implementasi tqm di perguruan tinggi

26
Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 1 TQM IMPLEMENTATION IN HIGHER EDUCATION Oleh : Wisnu Wardhono BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Perkembangan masyarakat yang semakin kompetitif menuntut setiap orang untuk berkompetisi secara sehat. Demikian halnya dengan sebuah lembaga termasuk lembaga pendidikan, kompetisi untuk merebut pasar menuntut setiap lembaga untuk mengedepankan kualitas dalam proses manajerial dan pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan persoalan kualitas ini, sekarang sudah berkembang sebuah pendekatan, khususnya dalam proses manajerial, yaitu Total Quality Manajemen (TQM). TQM dapat digunakan untuk menggambarkan dua gagasan yang agak berbeda tetapi saling berkaitan. Pertama, adalah filsafat perbaikan terus menerus. Kedua, arti yang saling berkaitan menggunakan TQM untuk menggambarkan alat dan teknik, seperti brainstorming dan analisis lapangan, dimana digunakan untuk meletakkan perbaikan kualitas ke dalam tindakan. TQM baik dalam konteks pikiran ataupun aktivitas praktis – merupakan sikap dari pikiran dan metode perbaikan terus menerus. Total Quality Mangement (TQM) berasal dari dunia bisnis dan khususnya dalam dunia perusahaan. Oleh karena itu, untuk memahami TQM harus merujuk pada dunia asalnya. Hal ini bukan berarti bahwa metode bisnis lebih unggul dari pada praktek pendidikan, atau bahwa pendidikan akan bisa ditingkatkan hanya dengan mengadopsi bahasa komersial. Lebih dari itu, justru dunia bisnis dapat belajar dari metode yang diterapkan di beberapa sekolah.

Upload: amanda-brown

Post on 30-Nov-2015

405 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

IMPLEMENTASI TQM DI PERGURUAN TINGGI

TRANSCRIPT

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 1

TQM IMPLEMENTATION IN HIGHER EDUCATION

Oleh : Wisnu Wardhono

BAB I PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Perkembangan masyarakat yang semakin kompetitif menuntut setiap orang

untuk berkompetisi secara sehat. Demikian halnya dengan sebuah lembaga

termasuk lembaga pendidikan, kompetisi untuk merebut pasar menuntut setiap

lembaga untuk mengedepankan kualitas dalam proses manajerial dan

pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan persoalan kualitas ini, sekarang sudah

berkembang sebuah pendekatan, khususnya dalam proses manajerial, yaitu Total

Quality Manajemen (TQM).

TQM dapat digunakan untuk menggambarkan dua gagasan yang agak

berbeda tetapi saling berkaitan. Pertama, adalah filsafat perbaikan terus menerus.

Kedua, arti yang saling berkaitan menggunakan TQM untuk menggambarkan alat

dan teknik, seperti brainstorming dan analisis lapangan, dimana digunakan untuk

meletakkan perbaikan kualitas ke dalam tindakan. TQM baik dalam konteks

pikiran ataupun aktivitas praktis – merupakan sikap dari pikiran dan metode

perbaikan terus menerus.

Total Quality Mangement (TQM) berasal dari dunia bisnis dan khususnya

dalam dunia perusahaan. Oleh karena itu, untuk memahami TQM harus merujuk

pada dunia asalnya. Hal ini bukan berarti bahwa metode bisnis lebih unggul dari

pada praktek pendidikan, atau bahwa pendidikan akan bisa ditingkatkan hanya

dengan mengadopsi bahasa komersial. Lebih dari itu, justru dunia bisnis dapat

belajar dari metode yang diterapkan di beberapa sekolah.

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 2

Di era kontemporer, dunia pendidikan dikejutkan dengan adanya model

pengelolaan pendidikan berbasis industri. Pengelolaan model ini menuntut adanya

upaya pihak pengelola institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan

berdasarkan manajemen perusahaan. Penerapan manajemen mutu dalam

pendidikan ini lebih populer dengan sebutan istilah "Total Quality Education

(TQE)", Dasar dari manajemen ini dikembangkan dari konsep TQM, yang pada

mulanya diterapkan pada dunia bisnis. Secara filosofis, konsep ini menekankan

pada pencarian secara konsisten terhadap perbaikan yang berkelanjutan untuk

mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan.

Total Quality Mangement (TQM) dalam pendidikan ini mendapatkan

perhatian serius dalam National Quality Servey (1991). Hal ini menunjukkan

bahwa TQM dan isu-isu mutu secara umum mengundang perhatian publik.

Dalam beberapa tahun terakhir, isu tersebut semakin meningkat. Masyarakat dari

semua sektor pendidikan sekarang telah menunjukkan minatnya. Beberapa

institusi mulai mewujudkan filosofi TQM ke dalam praktek. Perkembangan minat

ini telah memberikan stimulan pada tuntutan publikasi isu-isu TQM dalam dunia

pendidikan.

Tulisan ini akan memaparkan seputar pendekatan Total Quality

Management (TQM) dalam pendidikan. Secara sistematis, pemaparan akan

difokuskan pada beberapa aspek, atara lain; Desain dan pendekatan TQM, Konsep

Sistem Pendidikan Tinggi Modern, Hambatan yang harus diatasi ketika

memperkenalkan TQM, hambatan dalam pelaksanaan TQM, dan pengembalian

investasi ( ROI ) dari Implementasi TQM

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 3

BAB II TQM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN TINGGI

A. Pengertian Total Quality Mangement Seperti halnya dengan kualitas, definisi Total Quality Mangement juga

bermacam-macam. Total Quality Mangement sebagaimana diungkapkan oleh Ishikawa, diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan. Definisi lainnya diungkapkan oleh Santoso, ia menyatakan bahwa TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.

Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus terhadap produk jasa, sumber daya manusia, proses dan lingkungannya. Sebab, berdasarkan TQM, tolok ukur keberhasilan usaha bertumpu pada kepuasan pelanggan atas barang atau jasa yang diterimanya. Untuk memudahkan pemahaman, maka pengertian TQM dapat dikemukakan sebagai berikut:

Total Quality Mangement merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Berdasarkan definisi-definisi tentang TQM seperti di atas, Goetsch dan Davis mengungkapkan sepuluh unsur utama (karakteristik) total quality management, sebagai berikut:

1. Fokus Pada Pelanggan, dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.

2. Obsesi Terhadap Kualitas, dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 4

tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.

3. Pendekatan Ilmiah, pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.

4. Komitmen jangka Panjang, TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.

5. Kerja sama Team (Teamwork), dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.

6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan, setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.

7. Pendidikan dan Pelatihan, dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.

8. Kebebasan yang Terkendali, dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak.

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 5

Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.

9. Kesatuan Tujuan, agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan

harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan

pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa harus selalu ada

persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai

upah dan kondisi kerja.

10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti. B. Prinsip dan Unsur Pokok Dalam TQM

Total quality management merupakan suatu konsep yang berupaya

melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu diperlukan

perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut

Hensler dan Brunell, ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu:

1. Kepuasan Pelanggan Memberikan kepuasan kebutuhan pelanggan (internal dan eksternal) dalam

segala aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai (value) yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, semakin besar pula kepuasan pelanggan.

2. Respek Terhadap Setiap Orang Dalam perusahaan yang berkelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai

individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang unik. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 6

3. Manajemen Berdasarkan Fakta

Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta, setiap keputusan didasarkan pada data, dengan mengacu pada konsep prioritisasi (prioritization) dan variasi (variation), dan bukan sekedar pada perasaan (feeling).

4. Perbaikan Berkesinambungan Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara

sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCA (plan-do-check-act), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.

C. Konsep Sistem Pendidikan Tinggi Modern

Meminjam konsep berpikir manajemen sistem industri modern, maka

manajemen perguruan tinggi di Indonesia seyogianya memandang bahwa Proses

Pendidikan Tinggi adalah suatu peningkatan terus-menerus (continuous

educational process improvement), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya

ide-ide untuk menghasilkan lulusan (output) yang berkualitas, pengembangan

kurikulum, proses pembelajaran, dan ikut bertanggung jawab untuk memuaskan

pengguna lulusan perguruan tinggi. Berdasarkan informasi sebagai umpan-balik

yang dikumpulkan dari pengguna lulusan (external customers) itu dapat

dikembangkan ide-ide kreatif untuk mendesain ulang kurikulum atau

memperbaiki proses pendidikan tinggi yang ada saat ini. Konsep pemikiran

manajemen sistem pendidikan tinggi ini dituangkan pada gambar 1.

Gambar 1. Manajemen Sistem Pendidikan Tinggi Modern

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 7

Selanjutnya, dapat dikembangkan pula model manajemen operasional

perguruan tinggi di Indonesia seperti pada gambar 3.

Gambar 2. Roda Deming dalam Manajemen Pendidikan Tinggi Modern

Gambar di atas, menunjukkan bahwa penerapan roda Deming dalam

manajemen pendidikan tinggi di Indonesia akan terdiri dari empat komponen

utama, yaitu: riset pasar tenaga kerja, desain proses pendidikan tinggi, operasional

proses pendidikan tinggi, dan penyerahan lulusan yang kompetitif dan berkualitas

ke pasar tenaga kerja. Dalam hal ini diperlukan suatu interaksi tetap antara riset

pasar tenaga kerja, desain proses pendidikan tinggi, operasional proses pendidikan

tinggi, dan bertanggung jawab menghasilkan lulusan yang kompetitif dan

berkualitas ke pasar tenaga kerja, agar perguruan tinggi di Indonesia mampu

berkompetisi dalam persaingan global.

Manajemen Perguruan

Tinggi

Tahap kedua : Desain proses

pendidikan berorientasi pasar

tenaga kerja

Tahap ke tiga : Menjalankan

proses belajar mengajar secara

efektif dan efesien

Tahap Ke empat : Menyerahkan lulusan yang

kompetitif dan berkualitas baik

Tahap Pertama : Riset pasar untuk

mengetahui kebutuhan pasar

tenaga kerja

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 8

Berkaitan dengan hal ini, sudah saatnya perguruan tinggi di Indonesia

melakukan reorientasi dan redefinisi tujuan dari pendidikan tinggi, bukan sekedar

menghasilkan lulusan sebanyak-banyaknya tanpa peduli akan kepuasan pengguna

lulusan itu, melainkan juga harus bertanggung jawab untuk menghasilkan output

(lulusan) yang kompetitif dan berkualitas agar memuaskan kebutuhan pengguna

tenaga kerja terampil berpendidikan tinggi. Konsekuensi dari pemikiran ini adalah

penerapan TQME pada perguruan tinggi di Indonesia harus dijalankan atas dasar

pengertian dan tanggung jawab bersama untuk mengutamakan efisiensi

pendidikan tinggi dan peningkatan kualitas dari proses pendidikan tinggi itu.

Melalui penerapan roda Deming dalam sistem pendidikan tinggi yang

dijalankan secara konsisten, maka perguruan tinggi di Indonesia akan mampu

memenangkan persaingan global yang amat sangat kompetitif dan memperoleh

manfaat (ekonomis maupun nonekonomis) yang dapat dipergunakan untuk

pengembangan perguruan tinggi itu dan peningkatan kesejahteraan pegawai yang

terlibat di perguruan tinggi itu.

D. Desain TQME untuk Perguruan Tinggi di Indonesia

Sebelum TQME didesain untuk perguruan tinggi di Indonesia, maka

stakeholders dari perguruan tinggi harus memiliki kesamaan persepsi tentang

manajemen kualitas. Dalam konsep manajemen kualitas modern, kualitas suatu

perguruan tinggi antara lain ditentukan oleh kelengkapan fasilitas atau reputasi

institusional. Kualitas adalah sesuatu standar minimum yang harus dipenuhi agar

mampu memuaskan pelanggan yang menggunakan output (lulusan) dari sistem

pendidikan tinggi itu, serta harus terus-menerus ditingkatkan sejalan dengan

tuntutan pasar tenaga kerja yang semakin kompetitif. Berkaitan dengan hal ini,

maka Spanbauer (1992) menyatakan bahwa manajemen perguruan tinggi harus

mengadopsi paradigma baru tentang manajemen kualitas modern. Paradigma baru

dan paradigma lama yang dianut oleh manajemen perguruan tinggi dicantumkan

pada tabel 1.

