimaan orang luar seperti Anda yang melihat ke dalam.

Namun untuk saya, orang dalam yang melihat ke luar, masjid yang berada di dekat Danube justru merupakan berkah. .... Marilah masuk ke kantor saya. .... Inilah berkah itu,

(mengeluarkan catatan the newcomers to Islam) (2) Rangga: orang-orang yang baru saja masuk Islam? Mualaf?

Imam Hashim: Ini adalah daftar nama orang yang masuk Islam. Di antara mereka adalah yang tadinya senang berjemur dan menikmati suasana panas di tepi Danube.

(Sumber, Rais, 2012 : 114-117)

P1: Hanum

P2: Imam Hashim

P3: Rangga

Berdasarkan data 12 mengetahui bahwa ada 3 orang pembicara yaitu

Hanum, Imam Hashim, dan Rangga untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip

kerja sama Grice digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Hanum

P2: Imam Hashim

P3: Rangga

Topik: Masjid Wina di depan Sungai Danube

Latar waktu: Siang hari setelah solat Jumat

Latar tempat: Masjid Wina

Latar peristiwa: P2 tidak menjawab pertanyaan P1 dengan langsung

Saluran: Bahasa lisan dan menghormati P2

Kode: Bahasa Indonesia

Tujuan: P1 menanyakan kenapa Masjid Wina berada di depan Sungai Danube

Page 78: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

66

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena jawaban yang diberikan

oleh P2 kepada P1 dan P3 melebihi dari informasi yang dibutuhkan

mereka. Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dapat dibuktikan pada

kutipan penggalan percakapan berikut:

“(Imam Hashim tersenyum simpul) Mari saya antar putar-putar masjid. Apakah anda membawa kerudung? Sebetulnya tidak apa-apa jika tidak memakai kerudung, tapi sebaiknya pakai. Akan sangat bagus dengan

busana Anda yang sudah terhormat.... Oh ya, tentang pertanyaan Anda tadi. Mengapa harus di Sungai Danube..., Dulu kami sempat berpikir

untuk memindahkan lokasi Islamic Center ke tempat yang lebih „pantas‟. Sekali memang ironis, apalagi saat musim panas begini. Saya tahu, orang-orang sering membuat lelucon. Setelah berdoa di masjid,

kita semua berbuat dosa lagi karena tak bisa menjauhkan pandangan dari manusia-manusia yang telanjang di sana. Seolah-olah masjid ini

simbol yang tak berbunyi. Hanya formalitas. .... Itulah...itu penerimaan orang luar seperti Anda yang melihat ke dalam. Namun untuk saya, orang dalam yang melihat ke luar, masjid yang berada di dekat

Danube justru merupakan berkah. .... Marilah masuk ke kantor saya. .... Inilah berkah itu, (mengeluarkan catatan the newcomers to Islam)”

“Ini adalah daftar nama orang yang masuk Islam. Di antara mereka adalah yang tadinya senang berjemur dan menikmati suasana panas di

tepi Danube.”

b) Maksim cara. Maksim ini dilanggar karena P2 tidak menjawab pertanyaan

dari P1 dan P3 dengan tertata secara semantik. Pelanggaran terhadap

maksim cara dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan yang sama

dengan pelanggaran maksim kuantitas.

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena jawaban dari P2 terhadap

pertanyaan P1 dan P3 berdasarkan kepada kejadian yang sebenarnya. P2

menjawab berdasarkan fakta yang terjadi dan dapat dibuktikan

kebenarannya. Terpenuhinya maksim kualitas dapat dibuktikan pada

kutipan penggalan percakapan berikut:

“(Imam Hashim tersenyum simpul) Mari saya antar putar-putar masjid. Apakah anda membawa kerudung? Sebetulnya tidak apa-apa jika tidak memakai kerudung, tapi sebaiknya pakai. Akan sangat bagus dengan

Page 79: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

67

busana Anda yang sudah terhormat.... Oh ya, tentang pertanyaan Anda

tadi. Mengapa harus di Sungai Danube..., Dulu kami sempat berpikir untuk memindahkan lokasi Islamic Center ke tempat yang lebih

„pantas‟. Sekali memang ironis, apalagi saat musim panas begini. Saya tahu, orang-orang sering membuat lelucon. Setelah berdoa di masjid, kita semua berbuat dosa lagi karena tak bisa menjauhkan pandangan

dari manusia-manusia yang telanjang di sana. Seolah-olah masjid ini simbol yang tak berbunyi. Hanya formalitas. .... Itulah...itu penerimaan

orang luar seperti Anda yang melihat ke dalam. Namun untuk saya, orang dalam yang melihat ke luar, masjid yang berada di dekat Danube justru merupakan berkah. .... Marilah masuk ke kantor saya.

.... Inilah berkah itu, (mengeluarkan catatan the newcomers to Islam)”

“Ini adalah daftar nama orang yang masuk Islam. Di antara mereka adalah yang tadinya senang berjemur dan menikmati suasana panas di tepi Danube.”

b) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena percakapan P1, P2, dan

P3 yang saling relevan dengan konteks yang melatarbelakangi

percakapan, yaitu mengenai Masjid Wina di dekat Sungai Danube. P2

berusaha untuk menerangkan jawabannya secara rinci dan kronologis

kepada P1 dan P3. Terpenuhinya maksim relevansi dapat dilihat pada

konteks percakapan antara P1, P2, dan P3 di atas.

Implikatur: P2 menjelaskan secara kronologi alasan Masjid Wina masih

dipertahankan di dekat Sungai Danube.

13) Data 13

Hanum: Waalaikumsalam, Sister Marion, (menjawab telpon dari Marion). Jadi, dimanakah Saint Michel itu?

Marion: Jangan Khawatir Sister, aku akan memandumu. Bandara Charles

de Gaulle terletak 25 km dari pusat kota Paris. Suamimu ikut juga, kan? Kalian bisa naik kereta dari bandara ini dan nanti aku

akan menjemput kalian di stasiun pusat kota, a bientot. Sampai nanti.

(Sumber, Rais, 2012 : 128)

P1: Hanum

P2: Marion

Berdasarkan data 13 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Hanum dan Marion untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Hanum

Page 80: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

68

P2: Marion

Topik: Letak Saint Michel

Latar waktu: Siang hari

Latar tempat: Gardarata pesawat, Paris

Latar peristiwa: P2 tidak menjawab pertanyaan P1 sesuai dengan yang

diinginkan secara semantis

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia campur bahasa Inggris dan bahasa Prancis

Tujuan: P1 menanyakan letak Saint Michel

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim kuantitas dilanggar karena P2 memberikan

informasi melebihi dari yang dibutuhkan P1. Pelanggaran terhadap

maksim ini dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Jangan Khawatir Sister, aku akan memandumu. Bandara Charles de

Gaulle terletak 25 km dari pusat kota Paris. Suamimu ikut juga, kan? Kalian bisa naik kereta dari bandara ini dan nanti aku akan menjemput

kalian di stasiun pusat kota, a bientot. Sampai nanti.”

b) Maksim cara. Maksim ini dilanggar karena jawaban dari P2 tidak tertata

secara semantis dengan apa yang dipertanyakan oleh P1. Pelanggaran

terhadap maksim cara dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Hanum: Waalaikumsalam, Sister Marion, (menjawab telpon dari

Marion). Jadi, dimanakah Saint Michel itu? Marion: Jangan Khawatir Sister, aku akan memandumu. Bandara Charles de Gaulle terletak 25 km dari pusat kota Paris. Suamimu ikut

juga, kan? Kalian bisa naik kereta dari bandara ini dan nanti aku akan menjemput kalian di stasiun pusat kota, a bientot. Sampai nanti.”

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena jawaban dari P2

berdasarkan fakta dan dapat dibuktikan kebenarannya. Terpenuhinya

maksim kualitas dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Jangan Khawatir Sister, aku akan memandumu. Bandara Charles de

Gaulle terletak 25 km dari pusat kota Paris. Suamimu ikut juga, kan?

Page 81: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

69

Kalian bisa naik kereta dari bandara ini dan nanti aku akan menjemput

kalian di stasiun pusat kota, a bientot. Sampai nanti.”

b) Maksim relevansi. Maksim ini ditaati karena jawaban dari P2 relevan

dengan konteks yang melatarbelakangi percakapan. Terpenuhinya

maksim relevansi dapat dilihat dalam kutipan yang sama dengan kutipan

pelanggaran percakapan pada maksim cara.

Implikatur: P2 mejelaskan cara ke Saint Michel secara rinci

14) Data 14

Marion: Hanum Indonesia!

Marion: Tu dois etre Hanum at tu dois etre Rangga

Hanum: Nice veil,

Marion: Merci. Buatku rukun Islam itu ada 6. Yang keenam adalah menjaga kehormatanku dengan jilbab

Hanum: Aku ingin tahu, apa yang membuatmu tertarik pada Islam. Mungkin aku bisa belajar banyak darimu.

(Sumber, Rais, 2012 : 131-132)

P1: Marion

P2: Hanum

Berdasarkan data 14 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Marion dan Hanum untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Marion

P2: Hanum

Topik: Perkenalan diri

Latar waktu: Siang hari

Latar tempat: Saint Michel

Latar peristiwa: P1 merespon pujian P2

Saluran: Bahasa lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia campur bahasa Inggris dan bahasa Prancis

Tujuan: P2 memuji P1

Page 82: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

70

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena P2 merespon pernyataan

P1 dengan berlebihan secara berlebihan secara konvensional. Pelanggaran

terhadap maksim kuantitas dapat dilihat pada kutipan penggalan

percakapan berikut:

“Merci. Buatku rukun Islam itu ada 6. Yang keenam adalah menjaga kehormatanku dengan jilbab”

b) Maksim cara. Maksim cara dilanggar karena P2 merespon pujian P1 tidak

dengan singkat. Pelanggaran terhadap maksim cara dapat dilihat dalam

kutipan yang sama dengan pelanggaran maksim kuantitas.

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim kualitas terpenuhi karena P2 memberikan

jawaban berdasarkan pengalaman pribadi dan tidak ada keraguan dalam

penyampaiannya. Terpenuhinya maksim ini dapat dilihat pada kutipan

penggalan percakapan berikut:

“Merci. Buatku rukun Islam itu ada 6. Yang keenam adalah menjaga kehormatanku dengan jilbab”

b) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena P1 dan P2 sama-sama

memiliki pengetahuan mengenai konteks yang melatarbelakangi

percakapan, yaitu mengenai jilbab bagi wanita muslim. Terpenuhinya

maksim ini dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan berikut:

“Hanum: Nice veil, Marion: Merci. Buatku rukun Islam itu ada 6. Yang keenam adalah menjaga kehormatanku dengan jilbab”

Implikatur: P1 merespon pujian P2 dan menjelaskan alasannya dengan rinci

15) Data 15

Marion: Jadi mana tujuan utama mu? Eiffel? Lafayette? Champ Elysees?

Moulin Rouge?

