implementasi prinsip-prinsip unidroit dalam …
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP UNIDROIT DALAM
PEMBENTUKAN DAN PELAKSANAAN KONTRAK KOMERSIAL
DI INDONESIA
JURNAL
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Guna Memenuhi Syarat Dalam
Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
ELVI RAHMY
140200292
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
CURRICULUM VITAE
A. Data Pribadi
Nama Lengkap Elvi Rahmy
Jenis Kelamin Perempuan
Tempat, Tanggal
Lahir
Sungai Guntung, 31 Juli 1996
Kewarganegaraan Indonesia
Status Belum Menikah
Identitas NIK KTP. 1306107107960001
Agama Islam
Alamat Jorong Sungai Guntung, Kel.
Pasia Laweh, Kecamatan
Palupuh
No. Telp 081262853582
Email [email protected]
B. Pendidikan Formal
Tahun Institusi Pendidikan Jurusan IPK
2002-2008 SD Negeri 14 Sungai Guntung -
2008-2011 SMP Negeri 4 Tilatang Kamang -
2011-2014 SMA Negeri 1 Tilatang Kamang IPS -
2014-2019 Universitas Sumatera Utara Ilmu Hukum 3,25
C. Data Orang Tua
Nama Ayah / Ibu : Delzamri / Rosnidar
Pekerjaan : Guru SD /Guru SD
Alamat : Jorong Sungai Guntung, Kel. Pasia Laweh, Kecamatan
Palupuh
1
ABSTRAK
Bismar Nasution1
Mahmul Siregar** Elvi Rahmy***
Dewasa ini perkembangan ekonomi berjalan dengan cepat, hal ini berbanding lurus
dengan makin banyak dan beragamnya aktivitas bisnis komersial yang terjadi di Indonesia. Bentuk kerjasama bisnis ini bisa berbentuk bisnis nasional maupun bisnis internasional. Dalam transaksi perdagangan internasional tidak lepas dari suatu perjanjian/kontrak yang berguna untuk menjadi jembatan pengaturan dari suatu aktivitas komersial. Menyatukan hubungan antara para pihak dalam lingkup internasional bukanlah persoalan yang sederhana karena menyangkut perbedaan sistem hukum nasional, paradigma, dan aturan hukum yang berlaku di masing-masing negara. Pada umumnya masing-masing negara yang terkait dalam transaksi perdagangan internasional menginginkan agar kontrak yang mereka buat tunduk pada hukum di negara mereka, dimana setiap negara memiliki peraturan mengenai kontrak yang berbeda-beda. Maka daripada itu diperlukan kerjasama regional atau internasional untuk mengharmonisasikan dan mengunifikasi hukum akibat dari adanya perbedaan sistem hukum pada setiap negara yang warga negaranya melakukan perdagangan internasional.Pada mulanya upaya harmonisasi ini dilakukan oleh The International Institutes for the Unification of Privat Law (UNIDROIT). Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip umum bagi kontrak komersial internasional yang dapat diterapkan ke dalam aturan hukum nasional, atau dipakai oleh para pembuat kontrak untuk mengatur transaksi komersial internasional sebagai pilihan hukum. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep dasar pembentukan kontrak komersial di Indonesia, bagaimana ruang lingkup keberlakuan UNIDROIT, dan bagaimana prinsip-prinsip UNIDROIT dan perbandingan dengan hukum perjanjian di Indonesia.
Jenis Penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis normatif, lebih spesifiknya penelitian ini mengambil metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi azas-azas hukum dan inventarisasi hukum positif karena penelitian ini meninjau sudut pandang prinsip-prinsip UNIDROIT dari segi sumber-sumber hukumnya. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data tersebut dikumpulkan dengan metode studi pustaka dan dianalisa secara kualitatif.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa konsep dasar pembentukan kontrak komersial di Indonesia ialah dengan tetap mengacu pada KUHPerdata yang mana merupakan sumber hukum formil sekaligus juga sumber hukum materil bagi hukum kontrak yang berlaku di Indonesia. Ruang lingkup keberlakuan UNIDROIT tercantum pada tujuan prinsip-prinsip UNIDROIT yakni tujuan dibuatnya prinsip-prinsip UNIDROIT adalah untuk menentukan aturan umum bagi kontrak komersial internasional. Prinsip-prinsip UNIDROIT memberikan solusi terhadap masalah yang timbul ketika terbukti bahwa tidak mungkin untuk menggunakan sumber hukum yang relevan dengan hukum yang berlaku di suatu negara. Oleh karena itu, prinsip-prinsip UNIDROIT digunakan sebagai sumber hukum yang dijadikan acuan dalam menafsirkan ketentuan hukum kontrak yang tidak jelas. Apabila tidak ditemukan aturannya dalam hukum yang berlaku (governing law) maka prinsip-prinsip UNIDROIT dapat digunakan sebagai solusi, sehingga menjadi instrument hukum tambahan, karena prinsip-prinsipnya diambil dari kebiasaan dan praktik yang seragam secara internasional, yang mana pada tujuan akhirnya ialah untuk menciptakan suatu harmonisasi hukum. Kemudian perbandingan UNIDROIT dengan hukum nasional secara umum prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT pada dasarnnya memiliki kesamaan dengan prinsip-prinsip hukum kontrak yang berlaku di Indonesia baik dalam tujuan pembentukannya maupun dalam prinsip pengaturannya. Namun tetap ada perbedaan secara nyata yang tidak dapat dihilangkan yakni dari aspek teritorial. Kata kunci : Kontrak, Kontrak Komersial, Prinsip-Prinsip UNIDROIT
1 Pembimbing I dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan
** Pembimbing II dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan
*** Mahasiswa Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitsa Sumatera Utara, Medan
2
ABSTRACT
Bismar Nasution2* Mahmul Siregar**
Elvi Rahmy***
Nowaday, the economy is developing rapidly.This is in line proportionally to the increasing number and variety of commercial business activities that occur in Indonesia. This form of business cooperation can take the form of national business or international business. International trade transactions can not be separated from an agreement / contract that is useful to become a bridge arrangement of a commercial activity. Unifying relations between parties in the international sphere is not a simple matter because it involves differences in national legal systems, paradigms, and applicable legal rules in each country. In general, each country related to international trade transactions wants the contracts they make are subject to the law in their country, where each country has different contractual regulations. Therefore, regional or international cooperation is needed to harmonize and verify the law as a result of differences in the legal system in each country whose citizens conduct international trade. Initially this harmonization effort was carried out by The International Institutes for the Unification of Private Law (UNIDROIT). The UNIDROIT principle is a general principle for international commercial contracts that can be applied to national legal rules, or used by contract makers to regulate international commercial transactions as a choice of law. The formulation of the problem in this study are: how the basic concepts of the formation of commercial contracts in Indonesia is, how the scope of the implementation of UNIDROIT is, and how the principles of UNIDROIT are and What the comparison of UNIDROID Principles and the treaty law in Indonesia are. The type of legal research used is normative juridical, more specifically this study takes a normative juridical research method with the typology of legal principles and a positive legal inventory because this study reviews the point of view of UNIDROIT princip les in terms of legal sources. The data used consists of primary data and secondary data. The data was collected by the literature study method and analyzed qualitatively. The results of the study show that the basic concept of establishing a commercial contract in Indonesia is consistently refering to the Indonesian Civil Code which is a formal legal source as well as a material legal source for contract law that have been applied in Indonesia. The scope of UNIDROIT's application is stated in the objectives of UNIDROIT principles which is to determine general rules for international commercial contracts. The principles of UNIDROIT provide solutions to problems that is proven unable to be solved by legal sources of one country. Therefore, the principles of UNIDROIT are used as legal sources that are used as references in interpreting unclear contract law provisions. If no rule is found in the applicable law (governing law), the principles of UNIDROIT can be used as a solution, so that it becomes an additional legal instrument, because the principles are taken from an internationally uniformed practices, which the final goal is to create a law harmonization. Then the comparison of UNIDROIT with national law in general the principles of the UNIDROIT contract basically has similarities with the principles of contract law that apply in Indonesia both in the purpose of its formation and in the principles of its regulation. However, there are still real differences that cannot be eliminated from the territorial aspects. Keywords : Contracts, Commercial Contracts, UNIDROIT Principles
