implikasi hukum terhadap perluasan objek hak...

103
IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Fahmi Hanif Winanto NIM : 16160480000005 PROGRAM STUDI DOUBLE DEGREE ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1439 H/2018 M

Upload: ngokhuong

Post on 24-May-2019

226 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK ANGKET

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI

(Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Fahmi Hanif Winanto

NIM : 16160480000005

PROGRAM STUDI DOUBLE DEGREE ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439 H/2018 M

Page 2: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi
Page 3: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi
Page 4: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi
Page 5: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

iv

ABSTRAK

Fahmi Hanif Winanto. NIM 16160480000005. “IMPLIKASI PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK ANGKET

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

36/PUU-XV/2017)”, Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan

Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1439 H/2018 M. viii + 97 halaman.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim pada putusan

mahkamah konstitusi nomor 36/PUU-XV/2017 terkait perluasan objek hak angket

DPR terhadap KPK dan analisis implikasi dari putusan mahkamah konstitusi nomor

36/PUU-XV/2017 yang menyatakan bahwa Frasa “Pelaksanaan suatu Undang-

Undang dan/atau Kebijakan Pemerintah” dalam Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga menyatakan Objek

Hak Angket DPR meliputi KPK. Penelitian ini juga menganalisis tentang kewenangan

Mahkamah Konstitusi dalam melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang

Undang NRI Tahun 1945 dan Implikasinya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi

yang menafsirkan suatu pasal dalam suatu undang-undang yang diujikan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan library

research dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan,

Peraturan DPR, buku-buku, dan jurnal yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

Hasil penelitian ini pada level kajian akademik menunjukkan bahwa pasca

dikeluarkannya Putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017, DPR berwenang

melaksanakan pengajuan hak angket terhadap KPK, serta KPK dapat menjadi objek

dari hak angket DPR. Namun, hak angket terhadap KPK hanya terbatas pada hal-hal

yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan, tidak untuk tugas dan

kewenangan yudisial, menurut mahkamah norma yang mengatur hak angket dalam

UU 17/2014 adalah konstitusional. Karena putusan ini telah memberi penjelasan

khusus terkait status dan posisi independensi KPK sebagai lembaga negara dalam

struktur ketatanegaraan Indonesia, Penelitian ini juga menjelaskan posisi

independensi KPK yang masuk di ranah lembaga eksekutif dalam struktur

ketatanegaraan Indonesia sebagaimana kepolisian dan kejaksaan dalam fungsi

menjalankan tugas dan kewenangan pemerintahan.

Kata Kunci : Implikasi, Pertimbangan Hakim, Hak Angket, MK, KPK, DPR.

Pembimbing : Irfan Khairul Umam., S.H.I., L.L.M.

Daftar Pustak : 1983 s.d 2018

Page 6: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur adalah kalimat pembuka dari barisan kata

pengantar yang hendak penulis uraikan. Segala puji, syukur dan sujud kehadirat

Allah SWT, yang selalu melimpahkan rahmat, ampunan, serta keberkahan-Nya, atas

nikmat yang tak terhitung jumlahnya, dengan petunjuk dan bimbingan-Nyalah

sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta

salam, semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda nabi besar kita, Nabi

Muhammad SAW, yang menjadi bingkai uswatun hasanah bagi seluruh umat

manusia di muka bumi ini.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, skripsi ini

mungkin tidak dapat diselesaikan oleh penulis tanpa bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak selama proses penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Asep Saepuddin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. dan Drs. Abu Tamrin, S.H.,

M.Hum. Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Irfan Khairul Umam, S.H.I., L.L.M. Dosen Pembimbing yang telah

memberikan nasihat, motivasi, serta perbaikan-perbaikan selama penyusunan

skripsi ini, terimakasih banyak atas arahan, masukan dan koreksi skripsinya

yang bersifat membangun menuju arah yang lebih baik.

4. Perpustakaan, Pengelola Perpustakaan, Perpustakaan Utama dan

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberi fasilitas untuk mengadakan studi

kepustakaan.

5. Untuk kedua orang tua penulis, Bapak Edwin Yulianto dan Ibu Inayatun

yang selalu mendoakan dan membimbing penulis, memberikan dukungan

moril dan materiil. Semoga seluruh pengorbanan, keikhlasan, serta cinta

dan kasih sayang mendapat ganjaran pahala di sisi Allah SWT.

Page 7: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

vi

6. Keluarga, saudara, dan teman teman semua yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada

peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya atas jasa, dukungan, semangat dan doa dari semua pihak baik secara

moril maupun materil, penulis berdo’a semoga Allah memberikan kebaikan pahala

atas segala kebaikan yang telah diberikan ini. Aamiin.

Jakarta, 02 November 2018 M

25 Shafar 1440 H

Fahmi Hanif Winanto

Page 8: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................ii

LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................................iii

ABSTRAK ..............................................................................................................................iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................................v

DAFTAR ISI .........................................................................................................................vii

BAB I

PENDAHULUAN...................................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................... 6

C. Tujuan Penelitian....................................................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 8

E. Metode Penelitian.......................................................................................................8

F. Sistematika Penulisan..............................................................................................13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................15

A. Kerangka Teori ........................................................................................................ 15

1. Teori Negara Hukum...........................................................................................15

2. Teori Distribusi Kekuasaan................................................................................15

3. Teori Judicial Review..........................................................................................17

4. Teori Prinsip Check and Balances......................................................................18

5. Teori Lembaga Negara........................................................................................19

B. Kerangka Konseptual .............................................................................................. 22

1. Implikasi Putusan.................................................................................................22

2. Mahkamah Konstitusi..........................................................................................22

2. Hak Angket...........................................................................................................23

2. Hak Menguji.........................................................................................................24

2. Komisi Pemberantasan Korupsi.........................................................................25

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu......................,..............................................25

Page 9: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

viii

BAB III

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HAK ANGKET DPR DALAM SISTEM

KETATANEGARAAN DI INDONESIA..........................................................................29

A. Kedudukan DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia ...........................29

B. Fungsi Lembaga DPR..............................................................................................35

C. Kedudukan Hak Angket DPR.................................................................................36

D. Mekanisme dan Fungsi Hak Angket DPR.............................................................39

BAB IV

ANALISIS IMPLIKASI HUKUM PERLUASAN OBJEK HAK ANGKET OLEH DPR

TERHADAP KPK................................................................................................................45

A. Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 ...................... 45

1. Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi .......................... 45

2. Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Hak Angket DPR................... 49

3. Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) ............................................................ 50

B. Analisis Implikasi Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Perluasan

Objek Hak Angket Oleh DPR Terhadap KPK.....................................................58

1. Analisis Kewenangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 36/PUU-XV/2017 .................................................................................... 58

2. Analisis Kedudukan Hukum (Legal Standing) Para Pemohon dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 ............................................. 60

3. Analisis Pertimbangan Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

36/PUU-XV/2017 ................................................................................................. 65

4. Analisis Implikasi Hukum Terhadap Perluasan Objek Hak Angket Oleh

DPR Terhadap KPK ........................................................................................... 74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................................................85

B. Saran..........................................................................................................................87

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................89

Page 10: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peraturan perundang-undangan dalam menyikapi permasalahan

kehidupan masyarakat akan terlambat dengan perkembangan zaman yang

selalu berjalan lebih maju. Seperti ungkapan sebuah kalimat dalam bahasa

hukum yang mengatakan, “hetrecht hinkntachter defeiten anaan”, artinya,

hukum niscaya akan datang terlambat menyertai berbagai peristiwa dan

kejadian dari belakang.1 Pelaksanaan hukum di negara Indonesia dapat

terealisasi dengan fondasi kuat sebagai suksesi bangunan utama

penyangganya, diantara pilar pilar fondasi bangunan hukum tersebut ialah,

pembatasan kekuasaan, peradilan bebas dan tidak memihak kepada

siapapun, perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), serta didirikannya

suatu lembaga negara peradilan Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk

penegakkan hukum agar tidak kembali sulit mengikuti peristiwa di

belakangnya.2

Menumbuhkan pengetahuan mengenai konstitusi adalah salah satu

cara terbaik mewujudkan tujuan nasional bernegara yang telah diuraikan

dalam bab sebelumnya. paham konstitusi ini sering disebut dengan

konstitusionalisme, dalam artian paham atau aliran yang menghendaki

pembatasan kekuasaan bagi siapapun, hal ini berkorelasi dengan negara

atau pemerintah, konstitusionalime merupakan suatu paham atau mazhab

yang menghendaki adanya limit pembatasan kekuasaan dalam sebuah

negara atau pembatasan kekuasaan di sistem pemerintahan.3

Kegunaan preventif terhadap pengawasan hak angket pada anggota

DPR secara konstitusional merupakan fungsi yang melekat pada legislatif

1 Jhanedri M. Ghafar, “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi”,

(DKI Jakarta : Penerb'it Buku Konstitusi Press, 2013), h.5. 2 Jimly Asshiddiqie, “Hukum Tata Negara & Pilar-Pilar Demokrasi”, (DKI Jakarta :

Penerbit Buku PT Sinar Grafika, 2011), h.132. 3 Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti, “Memahami Konstitusi, Makna dan Aktualisasi”,

(DKI Jakarta : Penerbit Buku PT Raja Grafindo Persada), Tahun 2014, h.146.

Page 11: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

2

seperti termaktub dalam Pasal 20A Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Pengaturan fungsi pengawasan ini pun

diatur lebih lanjut dan terdapat dalam Undang- Undang No.17 Tahun 2014

yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 .

Dalam menjalankan pekerjaannya terkait dengan fungsi pengawasan, DPR

menjalankan hak preventif dengan menggunakan kewenangan yang

dimilikinya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan secara gamblang

tentang tugas-tugas DPR RI, yaitu mengawasi jalannya kinerja

pemerintahan dengan menggunakan hak yang melekat maupun

kewajibannya sebagai wakil rakyat anggota DPR.4

Sebenarnya, penafsiran dalam Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mengatur

dengan jelas “hak angket sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b

tersebut salah satu hak dalam pelaksanaan pengawasan oleh lembaga

negara DPR yakni dengan Hak Angket DPR adalah hak anggota DPR

untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU kebijakan

pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak

luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dan diduga

bententangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

Namun, dari berbagai keistimewaan yang telah dipaparkan, hak

angket tersebut menuai polemik, pada awalnya, munculnya keinginan

DPR menggunakan hak angket kepada KPK setelah adanya pemeriksaan

mantan anggota DPR Miryam oleh KPK terkait tindak pidana korupsi

KTP elektronik. Hasil pemeriksaan tersebut terungkap keterlibatan

anggota sampai pimpinan DPR Setya Novanto. Selain itu berdasarkan

hasil pemeriksaan terhadap Miryam menyampaikan bahwa mendapat

tekanan dari Komisi III DPR agar supaya tidak membeberkan keterlibatan

elit politik negeri ini dalam kasus tindak pidana korupsi e-KTP. “Drama”

4May Lim Charity, “Implikasi Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi” Jurnal Legislasi Indonesia. Vol 14 No. 03 - September

2017 Hal 246

Page 12: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

3

yang dimainkan Miryam tidak berhenti disitu, Miryam dalam persidangan

kasus e-KTP tersebut mencabut keterangan atau Berita Acara Pemeriksaan

(BAP) terhadap dirinya oleh penyidik KPK dengan alasan bahwa penyidik

KPK dalam meminta keterangan Miryam pada saat penyidikan

menggunakan ancaman dan kekerasan yang pada intinya Miryam merasa

tertekan sehingga memberikan keterangan demikian sebagaimana dalam

BAP tersebut hingga lahirlah putusan MK terbaru yang menyatakan

tentang keabsahan angket tersebut.5

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap putusan

Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD khususnya terkait hak pansus DPR

terhadap KPK tidak konsisten. Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 itu juga

dianggap bertentangan dengan tiga putusan terdahulu, di mana MK

menyatakan bahwa KPK bukan lembaga yang ada di lingkup eksekutif.

Putusan terdahulu yang dimaksud antara lain putusan Nomor 012-016-

019/PUU-IV/2006, putusan Nomor 5/PUU-IX/2011 dan putusan Nomor

49/PUU-XI/2013 14 November 2013.6

Menurut Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD,

putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Hak Angket Korupsi

bertentangan dengan putusan MK sebelumnya. Dalam putusan yang baru

disahkan kemarin, MK menyatakan bahwa KPK merupakan bagian dari

eksekutif sehingga merupakan obyek dari hak angket DPR. Karena

sebelumnya juga sudah ada setidaknya empat putusan MK yang

menegaskan bahwa KPK bukanlah bagian dari eksekutif. putusan atas

perkara nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, 19/PUU-V/2007, 37-39/PUU-

VIII/2010, dan Nomor 5/PUU-IX/2011. Empat putusan tersebut juga

5 May Lim Charity, “Implikasi Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi” Jurnal Legislasi Indonesia. Vol 14 No. 03 - September

2017 hal 245 6 Moh Nadlir, "MK Bantah Putusannya soal Pansus Hak Angket KPK Inkonsisten”

Website dari Kompas.com (https://nasional.kompas.com/read/2018/02/15/16560991/mk-bantah-

putusannya-soal-pansus-hak-angket-kpk-inkonsisten diakses pada tanggal 9 Maret 2018 pukul

13.20 BBWI)

Page 13: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

4

disinggung oleh empat hakim MK yang menyatakan disssenting opinion

atau perbedaan pendapat dalam sidang putusan kemarin. Pada intinya,

keempat putusan itu menegaskan, KPK merupakan lembaga independen

yang bukan berada di dalam ranah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dan

putusan-putusan itu sifatnya inkrah7.

Mengacu kepada pembuatan sebuah Undang-Undang, UU yang

baru dibentuk bisa menghapus UU lama. Namun, hal serupa tidak berlaku

di pengadilan. Di pengadilan, putusan lama itu tak bisa dihapus dengan

putusan baru. Yang berlaku itu yang pertama karena sudah inkrah,"

Mahfud pun berpendapat, Pansus Angket KPK yang dibentuk DPR tak

bisa menggunakan putusan MK terbaru ini sebagai legitimasi. Sebab, saat

pansus dibentuk masih berlaku putusan MK sebelumnya dimana KPK

bukan dianggap sebagai lembaga eksekutif. " Putusan MK itu baru bisa

berlaku ke depan," Pungkas Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.

Karakter lembaga Mahkamah Konstitusi sebagai penguji undang-

undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945dan sebagai penafsir terakhir atas norma hukum berujung pada

istilah Mahkamah Konstitusi sebagai garda penjaga konstitusi negara,

pertemuan dua dimensi ini melekat pada kewenangan lembaga Mahkamah

Konstitusi sebagai salah satu lembaga tinggi negara. Karakter ini menurut

penafsiran penulis secara otomatis menjadikan putusan peradilan

konstitusi menjadi salah satu sumber hukum penting di samping peraturan

tertulis, tidak hanya dalam amar putusannya, tetapi juga tafsir

konstitusionalnya.8

Dari pengamatan penulis, kewenangan dan pengambilan putusan

yang dilakukan mahkamah konstitusi saat ini bukan hanya sekedar sebagai

penghapus dan pembatal suatu undang-undang yang bertentangan dengan

7 Kontan, Mahfud MD: Putusan MK soal Angket KPK bertentangan dengan 4

sebelumnya. Artikel ini diakses pada tanggal 27 Mei 2018 Pukul 11.35 BBWI, dari situs

https://nasional.kontan.co.id/news/mahfud-md-putusan-mk-soal-angket-kpk-bertentangan-dengan-

4-sebelumnya 8 Janedri M.Ghafar, “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi”, (DKI

Jakarta : Penerb'it Buku Konstitusi Press, 2013) hal. 6

Page 14: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

5

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam

konteksnya, ada beberapa putusan yang membuat mahkamah konstitusi

menjadi lembaga positif legislatif. Dimana dalam hal ini yang seharusnya

bertindak sebagai positif legislatif adalah Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia dalam porsinya untuk menambah, memuat, dan

menghapus suatu norma pada undang-undang dan peraturan-peraturan

tertentu.

Aspek yuridis-filosofis dan sosiologis dari permohonan berbagai

lapisan masyarakat terhadap putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017 yang

menjadikan KPK sebagai lembaga eksekutif berdampak terhadap beberapa

putusan mahkamah konstitusi sebelumnya. Setelah putusan ini diketok dan

ditetapkan, terjadi pengaruh terhadap dampak putusan ini di kalangan

masyarakat luas dan dianggap tidak berkeadilan menegakkan dukungan

tindakan pemberantasan korupsi dan keadilan substantif di negeri ini.

Putusan MK atas hak angket mesti dilihat menyeluruh. Sebab, MK

memiliki peran strategis. MK di bawah tampuk kepemimpinan Arief

Hidayat berbeda dengan zaman Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD. Di era

Jimly misalnya, MK amat menjaga komposisi putusan jumlah hakim tidak

terlampau tipis dan problematika Hak angket DPR seperti dua sisi mata

koin, di sisi lain Hak angket sebagai wujud atau pelaksanaan fungsi

pengawasan terhadap cabang kekuasaan lainnya dan sesuai prinsip check

and balance demi terwujudnya kekuasaan yang berimbang. DPR

menggunakan hak angket pada dasarnya untuk melakukan penyelidikan

terhadap pelaksanaan UU atau kebijakan pemerintah yang diduga

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam

praktek penggunaan dari hak angket oleh DPR banyak memunculkan

problema hukum baru di kalangan praktisi Hukum Tata Negara saat ini.

Atas uraian masalah tersebut, peneliti menganggap pentingnya

kajian terkait dengan dasar pertimbangan hakim dan Implikasi Hukum

setelah berlakunya ketetapan putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017,

pembahasan masalah dalam kajian ini penulis uraikan dalam sebuah

Page 15: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

6

penelitian skripsi yang berjudul “Implikasi Hukum Terhadap Perluasan

Objek Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

(Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017)”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti

mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

a. Apa dasar pertimbangan hukum. majelis hakim pada putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor : 36/PUU-XV/2017 terkait KPK

sebagai Lembaga Eksekutif ?

b. Apa Implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-

XV/2017 tentang Hak Angket KPK Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) Oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ?

c. Apa akibat hukum perluasan objek Hak angket DPR terhadap

KPK terkait pengujian norma pasal tersebut ?

d. Bagaimana Inkonsistensi putusan MK Nomor 36/PUU-

XV/2017 dengan 4 putusan sebelumnya yaitu Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006

diputus tanggal 19 Desember 2006, Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 19/PUU-V/2007 diputus tanggal 13

November 2007 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37-

39/PUU-VIII/2010 yang diputus tanggal 15 Oktober 2010,

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011 diputus

tanggal 20 Juni 2011 terkait dengan status eksekutif dari

lembaga KPK ?

e. Mengapa terjadi Dissenting opinion dari 4 majelis hakim

anggota Mahkamah Konstitusi terhadap putusan Mahkamah

Konstitusi nomor : 36/PUU-XV/2017 ?

f. Apa faktor-faktor analisis hakim dalam pertimbangan putusan

anggota majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia Dalam Putusan Nomor. 36/PUU-XV/2017 ?

Page 16: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

7

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan luasnya penelitian ini, maka perlu dilakukan

pembatasan, maka penelitian hanya akan dibatasi pada aspek

latar belakang Analisis Yuridis serta Implikasi pada putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 terhadap Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah perluasan Objek Hak

Angket Oleh DPR dalam Frasa Perluasan Pasal 79 Ayat (3)

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,

dan DPRD

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, maka peneliti merumuskan masalah utama

yang menjadi fokus permasalahan yakni Implikasi Putusan MK

dan Pengaruhnya Terhadap Perluasan Objek Hak Angket DPR

Terhadap KPK.