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 9

Tabel 1. Paradigma Baru dan Paradigma Lama dari Manajemen Perguruan Tinggi

PARADIGMA BARU PARADIGMA LAMA

Mahasiswa menerima hasil ujian, pembimbingan, dan nasehat agar membuat pilihan-pilihan yang sesuai

Mahasiswa diperlakukan sebagai pelanggan

Keluhan mahasiswa ditangani secara cepat dan efisien

Terdapat sistem saran aktif dari mahasiswa

Setiap departemen pelayanan menetapkan kepuasan pelanggan sesuai kebutuhan

Terdapat rencana tindak-lanjut

untuk penempatan lulusan dan peningkatan pekerjaan

Mahasiswa diperlakukan dengan sopan, rasa hormat, akrab, penuh pertimbangan

Fokus manajemen pada

keterampilan kepemimpinan kualitas seperti: pemberdayaan dan partisipasi aktif karyawan

Manajemen secara aktif mempromosikan kerjasama dan solusi masalah dalam unit kerja

Hasil ujian tidak digunakan sebagai informasi untuk memberikan bimbingan dan nasehat kepada mahasiswa Mahasiswa tidak diperlakukan sebagai pelanggan

Keluhan mahasiswa ditangani dalam bentuk defensif dan dengan cara negatif

Mahasiswa tidak didorong untuk memberikan saran atau keluhan

Staf departemen pelayanan tidak memperlakukan karyawan lain dan/atau mahasiswa sebagai pelanggan

Tidak ada sistem tindak-lanjut yang cukup atau tepat untuk mahasiswa dan alumni

Mahasiswa dipandang sebagai inferior, tidak diperlakukan dengan rasa hormat, cara yang akrab dan penuh pertimbangan

Fokus manajemen pada pengawasan karyawan, sistem, dan operasional

Banyak keputusan manajemen dibuat tanpa masukan informasi dari karyawan dan mahasiswa

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 10

Sistem informasi memberikan laporan yang berguna untuk membantu manajemen dan dosen

Staf administrasi bertanggung jawab dan siap memberikan pelayanan dengan cara yang mudah dan cepat guna memenuhi kebutuhan mahasiswa

Sistem informasi usang dan tidak membantu manajemen sistem kualitas

Staf administrasi kurang memiliki tanggung jawab dan kesiapan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa

Sumber: Spanbauer, 1992

Agar pemahaman dan adopsi paradigma baru pada tabel 2 dapat berhasil,

maka dibutuhkan suatu sistem pelatihan kepada pengelola perguruan tinggi di

Indonesia. Pelatihan TQME yang penting bagi pengelola perguruan tinggi di

Indonesia ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2 Desain Sistem Pelatihan TQME bagi Pengelola Perguruan Tinggi di

Indonesia

JENIS PELATIHAN

WAKTU MINIMUM MATERI PELATIHAN PESERTA

1. Pelatihan Manajemen Puncak

36 jam Manajemen Proses, Statistical Thinking, Pelayanan Pelanggan, Pembentukan Kelompok, dan Solusi Masalah

Rektor, Pembantu Rektor, Dekan, Pembantu Dekan, dan Ketua Jurusan/ Departemen

2. Pelatihan Dosen

36 jam Efektivitas dan Metode Pengajaran, Statistical Thinking, Pelayanan Pelanggan, Pembentukan Kelompok, dan Solusi Masalah

Dosen Tetap, Dosen Tidak Tetap, dan Asisten Dosen

1. Pelatihan Staf Pendukung

36 jam Pelayanan Pelanggan, Pembentukan Kelompok, Solusi Masalah, Manajemen Waktu, Keterampilan Bertelepon, dan Pengendalian Diri

Semua Staf Pendukung

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 11

Setelah memperoleh pelatihan dan siap menerima paradigma baru tentang

manajemen perguruan tinggi yang berorientasi pada peningkatan kualitas dan

kepuasan pelanggan, maka sistem TQME secara lengkap dapat didesain,

diimplementasikan, dan ditingkatkan terus-menerus pada perguruan tinggi itu

seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Penerapan Total Quality Management in Education (TQME) pada Perguruan Tinggi

E. Hambatan yang Harus Diatasi Ketika Memperkenalkan TQM Untuk mengembangkan sebuah kultur mutu, diperlukan waktu dan kerja

keras. Karena jika kedua hal tersebut tidak berjalan dengan baik, maka perjalanan mekanisme kerja mutu akan terhambat. TQM membutuhkan mental juara yang mampu mengahadapi tantangan dan perubahan dalam pendidikan. Peningkatan mutu merupakan proses yang membutuhkan kewaspadaan dan kehati-hatian. Karena diam di tempat saat para pesaing terus berkembang adalah tanda-tanda kegagalan.

TQM mengharuskan kesetiaan jangka panjang staf senior terhadap institusi. Karena, tidak tertutup kemungkinan manajemen senior sendiri bisa menjadi

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 12

problem. Mereka bisa saja mengharapkan hasil positif yang dihasilkan TQM, namun tidak mau memberikan dukungan sepenuh hati yang diperlukan. Banyak inisiatif mutu yang tersendat-sendat disebabkan sikap manajer senior yang kembali pada metode manejemen tradisional. Kekhawatiran manajer senior dalam mengadopsi metode dan pendekatan yang baru adalah kendala utamanya. Hal ini merupakan rintangan atau kendala yang sangat serius. Ketika manajemen senior tidak mampu mendukung TQM, maka sangat kecil kemungkinan orang lain di organisasi tersebut akan mampu melaksanakannya.