*1
st advisor of Faculty of Law in University of North Sumatera
** 2nd
advisor of Faculty of Law in University of North Sumatera
*** Student of Faculty of Law in University of North Sumatera
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kontrak adalah peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara
tertulis.Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban
untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan
hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis).Dengan demikian, kontrak dapat
menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut,
karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hukum formal asal kontrak
tersebut adalah kontrak yang sah.3
Dalam transaksi perdagangan internasional ini tidak lepas dari suatu
perjanjian/kontrak. Perjanjian atau kontrak ini menjadi jembatan pengaturan dari suatu
aktivitas komersial.4 Menyatukan hubungan antara para pihak dalam lingkup
internasional bukanlah persoalan yang sederhana. Hal ini menyangkut perbedaan
sistem hukum nasional, paradigma, dan aturan hukum yang berlaku sebagai suatu
aturan yang bersifat memaksa untuk dipatuhi oleh para pihak di masing-masing
negara. Perbedaan sistem hukum memberikan pengaruh yang signifikan kepada
masing-masing negara dalam pembentukan hukum (undang-undang) yang mengatur
mengenai kontrak baik dari aspek formil maupun materiilnya. Hukum kontrak pada
kenyataannya sangat beragam karena adanya perbedaan sistem hukum di masing-
masing negara tersebut.5Pada umumnya masing-masing negara yang terkait dalam
transaksi perdagangan internasional menginginkan agar kontrak yang mereka buat
3 Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan “Teori dan Contoh Kasus”,
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 45 4 Ricardo Simanjuntak, Asas-asas Utama Hukum Kontrak Dalam Kontrak Dagang
Internasional: Sebuah Tinjauan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis Vol.27 No.4, 2008, hal.14 (diakses tanggal 11 juli 2018)
5 Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, (Bandung:Refika Aditama,
2008), hal.29
2
tunduk pada hukum di negara mereka , dimana setiap negara memiliki peraturan
mengenai kontrak yang berbeda-beda.6
Tujuan dari diperlukannya kerjasama regional atau internasional adalah untuk
mengharmonisasikan dan unifikasi hukum akibat dari adanya perbedaan sistem hukum
pada setiap negara yang warga negaranya melakukan perdagangan
internasional.Pada mulanya upaya harmonisasi ini dilakukan oleh The International
Institutes for the Unification of Privat Law (UNIDROIT). UNIDROIT adalah sebuah
organisasi antar pemerintah yang sifatnya independen. Lembaga UNIDROIT ini
dibentuk sebagai suatu badan pelengkap Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Sewaktu LBB
bubar, UNIDROIT dibentuk pada tahun 1940 berdasarkan suatu perjanjian multilateral
yakni Statuta UNIDROIT (The UNIDROIT Statute). Lembaga UNIDROIT ini
berkedudukan di kota Roma dan dibiayai oleh lebih 50 negara yang menginginkan
perlunya unifikasi hukum dalam jual beli internasional.7 UNIDROIT Principles of
International Commercial Contracts (selanjutnya disebut UPICCs) yang mengatur
tentang Kontrak Komersial Internasional, pertama kali diadopsi pada tahun 1994 dan
direvisi pada tahun 2004, banyak digunakan dalam praktek kontrak dan arbitrase
internasional serta oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Arbitrase Internasional
untuk menafsirkan dan melengkapi baik kontrak ketentuan dan hukum nasional yang
relevan. Perubahan terakhir diadopsi pada tahun 2010 dan disetujui oleh Dewan
Pengurus UNIDROIT pada Mei 2010.
6 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Transasksi Bisnis internasional (Ekspor Impor
dan Imbal Beli), (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2000), hal.1 7 Victor Purba, Kontrak Jual Beli Barang Internasional (Konvensi Vienna 1980),
Disertasi Doktor Universitas Indonesia, (Jakarta,2002), hal.1
3
UNIDROIT Principles memberikan model pengaturan bagaimana
menyelesaikan sengketa terkait kontrak dagang internasional.Seperti yang telah
ditunjukkan dalam beberapa kasus dimana pengadilan telah menerapkan The
International Institute for the Unification of Private Law (UNIDROIT Principles).Prinsip
UNIDROIT atau berdasarkan United Nations Convention on contracts for International
Sale of Goods (CISG 1980)baik sebagai sumber prinsip umum hukum dan sebagai
instrument, berfungsi sebagai acuan untuk menafsirkan dan melengkapi hukum
kontrak nasional. Selain itu, beranjak dari prinsip-prinsip UNIDROIT yang sama, maka
perbedaan suatu sistem hukum dengan sistem hukum lain tidak lagi menjadi rintangan
atau kendala bagi para pihak dalam melakukan transaksi perdagangan internasional.
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip umum bagi kontrak komersial
internasional yang dapat diterapkan ke dalam aturan hukum nasional, atau dipakai
oleh para pembuat kontrak untuk mengatur transaksi komersial internasional sebagai
pilihan hukum. Dalam cara penyusunan UPICCs menggunakan model Restatement of
The Law of Contracts, yaitu selain memuat pasal-pasal (black letter Law) disertai
dengan komentar dari pasal tersebut. Di dalam komentarnya ditegaskan bahwa bagi
para pihak yang hendak menggunakan prinsip-prinsip UNIDROIT sebagai pilihan
hukum, sebaiknya dikombinasikan dengan klausul arbitrase,8 karena dengan cara
demikian arbitrator tidak perlu lagi terikat pada hukum memaksa (mandatory law)
domestik. Arbitrator tentu akan melakukan pembuktian sendiri, jika diberi kuasa oleh
para pihak untuk mengambil langkah perdamaian (amicable compositeurs) atau
memutus berdasarkan kepatutan (ex aequo et bono).
8Alasannya jika memilih forum litigasi, ketika para pihak menerapkan kebebasan
memilih dalam menentukan hukum yang mengatur kontrak, adakalanya sering dibatasi oleh ketentuan hukum nasional.Karena ketentuan Hukum Acara biasanya lebih kaku sehingga penunjukan UPICCs sebagai pilihan hukum, dianggap semata-mata sebagai kesepakatan dalam klausula kontrak.Sementara hukum yang mengatur kontrak itu masih harus tunduk pada aturan hukum perdata internasional dari hukum forum. Akibatnya, prinsip-prinsip ini hanya akan mengikat para pihak sepanjang tidak melanggar aturan hukum memaksa nasional yang oleh para pihak tidak boleh dikesampingkan. Lihat komentar Tujuan Umum UPICCs, 1994.
4
Karena sering menghadapi kesulitan dalam menerapkan hukum perdata
internasional, ada kecenderungan para pelaku bisnis dalam praktik penyusunan
kontrak komersial lebih suka memilih rules of law daripada hukum nasional 9 sebagai
the governing law dari kontrak yang mereka buat. Dengan demikian, para pihak bebas
memilih prinsip-prinsip UNIDROIT sebagai rules of law yang dijadikan dasar
penyelesaian sengketa. Akibatnya ketentuan prinsip UNIDROIT dapat menge-
sampingkan hukum nasional yang bersifat mengatur, tetapi tentunya tidak demikian
terhadap aturan hukum domestik yang bersifat hukum memaksa.10Berdasarkan uraian
di atas, maka penulis membuat skripsi dengan judul “Implementasi Prinsip-Prinsip
Unidroit dalam Pembentukan dan Pelaksanaan Kontrak Komersial di Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini ialah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep dasar pembentukan kontrak komersial di Indonesia?