Hanum: Aku ingin mengeksplorasi tempat bersejarah yang ada kaitannya

dengan keahlianmu, Marion.

Page 83: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

71

Marion: Kalau kau tertarik menelusuri peninggalan-peninggalan sejarah,

kita bisa mulai dari Museum Louvre....

(Sumber, Rais, 2012 : 140-141)

P1: Marion

P2: Hanum

Berdasarkan data 15 mengetahui bahwa ada 2 orang pembicara yaitu

Marion dan Hanum untuk mendapatkan 4 maksim dalam prinsip kerja sama Grice

digunakan alat ukur atau pisau analisis yaitu:

P1: Marion

P2: Hanum

Topik: Tempat yang dituju untuk jalan-jalan di kota Paris

Latar waktu: 09.00 pagi

Latar tempat: Lobi hotel

Latar peristiwa: P2 menyerahkan pilihan kepada P1

Saluran: Bahasa Lisan dan akrab

Kode: Bahasa Indonesia

Tujuan: P1 menanyakan tempat pertama yang menjadi tujuan P2 jalan-jalan di

Paris

Bertumpu pada analisa di atas, diperoleh beberapa maksim yang dilanggar

dan maksim yang terpenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim yang dilanggar yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena P2 menjawab pertanyaan

P1 melebihi dari informasi yang diinginkan. Pelanggaran terhadap

maksim kuantitas dapat dilihat pada kutipan penggalan percakapan

berikut:

“Marion: Jadi mana tujuan utama mu? Eiffel? Lafayette? Champ

Elysees? Moulin Rouge? Hanum: Aku ingin mengeksplorasi tempat bersejarah yang ada kaitannya dengan keahlianmu, Marion.”

b) Maksim cara. Maksim cara dilanggar karena P2 menjawab pertanyaan P1

tidak singkat dan tidak tertata. Pelanggaran terhadap maksim ini dapat

dilihat pada kutipan penggalan percakapan yang sama dengan

pelanggaran maksim kuantitas.

Page 84: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

72

2. Maksim yang terpenuhi yaitu sebagai berikut:

a) Maksim kualitas. Maksim kualitas terpenuhi karena jawaban P2

berdasarkan keinginannya dan disampaikan dengan tidak ada keraguan.

Terpenuhinya maksim ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Aku ingin mengeksplorasi tempat bersejarah yang ada kaitannya dengan keahlianmu, Marion.”

b) Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena P1 dan P2 memiliki

pengetahuan yang sama mengenai konteks yang melatarbelakangi

percakapan. Respon P1 relevan dengan jawaban dari P2. Terpenuhinya

maksim relevansi dapat dilihat dalam kutipan penggalan percakapan

berikut:

“Hanum: Aku ingin mengeksplorasi tempat bersejarah yang ada kaitannya dengan keahlianmu, Marion.

Marion: Kalau kau tertarik menelusuri peninggalan-peninggalan sejarah, kita bisa mulai dari Museum Louvre....”

Implikatur: P2 menyerahkan pilihan kepada P1

C. Pembahasan

1. Data 1

Memahami implikatur dalam sebuah ujaran salah satu caranya yaitu

dengan menganalisis konteks pemakaian ujaran. Ujaran biasanya dilengkapi

dengan tingkah laku non-verbal, misalnya gerak anggota tubuh (kepala tunduk,

mata melotot), modulasi suara, dan raut muka. Terkadang penggunaan non-verbal

disebabkan kata-kata atau respon yang ingin disampaikan oleh peserta komunikasi

tidak cukup terwakilkan oleh ucapan verbal. Konteks juga terkait dengan latar

belakang yang dimiliki oleh peserta ujaran, situasi sosial, situasi bahsa yang

digunakan, dan saluran.

Berdasarkan analisis pada data 1, diketahui bahwa topik yang melatar

belakangi percakapan antara P1 dan P2 adalah berita kurang baik yang akan

disampaikan oleh P1. Konteks fisik dalam percakapan tersebut yaitu pada suatu

kota di Eropa Barat. Pada 11 September 1683 terjadilah ekspansi kedua Panglima

Turki yaitu Kara Mustafa ke Wina. Dalam percakapan antara P1 dan P2 terjadi

situasi yang menegangkan. P1 memberikan informasi mengenai ekspansi yang

akan mereka lakukan ke Wina. P1sangat hormat dan takut kepada P2, hal tersebut

Page 85: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

73

ditandai dengan cara menyampaikan pesan yang terbata-bata. Dapat terlihat pada

kutipan percakapan sebagai berikut, “...mmm....Panglima....Apakah Panglima

juga berkenan mendengarkan berit yang lainnya?” dengan kalimat

““...mmm....Panglima....” menunjukan bahwa P1 merasa ketakutan untuk

menyampaikan berita buruk tersebut. P1 dengan cara menunduk dan terbatah-

batah dalam menyampaikan pesan dapat menunjukan bahasa non-verbal melalui

gerak-gerik tubuhnya bahwa dia sedang ketakutan. Ekspresi P2 dengan mata yang

melotot setelah mendengarkan berita tersebut menunjukan betapa terkejutnya dia

terhadap berita yang tidak diharapkan itu.

Cara lain dalam meganalisis implikatur yaitu dengan adanya pelanggaran

terhadap maksim pada prinsip kerjasama yang disampaikan oleh Grice. Maksim-

maksim tersebut adalah maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan maksim cara.

Untuk mencapai komunikasi yang baik, menurut Grice penutur dan petutur harus

mentaati prinsip kerjasama dalam percakapan. Akan tetapi, menurut Sperber dan

Wilson suatu percakapan tidak harus mentaati semua maksim dalam prinsip

kerjasama Grice, menurut mereka yang terpenting adanya relevansi antara yang

diujarkan dengan konteks yang melatarbelakangi percakapan.

Berdasarkan analisis data 1, teks percakapan antara P1 dan P2 melanggar

maksim cara. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut: Penyampaian yang

dilakukan P1 dengan cara terbata-bata dan tidak disampaikan secara ringkas. P1

mempertanyakan kesediaan P2 untuk mendengarkan berita buruk yang dia bawa.

Berdasarkan maksim cara, P1 seharusnya menyampaikan pesan tersebut secara

langsung tanpa mempertanyakan kesediaan P2. Selain itu, jawaban dari P2

mengandung ambiguitas, hal tersebut dapat terlihat pada kalimat “Katakan”

disertai ekspresi wajah dengan mata melotot. Mata melotot menandakan bahwa

P2 terkejut dan tidak menginginkan berita buruk tersebut, tapi karena berita buruk

tersebut sangat dibutuhkan maka P2 memerintahkan P1 untuk menyampaikannya.

Pelanggaran terhadap maksim-maksim Grice akan mengakibatkan implikatur.

implikatur pada teks percakapan data 1 yaitu P2 melototkan matanya karena

terkejut dan tidak mengharapkan ada berita buruk.

Berdasarkan analisis data 1. Percakapan antara P1 dan P2 mentaati

maksim berikut:

Page 86: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

74

1. Maksim kuantitas. Maksim kuantitas ditaati karena P2 memberikan

jawaban yang diinginkan oleh P1 dan tidak berlebih-lebihan. P2 hanya

mengatakan “Katakan” sebagai jawabannya.

2. Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi dikarenakan P1 menyampaikan

berita yang benar berdasarkan apa yang sedang terjadi yaitu berita buruk

berdasarkan kejadian yang dilihat oleh anak buah Panglima dan benar-

benar terjadi. Hal tersebut dapat dilihat pada penggalan kalimat “Mereka

tidak menyerang, Panglima. Tetapi anak buah kita melihat tembakan api

terus-menerus dilontarkan ke udara di dalam benteng”.

3. Maksim relevansi. Berdasarkan kutipan pada maksim kualitas dapat dilihat

bahwa apa yang disampaikan dengan situasi yang terjadi saling

berhubungan. Ekspresi dari P2 dan jawaban dari P1 menunjukan bahwa

adanya persamaan pengetahuan mengenai ekspansi ke Wina. Maksim

relevansi dari Grice dapat mewakilkan teori relevansi dari Sperber dan

Wilson.

2. Data 2

Berdasarkan analisis data 2 diketahui bahwa yang menjadi topik

pembicaraan antara P1 dan P2 yaitu Jilbab mengakibatkan P1 sulit mendapatkan

pekerjaan. Kesadaran akan konteks dalam suatu percakapan sangat dibutuhkan

agar yang dibicarakan relevan. Konteks fisik atau tempat terjadinya peristiwa

ujaran yaitu di dalam bus di kota Wina. P1dan P2 merupakan teman baik, oleh

karena itu percakapan terjadi dengan akrab. P1 memberitahukan kepada P2 bahwa

memakai jilbab membuat dia susah untuk mendapatkan pekerjaan di negara yang

kaum muslimnya menjadi minoritas. P2 beranggapan bahwa P1 sulit mendapatkan

pekerjaan karena klasifikasinya yang kurang sesuai. P1 memiliki pengetahuan

yang lebih mengenai cara orang melakukan muslim di negara minoritas Islam.

Prinsip percakapan Grice memiliki empat maksim yaitu maksim kuantitas,

kualitas, relevansi dan maksim cara. Maksim yang dilanggar menutupi maksim

yang lainnya. Misalnya melanggar maksim kuantitas untuk tercapainya maksim

kualitas. Maksim relevansi dari Grice sama dengan teori relevansi yang dimiliki

Sperber dan Wilson. Menurut mereka yang terpenting dalam suatu percakapan

adalah relevansi antara konteks dan percakapan yang dilakukan.

Page 87: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

75

Maksim-maksim yang ada pada prinsip kerjasama dapat di langgar untuk

tujuan tertentu. Misalnya dengan cara memberikan informasi yang lebih dari pada

yang dibutuhkan oleh petutur. Hal tersebut dikarenakan penutur ingin

menyampaikan informasi yang lebih detail sehingga pentutur dapat lebih

mengerti. Informasi yang di luar makna semantis serng disebut implikatur.

Berdasarkan analisis pada data 2, implikatur dari konteks percakapan antara P1

dan P2 yaitu P1 memperkuat pernyataannya dengan melontarkan pertanyaan balik

kepada P2.

Dalam teks percakapan data 2 ada beberapa maksim dari prinsip kerjasama

yang dilanggar yaitu:

1. Melanggar maksim kuantitas. Maksim kuantitas dilanggar karena jawaban

dari P1 memiliki informasi yang lebih atau tidak sesuai dengan yang

ditanyakan secara semantis. P2 menanyakan kepada P1 bahwa sulitnya

mendapaatkan pekerjaan mungkin karena kualifikasi atau pengalaman P1

yang kurang dalam pekerjaan sehingga menyebabkan dia susah

mendapatkan pekarjaan. Secara semantis seharusnya P1 menjawab dengan

“iya” atau “tidak”. Akan tetapi, P1 memberikan informasi yang lebih

dengan menjelaskan alasan dari jawabannya. Hal tersebut dapat terlihat

kutipan berikut “Ah, tadinya kupikir juga demikian, Hanum. Sampai

kuturunkan pilihanku. Katakan padaku, apakah profesionalitas dan

kompetensi sangat dibutuhkan sekadar untuk menjadi portir dalam

dapur?”