Untuk mempertegas arah pembahasan dari masalah utama di

atas, maka peneliti membatasi penulisan ini melalui rincian

perumusan masalah sebagai berikut :

a. Apa Yang Menjadi Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Dalam

Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 36/PUU-

XV/2017 ?

b. Bagaimana Implikasi Akibat Hukum Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 Terhadap Perluasan

Objek Hak Angket KPK oleh DPR ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sesuai dengan rumusan di atas, tujuan penelitian ini

adalah :

1. Menjelaskan Dasar-Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah

Konstitusi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-

XV/2017 ?

Page 17: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

8

2. Menjelaskan Implikasi Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 36/PUU-XV/2017 Terkait Pengujian Undang-Undang Nomor

17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Dalam Perluasan

Objek Hak Angket DPR terhadap KPK ?

D. Manfaat Penelitian

Untuk Penelitian ini terdapat beberapa manfaat, yaitu:

1. Secara teoritis, penelitian ini memberikan tambahan dokumentasi

segi hukum dalam rangka khazanah pengetahuan ilmu hukum

khususnya dalam bidang hukum tata negara dan kelembagaan negara

dalam hal ini studi yang dianalisis kedudukan KPK pasca putusan

Mahkamah Konstitusi, utamanya yang mengenai KPK sebagai

lembaga eksekutif dan perluasan objek hak angket DPR terhadap KPK

dan segala faktor-faktor dan aspek yang terkait dengan kedudukan

serta kewenangan lembaga KPK dalam sistem kelembagaan negara di

Indonesia pasca putusan mahkamah konstitusi ini.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi para peminat

hukum tata negara dan praktisi ketatanegaraan dalam menganalisis

tentang pertimbangan Hukum putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

36/PUU-XV/2017 terkait status KPK sebagai lembaga negara.

3. Secara akademis, penelitian ini merupakan syarat untuk meraih gelar

Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Pada dasarnya Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum

normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai

sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah

mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-

Page 18: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

9

undangan, putusan pengadilan, perjanjian, serta doktrin (ajaran)9

Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas

hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap

sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian

perbandingan hukum.

2. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library

Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji,

menelaah, dan menelusuri berbagai sumber literature, buku- buku,

perundang-undangan, dan sumber-sumber pustaka lainnya. adapun,

sifat Penelitian ini adalah deskriptif-normatif, yaitu akan menguraikan

tentang dasar-dasar pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah

Konstitusi terkait dengan pengujian salah satu pasal dalam Undang-

Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD

pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945yang berimplikasi pada hak angket anggota dewan perwakilan

rakyat dan status lembaga negara komisi pemberantasan korupsi, pasal

ataupun penjelasan pasal dalam undang-undang tersebut berkaitan

dengan masalah yangi dikaji, dalam hal ini terkait dengan Putusan

MK nomor 36/PUU-XV/2017.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini

dilakukan dengan metode studi kepustakaan, dimana studi kepustakaan

merupakan metode efektif dan tunggal yang dipergunakan dalam

penelitian hukum normatif. Dari bahan hukum yang sudah terkumpul

baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder

diklasifikasikan sesuai isu hukum yang akan dibahas.

Kemudian bahan hukum tersebut diuraikan untuk mendapatkan

penjelasan yang sistematis. Pengelolaan bahan hukum bersifat deduktif

9 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 31

Page 19: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

10

yaitu menarik kesimpulan yang menggambarkan permasalahan secara

umum ke permasalahan yang khusus atau lebih konkret. Setelah bahan

hukum itu diolah dan diuraikan kemudian penulis menganalisisnya

(melakukan penalaran ilmiah) untuk menjawab isu hukum yang telah

dirumuskan dalam rumusan masalah.

4. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-

undangan (statutory approach)10

dan Pendekatan Kasus (Case

3bditerapkan guna memahami bagaimana menelaah Judicial review

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi Putusan 36/PUU-XV/2017

yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan final. Pendekatan

perundang-undangan (statute approach) juga dilakukan dengan

menelaah semua regulasi atau peraturan perundang-undangan yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang akan diteliti, dan juga dengan

pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam

ilmu hukum, untuk menemukan ide-ide yang melahirkan konsep-

konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu

hukum.11

Pendekatan konseptual (conceptual approach) merupakan

suatu pendekatan yang digunakan untuk memperoleh kejelasan dan

pembenaran ilmiah berdasarkan konsep-konsep hukum yang

bersumber dari prinsip-prinsip hukum. Pendekatan Kasus (Case

approach) diterapkan dalam mengamati telaah beberapa kasus hak

angket KPK yang menjadi polemik dengan peraturan perundangan

yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Serta

beberapa kasus yang relevan dengan isu hukum yang telah dipecahkan.

10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2005).h. 136 11

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Buku Kencana, Tahun

2005), h. 95.

Page 20: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

11

5. Data dan Sumber Penelitian

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif atau mempunyai otoritas, artinya sumber-sumber hukum

yang dibentuk oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum primer

terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, catatan

resmi dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan

pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan

mengikat12

. Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah :

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor : 36/PUU-

XV/2017

3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi

4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD dan DPRD, Undang-Undang Dasar 1945

5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD dan DPRD, Undang-Undang Dasar 1945

6) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi

7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Mahkamah

Konstitusi

8) Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.

b. Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang

diperoleh melalui penelusuran buku-buku dan artikel-artikel13

yang

berkaitan dengan penelitian ini, bahan hukum sekunder

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet-3 h.52 13

Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, Cet-3 hal.52

Page 21: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

12

memberikan penjelasan mendalam mengenai bahan hukum primer

dalam skripsi ini. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam

penulisan penelitian ini adalah buku-buku yang berkenaan dengan,

Ilmu Hukum, Hukum Tata Negara, Hukum Kelembagaan Negara,

skripsi hukum kelembagaan negara, tesis, disertasi, serta artikel

ilmiah dan tulisan di internet untuk memperkaya pengetahuan

sumber data dalam penulisan penelitian ini.

c. Bahan non hukum

Bahan non hukum adalah bahan lain yang memberikan

petunjuk atau penjelasan dari sumber lain non hukum terhadap

bahan hukum primer dan sekunder14

, seperti Kamus Hukum,

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ensiklopedia dan lain-

lain.

6. Pengolahan dan Analisis Data

Mekanisme proses pengolahan dan analisis data dalam

penelitian ini menguraikan semua lapisan bahan hukum, baik bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan non-hukum,

berbagai intisari bahan hukum ini diuraikan dan dihubungkan

sedemikian rupa, sehingga menampilkan penulisan yang sistematis

untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan

masalah serta karya ilmiah dalam penelitian lain yang relevan dan

berkorelasi dengan penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan

dokumenter dalam Penelitian ini berupa mengkaji bahan-bahan

pustaka baik bahan pustaka primer, sekunder, maupun non hukum

yang terkait dengan penerapan hukum di Indonesia. Setelah itu penulis

mencari gagasan dari berbagai sumber tersebut terkait objek penelitian

dan kemudian akan dituangkan dan disusun kedalam bentuk penelitian

skripsi ini.

14

Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, Cet-3 hal.53

Page 22: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

13

7. Teknik Penulisan

Metode Tekhnik penulisan dan pedoman dasar yang digunakan

penulis dalam skripsi ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan

karya ilmiah dan buku pedoman “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas

Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta Periode Tahun 2017”.

F. Rancangan Sistematika Penulisan

Sebagai pertimbangan dalam mempermudah penulisan skripsi saya

ini, penulis menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima

bab, dimana pada setiap babnya dibagi atas sub-sub bab, dengan

penjelasan yang terinci. Berdasarkan pada materi skripsi yang penulis

bahas, sistematika penyusunan skripsi ini terbagi sebagai berikut :

BAB-I : Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang membahas

tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan

rancangan sistematika penulisan dalam skripsi ini.

BAB-II : Pada bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang digunakan

dalam penelitian dan pembahasan, bab ini juga mengupas

mengenai kajian pustaka, Dalam buku pedoman penelitian,

ada dua jenis kajian pustaka yang diuraikan dalam bab ini

yaitu kajian teoritis dan (review) kajian terdahululu,

diawali dengan pemaparan kerangka konsep serta tinjauan

umum mengenai putusan mahkamah konstitusi dan tinjauan

umum mengenai hak angket, kerangka teori konsep, serta

tinjauan (review) kajian terdahulu yang akan diuraikan

dalam bab ini, agar tidak tumpang tindih pembahasannya.

BAB-III : Penulis pada bab ini menjelaskan tentang data penelitian

berupa profil dari lembaga negara yang penulis teliti, dalam

hal ini adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia dan Mahkamah Konstitusi, dalam bab ini penulis

Page 23: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

14

juga membahas mengenai landasan yuridis tentang

kewenangan hak angket dan prosedur penggunaannya.

BAB-IV : Bab ini merupakan bab inti, yaitu berupa jawaban dari

rumusan masalah, pokok-pokok pembahasan mengenai

intisari hasil penelitian, uraian dalam bab ini merupakan

jawaban yang terdapat dalam perumusan dan pembatasan

masalah, bab ini menjelaskan tentang implikasi dan dampak

hukum putusan Mahkamah Konstitusi terkait komisi

pemberantasan korupsi yang dituangkan dalam putusan MK

atas pengujian undang undang Nomor 17 Tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, bab ini merupakan

analisa dan pembahasan terhadap data penelitian yang ada

di deskripsikan guna menjawab masalah penelitian ini.

BAB-V : Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan

rekomendasi. Bab ini merupakan bab terakhir dari

sistematika penulisan skripsi yang pada akhirnya penelitian

ini menarik beberapa kesimpulan dari penelitian untuk

menjawab rumusan masalah serta memberikan saran saran.

Page 24: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Teori Negara Hukum

Ide negara hukum, selain terkait dengan konsep rechtstaat dan

the rule of law, juga berkaitan dengan konsep nomocracy yang berasal

dari perkataan nomos dan cratos. Yang berarti dari nomos adalah

norma. Sedangkan cratos adalah kekuasaan.15

Berikut adalah ciri dari

Negara hukum (rechtstaat) menurut Julius Stahl, mencakup empat

elemen penting: Perlindungan hak asasi manusia, pembagian

kekuasaan, pemerintah berdasarkan Undang-Undang, dan Peradilan

Tata Usaha Negara.16

Konsep Negara Hukum merupakan objek studi

yang selalu aktual untuk dikaji. Perkembangan konsep negara hukum

merupakan produk dari sejarah penyebab munculnya suatu rumusan.

2. Teori Distribusi Kekuasaan

Menurut teori konstitusi, terdapat dua macam pendistribusian

kekuasaan dalam suatu Negara, yaitu distribusi kekuasaan yang

vertikal dan yang horizontal. Distribusi kekuasaan yang vertikal

mengajarkan tentang pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat

dengan pemerintah daerah, yang banyak muncul dalam wujud teori-

teori tentang federalisme atau otonomi daerah. Sedangkan dengan

pendistribusian yang horizontal, yang dibahas adalah pembagian

kekuasaan yang ada di tingkat pusat maupun yang ada di tingkat

daerah, yaitu pembagiannya ke dalam bidang legislatif, eksekutif, dan

yudikatif, atau yang disebut dengan teori trias politica.17

Sebagaimana telah dijelaskan oleh Montesquieu, bahwa

pemerintahan memiliki tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan formulasi

15Jimly Ashiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2012), h.125. 16

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, h.130. 17

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechstaat), (DKI Jakarta, Penerbit PT

Refika Aditama), h 103

Page 25: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

16

(membuat Undang-Undang), kekuasaan pelaksana Undang-Undang,

dan kekuasaan mengadili sesuai Undang-Undang. Ketiga kekuasaan

ini harus diberikan pada pihak yang berbeda-beda, terutama untuk

menjaga agar hak-hak rakyat tidak dilanggar. Menumpuknya ketiga

kekuasaan ini pada satu tangan, sangat berbahaya dan dapat

menyebabkan inefisiensi, korupsi, dan kesewenang-wenangan.

Hal ini sudah lama diakui dalam sejarah hukum. Aristoteles

pernah berpendapat bahwa pemerintahan yang dipimpin oleh satu

orang bukan merupakan pemerintahan yang konstitusional. Bahkan

dalam perjalanan sejarah hukum klasik, di berbagai tempat di dunia ini

telah dijalankan suatu sistem di mana ketika raja atau petinggi militer

diminta untuk mengadili suatu perkara oleh rakyatnya, maka para

petinggi tersebut akan mengadili dengan mencopot segala lambang-

lambang tugas dan kebesaran yang ada pada tubuhnya. Ini sudah

menandakan bahwa meskipun orangnya sama, tetapi posisi mereka

dalam mengadili berbeda dengan posisi mereka ketika memerintah

atau menjalankan tugasnya sehari-hari.18

Penerapan konsep pemisahan kekuasaan (separation of power)

di zaman modern sudah saling mengkombinasi antara konsep

pemisahan kekuasaan (division/separation of powers) tersebut dengan

konsep checks and balances, sehingga konsep hybrid seperti ini

disebut dengan istilah “distribusi kekuasaan” (distribution of powers).

Dalam hal ini kekuasaan tidak dipisah tetapi hanya dibagi-bagi,

sehingga memungkinkan timbulnya overlapping kekuasaan. meskipun

begitu, konsep awal dari ajaran trias politica yang berasal dari

Montesqeuie tersebut bermaksud untuk memisahkan sama sekali di

antara kekuasaan-kekuasaan tersebut, yakni antara kekuasaan

legislatif, eksekutif dan judikatif. Karena itu, konsep pemisahan

kekuasaan secara tegas tersebut sebenarnya merupakan teori

18

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechstaat), (DKI Jakarta, PT Refika

Aditama). h 104

Page 26: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

17

ketatanegaraan yang dahulunya dianut di negara-negara Eropa

Kontinental. Sedangkan konsep checks and balances berasal dari para

founding fathers dari Negara USA, yang membagi-bagikan kekuasaan

tetapi satu sama lain saling mengawasi tanpa ada satu kekuasaan yang

berada di atas kekuasaan lainnya (balances), sehingga, dalam teori

checks and balances, memang dimungkinkan terjadi overlapping

kekuasaan.

Astim Riyanto seperti dikutip oleh Munir Fuady dalam bukunya

menjelaskan “Karena itu dapat dikatakan bahwa yang paling lazim

dilakukan dalam pendistribusian kekuasaan negara adalah pembagian

cabang-cabang pemerintahan kepada (1) badan legislatif, (2) badan

eksekutif, dan (3) badan yudikatif. Akan tetapi, ada juga para ahli yang

menambahkan badan lain selain dari tiga badan tersebut, seperti

misalnya Van Vollenhoven, yang menambahkan badan “politie” yang

bertugas menjaga tata tertib untuk mengawasi agar semua cabang

pemerintahan dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Karena itu, menurut Van Vollenhoven, keseluruhan cabang

pemerintahan menjadi empat, yaitu (1) regeling (legislatif), (2) bestuur

(eksekutif), (3) rechtsspraak (yudikatif), dan (4) politie. Bahkan ada

juga para ahli yang mencoba menambah dua cabang lagi, sehingga ke

semuanya menjadi enam cabang pemerintahan. Kedua cabang

pemerintahan tambahan tersebut adalah (1) pembuat Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan (2) pelaksana

pemilihan umum”.

3. Teori Judicial Review

Pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia atau

sering disebut sebagai hak menguji (Judicial Review) tidak dapat

dilepaskan dari kemandirian kekuasaan kehakiman (Independent

Judiciary) karena Judicial Review pada dasarnya merupakan salah satu

pelaksanaan dari fungsi Independent Judiciary.

Page 27: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

18

Hak menguji pada hakikatnya inheren dengan kekuasaan

kehakiman. Hak menguji merupakan sifat pembawaan dari tugas

hakim dalam menjalankan fungsi mengadili demi hukum itu sendiri

maka diadakan lembaga hak menguji oleh hakim. Suatu produk

peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman harus

disesuaikan, harus diubah atau dicabut. Pihak yang paling berwenang

untuk mengubah atau atau menggantinya adalah pembuat peraturan

perundang-undangan tersebut. Akan tetapi, apabila pembuat peraturan

perundang-undangan tidak mampu mengubahnya maka hakim

bertugas untuk menyesuaikannya dengan perkembangan jalan sambil

menafsirkan dan mengujinya.19

Pengertian pengujian Undang-Undang (Judicial Review) yang

berdasarkan alasan substantif dari berbagai pemaparan diatas

dilakukan dengan implikasi adanya putusan Majelis Hakim Mahkamah

Konstitusi dengan memperhatikan hak konstitusional setiap warga

negara Indonesia. Dan esensi dari putusan hakim yang dianggap adil

mengacu pada pengertian diatas adalah putusan yang dibuat secara

imparsial atau tidak berpihak kepada apapun kecuali hanya kepada

kebenaran dan hak hak yang harus ditegakkan.

4. Teori Prinsip Check and Balances

Meskipun ada pembagian kekuasaan di antara pelaksana

kekuasaan negara secara tradisional, yakni antara kekuasaan legislatif,

eksekutif, dan yudikatif, dan berlakunya sistem check and balances di

antara kekuasaan negara tersebut akhirnya keseimbangan (balances)

memang diperlukan, dan keseimbangan ini bersifat dinamis yang

seringkali paradoksal.20

Misalnya kekuasaan seyogyanya mesti lebih besar diberikan

terhadap pihak eksekutif, agar perjalanan sistem pemerintahan menjadi

19 Jazim Hamidi, Mohammad Sinal, Ronny Winarno, Any Suryani, I Ketut Sudantra,

Mariyadi, Tunggul Anshari S Negara, Teori Hukum Tata Negara A Turning Point od The State,

Jakarta : Penerbit Salemba Humanika, h 147. 2012. 20

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechstaat), (Jakarta, Penerbit PT Refika

Aditama). h 123

Page 28: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

19

lancar, efektif dan efisien. Tetapi terutama jika kepala pemerintahan

bukan orang bijak seperti dikatakan plato dalam buku teori negara

modern karya Munir Fuady, maka hal ini dapat menjurus kepada

pemerintahan yang totaliter. Disamping itu legislatif sebagai

perwujudan suara rakyat semestinya juga dapat digunakan sebagai

pemutus pemula dan sekaligus pemutus terakhir terhadap suatu

kebijaksanaan, apalagi karena memang wakil rakyat dan dipilih oleh

rakyat.21

Konsep sesunggguhnya yang dibutuhkan dalam teori ini

adalah :

a. Suatu distribusi kekuasaan agar tidak berada hanya dalam satu

tangan saja) hal ini tersimpul dalam lingkup pengertian “trias

politica” atau “distribution of power”

b. Suatu keseimbangan kekuasaan (agar masing-masing pemegang

kekuasaan tidak cenderung terlalu kuat sehingga menimbulkan

tirani).

c. Suatu pengontrolan yang satu terhadap yang lain (agar suatu

pemegang kekuasaan tidak berbuat sebebas-bebasnya yang dapat

menimbulkan kesewenang-wenangan).

Keseluruhan dari prinsip tersebut sudah tersimpul dalam teori

distribusi kekuasaan dan teori check and balances. Teori ini amat

diperlukan dalam suatu sistem ketatanegaraan.

5. Teori Lembaga Negara

Ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 hasil amandemen sama sekali tidak terdapat ketentuan

hukum yang mengatur tentang definisi “Lembaga Negara”, sehingga

banyak pemikir hukum Indonesia yang melakukan penemuan hukum

untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikan konsep Lembaga

Negara. Pengertian di atas juga memberi contoh frasa yang

menggunakan kata lembaga, yaitu lembaga pemerintah yang diartikan

21

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechstaat), (Jakarta, Penerbit PT Refika

Aditama), h 123

Page 29: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

20

sebagai badan-badan pemerintahan dalam lingkungan eksekutif.