Volume tekanan eksternal juga bisa menghalangi upaya sebuah organisasi dalam menerapkan TQM. Walaupun program-program mutu disampaikan dengan publikasi besar-besaran, seringkali program-program tersebut tergilas oleh inisiatif lain. Perlu dipastikan bahwa meskipun ada tekanan lain, mutu harus selalu menjadi prioritas utama dalam agenda. Dalam hal ini, perencanaan strategis memiliki peranan penting, untuk membantu staf memahami misi institusi dan menjembatani jurang dalam komunikasi.

Manajemen senior harus mempercayai stafnya untuk bersama-sama mengusung visi institusi mereka ke depan. Beberapa manajer senior terkadang tidak berbagi visi dengan para bawahan sebab mereka khawatir akan kehilangan status dan hal tersebut dianggap menurunkan derajat manajer. Ditambah lagi dengan ketakutan manajer senior untuk mendelegasikan bawahannya, maka peningkatan dan pengembangan mutu akan menjadi suatu yang mustahil.

Masalah utama yang sering dialami oleh banyak institusi adalah peran yang dimainkan oleh manajemen menengah. Mereka memiliki peran penting karena mereka adalah petugas operasional harian institusi dan bertindak sebagai petugas komunikasi yang sangat penting. Mereka bisa menjadi penghalang terjadinya perubahan, atau sebaliknya menjadi pemimpin. Mananjer menengah hanya bisa mendefinisikan hasil karyanya sebagai salah satu bentuk inovasi, jika manajer senior mengkomunikasikan kepada mereka visi dari sebuah masa depan baru. Manajer senior harus konsisten dalam bersikap dan bertindak ketika menganjurkan dan mengkomunikasikan pesan peningkatan mutu.

Para manajer bukan satu-satunya pihak yang bisa menghalangi pengembangan mutu. Beberapa staf yang terlalu khawatir salah terhadap konsekwensi pemberdayaan juga bisa menghalangi mutu. Mereka kadangkala

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 13

cenderung suka terhadap hal-hal yang bersifat statis. Mereka perlu mendapatkan brainstorming pentingnya dan kegunaan perubahan. Untuk alasan ini, TQM tidak boleh menjadi sekedar jargon dan iklan.

F. Kegagalan Mutu Analisa terhadap kegagalan mutu merupakan salah satu hasil terpenting dari

penelitian Deming. Dia membedakan sebab-sebab kegagalan menjadi dua bentuk, umum dan khusus. Sebab-sebab umum adalah sebab-sebab yang diakibatkan oleh kegagalan sistem. Masalah sistem ini merupakan masalah internal proses institusi. Masalah-masalah tersebut hanya bisa diatasi jika sistem, proses dan prosedur institusi tersebut dirubah. Sementara sebab-sebab lain yang ia sebut sebagai sebab-sebab khusus melahirkan variasi-variasi yang non-acak di dalam sistem dan merupakan sebab-sebab eksternal.

Sebab-sebab umum rendahnya mutu pendidikan bisa disebabkan oleh beberapa sumber yang mencakup desain kurikulum yang lemah, bangunan yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem dan prosedur yang tidak sesuai, jadwal kerja yang serampangan, sumber daya yang kurang, dan pengembangan staf yang tidak memadai. Jika kesalahan dan kegagalan tersebut diidentifikasi sebagai akibat dari masalah sistem, kebijakan, atau sumber daya, maka hal tersebut adalah sebuah kegagalan "sebab umum". Implikasi manajemennya adalah sebab-sebab tersebut harus dihilangkan dan sistem serta prosedurnya harus disusun, ditetapkan dan dikembangkan kembali.

Hal ini mungkin memerlukan perubahan kebijakan atau pelatihan-pelatihan baru. Hal terpenting yang harus dicatat di sini adalah, hanya pihak manajemen yang dapat membenahi masalah tersebut. Hanya manajemen yang memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan atau mendesain ulang sebuah sistem. Staf yang lain mungkin melihat perlunya perubahan, tetapi implementasi perubahan tersebut hanya akan terjadi ketika manajemen mengambil tindakan.

Untuk menentukan akan dan penyebaran sebuah masalah, diperlukan sebuah upaya untuk mencari data-data kegagalan dan melakukan pemeriksaan secara teratur. Dan kesalahan yang sering kali terjadi dalam dunia pendidikan adalah kurangnya penelitian dan analisa terhadap sebab-sebab rendahnya tingkat pencapaian tujuan, serta belum terwujudnya penelitian dan analisa tersebut sebagai subyek aksi manajerial.

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 14

Di sisi lain, sebab-sebab khusus kegagalan, sering diakibatkan oleh prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati, meskipun kegagalan tersebut mungkin juga diakibatkan oleh kegagalan komunikasi atau kesalah-pahaman. Kegagalan tersebut bisa juga diakibatkan oleh anggota individu staf yang tidak memiliki skil, pengetahuan dan sifat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan. Sebab-sebab khusus masalah mutu bisa mencakup kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota, kurangnya motivasi, kegagalan komunikasi, atau yang berkaitan dengan perlengkapan-perlengkapan.

Jika sebuah masalah disebabkan oleh sebab-sebab khusus, maka masalah tersebut bisa diatasi dengan tanpa mengganti kebijakan atau mendesain kembali sistem. Merubah sistem merupakan hal yang tidak tepat dan bisa mengakibatkan terjadinya kegagalan yang lebih fatal. Sumber kegagalan membutuhkan identifikasi dan penyelesaian. Menangani sebab-sebab khusus juga merupakan tanggung jawab manajemen. Memang staf lain sangat mungkin bisa menangani dan menyelesaikan masalah tersebut, namun terkadang mereka tidak memiliki otoritas yang cukup. Banyak masalah khusus dalam pendidikan muncul dari sejumlah kecil individu yang kurang memiliki motivasi atau ketrampilan untuk menjadi seorang guru yang efektif.