2. Maksim cara. Pelanggaran pada maksim ini disebabkan karena jawabam

P1 tidak disampaikan dengan ringkas kepada P2. Selain itu, P1 menjawab

pertanyaan dari P2 dengan memberikan pertanyaan kembali untuk

memperkuat alasan yang disampaikannya. Secara konvensional jawaban

dari pertanyaan P2 hanya membutuhkan benar atau salah dari perkiraan

yang dilontarkan P2.

Berdasarkan analisis data 2, konteks percakapan antara P1 dan P2

memenuhi maksim-maksim berikut:

1. Maksim kualitas. Percakapan yang dilakukan oleh P1 dan P2 mentaati

maksim kualitas karena pernyataan P1 berdasarkan kepada

Page 88: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

76

pengalamannya. P1 menguatkan pendapatnya dengan mengatakan

pekerjaan yang dia lamar seharusnya tidak memerlukan profesionalitas dan

kompetensi yang dinyatakan oleh P2. P1 melamar sebagai tukang portir di

dapur dan masih tidak di terima. Peristiwa tersebut dapat dibuktikan

melalui kutipan berikut, “...apakah profesionalitas dan kompetensi sangat

dibutuhkan sekadar untuk menjadi portir dalam dapur?”

2. Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena percakapan antara P1 dan

P2 sesuai dengan topik yang melatarbelakangi pembicaraan mereka.

Berdasarkan analisis data 2, topik percakapan yaitu berjilbab

mengakibatkan sulit mendapatkan pekerjaan. P2 memberikan

sanggahannya kepada P1 atas pernyataan dan topik yang sedang mereka

bicarakan. Sanggahan dari P2 dapat dilihat pada kutipan berikut, “Kenapa

kau tak berpikir, mungkin mmm...kualifikasimu kurang sesuai, atau

pengalaman kerjamu kurang sehingga perusahaan di sini tidak

menerimamu?” P2 tidak sepaham dengan P1 jikalau jilbab dapat menjadi

salah satu faktor sulitnya mendapatkan pekerjaan. Sanggahan atau

pernyataan dari P2 di respon baik oleh P1 dengan memberikan contoh

pengalaman pribadinya.

3. Data 3

Berdasarkan analisis data 3, percakapan antara P1 dan P2 dilatarbelakangi

oleh topik coklat Milka. P1 menawarkan coklat Milka kepada P2 untuk memberi

kesan yang baik sewaktu perkenalan. P2 menolak pemberian P1 karena dia sedang

berpuasa. Percakapan terjadi di kelas bahasa Jerman, karena itu P1 mencampur

bahasanya dengan bahasa Jerman dan dengan nada yang akrab. Percakapan antara

P1 dan P2 menyimpan sebuah implikatur. implikatur adalah sesuatu informasi

yang disampaikan diluar ujaran secara konvensional. Implikatur pecakapan juga

terjadi karena adanya pelanggaran terhadap maksim dalam prinsip kerjasama yang

dinyatakan oleh Grice. Implikatur percakapan antara P1 dan P2 yaitu P2 menolak

pemberian P1 karena melakukan ibadah puasa.

Maksim Grice yaitu berupa berupa maksim: 1) kuantitas yang berkaitan

dengan keinformatifan suatu ujaran; 2) maksim kualitas yang berhubungan

dengan kebenaran; 3) maksim relevansi yang menuntut kerelevalan antara ujaran

Page 89: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

77

dan konteks; 4) dan maksim cara berkaitan dengan cara dan informasi yang

disampaikan bisa di mengerti atau tidak. Pelanggaran terhadap maksim-maksim

Grice berdasarkan pada analisis data 3 yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Pelanggaran terhadap maksim ini terjadi pada saat

jawaban P2 atas tawaran P1 untuk menerima cokelat pemberiannya. Hal

tersebut dapat terlihat pada kutipan yang terdapat dalam analisis data 3. P2

melanggar maksim kuantitas karena tidak memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh P1. P2 tidak menyebutkan namanya, akan tetapi

memberikan pernyataan sukanya terhadap coklat yang ditawarkan P1. P2

tidak menerima coklat itu meskipun dia suka.

2. Maksim cara. Pelanggaran terjadi karena P2 tidak menjawab pertanyaan

P1secara tertata dan singkat. P2 tidak menjawab siapa namanya dan

menjelaskan kenapa dia menolak pemberian P1. Alasan penolakan itu

tidak dipertanyakan oleh P1, akan tetapi P2 menjelaskan alasannya

sehingga P1 tidak merasa tersinggung.

Maksim yang terpenuhi dalam percakapan antara P1 dan P2 berdasarkan

analisis data 3, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi karena jawaban P2 tidak bisa

mernerima pemberian dari P1 dikarenakan dia memang sedang berpuasa.

Ada alasan yang dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya dikarenakan

yang menyampaikan alasan tersebut adalah orang yang mengalaminya.

2. Maksim relevansi. Maksim relevansi berhubungan dengan teori relevansi

yang dinyatakan oleh Sperber dan wilson. Sperber dan Wilson

menyanggah prinsip kerjasama Grice. Menurut mereka dengan adanya

relevansi, komunikasi akan berjalan dengan lancar. Teori relevansi ditepati

karena P1 dan P2 memiliki pengetahuan yang sama mengenai puasa pada

hari senin-kamis. Selain itu, P1 dan P2 sama-sama mengetahui coklat

Milka sehingga percakapan mereka menjadi relevan.

4. Data 4

Implikatur sering kali dikaitkan dengan Grice, yang mengasumsikan di

dalam komunikasi hendaklah bekerjasama dengan petutur agar komunikasi

efisien dan efektif. Partisipan komunikasi harus mematuhi prinsip kerjasama yang

Page 90: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

78

dapat dijabarkan menjadi empat maksim, yaitu maksim kuantitas, kualitas,

relevansi, dan maksim cara. Namun, partisipan komunikasi pada umumnya tidak

mematuhi prinsip kerjasama. Salah satu sebabnya adalah komunikasi itu tidak

selalu berupa penyampaian pesan atau informasi saja. Informasi yang ingin

disampaikan oleh penutur di luar makna semantis suatu ujaran haruslah memiliki

kesesuain konteks antara penutur dan petutur. Konteks tersebut berupa konteks

dimana peristiwa itu terjadi, situasi apa, konteks sosial seperti apa, dan

pengetahuan mengenai konteks pada saat berlangsungnya percakapan. Implikatur

dalam percakapan antara P1 dan P2 berdasarkan analisis data 4 yaitu P2 menolak

ajakan P1 untuk menghangatkan badan di kafe.

Penggalan percakapan pada data 4 terlihat bahwa peristiwa komunikasi

terjadi di Bukit Kahlenberg karena cuaca dingin mereka pindah ke Gereja Saint

Joseph. Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki P1 bahwa wanita yang berjilbab

akan merasa tidak nyaman masuk ke dalam gereja. Akan tetapi, berdasarkan

jawaban P2 pada konteks percakapan data 4 terlihat bahwa P2 tidak merasa

keberatan mengeni hal tersebut.

Dalam penggalan percakapan berdasarkan analisis data 4, antara P1 dan

P2 terdapat beberapa pelanggaran maksim dalam prinsip kerjasama Grice, yaitu

sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Maksim ini dilanggar karena tanggapan atau jawaban

P2 memberikan informasi lebih banyak dari pada yang diperlukan oleh P1.

Jawaban yang diberikan P2 secara tak langsung tidak hanya menolak saran

yang diberikan oleh Hanum, tetapi juga memberikan sebuah alasan.

Alasannya yaitu gereja memiliki relief yang artistik sehingga P1

mengurungkan niatnya mengajak P2 menghangatkan badan di kafe. Dalam

prinsip kerjasama Grice, maksim kuantitas ditaati apabila informasi yang

diberikan seinformatifmungkin dan tidak lebih dari yang diinginkan oleh

petutur atau lawan bicara.

2. Maksim cara. Maksim ini dilanggar karena cara P2 menanggapi

pertanyaan P1 disampaikan berlebihan dari informasi yang dibutuhkan dan

tidak singkat. Berdasarkan analisis data 4, secara literal seharusnya P2

Page 91: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

79

menjawab pertanyaan atau ajakan P1 dengan ikut atau menolak ajakan P1

tanpa memberikan alasan. Maksim cara menuntut agar informasi yang

disampaikan jelas, singkat, dan tertata.

Adapun maksim yang terpenuhi dalam percakapan pada penggalan

percakapan berdasarkan analisis data 4, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kualitas. Maksim ini dalam prinsip kerjasama Grice ditaati apabila

mengatakan sesuatu yang benar dan dapat dibuktikan kebenarannya.

Berkaitan dengan hal tersebut, tanggapan P2 bahwa mereka sudah terlanjur

berlari ke gereja dan di dalam banyak patung reilief yang artistik, benar

secara faktual dan dapat dibuktikan. Dengan demikian maksim kualitas

dapat ditaati.

2. Maksim relevansi. Selain dari teori Grice mengenai prinsip kerjasama,

teori Sperber dan Wilson terpenuhi dalam penggalan percakapan yang

dilakukan oleh P1 dan P2. Sperber dan Wilson berpendapat bahwa yang

terpenting dari prinsip kerjasama adalah adanya relevansi. Maksim

relevansi atau relevan secara semantis merujuk kepada komunikasi yang

saling berhubungan atau berkaitan dengan hal yang sedang dibicarakan.

Atas dasar konsep tersebut, pertanyaan yang dilontarkan P2 kenapa harus

pindah dan alasannya kenapa harus melanjutkan untuk menghangatkan diri

di gereja mentaati maksim relevansi. P1 dan P2 memiliki pengetahuan

yang sama mengenai wanita berjilbab tidak seharusnya di gereja. Akan

tetapi karena mereka memiliki alasan untuk menghangatkan diri, P2 tidak

merasa keberatan berada di gereja. P2 sudah pernah berkunjung ke gereja

tersebut sebelumnya.

5. Data 5

Implikatur terjadi apabila ada pelanggaran terhadap beberapa maksim dari

prinsip kerjasama Grice. Ia mengatakan dalam percakapan seorang pembicara

mempunyai maksud tertentu ketika mengujarkan sesuatu. Maksud yang ingin

disampaikan haruslah memiliki kesesuaian dengan konteks dalam proses ujaran.

Implikatur pada konteks percakapan antara P1 dan P2 berdasarkan analisis data 5

yaitu P1 tidak keberatan membicarakan mengenai gereja. P1 menjelaskan alasan

Page 92: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

80

kenapa menyuruh P2 untuk diam tiba-tiba. Ketidakberatan P1 dinyatakan melalui

alasan dia menyuruh P2 diam sejenak yaitu dengan mengungkapkan kekesalannya

terhadap turis yang sedang mengolok-olok Islam.