Secara definitif, Lembaga Negara adalah institusi-institusi yang

dibentuk untuk melaksanakan fungsi-fungsi negara.22

Has Natabaya dan Ernawati Munir mengatakan bahwa istilah

badan, organ, atau lembaga mempunyai makna yang esensinya kurang

lebih sama. Ketiganya dapat digunakan untuk menyebutkan suatu

organisasi yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan pemerintahan

negara. Namun demikian perlu ditekankan adanya konsistensi

penggunaan istilah agar tidak digunakan dua istilah untuk maksud

yang sama.

Secara sederhana istilah Organ Negara atau Lembaga Negara

dapat dibedakan dari perkataan Organ atau Lembaga Swasta, atau

yang biasa disebut Organisasi Nonpemerintah. Oleh sebab itu,

lembaga apa saja yang dibentuk bukan sebagai lembaga masyarakat

dapat disebut sebagai Lembaga Negara. Lembaga Negara itu dapat

berada dalam ranah legislatif, eksekutif, yudikatif, ataupun yang

bersifat campuran.23

Dari segi kelembagaannya, menurut ketentuan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca Perubahan

Keempat (Tahun 2002), dalam struktur kelembagaan Republik

Indonesia terdapat delapan buah organ negara yang mempunyai

kedudukan sederajat yang secara langsung menerima kewenangan

konstitusional dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 Delapan lembaga negara tersebut dibagi atas 4 kekuasaan

dan satu Lembaga Negara Bantu sebagai berikut: Pertama, Kekuasaan

Legislatif, yaitu: Majelis Permusyawaratan Rakyat yang tersusun atas:

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah; Kedua,

Kekuasaan Eksekutif, yaitu: Presiden dan Wakil Presiden; Ketiga,

22

Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih, Ilmu Negara, cet.I, edisi revisi, (Jakarta: Gaya

Media Pratama, 2000), h.241. 23

Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.27.

Page 30: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

21

Kekuasaan Yudisial, meliputi: Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi.24

Kekuasaan terakhir adalah di bidang Eksaminatif (Inspektif),

yaitu: Badan Pemeriksa Keuangan. Lembaga Negara Bantu (the state

auxiliary body), yaitu Komisi Yudisial. Di samping kedelapan

lembaga tersebut, terdapat pula beberapa lembaga atau institusi yang

diatur kewenangannya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, yaitu: (1) Tentara Nasional Indonesia, (2)

Kepolisian Negara Republik Indonesia, (3) Pemerintah Daerah, dan (4)

Partai Politik.25

Selain itu, ada pula lembaga yang tidak disebut namanya, tetapi

disebut fungsinya, namun kewenangannya dinyatakan akan diatur

dengan undang- undang, yaitu: (1) bank sentral yang tidak disebut

namanya “Bank Indonesia”, dan (2) Komisi Pemilihan Umum yang

juga bukan nama karena ditulis dengan huruf kecil.26

Oleh karena itu,

dapat dibedakan dengan tegas antara kewenangan organ negara

berdasarkan perintah Undang-Undang dan kewenangan organ negara

yang hanya berdasarkan perintah Undang-Undang, bahkan dalam

kenyataan ada pula lembaga atau organ yang kewenangannya berasal

dari atau bersumber dari Keputusan Presiden belaka.

Lembaga Negara yang diatur dan dibentuk oleh Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan organ

konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang

merupakan organ Undang-Undang, sementara yang hanya dibentuk

karena Keputusan Presiden tentunya lebih rendah lagi tingkatan dan

24

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, cet.I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2006),h.151. 25

Titik Triwulan Tutik, Konstitusi Hukum Tata Negara Indonesia Pasaca Amandemen

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cet.I, (Jakarta: Kencana, 2010),

h.176. 26

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, cet.I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2006), h.151.

Page 31: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

22

derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk di dalamnya.27

B. Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep

khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan

istilah yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.28

Berkenaan dengan uraian diatas, maka kerangka konseptual dalam

penelitian ini yakni :

1. Implikasi Putusan

Implikasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah

pelaksanaan atau penerapan.29

Implikasi merupakan sesuatu yang

bermuara pada aksi, aktivitas, tindakan, serta adanya mekanisme dari

suatu sistem. Implikasi tidak hanya sekedar aktifitas menonton belaka,

tetapi merupakan suatu kegiatan yang terencana secara baik yang

berguna untuk mencapai tujuan tertentu.30

Maka implikasi putusan

adalah keterlibatan suatu faktor dengan faktor lainnya akibat dari

pernyataan seorang hakim dalam menyelesaikan suatu perkara.

2. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.31

Mahkamah Konstitusi

merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan

kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan.32

Dalam kewenangannya,

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan

27

Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.60 28

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 132 29

http://kbbi.web.id/implikasi/ diakses pada 3 Februari 2018. 30

http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-implementasi/ diakses pada 5

Februari 2018. 31

Republik Indonesia, Pasal 1 Undang- Undang No 8 Tahun 2011, Undang-Undang

Tentang Mahkamah Konstitusi, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor. 28,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 5226) 32

Republik Indonesia, Pasal 2 Undang-Undang No 8 Tahun 2011, Undang-Undang

Tentang Mahkamah Konstitusi, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor. 28,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 5226

Page 32: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

23

terakhir yang putusannya bersifat final untuk :

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

c. memutus pembubaran partai politik

d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.33

Dalam pasal 10 kewenangan Mahkamah Konstitusi yang lain

juga disebutkan wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa

Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran

hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,

tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.34

3. Hak Angket

Pengertian dan ketentuan mengenai hak angket secara eksplisit

diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 Pasal 70

Tentang Perubahan Konstitusi Republik Indonesia Serikat Menjadi

Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, berikut :

“Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak menyelidiki (enquete),

menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang,”35

Sehingga pengertian Hak Angket sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan adalah hak menyelidiki yang dimiliki oleh DPR,

yang untuk selanjutnya pengertian Hak Angket dapat dilihat pada

bagian konsiderans (Menimbang) pada Undang- Undang Nomor 6

Tahun 1954, sebagai berikut : “bahwa hak Dewan Perwakilan Rakyat

33

Republik Indonesia, Pasal 10 Undang- Undang No 24 Tahun 2003, Undang-Undang

Tentang Mahkamah Konstitusi, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor. 28,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 5226 34

Republik Indonesia, Pasal 10 Undang- Undang No 24 Tahun 2003, Undang-Undang

Tentang Mahkamah Konstitusi, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor. 28,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 5226 35

Republik Indonesia, Pasal 70, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950

Page 33: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

24

untuk mengadakan penyelidikan (angket) perlu diatur dengan undang-

undang” Selanjutnya pengertian dan ketentuan tentang Hak Angket,

ditentukan kembali pada pasal 20 A ayat (1) dan ayat (2) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil

Amandemen, sebagai berikut:

a. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi

anggaran dan fungsi pengawasan.

b. Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam

pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan

Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak

menyatakan pendapat.

Untuk selengkapnya pengertian Hak Angket dapat dilihat pada

Bagian Penjelasan Pasal 74 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 42 tahun

2014 tentang susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang menyatakan sebagai berikut:

“Hak Angket adalah Hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap

kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas

pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan”.36

4. Hak Menguji

Dalam studi kepustakaan maupun di dalam praktek dikenal

adanya dua macam hak menguji, yaitu:

a. Hak menguji formal (formeletoetsingrecht)

Hak menguji formal adalah wewenang untuk menilai,

apakah suatu produk legislatif seperti Undang-Undang misalnya

terjelma melalui cara-cara (procedure) sebagaimana telah

ditentukan/diatur dalam peraturan perundang-undangan yang

36

Pasal 74 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor. 383,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 5650)

Page 34: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

25

berlaku ataukah tidak.37

b. Hak menguji material (materiele toetsingrecht).38

Hak menguji material adalah suatu wewenang untuk

menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan

perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan

peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu

kekuasaan tertentu (verordenendemacht) berhak mengeluarkan

suatu peraturan tertentu.39

5. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Komisi Pemberantasan tindak pidana korupsi yang berdasarkan

Pasal 2 Dan 3 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi yang untuk selanjutnya disebut

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah “lembaga negara yang dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas

dari pengaruh kekuasaan manapun”.40

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam menjaga keaslian judul yang peneliti ajukan dalam skripsi

ini perlu kiranya peneliti melampirkan juga beberapa rujukan untuk

menjadi bahan pertimbangan, antara lain :

1. Skripsi Roma Rizky Elhadi, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2014 yang berjudul

“Penggunaan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Pasca

Amandemen Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 194”. Penelitian ini meneliti dan menganalisis tentang

kewenangan penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat pasca

37

Sri Soemantri, Hak Uji Material di Indonesia, Ed.2, (Bandung : Penerbit Buku Alumni,

Tahun 1997), hal. 6 38

Sri Soemantri, Hak Uji Material di Indonesia, Ed.2, (Bandung : Penerbit Buku Alumni,

Tahun 1997), hal. 6 39

Sri Soemantri, Hak Uji Material Di Indonesia, Ed.2, (Bandung : Penerbit Buku

Alumni, Tahun 1997), hal. 11 40

Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK Kajian Yuridis Normatif UU

Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 Versi UU Nomor 30 Tahun 2002,

(Jakarta, Penerbit Buku Sinar Grafika Rawamangun, Tahun 2009) h.182

Page 35: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

26

Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dan untuk mengetahui bagaimana mekanisme

penggunaan hak angket DPR dan permasalahan dalam proses

pelaksanaan hak angket itu sendiri. Metode Penelitian yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian

yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma

hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan

keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat

atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat,

karena titik tekannya adalah pada peraturan perundang-undangan serta

peraturan lainnya yang terkait dengan penggunaan hak angket DPR

pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dalam penggunaan

hak angket DPR pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 lebih banyak permasalahan dan

kompleks. Hal ini dikarenakan timbulnya era reformasi yang lepas

dari rezim otoriter zaman orde baru, sehingga memungkinkan

terjadinya kebebasan berpedapat terhadap kebijakan pemerintah dan

meningkatnya efektifitas dalam fungsi pengawasan, fungsi anggaran

dan fungsi legislasi, berbeda objek dengan penelitian ini yang akan

membahas tentang implikasi putusan yang telah dikeluarkan oleh

Mahkamah Konstitusi terkait Komisi Pemberantasan Korupsi.

2. Skripsi Yugo Asmoro, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret

Surakarta, pada tahun 2009 yang berjudul “Analisis Status Dan

Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Sistem

Ketatanegaraan Indonesia”. Penelitian yang dilakukan oleh penulis

dalam skripsi nya untuk berfokus menganalisis kepada bagaimana

status lembaga anti rasuah Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

suatu sistem ketatanegaraan negara Indonesia dan bagaimana

kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga

negara di dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia (RI).

Page 36: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

27

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

normatif kepustakaan Dalam penelitian ini menguraikan status Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang bersifat

independen dan berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tetapi tidak

berada di bawah kekuasaan kehakiman. yang menyimpulkan dalam

hal ini juga di tegaskan terkait status keberadaan sebuah lembaga

negara, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia, instilah “lembaga negara” tidak selalu

dimasukkan sebagai lembaga negara yang hanya disebutkan dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 saja,

atau yang dibentuk berdasarkan perintah konstitusi, tetapi juga ada

lembaga negara lain yang dibentuk dengan dasar perintah dari

peraturan di bawah konstitusi, seperti Undang-Undang dan bahkan

Keputusan Presiden (Keppres).

3. Buku berjudul “Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia”. yang

ditulis oleh Prof. Jimly Asshiddiqie. Dalam buku ini menganalisis

tentang sejarah awal konstitusi di Indonesia demokrasi dan Nomokrasi

secara keseluruhan, prinsip kekuasaan dan bagaimana penerapan ideal

sebuah konstitusi, buku ini menjelaskan konstitusi dan

konstitusionalisme. Berbeda dengan penelitian ini yang akan

membahas tentang akibat hukum pada putusan yang telah dikeluarkan

oleh Mahkamah Konstitusi.

4. Jurnal hukum berjudul ”Implikasi Hak Angket Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia Terhadap Komisi Pemberantasan

Korupsi”. ditulis oleh May Lim Charity. Dalam jurnal ini

menyimpulkan bahwa Hak angket DPR kepada KPK tidak sesuai

dengan prinsip check and balance dalam system ketatanegaraan

Indonesia mengingat hak a quo tidak memenuhi rumusan Pasal 79

ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD dan bertentangan dengan UU Komisi Informasi

Publik serta Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai

Page 37: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

28

lex specialis, berbeda dengan penelitian ini yang akan menjabarkan

secara lengkap mengenai akibat hukum terhadap putusan Mahkamah

Konstitusi terhadap status Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai

lembaga negara anti korupsi.

Page 38: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

29

BAB III

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HAK ANGKET DPR DALAM

SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA

A. Kedudukan DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia adalah lembaga

negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga

perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang.

DPR memiliki fungsi yang diatur di dalam pasal 20 A ayat (1) perubahan

kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:

DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.

Yang dimaksud fungsi legislasi adalah : Fungsi yang dimiliki oleh DPR

untuk membentuk Undang-Undang baik Undang-Undang untuk

melaksanakan ketentuan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945maupun Undang-Undang yang dibentuk atas

perintah Undang-Undang.41

Kekuasaan membentuk Undang-Undang setelah perubahan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

mengalami pergeseran dari Presiden RI ke DPR. Hal ini dijelaskan di

dalam pasal 20 perubahan pertama Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945: Dewan Perwakilan Rakyat memegang

kekuasaan membentuk Undang-Undang. Dengan adanya perubahan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945tentang

Kekuasaan membentuk Undang-Undang berarti mengembalikan fungsi

yang sebenarnya dalam membentuk Undang-Undang ke DPR RI.42

Proses

pembentukan Undang-Undang di era reformasi dijelaskan di dalam pasal

20 perubahan pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 :

41 “Sejarah Terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia” Diakses dari

http://www.dpr.go.id/tentang/sejarah-dpr pada tanggal 07 Mei 2018 pukul 10.47 42

Abu Thamrin, Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Jakarta : Penerbit Buku

Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2010),

hal. 122.

Page 39: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

30

1. Setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden

untuk mendapat persetujuan bersama

2. Jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat persetujuan

bersama rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi

dalam persidangan DPR masa itu

3. Presiden mengesahkan rancangan Undang-Undang yang telah

disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang

4. Dalam hal rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama

tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari

semenjak rancangan Undang-Undang tersebut disetujui, rancangan

Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib

diundangkan.

Dari berbagai pendapat Pakar Hukum Tata Negara tidak terdapat

perbedaan pendapat ketentuan pasal 20 ayat (4) perubahan pertama

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang

terdapat perbedaan pendapat para pakar Hukum Tata Negara adalah

ketentuan pasal 20 ayat (5) perubahan pertama Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Presiden RI dengan tidak

menandatangani Undang-Undang yang telah mendapat persetujuan

bersama DPR dan Presiden RI tidak melanggar peraturan perundang-

undangan dan pemberlakuan Undang-Undang tanpa pengesahan Presiden

RI tidak cacat yuridis.43

DPR dalam menjalankan tugasnya sebagai salah satu lembaga

negara memiliki tugas dan wewenang. Tugas dan wewenang DPR

dijelaskan di dalam pasal 71 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014

sebagai berikut:

a. Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk

mendapat persetujuan bersama

43

Abu Thamrin, Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Lembaga Penelitian

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), hal. 122.

Page 40: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

31

b. Memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan

terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang

diajukan oleh Presiden untuk menjadi Undang-Undang

c. Menerima rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh DPD

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,

serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan

daerah.

d. Membahas rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud

dalam huruf c bersama Presiden dan DPD sebelum diambil

persetujuan bersama antara DPR dan Presiden

e. Membahas rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh

Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber

daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan

daerah dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil

persetujuan bersama antara DPR dan Presiden

f. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan Undang-

Undang tentang APBN dan rancangan Undang-Undang yang

berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama

g. Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan

DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan Undang-Undang

tentang APBN yang diajukan oleh Presiden

h. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang dan

APBN

i. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang

disampaikan oleh DPD terhadap pelaksanaan Undang-Undang

mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan

penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan

Page 41: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

32

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan

APBN, pajak, pendidikan dan agama

j. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan

perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain,

serta membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan

akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait

dengan beban keuangan Negara dan / atau mengharuskan

perubahan atas pembentukan Undang-Undang

k. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian

amnesti dan abolisi

l. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat

Duta Besar dan menerima penempatan Duta Besar Negara lain

m. Memiliki anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD

n. Membahas dan menindaklanjuti hasil atas pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan Negara yang disampaikan oleh BPK

o. Memberikam persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan

pemberhentian anggota Komisi Yudisial

p. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan

Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh

Presiden

q. Memilih 3 (tiga) orang Hakim Konstitusi dan mengajukannya

kepada Presiden untuk diresmikan dengan Keputusan Presiden

r. Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan asset Negara

yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas

dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban

keuangan Negara

s. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat dan

t. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam

Undang-Undang.

Page 42: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

33

Untuk mendukung pelaksanaan fungsi DPR tugas dan wewenang

DPR, maka DPR baik sebagai Lembaga Negara maupun secara

perserorangan sebagai anggota DPR mempunyai hak bahkan sebagai

anggota DPR disamping mempunyai hak juga mempunyai kewajiban. Hak

DPR dijelaskan di dalam pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2009 yaitu : Hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan

pendapat.44

Yang dimaksud hak angket DPR adalah : Hak DPR untuk

meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah

yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yang dimaksud hak angket

DPR adalah : Hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap

pelaksanaan suatu Undang-Undang dan / atau kebijakan Pemerintah yang

berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud hak

DPR menyatakan pendapat adalah hak hak DPR untuk menyatakan

pendapat atas45

:

1) Kebijakan Pemerintah atas mengenai kejadian luar baisa yang

terjadi di tanah air atau di dunia internasional

2) Tindak lanjut pelaksanaan Hak Interpelasi

3) Dugaan bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden melakukan

pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap

Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya

maupun perbuatan tercela, Presiden dan/ atau Wakil Presiden

tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil

Presiden.

Selanjutnya di dalam pasal 78 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009

44Abu Thamrin, Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Lembaga Penelitian

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), hal. 125. 45

Abu Thamrin, Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Lembaga Penelitian

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), hal. 126.

Page 43: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

34

dijelaskan hak anggota DPR yaitu :

a) Mengajukan usul rancangan Undang-Undang

b) Mengajukan pertanyaan

c) Menyampaikan usul dan pendapat

d) Memilih dan dipilih

e) Membela diri

f) Immunitas

g) Protokoler, dan

h) Keuangan dan administratif

Kewajiban anggota DPR dijelaskan di dalam pasal 79 Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2009 yaitu :

(1) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila

(2) Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan

perundang-undangan

(3) Mempertahankan dan memelihara kemakmuran nasional

dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

(4) Mendahulukan kepentingan Negara di atas kepentingan

pribadi, kelompok dan golongan

(5) Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat

(6) Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Negara

(7) Menaati tata tertib dan kode etik

(8) Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan

Lembaga lain

(9) Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui

kunjungan kerja secara berkala dan menampung dan

menindaklanjuti aspirasi dan pengadaan masyarakat

Dengan adanya fungsi DPR, tugas dan wewenang DPR serta hak

baik sebagai DPR secara kelembagaan maupun hak anggota DPR serta

kewajiban anggota DPR maka DPR di era reformasi merupakan legislatif

Page 44: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

35

heavy artinya kekuasaan DPR lebih menonjol disbanding kekuasaan

Lembaga Negara lainnya. Hal ini karena ada pergeseran kekuasaan di era

reformasi.46

B. Fungsi Lembaga DPR

DPR sebagaimana telah disebutkan tentang tugas dan

kewenangannya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dalam rangka membatasi kekuasaan agar tidak bertindak

sewenang-wenang, rakyat kemudian memilih perwakilannya untuk duduk

dalam pemerintahan,47

dalam rangka menjalankan peran DPR tersebut,

DPR dilengkapi dengan beberapa fungsi utama yaitu :

1) Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk Undang-Undang.