2. Bagaimana ruang lingkup keberlakuan UNIDROIT?
3. Bagaimana prinsip-prinsip UNIDROIT dan perbandingan dengan hukum
perjanjian di Indonesia?
9Lihat dalam Pasal 28 ayat (1) dari Model Undang-Undang UNCITRAL tentang
Arbitrase Komersial Internasional (UNICITRAL Model Law on International Commercial Arbitration) tahun 1985. Lihat juga Pasal 42 ayat (1) dari Konvensi tentang Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal antara Negara dengan Warga Negara dari Negara lain(Convention of the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other States (ICSID)) tahun 1965.
10Dalam perselisihan yang tunduk di bawah Konvensi ICSID, UPICCs bahkan dapat
diterapkan pada aturan khusus (the exclusion) dari setiap aturan hukum domestik.Lihat Komentar Tujuan Umum UPICCs, 1994.
5
II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Prinsip-prinsip UNIDROIT
1. Prinsip kebebasan berkontrak
Prinsip-prinsip UNIDROIT bertujuan untuk mengharmonisasikan hukum
kontrak komersial di negara-negara yang ingin menerapkannya, sehingga
materinya difokuskan pada persoalan yang dianggap netral. Dengan
demikian, ruang lingkup yang diatur oleh prinsip-prinsip UNIDROIT adalah
kebebasan berkontrak. Dasar pemikirannya adalah apabila kebebasan
berkontrak tidak diatur, dapat terjadi distorsi. Sebaliknya, apabila
pengaturannya terlalu ketat, akan menghilangkan makna dari kebebasan
berkontrak itu sendiri.11
Oleh karena itu, UNIDROIT berusaha mengakomodasi berbagai
kepentingan yang diharapkan memberikan solusi persoalan perbedaan
sistem hukum dan kepentingan ekonomi lainnya. Prinsip kebebasan
berkontrak diwujudkan dalam 5 (lima) bentuk prinsip hukum, yaitu :12
a. Kebebasan menentukan isi kontrak;
b. Kebebasan menentukan bentuk kontrak;
c. Kontrak mengikat sebagai undang-undang;
d. Aturan memaksa (mandatory rules) sebagai pengecualian
e. Sifat internasional dan tujuan prinsip-prinsip UNIDROIT yang harus
diperhatikan dalam penafsiran kontrak.
11
Sophar Maru Hutagalung, Kontrak Bisnis di ASEAN Pengaruh Sistem Hukum Commom Law dan civil Law, (Jakarta: sinar Grafika, 2013), hal. 37
12 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak: Memahami Kontrak dalam Perspektif
Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan), (Bandung: Mandar Maju, 2012)., hal. 314-316
6
2. Prinsip Iktikad Baik (Good Faith) dan Transaksi Jujur (Fair Dealing)
Landasan utama dari setiap transaksi komersial adalah prinsip iktikad
baik dan transaksi jujur. Kedua prinsip ini harus melandasi seluruh proses
kontrak mulai dari negosiasi sampai pelaksanaan dan berakhirnya kontrak.
Pasal 1.7 UPICCs menyatakan :
1. Each party must act in accordance with good faith and fair dealing in
international trade;
2. The parties may not exclude or limit this duty;
Menurut restatement dari pasal di atas ada tiga unsur prinsip iktikad baik
dan transaksi jujur, yaitu :
1. Iktikad baik dan transaksi jujur sebagai prinsip dasar yang melandasi
kontrak;
2. Prinsip iktikad baik dan transaksi jujur dalam UPICCs ditekankan pada
praktik perdagangan internasional;
3. Prinsip iktikad baik dan transaksi jujur bersifat memaksa.
Seluruh bab dari UPICCs mengandung prinsip iktikad baik (good faith)
dan transaksi jujur (fair dealing). Yang berarti bahwa prinsip tersebut
merupakan landasan utama dari hukum kontrak. Setiap pihak wajib
menjunjung tinggi prinsip iktikad baik dan transaksi jujur dalam keseluruhan
jalannya kontrak mulai dari proses negosiasi, pembuatan, pelaksanaan
sampai pada berakhirnya kontrak. Berikut ini contoh ilustrasi mengenai
pelaksanaan prinsip iktikad baik.
Contoh:
Berdasarkan perjanjian kredit antara A sebuah bank, dengan B seorang
nasabah, A dengan tiba-tiba dengan alasan yang tidak jelas menolak
melakukan pembayaran lebih lanjut kepada B yang mengakibatkan
usahanya menderita kerugian berat. Walaupun pada kenyataannya
7
perjanjian memuat syarat yang membolehkan A untuk mempercepat
pembayaran atas kemauan, permintaan A untuk pembayaran secara penuh
tanpa terlebih dahulu memberikan peringatan dengan tanpa disertai alasan
pembenar akan melanggar prinsip iktikad baik.
Prinsip iktikad baik dan transaksi jujur dalam kaitan dengan UPICCs
lebih ditekankan pada transaksi perdagangan internasional. Penekanan
pada perdagangan internasional dimaksudkan untuk menegaskan bahwa
UNIDROIT ingin mengatur hubungan hukum yang netral dan tidak
dimaksudkan untuk menentukan standar yang dipakai dalam hukum
nasional. Namun demikian, aturan itu dapat menjadi standar domestik jika
negara-negara secara umum telah menerimanya. Aturan praktik bisnis dapat
berbeda-beda untuk setiap sektor perdagangan tertentu. Bahkan ada sektor
perdagangan yang aturannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial
ekonomi di mana perusahaan itu berada.
3. Prinsip Diakuinya Praktik Kebiasaan dalam Transaksi Bisnis sebagai
Hukum Memaksa
Seseorang yang melakukan hubungan hukum kontraktual dengan mitra
bisnis di negara lain, di dalam praktik harus tunduk pada hukum kebiasaan
setempat. Dalam hal ini UNIDROIT memberikan pedoman bagaimana
hukum kebiasaan tersebut berlaku.
Pasal 1.8 menentukan :
1. The parties are bound by any usage to which they have agreed and by
any parties which they have estabilished between themselves.
2. The parties are bound by a usage that is widely known to and regularly
observed in international trade by parties in the particular trade
concerned except where the application of such usage world be
unreasonable.
8
Ketentuan di atas mengandung enam hal pokok yang perlu diperhatikan,
yaitu :
a. Praktik kebiasaan harus memenuhi kriteria tertentu;
b. Praktik kebiasaan yang berlaku di lingkungan para pihak;
c. Praktik kebiasaan yang disepakati;
d. Praktik kebiasaan lain yang diketahui luas atau rutin dilakukan;
e. Praktik kebiasaan yang tidak benar, dan
f. Praktik kebiasaan setempat yang berlaku mengesampingkan aturan
umum.
Praktik yang sudah biasa berlaku di antara para pihak secara otomatis
akan mengikat para pihak, kecuali apabila mereka sepakat secara tegas
untuk mengabaikannnya. Kapan suatu praktik kebiasaan dianggap telah
“berlaku” di antara para pihak, hal itu tergantung pada situasi dan kondisi
dari setiap kasus. Akan tetapi, suatu praktik yang baru satu kali dilakukan
dalam transaksi tidaklah cukup dianggap sebagai praktik yang sudah
berlaku.