Dalam penggalan percakapan pada analisis data 5 percakapan terjadi di

sebuah kafe dalam situasi yang santai. Selain dari konteks peristiwa percakapan

terjadi, konteks pengetahuan dari ujaran yang dilontarkan juga sangat

mempengaruhi proses memahami ujaran. Berdasarkan analisis data 5, P1 dan P2

sama-sama mengetahui bahwa croissant menyerupai bulan salah satu lambang

dari bendera Turki. Roti Croissant dibuat untuk merayakan kekalahan Turki saat

melakukan ekspansi ke Wina pada abad ke-17 M. Turis-turis yang di kafe

memanfaatkan hal tersebut untuk mengolok-olok Islam sehinnga memicu emisi

Hanum.

Komunikasi yang dilakukan tidaklah hanya sekedar memberikan pesan

sehingga peserta komunikasi sering melanggar prinsip kerjasama Grice. Adapun

maksim-maksim yang dilanggar dalam penggalan percakapan analisis data 5 yaitu

sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Jawaban yang diberikan oleh P1 melebihi dari

informasi yang dibutuhkan oleh P2 sehingga jawaban P1 melanggar

maksim kuantitas dari prinsip kerjasama Grice. P1 mengetahui maksud

dari pertanyaan P2, P1 menjawab pertanyaan tersebut dengan menjabarkan

alasannya, terlihat dalam kutipan berikut, “Kurasa tamu di balik tembok

ini sedang menjelek-jelakan Islam. Mereka menyebut croissant

melambangkan bendera Turki yang bisa dimakan. Kau makan croissant

artinya makan Islam! Pokoknya menyebalkan!”

2. Maksim cara. Pelanggaran terhadap maksim ini karena P1 memberikan

jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan yang lontarkan P2. Jawaban

P1 tidak disampaikan dengan tertata dan tidak singkat. Cara P1 menyuruh

P2 untuk diam sejenak memberikan ekspresi yang tidak jelas sehingga P2

tidak mengerti kenapa dia diminta untuk diam.

Page 93: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

81

Maksim yang terpenuhi dalam penggalan percakapan pada analisis data 5

yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kualitas. Jawaban P1 mengenai turis yang mengolok-olok Islam

dengan roti croissant memang terjadi pada saat proses pengupingan yang

dia lakukan. Dengan demikian, jawaban P1 mentaati hukum maksim

kualitas karena maksim kualitas berkaitan dengan kebenaran yang

terkandung dalam ujaran atau informasi yang disampaikan.

2. Maksim Relevansi. Maksim ini terpenuhi dikarenakan hal yang

dibicarakan memiliki keterkaitan dengan konteks yang melatar belakangi

pembicaraan. Teori relevansi Sperber dan Wilson sama halnya dengan

maksim relevansi yang ada pada prinsip kerjasama Grice. P1

menyampaikan informasi yang sesuai dengan konteks dan kejadian

sebenarnya yaitu mengenai beberapa turis yang menjelek-jelekkan Islam.

6. Data 6

Berdasarkan analisis data 6 konteks percakapan terjadi di ruang kelas pada

saat pelajaran tarikh Islam. P2 memotivasi murid-muridnya dengan mimpinya

mengunjungi Eropa untuk menapak jejak perjalanan Islam. P2 dalam menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh P1 tidak mematuhi prinsip kerjasama yang

dicetuskan oleh Grice. Kerjasama tersebut dilihat dari kepatuhan untuk mentaati

maksim-maksim yang ada. Maksim tersebut yaitu maksim kuantitas yang

berkaitan dengan informasi yang disampaikan, maksim kualitas berkaitan dengan

kebenaran informasi, maksim relevansi berkaitan dengan relevan atau tidaknya

ujaran terhadap konteks percakapan, dan maksim cara yang berkaitan dengan cara

dalam penyampaian informasi. Pelanggaran terhadap maksim-maksim tersebut

akan menimbulkan implikatur. implikatur pada data 6 berdasarkan analisis data 6

yaitu P2 ingin ke Wina untuk mempelajari sejarah Islam. Selain dari teori Grice,

peneliti juga menganalisa berdasarkan teori relevansi yang di cetuskan oleh

Sperber dan Wilson. Maksim relevansi menjadi fokus utamanya dalam

menentukan komunikasi antara penutur dan petutur berjalan dengan baik.

Penggalan percakapan pada analisis data 6 melanggar beberapa maksim

dari prinsip kerjasama Grice. Maksim-maksim yang dilanggar yaitu:

Page 94: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

82

1. Maksim kuantitas. Maksim kuantitas dilanggar oleh pak P2 karena dia

tidak menjawab pertanyaan yang diucapkan oleh P1. Secara tidak langsung

pak P2 ingin mengatakan bahwa dia ingin pergi ke Wina untuk belajar

mengenai sejarah Islam. Akan tetapi, informasi yang diberikan oleh P2

lebih dari yang dibutuhkan oleh P1. Pertanyaan P1 secara semantis telah

mengandung pilihan jawaban untuk P2. Dia seharusnya menjawab

berdasarkan pilihan tersebut, yaitu pergi ke Wina untuk belajar sejarah

Islam atau untuk musik. Akan tetapi, P2 memberikan pernyataan seperti

dalam kutipan berikut, “Wina-lah kota terakhir tempat ekspansi Islam

berhenti” pernyataan tersebut meminta P1 menyimpulkan sendiri

jawabannya.

2. Maksim cara. P2 melanggar maksim cara karena dia menyampaikan

jawaban dari pertanyaan P1 tidak tertata dan memiliki ambiguitas.

Jawaban dari pak P2 tidak menegaskan apakah dia ingin ke Wina untuk

belajar sejarah Islam atau musik. P2 memberikan pernyataan yang

mengiginkan P1 untuk menyimpulkannya sendiri. Berdasarkan kepada

konteks percakapan bahwa P2 mengutarakan keinginannya mempelajari

sejarah Islam di Eropa maka P1 dapat menyimpulkan bahwa P2 ingin

mempelajari sejarah Islam ke Wina. Wina terletak di Eropa bagian barat.

Pernyataan dari P2 akan menjadi ambigu apabila P1 tidak mengetahui atau

tidak bisa menebak maksud dari pernyataan P2. P1 akan menganggap

peryataan P2 sebagai bagian pelajaran pada saat itu.

Berdasarkan analisis data 6, percakapan antara P1 dan P2 memenuhi

maksim-maksim berikut:

1. Maksim kualitas. Maksim kualitas ditaati oleh P2 karena apa yang

dikatakannya benar. Wina merupakan ekspansi terakhir Turki untuk

menyebarkan Islam di Eropa karena di Wina Turki mengalami ke kalahan.

Wiina memiliki sejarah Islam yang pentung di Eropa, karena itu P2

mengiginkan pergi ke Wina.

2. Maksim relevansi. Jika maksim relevansi ditaati secara otomatis teori

relevansi dari Sperber dan Wilson terpenuhi. Maksim relevansi terpenuhi

karena jawaban dari P2 sesuai dengan konteks yang melatar belakanginya

Page 95: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

83

yaitu keinginan dia untuk mengunjungi Eropa khususnya Wina untuk

tapak tilas sejarah Islam.

7. Data 7

P1 dan P2 berdasarkan analisis data 7 melakukan percakapan mengenai

menyesuaikan diri di negeri minoritas Islam. P1 melakukan percakapan dengan

P2 di kafe dengan situasi yang santai. Mereka membicarakan cara bersikap

menjadi seorang muslim yang tidak emosian di negara dimana muslim menjadi

kaum minoritas. P2 memiliki banyak pengalaman mengenai hal tersebut. P2

sebagai teman P1 memberikan nasehat untuk menyikapi cemooh atau perlakuan

tidak menyenangkan yang disebabkan alasan agama ataupun etnis.

Percakapan antara P1 dan P2 menggar beberapa prinsip kerjasama Grice.

Prinsip kerjasama bukanlah suatu aturan yang mutlak dipenuhi oleh penutur atau

petutur. Prinsip kerjasama Grice memiliki empat maksim yaitu maksim kuantitas,

maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Suatu percakapan tidak

selalu memiliki makna sesuai dengan makna konvensionalnya, ada maksud

tertentu di luar makna harfiah yang ingin disampaikan oleh penutur. Maksud

tertentu tersebut dinamakan implikatur. implikatur dalam percakapan antara P1

dan P2 berdasarkan analisis data 7 yaitu P2 tidak sepaham dengan P1. Ahli

lainnya yaitu Sperber dan Wilson dalam teori relevansinya hanya menyetujui

bahwa yang dapat mewakilkan setiap maksim dalam prinsip kerjasama Grice

adalah maksim relevansi.

Pelanggaran terhadap maksim relevansi yang dilakukan dalam percakapan

P1 dan P1 dalam penggalan percakapan pada analisis data 7 yaitu:

1. Maksim kuantitas. Maksim kuantitas menuntut agar informasi yang

diberikan kepada lawan bicara sesuai dengan apa yang dibutuhkannya.

Dari pertanyaan P1, dia membutuhkan bagaimana cara P2 tidak marah

menghadapi orang-orang yang bercanda mengenai Islam. Jawaban yang

diberikan oleh P2 memiliki informasi yang lebih dari yang dibutuhkan

oleh P1. P2 menjelaskan pengalamannya terlebih dahulu, pengalaman P2

sebenarnya bukan merupakan informasi yang diinginkan oleh P1

berdasarkan dari pertanyaannya secara semantis. P2 memberikan informasi

Page 96: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

84

yang lebih dengan tujuan P1 agar lebih memahami apa yang dia

sampaikan.

2. Maksim cara. Maksim cara dilanggar karena P2 memberikan informasi

yang tidak singkat. Pelanggaran tersebut terjadi pada bagian kedua dalam

penggalan percakapan pada analisis data 7. Jawaban yang diberikan P1

tidak tertata karena tidak mendahulukan informasi yang diinginkan oleh

P2. Dia menjelaskan pengalamannya dalam menyikapi orang-orang yang

menjelek-jelekkan Islam atau dirinya. P2 tidak mejawab secara langsung

pertanyaan P1.

Berdasarkan analisis data 7, maksim-maksim yang terpenuhi dalam

percakapan P1 dan P2 yaitu sebagai berikut:

1. Maksim Kualitas. Maksim ini terpenuhi karena P2 memberikan jawaban

berdasarkan kepada pengalamannya selama dia berada di negara minoritas

Islam. P2 tidak memberikan jawaban yang tidak diyakini kebenarannya.

P2 memberikan contoh bagaimana cara menjadi agen Islam yang baik

dengan tidak mengumbar nafsu dan amarah.