Selain itu, dalam tata tertib DPR disebutkan badan Legislasi

memiliki tugas merencanakan dan menyusun program serta

urutan prioritas pembahasan RUU untuk satu masa

keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran dengan

menginventrisasi masukan dari anggota fraksi, Komisi, DPD,

dan masyarakat untuk ditetapkan menjadi keputusan Baleg.48

2) Fungsi anggaran adalah fungsi DPR bersama-sama dengan

pemerintah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) dan harus mendapatkan persetujuan DPR.49

Kedudukan DPR dalam penetapan APBN sangat kuat karena

DPR berhak menolak RAPBN yang diajukan Presiden.50

3) Fungsi pengawasan adalah fungsi untuk mengawasi

pelaksanaan undang-undang yang dijalankan oleh pemerintah,

46

Abu Thamrin, Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Lembaga Penelitian

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), hal. 127. 47

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Dian Rakyat, 1998), Cet.XIX,

hal 38 48

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lembaga Perwakilan

Rakyat di Indonesia, (Jakarta: Penerbit FORMAPPI, Tahun 2005), hal. 95 49

Pasal 20A ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun

1945. 50

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Menghindari Jeratan

Hukum bagi Anggota Dewan, (Jakarta: Penerbit Buku FORMAPPI, Tahun 2009) h. 162.

Page 45: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

36

khususnya pelaksanaan APBN serta pengelolaan keuangan

negara dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.

C. Kedudukan Hak Angket Oleh DPR

Mengenai Pengertian secara umum dan ketentuan mengenai hak

angket secara eksplisit dan jelas diatur dalam ketentuan Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 2014 sebagai berikut: “Dewan Perwakilan Rakyat

mempunyai hak menyelidiki angket (enquete), menurut aturan-aturan yang

ditetapkan dengan Undang-undang,”

Sehingga pengertian Hak Angket sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan adalah hak menyelidiki yang dimiliki oleh DPR,

yang untuk selanjutnya pengertian Hak Angket dapat dilihat pada bagian

Pasal 79 Ayat 3 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2014, sebagai berikut :

“Hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu

undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal

penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan”51

Artinya, untuk melindungi hak-hak dasar manusia, kekuasaan

legislatif yang diwakili oleh DPR dibebankan kewajiban yang bersifat

maksimal untuk melindungi warga negaranya dan negara harus bersifat

aktif untuk menghormati hak-hak individu, sedangkan dalam menjalankan

norma-norma kontrol atau pengawasan, kekuasaan legislatif (diwakili oleh

DPR) dibebankan kewajiban yang minimal. Selanjutnya pengertian dan

ketentuan tentang Hak Angket, ditentukan kembali pada pasal 20 A ayat

(1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 hasil Amandemen, sebagai

berikut :

51

Pasal 74 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor. 383,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 5650)

Page 46: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

37

1. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran

dan fungsi pengawasan.

2. Dalam Melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal

pasal lain Undang-Undang dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat

mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan

pendapat.

3. Selain hak yang diatur dalam pasal pasal lain Undang-Undang dasar

ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak

mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak

imunitas.

4. Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-

pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat

mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

Untuk selengkapnya pengertian Hak Angket dapat dilihat pada

Bagian Penjelasan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun

2014 tentang susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, yang menyatakan sebagai berikut : “DPR

dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memberikan

rekomendasi kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum,

warga negara, atau penduduk melalui mekanisme rapat kerja, rapat dengar

pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat panitia khusus, rapat panitia

kerja, rapat tim pengawas, atau rapat tim lain yang dibentuk oleh DPR

demi kepentingan bangsa dan negara”.52

Setiap pejabat negara, pejabat

pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk wajib

menindaklanjuti rekomendasi DPR tersebut.53

52

Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor. 383,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 5650) 53

Pasal 74 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor. 28,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 6187)

Page 47: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

38

Hak angket merupakan Hak DPR untuk menjalankan fungsinya.

Keseluruhan hak sebagai lembaga maupun sebagai anggota dimaksudkan

agar fungsi DPR sebagai lembaga dapat dijalankan.54

Dengan kata lain hak

merupakan sesuatu untuk berjalannya suatu fungsi. Pasal 79 Ayat (3)

Undang–Undang No 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah jo Pasal 164 Ayat (3)55

Peraturan DPR No 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib menyatakan

hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap

pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang

berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.56

Rumusan Pasal tersebut di atas dapat dipahami bahwa penggunaan

hak angket berkaitan dengan proses penyelidikan ketatanegaraan bukan

penyelidikan sebagaimana yang dimaksud dalam KUHAP, meskipun

menggunakan nomenklatur yang sama. Tentu dengan mempertimbangkan

rumusan secara sistematis dari maksud penggunaan hak angket tersebut.

Jika melihat maksud dari pada penggunaan hak angket dapat dilihat

dalam Pasal 164 ayat (4) huruf b dan c Peraturan Tata Tertib No 1

Tahun 2014 menyatakan, Hak menyatakan pendapat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPR untuk menyatakan

pendapat atas tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat

(3); atau dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan

pelanggaran hukum, baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

54

Philiphus M Hadjon Dkk.2011.Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.Gajahmada

University Press.Yogyakarta.Hal 82 55

Pasal 79 Ayat (1) Undang–Undang No 17 Tahun 2014 Tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah jo Pasal 164 Ayat (3) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2014 Nomor. 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 5568) 56

Bab 9, Tata Cara Pelaksanaan Hak DPR, Pasal 164, Peraturan Dewan Perwakilan

Rakyat Repubik Indonesia (DPR RI) No 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib

Page 48: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

39

penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela,

dan/atau Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.57

Pasal 177 ayat (4) Peraturan Tata Tertib, Keputusan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh pimpinan DPR kepada

Presiden paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan diambil dalam rapat

paripurna DPR RI. Sama halnya dengan Pasal 182 ayat (1) Peraturan Tata

Tertib DPR dalam hal rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 181 ayat (2) memutuskan menerima laporan panitia khusus terhadap

materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (4) huruf a dan

huruf b, DPR menyatakan pendapatnya kepada Pemerintah.

D. Mekanisme dan Fungsi Penggunaan Hak Angket DPR RI

Mekanisme atau tata cara penggunaan hak angket sebagai bagian

dari fungsi pengawasan DPR terhadap jalannya pemerintahan sudah

dimuat dalam berbagai penjelasan, pada masa orde baru hak angket untuk

anggota DPR dinilai sangat kuat, hal ini dikarenakan fungsi pengawasan

yang dimiliki DPR pada masa itu berbeda dengan era reformasi.

Dalam Peraturan Tata Tertib Anggota DPR Tahun 2014 Pasal 169,

170 dan 171 Menguraikan secara rinci mekanisme pelaksanaan hak angket

yang dimaksud dalam Pasal 169 :

1. menyatakan Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat

(1) huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang

Anggota dan lebih dari 1 (satu) Fraksi.

2. Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai

dengan dokumen yang memuat paling sedikit: a. materi kebijakan

dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki; dan b.

alasan penyelidikan.

3. Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR

apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri

57

May Lim Charity, “Implikasi Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi” Jurnal Legislasi Indonesia. Vol 14 No. 03 -

September 2017 hal 248

Page 49: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

40

lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah Anggota dan keputusan diambil

dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah Anggota yang

hadir58

Pasal 170 :

a. Usul hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169

disampaikan oleh pengusul kepada pimpinan DPR.

b. Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh

pimpinan DPR dalam rapat paripurna DPR dan dibagikan

kepada seluruh Anggota.

c. Badan Musyawarah membahas dan menjadwalkan rapat

paripurna DPR atas usul hak angket sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan dapat 107 memberikan kesempatan kepada

pengusul untuk memberikan penjelasaan atas usul hak angket

secara ringkas.

d. Selama usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

belum disetujui oleh rapat paripurna DPR, pengusul berhak

mengadakan perubahan dan menarik usulnya kembali.

e. Perubahan atau penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) harus ditandatangani oleh semua pengusul dan

disampaikan kepada pimpinan DPR secara tertulis dan

pimpinan membagikan kepada semua Anggota.

f. Dalam hal jumlah penanda tangan usul hak angket yang belum

memasuki Pembicaraan Tingkat I menjadi kurang dari jumlah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1), harus

diadakan penambahan penanda tangan sehingga jumlahnya

mencukupi.

g. Dalam hal terjadi pengunduran diri penanda tangan usul hak

angket sebelum dan pada saat rapat paripurna DPR yang telah

dijadwalkan oleh Badan Musyawarah, yang berakibat terhadap

jumlah penanda tangan tidak mencukupi sebagaimana

58

Pasal 169 Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor. 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor. 5568)

Page 50: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

41

dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1), ketua rapat paripurna DPR

mengumumkan pengunduran diri tersebut dan acara rapat

paripurna DPR untuk itu dapat ditunda dan/atau dilanjutkan

setelah jumlah penanda tangan mencukupi.

1) Apabila sebelum dan/atau pada saat rapat paripurna DPR

terdapat Anggota yang menyatakan ikut sebagai pengusul

angket dengan membubuhkan tanda tangan pada lembar

pengusul, ketua rapat paripurna DPR mengumumkan hal

tersebut dan rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud

pada ayat (7) tetap dapat dilanjutkan.

2) Apabila sampai 2 (dua) kali masa persidangan jumlah

penanda tangan yang dimaksud tidak terpenuhi, usul

tersebut menjadi gugur.59

Pasal 171 :

(1) DPR memutuskan menerima atau menolak usul hak

angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat

(1).

(2) Dalam hal DPR menerima usul hak angket sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), DPR membentuk panitia

khusus yang dinamakan panitia angket yang

keanggotaannya terdiri atas semua unsur Fraksi.

(3) Dalam hal DPR menolak usul hak angket sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), usul tersebut tidak dapat

diajukan kembali.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

mengenai panitia khusus berlaku bagi panitia angket

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).60

59

Pasal 170 Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor. 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor. 5568) 60

Pasal 171 Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor. 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor. 5568)

Page 51: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

42

Dimulai dengan adanya usulan untuk mengadakan penyelidikan

mengenai suatu hal atau permasalahan, yang dapat diajukan oleh

sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR. Usulan

tersebut disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR yang disertai

dengan daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya, dan

dinyatakan dalam suatu perumusan secara jelas tentang hal yang diselidiki

yang disertai dengan penjelasan dan rancangan biaya.61

Kemudian di dalam rapat paripurna, setelah usul pengadaan angket

diterima oleh pimpinan DPR, Ketua rapat memberitahukan kepada

anggota DPR tentang masuknya usul untuk mengadakan angket, yang

kemudian usulan-usulan tersebut beserta penjelasan dan rancangan

biayanya diberikan kepaada anggota. Selanjutnya pada rapat Badan

Musyawarah DPR, membahas penentuan waktu pembicaraan dalam Rapat

Paripurna. Selama usulan untuk mengadakan angket belum disetujui oleh

Rapat Paripurna, maka pengusul berhak mengajukan perubahan atau

menariknya kembali.62

Apabila jumlah tanda tangan usul untuk mengadakan angket yang

belum dibicarakan dalan Rapat Paripurna ternyata menjadi kurang dari

jumlah sebagaimana dimaksud pasal 166 ayat (1) tersebut, maka harus

diadakan penambahan penandatanganan sehingga jumlahnya mencukupi,

apabila sampai dua kali masa persidangan jumlah penanda tanganan tidak

terpenuhi, maka usul menjadi gugur. Apabila nantinya Rapat Paripurna

menyetujui pengadaan angket maka dibentuk Panitia Khusus dan

keputusan DPR untuk mengadakan angket.63

Terhadap hasil Keputusan DPR ini, Panitia Khusus selanjutnya

memberikan laporan tertulis secara berkala sekurang-kurangnya sekali

61

Pasal 169 Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor. 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor. 5568) 62

“Hak DPR” Diakses dari http://www.dpr.go.id/tentang/hak-dpr pada tanggal 07 Mei

2018 pukul 10.47 63

Hak DPR” Diakses dari http://www.dpr.go.id/tentang/hak-dpr pada tanggal 07 Mei

2018 pukul 10.47

Page 52: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

43

sebulan kepada Pimpinan DPR, kemudian laporan tersebut dibagikan

kepada seluruh anggota, dan atas usul sekurang-kurangnya 25 orang

anggota tersebut, untuk selanjutnya dibuat laporan berkala yang nantinya

menjadi bahan pembicaraan dan pembahasan dalam Rapat Paripurna,

kecuali apabila nantinya Badan Musyawarah akan menentukan lain.64

Pada masa era reformasi, perubahan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat telah berpengaruh terhadap struktur ketatanegaraan, susunan DPR

serta hubungan DPR dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Struktur

ketatanegaraan ini mengarah kepada terciptanya mekanisme check and

balances antar lembaga negara khususnya antar tiga cabang kekuasaan

yaitu Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.65

Menurut Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Teori Hukum Tata

Negara, dari ketiga kekuasaan tersebut, ternyata dalam tataran

implementasinya masih dijumpai berbagai macam persoalan dalam

kaitannya dengan pola hubungan yang terbangun antar lembaga negara

tersebut. Perubahan konstitusi yang diikuti dengan pembentukan dan

perubahan berbagai peraturan perundang-undangan adalah untuk

terbentuknya perimbangan fungsi dan tugas lembaga-lembaga negara

khhususnya Lembaga Eksekutif dan Legislatif, juga dimaksudkan untuk

saling mengimbangi dan saling mengawasi yang bekerja sama sistemik,

berdasarkan aturan-aturan yang ada.

Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 hasil amandemen menentukan bahwa DPR mempunyai fungsi

legislasi, fungsi Anggaran, dan Fungsi Pengawasan, dan pada pasal 27

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil

amandemen di tentukan bahwa DPR mempunyai Hak Interpelasi, Hak

Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat. Atas dasar hal tersebut diatas,

64

Untung Wahyono, Peran Politik Poros Tengah dalam Kancah Pepolitikan Indonesia,

(Jakarta: Pustaka Tarbiatuna, 2003), h. 6192. 65

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Penerbit Sinar

Grafika) h. 282.

Page 53: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

44

Hak Angket dalam hubungannya dengan DPR merupakan hak yang

melekat pada DPR selaku Badan Legislatif berdasarkan ketentuan

konstitusi serta peraturan perundang- undangan yang berlaku.66

66

Republik Indonesia, Pasal 25-27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945

Page 54: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

45

BAB IV

ANALISIS IMPLIKASI HUKUM PERLUASAN OBJEK HAK

ANGKET OLEH DPR TERHADAP KPK

A. Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi Dalam Perkara Nomor

36/PUU-XV/2017

1. Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi

Mekanisme constitutional control digerakkan oleh adanya

permohonan dari pemohon yang memiliki legal standing untuk

memberikan kepentingannya yang dianggap dirugikan oleh berlakunya

satu undang-undang. Atau berangkat dari kewenangan konstitusional

satu lembaga negara yang dilanggar atau dilampaui oleh lembaga

negara lainnya.67

Permohonan Pengujian Konstitusionalitas dari pemohon

tentang penjelasan Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dianggap

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 karena perluasan makna oleh DPR yang

menempatkan KPK sebagai objek hak angket DPR, setelah majelis

hakim Mahkamah Konstitusi memeriksa dengan seksama permohonan

para pemohon, keterangan dari Presiden dalam hal ini diwakili oleh

ahli Presiden yaitu Maruarar Siahaan, keterangan DPR, keterangan

pihak terkait, bukti-bukti surat/tulisan dan ahli yang diajukan oleh para

pemohon dan Presiden, serta kesimpulan tertulis para pemohon dan

presiden sebagaimana yang termuat pada bagian duduk perkara pada

putusan Mahkamah Konstitusi No.36/PUU-XV/2017.

Maka Hakim Mahkamah Konstitusi dalam hal ini sebelum

menuju kepada pertimbangan hukum dari pokok permohonan para

67

Maruar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Edisi 2.

(Jakarta: Sinar Grafika, 2012). Cet. II, h.60

Page 55: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

46

pemohon, mahkamah memiliki beberapa pertimbangan terkait dengan

penjelasan hak angket dan status KPK sebagai lembaga negara di

Indonesia, diantaranya sebagai berikut :

a. Pertimbangan Mahkamah Terkait Hak Angket Sebagai Fungsi

Pengawasan DPR

Dalam pertimbangan mahkamah pertama, Mahkamah

menimbang, tidak selalu hasil penyelidikan DPR melalui

penggunaan hak angket harus berujung pada penggunaan hak

menyatakan pendapat, apalagi semata-mata berupa rekomendasi

atau usulan penggantian terhadap pejabat tertentu yang terbukti

melanggar undang-undang. Sebab sekali lagi, hak angket harus

dimaknai sebagai instrumen pelaksanaan fungsi pengawasan DPR,

sehingga temuan-temuan hak angket tersebut harus dapat dimaknai

sebagai rekomendasi dan acuan mengikat bagi langkah-langkah

evaluasi dan perbaikan di masa mendatang atas “suatu hal” yang

menjadi objek penyelidikan.

Untuk melaksanakan fungsi pengawasannya, DPR dapat

menggunakan hak-hak konstitusionalnya termasuk hak angket

terhadap KPK hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan

pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK selain pelaksanaan tugas

dan kewenangan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan

yudisialnya (penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan).

b. Pertimbangan Mahkamah Terkait Posisi dan Status KPK sebagai

Lembaga Negara Eksekutif

Dalam pertimbangan mahkamah kedua, Mahkamah

menguraikan bahwa KPK merupakan lembaga di ranah eksekutif,

yang melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif, yakni

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. KPK jelas bukan di

ranah yudikatif, karena bukan badan pengadilan yang berwenang

mengadili dan memutus perkara. KPK juga bukan badan legislatif,

karena bukan organ pembentuk undang-undang. KPK merupakan

Page 56: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

47

lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh

kekuasaan manapun. Posisi KPK yang berada di ranah eksekutif,

tidak berarti membuat KPK tidak independen dan terbebas dari

pengaruh manapun.

KPK merupakan lembaga yang berada di ranah eksekutif

untuk melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sejatinya

merupakan kewenangan Kepolisian dan/atau Kejaksaan, bahkan

dengan mengingat fungsi KPK sebagai lembaga khusus untuk

mendorong agar pemberantasan korupsi dapat berjalan secara

efektif, efisien, dan optimal, maka dapat disimpulkan dengan

sendirinya bahwa KPK dapat menjadi objek dari hak angket DPR

dalam fungsi pengawasannya.

c. Pertimbangan Mahkamah Terkait Perwujudan Konsep

Akuntabilitas Antar Lembaga Negara Di Indonesia

Dalam pertimbangan mahkamah ketiga, sebagai rangka

penegakan hukum, Kepolisian, Kejaksaan dan KPK adalah

lembaga yang diberikan tugas dan kewenangan melaksanakan

undang-undang yang salah satunya adalah pemberantasan tindak

pidana korupsi. Meskipun KPK merupakan komisi yang bersifat

independen sebagaimana yang diatur dalam UU KPK, namun telah

jelas bahwa dalam menjalankan tugas dan kewenangannya

sebagaimana institusi kepolisian dan kejaksaan melaksanakan

tugas dan kewenangan pemerintahan yang masuk dalam ranah

eksekutif.

Walaupun dikatakan KPK independen dalam arti bebas

dari pengaruh kekuasaan lain, namun DPR sebagai wakil rakyat

berhak untuk meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan

kewenangan KPK, meskipun KPK juga bertanggung jawab kepada

publik, kecuali untuk pelaksanaan tugas dan kewenangan yudisial.

