implementasi support vector machine pada klasifikasi...

15
1 IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI PIKSEL UNTUK SEGMENTASI CITRA Irawati Nurmala Sari 1 , Yudhi Purwananto 2 , Rully Soelaiman 3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS email : [email protected] 1 ABSTRAKSI Segmentasi citra adalah suatu metode dari pengolahan citra digital yang bertujuan untuk membagi citra menjadi beberapa region yang homogen berdasarkan kriteria kemiripan tertentu. Pada umumnya, suatu metode segmentasi citra hanya menggunakan classifier yang linier sehingga menghasilkan citra boundary yang kurang optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode segmentasi citra yang dapat memisahkan piksel secara linier dan non-linear sehingga menghasilkan citra boundary yang optimal dan dapat mengurangi noise disekitar objek yang diamati. Pada makalah ini, segmentasi citra yang diusulkan menggunakan metode Local Homogeneity yang digunakan untuk ekstraksi fitur warna, metode Gabor Filter yang digunakan untuk ekstraksi fitur tekstur, metode Fuzzy C-Means (FCM) yang digunakan untuk clustering piksel, dan metode Support Vector Machine (SVM) yang digunakan untuk klasifikasi piksel. Ekstraksi dua fitur ini dapat meningkatkan akurasi dan performa sistem menjadi lebih baik. Dari hasil uji coba terhadap metode ini memiliki tingkat akurasi hingga mencapai 98%. Kata kunci : segmentasi citra, Local Homogeneity, Gabor Filter, Fuzzy C-Means, Support Vector Machine. 1 PENDAHULUAN Segmentasi citra adalah suatu metode dari pengolahan citra digital yang bertujuan untuk membagi citra menjadi beberapa region yang homogen berdasarkan kriteria kemiripan tertentu. Segmentasi citra merupakan masalah klasifikasi, yaitu bagaimana memprediksikan suatu piksel termasuk edge atau non-edge. Terdapat syarat utama yang harus dimiliki oleh metode segmentasi citra, yaitu : a. Memiliki tahap preprocessing yang tepat dan efisien. b. Robust terhadap terjadinya noise. c. Terdapat suatu classifier yang menghasilkan boundary citra yang optimal. Pada umumnya, suatu metode segmentasi citra hanya menggunakan classifier yang linier sehingga menghasilkan boundary citra yang kurang optimal dan masih mengandung noise. Noise yang terjadi pada hasil segmentasi citra disebabkan karena adanya piksel yang misclassification. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode segmentasi citra yang dapat memisahkan piksel secara non-linear sehingga dapat menghasilkan boundary citra yang optimal dan dapat mengurangi noise disekitar objek yang diamati. Pada makalah ini, segmentasi citra yang diusulkan menggunakan metode Support Vector Machine (SVM). SVM merupakan salah satu metode pada permasalahan klasifikasi pola dan diperkenalkan oleh Vapnik pada tahun 1995. Meskipun usia SVM relatif masih muda, tetapi evaluasi kemampuan dalam berbagai aplikasi menempatkannya sebagai state of the art dalam pengenalan pola dan merupakan salah satu tema penelitian yang berkembang pesat. Berbeda dengan neural network yang hanya berusaha mencari hyperplane terbaik pada input space. Prinsip dasar SVM adalah classifier linier, dan selanjutnya dikembangkan agar dapat bekerja pada permasalahan non-linear dengan memasukkan konsep trik kernel pada ruang kerja berdimensi tinggi (feature space). Pada sistem ini menggunakan dua tahap prepocessing sehingga dapat meningkatkan keakuratan dan performa segmentasi citra. Dua tahap prepocessing tersebut adalah ekstraksi fitur warna dengan menggunakan metode Local Homogeneity dan ekstraksi fitur tekstur dengan menggunakan metode gabor filter. Selanjutnya, dilakukan proses clustering piksel dengan menggunakan metode Fuzzy C-Means (FCM) sehingga menghasilkan training set dan testing set yang akan digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu pada tahap klasifikasi piksel dengan menggunakan metode SVM. 2 LOCAL HOMOGENEITY Pada segmentasi citra dibutuhkan suatu proses ekstraksi fitur sebagai tahap preprocessing. Salah satu ekstraksi fitur yang digunakan adalah fitur warna dengan menggunakan metode Local Homogeneity. Local Homogeneity digunakan untuk mendapatkan informasi warna yang sama dengan piksel tetangga secara lokal sehingga dapat dikelompokkan sesuai dengan kriteria yang sama. Perhitungan Local Homogeneity terdiri dari dua komponen, yaitu standar deviasi dan discountinuity. 2.1 Standar Deviasi Pada metode Local Homogeneity dibutuhkan perhitungan standar deviasi pada setiap piksel citra. Standar deviasi digunakan untuk mengukur luas penyimpangan antara nilai piksel pada citra tersebut

Upload: others

Post on 25-Sep-2019

38 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

1

IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

PIKSEL UNTUK SEGMENTASI CITRA

Irawati Nurmala Sari1, Yudhi Purwananto

2, Rully Soelaiman

3

Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS

email : [email protected]

ABSTRAKSI

Segmentasi citra adalah suatu metode dari

pengolahan citra digital yang bertujuan untuk membagi

citra menjadi beberapa region yang homogen berdasarkan

kriteria kemiripan tertentu. Pada umumnya, suatu metode

segmentasi citra hanya menggunakan classifier yang linier

sehingga menghasilkan citra boundary yang kurang

optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode

segmentasi citra yang dapat memisahkan piksel secara

linier dan non-linear sehingga menghasilkan citra

boundary yang optimal dan dapat mengurangi noise

disekitar objek yang diamati.

Pada makalah ini, segmentasi citra yang diusulkan

menggunakan metode Local Homogeneity yang

digunakan untuk ekstraksi fitur warna, metode Gabor

Filter yang digunakan untuk ekstraksi fitur tekstur,

metode Fuzzy C-Means (FCM) yang digunakan untuk

clustering piksel, dan metode Support Vector Machine

(SVM) yang digunakan untuk klasifikasi piksel. Ekstraksi

dua fitur ini dapat meningkatkan akurasi dan performa

sistem menjadi lebih baik.

Dari hasil uji coba terhadap metode ini memiliki

tingkat akurasi hingga mencapai 98%.

Kata kunci : segmentasi citra, Local Homogeneity, Gabor

Filter, Fuzzy C-Means, Support Vector Machine.

1 PENDAHULUAN

Segmentasi citra adalah suatu metode dari

pengolahan citra digital yang bertujuan untuk membagi

citra menjadi beberapa region yang homogen berdasarkan

kriteria kemiripan tertentu. Segmentasi citra merupakan

masalah klasifikasi, yaitu bagaimana memprediksikan

suatu piksel termasuk edge atau non-edge. Terdapat syarat

utama yang harus dimiliki oleh metode segmentasi citra,

yaitu :

a. Memiliki tahap preprocessing yang tepat dan

efisien.

b. Robust terhadap terjadinya noise.

c. Terdapat suatu classifier yang menghasilkan

boundary citra yang optimal.

Pada umumnya, suatu metode segmentasi citra

hanya menggunakan classifier yang linier sehingga

menghasilkan boundary citra yang kurang optimal dan

masih mengandung noise. Noise yang terjadi pada hasil

segmentasi citra disebabkan karena adanya piksel yang

misclassification. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu

metode segmentasi citra yang dapat memisahkan piksel

secara non-linear sehingga dapat menghasilkan boundary

citra yang optimal dan dapat mengurangi noise disekitar

objek yang diamati.

Pada makalah ini, segmentasi citra yang diusulkan

menggunakan metode Support Vector Machine (SVM).