Contoh:
A seseorang pemasok, telah berulang-ulang menerima klaim dari B,
seorang langganan. Atas kekurangan jumlah atau kualitas barang paling
lambat dua minggu setelah pengiriman. Ketika B memberikan
pemberitahuan tentang cacat itu pada tengah malam pada dua minggu
terakhir, A tidak dapat menolak dengan alasan bahwa pemberitahuan terlalu
lambat karena telah lewat dua minggu sesuai dengan praktik yang berlaku
antara A dan B.
9
Para pihak dapat menegosiasikan segala syarat kontrak termasuk
syarat penerapan kebiasaan setempat yang berlaku. Para pihak dapat
merumuskan penerapan kebiasaan tersebut, termasuk kebiasaan yang
berkembang dalam sektor perdagangan yang belum pernah berlaku di
tempat para pihak, tetapi ada di tempat lain, atau kebiasaan yang berkaitan
dengan jenis kontrak tertentu. Di dalam praktik, kebiasaan itu haruslah
secara umum diketahui dan rutin diterapkan dalam praktik perdagangan
yang bersangkutan, baik dalam praktik perdagangan internasional maupun
dalam praktik transaksi perdagangan nasional atau lokal saja.13
Apabila praktik kebiasaan telah disepakati untuk diberlakukan terhadap
transaksi, hukum kebiasaan akan mengesampingkan ketentuan umum yang
bertentangan dengan kebiasaan itu. Alasannya adalah karena hukum
kebiasaan setempat mengikat para pihak sebagai syarat-syarat yang
mengatur kontrak secara keseluruhan. Pengecualian diberikan hanya
terhadap ketentuan yang bersifat memaksa.14
4. Prinsip Kesepakatan Melalui Penawaran (Offer) dan Penerimaan
(Acceptance) atau Melalui Perilaku (Conduct)
Pada prinsipnya kata sepakat dicapai melalui penawaran dan
penerimaan. Para penyusun prinsip-prinsip UNIDROIT melihat unsur praktis
dari proses terjadinya kontrak. Pasal 2.1 UPICCs menyatakan :A conduct
may be concluded either by the acceptance of an offer or by conduct of the
parties that is sufficient to show agreement.
Inti dari ketentuan di atas adalah bahwa persetujuan terjadi karena :
1. Penawaran dan penerimaan;
13
Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internaisonal, (Jakarta:Sinar Grafika, 2004), hal. 45.
14 Lihat komentar 3 dalam Pasal 1.5. UPICCS 1994.
10
2. Perilaku yang menunjukkan adanya persetujuan untuk terikat kontrak.
Dasar pemikiran dari prinsip-prinsip UNIDROIT adalah dengan
tercapainya kata sepakat saja sudah cukup untuk melahirkan kontrak.15
Konsep tentang penawaran dan penerimaan digunakan untuk menentukan
apakah dan kapankah para pihak telah mencapai kata sepakat.Di dalam
praktik, kontrak yang menyangkut transaksi yang rumit, seringkali baru
terwujud setelah melalui negosiasi yang cukup panjang tanpa dapat
diketahui urutan penawaran dan penerimaannya, sehingga sulit
menentukan kapan kata sepakat itu terjadi. Menurut pasal tersebut kontrak
dapat saja terjadi walaupun saat terjadinya kata sepakat sulit ditentukan,
asalkan ada petunjuk perilaku bahwa para pihak telah mencapai sepakat.
Untuk menentukan apakah ada bukti yang cukup mengenai kehendak para
pihak untuk terikat oleh kontrak, perilaku para pihak harus memenuhi
kriteria yang diatur dalam Pasal 4.1.
Dalam praktik sering terjadi perdebatan mengenai masalah kapan
terjadinya penawaran. Definisi tentang apa yang dimaksudkan dengan
penawaran dapat ditemukan dalam Pasal 2.2.
A proposal for concluding a contract constitutes an offer if it is sufficiently
definite and indicates the intention of the offeror to be bound in case of
acceptance.
Para pihak terlibat dalam negosiasi dapat menyepakati untuk segera
mengikatkan diri dalam kontrak. Ada dua syarat agar penawaran mengikat
:16
15
Lihat Pasal 3.2 UPICCs. 16
Taryana Soenandar, Op.Cit., hal. 48
11
a. Adanya persetujuan pihak yang ditawari untuk menutup kontrak melalui
penerimaan;
b. Adanya persetujuan dari pihak yang menawarkan untuk terikat apabila
ada penerimaan.
Dengan demikian, unsur yang menentukan agar penawaran mempunyai
kekuatan hukum adalah harus ada kepastian penawaran dan keinginan
untuk terikat. Agar penawaran mengikat seketika apabila ada penerimaan
maka dalam penawaran itu harus dimuat dengan tegas tentang
persetujuannya. Mengenai kepastian penawaran dapat ditentukan dalam
syarat umum atau syarat khusus seperti :17
a. Uraian barang atau jasa yang ditawarkan, dan
b. Harga barang dan jasa yang pasti.
Dalam penawaran harus ditanyakan dengan jelas apakah si pembuat
penawaran benar-benar ingin mengadakan kontrak ataukah hanya sekedar
mengundang negosiasi, atau kehendak terlihat pada kontrak yang
digantungkan pada syarat tertentu.
Suatu penawaran dapat memuat syarat kontrak. Akan tetapi, syarat itu
tidak mengikat si pembuat yang menawarkan apabila pengikatan kontrak
digantungkan pada terpenuhinya beberapa syarat lain yang dibiarkan tetap
terbuka dalam penawaran.18 Penawaran dapat dicabut oleh pihak yang
menawarkan asal diberitahukan kepada pihak yang ditawari sebelum ia
menerima tawaran. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 2.4 ayat (1) yang
menegaskan : “sampai kontrak dibuat, penawaran dapat dicabut jika
17
Ibid. 18
Lihat Pasal 2.13 UPICCs
12
penarikan kembali diterima pihak yang ditawari sebelum menyampaikan
penerimaan”.
Penawaran tidak selamanya diterima dan suatu waktu dapat saja
ditolak. Apabila penawaran ditolak, dengan sendirinya penawaran itu
berakhir. Berakhirnya penawaran terjadi ketika berita tentang penolakan
sampai di tangan yang menawarkan. Penolakan dapat dilakukan secara
tegas atau diam-diam, penolakan merupakan salah satu penyebab
berakhirnya penawaran. Sering terjadi penolakan secara diam-diam,
berupa jawaban atas penawaran yang menunjukkan penerimaan tetapi
berisi tambahan, pembatasan, atau perubahan atas syarat yang tercantum
di dalam penawaran itu.19
Untuk menunjukkan adanya penerimaan, pihak yang ditawari harus
menunjukkan adanya persetujuan atas penawaran. Semata-mata
pemberitahuan tentang didapatnya penawaran, atau pernyataan tertarik
terhadapnya tidaklah cukup. Persetujuan harus diberikan tanpa syarat,
yakni persetujuan itu tidak boleh digantungkan pada syarat yang harus
dipenuhi baik oleh pihak yang menawarkan (misalnya, penerimaan kami
sesuai dengan persetujuan final anda atas syarat-syarat yang kami
ajukan). Atau oleh pihak yang ditawari (misalnya kami dengan menerima
syarat-syarat kontrak sebagaimana tercantum dalam memorandum anda
dan berusaha untuk menyampaikan kontrak itu kepada kami untuk
mendapatkan persetujuan dalam waktu dua minggu yang akan datang).