G. Pengembalian Investasi (ROI) Dari Implementasi TQM

Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi sumber daya manusia

yang harus lebih diprioritaskan sejajar dengan investasi modal fisik karena

pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Di mana nilai balik dari investasi

pendidikan (return on investment = ROI) tidak dapat langsung dinikmati oleh

investor saat ini, melainkan akan dinikmati di masa yang akan datang. Selain itu

pendidikan juga merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk setiap manusia

sehingga upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, karena melalui pendidikan

upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan

mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu Negara (daerah). Hal ini

bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi

juga akan berpengaruh fertilitas masyarakat. Pendidikan dapat menjadikan sumber

daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan dan

pembangunan suatu Negara.

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 15

Hampir semua negara berkembang menghadapi masalah kualitas dan

kuantitas sumber daya manusia yang diakibatkan oleh rendahnya mutu

pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya tingkat melek huruf yang rendah,

pemerataan pendidikan yang rendah, serta standar proses pendidikan yang relatif

kurang memenuhi syarat. Padahal kita tahu, bahwa pendidikan merupakan suatu

pintu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu

peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak harus dilakukan. Karena

dengan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dapat memberikan

multiplier efect terhadap pembangunan suatu negara, khsususnya pembangunan

bidang ekonomi.

Hubungan investasi sumber daya manusia (pendidikan) dengan

pertumbuhan ekonomi merupakan dua mata rantai. Namun demikian,

pertumbuhan tidak akan bisa tumbuh dengan baik walaupun peningkatan mutu

pendidikan atau mutu sumber daya manusia dilakukan, jika tidak ada program

yang jelas tentang peningkatan mutu pendidikan dan program ekonomi yang jelas.

Para pakar ekonomi telah banyak mengutarakan pendapatnya mengenai

pentingnya pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi, salah satunya adalah Prof

Harvard Dale Jorgenson et al. (1987) pada ekonomi Amerika Serikat dengan

rentang waktu yang cukup lama yang mengatakan bahwa 46 persen pertumbuhan

ekonomi adalah disebabkan pembentukan modal (capital formation), 31 persen

disebabkan pertumbuhan tenaga kerja dan modal manusia serta 24 persen

disebabkan kemajuan teknologi. Selanjutnya, meski modal manusia memegang

peranan penting dalam pertumbuhan penduduk, para ahli mulai dari ekonomi,

politik, sosiologi bahkan engineering lebih menaruh prioritas pada faktor modal

fisik dan kemajuan teknologi.

Menurut William Schweke, Smart Money: Education and Economic

Development (2004), memberikan afirmasi atas tesis ilmiah terdahulu,

bahwasanya pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia (SDM)

yang berkualitas, memiliki pengetahuan, keahlian, keterampilan serta menguasai

teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif

bagi pertumbuhan ekonomi.

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 16

Perhatian terhadap faktor manusia menjadi sentral akhir-akhir ini berkaitan

dengan perkembangan dalam ilmu ekonomi pembangunan dan sosiologi. Para

ahli di kedua bidang tersebut umumnya sepakat pada satu hal yakni modal

manusia berperan secara signifikan, bahkan lebih penting daripada faktor

teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal manusia tersebut tidak

hanya menyangkut kuantitas, tetapi yang jauh lebih penting adalah dari segi

kualitas.

Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak hanya berfaedah bagi

perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian

pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan

produktivitas masyarakat. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan

pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun

pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran,

kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi

beban sosial politik bagi pemerintah.

Ada berbagai aspek yang dapat menjelaskan indikator untuk mengukur

kualitas manusia seperti aspek kesehatan, pendidikan, kebebasan berbicara dan

lain sebagainya. Di antara berbagai aspek ini, pendidikan dianggap memiliki

peranan paling penting dalam menentukan kualitas manusia. Lewat pendidikan,

manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya

manusia diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya dengan lebih baik.

Dari berbagai studi tersebut sangat jelas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berkembangnya

kesempatan untuk meningkatkan kesehatan, pengetahuan, dan ketarmpilan,

keahlian, serta wawasan mereka agar mampu lebih bekerja secara produktif, baik

secara perorangan maupun kelompok. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan,

hidup manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian

secara umum (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin

tinggi pula tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa tersebut.

Sebuah tinjauan laporan pada pengalaman penerapan TQM di universitas-

universitas dan lembaga pendidikan tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 17

perbaikan yang dilaksanakan terus menerus terutama yang berhubungan dengan

administrasi tugas, dapat menghasilkan ROI yang sangat rendah . sedangkan

dalam rangka untuk membawa pengaruh positif TQM dengan ROI yang tinggi ,

adalah penting untuk menggabungkan perbaikan terus menerus yang terukur

dalam pendidikan inti proses , yaitu mengajarkan pengalaman TQM pada sebuah

tinjauan laporan

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 18

BAB III PEMBAHASAN

Sebagai salah satu bentuk jasa yang melibatkan tingkat interaksi yang tinggi

antara penyedia dan pemakai jasa. Menurut Zethaml, Parasuraman, dan Barry

dalam Kotler mengidentifikasikan lima dimensi pelayanan yaitu; kehandalan,

kepastian, berwujud fasilitas dan peralatan fisik serta penampilan karyawan yang

professional, empati tingkat perhatian pribadi terhadap para pelanggan, dan

kepekaan. Lebih lanjut Fandy menjelaskan bahwa terdapat lima dimensi pokok

yang menentukan kualitas perguruan tinggi, yaitu; Pertama, keandalan

(reliability) yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan

segera atau tepat waktu, akurat, dan memuaskan. Pelanggan tidak ingin waktunya

dihabiskan hanya untuk menunggu. Karena waktu bagi pelanggan sangat

berharga, setiap menitnya memiliki makna yang berarti yang ingin dilaluinya

dengan penuh senang hati. Beberapa contoh di antaranya penawaran mata kuliah

yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan (misalnya tuntutan keterampilan,

profesi, dan dunia kerja); jadwal perkuliahan dan ujian yang akurat; proses

perkuliahan yang berlangsung lancar; penilaian yang fair dalam perkuliahan,dll.