SVM merupakan salah satu metode pada permasalahan

klasifikasi pola dan diperkenalkan oleh Vapnik pada

tahun 1995. Meskipun usia SVM relatif masih muda,

tetapi evaluasi kemampuan dalam berbagai aplikasi

menempatkannya sebagai state of the art dalam

pengenalan pola dan merupakan salah satu tema

penelitian yang berkembang pesat. Berbeda dengan

neural network yang hanya berusaha mencari hyperplane

terbaik pada input space. Prinsip dasar SVM adalah

classifier linier, dan selanjutnya dikembangkan agar dapat

bekerja pada permasalahan non-linear dengan

memasukkan konsep trik kernel pada ruang kerja

berdimensi tinggi (feature space).

Pada sistem ini menggunakan dua tahap

prepocessing sehingga dapat meningkatkan keakuratan

dan performa segmentasi citra. Dua tahap prepocessing

tersebut adalah ekstraksi fitur warna dengan

menggunakan metode Local Homogeneity dan ekstraksi

fitur tekstur dengan menggunakan metode gabor filter.

Selanjutnya, dilakukan proses clustering piksel

dengan menggunakan metode Fuzzy C-Means (FCM)

sehingga menghasilkan training set dan testing set yang

akan digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu pada tahap

klasifikasi piksel dengan menggunakan metode SVM.

2 LOCAL HOMOGENEITY

Pada segmentasi citra dibutuhkan suatu proses

ekstraksi fitur sebagai tahap preprocessing. Salah satu

ekstraksi fitur yang digunakan adalah fitur warna dengan

menggunakan metode Local Homogeneity. Local

Homogeneity digunakan untuk mendapatkan informasi

warna yang sama dengan piksel tetangga secara lokal

sehingga dapat dikelompokkan sesuai dengan kriteria

yang sama. Perhitungan Local Homogeneity terdiri dari

dua komponen, yaitu standar deviasi dan discountinuity.

2.1 Standar Deviasi

Pada metode Local Homogeneity dibutuhkan

perhitungan standar deviasi pada setiap piksel citra.

Standar deviasi digunakan untuk mengukur luas

penyimpangan antara nilai piksel pada citra tersebut

Page 2: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

2

dengan nilai rata-rata pada piksel tetangganya. Standar

deviasi dari komponen warna seperti CIELAB

dapat dirumuskan sebagai berikut ini :

2

1)/2-((d+i

1)/2-((d-i=m

1)/2-((d+j

1)/2-((d-j=n

)ij

( 2

d

1 =

kv

kk

mnP

ij

(1)

dimana :

a. M x N = ukuran citra

b. i,j = indeks piksel citra ; 0 ≤ i, m ≤ M–1 ; 0

≤ j, n ≤ N-1

c. d x d = ukuran local window

d. m,n = indeks piksel tetangga

e. Pijk(k = L,a,b) = piksel tetangga dengan indeks

m,n pada komponen CIELAB color space.

f. μijk(k = L,a,b) = nilai rata-rata piksel citra dengan

indeks i,j pada komponen CIELAB color space.

Nilai rata-rata piksel citra dengan indeks i,j pada

komponen warna CIELAB Pijk(k = L,a,b) dapat

dirumuskan sebagai berikut :

k

mnP

k

1)/2-((d+i

1)/2-((d-i=m

1)/2-((d+j

1)/2-((d-j=n

2

d

1 =

ij

(2)

2.2 Discountinuity

Discountinuity dari komponen warna seperti

CIELAB Pijk(k = L,a,b) digunakan untuk menentukan

nilai edge. Nilai edge pada sebuah citra dapat ditentukan

dengan menggunakan operator edge.

Operator edge yang sering digunakan adalah Canny

dan Sobel. Canny menghasilkan edge yang sangat detail

sehingga sulit untuk membedakan edge objek dengan

edge yang bukan objek dari citra tersebut. Sedangkan,

Sobel dapat dengan mudah dan lebih fokus untuk

mengetahui edge objek karena tidak menampilkan edge

yang lain seperti edge yang bukan objek. Oleh karena itu,

dibutuhkan operator edge yang sederhana sehingga

mempermudah sistem ini untuk mengetahui edge objek

dari suatu citra, yaitu dengan menggunakan operator

Sobel.

Operator Sobel digunakan untuk menghitung nilai

discountinuity dengan menggunakan nilai magnitude dari

gradien horisontal dan vertikal pada citra yang

dirumuskan pada persamaan berikut ini :

AxG *

101

202

101

(3)

AGy *

121

000

121

(4)

Pada persamaan diatas, variabel A merupakan citra

asli yang dikonvolusikan dengan filter gradien sehingga

menghasilkan Gx dan Gy. Gx dan Gy merupakan dua citra

dimana setiap pikselnya terdiri dari gradien horisontal dan

vertikal. Untuk menentukan magnitude dari gradien

horisontal dan vertikal pada citra dapat menggabungkan

nilai gradien horisontal pada persamaan (3) dan gradien

vertikal pada persamaan (4) seperti berikut ini :

2yG +2xG =G (5)

2.3 Perhitungan Hasil Ekstraksi Fitur Warna

Hasil dari standar deviasi dan discountinuity

dinormalisasikan agar memiliki rentang nilai yang sama

sehingga mencapai perhitungan yang konsisten seperti

rumus berikut ini :

k

maxG

k

ijG

=k

ijG ,

k

maxv

k

ijv

=k

ijv

(6)

dimana :

a. vmaxk = max {vij

k} , Gmax

k = max {Gij

k}.

b. 0 ≤ i ≤ M-1 , 0 ≤ j ≤ N-1.

c. k = (L,a,b), yaitu CIELAB color space.

Sehingga, dapat ditentukan hasil ekstraksi fitur warna

dengan menggunakan metode local homogeneity, yaitu :

kkk

ijH

kij

v.ij

G1ij

CF

),,(ij

CFb

ijH

a

ijH

L

ijH

k (7)

3 GABOR FILTER

Untuk menghasilkan segmentasi citra yang lebih

baik, tidak hanya menggunakan satu macam ekstraksi

fitur, yaitu fitur warna tetapi juga menggunakan ekstraksi

fitur tekstur dengan metode Gabor Filter agar

menghasilkan segmentasi citra yang lebih optimal. Gabor

Filter digunakan untuk menganalisis ciri tekstur dari suatu

citra berdasarkan parameter scale dan orientation yang

selanjutnya akan digunakan sebagai acuan untuk

mengenali dan menampilkan kembali suatu citra dengan

ciri tekstur yang hampir sama dengan citra aslinya [5].

3.1 Gabor Filter Dua Dimensi (2D)

Gabor filter 2D dapat dinyatakan sebagai ruang

sinusoida dari frekuensi, scale dan orientation yang

Page 3: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

3

dimodulasikan dengan fungsi Gaussian 2D, sehingga

Gabor Filter 2D dengan frekuensi W dapat dirumuskan

sebagai berikut :

),(),(),( yxhyxfyxg (8)

dimana :

a. ),( yxf = fungsi Gaussian 2D (envelope).

b. ),( yxh = sinusoida kompleks (carrier).