Dengan kata lain isi penerimaan tidak boleh memuat variasi syarat-syarat
dari penawaran atau mengubah secara material syarat tersebut.20
19
Lihat Pasal 2.11 UPICCs ayat (1) 20
Taryana Soenandar, Op.Cit, hal. 52
13
Penerimaan tidak perlu dilakukan melalui cara yang khusus, cukup
dengan petunjuk adanya persetujuan. Hal ini dapat dilakukan baik melalui
pernyataan secara tegas maupun diam-diam yang ditunjukkan dengan
perilaku pihak yang ditawari. Namun, sikap diam saja tidak dengan
sendirinya dianggap sebagai penerimaan. Sikap diam dari pihak yang
ditawari tidak boleh diartikan bahwa ia menyetujui penawaran itu.
Penerimaan menjadi efektif pada saat pemberitahuan persetujuan sampai
pada pihak yang menawarkan. Suatu penerimaan berupa tindakan akan
menjadi efektif apabila pemberitahuan mengenai tindakan sampai pada
pihak yang menawarkan.21
5. Prinsip Kewajiban Menjaga Kerahasiaan atas Informasi yang diperoleh
pada Saat Negosisasi
Ketika para pihak melakukan negosiasi, tentu ada rahasia perusahaan
yan terbuka dan diketahui oleh kedua belah pihak. Ada kemungkinan
mereka memanfaatkan rahasia tersebut untuk keuntungannya. Pasal 2.16
mengatur kewajiban menjaga kerahasiaan. Namun para pihak pada
dasarnya tidak wajib menjaga rahasia. Akan tetapi, ada informasi yang
memiliki sifat rahasia sehingga perlu dirahasiakan dan dimungkinkan
adanya kerugian yang harus dipulihkan. Apabila tidak ada kewajiban yang
disepakati, para pihak dalam negosiasi pada dasarnya tidak wajib untuk
memberlakukan bahwa informasi yang mereka pertukarkan sebagai hal
yang rahasia. Dengan kata lain, apabila para pihak bebas menentukan
fakta mana yang relevan dengan transaksi yang sedang dinegosiasi,
informasi tersebut dianggap bukan rahasia. Yakni informasi yang pihak lain
21
Ibid.
14
dapat membukanya kepada orang ketiga atau menggunakannya untuk
kepentingan sendiri walaupun kontrak tidak berhasil dibuat.
Salah satu pihak mungkin saja memiliki kepentingan atas informasi
yang diberikan oleh pihak lain untuk tidak dibocorkan atau digunakan untuk
tujuan selain yang telah ditentukan. Sepanjang pihak tersebut secara tegas
menyatakan bahwa informasi itu dianggap rahasia maka dengan menerima
informasi itu pihak lain secara tersirat setuju untuk memberlakukan sebagai
hal yang rahasia.22
Pelanggaran atas prinsip kerahasiaan menimbulkan tanggung jawab
untuk mengganti kerugian. Jumlah kerugian yang harus dipulihkan dapat
bermacam-macam, tergantung pada apakah para pihak telah membuat
persetujuan khusus atau tidak membuka informasi. Bahkan apabila pihak
yang dirugikan tidak menderita kerugian apa pun, ia berhak atas
keuntungan yang didapat karena membuka informasi tersebut kepada pihak
ketiga atau menggunakannya untuk kepentingannya sendiri. Apabila perlu,
misalnya ketika informasi belum dibuka seluruhnya atau telah dibuka
sebagian, pihak yang dirugikan dapat meminta keputusan (injunction) dari
hakim berdasarkan hukum yang berlaku.23
6. Perlindungan Pihak Lemah dalam Syarat Baku
a. Pengertian Syarat Baku
Kontrak baku merupakan salah satu sumber dari lex mactoria.
Praktik penggunaan syarat baku ini telah biasa digunakan dalam dunia
bisnis. Pasal 2.19 s.d. 2.22 memuat ketentuan tentang syarat-syarat
baku tersebut. Pasal 2.19 menentukan :
22
Ibid, hal. 56 23
Ibid, hal. 57.
15
1. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan
syarat baku maka berlaku aturan umum tentang pembentukan
kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20-2.22;
2. Syarat baku merupakan aturan yang dipersiapkan terlebih dahulu
untuk dipergunakan secara umum dan berulang-ulang oleh salah
satu pihak yang secara nyata digunakan tanpa negosiasi dengan
pihak lain.
Pasal ini merupakan pasal pertama dari empat pasal (Pasal 2.19-
2.22). Pasal itu mengatur tentang keadaan khusus apabila salah satu
atau kedua belah pihak menggunakan syarat baku dalam membuat
suatu kontrak. Apakah suatu syarat merupakan syarat baku atau tidak,
yang menentukan bukanlah masalah penampilan formalnya, bukan
siapa yang telah mempersiapkan syarat baku tersebut, bukan pula
masalah isinya.24
Jika demikian apa yang menentukan bahwa syarat itu merupakan
syarat baku? Penekanannya adalah pada fakta bahwa syarat baku itu
secara nyata telah digunakan dan ditentukan pleh salah satu pihak
tanpa negosiasi dengan pihak lain. Persyaratan terakhir ini berkaitan
dengan syarat baku bahwa pihak lain harus menerima secara
keseluruhan, sementara syarat lain dari kontrak yang sama dapat dibuat
melalui negosiasi antara para pihak.25
b. Syarat Baku yang Janggal atau Tidak Wajar Dapat Dibatalkan
Apabila ada “syarat-syarat” yang janggal maka syarat baku itu tidak
berlaku bagi pihak lain. Tidak boleh ada syarat yang termuat dalam
24
Lihat Komentar Pasal 2.19 UPICCs 25
Taryana Soenandar, Op.Cit, hal. 58
16
syarat baku memiliki sifat yang pihak lain secara wajar tidak dapat
menerimanya, kecuali diterima secara tegas oleh pihak tersebut. Dalam
menentukan apakah suatu syarat memiliki sifat yang janggal, harus
diperhatikan isi, bahasa, dan cara penyajiannya (misalnya hurufnya
jelas atau tidak).
Ada empat kategori tentang syarat yang janggal, yakni :26
1. Syarat-syarat janggal sehingga syarat baku tidak efektif;
2. Syarat-syarat “itu janggal” menurut isinya;
3. Syarat-syarat “itu janggal” menurut bahasa dan penyajiannya;
4. Dimungkinkan penerimaan secara tegas atas syarat “janggal”
tersebut.
Syarat baku dianggap janggal menurut isinya apabila isi dari syarat-
syarat tersebut oleh orang yang sewajarnya tidak mengharapkan
adanya syarat tersebut. Dalam menentukan apakah suatu syarat
bersifat wajar atau tidak, haruslah diperhatikan, syarat yang biasanya
ditentukan dalam syarat baku yang sudah umum di sektor
perdagangan, dan syarat-syarat itu hasil negosiasi para pihak. Misalnya
ada syarat yang mengecualikan atau membatasi tanggung jawab pihak
yang mungkin saja dianggap janggal, dan menjadi tidak efektif.