Kedua, daya tangkap (responsiveness), yaitu kemampuan atau kesediaan

para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan

tanggap. Membiarkan pelanggan menunggu untuk alasan yang tidak jelas bila

menimbulkan persepsi yang negative terhadap kualitas. Dengan demikian rektor,

pembantu rektor, dekan, ketua jurusan, dan para pejabat struktural lainnya harus

mudah ditemui, begitu pula dengan dosen harus mudah ditemui mahasiswa untuk

kepentingan konsultasi, proses belajar mengajar hendaknya diupayakan intensif

dan memungkinkan mahasiswa untuk mengembangkan seluruh kapasitasnya,

fasilitas pelayanan yang ada (perpustakaan, laboratorium, ruang olah raga, dll)

harus mudah diakses oleh setiap insan kampus; prosedur administrasi penerimaan

mahasiswa baru harus sederhana tidak birokrasi atau berbelit-belit dan lain-lain.

Dalam hal ini terjadi service failure, kemampuan untuk melakukan perbaikan

secara tepat dan profesional bisa menciptakan persepsi kualitas yang sangat

positif.

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 19

Ketiga, jaminan (assurance) yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi,

kesopanan, respek terhadap pelanggan, dan sifat dapat dipercaya dimiliki para

staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Sebagai contoh seluruh jajaran

(dosen, asisten, dan karyawan) harus benar-benar orang yang kompeten

dibidangnya, reputasi perguruan tinggi yang positif dimata masyarakat, sikap, dan

perilaku seluruh jajaran mencerminkan profesionalisme dan kesopanan, dll.

Keempat, empati, yang meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para

pelanggan. Misalnya dosen-dosen yang mengenal nama mahasiswa yang

menempuh mata kuliah yang diasuhnya; dosen pembimbing akademik benar-

benar berperan sesuai dengan fungsinya; setiap dosen bisa dihubungi dengan

mudah baik dihubungi di ruang kerja, via telepon, dll. Kelima, bukti langsung

(tangibles) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan atau dosen dan sarana

kommunikasi. Misalnya berupa kampus, computer, perpustakaan, ruang kuliah,

ruang dosen, ruang seminar, kantin, tempat parkir, bookstore, jurnal ilmiah, sarana

ibadah, keterampilan, dan busana staf, dll.

Kelima dimensi di atas didasarkan pada derajat kepentingan relatifnya

dimata pelanggan. Dimensi-dimensi digunakan pelanggan untuk menilai kualitas

jasa (service quality), yang didasarkan atas perbandingan antara jasa yang

diharapkan (expected service) dan jasa yang dipersepsikan (perceived service).

Gap diantara jasa yang diharapkan dan yang dipersepsikan merupakan ukuran

kualitas jasa. Oleh sebab itu, perguruan tinggi harus meningkatkan kerjanya dalam

setiap dimensi dan tidak melakukan overpromise dalam penyampaian informasi

kepada para calon mahasiswa, orang tua mahasiswa, dosen, dan karyawan

sehingga menimbulkan harapan yang muluk-muluk/tidak realitas dan sulit

direalisasikan.

Perguruan tinggi sebagai organisasi maka tidak terlepas dari sebuah sistem,

yang mana di dalam sistem itu terdapat beberapa elemen yang menentukan

kelangsungan dan keberhasilan perguruan tinggi, diantaranya adalah pelanggan.

Pelanggan atau klien. Dalam organisasi manajemen peningkatan mutu pelanggan

atau klien adalah seseorang yang menerima produk atau jasa layanan. Jadi,

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 20

pelanggan tidak berada secara eksternal terhadap organisasi tetapi berada pada

setiap tahapan yang mempersyaratkan penyempurnaan hasil sebuah produk atau

pemberian layanan.

Hal ini menggambarkan terdapat mata rantai dari klien, yang keterkaitannya

bersama dengan proses. Manajemen mutu mempersyaratkan organisasi

melakukan penggalian dengan bertanya atau mendengarkan, yang tentunya

kepada klien yang tepat. Dalam hal ini diperlukan umpan balik yang untuk

menjamin bahwa layanan yang dikerjakan memang tepat. Hal-hal yang mencakup

di dalam MPM terhadap pelanggan adalah nilai-nilai organisasi, visi dan misi

yang perlu dikomunikasikan, yang dikerjakan dengan memperhatikan etika dalam

pengambilan keputusan dan perencanaan anggaran.

Murgatroyd dan Morgan (1994) dalam Willem Mantja mengemukakan

empat gagasan dasar yang sentral bagi keefektifan sistem pendidikan ; Pertama,

adalah lembaga pendidikan merupakan mata rantai yang menghubungkan

pelanggan (customer, klien) dan pemasok (supplier). Selain dalam hal ini,

perguruan tinggi dalam realitanya adalah suatu organisasi yang mengendalikan

mata rantai para klien. Para tenaga pengajar (dosen) adalah pemasok layanan

terhadap peserta didik (mahasiswa) dan para orang tua; pemerintah

(Kemendiknas/Kemenag) merupakan pemasok layanan terhadap para tenaga

pengajar (dosen), administrator adalah pemasok layanan kepada tenaga pengajar,

dan para guru memberikan layanan satu terhadap yang lain. Ada pelanggan

eksternal (ialah mereka yang memiliki tuntutan atau kepentingan layanan dari

PT). disamping itu, ada juga pemasok eksternal suatu layanan terhadap sekolah.

Semua itu adalah hubungan pelanggan-pemasok yang dibatasi oleh organisasi

yang dinamai lembaga (perguruan tinggi).