Page 57: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

48

Keputusan-keputusan yang diambil oleh KPK dalam melaksanakan

tugas dan kewenangannya tidak boleh didasarkan atas pengaruh,

arahan ataupun tekanan dari pihak manapun termasuk pihak yang

berhak meminta pertanggungjawabannya. Dalam praktiknya setiap

tahun KPK memberikan laporan terbuka menyangkut kinerja,

penggunaan anggaran dan lain lain kepada publik yang dapat

diakses secara terbuka dan juga kepada lembaga- lembaga yang

terkait. Hal ini dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas. Konsep

akuntabilitas demikian tidak menutup prinsip checks and balances

yang menjadi dasar hubungan di antara lembaga-lembaga negara

yang ada.

d. Pertimbangan Mahkamah Terkait Perwujudan Prinsip Konstitusi

Dan Sistem Pemerintahan Yang Dibangun Atas Dasar Paradigma

Checks And Balances

Isu konstitusional norma yang dipermasalahkan oleh para

Pemohon adalah sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 79 ayat (3)

UU 17/2014 yang menyatakan, “Hak angket sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan

penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau

kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis,

dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan”. Terhadap frasa “pelaksanaan suatu undang-

undang dan/atau kebijakan Pemerintah” pada norma a quo

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat yaitu sepanjang dimaknai

lain selain yang secara eksplisit termaktub dalam norma a quo dan

Penjelasannya yakni hak angket hanya terbatas pada lingkup

kekuasaan eksekutif.

Pertimbangan mahkamah keempat terkait isu ini adalah, hal

tersebut tidak dapat dijadikan landasan untuk menyatakan Hak

Page 58: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

49

Angket DPR tidak meliputi KPK sebagai lembaga independen,

karena secara tekstual jelas bahwa KPK adalah organ atau lembaga

yang termasuk eksekutif dan pelaksana undang-undang di bidang

penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi. secara substantif, norma yang mengatur hak angket dalam

UU 17/2014 menurut Mahkamah adalah konstitusional. Prinsip

konstitusi dan sistem pemerintahan yang dibangun atas dasar

paradigma checks and balances, tidak boleh membiarkan adanya

kekuasaan yang tidak tercakup dalam pengawasan. Oleh karenanya

Mahkamah berpendapat, tidak terdapat masalah konstitusionalitas

dalam norma yang dimohonkan pengujian a quo

2. Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam

Perkara Nomor 36/PUU-XV/2017 Terkait Hak Angket DPR

Dasar hukum putusan perkara konstitusi adalah Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai

konstitusi tertulis negara Republik Indonesia. Untuk putusan yang

mengabulkan harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat

bukti yang sah dan keyakinan hakim bahwa permohonan itu memenuhi

alasan dan syarat-syarat konstitusional sebagaimana dimaksud dalam

konstitusi. Oleh karena itu putusan Mahkamah Konstitusi harus

memuat fakta-fakta yang terungkap dan terbukti secara sah di

persidangan dan perimbangan hukum yang menjadi dasarnya.68

Mahkamah Konstitusi dalam perkara nomor 36/PUU-XV/2017 tentang

pengujian KPK sebagai objek dari hak angket DPR memutuskan :69

a. Menolak permohonan provisi para Pemohon.

b. Menolak permohonan para Pemohon. Dalam Pokok Permohonan

Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang

bersifat final. Dengan putusan akhir ini menegaskan bahwa Komisi

68

Ahmad Fadhil Sumadi, Politik Hukum Konstitusi dan Hukum Konstitusi,

(Malang:Setara Press, 2013), h.60 69

Amar Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 36/PUU-XV/2017 Tentang Hak Angket DPR, h 112.

Page 59: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

50

Pemberantasan Korupsi (KPK) Merupakan bagian dari lembaga

eksekutif dalam struktur ketatanegaraan Indonesia dan Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki kewenangan untuk menjadikan

KPK sebagai objek Hak Angket DPR RI.

3. Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion)

Majelis hakim dalam Pasal 25 ayat 10 Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa pendapat anggota Majelis

Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan. Pendapat berbeda dapat

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu dissenting opinion dan concurent

opinion atau consenting opinion. Dissenting opinion adalah pendapat

berbeda dari sisi substansi yang memengaruhi perbedaan amar putusan

sebagai pendapat berbeda yang memengaruhi amar putusan harus

dituangkan dalam putusan.

Di Indonesia, dissenting opinion pertama kali lahir tidak

mempunyai landasan yuridis formal karena praktik hakim yang

berkembang. Pertama kalinya dissenting opinion ini memiliki

landasan yuridis di dalam UU Kepailitan No. 4 Tahun 1998. Pada

awalnya, dissenting opinion ini diperkenalkan pada pengadilan niaga,

namun kini telah diperbolehkan di pengadilan lain, termasuk dalam

uji materiil undang-undang di MK70

Suatu putusan dianggap sebagai concurring apabila terdapat

argumentasi anggota majelis hakim yang berbeda dengan

mayoritas anggota majelis hakim yang lain namun tidak berimbas

pada perbedaan amar putusan.71

Di sisi lain, suatu putusan

dikatakan dissenting jika pendapat suatu anggota majelis hakim

berbeda dengan pendapat mayoritas anggota majelis hakim yang

70

Haidar Adam, “Dissenting Opinion dan Concurring Opinion” Al-Jinayah Jurnal

Hukum Pidana Islam, Fakultas Hukum Universitas Airlanggga Surabaya Vol 03 No. 02 –

Desember 2017 hal 313 71

Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Penerbit Buku

PT Sinar Grafika, 2012), Hal 201.

Page 60: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

51

lain dan perbedaan tersebut tak sekedar dalam hal penalaran saja,

melainkan sampai menyentuh pada amar putusan.72

Dissenting opinion merupakan salah satu bentuk pertanggung

jawaban moral hukum konstitusi yang berbeda pendapat serta wujud

transparansi agar masyarakat mengetahui seluruh pertimbangan

hukum putusan Mahkamah Konstitusi.73

MK telah mengeluarkan

PMK nomor 6 PMK tahun 2005. Secara spesifik, ketentuan tentang

pendapat berbeda diatur dalam pasal 32 ayat (6). Bunyi lengkap dari

ketentuan dalam pasal tersebut adalah “Pendapat Hakim Konstitusi

yang berbeda terhadap putusan dimuat dalam putusan, kecuali

hakim yang bersangkutan tidak menghendaki”. Dengan pengaturan

yang demikian, bisa ditafsirkan bahwa bisa saja hakim memiliki

pendapat yang berbeda dalam suatu rapat permusyawaratan hakim

(RPH) namun pendapatnya tersebut tidak tertuang dalam

putusan.74

Pendapat berbeda memang mungkin dan dalam praktik sering

terjadi, karena putusan dapat diambil dengan suara terbanyak jika

musyawarah tidak dapat mencapai mufakat, empat orang Hakim

Konstitusi yaitu Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Hakim

Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Hakim Konstitusi Suhartoyo, dan

Hakim Konstitusi Saldi Isra terhadap putusan a quo ini memiliki

pendapat yang berbeda (dissenting opinion).

Dalam putusan berbedanya mereka berpendapat bahwa

Kapasitas untuk mengontrol potensi penyimpangan kekuasaan

eksekutif adalah tugas mendasar yang harus dimiliki perlemen.

Apabila diletakkan dalam desain bernegara Indonesia yang diatur

72

Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Penerbit Buku

PT Sinar Grafika, 2012), Hal 200 73

Mahkamah Konstitusi, Hukum Acara Konstitusi, (Jakarta:Sekretariat Jenderal Dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2010) Hal, 58 74

Haidar Adam, “Dissenting Opinion dan Concurring Opinion” Al-Jinayah Jurnal

Hukum Pidana Islam, Fakultas Hukum Universitas Airlanggga Surabaya Vol 03 No. 02 –

Desember 2017 hal 313

Page 61: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

52

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

dengan posisi dan relasi kedua cabang kekuasaan itu, berdasarkan

Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, dalam menjalankan fungsi konstitusionalnya, DPR

mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan

pendapat. Sebagai sebuah hak yang melekat kepada institusi legislatif,

masing-masing hak tersebut memiliki latar belakang yang tidak sama.

Para hakim juga menjelaskan dalam putusannya bahwa hak

angket adalah salah satu bentuk perwujudan kewenangan pengawasan

legislatif terhadap eksekutif selaku pemegang kekuasaan

pemerintahan. Pengawasan itu ditujukan kepada pemegang kekuasaan

eksekutif sebab eksekutiflah yang melaksanakan pemerintahan sehari-

hari, baik pelaksanaan pemerintahan yang diturunkan langsung dari

atau merupakan amanat undang-undang maupun pelaksanaan

pemerintahan yang merupakan pelaksanaan kebijakan yang dibuat oleh

eksekutif sendiri yang tujuan akhirnya adalah terwujudnya

pemerintahan yang akuntabel.

Oleh karena itu, dalam konteks historis, Pasal 79 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan

DPRD tidak dapat ditafsirkan lain selain bahwa yang menjadi objek

pengaturan norma Undang-Undang a quo adalah pemerintah beserta

segenap jajaran atau instansi yang termasuk ke dalam lingkup

kekuasaan eksekutif. Berdasarkan metode penafsiran sistematis,

dengan melihat hubungan antara keseluruhan norma yang terdapat

dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR,

DPR, DPD, dan DPRD telah ternyata pula bahwa Pasal 79 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan

DPRD tidak mungkin ditafsirkan lain kecuali memang ditujukan

kepada eksekutif (pemerintah).

Bila diurai secara sistematis, materi muatan norma yang

terkandung dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014

Page 62: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

53

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD di atas dimulai dengan uraian

atau penjelasan tentang hak-hak yang dimiliki oleh DPR, yaitu hak

interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat, sebagaimana

termuat pada ayat (1). Kemudian, pada ayat-ayat selanjutnya, diuraikan

pengertian dari masing-masing hak tersebut yang secara koheren

merujuk pada Pemerintah sebagai objeknya.

Empat Hakim konstitusi yang berbeda pendapat disini

menganggap, Pemerintah sebagai pelaku kekuasaan eksekutif yang

melaksanakan pemerintahan sehari-hari bertanggung jawab sebagai

penanggung jawab tertinggi, sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah

Presiden. Dalam sistem Presidensial, kekuasaan pemerintah yang

berada di bawah pimpinan Presiden sangat besar. Oleh karena itulah,

kekuasaan yang besar tersebut harus diawasi oleh rakyat sebab

rakyatlah yang memberi mandat langsung kepada Presiden selaku

penanggung jawab pelaksanaan kekuasaan pemerintahan. DPR, secara

konstitusional, dikonstruksikan sebagai representasi rakyat. Itulah

sebabnya DPR, oleh Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, diberi fungsi pengawasan (selain

fungsi legislasi dan fungsi anggaran) yang pelaksanaannya diwujudkan

dalam bentuk pemberian hak interpelasi, hak angket, dan hak

menyatakan pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 79 Undang-

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan

DPRD yang diturunkan dari Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan demikian, berdasarkan penafsiran secara sistematis,

adalah tidak koheren apabila objek dari pelaksanaan hak angket dan

hak-hak DPR lainnya yang diatur dalam Pasal 79 Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dikatakan

mencakup hal-hal yang berada di luar ruang lingkup kekuasaan

Pemerintah (eksekutif).Dalam penjelasan dissenting opinion ini

Page 63: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

54

penafsiran Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tersebut juga tidak mungkin

untuk ditafsirkan meliputi hal-hal yang berada di luar ruang lingkup

kekuasaan Pemerintah (Eksekutif).

Sebab, pembentuk undang-undang sendiri telah memberikan

penafsiran resminya terhadap maksud dari norma Undang-Undang a

quo, sebagaimana tertuang dalam Penjelasan terhadap Pasal 79 ayat

(3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,

dan DPRD yang menyatakan, “Pelaksanaan suatu undang-undang

dan/atau kebijakan Pemerintah dapat berupa kebijakan yang

dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara,

Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah

nonkementerian.” Penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tersebut

telah dengan terang menjelaskan maksud pembentuk undang-undang

perihal makna frasa “Pelaksanaan suatu undang- undang dan/atau

kebijakan Pemerintah” dalam Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dengan

kata lain, pembentuk undang-undang sendiri telah membatasi objek

hak angket itu untuk tidak mencakup objek yang berada di luar ruang

lingkup kekuasaan Eksekutif.

Empat hakim konstitusi disini dalam perbedaan pendapatnya

tidak hendak ingin bermaksud mengaitkan dengan kasus konkret,

namun menegaskan pemahaman komprehensif dalam menjelaskan

frasa “penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang

dan/atau kebijakan Pemerintah” seperti yang diatur dalam norma Pasal

79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD tersebut, hal pokok yang harus dijelaskan adalah

bagaimana sesungguhnya secara teoretis membuat perbedaan antara

lembaga negara yang secara tradisional dibedakan menjadi tiga cabang

kekuasaan dalam doktrin trias politika (yaitu: eksekutif, legislatif, dan

Page 64: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

55

yudikatif) dengan lembaga yang disematkan status “independen”

dalam perkembangan teori hukum tata negara modern (modern

constitutional law theory).

Untuk itulah Majelis hakim dalam dissenting opinion inipun

menjelaskan perluasan hak angket yang menjadi pokok pengujian

undang-undang tersebut dipicu oleh rumusan norma dalam frasa

“penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau

kebijakan Pemerintah” tidak dimaknai dalam pengertian pemerintah

yang hanya terbatas pada eksekutif. Padahal, apabila dilihat kembali

dari perkembangan sejarah munculnya hak angket, eksistensi hak

angket dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan Indonesia, serta

maksud dan tujuan diadopsinya hak angket dalam Pasal 20A ayat (2)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945yang

dikehendaki oleh anggota MPR yang melakukan perubahan terhadap

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah

instrumen untuk mengawasi Pemerintah dalam pengertian pengawasan

terhadap eksekutif.

Artinya, apabila diletakkan ke dalam norma Pasal 79 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan

DPRD, penggunaan hak angket adalah untuk melakukan penyelidikan

atas: (1) pelaksanaan suatu undang-undang oleh Pemerintah; (2)

pelaksanaan suatu kebijakan oleh Pemerintah; dan (3) pelaksanaan

undang-undang dan kebijakan sekaligus oleh Pemerintah, di mana kata

“Pemerintah” dalam norma a quo tidak boleh dimaknai selain dalam

makna atau pengertian eksekutif. Tidak hanya itu, dalam konstruksi

norma Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang

MPR, DPR, DPD, dan DPRD, bahwa pemaknaan “pemerintah”

menjadi “eksekutif” ditambah dengan syarat pelaksanaan undang-

undang dan/atau kebijakan tersebut harus menyangkut hal penting,

strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan

Page 65: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

56

perundang-undangan.

Bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, kami

berpendapat, Mahkamah seharusnya mengabulkan permohonan a quo

dengan menyatakan bahwa Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor

17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa

“pelaksanaan suatu undang-undang” dalam norma Undang-Undang a

quo tidak diartikan “pelaksanaan undang-undang oleh Pemerintah

(eksekutif)”. Sementara itu, terhadap beberapa pertimbangan dari tiga

hakim konstitusi, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mempunyai

alasan berbeda terhadap posisi KPK dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia, yaitu sebagai berikut :

Bahwa jika pengawasan DPR melalui hak angket tersebut

dikaitkan dengan kasus konkret yang dikemukakan dalam

permohonan a quo, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mempunyai

alasan yang berbeda dengan ketiga hakim lainnya dalam dissenting

opinion ini yang menyatakan bahwa, lembaga KPK adalah lembaga

independen yang bukan berada di dalam tiga cabang lembaga

kekuasaan dalam doktrin trias politika dan tidak termasuk dalam

cabang kekuasaan eksekutif. Perbedaan alasan yang diajukan adalah

sebagai berikut :

a. KPK adalah lembaga yang terbentuk berdasarkan Ketetapan MPR

Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih

dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang mengatur antara

lain, perlunya dibentuk suatu lembaga oleh Kepala Negara yang

keanggotaannya terdiri atas Pemerintah dan masyarakat, sebagai

upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara

tegas dengan melaksanakan secara konsisten undang- undang

tindak pidana korupsi. Selain itu, untuk mempercepat dan

menjamin efektivitas pemberantasan korupsi, kolusi, dan

Page 66: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

57

nepotisme tersebut dibentuklah Ketetapan MPR Nomor

VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan

Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.75

b. Sebagai tindak lanjut dari kedua ketetapan MPR tersebut maka

dibentuklah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengamanatkan

perlunya dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

yang independen dengan tugas dan wewenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi.76

c. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut dibentuklah Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, yang dalam Konsiderans Menimbang

huruf b menyatakan, “bahwa lembaga pemerintah yang menangani

perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan

efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi”.77

d. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas saya berpendapat

bahwa KPK adalah termasuk dalam ranah kekuasaan eksekutif

yang sering disebut lembaga pemerintah walaupun mempunyai ciri

independen. Independen di sini haruslah dimaknai independen

dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya (vide Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016- 019/PUU-IV/2006.78

Berdasarkan pada beberapa alasan tersebut, Hakim Konstitusi

Maria Farida berpendapat, KPK termasuk dalam ranah kekuasaan

75

Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Negara Republik Indonesia Nomor 36/PUU-

XV/2017, hal, 127 76

Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Negara Republik Indonesia Nomor 36/PUU-

XV/2017, hal, 128 77

Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Negara Republik Indonesia Nomor 36/PUU-

XV/2017, hal, 128 78

Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Negara Republik Indonesia Nomor 36/PUU-

XV/2017, hal, 128

Page 67: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

58

pemerintahan (eksekutif) yang berciri independen. Walaupun KPK

tidak bertanggung jawab kepada Presiden secara langsung, dalam

pelaksanaan tugas dan kewenangannya KPK bertanggung jawab

kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan

berkala kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan sehingga

tidak seharusnya KPK menjadi objek dari hak angket DPR. Dengan

demikian permohonan para Pemohon adalah beralasan menurut

hukum dan seharusnya Mahkamah “mengabulkan” permohonan a

quo.

B. Analisis Implikasi Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap

Perluasan Objek Hak Angket Oleh DPR Terhadap KPK

1. Analisis Kewenangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017

Mahkamah Konstitusi berwenang melakukan pengujian

penjelasan pasal 73 UU Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana telah

diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD

dan DPRD terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan pasal 24C ayat 1 Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan terdapat pula dalam

Pasal 10 Undang-Undang No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.8

Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.24 Tahun

2003 tentang mahkamah Konstitusi, bahwa Mahkamah Konstitusi

berwenang salah satunya mengadili pada tingkat pertama dan terakhir

yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang

terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017

yang pada objek permohonannya untuk memandang norma Pasal 79

ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD yang menyatakan: “Hak angket sebagaimana

Page 68: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

59

dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan

penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau

kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan

berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan”.

Para Pemohon dalam putusan ini menganggap frasa

“pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah”

apabila dimaknai lain selain yang secara eksplisit termaktub dalam

norma a quo dan penjelasannya akan menimbulkan ancaman dalam

bernegara karena Hak Angket yang diberikan oleh Konstitusi dan

diatur lebih lanjut dengan undang-undang, ternyata dalam

pemberlakuannya DPR memperluas lingkup Hak Angket dari

ketentuan yang telah diatur oleh norma a quo dan Penjelasannnya, Para

Pemohon memandang hak konstitusionalnya untuk mendapatkan

kepastian hukum yang dijamin khususnya termaktub dalam Pasal 28D

ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 telah terlanggar oleh pemberlakuan norma akibat adanya

perluasan dan perbedaan penafsiran yang timbul.