Fungsi Gaussian 2D (envelope) dirumuskan sebagai

berikut :

22

2

1exp

2

1),(

y

y

x

x

yx

yxf

(9)

Sinusoida kompleks (carrier) dirumuskan sebagai berikut:

]2exp[),( jWxyxh (10)

Sehingga, Gabor Filter 2D dapat dinyatakan sebagai

berikut :

),(),(),( yxhyxfyxg

]2exp[

22

2

1exp

2

1jWx

y

y

x

x

yx

jWx

y

y

x

x

yx

2

22

2

1exp

2

1

(11)

dimana 1j dan W adalah frekuensi dari sinusoida

yang termodulasi. Dengan menerapkan persamaan Euler

yang ada pada domain frekuensi [3], yaitu :

sincos jj

e (12) (2.3.1-5)

Jadi, persamaan sinusoida kompleks dapat menjadi seperti

berikut ini :

WxjWxWxj

e sin2cos)(2

(13) (2.3.1-6)

Sehingga, persamaan Gabor Filter 2D menjadi :

),(),(),( yxhyxfyxg

]2exp[

22

2

1exp

2

1jWx

y

y

x

x

yx

]sin2[cos

22

2

1exp

2

1WxjWx

y

y

x

x

yx

...)cos(

22

2

1exp

2

1

Wx

y

y

x

x

yx

)sin(2

22

2

1exp

2

1Wxj

y

y

x

x

yx

...)cos(

22

2

1exp

2

1

Wx

y

y

x

x

yx

)sin(

22

2

1exp

1Wxj

y

y

x

x

yx

(14)

3.2 Komponen Real dan Imajiner

Mengingat bahwa 1j adalah bilangan imajiner,

maka bentuk persamaan diatas adalah bilangan kompleks

dengan bentuk z = a + bj. Oleh karena itu, koefisien pada

output Gabor Filter g(x,y) adalah bilangan kompleks.

Bilangan kompleks dengan bentuk z = a + bj.

memiliki komponen bilangan real (a) dan bilangan

imajiner (b) yang dapat dipisahkan. Komponen bilangan

real dinyatakan sebagai berikut :

)cos(

22

2

1exp

2

1)],(Re[ Wx

y

y

x

x

yx

yxg

(15)

Komponen bilangan imajiner dinyatakan sebagai berikut :

)sin(

22

2

1exp

1)],(Im[ Wx

y

y

x

x

yx

yxg

(16)

Sehingga, untuk mendapatkan Gabor Filter 2D adalah

)],(Im[)],(Re[),( yxgyxgyxg (17)

Untuk perhitungan ekstraksi fitur tekstur

menggunakan Gabor Filter beserta wavelet-nya yang

disebut dengan Gabor Wavelet. Tujuan Gabor Wavelet

adalah menganalisis frekuensi citra dengan cara proses

dilatasi dan rotasi dengan parameter scale dan orientation

yang berbeda, sehingga dapat memunculkan suatu

karakter atau ciri-ciri khusus pada citra yang telah

dikonvolusikan dengan Gabor Wavelet tersebut.

Page 4: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

4

Dilatasi adalah proses mengubah ukuran

(memperbesar atau memperkecil) suatu bentuk tetapi

tidak mengubah bentuk dasarnya. Dilatasi ditentukan oleh

titik pusat dan parameter scale. Sedangkan, rotasi adalah

perputaran pada bidang geometri yang ditentukan oleh

titik pusat, besar sudut, dan arah sudut rotasi. Sudut rotasi

memiliki arah positif jika berlawanan arah dengan jarum

jam dan memiliki arah negatif jika searah dengan jarum

jam. Rumus Gabor Wavelet pada scale (m) dan

orientation (n) yang didapatkan dari hasil dilatasi dan

rotasi pada fungsi Gabor Filter dapat dinyatakan sebagai

berikut :

)','(),( yxgm

ayxmn

g

(18)

)sincos(' yxm

ax

(19)

)cossin(' yxm

ay

(20)

Gabor Wavelet pada komponen bilangan real, yaitu :

)]','(Re[)],(Re[ yxgm

ayxmn

g

(21)

Gabor Wavelet pada komponen bilangan imajiner, yaitu :

)]','(Im[)],(Im[ yxgm

ayxmn

g

(22)

dimana :

a. g(x’,y’) = fungsi Gabor Filter yang telah

dilakukan proses dilatasi dan rotasi sesuai

dengan scale (m) dan orientation (n) yang

ditentukan.

b. m

a

= faktor skala (a > 1), m dan n adalah

integer.

c. Nilai K

n , K adalah jumlah total rotasi.

3.3 Konvolusi Citra

Konvolusi pada citra dengan menggunakan Gabor

Wavelet merupakan operasi pengolahan citra yang

mengalikan sebuah citra dengan Gabor Wavelet. Pada

konsep konvolusi menggunakan operator (*) sebagai

tanda proses konvolusi antara input berupa citra )),(( yxI

dengan Gabor Wavelet )),(( yxmn

g . Hasil konvolusi citra

dengan Gabor Wavelet menggunakan operator (*), yaitu :

|)),((*)),((|),( yxmn

gyxIyxmn

W (23)

Agar operator (*) dapat diganti dengan operator perkalian

(x), maka )),(( yxI dan )),(( yxmn

g dimasukkan ke dalam

domain frekuensi dengan cara mentransformasikan

Fourier Transform dengan menggunakan )),(( yxI dan

)),(( yxmn

g sehingga menghasilkan rumus seperti berikut

[Gon03] :

|)),(ˆ()),(ˆ(|),( vumn

gxvuIvumn

W (24)

Karena output pada Gabor Filter merupakan

bilangan kompleks, maka output pada ),( yxmn

W juga

merupakan bilangan kompleks sehingga harus

diabsolutkan melalui operator magnitude untuk menjadi

bilangan nyata dan menggunakan persamaan seperti

berikut :

))},(()),({(2

Im))},(()),({(2

Re

),(

vumn

gxvuIvumn

gxvuI

yxmn

W

(25)

4 FUZZY C-MEANS (FCM)

Clustering piksel merupakan proses pengelompokan

piksel ke dalam beberapa cluster dimana piksel pada

suatu cluster memiliki tingkat kesamaan yang tinggi antar

piksel satu dengan lainnya, tetapi sangat berbeda dengan

piksel pada cluster yang lain. Pada hard clustering, setiap

piksel akan terbagi ke dalam satu cluster sehingga tidak

dimungkinkan adanya setiap piksel yang menjadi anggota

lebih dari satu cluster.

Gambar 1 Data piksel dapat dikelompokkan

berdasarkan nilai membership

Fuzzy C-Means yang diperkenalkan pertama kali

oleh Jim Bezdek pada tahun 1981, dimana setiap piksel

dimungkinkan menjadi anggota terhadap masing-masing

cluster berdasarkan dengan derajat keanggotaan

(membership) yang dimilikinya dengan rentang nilai

antara 0 hingga 1 dan jumlah dari semua nilai membership

setiap piksel terhadap semua cluster adalah 1. Fuzzy C-

Means adalah suatu teknik clustering data piksel dengan

keberadaan setiap piksel dalam suatu cluster ditentukan

oleh derajat keanggotaan (membership) yang maksimum

terhadap semua cluster. FCM merupakan algoritma

iteratif. Konsep dasar FCM yaitu menentukan pusat

cluster yang akan ditandai sebagai lokasi rata-rata pada

setiap cluster. Pada kondisi awal, pusat cluster masih

Page 5: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

5

belum akurat. Setiap piksel memiliki nilai membership

untuk setiap cluster. Dengan cara memperbaiki pusat

cluster setiap cluster dan nilai membership setiap piksel

secara berulang, maka dapat dilihat bahwa pusat cluster

akan menuju ke lokasi yang tepat. Pada gambar 1

menunjukkan bahwa terdapat sebaran data piksel yang

ditentukan oleh nilai membership dan merupakan konsep

dasar dari metode FCM.

4.1 Algoritma Fuzzy C-Means

Berikut ini adalah algoritma clustering piksel dengan

menggunakan metode Fuzzy C-Means, yaitu :

1. Tentukan :

a. Matriks input Y yang berukuran m x n, dimana

m adalah jumlah piksel dan n adalah jumlah

atribut (kriteria).

b. Jumlah cluster yang akan dibentuk (C ≥ 2).

c. Pangkat pembobotan (m > 1).

d. Iterasi awal (t = 1).

e. Kriteria penghentian iterasi / convergence error

(ξ = nilai positif yang sangat kecil).