2. Maksim relevansi. Pendapat Sperber dan Wilson mengenai teori relevansi

secara langsung juga terpenuhi dalam penggalan percakapan pada analisis

data 7. Maksim relevansi menuntut adanya hubungan yang relevan antara

ujaran dan konteks dalam percakapan. Teori relevansi dan maksim

relevansi terpenuhi karena mereka memiliki pengetahuan yang sama yaitu

bersikap kepada orang yang mencemoohkan Islam sehingga terjadilah

komunikasi yang baik. Jawaban-jawaban yang diberikan oleh P2 meskipun

melanggar maksim kuantitas, tapi hal itu memberikan penguatan kepada

maksim relevansi dan pemahaman P1 mengenai masalah yang

dipertanyakan.

8. Data 8

Grice berpendapat bahwa maksim-maksim dalam prinsip kerjasama dapat

menjelaskan kesenjangan antara makna semantik linguistik dan makna kelompok,

karena mereka berfungsi sebagai dasar untuk menghasilkan makna implisit,

terutama implikatur percakapan. Implikatur muncul disaat terjadinya pelanggaran

terhadap maksim-maksim dalam prinsip kerjasama. Sementara Sperber dan

Page 97: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

85

Wilson berpendapat Prinsip tunggal relevansi untuk mengganti semua maksim

Grice. Prinsip ini beroperasi untuk memastikan bahwa ucapan-ucapan pembicara

itu sebuah relevansi atau sesuai dengan konteks yang melatarbelakangi

percakapan. Implikatur pada anaisis data 8 yaitu P2 menolak tawaran P1.

Berdasarkan analisis data 8, peristiwa percakapan terjadi pada saat malam

hari 20.05. setelah mereka turun dari bus. Cuaca yang dingin pada malam

terjadinya percakapan membuat P2 tidak bisa menerima ajakan P1 untuk

menikmati cappucino. Ayse anak P2 juga mengalami demam dan mimisan. Hal

tersebut makin memperkuat bahwa P2 benar-benar tidak bisa menerima tawaran

baik dari P1.

Penjelasan dari penggalan percakapan analisis data 8 melanggar maksim

dari prinsip kerjasama Grice sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Maksim ini memberikan informasi yang seinformatif

mungkin dan memberikan informasi sesuai dengan apa yang dinginkan

oleh lawan bicara. Penggalan percakapan antara P1 dan P2 melanggar

maksim kuantitas dalam prinsip kerjasama karena jawaban P2 memberikan

informasi yang lebih. P2 menolak tawaran P1 secara tidak langsung dan

menjelaskan bahwa anaknya sedikit demam dan udara yang tidak

memungkinkan.

2. Maksim Cara. Maksim cara menginginkan penutur menghindari ekspresi

yang tidak jelas, mengandung ambigutitas, disampaikan dengan ringkas,

dan tertata. Dalam penggalan percakapan antara P1 dan P2, jawaban P2

atas ajakan P1 memberikan informasi yang lebih dari apa yang diinginkan

P1. Jawaban P2 tersebut melanggar maksim cara dari prinsip kerjasama

Grice. P2 tidak memberikan jawaban yang singkat, dapat kita lihat pada

kutipan, “Terimakasih. Asye agaknya sedikit demam. Aku harus segera

membawanya pulang.” Seharusnya P2 bisa menjawab dengan “Saya tidak

bisa” jawaban yang langsung tersebut tidaklah sopan. P2 menjelaskan

secara rinci dan dengan alasan yang kuat, yaitu dengan hidung Ayse yang

mimisan.

Page 98: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

86

Adapun maksim-maksim yang terpenuhi berdasarkan analisis data 8 yaitu

sebagai berikut:

1) Maksim kualitas. Maksim kualitas terpenuhi apabila informasi yang

disampaikan oleh penutur memiliki kebenaran dan dapat dibuktikan

kebenaran tersebut. Percakapan antara P1 dan P2 mematuhi maksim

kualitas. Jawaban dari P2 memberikan alasan yang logis dan faktual, oleh

sebab itu jawaban tersebut mentaati maksim kualitas. Jawaban P2

mengenai keadaan anaknya yang sedang demam dikuatkan oleh

pernyataan P1 dalam kutipan berikut ini, “Anakmu mimisan, Fatma.

dongakkan kepalanya dan cepat kau usap,....” P1 membuktikan bahwa

pernyataan P2 mengenai keadaan anaknya yang demam bukanlah

kebohongan.

2) Maksim relevansi. Maksim ini diaangap paling penting oleh Sperber dan

Wilson. Dalam penggalan percakapan tersebut maksim relevansi terpenuhi

karena jawaban P2 dapat dimengerti oleh P1. P2 memberikan jawaban

yang memiliki hubungan dengan konteks pembicaraan yaitu tawaran P1

untuk mentraktir Cappucino. Dapat kita lihat dari pernyataan P1 terhadap

jawaban P2, dalam kutipan berikut “Anakmu mimisan, Fatma. dongakkan

kepalanya dan cepat kau usap,....” Pernyataan P1 atas jawaban P2

membuktikan bahwa penolakan dari P2 bukanlah hal yang di buat-buat.

9. Data 9

Berdasarkan analisis data 9, percakapan terjadi di sebuah halte

pemberhentian bus. P1 dan P2 memperhatikan seorang perempuan yang

menganbil koran di stand tiang listrik tanpa membayar. P1 dan P2 sama-sama

mengetahui bahwa hal yang dilakukan oleh perempuan tersebut tidaklah terdidik.

P1 mengetahui bahwa stan koran tidak di jaga dikarenakan mereka disiplin untuk

dan dilatih untuk jujur.

Prinsip kerjasama percakapan pada analisis data 9 tidak semuanya

terpenuhi. Adapun yang melanggar dari prinsip kerjasma percakan yang akan

menghasil makna secara non-konvensional atau implikatur dalam percakapan.

Implikatur percakapan pada data 9 yaitu P2 menyetujui pernyataan P1.

Pelanggaran terhadap maksim-maksim yaitu sebagai berikut:

Page 99: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

87

1. Maksim kuantitas. Reaksi P1 atas perkataan yang lontarkan P2

memberikan info lebih dari yang dibutuhkan. Seharusnya tanggapan P1

atas pertanyaan P2 pada analisis data 9 ditanggapi sesuai dengan apa yang

diinginkan oleh lawan bicara. P2 memberikan pertanyaan yang

mengandung sindiran mengenai kerugiaan yang akan dialami oleh pemilik

koran apa bila ada orang yang sering tidak membayar. P1 secara

konvensional seharusnya menjawab dengan kata “Iya” atau “Tidak”. Akan

tetapi, P1 memberikan pendapatnya mengenai bisnis yang menjual

sesuatu dan pembayarannya berdasarkan kejujuran pembeli.

2. Maksim cara. Maksim ini membutuhkan partisipasi aktif dari penutur

dan petutur dalam melakukan suatu ujaran. Ujaran haruslah singkat dan

tidak mengandung ambiguitas. Tanggapan P1 atas kalimat yang

dilontarkan P2 tidak singkat. P2 secara semantis tidak membutuhkan

tanggapan P1 mengenai bisnis yang mereka bicarakan.

3. Maksim kualitas. Maksim ini membutuhkan jawaban yang diyakini

kebenarannya. Jawaban P1 melanggar maksim kualitas dikarenakan dia

meragukan pendapatnya. Keraguan itu dapat dilihat dalam kutipan

berikut, “...Mungkin orang Austria sudah terdidik untuk selalu berbuat

jujur” Kata “Mungkin” menandakan P2 tidak meyakini pendapat yang

dia sampaikan.

Maksim yang terpenuhi berdasarkan prinsip kerjasama Grice yaitu maksim

relevansi. Maksim relevansi dari Grice sama dengan teori relevansi yang

dinyatakan oleh Sperber dan Wilson. Teori relevansi dapan menentukan apakah

ujaran yang dilakukan oleh penutur dan petutur memiliki relevansi yang optimal.

Maksim relevansi terpenuhi karena respon dari P1 memberikan informasi yang

baru dan bermanfaat untuk P2. Respon dari P1 sesuai dengan konteks

pembicaraan mengenai koran tanpa penjual dan bisnis yang serupa untuk menguji

kejujuran dari pembeli.

10. Data 10

Prinsip kerjasama Grice terpecah ke dalam empat maksim yaitu 1) maksim

kuantitas, mengharuskan informasi yang disampaikan seinformatif mungkin dan

tidak boleh berlebih-lebihan; 2) maksim kualitas, mengharuskan informasi yang

Page 100: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

88

disampaikan benar dan dapat dibuktikan kebenarannya; 3) maksim relevansi,

mengharuskan adanya hubungan yang relevan antara konteks dan ujaran; dan 4)

maksim cara, mengharuskan ketepatan informasi dan tidak mengandung

ambiguitas. Pelanggaran terhadap maksim-maksim ini akan menimbulkan sebuah

implikatur.

Berdasarkan teori relevansi, Konteks yang terjadi pada percakapan kali ini

yaitu P1 bertanya kepada P2 mengenai magnet icon kota-kota di Eropa yang

tertempel di kulkasnya. Implikatur percakapan antara P1 dan P2 yaitu P2

mengetahui icon kota-kota Eropa pada magnet kulkas P1 dengan cara menyatakan

keinginannya untuk menjadi agen Islam seperti P1. Dapat kita lihat pada kutipan

berikut, “Aku ingin sekali berjalan-jalan keliling Eropa sepertimu, Fatma,

mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang meninggalkan jejak kebesaran

islam. Kapan ya aku bisa.”

Berdasarkan analisis data 10, percakapan antara P1 dan P2 melanggar

maksim-maksim pada prinsip kerjasama Grice, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Pelanggaran terhadap maksim ini karena P2

memberikan informasi yang lebih dari apa yang dibutuhkan oleh P1.

Pelanggaran terhadap maksim tersebut dapat dilihat pada penggalan

kutipan percakapan berikut, “Aku ingin sekali berjalan-jalan keliling

Eropa sepertimu, Fatma, mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang

meninggalkan jejak kebesaran islam. Kapan ya aku bisa.” P1 hanya

menanyakan apakah P1 mengetahui magnet icon kota-kota di Eropa yang

tertempel di kulkasnya. Akan tetapi, Jawaban P2 menjawab dengan

menyatakan keinginannya untuk mengelilingi Eropa. Seharusnya P2 secara

semantis mengatakan bahwa dia mengetahui atau tidak mengetahui.

2. Maksim cara. Maksim cara dilanggar karena P2 memberikan jawaban

yang berlebihan dari yang dibutuhkan P1. P2 juga menjawab pertanyaan

P1 dengan tidak tertata. P2 seharusnya secara semantis memberitahukan

apakah dia mengetahui atau tidak mengenai icon magnet yang tertempel di

kulkas. P2 tidak memerlukan mengutarakan keinginannya untuk

Page 101: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

89

menjelajahi Eropa seperti icon kota-kota di Eropa yang tertempel di kulkas

P1.