Selanjutnya sesuai dengan uraian yang termaktub dalam

putusan, pemohon telah menguraikan penjelasan pasal 73 yang

dianggap telah melanggar hak konstitusional yang terdapat dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal

tersebut sesuai dengan ketentuan pada pasal 51 ayat (3) UU No.24

Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi bahwa dalam

permohonannya, pemohon wajib menguraikan dengan jelas materi

muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang yang

dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya berdasarkan

Page 69: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

60

yurisprudensi pada Putusan Perkara Nomor 36/PUU-XV/2017,79

penjelasan merupakan bagian yang tak terpisahkan dan merupakan

satu kesatuan dengan Undang-Undang yang bersangkutan, oleh karena

itu penjelasan pasal 73 dapat diajukan sebagai objek permohonan

dalam pengujian materil ke Mahkamah Kontitusi. Karena dalam

praktek, Menurut Jimly Asshiddiqqie sering ditemukan kenyataan

bahwa materi yang dipermasalahkan oleh pemohon bukanlah norma

yang terdapat dalam Pasal undang-undang, melainkan dalam lampiran

undang-undang.80

Dengan demikian, penulis berpendapat, bahwa Mahkamah

Konstitusi berwenang menguji penjelasan pasal 70 yang merupakan

satu kesatuan atas pasal 73 UU Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana

telah diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD dan DPRD terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

2. Analisis terhadap Kedudukan Hukum (Legal Standing) Para Pemohon

dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017

Dalam konteks pengujian undang-undang, kepentingan yang

digugat adalah kepentingan yang luas menyangkut kepentingan semua

orang dalam kehidupan bersama. Oleh karena itu, perkara yang

diajukan tidak dalam bentuk gugatan, tetapi permohonan dan subjek

yang mengajukannya disebut pemohon.

Lebih lanjut agar suatu perkara yang diajukan dapat diperiksa

dan diputus, pemohon yang mengajukan permohonan atas pengujian

undang-undang haruslah yang mempunyai persyaratan kedudukan

(legal standing), sehingga masalah pemenuhan persyaratan legal

standing pemohon ini merupakan masalah pokok dalam setiap

79

Yurisprudensi Putusan Mahkamah Konstitusi No.005/PUU-III/2005 Perkara Pengujian

Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-undang dasar

1945. Dalam putusan ini yang dipermasalahkan mengenai Penjelasan Pasal 59 (1) terhadap UUD

NRI Tahun 1945. h.29 80

Jimly Asshiddiqqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang. (Jakarta: Konstitusi

Press, 2006) h. 52

Page 70: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

61

pengajuan permohonan undang-undang.81

Di dalam pengujian uji

materiil undang-undang, pemohon diharuskan untuk membuktikan

bahwa pemohon benar-benar memiliki kedudukan hukum, sehingga

permohonan pengujian yang diujikan dapat diperiksa, diadili dan

diputus oleh hakim Mahkamah Konstitusi.82

Untuk dapat dinyatakan memiliki legal standing, dalam

mengajukan permohonan merupakan hal yang sulit, hal ini

dikarenakan seseorang dalam mengajukan gugatan ke mahkamah

konstitusi memang tidak dapat serta merta dinyatakan memiliki legal

standing sebelum pemeriksaan pokok perkara, bahkan legal standing

seseorang baru diketahui setelah proses pembuktian atau bahkan dalam

kondisi tertentu keputusan tentang penentuan seseorang memiliki legal

standing baru dapat ditentukan dengan keputusan final pokok

perkara.83

Sebagai Badan Hukum dari Forum Kajian Hukum Konstitusi

(FKHK) dan perorangan warga Indonesia para pemohon mengatakan

bahwa perluasan norma dalam pasal 73 Undang- Undang No.42

Tahun 2014 tentang Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang

MPR, DPR, DPD, dan DPRD oleh DPR telah merugikan hak

konstitusionalnya yang tercantum dalam pasal 28D ayat (1) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Memang benar

bahwa, perorangan warga Indonesia merupakan salah satu subjek

hukum yang yang tercantum dalam pasal 51 ayat (1) Undang-undang

No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, dan pemohon

selanjutnya dapat menerangkan haknya yang telah disediakan oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu

pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

81

Jazim Hamidi, Mohammad Sinal dkk, Teori Hukum Tata Negara, (Jakarta: Salemba

Humanika, 2012). Hal. 158 82

Jazim Hamidi, Mohammad Sinal dkk, Teori Hukum Tata Negara, (Jakarta: Salemba

Humanika, 2012). Hal. 158 83

Jimly Asshidiqie, Pokok Pokok Hukum Tata Negara (Jakarta: Bahana Ilmu Populer,

2007) Hal.65

Page 71: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

62

Tahun 1945 dianggap berpotensial dapat terjadi pelanggaran hak

konstitusional ketidakpastian hak dan hukum akibat dari berlakunya

perluasan makna penjelasan pasal Undang-Undang Nomor 17 tahun

2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Menurut Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, pemohon adalah

subjek hukum yang memenuhi persyaratan sesuai undang-undang

untuk mengajukan permohonan perkara kepada Mahkamah

Konstitusi.84

Karena menurut pengertian, Legal Standing adalah

keadaan dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi

syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan

permohonan penyelesaian perselisihan atau sengketa atau perkara di

depan Mahkamah Konstitusi.85

pertimbangan selanjutnya para

pemohon dalam melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD

NRI Tahun 1945 terlebih dahulu harus menjelaskan dan membuktikan

kedudukannya sebagai pemohon sebagaimana dijelaskan dalam pasal

51 ayat (1) UU MK dan kerugian hak dan/atau kewenangan

konstitusional yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya

undang-undang yang dimohonkan pengujiannya.

Namun, penulis disini memiliki pandangan lain, dari beberapa

pertimbangan mahkamah yang menyatakan bahwasanya para pemohon

disini memiliki kedudukan hukum (legal standing). Menurut

pandangan penulis kurang tepat, Pemohon dalam putusan ini tidak

menguraikan dan mengkonstruksikan secara jelas adanya kerugian hak

dan/atau kewenangan konstitusional atas berlakunya pasal a quo, para

Pemohon tidak dapat membuktikan secara logis hubungan sebab akibat

antara kerugian yang dialami para Pemohon dengan berlakunya pasal a

quo yang dimohonkan pengujian, dan tidak memenuhi ketentuan Pasal

84

Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta:Sinar

Grafika.2010) Hal 68-69 85

Mahkamah Konstitusi, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2010) Hal 98

Page 72: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

63

51 ayat (1) dan Penjelasan UU MK, serta tidak memenuhi persyaratan

kerugian konstitusional yang diputuskan dalam putusan MK terdahulu.

Hak Angket merupakan hak khusus bagi anggota DPR yang

dijamin oleh Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 maka penulis berpandangan bahwa

para Pemohon yang mana dalam posisi legal standing tidak

berkedudukan sebagai anggota DPR serta tidak ada satu pun kerugian

kerugian konstitusional yang dialami oleh para Pemohon dari

berlakunya pasal a quo, dan karenanya Para Pemohon tidak memiliki

kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara a quo karena

menurut penulis para pemohon disini bukanlah bagian dari Anggota

DPR ataupun pihak yang terlibat langsung dengan kegiatan KPK

sehari-hari.

Jika melihat pada uraian putusan, para pemohon pada perkara

Nomor 36/PUU-XV/2017 dalam permohonannya berulangkali

menyebutkan terkait dengan pelaksanaan hak Angket terhadap KPK

pada Permohonan Bagian 4 Huruf B angka 8 dan angka 9 Huruf C,

D, dan E, mengacu pada hal tersebut mengingat apakah para pemohon

disini mewakili KPK secara keseluruhan, penulis berpendapat ini

bahwa hal tersebut juga menunjukkan ketidakjelasan legal standing

dari para Pemohon. Karena tidak setiap warga negara Indonesia dapat

begitu saja menyatakan dirinya mempunyai hak mengatasnamakan

kepentingan KPK.

Setiap warga negara Indonesia yang mengklaim dirinya

mempunyai kepentingan KPK perlu memenuhi persyaratan kedudukan

hukum (legal standing) sebagai dasar hukum yang dapat digunakan

mewakili dan bertindak untuk dan atas nama kepentingan KPK, seperti

mengikuti mekanisme proses rekrutmen pegawai, termasuk para

Pemohon tidak boleh luput dari hal ini.

Adanya alasan bahwa fakta dari para Pemohon adalah sebagai

pihak yang terhalangi tugas dan kegiatannya sehari hari termasuk

Page 73: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

64

kegiatan para Pemohon yang concern terhadap perkembangan hukum

tata Negara maupun persoalan penegakan hukum dan konstitusi serta

pemberantasan korupsi di Indonesia dengan demikian menurut Penulis

pada kenyataannya para Pemohon tidak dalam posisi yang terganggu,

terkurangi atau setidak-tidaknya terhalang-halangi aktifitasnya untuk

mengawal hukum dan konstitusi di Indonesia melalui berbagai sarana

yang tersedia sebagaimana dijamin oleh konstitusi maupun peraturan

perundang-undangan lainnya.

Senada dengan pemerintah, penulis menilai, tidak ada kerugian

konstitusional yang spesifik dan aktual yang dialami oleh para

Pemohon dan tidak ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang

dialami para Pemohon dengan berlakunya Pasal 79 Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan

penjelasannya. Para pemohon dalam putusan ini sebaiknya

menyampaikan perhatiannya terhadap perkembangan hukum tata

negara maupun persoalan penegakan hukum dan konstitusi serta

pemberantasan korupsi di Indonesia sebagai mana tersebut di atas

kepada DPR agar dapat dibantu pelaksanaannya.

Bahwa Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mengatur secara

khusus mengenai hak dan/atau kewenangan konstitusional warga

negara berkenaan dengan pelaksanaan hak angket DPR tetapi

mengatur bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dan

mengatur tentang hak warga negara yakni bahwa setiap orang berhak

atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil

serta perlakuan yang sama di hadapan hukum

Bahwa pengaturan mengenai hak angket dalam Pasal 79 79

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan

DPRD ini tidaklah mengakibatkan pengakuan hak atas jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang

sama sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang

Page 74: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

65

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi terabaikan dan

dinafikan, justru dengan adanya pengaturan mengenai hak angket DPR

dalam UU yang diuji itulah memberikan jaminan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama, mengingat bahwa pengaturan hak

tersebut berlaku sama untuk seluruh WNI yang berkedudukan sebagai

anggota DPR RI

Dengan demikian berkenaan dengan legal standing para

Pemohon, penulis menyimpulkan, bahwa Pasal 79 79 Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak

mengatur hak hak konstitusional para Pemohon, tetapi merupakan

ketentuan perundang-undangan yang mengatur hak dan kewenangan

konstitusional DPR untuk menggunakan hak angket dalam rangka

melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 20A

ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Sehingga hal ini jelas tidak terdapat hubungan sebab-

akibat antara kerugian sebagaimana yang didalilkan oleh para

Pemohon dengan Undang-Undang yang dimohonkan pengujian dalam

perkara ini.

3. Analisis Pertimbangan Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 36/PUU-XV/2017

Dalam putusan mahkamah konstitusi nomor 36/PUU-XV/2017,

mahkamah konstitusi menolak permohonan pemohon untuk

mengajukan pengujian Norma Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah oleh para pemohon

dikarenakan sejak awal para pemohon menganggap Frasa

“Pelaksanaan suatu Undang-Undang dan/atau Kebijakan Pemerintah”

adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 karena perluasan makna oleh DPR yang

menempatkan KPK sebagai eksekutif sehingga dapat menjadi objek

hak angket. Dari semua pertimbangan majelis hakim yang telah

Page 75: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

66

penulis uraikan diatas, penulis sependapat dengan majelis hakim dan

menyatakan bahwa dalam beberapa poin tidak bertentangan dan

Inkonstitusional serta sudah sesuai dengan Konsiderans Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pokok permohonan atau objek pengujian adalah norma hukum

yang diuji. Secara umum norma hukum itu dapat berupa putusan

keputusan hukum sebagai hasil kegiatan penetapan yang bersifat

administratif atau beschiking atau sebagai hasil kegiatan penghakiman

berupa vonis oleh hakim atau yang berupa kegiatan pengaturan yang

dalam bahasa belanda biasa disebut regeling, baik yang berbentuk

legislasi berupa legislative acts ataupun yang berbentuk regulasi

berupa executive acts86

Pengujian Konstitusionalitas Pasal 73 79 Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menurut

penulis dikarenakan sejak awal terbentuknya KPK dan dalam

peraturan pembentukan lembaga anti rasuah tersebut, KPK bukanlah

sebagai bagian dari lembaga eksekutif pemerintah yang terkena objek

Hak Angket DPR, sehingga perluasan frasa dalam pasal 73 79

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan

DPRD dianggap telah merugikan pemohon karena menimbulkan

kondisi ketidakpastian hukum dan multitafsir.

Dari beberapa pertimbangan dan pendapat mahkamah

sehingga menolak permohonan pemohon menurut penulis sudah tepat.

Namun dalam hal lain penulis kurang setuju dengan pendapat

mahkamah yang menempatkan posisi KPK dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia di ranah eksekutif sesuai dengan doktrin trias

politika dan lembaga penunjang negara. MK disini berpandangan,

posisi KPK yang Independen tidak berarti membuat KPK terbebas

dari pengaruh manapun. Mahkamah berpijak berdasarkan putusan

86

Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi

Press, 2006). H. 24-25

Page 76: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

67

Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 pada

halaman 269 dinyatakan, independensi dan bebasnya KPK dari

pengaruh kekuasaan manapun adalah dalam melaksanakan tugas dan

wewenang utama tersebut.

Dasar pembentukan KPK ialah karena belum optimalnya

lembaga negara in case Kepolisian dan Kejaksaan yang mengalami

public distrust dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam

rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan

hukum, dibentuklah KPK. Dalam konstruksi demikian, secara tugas

dan fungsi, Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK merupakan lembaga yang

berada di ranah eksekutif. Bahkan lebih lanjut, tugas utama KPK

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 ialah melakukan koordinasi

dan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi, dalam hal ini menjadi trigger

mechanism bagi Kepolisian dan Kejaksaan.

Sesuai dengan konsiderans Menimbang huruf b Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi dinyatakan bahwa lembaga pemerintah yang

menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara

efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Berpijak

dari Konsiderans tersebut, yang dimaksud sebagai lembaga pemerintah

yang dalam hal ini menangani perkara tindak pidana korupsi ialah

Kepolisian dan Kejaksaan. Hal ini dapat diketahui dengan mengingat

bahwa tugas penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan terhadap

pelaku tindak pidana korupsi merupakan kewenangan Kepolisian

dan/atau Kejaksaan. Dengan demikian, dasar pembentukan KPK ialah

karena belum optimalnya lembaga negara in casu Kepolisian dan

Kejaksaan yang mengalami public distrust dalam pemberantasan

tindak pidana korupsi. Dalam rangka mengembalikan kepercayaan

masyarakat terhadap penegakan hukum, dibentuklah KPK yang ranah

nya sama dengan kepolisian dan kejaksaan.

Page 77: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

68

Konstruksi demikian sebagai dasar pertimbangan mahkamah,

secara tugas dan fungsi yang sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan.

KPK sebenarnya merupakan lembaga di ranah eksekutif, yang

melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif, yakni

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. KPK jelas bukan di ranah

yudikatif, karena bukan badan pengadilan yang berwenang mengadili

dan memutus perkara. KPK juga bukan badan legislatif, karena bukan

organ pembentuk undang-undang. Benar bahwa KPK merupakan

Lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Posisinya yang berada di ranah eksekutif, tidak berarti membuat KPK

tidak independen dan terbebas dari pengaruh manapun.

Penulis disini tanpa mengesampingkan berbagai pendapat

hakim mahkamah konstitusi tersebut, penulis berpendapat berdasarkan

teori hukum tata negara modern yang mendeskripsikan suatu lembaga,

lembaga dapat dikatakan independen apabila memenuhi persyaratan

berikut:

a. Posisi independen tersebut dinyatakan secara tegas (eksplisit)

dalam dasar hukum pembentukkannya, baik yang diatur dalam

konstitusi atau diatur dalam undang-undang;

b. Pengisian pimpinan lembaga bersangkutan tidak dilakukan oleh

satu lembaga saja.

c. Pemberhentian anggota lembaga independen hanya dapat

dilakukan berdasarkan oleh sebab-sebab yang diatur dalam

undang-undang yang menjadi dasar pembentukan lembaga yang

bersangkutan

d. Presiden dibatasi untuk tidak bebas memutuskan (discretionary

decision) pemberhentian pimpinan lembaga independen; dan

Page 78: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

69

e. Pimpinan bersifat kolektif dan masa jabatan para pemimpin tidak

habis secara bersamaan, tetapi bergantian (staggered terms).87

Bahwa apabila pandangan teoretik dari hukum tata negara ini

penulis kaitkan dengan posisi KPK dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia, semua elemen lembaga negara independen dipenuhi dalam

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas dasar teori tersebut apabila dikaitkan secara hukum,

pendapat berbeda (dissenting opinion) 3 Hakim Mahkamah Konstitusi

yaitu, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Hakim Konstitusi

Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi Saldi Isra yang dikemukakan dalam

putusan MK ini menguraikan rangkaian putusan Mahkamah

Konstitusi yang telah berulangkali menyatakan independensi posisi

KPK, di antaranya :

1) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-

IV/2006, tertanggal 19 Desember 2006

2) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-V/2007,

tertanggal 13 November 2007

3) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37-39/PUU-VIII/2010,

tertanggal 15 Oktober 2010 dan

4) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011,

tertanggal 20 Juni 2011.

Pengaturan pendapat yang berbeda dalam putusan

Mahkamah Konstitusi sejatinya dalam hal ini telah membuka

peluang bagi adanya deliberasi diantara sesama hakim MK pada saat

RPH. Komposisi beragam dari para personil hakimnya menjadikan

ruang interpretasi terbuka lebar, termasuk untuk menggunakan

reasoning yang berbeda. Kondisi ini menjadikan adanya kebutuhan

terhadap hakim yang kompeten yang dapat menggunakan segala

daya pikirnya untuk menghadirkan segala argumen dalam alasan

87

Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.36/PUU-XV/2017, h.124

Page 79: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

70

memutusnya (ratio decidendi).88

Penulis menyayangkan, dalam putusan ini mahkamah tidak

melihat kepada putusan-putusan sebelumnya. Independensi posisi KPK

dalam sistem ketatanegaraan Indonesia masih dapat ditelisik dari

belasan putusan Mahkamah Konstitusi yang lain. Secara umum, yang

penulis simpulkan, serangkaian putusan Mahkamah Konstitusi tersebut

menegaskan :

a) Pembentukan lembaga seperti KPK dapat dianggap penting

secara konstitusional (constitutionally important) dan

keberadaan komisi-komisi negara semacam KPK telah

merupakan suatu hal yang lazim.

b) Sifat kelembagaan KPK adalah sebagai lembaga penegakan

hukum dalam bidang tindak pidana korupsi.

c) KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen

yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas

dari (campur-tangan) kekuasaan manapun.

d) KPK adalah lembaga negara independen yang diberi tugas

dan wewenang khusus antara lain melaksanakan sebagian

fungsi yang terkait dengan kekuasaan kehakiman untuk

melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan serta

melakukan supervisi atas penanganan perkara-perkara

korupsi yang dilakukan oleh institusi negara yang lain.

e) Pimpinan bersifat kolektif dan berakhirnya masa jabatan

pimpinan dapat habis secara bergantian.