Kedua, yang merupakan gagasan kunci adalah bahwa semua hubungan

antara pelanggan dan pemasok (apakah itu internal atau eksternal) ditengahi oleh

proses. Ketiga, orang dapat melakukan proses adalah mereka yang dekat dengan

pelanggan dalam proses tersebut. Hal itu, menyatakan yang bersifat piramid

terbalik : pada puncak adalah para pelanggan, ditengah adalah para guru, dan di

bawah adalah para menejer senior. Di tengah (jantung) organisasi terletak

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 21

kliennya, yakni para orang tua dan peserta didik. Tanpa hal itu sebenarnya tidak

ada sekolah. Selanjutnya, proses penting bagi para menejer di sekolah adalah

tingkatan dan catatan guru, karena merekalah yang paling dekat dengan pelanggan

dan kinerja mereka dalam proseskurikulum, evaluasi reflektif, evaluasi formatif

dan sumatif dan memelihara serta menyimpan catatan penting merupakan hal

yang sentral bagi tugas-tugas persekolahan. Sebaliknya mereka memberi

dukungan dalam pekerjaan mereka melalui bantuan para guru, pustakawan

sekolah, dan para pegawai tata usaha, yang juga sebaliknya, memperoleh

dukungan dari penyelenggara administrasi sekolah dari tim manejer. Ini adalah

customer driven hierarchy yang terdapat di dalam sekolah.

Kepuasan pelanggan merupakan faktor penting dalam TQM. Kepuasan

adalah perasaan senang atau kecewa seorang yang berasal dari perbandingan

antara kesan terhadap kinerja (atau hasil suatu produk dan harapan-

harapannya).Berangkat dari definisi di atas kepuasan kesan merupakan fungsi dari

kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja di bawah harapan, pelanggan tidak puas.

Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan,

pelanggan amat puas atau senang.

Oleh sebab itu identifikasi pelanggan perguruan tinggi dan kebutuhan

mereka merupakan aspek krusial. Ivancevich (1992) dalam Fandy menyatakan

bahwa langkah pertama dalam menerapkan TQM adalah memandang mahasiswa

sebagai pelanggan yang harus dilayani. Pandangan ini dikenal secara luas, tapi

tidak diterima secara universal. Salah satu pihak yang mengajukan keberatan atas

pendangan ini adalah Wambsganss dan Kennett (1995). Mereka mengungkapkan

bahwa secara tradisional, para mahasiswa dianggap sebagai pelanggan karena

mereka yang “membayar SPP” dan menerima jasa yang ditawarkan (pendidikan).

Universitas atau fakultas tidak akan ada tanpa mereka. Akan tetapi menurut

mereka TQM bukanlah konsep tradisional. Justru memakai akhir (end user) yang

harus menjadi fokus utama perguruan tinggi. Atas dasar itu, mereka menegaskan

bahwa future employer merupakan pelanggan utama bagi perguruan tinggi.

Pelanggan yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Lewis dan Smith

(1994). Keduanya mengajukan kerangka identifikasi pelanggan yang ditinjau dari

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 22

tiga perspektif, yaitu pelanggan internal (akademik dan administratif), pelanggan

eksternal langsung, dan pelanggan eksternal tidak langsung. Pelanggan internal

akademik meliputi mahasiswa, staf pengajar, program, dan departemen dalam

program akademik suatu kampus yang mempengaruhi program tertentu.

Pelanggan internal untuk administrasi meliputi mahasiswa, karyawan, dan

unit departemen atau devisi yang mengawasi suatu pelayanan atau aktivitas.

Pelanggan eksternal langsung terdiri atas employers para mahasiswa dan PT lain

yang menjadi penerima mahasiswa (untuk keperluan studi lanjut) dan jasa PT

tertentu. Sedangkan pelanggan eksternal tidak langsung meliputi legislature

bodies, masyarakat yang dilayani, BAN (Badan Akreditasi Nasional), alumni dan

donator yang mempengaruhi keputusan dan operasional PT. Pelanggan ini harus

diprioritaskan karena pelanggan internal dan eksternal langsung merupakan

penerima langsung dari program, pelayanan, dan riset akademik yang berkualitas

dari suatu perguruan tinggi. Sementara pelanggan eksternal tidak langsung juga

pelu dilayani dengan baik, karena mereka memiliki kendali financial dan

akreditasi.

Mutu tidaknya suatu proses belajar mengajar didefinisikan menurut persepsi

pelanggan. Di kelas, mahasiswa merupakan pelanggan dari dosen; karena

mahasiswa orang yang menerima langsung layanan pembelajaran. mahasiswa

bukan merupakan unsur utama dalam menentukan suatu sistem pendidikan,

namun mahasiswa harus diminta pertimbangannya untuk menentukan sistem

tersebut.

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 23

BAB IV KESIMPULAN

Dari uraian di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa TQM adalah

salah satu bentuk pendekatan modern untuk meningkatkan kualitas Perguruan

Tinggi. Kualitas perguruan tinggi memiliki lima dimensi pokok, yaitu; keandalan,

daya tangkap, jaminan, empati, dan bukti langsung. TQM mempersyaratkan

integrasi dari berbagai faktor yang perlu diintegrasikan. Faktor itu adalah

pelanggan, kepemimpinan, tim, prosedur, dan struktur. Pelanggan dalam dunia

perguruan tinggi mencakup pelanggan internal (akademik dan administratif),

pelanggan eksternal langsung dan tidak langsung.

Penerapan total quality management (TQM) pada perguruan tinggi di

Indonesia harus dijalankan atas dasar pengertian dan tanggung jawab bersama

untuk mengutamakan efisiensi pendidikan tinggi dan peningkatan kualitas dari

proses pendidikan tinggi. Melalui penerapan TQM dalam sistem pendidikan tinggi

yang dijalankan secara terus-menerus dan konsisten, maka perguruan tinggi di

Indonesia akan mampu memenangkan persaingan global yang amat sangat

kompetitif dan memperoleh manfaat (ekonomis maupun nonekonomis) yang dapat

dipergunakan untuk pengembangan perguruan tinggi dan peningkatan

kesejahteraan personel yang terlibat di perguruan tinggi itu. Upaya ini juga akan

mengurangi kesenjangan persepsi yang terjadi antara perguruan tinggi dan

industri di Indonesia. Untuk itu, perlu direnungkan secara mendalam, mengapa

tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi di Indonesia dari waktu ke waktu

terus bertambah, sedangkan di satu pihak tenaga kerja asing yang nota bene

adalah lulusan perguruan tinggi luar negeri terus berdatangan ke Indonesia dan

"merebut" posisi manajemen dalam industri? Hal ini memberikan konsekuensi

ekonomi yaitu semakin banyak devisa yang tersedot untuk membayar upah tenaga

kerja asing itu!