Efektivitasnya syarat baku tergantung pada apakah sudah biasa dalam
sektor perdagangan atau belum, dan apakah isi syarat itu konsisten
apabila dilakukan negosiasi.27
Faktor bahasa juga dapat memainkan peranan yang penting dalam
kaitan dengan perdagangan internasional. Jika syarat baku dirancang
dalam bahasa asing, syarat-syarat itu dapat menjadi janggal bagi pihak
26
Ibid., hal. 59 27
Ibid, hal. 60
17
tertentu yang secara wajar tidak mengharapkan sepenuhnya menerima
semua akibat dari syarat itu. Risiko dari pihak pemakai yang terikat
pada syarat janggal akan hilang jika dikomunikasikan secara jelas dan
pihak itu menerimanya. Hal ini menentukan bahwa para pihak tidak lagi
melandaskan pada sifat dari syarat itu untuk menentang
pemberlakuannya, tetapi secara tegas menerima syarat tersebut.28
c. Doktrin Pilihan Terakhir (The Last Shot Doctrine)
Dalam praktik adakalanya terjadi konflik antara “syarat baku”
dengan “syarat yang tidak baku” tetapi telah disepakti. Pasal 2.21
menentukan bahwa dalam hal ini telah terjadi konflik antara syarat baku
dengan syarat yang tidak baku maka yang berlaku adalah yang terakhir
(the last shot doctrine).
d. Doktrin Knock Out (Knock Out Doctrine)
Seringkali dalam transaksi komersial baik pihak yang menawarkan
ketika mengajukan penawaran, maupun pihak yang ditawari ketika
menerima penawaran merujuk pada syarat bakunya masing-masing.
Apalagi tidak ada penerimaan secara tegas oleh pihak yang
menawarkan atas syarat baku dari pihak yang ditawari. Maka muncul
masalah apakah kontrak telah tercapai atau belum, dan syarat baku
mana yang semestinya berlaku.
Jika ketentuan umum dari penawaran dan penerimaan ditetapkan
maka tidak terjadi kontrak sama sekali, karena isi penerimaan oleh
pihak yang ditawari memuat penawaran balik. Apabila kedua belah
pihak mulai melaksanakan syarat itu tanpa mengajukan keberatan atas
28
Ibid, hal. 61
18
syarat baku maka kontrak dianggap telah terjadi berdasarkan syarat
yang paling akhir dikirim atau dirujuk (the last shot doctine).
Hal demikian sekalipun diatur dalam ketentuan umum tentang
penawaran dan penerimaan, apabila para pihak sampai pada
persetujuan dengan syarat baku maka kontrak terjadi atas dasar syarat
yang disetujui dan atas syarat baku yang substansinya sudah biasa
(doktrin knock out). Akan tetapi, salah satu pihak dapat
mengesampingkan berlakunya doktrin knock out dengan menunjukkan
secara tegas sebelumnya. Atau setelahnya dengan segera
memberitahu pihak lain, bahwa ia tidak berniat dengan kontrak itu yang
tidak didasarkan pada syarat bakunya sendiri.29
7. Prinsip Kontrak yang Mengandung Perbedaan Besar (Gross Disparity)
Dapat Dibatalkan
Prinsip ini pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari prinsip iktikad
baik (good faith) dan transaksi jujur (fair dealing) serta prinsip
keseimbangan dan keadilan. Hal ini dilandasi adanya kenyataan disparitas
yang besar di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan adanya sistem
aturan yang dapat melindungi pihak yang memiliki posisi yang tidak
menguntungkan. Prinsip-prinsip UNIDROIT mengaturnya dalam Pasal 3.10.
Salah satu pihak dapat membatalkan seluruh atau sebagian syarat
individual dari kontrak, apabila kontrak atau syarat tersebut secara tidak sah
memberikan keuntungan yang berlebihan kepada salah satu pihak.
Keadaan demikian didasarkan pada :30
a. Fakta bahwa pihak lain telah mendapatkan keuntungan secara curang dan
ketergantungan, kesulitan ekonomi atau kebutuhan yang mendesak, atau
29
Ibid., hal. 63 30
Ibid, hal. 66
19
dari keborosan, ketidaktahuan, kekurangpengalaman atau kekurangahlian
dalam tawar-menawar;
b. Sifat dan tujuan dari kontrak.
Unsur adanya kepincangan dari perbedaan yang besar dan mencolok
diakibatkan adanya keuntungan yang berlebihan dan keuntungan yang
tidak dibenarkan. Hal ini disebabkan oleh:31
a) Posisi tawar yang tidak seimbang;
b) Sifat dan tujuan dari kontrak;
c) Faktor-faktor lain, sehingga menimbulkan hak untuk membatalkan atau
mengubah kontrak tersebut.
Salah satu pihak boleh meminta pembatalan kontrak apabila terjadi
perbedaan mencolok (gross disparity) yang memberikan keuntungan
berlebihan secara tidak sah kepada salah satu pihak. Keuntungan
berlebihan tersebut harus ada pada saat pembuatan kontrak. Suatu
kontrak walaupun tidak secara mencolok curang, dapat dirubah atau
diakhiri berdasarkan ketentuan tentang hardship.
8. Prinsip Menghormati Kontrak Ketika Terjadi Kesulitan (Hardship)
Aturan tentang Hardship diatur dalam Pasal 6.2.1 yang menentukan
bahwa apabila pelaksanaan kontrak menjadi lebih berat bagi salah satu
pihak, pihak tersebut bagaimanapun juga terikat melaksanakan
perikatannya dengan tunduk pada ketentuan tentang kesulitan. Ketentuan
ini menentukan dua hal pokok, yaitu :
a) Sifat mengikat dari kontrak sebagai aturan umum, dan
b) Perubahan keadaan yang relevan dengan kontrak jangka panjang.
31
Ibid.,
20
Tujuan dari ketentuan ini adalah untuk menegaskan bahwa sebagai
akibat berlakunya prinsip umum tentang sifat mengikat kontrak
berdasarkan Pasal 1.3. maka pelaksanaan kontrak harus dijalankan
sepanjang hal itu mungkin tanpa memperhatikan beban yang dapat dipikul
oleh pihak yang melaksanakan. Dengan kata lain, walaupun salah satu
pihak mengalami kerugian besar atau pelaksanaan kontrak menjadi tidak
berarti lagi pihak lain, kontrak bagaimanapun juga harus tetap dihormati.32
Pasal 6.2.2 memberikan definisi tentang terjadi kesulitan (hardship),
yaitu peristiwa yang secara fundamental telah mengubah keseimbangan
kontrak. Hal ini diakibatkan oleh biaya pelaksanaan kontrak meningkat
sangat tinggi atau nilai pelaksanaan kontrak bagi pihak yang menerima
sangat menurun, sementara itu:33
a) Peristiwa itu terjadi atau diketahui oleh pihak yang dirugikan setelah
penutupan kontrak;
b) Peristiwa tidak dapat diperkirakan secara semestinya oleh pihak yang
dirugikan pada saat penutupan kontrak;
c) Peristiwa terjadi di luar kontrol dari pihak yang dirugikan;
d) Risiko dari peristiwa itu tidak diperkirakan oleh pihak yang dirugikan.
a. Kriteria Kesulitan (Hardship)
Kesulitan (hardship) merupakan suatu keadaan terjadinya peristiwa
yang secara fundamental mengubah keseimbangan kontrak. Hal ini
didasarkan pada kriteria yang diatur dalam Pasal 6.2.2 subayat (a)
sampai (d). Oleh karena itu, ada 3 (tiga) unsur hardship, yaitu :
1. Perubahan keseimbangan kontrak secara fundamental;
32
Ibid, hal. 71 33
Ibid, hal. 72
21
2. Meningkatnya ongkos pelaksanaan kontrak;
3. Menurunnya nilai pelaksanaan kontrak yang harus diterima oleh
salah satu pihak.
b. Syarat-Syarat Alasan Adanya Kesulitan (Hardship) Agar Dapat
Dimintakan Peninjauan Secara Hukum
Ada 4 (empat) syarat agar alasan adanya kesulitan (hardship) dapat
ditinjau secara hukum, yakni sebagai berikut:
1. Peristiwa itu harus terjadi atau diketahui setelah kontrak ditutup;
2. Peristiwa itu tidak dapat diperkirakan secara wajar oleh pihak yang
dirugikan;
3. Peristiwa itu terjadi di luar kontrol pihak yang dirugikan;
4. Risiko dari peristiwa itu harus tidak dapat diperkirakan oleh para
pihak sebelumnya.