2. Membuat matriks partisi awal ))],([( jikU , yaitu

matriks yang berisi nilai membership setiap piksel

terhadap semua cluster secara random sesuai

dengan batasan.

3. Tentukan pusat cluster (vk) untuk setiap cluster

n

ij

mji

k

mji

k

n

ij

jif

kv

)),((

)),((),(

(26)

4. Hitung fungsi objektif pada iterasi ke–t, dengan

menggunakan persamaan :

n

ji

c

kji

kd

mji

kVUJ

, 1

2)),(()),((),( (27)

5. Memperbaiki nilai membership setiap piksel

terhadap semua cluster (memperbaiki matriks partisi

))],([( jikU )

c

k

m

kvjif

ivjif

jik

1

1

1

2| |),(| |

2| |),(| |

1),(

(28)

6. Cek kondisi berhenti,

a. Jika fungsi objektif menghasilkan nilai yang tidak

berubah lagi (konstan), yaitu ])1()([ tJtJ ,

maka iterasi akan berhenti.

b. Jika fungsi objektif menghasilkan nilai yang masih

berubah (continue), yaitu ])1()([ tJtJ , maka

ulangi langkah ke-3.

5 SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM)

Teori yang mendasari Support Vector Machine

sudah berkembang sejak tahun 1960-an, tetapi baru

diperkenalkan oleh Vapnik, Boser dan Guyon pada tahun

1992 dan sejak itu SVM berkembang dengan pesat.

Support Vector Machine adalah suatu teknik relatif baru

yang digunakan untuk melakukan prediksi dalam kasus

klasifikasi yang dapat bekerja pada permasalahan data

yang dapat dipisahkan secara linier dan non-linear,

sehingga memiliki performa yang baik di berbagai bidang

aplikasi seperti bioinformatics, pengenalan pola,

klasifikasi teks dan lain sebagainya. Metode Support

Vector Machine yang akan digunakan pada sistem ini

berdasarkan perkembangan dari toolbox Steve R Gunn

[2].

5.1 SVM pada Linearly Separable Data

SVM termasuk dalam kelas supervised learning.

Supervised learning adalah metode yang memerlukan

training (melatih) dan testing (menguji). Metode SVM

berusaha mencari suatu fungsi pemisah (hyperplane) yang

memiliki generalisasi yang baik. Generalisasi adalah

kemampuan sebuah hipotesis untuk mengklasifikasikan

training set dengan benar. Hyperplane yang optimal

adalah hyperplane yang terletak di tengah-tengah antara

dua kelas. Mencari hyperplane yang optimal ekuivalen

dengan memaksimalkan margin atau jarak antara bidang

pembatas kedua kelas.

Gambar 2 Hyperplane yang optimal dengan margin

terbesar

Jika terdapat training set sebagai sampel pada

sebuah input space dengan label ke-i, yaitu {(xi,yi), i

1,...,N} dimana xi Є Rn

adalah anggota dari salah satu

kelas yang dilabeli dengan yiЄ{-1,1}, maka tujuan SVM

adalah mencari hyperplane optimal yang memisahkan

sekumpulan sampel sehingga seluruh sampel dengan label

yang sama berada pada bagian yang sama. Hal ini

ditunjukkan pada gambar 2, dimana data yang berupa

piksel-piksel dipisahkan oleh hyperplane yang optimal.

Hyperplane yang optimal ditunjukkan pada garis lurus

berwarna biru antara data piksel warna biru (kelas 1) dan

data piksel warna merah (kelas -1).

Page 6: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

6

Adapun piksel yang berada pada bidang pembatas

dari kedua kelas tersebut disebut sebagai support vector

dan jarak antara bidang pembatas kedua kelas merupakan

margin. Pada contoh di atas, dua kelas dapat dipisahkan

oleh sepasang bidang pembatas yang sejajar. Bidang

pembatas pertama membatasi kelas pertama sedangkan

bidang pembatas kedua membatasi kelas kedua, sehingga

diperoleh persamaan pembatas, yaitu :

11. iybixw (29)

11. iybixw (30)

Nilai margin antara bidang pembatas kedua kelas,

dapat dicari dengan cara perhitungan jarak );,( xbwd dari

titik x terhadap hyperplane (w,b), yaitu :

||

|,|);,(

w

bixwxbwd

(31)

dengan batasan, yaitu :

libixwi

y ,...,1,1|,| (32)

dimana adalah piksel yang akan diproses. Karena

margin merupakan jarak antara bidang pembatas dari

kedua kelas, maka diperoleh persamaan margin seperti

berikut ini :

):,(1:

min):,(

1:

min),( ixbwd

iyixixbwdiyix

bw

||

|,|

1:

min

||

|,|

1:

min

w

bixw

iyixw

bixw

iyix

|,|

1:

min|,|

1:

min

| || |

1bixw

iyixbixw

iyixw

| || |

2

w

(33)

Memaksimalkan||||

2

w

sama dengan meminimumkan

||w||2. Oleh karena itu, hyperplane yang memisahkan data

piksel secara optimal dapat diperoleh dengan

meminimalkan persamaan berikut ini :

2| || |

2

1)min( ww (34)

dengan batasan yang sesuai dengan persamaan 30. Agar

lebih mudah untuk diselesaikan, persamaan 32 diubah ke

dalam persamaan Lagrangian dengan menggunakan

Lagrange Multiplier. Lagrange Multiplier digunakan

untuk menyelesaikan masalah optimasi dengan pembatas

(constrained optimization) menjadi masalah optimasi

tanpa pembatas (unconstrained optimization). Dengan

demikian, permasalahan optimasi dengan pembatas dapat

diubah menjadi :

l

i

bi

xwi

yi

wbwL

1

1|,|(2

| || |2

1),,(

(35)

dimana α adalah lagrange multiplier. Persamaan

lagrangian diatas harus diminimalkan terhadap w, b dan

dimaksimalkan terhadap α . Nilai minimum persamaan

lagrangian ),,( bwL terhadap w dan b , yaitu :

l

iixiyiw

w

L

10

(36)

l

iiyiw

b

L

100

(37)

Primal Lagrangian klasik memungkinkan untuk

diubah ke bentuk dual problem agar lebih mudah dalam

penyelesaiannya. Bentuk dual problem dari persamaan 35

seperti persamaan dibawah ini :

),,(

,

minmax)(

max

bwL

bwW (38)

Oleh karena itu, dari persamaan 35, 36, 37, dan 38

didapatkan persamaan dual seperti berikut ini:

l

k kjxixl

i

l

jjyiyjiW

1,

1 12

1max)(

max

(39)

Sehingga, terdapat solusi untuk persamaan 39, yaitu :

l

k kjxixl

i

l

jjyiyji

1,

1 12

1minarg

(40)

dengan batasan,

l

iiyi

lii

10

,...,1,0

(41)

Dengan demikian, dapat diperoleh nilai i yang akan

digunakan untuk menentukan nilai w. Nilai i terdapat

pada setiap piksel. Piksel yang memiliki nilai 0i

merupakan support vector. Sehingga, fungsi keputusan

yang dihasilkan hanya dipengaruhi oleh support vector.

Proses perhitungan nilai i dapat dilakukan dengan

menggunakan Quadratic Programming yang telah

disediakan dengan merumuskannya ke dalam Quadratic

Programming problem dan diselesaikan dengan library

Page 7: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

7

yang banyak tersedia dalam analisa numerik. Sehingga,

fungsi klasifikasi pada masalah data piksel yang dapat

dipisahkan secara linier dirumuskan seperti berikut :

l

i

l

jbjxixiyijxf

1 1)( (42)

dimana xi adalah support vector dan xj adalah data piksel

yang akan diklasifikasikan.