Menurut penulis, berdasarkan teori hukum tata negara dan

rekaman uraian putusan Mahkamah Konstitusi di atas telah menjadi

benteng yang kokoh dalam mempertahankan dan meneguhkan posisi

KPK dalam desain besar agenda pemberantasan korupsi sebagai salah

satu amanah pokok yang diperjuangkan pada Era Reformasi serta

88

Haidar Adam, “Dissenting Opinion dan Concurring Opinion” Al-Jinayah Jurnal

Hukum Pidana Islam, Fakultas Hukum Universitas Airlanggga Surabaya Vol 03 No. 02 –

Desember 2017 hal. 322

Page 80: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

71

menegaskan bahwa KPK merupakan lembaga independen yang bukan

berada di dalam tiga cabang lembaga kekuasaan negara di dalam

doktrin trias politika.

Dengan demikian, telah jelas penulis tidak setuju dengan

pendapat mahkamah yang menyatakan KPK adalah bagian dari

eksekutif, KPK bukan termasuk dalam cabang kekuasaan eksekutif.

Penegasan ini merupakan semacam keniscayaan karena sejak awal

terbentuknya, terutama semenjak KPK mampu membuktikan dirinya

unggul sebagai lembaga pemberantasan tindak pidana korupsi yang

mampu dan berani menyentuh semua lembaga negara tanpa terkecuali

yang merupakan episentrum kekuasaan negara, serta pejabat negara di

pusat maupun daerah.

Senada dengan hal tersebut, penulis mengutip pernyataan dari

Pendiri sekaligus Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Periode

Pertama Jimly Asshiddiqie, dalam penjelasannya, Jimly menyebut

organ negara independen adalah berada di luar cabang kekuasaan

eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Artinya, dengan penyematan posisi

berbeda tersebut, lembaga independen tidak termasuk dalam cabang

kekuasaan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif namun di luar tiga

ranah itu.

Dalam putusan ini Mahkamah juga mengatakan tidak tepat

alasan pemohon dan sama sekali tidak dapat dijadikan landasan untuk

menyatakan bahwa Hak Angket DPR tidak meliputi KPK sebagai

lembaga independen, karena secara tekstual jelas bahwa KPK adalah

organ atau lembaga yang termasuk eksekutif dan pelaksana undang-

undang di bidang penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan

tindak pidana korupsi, karena secara substantif, norma yang mengatur

hak angket dalam UU 17/2014 menurut putusan Mahkamah adalah

konstitusional. Prinsip konstitusi dan sistem pemerintahan yang

dibangun atas dasar paradigma checks and balances, tidak boleh

membiarkan adanya kekuasaan yang tidak tercakup dalam

Page 81: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

72

pengawasan. Oleh karenanya Mahkamah berpendapat, tidak terdapat

masalah konstitusionalitas dalam norma yang dimohonkan pengujian a

quo.

Menurut penulis, penafsiran otentik terhadap Frasa Pasal 79

ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD yang diujikan dalam perkara ini tidak mungkin

untuk ditafsirkan meliputi hal-hal yang berada di luar ruang lingkup

kekuasaan Pemerintah (Eksekutif). Sebab, pembentuk undang-undang

sendiri telah memberikan penafsiran resminya terhadap maksud dari

norma Undang-Undang a quo, sebagaimana tertuang dalam Penjelasan

terhadap Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang menyatakan, “Pelaksanaan

suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah dapat berupa

kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden,

menteri negara, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga

pemerintah nonkementerian.” Penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD

tersebut telah dengan terang menjelaskan maksud pembentuk undang-

undang perihal makna frasa “Pelaksanaan suatu undang- undang

dan/atau kebijakan Pemerintah” dalam Pasal 79 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Dengan kata lain, pembentuk undang-undang sendiri telah

membatasi objek hak angket itu untuk tidak mencakup objek yang

berada di luar ruang lingkup kekuasaan Eksekutif sehingga tidak

seharusnya KPK menjadi objek dari hak angket DPR. Secara teoritis

fungsi pengawasan dalam hak angket oleh parlemen sebagai

lembaga perwakilan rakyat dapat pula dibedakan, yaitu:89

(1) Pengawasan terhadap penentuan kebijakan

(control of policymaking)

89

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta,2013,

Page 82: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

73

(2) Pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan

(control of policy executing);

(3) Pengawasan terhadap penganggaran dan belanja

Negara (control of budgeting)

(4) Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dan

belanja Negara (control of budget implementation)

(5) Pengawasan terhadap kinerja pemerintahan

(control of government performances)

(6) Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik

(control of political appointment of publik

officials) dalam bentuk persetujuan atau

penolakan, atau dalam bentuk pemberian

pertimbangan oleh DPR RI.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat diambil sebuah

kesimpulan bahwa pengawasan DPR menggunakan hak angket

terhadap KPK secara teoritis tidak terpenuhi atau salah sasaran

mengingat DPR RI menggunakan hak konstitusionalnya yaitu hak

angket. Akan sangat tidak sesuai menurut penulis baik secara hukum

maupun doktrin, apabila pembentuk undang-undang telah memberikan

penafsirannya terhadap norma undang-undang yang dibuatnya maka

norma Undang-Undang tersebut harus ditaati demikian adanya oleh

semua pihak, termasuk oleh pembentuk undang-undang sendiri.

KPK adalah lembaga negara independen dan bebas dari

intervensi kekuasaan manapun, ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal

3 UU KPK. Kekuasaan yang dimaksud tidak terlepas dari tiga cabang

kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif dan bentuk kekuasaan

lainnya yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Berdasarkan

ketentuan tersebut berkaitan dengan KPK sebagai objek hak angket

DPR merupakan bentuk intervensi DPR dalam penegakan hukum

pidana korupsi. Sebab Pasal 3 UU KPK maupun penjelasannya telah

membatasi kekuasaan legislatif bahwa tidak bisa menggunakan

Page 83: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

74

upaya apapun termasuk hak angket dalam mengintervensi KPK dalam

proses penegakan hukum pidana korupsi meskipun dengan dalih

sebagai wujud pelaksanaan fungsi pengawasan.

Pelaksanaan fungsi pengawasan DPR sebagaimana pendapat

Jimly Asshiddiqie sebelumnya bahwa tidak dapat dilakukan terhadap

KPK yang notabene sebagai lembaga independen dalam penegakan

hukum pidana korupsi. Upaya pengawasan terhadap KPK sebagai

penegak hukum hanya dapat dilakukan melalui proses peradilan,

bahkan hakim pun dalam mengadili perkara konkrit yang didasarkan

pada suatu norma undang-undang yang telah diberi penafsiran otentik

oleh pembentuk undang-undang harus tunduk kepada penafsiran

otentik tersebut kecuali kemudian terbukti bahwa norma-norma

undang-undang tersebut oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan

bertentangan dengan Konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat.

4. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017

Terhadap Perluasan Objek Hak Angket Oleh Dewan Perwakilan

Rakyat dan Status Komisi Pemberantasan Korupsi

Implikasi jika dipahami secara pengertian substantif dari

putusan ini adalah mengenai Pengujian Konstitusionalitas dari

Mahkamah Konstitusi tentang presentase perluasan objek dan

kewenangan DPR dalam pelaksanaan hak angket. Permasalahannya

adalah, apakah suatu putusan Mahkamah mampu mencerminkan

keadilan, dalam arti sesuai dengan heterogenitas masyarakat Indonesia

yang beragam serta dan mencerminkan keadilan hukum itu sendiri.90

Penulis dalam pembahasan penelitian ini akan menguraikan

mengenai implikasi dari perluasan norma dalam frasa pasal 73 Undang

Undang No 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

90

Samsul Wahidin, Distribusi Kekuasaan Negara Indonesia, (Daerah Istimewa

Yogyakarta : Penerbit Buku Pustaka Pelajar, 2014), h.200.

Page 84: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

75

Perwakilan Rakyat Daerah. Perluasan makna dalam frasa pasal

tersebut oleh DPR yang dipermasalahkan oleh pemohon sebagai Objek

Pengujian pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-

XV/2017 merupakan salah satu upaya untuk mengisi kekosongan

hukum sebelum diberlakukan penambahan norma dalam suatu undang-

undang dan ini berlaku di negara di Indonesia.

Atas putusan Mahkamah Konstitusi ini telah menyebabkan

adanya implikasi pada Objek kewenangan hak angket DPR dan juga

terkait penafsiran Independensi posisi KPK dalam struktur Lembaga

Negara di Indonesia. Menurut analisa penulis, Implikasi tersebut

melingkupi Lima segi utama yakni akan penulis rincikan diantaranya:

Implikasi terhadap KPK dapat menjadi objek dari hak angket DPR

dalam fungsi pengawasannya, Implikasi terhadap Penjelasan Posisi

“Independensi” KPK sebagai Lembaga Negara dalam Struktur

Ketatanegaraan Negara Republik Indonesia, Implikasi terhadap

penegakkan hak konstitusional warga negara, implikasi pada

implementasi putusan di tengah masyarakat, dan implikasi dalam

sistem ketatanegaraan di Indonesia yang pada dasarnya memiliki

prinsip checks and balances serta akuntabilitas antar lembaga negara.

Pertama, Implikasi putusan dari segi penetapan sah nya

lembaga KPK yang dapat menjadi objek dari hak angket DPR dalam

fungsi pengawasannya. Dengan demikian, dalam melaksanakan fungsi

pengawasannya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR

dapat menggunakan hak-hak konstitusionalnya yang termaktub dalam

undang-undang dan menjadi permasalahan utama dalam judicial

review ini termasuk hak angket terhadap KPK hanya terbatas pada hal-

hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK

selain pelaksanaan tugas dan kewenangan yang berkaitan dengan tugas

dan kewenangan yudisialnya (penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan).

Page 85: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

76

Dengan demikian walaupun dikatakan KPK sebagai lembaga

independen dalam arti bebas dari pengaruh kekuasaan lain, Namun

DPR sebagai wakil rakyat berhak untuk meminta pertanggungjawaban

pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK, meskipun KPK juga

bertanggung jawab kepada publik, kecuali untuk pelaksanaan tugas

dan kewenangan yudisial. Keputusan-keputusan yang diambil oleh

KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tidak boleh

didasarkan atas pengaruh, arahan ataupun tekanan dari pihak manapun

termasuk pihak yang berhak meminta pertanggungjawabannya.

Kedua, Implikasi putusan terhadap penjelasan posisi

independensi Lembaga KPK dalam struktur ketatanegaraan Negara

Republik Indonesia, dalam putusan ini majelis hakim mahkamah

menyatakan posisi KPK merupakan lembaga di ranah eksekutif, yang

melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif, yakni

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. KPK jelas bukan di ranah

yudikatif, karena bukan badan pengadilan yang berwenang mengadili

dan memutus perkara. KPK juga bukan badan legislatif, karena bukan

organ pembentuk undang-undang, KPK merupakan lembaga negara

yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat

independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Posisinya yang berada di ranah eksekutif, tidak berarti

membuat KPK tidak independen dan terbebas dari pengaruh manapun.

Dengan demikian dalam rangka penegakan hukum, Kepolisian,

Kejaksaan dan KPK adalah lembaga yang diberikan tugas dan

kewenangan melaksanakan undang-undang yang salah satunya adalah

pemberantasan tindak pidana korupsi. Meskipun KPK merupakan

komisi yang bersifat independen sebagaimana yang diatur dalam UU

KPK, namun telah jelas bahwa dalam menjalankan tugas dan

kewenangannya sebagaimana institusi kepolisian dan kejaksaan

melaksanakan tugas dan kewenangan pemerintahan yang masuk dalam

ranah eksekutif.

Page 86: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

77

Ketiga, implikasi putusan ini terhadap penegakkan dari segi

hak-hak konstitusional warga negara Indonesia sebagai warganya yang

harus dilindungi hak-hak asasi nya, sudah tidak diragukan bahwa

negara memegang peranan penting dan aspek utama dalam mengatur

serta menata kehidupan masyarakatnya. Mekanisme pengaturan warga

negara adalah salah satunya dengan membentuk suatu aturan yang

dinormakan dalam produk undang-undang, dimana undang-undang

tersebut adalah aturan yang diserap dari norma dasar yakni Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tersebutlah

undang-undang itu bersifat konstitusional. Ketika undang-undang

tersebut mencederai hak konstitusional warga negara disinilah celah

dimana warga negara memiliki hak untuk dapat memperjuangkannya

melalui proses Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. peran negara

amat penting dalam memberikan perlindungan hak konstitusional

warga negara dalam pengujian undang-undang yang dianggap

bertentangan ataupun mencedarai hak-hak konstitusional warganya.

Mahkamah akhirnya pada putusan Nomor 21/PUU-XII/2014

menolak permohonan dari para pemohon sebagai objek perluasan hak

angket oleh DPR RI. Jika ditinjau, tujuan dari penetapan putusan

tersebut selaras dengan semangat dari dibentuknya Mahkamah

Konstitusi pada awal pembentukannya yaitu sebagai the guardian of

the constitution. Adapun alasan utama dari putusan tersebut yakni

menegakkan hak asasi manusia yang dilindungi oleh konstitusi negara

Indonesia.

Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan

pemohon tetap harus dihormati, dan itu menjadi keputusan final dan

mengikat, dengan adanya putusan ini Maka dapat disimpulkan bahwa

KPK dapat menjadi objek dari hak angket DPR dalam fungsi

pengawasannya. Dengan demikian, dalam melaksanakan fungsi

pengawasannya, DPR dapat menggunakan hak-hak konstitusionalnya

termasuk hak angket terhadap KPK hanya terbatas pada hal-hal yang

Page 87: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

78

berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK selain

pelaksanaan tugas dan kewenangan yang telah diberikan.

Keempat, Implikasi terkait dengan Implementasi putusan di

tengah masyarakat, adapun pada umumnya dalam sebuah putusan

peradilan konstitusi tidak boleh menjatuhkan putusan di luar yang

diminta oleh pihak berperkara pemohon, legitimasi dan tanggapan

yang sangat luas dari publik dan masyarakat luas terhadap putusan ini

merupakan bukti bahwa masyarakat sangat concern terhadap

penegakkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurut penulis,

Putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017 ini masih terdapat pertentangan

dari pihak tertentu terutama akademisi dan masyarakat luas mengenai

dapat dijadikannya KPK sebagai salah satu objek Hak Angket DPR.

Tidak terdapat pembenaran sedikitpun atas alasan penggunaan hak

angket apabila nantinya hanya dijadikan sebuah alat untuk tersebut

sebagaimana diuraikan sebelumnya. Oleh karena itu apabila hak

angket tetap “dipaksakan” terindikasi adanya perbuatan untuk

menghalangi proses penyidikan untuk membongkar kasus-kasus

korupsi yang sedang ditangani oleh KPK. Apabila dalam melanjutkan

proses pembongkaran kasus korupsi KPK merasa terganggu dalam

bekerja maka anggota DPR dapat dijerat tindakan menghalangi proses

penyidikan kasus korupsi.

Kelima, Implikasi terhadap sistem ketatanegaraan di Indonesia

yang pada dasarnya memiliki prinsip checks and balances serta

akuntabilitas antar lembaga negara, Sebagaimana konsep teori yang

telah diuraikan sebelumnya, bahwa Indonesia menganut sistem

pembagian kekuasaan (distribution of power) yang saling melengkapi

satu sama lain. Kewenangan tersebut meliputi kewenangan legislatif

sebagai pembentuk undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana

undang-undang, dan yudikatif sebagai pengawas undang-undang.

Seperti kita ketahui bersama dalam praktiknya setiap tahun

KPK memberikan laporan terbuka menyangkut kinerja, penggunaan

Page 88: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

79

anggaran dan lain lain kepada publik yang dapat diakses secara terbuka

dan juga kepada lembaga-lembaga yang terkait melalui website KPK.

Hal ini dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas Konsep

akuntabilitas demikian tidak menutup prinsip checks and balances

yang menjadi dasar hubungan di antara lembaga-lembaga negara yang

ada.

Teori Pembagian kekuasaan tersebut dalam putusan ini

menurut penulis tercermin dalam prinsip check and balances dimana

lembaga negara yang satu dengan yang lainnya saling mengimbangi

dan telah usang antar lembaga negara di satu negara tidak boleh ada

yang berkuasa penuh karena nantinya akan menimbulkan

kesewenangan dan arogansi. Dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia

kita mengetahui, Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga di bawah

naungan kekuasaan kehakiman atau lembaga yudikatif yang

kewenangan dasarnya adalah sebagai pengawas undang-undang.

Ketika Mahkamah Konstitusi memutus bahwa KPK sebagai

salah satu objek hak angket DPR RI, ini merupakan tindakan

Mahkamah Konstitusi yang telah memasuki kewenangan legislatif.

Oleh karena itu, implikasi pada sistem ketatanegaraan di Indonesia

dalam putusan ini utamanya adalah, Adanya penegasan prinsip check

and balances dalam putusan ini sebagaimana yang telah diatur dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bukti sistem di Indonesia melaksanakan ajaran sistem checks

and balances adalah Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif

(yang seharusnya memiliki fungsi untuk melaksanakan undang-

undang) namun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

1945 memberikan hak kepada presiden untuk melaksanakan fungsi

legislasi semu yakni dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang

kepada DPR, pemerintah (eksekutif) juga memiliki kewenangan untuk

Page 89: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

80

justitie (penyelesaian sengketa), dan pengawasan (control).91

Hal ini berarti sistem checks and balances dalam

penyelenggaraan kekuasaan memungkinkan adanya saling kontrol

antar cabang kekuasaan yang ada dan menghindari tindakan-tindakan

hegemonik, tiranik dan sentralisasi kekuasaan. Sistem ini mencegah

terjadinya overlapping antar kewenangan yang ada.92

Begitu pula dengan pendapat Jimly Asshiddiqie adanya sistem

checks and balances mengakibatkan kekuasaan negara dapat diatur,

dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga

penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggaraan negara yang

menduduki jabatan dalam lembaga negara dapat dicegah dan

ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.93

Menurut Philipus M. Hadjon dalam memaknai kedudukan

suatu lembaga negara dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: pertama:

kedudukan diartikan sebagai suatu posisi lembaga negara

dibandingkan dengan lembaga negara lain. Kedua, kedudukan lembaga

negara diartikan sebagai posisi yang didasarkan pada fungsi

utamanya.94

Berdasarkan ketentuan yuridis di atas bahwa DPR

menggunakan hak angket terhadap KPK berdasarkan penafsiran Pasal

79 ayat (3) yaitu DPR melakukan penyelidikan terhadap pelaksaan

suatu UU. Hal ini dimaksudkan menurut DPR bahwa hak angket dapat

ditujukan kepada KPK meskipun dalam posisinya sebagai penegak

hukum yaitu melaksanakan UU dalam hal ini UU No. 30 tahun

91

Indra Rahmatullah, “Rejuvinasi Sistem Checks and Balances Dalam Sistem

Ketatanegaraan di Indonesia” Jurnal Cita Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Vol 01 No. 02 - September 2013 hal 14 92

Indra Rahmatullah, “Rejuvinasi Sistem Checks and Balances Dalam Sistem

Ketatanegaraan di Indonesia” Jurnal Cita Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Vol 01 No. 02 - September 2013 hal 15 93

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Penerbit

Buku Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Thn

2006). h. 74. 94

Philipus M. Hadjon, “Lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara Menurut

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, (Surabaya: Bina Ilmu, 1996), h.

10

Page 90: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

81

2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi maupun UU No. 8

Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena

DPR melaksanakan fungsi sebagai pengawas antar lembaga negara

yang lain.

Selain ditinjau melalui perspektif teori, penulis melihat

persoalan hak angket sebenarnya dapat dilihat melalui sudut pandang

hukum positif Indonesia yaitu selain diatur Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga diatur dalam Undang-

Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD

yaitu Pasal 79. Mengenai metode pengesahan usulan hak angket diatur

dalam Pasal 199 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD “usulan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan

dari rapat paripurna DPR yang dihadir setengah jumlah anggota DPR

dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah

anggota DPR yang hadir”. Sedangkan untuk panitia angket dapat

dilihat dalam Pasal 201 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 tahun

2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD berbunyi “dalam hal DPR

menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR

membentuk panitia khusus yang dinamakan panitia angket yang

keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR”.