Berdasarkan analisis data 10, percakapan antara P1 dan P2 memenuhi

maksim-maksim seperti berikut:

1. Maksim kualitas. Maksim kualitas menginginkan jawaban berdasarkan

kepada kebenaran. Jawaban dari P2 memenuhi maksim ini karena

memiliki kebenaran. P2 memberikan jawaban berdasarkan keinginannya

untuk mengelilingi Eropa.

2. Maksim relevansi. Jawaban P2 mentaati maksim relevansi karena

jawabannya dapat dipahami oleh P1 dan memiliki hubungan dengan

konteks pembicaraan. Kutipan yang menandakan bahwa P1 memahami

jawaban P2 yaitu pada kutipan berikut, “Hanum, ternyata kita memiliki

angan-angan yang sama. Aku baru saja ingin mengajakmu melakukan hal

yang sama. magnet-magnet itu hanya pemberian Latife dan Ezra yang

sering berjalan-jalan ke luar negeri. Sekarang aku harus mengumpulkan

uang dulu...,”

11. Data 11

Penggalan percakapan pada analisis data 11, memiliki konteks percakapan

fisik atau tempat terjadinya peristiwa percakapan di dapur P2. P1 dan P2 sama-

sama memiliki keinginan untuk mengelilingi Eropa yang memiliki sejarah

mengenai Islam. P1 menginginkan memulai perjalanannya mengelilingi Eropa

dengan mengunjungi Hagia Shopia yang berada di Istanbul, Turki. Namun, P2

tidak setuju dengan usulan P1 dikarenakan dia baru saja pulang dari Istanbul enam

bulan yang lalu. P2 menyarankan P1 untuk mengunjungi Cordoba karena di sana

ada kebalikan dari Hagia Sophia.

Selain dari prinsip kerjasama Grice, peneliti akan melakukan penelitian

berdasarkan teori relevansi yang diutarakan oleh Sperber dan Wilson. Proses

percakapan P1 dan P2 yang terdapat dalam penggalan percakapan pada analisis

data 11 melanggar beberapa maksim dari prinsip kerjasama Grice, yaitu sebagai

berikut:

Page 102: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

90

1. Maksim kuantitas. Pelanggaran terhadap Maksim ini dikarenakan jawaban

dari P2 berlebihan dari informasi yang diinginkan P1. Secara literal P1

menginginkan keputusan P2 mengenai perjalanan mereka dimulai dengan

mengunjungi Hagia Sophia. Akan tetapi, P2 memberikan alasan

penolakannya untuk pergi ke Istanbul dan memberikan alternatif untuk

berkunjung ke Cordoba.

2. Maksim cara. Maksim cara mensyaratkan agar informasi yang diberikan

dengan singkat, tertata, dan tidak mengandung ambiguitas. Penggalan

percakapan analisis data 11 melanggar maksim cara karena P2

memberikan informasi yang tidak singkat. P1 menginginkan persetujuan

dari P2 untuk memulai perjalanan mereka dari Istanbul. Secara semantis

P2 tidak seharusnya memberikan saran atau tempat alternatif lain untuk

memulai perjalanan tersebut.

Ada beberapa maksim dari prinsip kerjasama yang terpenuhi dalam

penggalan percakapan analisis data 11, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kualitas. Maksim ini ditaati karena jawaban dari P2 berdasarkan

kenyataan dan berdasarkan pengalamannya. Kenyataan yang disampaikan

berupa P2 baru pulang dari Istanbul dan di Cordoba ada bangunan unik

kebalikan dari Hagia Sophia. Maksim kualitas mengharuskan informasi

yang disampaikan berdasarkan kepada fakta.

2. Maksim relevansi ataupun teori relevensi terpenuhi karena percakapan

antara P1 dan P2 berjalan dengan baik dan mereka saling memahami

ujaran masing-masing. Jawaban P2 berdasarkan kepada pengetahuannya

tentang konteks yang melatarbelakangi percakapan yaitu tentang

perjalanan mengelilingi tempat bersejarah Islam yang ada di Eropa.

Karena itu P2 mengajukan tempat kunjungan lain ke Cordoba. Disana ada

tempat kebalikan dari Hagia Shopia yang sama-sama memiliki sejarah

Islam.

12. Data 12

Berdasarkan penggalan percakapan pada analisis data 12, P1, P1, dan P3

berada di dalam Masjid Wina. Masjid tersebut berada di dekat Sungai Danube.

Sungai yang disekitarnya banyak orang-orang berjemur memakai bikini dan

Page 103: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

91

melakukan kegiatan lainnya yang menggoda sahwat. Percakapan pada analisis

data 12 tidak terlepas dari prinsip kerjasama Grice dan teori relevansi Sperber dan

Wilson. Pelanggaran terhadap maksim-maksim dalam prinsip kerjasama Grice

akan menimbulkan implikatur. Berdasarkan pada analisis data 12, percakapan

antara P1, P2, dan P3 memiliki implikatur bahwa P2 menjelaskan secara

kronologi alasan Masjid Wina masih dipertahankan di dekat Sungai Danube.

Pelanggaran maksim-maksim percakapan pada analisis data 12 yaitu

sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Maksim kuantitas mensyaratkan agar informasi yang

disampaikan haruslah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh lawan bicara.

Dalam penggalan percakapan pada analisis data 12, percakapan yang

pertama antara P1 dan P2 melanggar maksim kuantitas. Hal tersebut

dikarenakan P2 tidak langsung menjawab apa yang ditanyakan oleh P1 dan

memberikan informasi yang lebih dari yang dibutuhkan. P2 menyarankan

P1 untuk memakai kerudung dan menjelaskan beberapa hal yang lain

sebelum dia benar-benar menjawab apa yang diinginkan oleh P1 yaitu

alasan Masjid Wina di bangun di dekat Sungai Danube. Percakapan kedua

antara P3 dan P2 melanggar maksim kuantitas karena P2 memberikan

informasi yang lebih kepada P3. Secara semantis, P3 hanya membutuhkan

jawaban “Iya” atau “Tidak”. P2 menjawab pertanyaan P3 dengan

menunjukan buku orang-orang yang baru masuk Islam dan menjelaskan

bahwa sebagian dari nama dalam buku tersebut adalah orang-orang yang

berjemur di Sungai Danube dan mendapatkan hidayah untuk menjadi

mualaf.

2. Maksim cara. Maksim cara dilanggar karena informasi yang disampaikan

haruslah singkat dan sesuai dengan apa yang dipertanyakan atau tertata.

Jawaban yang diberikan oleh P2 saat percakapan yang pertama pada

analisis data 12, P2 memberikan penjelasan yang panjang dan memberikan

informasi yang lain, misalnya boleh atau tidak memakai kerudung bagi

pengunjung ke dalam masjid dan menjelaskan secara rinci alasan mengapa

Masjid Wina tidak dialihkan ke tempat lain. Percakapan kedua antara P3

dan P2 juga melanggar maksim cara. P2 tidak memberikan jawaban yang

Page 104: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

92

singkat dari apa yang diinginkan oleh P3. P2 menjelaskan siapa yang

menjadi mualaf dan menunjukan bahwa itu merupakan berkah masjid di

dekat Sungai Danube.

Penggalan percakapan pada analisis data 12 memenuhi beberapa maksim

dari prinsip kerjasama Grice, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kualitas. Maksim ini ditaati karena jawaban dari P2 baik di

percakapan pertama dengan P1 mapun percakapan kedua dengan P3,

semuanya berdasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki

oleh P2. Jadi, kebenaran dari informasi yang diberikan oleh P2 dapat

dibuktikan.

2. Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena mereka berbica

berdasarkan pada konteks yang melatarbelakangi percakapan yaitu

mengenai Masjid Wina yang di bangun di dekat Sungai Danube dan

berkah apa yang di maksud oleh P2.

13. Data 13

Konteks percakapan secara fisik pada penggalan percakapan analisis data

13 berada di gardarata pesawat di bandara Charles de Gaulle. P1 dan suaminya

baru samapai di Paris dan mendapatkan telepon dari P2. P2 adalah seorang mualaf

yang diperkenalkan oleh Imam Hashim kepada P1. P2 akan menjadi teman dan

guide selama berada di Paris. Konteks yang melatarbelakangi pembicaraan sangat

mempengaruhi bagaimana penutur atau petutur menangkap informasi apa yang

disampaikan oleh masing-masing.

Penggalan percakapan pada analisis data 13 tidak terlepas dari prinsip

kerjasama Grice dan teori relevansi yang disampaikan oleh Sperber dan Wilson.

Tidak setiap maksim dalam prinsip kerjasama Grice harus dipatuhi dalam sebuah

percakapan karena ujaran bukanlah sesuatu yang kaku dan harus memiliki arti

secara konvensional. Ada informasi yang tersembunyi yang ingin disampaikan

oleh penutur kepada petutur dan hal itu harus dapat di tangkap oleh petutur.

Infomasi yang tersembunyi tersebut dinamakan dengan implikatur dalam

percakapan. Percakapan antara P1 dan P2 memiliki implikatur bahwa P2

mejelaskan cara ke Saint Michel secara rinci.

Page 105: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

93

Percakapan yang dilakukan oleh P1 dan P2 pada analisis data 13

melanggar beberapa maksim dari prinsip percakapan, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Maksim kuantitas mengharapkan ujaran dan informasi

yang disampaikan sesuai dengan apa yang diharapkan atau diinginkan oleh

lawan bicara. Berdasarkan percakapan antara P1 dan P2 pada danalisis

data 13 melanggar maksim kuantitas. P1 menanyakan letak Saint Michel

kepada P2. P2 memberikan petunjuk cara menuju Saint Michel kepada P1

dengan menjelaskan rute yang akan ditempu oleh P1 dan pertanyaan P2

apakah suami P1 bersama dengannya atau tidak. Secara konvensional,

pertanyaan P1 hanya membutuhkan jawaban mengenai lokasi Saint

Michel.

2. Maksim cara. Maksim ini menutut penutur menyampaikan ujaran dengan

singkat, jelas, tertata, dan tidak mengandung ambiguitas. Jawaban dari P2

mengenai pertanyaan P1 bukanlah merupakan jawaban yang singkat. Pada

jawaban P2 terdapat unsur basa-basi untuk membuat situasi diantara

mereka lebih akrap. P2 menanyakan apakah suami P1 bersamanya

sehingga P2 bisa menjamin keselamatan P pada saat naik kereta dari

Bandara.

Makasim yang ditaati oleh P1 dan P2 berdasarkan analisis data 13 yaitu

sebagai berikut:

1. Maksim kualitas. Maksim ini mengharuskan ujaran yang disampaikan

benar dan bisa dibuktikan kebenarannya. Percakapan antara P1 dan P2

mentaati maksim kualitas dikarenakan P2 memberikan jawaban dan

penjelasan menuju Saint Michel berdasarkan fakta dan dapat dibuktikan

kebenarannya. P2 memberikan rute yang dia ketahui untuk menuju ke

Saint Michel.

2. Maksim relevansi. Maksim ini terpenuhi karena P2 menjawab sesuai

dengan konteks yang melatarbelakangi percakapan analisis data 13.