5.2 SVM pada Non-Linearly Separable Data

Untuk mengklasifikasikan data piksel yang tidak

dapat dipisahkan secara linier, formula SVM harus

dimodifikasi karena tidak akan ada solusi yang ditemukan

jika tetap menggunakan formula SVM sebelumnya. Oleh

karena itu, bidang pembatas dari kedua kelas harus diubah

sehingga lebih fleksibel dengan menambahkan variabel ξ.

Sehingga, menghasilkan batasan baru yaitu :

libixwi

y ,...,1,1|,| (43)

Pencarian hyperplane optimal dengan penambahan

variabel sering disebut juga sebagai soft margin

hyperplane. Dengan demikian, formula pencarian

hyperplane dapat berubah menjadi :

n

ii

Cww

1

2| || |

2

1)min( (44)

dimana ξi ≥ 0 dan C adalah parameter yang menentukan

besar penalti akibat kesalahan pada proses klasifikasi data

piksel (misclassification) yang nilainya ditentukan oleh

pengguna.

Selanjutnya, bentuk permasalahan primal

sebelumnya pada persamaan 35 berubah menjadi :

),,( bwL

i

l

ji

l

ii

bi

xwi

yi

n

ii

Cw

11

1|,

1

2| || |

2

1

(45)

Pengubahan primal Lagrangian dari persamaan

diatas L(w,b,α) ke dalam dual problem menghasilkan

persamaan dual yang sama dengan persamaan 38. Dengan

demikian, dari persamaan dual tersebut dapat

menghasilkan solusi, yaitu :

l

k kjxixKl

i

l

jjyiyji

1,

1 12

1minarg

(46)

Sehingga, pencarian hyperplane optimal dilakukan

dengan cara yang hampir sama dengan kasus dimana data

piksel dapat dipisahkan secara linier, tetapi bedanya pada

rentang nilai αi adalah 0 ≤ αi ≤ C, dimana piksel yang

memiliki αi dengan syarat tersebut disebut support

vector.

Meminimumkan variabel

n

ii

C

1

ekuivalen

dengan meminimumkan error pada training set yang

ditunjukkan seperti gambar 3 dan 4 berikut ini :

Gambar 3 Perbedaan nilai parameter C

Gambar 4 Hard Margin SVM dan Soft Margin SVM

Metode lain untuk mengklasifikasikan data piksel

yang tidak dapat dipisahkan secara linier adalah dengan

mentransformasikan data piksel ke dalam dimensi ruang

fitur (feature space) sehingga dapat dipisahkan secara

linier pada feature space. Dengan menggunakan fungsi

transformasi )(i

xi

x ke dalam feature space, maka

persamaan w menjadi :

l

iixiyiw

1)( (47)

Fungsi klasifikasi pada masalah data piksel yang

dipisahkan secara non-linear dapat dirumuskan menjadi :

l

i

l

jbjxixiyijxf

1 1)()()( (48)

Feature space memiliki dimensi yang lebih tinggi

daripada input space. Hal ini mengakibatkan komputasi

Page 8: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

8

pada feature space menjadi sangat besar karena ada

kemungkinan feature space dapat memiliki jumlah fitur

yang tidak terhingga. Untuk mengatasi masalah ini, pada

SVM digunakan ‘kernel trick’. Dari persamaan 44 dapat

dilihat terdapat dot product )).().(( jxix

Jika terdapat suatu fungsi kernel K

sehingga ))()((, jxixj

xi

xK , maka fungsi

transformasi )(k

x tidak perlu diketahui. Dengan

demikian, fungsi klasifikasi pada masalah data piksel

yang dipisahkan secara non-linear dapat dirumuskan

menjadi :

l

i

l

jb

jx

ixKiyijxf

1 1,)( (49)

Metode kernel yang digunakan untuk memetakan dari

input space ke feature space pada proses klasifikasi, yaitu

menggunakan metode kernel polynomial. Fungsi kernel

polynomial memiliki persamaan seperti berikut ini :

p

jx

ix

jx

ixK )1,(, (50)

6 METODOLOGI

Secara umum, implementasi SVM pada klasifikasi

piksel untuk segmentasi citra dapat dilihat pada Gambar 5

yang terdiri dari ekstraksi fitur warna dengan

menggunakan Local Homogeneity, ekstraksi fitur tekstur

dengan menggunakan metode Gabor Filter, proses

clustering piksel menggunakan metode Fuzzy C-Means,

dan klasifikasi piksel menggunakan metode Support

Vector Machine.

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses

pertama adalah ekstraksi fitur warna dengan metode Local

Homogeneity dan ekstraksi fitur tekstur dengan metode

Gabor Filter pada citra berwarna dari database Berkeley

[3]. Kemudian, tahap kedua adalah proses clustering

piksel dengan menggunakan metode Fuzzy C-Means

sehingga menghasilkan training set dan testing set yang

akan digunakan pada tahap selanjutnya. Pada training set

terdapat dua jenis data piksel, yaitu data piksel yang

merupakan edge dan non-edge. Tahap ketiga adalah

mencari hyperplane (classifier) SVM yang optimal

dengan data input berupa training set yang telah

ditentukan edge dan non-edge dari proses sebelumnya.

Tahap keempat adalah memprediksikan testing set

termasuk ke dalam kelas edge atau non-edge dengan

menggunakan hyperplane optimal SVM yang dihasilkan

dari tahap ketiga. Tahap kelima adalah menggabungkan

training set dari proses FCM (tahap kedua) dengan testing

set dari proses SVM (tahap keempat) yang berupa data

piksel edge dan non-edge sehingga menghasilkan

segmentasi citra.

MULAI

Ekstraksi fitur

warna

(Local

Homogeneity)

Ekstraksi fitur

tekstur

(Gabor Filter)

Citra

berwarna

Clustering piksel

(FCM)

Training set Testing set

Mencari

hyperplane

optimal (SVM)

Klasifikasi piksel

(SVM)

Menggabungkan

training set dan

testing set

Hasil

segmentasi

citra

SELESAI

Hyperplane

optimal

Gambar 5 Diagram alir proses implementasi SVM

pada klasifikasi piksel untuk segmentasi citra.

7 UJI COBA DAN EVALUASI

7.1 Perbandingan Ukuran Local Window

Peningkatan ukuran local window dapat

mempengaruhi hasil citra boundary dan waktu komputasi

dari proses segmentasi citra terutama pada proses

ekstraksi fitur warna dengan menggunakan metode Local

Homogeneity. Semakin besar ukuran local window, maka

akan semakin memiliki waktu komputasi yang lebih cepat

tetapi memiliki hasil citra boundary yang terputus-putus.

Sedangkan, jika ukuran local window semakin kecil,

maka memiliki waktu komputasi yang lama tetapi

memiliki citra boundary yang terhubung dengan lebih

baik. Hal ini ditunjukkan pada gambar 6. Berikut ini

menunjukkan perbandingan akurasi dengan perhitungan

waktu komputasi pada setiap local window ukuran 3x3,

5x5, dan 7x7, yaitu :

Tabel 1 Perbandingan perhitungan waktu komputasi

pada setiap ukuran local window (bagian 1)

No. Nama Citra Ukuran

Local

Window

Waktu

Komputasi

(menit)

Akurasi

1. Burung.jpg

3x3 27 97.08%

2. 5x5 26 97.09%

Page 9: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

9

Tabel 2 Perbandingan perhitungan waktu komputasi

pada setiap ukuran local window (bagian 2)

3. Burung.jpg 7x7 23 97.06%

4.

Elang.jpg

3x3 27 98.07%

5. 5x5 26 98.07%

6. 7x7 23 97.87%

7.

Bunga.jpg

3x3 27 93.24%

8. 5x5 26 93.24%

9. 7x7 23 93.04%

10.