c. Klausul “Hardship” Hanya Relevan untuk Kontrak Jangka Panjang
Menurut sifatnya, alasan adanya kesulitan hanya relevan terhadap
pelaksanaan kontrak yang masih berlaku. Apabila salah satu pihak
menyelesaikan kewajiban kontraktualnya, ia tidak lagi berhak
menggunakan alasan terjadinya kenaikan substansial dari ongkos
pelaksanaan kontrak atau terjadinya penurunan substansial dari nilai
pelaksanaan kontrak tersebut sebagai kesulitan. Sebab ia dianggap
telah menerima akibat dari perubahan keadaan itu ketika
melaksanakan kontrak.34
d. Akibat Hukum Kesulitan (Hardship) terhadap Kontrak
Pasal 6.2.3 menentukan sebagai berikut :
34
Ibid, hal. 75
22
1. Pihak yang dirugikan berhak untuk meminta renegosiasi kontrak
kepada pihak lain. Penerimaan tersebut harus diajukan segera
dengan menunjukkan dasar-dasarnya.
2. Permintaan renegosiasi tidak dengan sendirinya memberikan hak
kepada pihak yang dirugikan untuk menghentikan pelaksanaan
kontrak.
3. Apabila para pihak gagal mencapai kesepakatan dalam jangka
waktu yang wajar, masing-masing pihak dapat mengajukannya ke
pengadilan.
4. Apabila pengadilan membuktikan adanya kesulitan (hardship) maka
pengadilan dapat memutuskan untuk:
i). Mengakhiri kontrak pada tanggal dan jangka waktu yang pasti;
ii) Mengubah kontrak untuk mengembalikan keseimbangannya.
9. Prinsip Pembebasan Tanggung Jawab dalam Keadaan Memaksa
(Force Majeur)
Untuk tujuan meletakkan prinsip, konsep wanprestasi mencakup
wanprestasi yang tidak dimaafkan (nonexcused) dan yang dimaafkan
(excused). Wanprestasi dapat dimaafkan dengan alasan sikap perilaku
pihak lain dari kontrak tersebut, atau karena adanya peristiwa eksternal
yang tidak diharapkan.35 Salah satu pihak tidak berhak menuntut ganti
kerugian atau pelaksanaan khusus atas wanprestasi yang dimaafkan dari
pihak lain. Akan tetapi, pihak yang tidak menerima pelaksanaan secara
hukum berhak untuk mengakhiri kontrak baik wanprestasi itu dimaafkan
ataupun tidak. Pembahasan ini difokuskan pada alasan pemaaf dari
wanprestasi karena keadaan memaksa. Pasal 7.1.7dari UPICC mengatur
keadaan memaksa dengan menyatakan antara lain:
35
Ibid
23
1. Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat dimaafkan
apabila pihak tersebut dapat membuktikan bahwa prestasinya
disebabkan oleh suatu rintangan di luar pengawasannya, dan hal itu
secara wajar tidak diharapkan akan terjadi.
2. Apabila rintangan hanya bersifat sementara maka pemberiaan maaf
akan berakibat hukum atas jangka waktu dengan memperhatikan
akibat dari rintangan pelaksanaan kontrak tersebut.
3. Pihak yang gagal melaksanakan kontrak harus menyampaikan
pemberitahuan kepada pihak lain tentang rintangan dan akibat
terhadap kemampuannya untuk melaksanakan kontrak. Jika
pemberitahuan itu tidak diterima oleh pihak lain dalam jangka waktu
yang wajar, setelah pihak yang gagal melaksanakan mengetahui atau
seharusnya telah mengetahui adanya rintangan itu, ia bertanggung
jawab atas kerugian akibat dari tidak diterimanya pemberitahuan
tersebut.
4. Pasal ini tidak mencegah salah satu pihak untuk menggunakan haknya
mengakhiri kontrak, menahan pelaksanaan kontrak, atau meminta
pembayaran bunga atas uang yang telah jatuh tempo.
B. Prinsip Hukum Perjanjian di Indonesia
1. Asas kebebasan berkontrak
Maksud dari Asas ini adalah para pihak bebas membuat kontrak dan
menentukan sendiri isi kontrak tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan undang-
undang, ketertiban umum, dan kebiasaan dan didasari atas iktikad baik. Dengan
demikian, asas ini mengandung makna bahwa kedua pihak bebas dalam menentukan
isi perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan
peraturan perundangan. Karena adanya asas kebebasan berkontrak ini, dalam praktik
ini timbul jenis-jenis perjanjian yang pada mulanya tidak diatur dalam KUHPerdata.
24
2. Asas Konsensualisme
Suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika tercapai kata sepakat, selama
syarat-syarat lainnya sudah terpenuhi. Asas keonsensualisme ini merupakan salah
satu syarat untuk sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam pasal
1320 KuhPerdata. Tanpa adanya kesepakatan ini, perjanjian tersebut batal demi
hukum. kesepaka an maksudnya adalah seiya-sekata tentang apa yang diperjanjiakan.
Dan kesepakatan ini dicapai dengan penuh kesadaran, tanpa paksaan dan tekanan
salah satu pihak.
3. Asas Pacta Sunt Servanda (Asas Kepastian Hukum)
Secara harfiah berarti janji itu mengikat. Yang dimaksudkan adalah bahwa jika
suatu kontrak sudah dibuat secara sah oleh para pihak, maka kontrak tersebut sudah
mengikat para pihak, bahkan mengikatnya kontrak yang dibuat oleh para pihak
tersebut sama kekuatannya dengan mengikatnya sebuah undang undang yang dibuat
parlemen dan pemerintah.36
4. Asas Iktikad Baik
Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari pasal 11338 ayat (3) KUH Perdata.
Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbunyi: “ Perjanjian harus dilaksanakan dengan
iktikad baik.” Asas iktikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan
debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad
baik mutlak. Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang
nyata dari subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan
36
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis (Prinsip Pelaksanaannya di Indonesia), Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2008, hal 28-29
25
keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak)
menurut norma-norma yang objektif.37
Arrest H. R. Di Negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap iktikad
baik dalam tahap praperjanjian bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas iktikad
baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu pentingnya iktikad baik tersebut sehingga
dalam perundingan-perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak
akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh iktikad
baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak
itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak
lain.38
5. Asas Kepribadian
Asas kepribadian memrupakakan asas yang menentukan bahwa seseorang
yang akan melakuakan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH
Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Ini bararti bahwa
perjanjian yan dibuat oleh para pihak hanya berlakubagi mereka yang membuatnya.
Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang diintrodusir dalam
Pasal 1317 KUH Perdata, yang berbunyi: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu
pemberian kepada orang lain, mengadung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini
mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk
kepentingan pihak ketiga, dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam
37
Salim, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Jakarta : Sinar Grafika, 2006 cet keempat, hal 10-11
38 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak &Perancangan Kontrak, Jakarta :Raja Grafindo
Persada, 2007, hal 5
26
Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur bagi diri sendiri, tetapi juga untuk
kepntingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.39
C. Perbandingan UNIDROIT dengan hukum di Indonesia40
Secara umum prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT pada dasarnnya memiliki
kesamaan dengan prinsip-prinsip hukum kontrak yang berlaku di Indonesia baik dalam
tujuan pembentukannya maupun dalam prinsip pengaturannya. Tujuan yang sama
yaitu bahwa kedua prinsip yang berlainan teritorial tersebut diciptakan sebagai upaya
untuk memudahkan para pihak dalam bertransaksi sehingga perbedaan sistem yang
ada tidak lagi dijadikan sebagai kendala untuk menciptakan harmonisasi. Harmonisasi
tersebut akan terwujud ketika prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT serta prinsip hukum
kontrak yang berlaku di Indonesia mampu mendorong terlaksananya tujuan pokok dari
keseluruhan point yang ada.