Dalam Putusan ini, penulis berkesimpulan, Putusan MK

Nomor 36/PUU-XV/2017 ini merupakan wujud representasi

Hak Angket yang digulirkan kepada KPK sebagai salah satu

bentuk pengawasan DPR terhadap lembaga Negara sekaligus

wujud prinsip check and balance serta akuntabilitas. Yang

terpenting kedepannya pada prinsip dasarnya check and balance

yang dilakukan tidak untuk melemahkan fungsi dan mengurangi

independensi lembaga lain dalam kasus putusan ini khususnya

adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri apalagi

jika nantinya hak angket ini semata hanya bertujuan untuk

Page 91: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

82

mengintervensi, melemahkan dan menciderai kemandirian KPK

dalam pengungkapan kasus-kasus korupsi di Indonesia sehingga

tidak ayal putusan ini menuai banyak tentangan dari akademisi

dan publik terkait tindakan wakil rakyat tersebut.

Walaupun Hak angket tidak seharusnya diletakkan dalam

kewenangan pengawasan objek hak Angket DPR, dimana posisi

KPK pada saat ini sebagai penegak hukum bukan sebagai

pelaksanaan kebijakan maupun penentuan kebijakan.

Pertanggungjawaban KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 20

ayat (1) UU KPK. Ketentuan ini merupakan kewajiban KPK

dalam menyampaikan laporannya kepada DPR RI, Presiden, dan

BPK bersifat berkala bukan dalam sewaktu-waktu dan KPK

dapat diminta pertanggungjawaban kinerjanya.

Selain itu ketentuan tersebut diatas berkaitan dengan asas

akuntabilitas sebagaimana dalam Pasal 5 UU KPK.

Pertanggungjawaban KPK untuk menyampaikan laporan kepada

DPR merupakan laporan tahunan dan pertanggungjawaban

tersebut tidak melalui hak angket tetapi itu merupakan

kewajiban KPK seperti diatur dalam Pasal 15 UU KPK.

Penulis berharap, semoga dengan adanya Hak angket ini

nantinya tidak akan mengganggu kinerja lembaga Komisi

Pemberantasan Koruspsi (KPK) karena jika ditinjau dari

pelanggaran terhadap UU pun hak angket tersebut tidak tepat

sasaran karena alasan atau dasar penggunaan hak angket

tersebut kurang sesuai sebagaimana penulis uraikan dalam poin

sebelumnya.

Sepanjang penggunaan Hak Angket oleh DPR untuk

melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan hal penting strategis, dan berdampak

luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang

diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan termasuk

Page 92: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

83

dalam hal ini adalah korupsi.

Karena korupsi sebagai tindak pidana luar biasa tentu

mempunyai dampak yang sangat luas terhadap kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagaimana konsideran

dalam Undang-Undang No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi yang menyebutkan bahwa perlu dibentuk

suatu Komisi pemberantasan korupsi yang independen dengan tugas

dan wewenang melakukan pemberantasan korupsi.

Dengan demikian KPK mempunyai andil yang besar dalam

pemberantasan korupsi. Kaitan antara penggunaan hak angket oleh

DPR terhadap kinerja dari KPK dapat dibenarkan secara teori

sepanjang hak angket itu digunakan untuk menyelidiki pelaksanaan

Undang-Undang Pemberantasan Tipikor dan Undang-Undang KPK.

Temuan atau kesimpulan dari penggunaan hak angket dapat digunakan

sebagai bahan untuk melakukan revisi atau perbaikan terhadap kedua

undang-undang tersebut.

Konklusi dari putusan ini adalah, pelaksanaan hak angket

sangat berkaitan erat dengan pelaksanaan fungsi pengawasan maupun

fungsi legislasi dari DPR RI. Hak angket merupakan bentuk

pengawasan intensif serta investigatif DPR terhadap kebijaksanaan

pemerintah. Peran DPR melalui Hak Angket akan lebih konkret

daripada hanya sekadar menggunakan hak meminta keterangan, karena

dalam hak angket terkandung unsur dimana DPR juga ikut andil

mengawal proses penyelesaian suatu kasus dan sekaligus langsung

menjadi investigator dalam kasus tersebut.

Dimana dengan terlibatnya DPR terhadap suatu kasus, maka

diharapkan upaya penyelesaian kasus ini akan semakin menemui titik

terang dan mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Karena

terdapat anggapan bahwa sekali hakim konstitusi memutus maka

Page 93: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

84

ratusan masyarakat Indonesia harus patuh dan tunduk.95

Maka sudah

sepatutnya suatu norma yang dirumuskan dalam undang-undang

diberlakukan melalui mekanisme pembentukan peraturan perundang-

undangan yang menjadi otoritas dari lembaga legislatif.

95

Satjipto Rahardjo, Penegakkan Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Gramedia, 2010, h.164.

Page 94: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

85

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah memperhatikan, menelaah serta menganalisa putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 terhadap Judicial review

Perluasan makna Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, khususnya dalam frasa “Pelaksanaan suatu

Undang-Undang dan/atau Kebijakan Pemerintah” yang memperluas objek

hak angket DPR terhadap lembaga eksekutif yaitu lembaga Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK), serta berdasarkan penjelasan bab-bab

terdahulu dan untuk mengakhiri pembahasan dalam skripsi ini penulis

memberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Bahwa pada putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 36/PUU-XV/2017

pertimbangan hakim yang paling utama terkait Empat hal, Pertama,

Pertimbangan Mahkamah Terkait pemaknaan fungsi dan tujuan dari

hak angket itu sendiri, hak angket harus dimaknai sebagai instrumen

pelaksanaan fungsi pengawasan DPR, dalam melaksanakan fungsi

pengawasannya, DPR dapat menggunakan hak-hak konstitusionalnya

termasuk hak angket terhadap KPK. Namun, hanya terbatas pada hal-

hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK

tidak untuk pelaksanaan tugas dan kewenangan yang bersifat yudisial.

Kedua, Pertimbangan Mahkamah Terkait Posisi KPK dalam Struktur

Ketatanegaraan di Indonesia, KPK merupakan lembaga di ranah

eksekutif, yang melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif,

yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. KPK merupakan

lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Posisinya yang berada di ranah eksekutif, tidak berarti membuat KPK

tidak independen dan terbebas dari pengaruh manapun. Ketiga,

Page 95: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

86

Pertimbangan Mahkamah Terkait Perwujudan Konsep Akuntabilitas

Antar Lembaga Negara Di Indonesia, Walaupun dikatakan KPK

independen dalam arti bebas dari pengaruh kekuasaan lain, namun

DPR sebagai wakil rakyat berhak untuk meminta pertanggungjawaban

pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK. Namun, Keputusan-

keputusan yang diambil oleh KPK dalam melaksanakan tugas dan

kewenangannya tidak boleh didasarkan atas pengaruh, arahan, ataupun

tekanan dari pihak manapun termasuk pihak yang berhak meminta

pertanggungjawabannya. Keempat Pertimbangan Mahkamah Terkait

Perwujudan Prinsip Konstitusi Dan Sistem Pemerintahan Atas Dasar

Paradigma Checks And Balances, secara substantif, norma yang

mengatur hak angket dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 17 tahun

2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menurut Mahkamah adalah

konstitusional. Prinsip konstitusi dan sistem pemerintahan yang

dibangun atas dasar paradigma checks and balances, tidak boleh

membiarkan adanya kekuasaan antar lembaga negara yang tidak

tercakup dalam pengawasan.

2. Putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017 tentang Pengujian Perluasan

Makna dalam Frasa Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun

2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ini menuai beberapa

implikasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya

terhadap keberlangsungan kinerja KPK. Pertama, Implikasi yang

tepat yakni Implikasi Sahnya secara legalitas KPK yang dapat menjadi

objek dari hak angket DPR terutama dalam fungsi pengawasan, Kedua,

Implikasi terhadap Penjelasan Posisi Independen KPK sebagai

Lembaga Negara dalam Struktur Ketatanegaraan Negara Republik

Indonesia, dalam putusan ini majelis hakim mahkamah konstitusi

menyatakan posisi KPK merupakan lembaga di ranah eksekutif sama

seperti Lembaga Kejaksaan dan Kepolisian, yang melaksanakan

fungsi-fungsi dalam domain eksekutif, yakni penyelidikan, penyidikan,

dan penuntutan. KPK jelas bukan di ranah yudikatif, karena bukan

Page 96: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

87

badan pengadilan yang berwenang mengadili dan memutus perkara,

KPK juga bukan badan legislatif, karena bukan organ pembentuk

undang-undang, KPK merupakan lembaga negara yang dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas

dari pengaruh kekuasaan manapun namun dalam domain eksekutif,

Ketiga, , implikasi putusan ini memberikan penegakkan dari segi hak-

hak konstitusional warga negara Indonesia sebagai warganya,

Keempat, Implikasi terkait dengan bagaimana Implementasi terhadap

penerapan putusan ini di tengah masyarakat Indonesia, yakni

tanggapan yang sangat luas dari publik dan masyarakat luas terhadap

putusan ini merupakan bukti bahwa masyarakat sangat concern

terhadap penegakkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurut

penulis, Putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017 ini masih terdapat

pertentangan dari pihak tertentu terutama akademisi dan masyarakat

luas mengenai dapat dijadikannya KPK sebagai salah satu objek Hak

Angket DPR, Kelima, Implikasi terhadap sistem ketatanegaraan yang

pada dasarnya memiliki prinsip checks and balances. Sebagaimana

konsep teori yang penulis uraikan sebelumnya dalam tulisan ini.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, melalui penelitian

ini, penulis mengajukan beberapa saran konstruktif dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Bagi komisi pemberantasan korupsi, walaupun kedudukannya

disamakan dengan kejaksaan dan kepolisian dan lembaga eksekutif

pemerintah, agar tetap menjaga Kinerja dan menjalankan tugas fungsi

sebagai lembaga pemberantasan korupsi dengan sebaik-baiknya jangan

sampai penyamaan kedudukan tersebut berdampak negatif terhadap

kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi di negeri ini dan DPR

selaku pemilik kewenangan hak angket harus berfikir kembali secara

matang dalam pelaksanaan hak angket, jangan sampai pelaksanaan hak

angket yang dibuat menimbulkan keresahan atau diskriminasi apalagi

Page 97: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

88

pelemahan atau kriminalisasi terhadap KPK dalam rangka penegakkan

korupsi.

2. Secara Struktur Kelembagaan Negara, terjadi penegasan prinsip check

and balances antar lembaga negara. Maka, berdasarkan prinsip checks

and balances dengan melaksanakan perintah undang-undang yang

memuat kewenangan masing-masing lembaga negara, prinsip tersebut

haruslah dipertegas dengan adanya putusan ini, lembaga negara yang

dimaksud yakni Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai negatif

legislatif dengan DPR sebagai lembaga positif legislatif.

3. Pada dasarnya sistem check and balances bertujuan untuk mewujudkan

tatanan penyelenggaraan negara yang memberi kewenangan antar

cabang kekuasan negara (legislatif, eksekutif, yudikatif) untuk saling

mengontrol dan menyeimbangkan pelaksanaan kekuasaannya masing-

masing. Untuk itu tidak boleh ada lembaga yang kewenangannya

dominan terhadap lembaga lain, ataupun lembaga yang tidak tersentuh

oleh lembaga lainnya agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.

Maka aturan-aturan yang bisa mengarah kesana dan tidak sesuai

dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 seharusnya dihapuskan dan batal demi hukum apalagi jika

mengarah kepada kriminalisasi lembaga KPK.

4. DPR hanya dapat menggunakan hak-hak konstitusionalnya termasuk

hak angket terhadap KPK hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan

dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK selain pelaksanaan

tugas dan kewenangan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan

yudisialnya (penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan) harus

diaplikasikan dengan baik oleh DPR RI, agar kekuasaan KPK dan

kinerja nya tetap menjadi kekuasaan independen yang merdeka tanpa

adanya intervensi dari pihak manapun dengan tujuan tegaknya hukum,

keadilan dan suksesnya pemberantasan korupsi di Indonesia.

5. Secara Kultur Hukum, dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang

memutus bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah sebagai salah

Page 98: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

89

satu objek Hak Angket DPR adalah putusan yang mengikat seluruh

pihak secara otomatis (erga omnes). Hal tersebut diputus kemudian

diperluas norma dalam frasa pasal 79 Ayat 3 Undang-Undang Nomor

17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Oleh DPR RI,

namun tidaklah melalui tahap partisipasi masyarakat sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Maka

seharusnya, jika harus ada pemuatan norma Mahkamah Konstitusi

harus dengan tegas menyatakan bahwa hal tersebut adalah kewenangan

dari lembaga legislatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat.

6. Penulis mengharapkan adanya kajian lanjut dan lebih mendalam

mengenai Implikasi Putusan MK No.36/PUU-XV/2017 terhadap

Perluasan Objek Hak Angket Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi,

yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

khususnya terkait perluasan pasal 79 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17

tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ini yang benar

benar Valid dan Credibel.

Page 99: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

90

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asshiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta

:Sinar Grafika, 2011.

__________, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta : Sinar

Grafika, 2012.

__________, Jimly, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta: Penerbit

Sinar Grafika, 2012.

__________, Jimly, Pokok Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta: Bahana Ilmu

Populer, 2007.

__________, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta : Penerbit

Sinar Grafika, 2011.

__________, Jimly. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, cet.I, Jakarta : PT Sinar Grafika, 2010.

Abdulkadir, Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum Bandung, Jakarta : PT

Citra Aditya Bakti, 2004.

Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Aripin Jaenal, Metode Penelitian Hukum,

Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Asikin, Amirudin Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 2003.

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Penerbit Dian Rakyat,

1998.

Dewa Gede Palguna, I, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint)

Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga

Negara, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2013.

Djaja, Ermansjah, Memberantas Korupsi Bersama KPK Kajian Yuridis Normatif

UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 Versi UU

Nomor 30 Tahun 2002, Jakarta, Sinar Grafika, 2009.

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Menghindari

Jeratan Hukum bagi Anggota Dewan, Jakarta : FORMAPPI, 2009.

Page 100: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

91

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lembaga

Perwakilan Rakyat di Indonesia, Jakarta : 2005.

Fuady, Munir, Teori Negara Hukum Modern (Rechstaat), Jakarta : Refika

Aditama, 2013

Hamidi, Jazim, dkk. Teori Hukum Tata Negara A Turning Point od The State,

Jakarta : Penerbit Salemba Humanika, 2011.

Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia, cet.I, Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2006.

Kusnardi, Muhammad, dkk. Ilmu Negara, Jakarta : Penerbit Gaya Media Pratama,

2000

M Hadjon, Philiphus, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta

: Gajahmada University Press, 2011.

M. Gaffar, Janedjri, Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi,

Jakarta: Konstitusi Press, 2013.

M. Hadjon, Philipus, “Lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara Menurut

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”,

Surabaya : Bina Ilmu, 1996.

Mahkamah Konstitusi, Hukum Acara Konstitusi, Jakarta: Sekretariat Jenderal Dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2010.

Manan, Bagir dan Susi Dwi Harijanti, Memahami Konstitusi, Makna dan

Aktualisasi, Jakarta : Penerbit Buku PT Raja Grafindo Persada, 2014.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, cet 6., Jakarta : Penerbit PT kencana,

2010.

Rahardjo, Satjipto, Penegakkan Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Gramedia, 2010.

Salman, Otje, Filsafat Hukum Perkembangan dan Dinamika Masalah, Bandung :

PT Refika Aditama, 2012

Siahaan, Maruar, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Edisi

2. Jakarta : Sinar Grafika, 2012.

Sumadi, Ahmad Fadhil, Politik Hukum Konstitusi dan Hukum Konstitusi,

Malang:Setara Press, 2013.

Page 101: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

92

Sutiyoso, Bambang, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

(Upaya Membangun Kesadaran Dan Pemahaman Kepada Publik akan

Hak Hak Konstitusionalnya Yang Dapat Diperjuangkan Dan

Dipertahankan Melalui Mahkamah Konstitusi), Bandung : Citra Aditya

Bakti, 2006.

Syahuri, Taufiqurrohman, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Jakarta:

Penerbit Buku Prenada Media Grup, 2011.

Supranto, J, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2003

Soemantri, Sri, Hak Uji Material Di Indonesia, Ed.2, Bandung: Alumni, 1997

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum ,Jakarta: UI Press, 1983.

Thamrin, Abu dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, Jakarta : Lembaga

Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Tutik, Titik Triwulan, Konstitusi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 cet.I, Jakarta : Kencana, 2010.

Wahyono, Untung, Peran Politik Poros Tengah dalam Kancah Pepolitikan

Indonesia, Jakarta : Pustaka Tarbiatuna, 2003.

Wahidin, Samsul, Distribusi Kekuasaan Negara Indonesia, Daerah Istimewa

Yogyakarta : Penerbit Buku Pustaka Pelajar, 2014.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, UU No. 17 Tahun 2014 (LN. No. 182 TLN. No.5568 Tahun

2014.)

Undang-Undang Tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.24 Tahun 2003, (LN No.

98 Tahun 2003, TLN. No.4316.)

Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.8 tahun 2011, (LN No.70 Tahun

2011, TLN No. 5266.)

Page 102: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

93

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (LN No.137 Tahun 2002, TLN

No. 4250.)

Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, UU No. 42 Tahun 2014, (LN No 383

Tahun 2014, TLN No. 5650)

Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, UU No. 2 Tahun 2018, (LN No 29 Tahun

2016, TLN No. 6187)

Mahkamah Konstitusi RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Jakarta : Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi,

2011.

Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian Pasal 79 huruf a Undang-

Undang No.17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah. MK No. 36/PUU-XV/2017.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia (DPR RI) No 1 Tahun

2014, Tentang Tata Tertib Tata Cara Pelaksanaan Hak DPR,

Jurnal

Haidar Adam, “Dissenting Opinion dan Concurring Opinion” Al-Jinayah Jurnal

Hukum Pidana Islam, Fakultas Hukum Universitas Airlanggga

Surabaya Vol 03 No. 02 – Desember 2017 hal 31

Indra Rahmatullah, “Rejuvinasi Sistem Checks and Balances Dalam Sistem

Ketatanegaraan di Indonesia” Jurnal Cita Hukum, Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Vol 01 No. 02 - September

2013 hal 14

Page 103: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PERLUASAN OBJEK HAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44627/1/FAHMI HANIF... · Kata Kunci : Implikasi, ... “Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi

94

May Lim, Charity, “Implikasi Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi” Jurnal Legislasi

Indonesia. Vol 14 No. 03 - September 2017 : 2

Website

Hak DPR http://www.dpr.go.id/tentang/hak-dpr diakses pada tanggal 07 Mei

2018 pukul 10.47

Ihsanuddin, “Mahfud MD: Putusan MK soal Angket KPK bertentangan dengan 4

sebelumnya”, https://nasional.kontan.co.id//, diakses pada tanggal 27

Mei 2018 Pukul 11.35 WIB, BBWI.

Moh Nadlir, "MK Bantah Putusannya soal Pansus Hak Angket KPK Inkonsisten”,

https://nasional.kompas.com//, diakses pada tanggal 9 Maret 2018 pukul

22.00 WIB, BBWI.

Rofiq Hidayat, Putusan MK Soal Hak Angket Dinilai Mengabaikan Asas Final

and Binding, http://www.hukumonline.com//, diakses pada tanggal 25

Mei 2018 Pukul 09.35 WIB, BBWI.