Gereja.jpg

3x3 27 92.63%

11. 5x5 26 92.63%

12. 7x7 23 92.58%

13. Gereja

putih.jpg

3x3 27 93.28%

14. 5x5 26 93.28%

15. 7x7 23 93.22%

(a)

(c)

(b)

(d)

(e) (f)

Gambar 6 Perbandingan terhadap local window pada

citra gereja putih.jpg (a) dan (b) Citra dengan local

window ukuran 3x3, (c) dan (d) Citra dengan local

window ukuran 5x5, (e) dan (f) Citra dengan local

window ukuran 7x7.

7.2 Perbandingan Nilai Scale

Nilai scale dapat mempengaruhi hasil citra

boundary dari proses segmentasi citra terutama pada

proses ekstraksi fitur tekstur dengan menggunakan

metode Gabor Filter. Citra yang menggunakan nilai scale

(0.5, 1, 2) menghasilkan nilai akurasi paling tinggi

daripada perbandingan nilai scale (0, 0.5, 1) dan (3, 4, 5) .

Pada hasil citra yang diperoleh, citra yang menggunakan

nilai scale (0, 0.5, 1) dan (0.5, 1, 2) menghasilkan citra

boundary yang terputus-putus. Sedangkan, citra yang

menggunakan nilai scale (3, 4, 5) menghasilkan citra

boundary yang terhubung dengan lebih baik. Berikut ini

menunjukkan perbandingan akurasi yang dilakukan pada

scale dengan nilai (0,0.5,1), (0.5,1,2), (3,4,5), yaitu :

Tabel 3 Hasil akurasi pada perbandingan nilai scale

No. Nama

Citra

Scale Orien-

tation

(derajat)

Akurasi

1.

Elang.jpg

0,0.5,1 0,45,90,135 97.36%

2. 0.5,1,2 0,45,90,135 97.44%

3. 3,4,5 0,45,90,135 97.44%

4.

Gereja.jpg

0,0.5,1 0,45,90,135 92.07%

5. 0.5,1,2 0,45,90,135 92.1%

6. 3,4,5 0,45,90,135 92.09%

7.

Bunga.jpg

0,0.5,1 0,45,90,135 92.45%

8. 0.5,1,2 0,45,90,135 92.48%

9. 3,4,5 0,45,90,135 92.43%

10.

Burung.jpg

0,0.5,1 0,45,90,135 97.15%

11. 0.5,1,2 0,45,90,135 97.17%

12. 3,4,5 0,45,90,135 97.16%

13. Gereja

putih.jpg

0,0.5,1 0,45,90,135 93.14%

14. 0.5,1,2 0,45,90,135 93.16%

15. 3,4,5 0,45,90,135 93.15%

(a)

(c)

(e)

(b)

(d)

(f)

Gambar 7 Perbandingan terhadap nilai scale pada

citra gereja.jpg (a) dan (b) Citra dengan scale 0, 0.5, 1,

(c) dan (d) Citra dengan scale 0.5, 1, 2, (e) dan (f) Citra

dengan scale 3, 4, 5.

Page 10: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

10

Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai

akurasi yang tinggi tidak menjamin suatu citra

menghasilkan citra boundary yang terhubung dengan

lebih baik. Semakin kecil nilai scale, maka akan semakin

menghasilkan citra boundary yang terputus-putus, namun

apabila nilai scale telah mencapai nilai optimal maka akan

menghasilkan boundary yang terhubung dengan lebih

baik.

7.3 Perbandingan Nilai Orientation

Dari percobaan yang ditunjukkan pada tabel 4

melakukan perbandingan nilai orientation, yaitu (0, 15,

20, 30), (0, 45, 90, 135), dan (90, 120, 180, 270)

membuktikan bahwa nilai orientation dapat

mempengaruhi hasil citra boundary dari proses

segmentasi citra terutama pada proses ekstraksi fitur

tekstur dengan menggunakan metode Gabor Filter.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 8 Perbandingan terhadap nilai orientation

pada citra gereja.jpg (a) dan (b) Citra dengan

orientation0,15,20,30, (c) dan (d) Citra dengan

orientation 0, 45, 90, 135, (e) dan (f) Citra dengan

orientation 90, 120, 180, 270.

Hasil dari uji coba dengan 3 perbandingan nilai

orientation yang sesuai dengan tabel diatas, yaitu pada

citra yang menggunakan nilai orientation (90, 120, 180,

270) menghasilkan nilai akurasi yang paling tinggi

daripada perbandingan nilai orientation (0, 15, 20, 30)

dan (0, 45, 90, 135). Pada hasil citra yang diperoleh, citra

yang menggunakan nilai orientation (0, 15, 20, 30) dan

(90, 120, 180, 270) menghasilkan citra boundary yang

terputus-putus. Sedangkan, citra yang menggunakan nilai

orientation (0, 45, 90, 135) menghasilkan citra boundary

yang terhubung dengan lebih baik seperti yang

ditunjukkan pada gambar 8. Sehingga, dapat ditarik

kesimpulan bahwa nilai akurasi yang tinggi tidak

menjamin suatu citra menghasilkan citra boundary yang

sempurna namun, apabila nilai orientation telah mencapai

nilai optimal maka akan menghasilkan citra boundary

yang terhubung dengan lebih baik.

Tabel 4 Hasil akurasi pada perbandingan nilai

orientation

No. Nama

Citra

Scale Orient-

ation

(derajat)

Akurasi

1.

Elang.jpg

0.5,1,2 0,15,20,30 97.40%

2. 0.5,1,2 0,45,90,135 97.44%

3. 0.5,1,2 90,120,180,270 97.48%

4.

Gereja.jpg

0.5,1,2 0,15,20,30 92.11%

5. 0.5,1,2 0,45,90,135 92.62%

6. 0.5,1,2 90,120,180,270 92.65%

7.

Bunga.jpg

0.5,1,2 0,15,20,30 92.48%

8. 0.5,1,2 0,45,90,135 92.48%

9. 0.5,1,2 90,120,180,270 92.49%

10.

Burung.jpg

0.5,1,2 0,15,20,30 97.19%

11. 0.5,1,2 0,45,90,135 97.17%

12. 0.5,1,2 90,120,180,270 97.19%

13. Gereja

putih.jpg

0.5,1,2 0,15,20,30 93.16%

14. 0.5,1,2 0,45,90,135 93.16%

15. 0.5,1,2 90,120,180,270 93.24%

7.4 Perbandingan Jumlah Scale .

Jumlah scale dapat mempengaruhi hasil citra

boundary dari proses segmentasi citra terutama pada

proses ekstraksi fitur tekstur dengan menggunakan

metode GaborFilter. Citra yang menggunakan jumlah

scale 6 menghasilkan nilai akurasi paling tinggi daripada

perbandingan jumlah scale 1 dan 3. Pada hasil citra yang

diperoleh, citra yang menggunakan jumlah scale 1 dan 6

menghasilkan citra boundary yang terputus-putus.

Sedangkan, citra yang menggunakan jumlah scale 3

menghasilkan citra boundary yang terhubung dengan

lebih baik seperti yang ditunjukkan pada gambar 9.

Tabel 5 Hasil akurasi pada perbandingan jumlah scale

(bagian 1)

No. Nama

Citra

Jumlah

Scale

Akurasi

1.

Burung.jpg

1 97.06%

2. 3 97.06%

3. 6 97.09%

Page 11: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

11

Tabel 6 Hasil akurasi pada perbandingan jumlah scale

(bagian 2)

4. Gereja putih.jpg

1 93.26%

5. 3 93.27%

6. 6 93.27%

7.

Bunga.jpg

1 93.08%

8. 3 93.09%

9. 6 93.10%

10.

Gereja.jpg

1 92.08%

11. 3 92.09%

12. 6 92.09%

13.

Elang.jpg

1 98.03%

14. 3 98.03%

15. 6 98.04%

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 9 Perbandingan terhadap jumlah scale pada

citra burung.jpg dengan ukuran 289 x 193 (a) dan (b)

Citra dengan jumlah scale 1, (c) dan (d) Citra dengan

jumlah scale 3 (e) dan (f) Citra dengan jumlah scale 6.

Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa

semakin besar jumlah scale yang digunakan oleh sebuah

citra, maka semakin menghasilkan nilai akurasi yang

lebih baik namun, hal itu tidak menjamin suatu citra dapat

menghasilkan citra boundary yang sempurna. Apabila

jumlah scale telah mencapai nilai optimal maka akan

menghasilkan citra boundary yang terhubung dengan

lebih baik.

7.5 Perbandingan Jumlah Orientation

Citra yang menggunakan jumlah orientation 6

menghasilkan nilai akurasi paling tinggi daripada

perbandingan jumlah orientation 2 dan 4. Sedangkan,

citra yang menggunakan jumlah orientation 4

menghasilkan citra boundary yang terhubung dengan

lebih baik. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa

semakin besar jumlah orientation yang digunakan oleh

sebuah citra, maka semakin menghasilkan nilai akurasi

yang lebih baik namun, hal ini tidak menjamin suatu citra

dapat menghasilkan citra boundary yang sempurna.

Apabila jumlah orientation telah mencapai nilai optimal

maka akan menghasilkan citra boundary yang terhubung

dengan lebih baik.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 10 Perbandingan terhadap jumlah orientation

pada citra elang.jpg (a) dan (b) Citra dengan jumlah

orientation 2, c) dan (d) Citra dengan jumlah

orientation 4, (e) dan (f) Citra dengan jumlah

orientation 6

Page 12: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

12

Tabel 7 Hasil akurasi pada perbandingan jumlah

orientation

No. Nama

Citra

Jumlah

Orienta-

tion

Akurasi

1.

Elang.jpg

2 98.23%

2. 4 98.14%

3. 6 98.23%

4.

Burung.jpg

2 97.24%

5. 4 97.25%

6. 6 97.25%

7.

Bunga.jpg

2 92.30%

8. 4 93.27%

9. 6 93.29%

10.

Gereja.jpg

2 92.08%

11. 4 92.71%

12. 6 92.72%

13.

Gereja putih.jpg

2 93.27%

14. 4 93.27%

15. 6 93.4%

7.6 Perbandingan Jumlah Cluster

Jumlah cluster dapat mempengaruhi hasil citra

boundary dan waktu komputasi dari proses segmentasi

citra terutama pada proses clustering piksel dengan

menggunakan metode FCM. Hal ini ditunjukkan pada

hasil dari tabel diatas dengan 3 perbandingan jumlah

cluster, yaitu pada citra yang menggunakan jumlah

cluster 3 menghasilkan waktu komputasi selama 25 menit

dengan nilai akurasi yang paling baik daripada jumlah

cluster 4 dan 6. Selain itu, dengan jumlah cluster 3 juga

memperoleh hasil citra boundary yang tidak terputus-

putus dan lebih optimal dari perbandingan jumlah cluster

yang lain.

Tabel 8 Perbandingan waktu komputasi pada setiap

jumlah cluster

No. Nama Citra Jumlah

Cluster

Waktu

Komputasi

(menit)

Akurasi

1.

Burung.jpg

3 25 97.07%

2. 4 30 97.06%

3. 6 60 96.95%

4.

Elang.jpg

3 25 93.45%

5. 4 30 93.37%

6. 6 60 93.14%

7.

Bunga.jpg

3 25 92.16%

8. 4 30 92.03%

9. 6 60 92.01%

10.

Gereja.jpg

3 25 92.36%

11. 4 30 91.89%

12. 6 60 92.22%

13. Gereja

putih.jpg

3 25 97.25%

14. 4 30 82.57%

15. 6 60 97.15%

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 11 Perbandingan terhadap jumlah cluster

pada citra burung.jpg (a) dan (b) Citra dengan jumlah

cluster 3, (c) dan (d) Citra dengan jumlah cluster 4, (e)

dan (f) Citra dengan jumlah cluster 6

Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin

besar jumlah cluster yang digunakan oleh sebuah citra,

maka semakin menghasilkan nilai akurasi yang lebih

rendah dan boundary yang terputus-putus. Selain itu, juga

memiliki waktu yang komputasi yang lebih lama. Namun,

hal ini tidak dapat digeneralisasikan untuk semua citra

warna lainnya karena setiap citra memiliki warna yang

berbeda. Apabila jumlah cluster telah mencapai nilai

optimal maka akan menghasilkan citra boundary yang

terhubung dengan lebih baik.

7.7 Perbandingan Derajat Polinom

Citra yang menggunakan derajat polinom 4

menghasilkan nilai akurasi paling tinggi daripada

perbandingan derajat polinom 1 dan 3.

Page 13: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

13

Tabel 9 Hasil waktu komputasi pada perbandingan

derajat polinom

No. Nama

Citra

Dera-

jat

Polino

m

Waktu

Kompu-

tasi

(menit)

Akurasi

1.

Burung.jpg

1 20 97.26%

2. 3 25 97.27%

3. 4 120 97.28%

4. Elang.jpg

1 20 98.14%

5. 3 25 98.14%

6. 4 120 98.15%

7. Gereja

putih.jpg

1 20 93.23%

8. 3 25 93.27%

9. 4 120 93.28%

10.

Bunga.jpg

1 20 93.24%

11. 3 25 93.28%

12. 4 120 93.29%

13.

Gereja.jpg

1 20 92.17%

14. 3 25 92.17%

15. 4 120 92.18%

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 12 Perbandingan terhadap derajat polinom

pada citra elang.jpg (a) dan (b) Citra dengan derajat

polinom 1, (c) dan (d) Citra dengan derajat polinom 3,

(e) dan (f) Citra dengan derajat polinom 4

Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin

besar derajat polinom yang digunakan oleh sebuah citra,

maka semakin menghasilkan nilai akurasi yang lebih

tinggi dan citra boundary yang terhubung dengan lebih

baik. Namun, dengan menggunakan derajat polinom yang

besar memiliki kelemahan, yaitu waktu komputasi yang

lebih lama dari pada derajat polinom yang bernilai lebih

kecil.

7.8 Perbandingan Toleransi Parameter C

Toleransi parameter C tidak dapat mempengaruhi

hasil citra boundary tetapi hanya mempengaruhi waktu

komputasi dari proses segmentasi citra. Hal ini

dikarenakan pada uji coba yang ditunjukkan oleh tabel 10

melakukan perbandingan paramater C yang membuktikan

bahwa toleransi parameter C tidak mempengaruhi hasil

citra boundary tetapi hanya mempengaruhi waktu

komputasi dari proses segmentasi citra. Hal ini

dikarenakan pada uji coba ini menghasilkan hasil citra

boundary yang sama dan memiliki perhitungan waktu

komputasi yang berbeda-beda. Hasil perbedaan waktu

komputasi dapat dilihat pada citra dengan menggunakan

toleransi parameter 1000 memiliki waktu komputasi 2 kali

lipat lebih besar dari perbandingan toleransi parameter 1e-

9 sedangkan pada toleransi parameter 1e-999 memiliki

waktu komputasi yang lebih cepat daripada toleransi

parameter 1e-9 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

semakin besar toleransi parameter C yang digunakan oleh

sebuah citra, maka semakin menghasilkan waktu

komputasi yang lama dan tidak mempengaruhi hasil citra

boundary. Hal ini dapat dibuktikan pada hasil citra pada

gambar 13 yang diperoleh dari hasil uji coba ini.

Tabel 10 Hasil waktu komputasi pada perbandingan

toleransi parameter C

No. Nama

Citra

Para-

meter

C

Waktu

Komputasi

(menit)

Akurasi

1.

Gereja.jpg

1000 58 92.17%

2. 1e-9 23 92.17%

3. 1e-999 22 92.17%

4.