Solusinya adalah secepatnya menerapkan TQM pada perguruan tinggi di

Indonesia, agar lulusan perguruan tinggi di Indonesia mampu bersaing di pasar

tenaga kerja global pada tahun 2003 dan seterusnya. Patut dicatat bahwa

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 24

pengetahuan yang dapat diaplikasikan dalam sistem industri akan menjadi sumber

daya nasional yang paling efektif untuk membawa bangsa Indonesia menuju

kemajuan dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Lulusan

perguruan tinggi di Indonesia perlu dibekali juga dengan beberapa kemampuan

tambahan seperti: bekerja sama dan berinteraksi dengan orang lain,

berkomunikasi, berpikir berdasarkan logika, solusi masalah dan pembuatan

keputusan, melihat sesuatu secara komprehensif dalam konteks sistem,

pengendalian diri, dan lain-lain. Untuk hal ini, beberapa mata kuliah seperti

manajemen proses, dasar-dasar teori dan analisis sistem, teori-teori tentang

manajemen kualitas, statistical thinking, statistical process control, analisis

masalah dan pembuatan keputusan akan sangat bermanfaat apabila diajarkan pada

perguruan tinggi di Indonesia.

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 25

DAFTAR PUSTAKA

Academic Excellence: Implementing the Quality Principles in Higher

and action learning to create a validated and living curriculum", Higher and embedding graduate attributes: bringing together quality assurance and quality in higher education", in Fincher, C. (Ed.), Defining and Assessing Quality, Institute of Higher Education, University of Georgia, Athens, GA, pp. 27-47.

Bath, D., Smith, C., Stein, S. and Swann, R. (2004), "Beyond mapping Beaver, W. (1994), "Is TQM appropriate for the classroom?", College Bensimon, E. and Neumann, A. (1993), Redesigning Collegiate Blankstein, A.M. (1996), "Why TQM can't work - and a school where it Brigham, S.E. (1993), "Lessons we can learn from industry", Change,

by value-added indicators? Applying Deming to education", Total Quality Cambridge. continuous improvement groups", The TQM Magazine, Vol. 11 No. 1, pp. 29-34.

Corrigan, J. (1995), "The art of TQM", Quality Progress, Vol. 28, pp. Crosby, P.B. (1979), Quality Is Free, McGraw-Hill, New York, NY. Deming, W.E. (1986), Out of Crisis, Cambridge University Press, Derm, Barret.1995.The TQM Paradigm Key Ideas That Make It Work.Portland,

Oregon. Productivity Press. Desjardins, C. and Obara, Y. (1993), "From Quebec to Tokyo:

did", Education Digest, Vol. 62 No. 1, pp. 27-30. Education Research and Development, Vol. 23 No. 3, pp. 313-28. Education, Buckingham, pp. 3-20. Education, Jossey Bass, San Francisco, CA. Education?, Open University Press and Society for Research into Higher

Fincher, C. (1994), "Quality and diversity: the mystique of Fitz-Gibbon, C.T. (1997), "Will 'Joy' in work be helped or hindered Freed, J.E., Klugman, M.R. and Fife, J.D. (2000), A Culture for Friedman, A.A. (2004), "Beyond mediocrity: transformational Gillis, L. and Bailey, A. (2003), "The bottom line on ROI: measuring

Disusun oleh : Wisnu Wardhono Halaman 26

Green, D. (1994), "What is quality in higher education? Concepts, Groennings, S. (1994), "Between a rock and a hard place: investment Gronlund, N.E. and Linn, R.L. (1990), Measurement and Evaluation in Hammersley, G. and Pinnington, A. (1999), "Employee response to Harvey, L. (1995a), "Editorial: The quality agenda", Quality in Harvey, L. (1995b), "Beyond TQM", Quality in Higher Education, Vol.

Higher Education, Vol. 1 No. 1, pp. 5-12. Institute of Higher Education, University of Georgia, Athens, GA, pp. 84-94.

Kotler, Philip.1980. Marketing Management. Alih bahasa Agus Hasan. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol.Jakarta.PT.Prenhallindo. Leadership in Education, Vol. 7 No. 3, pp. 203-24. leadership within a transactional framework", International Journal of Leadership, Johns Hopkins, Baltimore, MD. Learning Journal, Vol. 7 No. 1, pp. 7-10. Management, Vol. 8 Nos 2-3, pp. 152-5.

Mantja, Willem.2000.Jurnal Ilmu Pendidikan Manajemen Mutu Pendidikan.Januari perspectives on TQM", Educational Leadership, Vol. 51 No. 1, pp. 68-9. policy and practice", in Green, D. (Ed.), What Is Quality in Higher process", in Fincher, C. (Ed.), Defining and Assessing Quality, Teaching, 6th ed., Macmillan, London. Teaching, Vol. 42 No. 3, pp. 111-14.

Tenner, R. Arthur, Detoro J. Irving. Total Quality Management Three Steps To Continous Improvement. California.New York.Addison-Wesley Publishing Company. the return on our training and development investments", The Canadian Tim. Manajemen Mutu Terpadu.Program Pascasarjana.Jakarta

Tjiptono, Fandy.1999.Aplikasi TQM Dalam Manajemen Perguruan

Tinggi.Usahawan, Nopember, Vol 1 Vol. 25 No. 3, pp. 42-7.

Wiyono, Trisno, Abdullah, Pius.1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis.Surabaya.Arloka.