Konteksnya yaitu letak Saint Michel. P1 memiliki janji dengan P2 bertemu

di Saint Michel. P2 menelpon P1 untuk memberitahukan cara ke Saint

Michel, tempat mereka akan bertemu. Teori relevansi dengan maksim

relevansi sama-sama memiliki tujuan dan pengertian yang sama.

Page 106: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

94

14. Data 14

Grice mengatakan dalam percakapan seorang pembicara mempunyai

maksud tertentu ketika mengujarkan sesuatu. Maksud yang terkandung di dalam

ujaran itu disebut implikatur. Implikatur adalah penyimpulan informasi atau pesan

yang disampaikan di luar dari apa yang dikatakan dalam arti sebenarnya dan

melanggar maksim dalam prinsip kerjasama. Maksim tersebut adalah maksim

kuantitas, kualitas, relevansi, dan maksim cara. Berdasarkan analisis data 14,

implikatur percakapan antara P1 dan P2 yaitu P1 merespon pujian P2 dan

menjelaskan alasannya dengan rinci. P1 ingin mengatakan bahwa menjaga

kehormatan dengan jilbab untuk perempuan sama wajibnya dengan menjalankan

rukun Islam. Implikatur tersebut terdapat pada kutipan, “Merci. Buatku rukun

Islam itu ada 6. Yang keenam adalah menjaga kehormatanku dengan jilbab”.

Penggalan percakapan pada analisis data 14 melanggar beberapa maksim

dalam prinsip kerjasama, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kuantitas. Maksim kuantitas menuntut peserta komunikasi untuk

menyampaikan informasi yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan petutur

dan tidak melebihi dari apa yang dibutuhkan. Jawaban P2 atas pujian P2

melanggar maksim kuantitas dikarenakan P2 memberikan penjelasan yang

lebih dari yang dibutuhkan oleh P2. P1 menjelaskan bahwa mengenakan

jilbab merupakan kehormatan baginya. Pujian P2 secara semantis

memerlukan ucapan terimakasih.

2. Maksim cara. Maksim cara mensyaratkan penutur menghindari ekspresi

yang tidak jelas, mengandung ambigutitas, disampaikan dengan ringkas,

dan tertata. Tanggapan P1 atas pujian P2 juga melanggar maksim cara

karena P1 tidak memberikan respon dengan ringkas atas pujian P2. P1

menjelaskan kepada P2 alasannya menggunakan jilbab dan dia merasa

terhormat dengan menggunakan jilbab.

Prinsip kerjasama Grice yang terpenuhi dalam penggalan percakapan pada

analisis data 14, yaitu sebagai berikut:

Page 107: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

95

1. Maksim kualitas. Maksim ini terpenuhi apabila informasi yang

disampaikan oleh penutur memiliki kebenaran dan dapat dibuktikan

kebenaran tersebut. Tanggapan P1 dalam penggalan percakapan tersebut

mentaati maksim kualitas karena dia memberikan alasan yang masuk akal,

dan dapat dipahami oleh P2. P1 menyampaikan pandangannya mengenai

memakai jilbab bagi wanita yang beragama Islam.

2. Maksim relevansi. Selain menggunakan teori Grice juga menggunakan

teori Relevansi dinyatakan oleh Sperber dan Wilson. Mereka berpendapat

maksim relevansi untuk mengganti semua maksim Grice. Prinsip ini

mengharuskan informasi yang disampaikan pembicara sesuai dengan

konteks yang melatarbelakangi percakapan. Tanggapan dari P1 mentaati

maksim relevansi sehingga P2 memahami apa yang P1 maksud memalui

alasan yang dia berikan. Alasan Marion berhubungan dengan konteks yang

melatarbelakangi pembicaraan. Bukti bahwa P2 mengerti atas alasan yang

diberikan P1 terdapat pada penggalan kutipan berikut, “Aku ingin tahu,

apa yang membuatmu tertarik pada Islam. Mungkin aku bisa belajar

banyak darimu”.

15. Data 15

Sama dengan pembahasan dalam penggalan percakapan sebelumnya.

Penggalan percakapan analisis data 15 juga menggunakan prinsip kejasama dan

prinsip relevansi. Prinsip kerjasama dan prinsip relevansi memerlukan konteks

untuk melatarbelakangi tindak komunikasi. Percakapan antara P1 dan P2 terjadi di

lobi hotel tempat P2 menginap, pada 09.00 hari. P1 dan P2 ingin melakukan

perjalanan di kota Paris. Jawaban P2 atas pertanyaan P1 melanggar beberapa

maksim dari prinsip kerjasama percakapan. Pelanggaran terhadap maksim-

maksim dari prinsip kerjasama Grice menghasilkan sebuah implikatur. Implikatur

percakapan antara P1 dan P2 yaitu P2 menyerahkan pilihan kepada P1. Hal

tersebut dikarenakan Hanum ingin pergi ke tempat bersejarah yang menjadi

keahlian Marion.

Berdasarkan analisis data 15, percakapan P1 dan P2 melanggar beberapa

maksim dari prinsip kerjasama Grice, yaitu sebagai berikut:

Page 108: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

96

1. Maksim kuantitas. Pelanggaran terhadap maksim kuantitas dikarenakan

jawaban P2 tidak memberikan informasi yang diminta oleh P1. P1

memberikan beberapa pilihan tempat untuk dikunjungi, akan tetapi P2

tidak memberikan jawaban yang sesuai dengan pilihan yang ditawarkan

oleh P1. Jawaban Hanum memiliki implikatur bahwa Hanum

menyerahkan pilihannya kepada Marion.

2. Maksim cara. Maksimini dilanggar karena P2 tidak memberikan jawaban

secara singkat dan tidak menjawab pilihan yang diberikan oleh P1. Hal

tersebut dapat kita lihat pada penggalan percakapan berikut, Marion “Jadi

mana tujuan utama mu? Eiffel? Lafayette? Champ Elysees? Moulin

Rouge?” Hanum “Aku ingin mengeksplorasi tempat bersejarah yang ada

kaitannya dengan keahlianmu, Marion.”

Berdasarkan analisis data 15, P1 dan P2 memenuhi beberapa maksim dari

prinsip kerjasama Grice, yaitu sebagai berikut:

1. Maksim kualitas. Ketaatan terhadap maksim ini dikarenakan P2

memberikan jawaban sesuai dengan kebenaran bahwa dia ingin

mengetahui tempat bersejarah yag menjadi keahlian P1. Maksim kualitas

mengharuskan peserta komunikasi memberikan informasi yang

berdasarkan kepada fakta.

2. Maksim relevani. Dikatakan mentaati maksim relevansi karena jawaban

P2 sesuai dengan konteks pembicaraan yaitu tempat yang akan di tuju

untuk jalan-jalan di kota Paris sehingga P1 mengerti dengan yang

dimaksud oleh P2. Bukti bahwa P2 mengerti dengan maksud yang

disampaikan oleh Hanum terdapat pada kutipan berikut, “Kalau kau

tertarik menelusuri peninggalan-peninggalan sejarah, kita bisa mulai dari

Museum Louvre....” saran yang diberikan oleh P1 untuk pergi ke Museum

Louvre menandakan bahwa dia menangkap apa yang dimaksud oleh P2.

Ketaatan terhadap maksim relevansi merujuk kepada teori relevansi yang

dinyatakan oleh Sperber dan Wilson. Mereka berpendapat bahwa Prinsip

tunggal relevansi untuk mengganti semua maksim Grice.

Page 109: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

97

D. Implikasi dalam Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pertimbangan dalam

pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, khususnya Sekolah Menengah Atas

(SMA), semester ganjil, kelas XII, sebagai sarana komunikasi dalam mengolah,

menalar, dan menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

berita, iklan, editorial/opini, dan novel. Penelitian ini juga diharapkan pula dapat

menjadi pertimbangan dalam meningkatkan apresiasi sastra siswa, terutama dalam

hal pemahaman terhadap novel Indonesia.

Pertimbangan-pertimbangan dalam pengimplikasikan hasil penelitian ini

diperlukan mengingat objek penelitian ini adalah sebuah novel yang relatif banyak

disukai oleh para remaja dan telah dibuatkan filmnya. Percakapan dan kisah

dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di

Eropa banyak memberikan inspirasi sebagai agen Islam yang baik.

Page 110: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

98

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Populasi dalam penelitian ini yaitu percakapan atau dialog yang memiliki

implikatur. Adapun sampel penelitian terdiri atas lima belas (15) penggalan

percakapan yang memiliki implikatur Percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit

Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais

dan Rangga Almahendra yang telah dianalisis. Implikatur yang terdapat pada

novel tersebut merupakan implikasi dari dilanggarnya beberapa maksim

percakapan oleh penutur dan petutur. Data 1 melanggar maksim cara, data 2 –

data 15 melanggar maksim kuantitas dan maksim cara. Data 1 memenuhi maksim

kuantitas, kualitas, dan maksim relevansi, data 2 – data 15 memenuhi maksim

kualitas dan relevansi. Maksim kuantitas mengatur agar penutur memberikan

informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dan seinformatif mungkin. Maksim

kualitas mengatur informasi yang disampaikan oleh penutur itu secara fakta dan

masuk akal. Maksim cara mengatur agar pembicara berbicara jelas, tidak

menggunakan ungkapan yang kabur, menghindari ambiguitas.

Sperber dan Wilson berpendapat bahwa yang terpenting dari bidal-bidal

yang disampaikan Grice adalah bidal hubungan dan relevansi. Bidal relevansi

menjadi titik tolak dari teori relevansi. Relevan berarti berhubungan atau berkaitan

dengan hal yang sedang dibicarakan. Maksim relevansi mengatur agar dapat

terjalin kerjasama yang sungguh-sungguh baik antara penutur dan petutur dalam

tindak percakapan. Setiap peserta percakapan hendaknya memberikan kontribusi

yang benar-benar relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan. Prinsip

relevansi ini terpenuhi pada setiap data penggalan percakapan.

Hasil penelitian dari novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan

Menapak Jejak Islam di Eropa diharapkan menjadi salah satu pertimbangan

dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, khususnya Sekolah Menengah

Atas (SMA), semester ganjil, kelas XII, sebagai sarana komunikasi dalam

mengolah, menalar, dan menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita

sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan novel. Penelitian ini juga diharapkan

Page 111: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

99

pula dapat menjadi pertimbangan dalam meningkatkan apresiasi sastra siswa,

terutama dalam hal pemahaman terhadap novel Indonesia.

B. Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi yang telah disampaikan, dapat

ditemukan saran-saran sebagai berikut:

1. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia mengenai sarana komunikasi yang

menjadikan novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak

Islam di Eropa sebagai medianya, diharapkan guru dapat memberikan

penjelesan yang lebih dalam mengenai makna-makna secara implisit yang

terkandung di dalam novel tersebut. Dengan penjelasan yang dalam dan

memadai, siswa diharapkan memiliki pengertian yang baik yang sesuai

dengan tujuan pembelajaran dan siswa dapat mencontoh bagaimana diksi

yang baik dalam tindak percakapan pada novel tersebut.