Burung.jpg

1000 58 97.27%

5. 1e-9 23 97.27%

6. 1e-999 22 97.27%

7.

Bunga.jpg

1000 58 93.28%

8. 1e-9 23 93.28%

9. 1e-999 22 93.28%

10. Gereja

putih.jpg

1000 58 93.27%

11. 1e-9 23 93.27%

12. 1e-999 22 93.27%

13.

Elang.jpg

1000 58 98.14%

14. 1e-9 23 98.14%

15. 1e-999 22 98.14%

Page 14: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

14

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 13 Perbandingan terhadap toleransi

parameter C pada citra elang.jpg (a) dan (b) Citra

toleransi parameter C bernilai 1000, (c) dan (d) Citra

dengan toleransi parameter C bernilai 1e-9, (e) dan (f)

Citra dengan toleransi parameter C 1e-999

7.9 Perbandingan Threshold Training Set dan

Testing Set

Threshold training set dan testing set dapat

mempengaruhi hasil segmentasi citra untuk menentukan

citra boundary yang optimal. Hal ini dikarenakan nilai

threshold training set dan threshold testing set sangat

berpengaruh untuk menentukan suatu piksel termasuk

edge atau bukan edge. Hasil citra dari uji coba threshold

training set dan threshold testing set yang sesuai dengan

tabel diatas memiliki bermacam-macam nilai akurasi.

Nilai akurasi yang tinggi tidak menjamin suatu citra

menghasilkan citra boundary yang terhubung yang

sempurna. Setiap citra memiliki nilai threshold training

set dan threshold testing set yang berbeda untuk

menghasilkan citra boundary yang optimal.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 14 Perbandingan terhadap Threshold training

set dan testing set pada citra bunga.jpg (a) dan (b)

Threshold training set = 0.9 dan testing set = 0.6, (c)

dan (d) Threshold training set = 0.9 dan testing set

= -0.7, (e) dan (f) Threshold training set = 0.8 dan

testing set = 0.9

Tabel 11 Hasil akurasi pada perbandingan threshold

training set dan threshold testing set

8 KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan uji coba

dan evaluasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

No. Nama

Citra

Threshold

Training

set

Threshold

Testing set

Akurasi

1.

Gereja.jpg

0.9 -0.7 91.86%

2. 0.9 0.6 92.08%

3. 0.8 0.1 92.13%

4.

Burung.jpg

0.9 -0.7 97.13%

5. 0.9 0.6 97.18%

6. 0.8 0.1 97.12%

7.

Bunga.jpg

0.9 -0.7 92.16%

8. 0.9 0.6 93.48%

9. 0.8 0.1 93.17%

10. Gereja

putih.jpg

0.9 -0.7 93.45%

11. 0.9 0.6 93.48%

12. 0.8 0.1 93.27%

13.

Elang.jpg

0.9 -0.7 93.18%

14. 0.9 0.6 98.13%

15. 0.8 0.1 98.10%

Page 15: IMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19850-5108100030-Paper.pdfIMPLEMENTASI SUPPORT VECTOR MACHINE PADA KLASIFIKASI

15

1. Segmentasi dengan metode Support Vector

Machine dapat melakukan seluruh proses

segmentasi citra secara otomatis. Hal ini

dibuktikan dengan tidak dibutuhkannya

keterlibatan pengguna selama proses segmentasi. 2. Untuk membedakan suatu piksel termasuk edge

dan non-edge ditentukan oleh parameter

threshold training set dan threshold testing set.

Setiap citra memiliki nilai threshold training set

dan threshold testing set yang berbeda untuk

menghasilkan citra boundary yang optimal. 3. Ekstraksi fitur warna dengan menggunakan

metode Local Homogeneity dipengaruhi oleh

parameter ukuran local window dalam

menentukan citra boundary yang sempurna.

Selain itu, ukuran local window juga

mempengaruhi waktu komputasi pada proses

segmentasi citra. Semakin besar ukuran local

window, maka akan semakin memiliki waktu

komputasi yang lebih cepat tetapi memiliki hasil

citra boundary yang terputus-putus. Sedangkan,

jika ukuran local window semakin kecil, maka

memiliki waktu komputasi yang lama tetapi

memiliki citra boundary yang terhubung dengan

lebih baik.

4. Ekstraksi fitur tekstur dengan menggunakan

metode Gabor Filter dipengaruhi oleh parameter

nilai scale, nilai orientation, jumlah scale dan

jumlah orientation dalam menentukan citra

boundary yang sempurna. Parameter tersebut

dapat dinaikkan apabila belum mencapai nilai

optimal. Apabila sudah optimal, maka akan

menghasilkan citra boundary yang terhubung

dengan baik.

5. Proses clustering piksel dengan menggunakan

metode Fuzzy C-Means dipengaruhi oleh jumlah

cluster dalam menentukan citra boundary yang

sempurna. Selain itu, jumlah cluster juga

mempengaruhi waktu komputasi pada proses

segmentasi citra. Jika hasil citra boundary yang

diperoleh masih kurang sesuai, maka perlu

dilakukan penambahan jumlah cluster.

Sedangkan, jika jumlah cluster berlebih atau

besar, maka hasilnya akan mengikuti hasil

segmentasi dengan jumlah cluster yang hasilnya

paling baik.

6. Proses training SVM dipengaruhi oleh parameter

derajat polinom dalam menentukan citra

boundary yang sempurna. Selain itu, derajat

polinom juga mempengaruhi waktu komputasi

pada proses segmentasi citra. Parameter derajat

polinom dibutuhkan pada proses pemetaan

training set dari input space ke feature space

dengan menggunakan kernel polynomial. Jika

hasil citra boundary yang diperoleh masih

kurang sesuai, maka perlu dilakukan

penambahan derajat polinom. Jika jumlah derajat

polinom berlebih atau besar, maka hasilnya akan

mengikuti hasil segmentasi dengan derajat

polinom yang hasilnya paling baik. Selain itu,

pada proses ini juga dipengaruhi oleh parameter

toleransi C yang digunakan untuk menentukan

besar penalti akibat kesalahan dalam klasifikasi

piksel (misclassification). Parameter toleransi C

hanya mempengaruhi waktu komputasi dari

proses segmentasi citra. Semakin besar

parameter toleransi C, maka akan semakin

membutuhkan waktu komputasi yang lama.

7. Tidak dapat dipastikan bahwa semakin besar

hasil akurasi dari parameter-parameter yang telah

diujicobakan, maka semakin baik pula hasil citra

boundary. Karena nilai akurasi juga dipengaruhi

oleh error dari segmentasi citra yang dihasilkan.

Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pengguna

dapat melakukan beberapa uji coba dengan

variasi parameter yang berbeda-beda. Sehingga

didapatkan citra segmentasi yang bagus secara

visual. Nilai akurasi digunakan untuk

memastikan apakah citra segmentasi yang

dihasilkan sudah sesuai dengan ground truth

yang ada atau tidak.

8. Dari hasil uji coba terhadap metode ini memiliki

tingkat akurasi hingga mencapai 98%.

REFERENSI

[1] Wang, X.Y., Wang,T., Bu, J., Color Image

Segmentation Using Pixel-Wise Support Vector

Machine Classification, 2011..

[2] Gunn, R.S, Support Vector Machine for

Classification and Regression, 1998.

[3] Gonzalez R.C., Woods R.E, Digital Image

Processing, Third Edition, Prentice Hall, 2008.

[4] Cristianini, Nello dan John S. Taylor. 2000. “An

Introduction to Support Vector Machines and Other

Kernel-based learning Methods,” Cambridge

University Press.

[5] Dunn, D. and Higgins, W.E., Optimal Gabor Filter

for Texture Segmentation, IEEE Transactions on

Image Processing, Vol. 10, No. 7, July 1995.