2. Dalam peranannya sebagai fasilitator, guru hendaknya mengacu pada

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sehingga tidak terbawa oleh

keinginan siswa untuk membahas hal-hal yang tidak ada relevansinya

dengan tujuan pembelajaran.

Page 112: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

DAFTAR PUSTAKA

Adji, Muhammad, dkk.. Novel Popular Indonesia; Karya , Pengarang, dan Realitas. Bandung: Sastra UNPAD Press.

Alek dan Achmad. Linguistik Umum; Sebuah ncangan Awal Memahami Ilmu

Bahasa. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009

Ariel, Mira. Reaserch Surveys in Linguistics; Difining Pragmatics. New York: Cambridge University Press. 2010

Asher, Nicholas dan Alex Lascarides. Logic Of Conversation. New York: Cambridge University Press. 2003

Black, Elizabeth (penerjemah: Ardianto, dkk.). Stilistika Pragmatis. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. 2011

Brown, Gillian dan George Yule. Discourse Analysis. New York: Cambridge

University press. 1983

Cahyono, Bambang Yudi. Kristal-kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga

University Press. 1995

Chaika, Elaine. Linguistics, Pragmatics, and Pshycotherapy. London: Whurr Publishers. 2000

Cummings, Louise (Eti Setiawati, dkk.). Pragmatik, Sebuah Perspektif Multidisiplin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007

_________, Louise. Clinical Pragmatics. New York: Cambridge University Press.

2009

Fasold, Ralph W.. An Introduction to Language and Linguistics. New York:

Cambridge University Press. 2006

Fromkin, Victoria dan Robert Rodman. An Introduction to Language; Third

Edition. New York: CBS College Publishing. 1983

Gunarwan, Asim. PELBBA 18 Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma Jaya ke Delapan Belas. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya. 2007

Hindun. Pragmatik untuk Perguruan Tinggi. Depok: Media Citra Mandiri. 2012

Huang, Yan. Pragmatics. New York: Oxford University Press Inc. 2007

Page 113: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

Ihsan, Diemroh. Pragmatik, Analisis Wacana, dan Guru Bahasa: Pragmatics,

Discourse Analysis, and Language Teachers. Palembang: Universitas Sriwijaya. 2011

Kosasih, E. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Y rama Widya. 2011

Kushartanti, dkk.. Pesona Bahasa: Langkah awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pusta. 2005

Leech, Geoffrey (penerjemah: Oka). Prinsip-Orinsip Pragmatik. Jakarta:

Universitas Indonesia. 1993

Margono, S.. Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2007

Merriam, Sharan B. Qualitative Research; A guide to Design and Implementation.

United States of America: Jossey-Bass. 2009

Meyer, Charles F.. Introducing English Linguistics. New York: Cambridge

University Press. 2009

Nadar, F.X.. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: GRAHA ILMU.

2009

Nasution, S.. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. 2003 Purwo, Bambang Kaswanti. Bulir-bulir Sastra dan Bahasa: Pembaharuan

Pengajaran. Yogyakarta: KANISIUS. 1991

_____. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: KANISIUS. 1990

Radford, Andrew, dkk.. Linguistics An Introduction; Second Edition. New York: Cambridge University Press. 2009

Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik: Kajian Imperatif dalam Wadah Konteks

Sosiokultural dan Konteks Situasional. Jakarta: Erlangga. 2009

Rais, Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendr. 99 Cahaya di Langit Eropa;

Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2012

Rani, Abdul, dkk.. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia. 2006

Sperber, Dan dan Deirdre Wilson (penerjemah: Suwarna, dkk.). Teori Relevensi;

Komunikasi dan Kognisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009

Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. 2009

Page 114: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra; Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka

Jaya. 1984

Verhaar. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2006

Wahab, Abdul. Butir-butir Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press. 1990

Wellek, Rene dan Austin Warren (penerjemah: Melani Budianta). Teori Kesustraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1993

Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. Analisis Wacana Pragmatik; Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. 2010

Yule, George. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006

____, George. The Study of Language. New York: Cambridge University press. 2006

Page 115: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,
Page 116: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,
Page 117: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,
Page 118: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,
Page 119: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,
Page 120: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Satuan Pendidikan : SMP KHARISMA BANGSA

Kelas/Semester : VIII/2

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Hari, Tanggal : Kamis-sabtu, 6-8 Maret

Alokasi Waktu : 4x 40 Menit (4 x Pertemuan)

A. Kompetensi Inti

1. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,

peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan

proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai

permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial

dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam

pergaulan dunia.

2. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,

kebangsaan, kemanusiaan, kebangsaan, kenegaran, dan peradaban terkait

fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada

bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan mintanya untuk

memecahkan masalah.

3. Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak

terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara

mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

B. Standar Kompetensi

Membaca

1.3 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan

menggunakannya sebagai sarana komunikasih dalam mengelolah, menalar,

dan menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah, berita,

iklan, editorial/opini, dan novel.

Page 121: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

C. Kompetensi Dasar

3.3 Menganalisis teks novel baik melalui lisan maupun tulisan

D. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Siswa mampu menganalisis unsur intrinsik novel remaja

2. Siswa mampu menganalisis diksi yang digunakan oleh tokoh dalam berkomunikasi

3. Siswa mampu megapresiasikan melalui diskusi mengenai unsur instrinsik

novel

E. Tujuan Pembelajaran

Setelah proses pembelajaran siswa diharapkan mampu menganalisis unsur

intrinsik novel dan mendiskusikannya secara berkelompok di depan kelas.

F. Materi Pembelajaran (Terlampir)

G. Alokasi waktu

4x 40 Menit

H. Metode Pembelajaran

Metode: ceramah, diskusi, dan praktik

I. Kegiatan Pembelajaran

KEGIATAN DESKRIPSI KEGIATAN ALOKASI

WAKTU

Pendahuluan 1. Siswa merespon salam dan

pertanyaan dari guru berhubungan

dengan kondisi dan pembelajaran

sebelumnya.

2. Siswa menerima informasi tentang

keterkaitan pembelajaran sebelumnya

dengan pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

3. Siswa menerima informasi

kompetensi, materi, tujuan, dan

langkah pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

2 menit

Page 122: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

Inti

1. Guru dan siswa melakukan tanya

jawab mengenai novel remaja

2. Guru menjelaskan unsur intrinsik

novel remaja

3. Siswa dan guru mengidentifikasi

unsur intrinsik kutipan novel remaja

4. Siswa megapresiasikan unsur

intrinsik remaja

36 menit

Kegiatan Penutup 1. Siswa bersama guru menyimpulkan

pembelajaran

2. Siswa melakukan refleksi terhadap

kegiatan yang sudah dilakukan.

3. Siswa dan guru merencanakan tindak

lanjut pembelajaran untuk pertemuan

selanjutnya. Seperti pemberian tugas

individu yaitu membaca novel remaja

di rumah dan mencari unsur

instrinsiknya.

2 menit

J. SUMBER/MEDIA PEMBELAJARAN

a. Sumber:

1. Bahasa_Dan_Sastra_Indonesia_3_IPA_Kelas_12_Muhammad_Rohmadi

_Yuli_Kusumawati_2008. (BSE) pdf

2. Membaca Sastra, Melani Budianta

b. Media:

1. Novel 99 Cahaya di Langit Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan

Rangga Almahendra

2. Powerpoint

Page 123: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

c. Penilaian Proses dan Hasil Belajar

TEKNIK DAN BENTUK

Tes Lisan

V Tes Tertulis

V Observasi Kinerja/Demontrasi

V Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek,

portofolio

V Pengukuran Sikap

Penilaian

INSTRUMEN/SOAL Tugas untuk menganalisis dan mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik penggalan novel melalui

diskusi. Tugas mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Daftar pertanyaan kuis uji teori untuk mengukur pemahaman siswa atau konsep-

konsep yang telah dipelajari

RUBRIK/KRITERIA

PENILAIAN/BLANGKO

OBSERVASI

Lembaran Penilaian Sikap pada Saat Diskusi Kelompok:

Bubuhkan tanda V pada kolom-kolom sesuai hasil pengamatan.

No. Nama

Siswa

Kreatif Komunikatif Kerja keras

4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1

1.

2.

3

4

5

Keterangan

1 = kurang 3 = baik

2 = sedang 4 = sangat baik

Nilai akhir : Skor yang diperoleh

X 100

Skor maksimal

Page 124: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

Mengetahui,

Guru Pamong

(Mustofa, S. Hum)

Tangerang Selatan, 13 Februari 2014

Guru PPKT Mapel Bahasa Indonesia.

(Riza Hernita)

Page 125: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,
Page 126: IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL 99 CAHAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24717/1/Riza... · menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah,

BIOGRAFI PENULIS

Riza Hernita, lahir di Lb. Jantan, Lintau Buo, Batusangkar.

Anak tunggal dari pasangan Herizal dan Epina Darmita.

Penulis memulai Pendidikan di Taman Kanak-Kanak Kamboja,

Lintau dan melanjutkan ke SD Negri 37 Saribu Labiah, Lintau

Buo. Kemudian penulis melanjutkan ke SMP Negri 1 Lintau

Buo dan melanjutkan ke SMA Negri 1 Lintau Buo.

Setelah lulus dari SMA penulis mendaftarkan diri untuk melanjutkan ke

perguruan tinggi. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan ke Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia (PBSI).

Bahasa merupakan jembatan dalam berkomunikasi yang sangat

dibutuhkan oleh setiap individu. Komunikasi yang dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari tidak selalu diwujudkan dalam bentuk lisan, tetapi juga diterapkan

dalam bentuk tulisan. Setiap melakukan tindakan komunikasi, penutur

mengharapkan pendengar atau petutur mengerti dan mampu menangkap apa yang

ingin diinformasikan sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Agar tidak terjadi

kesalapahaman, seseorang harus mengetahui dan memahami bagaimana

pemakaian kata dalam komunikasi yang sesuai dengan situasi dan kepada siapa

berbicara. Salah satu yang harus dikuasai adalah diksi atau pilihan kata

Setiap individu memiliki caranya tersendiri dalam menyampaikan

informasi. Dalam situasi atau konteks tertentu, penutur atau orang yang

menyampaikan tuturan memberikan informasi yang lebih dari apa yang

dikatakannya. Maksud atau informasi yang disampaikan lebih banyak secara tidak

langsung kepada petutur. Untuk menangkap informasi tersebut petutur harus

mengerti konteks pembicaraan dan bekerja keras dalam memahami tanda-tanda

yang diberikan oleh penutur. Informasi yang berlebih dari yang dimaksud dalam

hal ini melanggar prinsip kerjasama percakapan. Pelanggaran terhadap prinsip

kerjasama percakapan terkadang sangat diperlukan dalam konteks tertentu. Hal

tersebut bisa disebut sebagai implikatur percakapan dalam berkomunikasi.