Tabel. Perbandingan antara UNIDROIT dengan Hukum Nasional
Perbedaaan:
No UNIDROIT Hukum Nasional
1. Aspek Teritorial:
Prinsip-Prinsip UNIDROIT
sasaran utamanya adalah
teritority internasional.
Prinsip-prinsip hukum kontrak
Indonesia berada dalam teritorial
Indonesia.
2. Prinsip-prinsip UNIDROIT
semuanya dilekati oleh unsur
Prinsip-prinsip hukum kontrak
Indonesia semuanya tidak ada
39
Salim, Op. Cit., hal 12-13. 40
https://www.kompasiana.com/melianawaty/5512b106a333116f5fba7dbf/persamaan-
dan-perbedaan-prinsip-unidroit-dengan-prinsip--hukum-kontrak-di-indonesia,diakses pada
tanggal8 Januari 2018
27
asing, misalnya dari segi
berbedanya kebangsaan,
domisili, pilihan hukum, tempat
penyelesaian sengketa,
penandatannganan kontrak,
objek, bahasa, dan mata uang
yang digunakan
dilekati unsur asing, namun
sistemnya dilekati dengan unsur
nasional, yaitu adanya kesamaan
kebangsaan, domisili, pilihan hukum,
tempat penyelesaian sengketa,
penandatanganan kontrak, objek,
bahasa, dan mata uang yang
digunakan
Persamaan:
No UNIDROIT Hukum Nasional
1. Adanya Prinsip Konsensualisme Adanya Prinsip Konsensualisme
2. Adanya Prinsip Kebebasan
Berkontrak
Adanya Prinsip Kebebasan
Berkontrak
3. Adanya Prinsip Itikad Baik Adanya Prinsip Itikad Baik
4. Adanya Kepastian Hukum Adanya Kepastian Hukum
Perbedaan yang secara nyata tidak mungkin dapat dihilangkan ialah aspek
teritorial dimana penerapan prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT sasaran utamanya
adalah teritory internasional sedangkan prinsip-prinsip hukum kontrak Indonesia
berada dalam teritorial Indonesia sehingga hanya berlaku secara nasional. Namun
demikian bukan berarti bahwa prinsip-prinsip nasional secara mutlak tidak dapat
digunakan untuk transaksi internasional, justru prinsip-prinsip yang terakumulasi
sebagai hukum nasional ini merupakan akar dari pembentukan kontrak internasional
karena kontrak internasional muncul sebagai hukum nasional yang diberi unsur asing
yaitu berbedanya kebangsaan, domisili, pilihan hukum, tempat penyelesaian sengketa,
28
penandatanganan kontrak, objek, bahasa, dan mata uang yang digunakan semuanya
dilekati oleh unsur asing sehingga menimbulkan perbedaan sistem diantara kontrak
internasional dengan ketentuan kontrak di indonesia. Namun demikian diantara
keduanya memiliki prinsip fundamental yang sama.
Dari aspek pengaturannya, antara prinsip UNIDROIT dengan prinsip-prinsip
hukum kontrak Indonesia memiliki banyak kesamaan antara lain:
1. Adanya prinsip konsensualisme. Dalam kontrak UNIDROIT kesepakatan
para pihak merupakan hal yang mutlak bagi terbentuknya suatu kontrak
meskipun tidak dibuat secara formal (tertulis). Demikian juga dalam prinsip
hukum kontrak di Indonesia, konsensus para pihak yang termuat dalam
pasal 1320 tentang syarat sahnya perjanjian yang salah satunya adalah
adanya sepakat para pihak merupakan sesuatu yang paling penting
meskipun tidak dilakukan secara tertulis karena dalam ketentuan pasal
tersebut pun tidak menyebutkan adanya kewajiban para pihak untuk
menuangkan kesepakatannya dalam bentuk tertulis. Formalitas tulisan
hanya dibutuhkan sebagai alat pembuktian jika terjadi sengketa yang
mengharuskan dibuktikannya suatu alasan persengketaan.
2. Adanya prinsip kebebasan berkontrak, yang pada intinya memberikan
peluang kepada para pihak untuk menentukan apa yang mereka sepakati,
baik berkaitan dengan bentuk maupun isi dari kontrak itu sendiri. Prinsip
kebebasan berkontrak ini dilandasi oleh teori kehendak dan teori
pernyataan sebagaimana juga sesuai diterapkan pada prinsip
konsensualisme karena tanpa adanya kehendak dan pernyataan maka
tidak akan timbul konsensus diantara para pihak sehingga jika tidak ada
kesepakatan maka daya mengikat dari suatu kontrak akan tidak berlaku.
3. Adanya prinsip itikad baik, yang pada intinya bertujuan untuk menciptakan
keadilan bagi para pihak dalam bertransaksi. Prinsip ini merupakan
29
landasan utama untuk para pihak mengadakan kontrak, sesuai dengan teori
kepercayaan sebagai dayamengikatnya suatu kontrak karenadiawali
dengan itikad baik maka akan menumbuhkan saling kepercayaan sehingga
kontrak dapat direalisasikan dengan baik. Setiap pihak harus menjiunjung
tinggi prinsip ini dalam keseluruhan jalannya kontrak mulai dari proses
negosiasi, pembuatan, pelaksanaan sampai kepada berakhirnya kontrak.
4. Prinsip kepastian hukum. Adanya prinsip kepastian hukum memberikan
perlindungan bagi para pihak dari itikad tidak baik pihak –pihak
bersangkutan ataupun pihak ketiga. Kontrak yang telah disepakati dianggap
berlaku mengikat seperti undang-undang bagi para pembuatnya dan tidak
bisa diubah tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang membuatnya.
Konsekuensi dari pelaksanaan semua prinsip di atas pada akhirnya akan
bermuara pada suatu teori gevaarzetting yang intinya adalah sebuah konsekuensi
akhir yang harus diterima oleh adanya akibat dilaksanakannya suatu kehendak
membuat kontrak. Keuntungan ataupun kerugian yang ditimbulkan itu sudah harus
menjadi tanggung jawabnya para pihak yang bersangkutan. Pelanggaran dari
kesepakatan yang telah dibuat antara para pihak akan menimbulkan kerugian yang
wajib ditanggung oleh pihak yang mendapat kerugian tersebut tanpa tuntutan kepada
pihak yang lainnya. Pilihan hukum yang digunakan sejak proses negosiasi, pada tahap
ini sudah tidak lagi dapat digunakan karena pada tahap ini adalah tahap pencapaian
hasil dari segala kontrak yang telah disepakati bersama diantara para pihak.
30
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai
implementasi prinsip-prinsip UNIDROIT dalam pembentukan dan pelaksanaan kontrak
komersial di Indonesia, antara lain :
1. Kontrak komersial merupakan salah satu bagian yang diatur dalam hukum
bisnis yang mempunyai peranan penting yaitu supaya terwujudnya kerjasama
yang saling menguntungkan yang berguna untuk melindungi kepentingan para
pihak yang saling mengikatkan diri agar kerjasama yang dijalin selesai dan hak
kewajiban para pihak dapat terpenuhi yang mana jika dibuat secara tertulis
maka dapat digunakan sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan.
Kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan di antara dua atau lebih
pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan
hukum. Kontrak juga sering disebut perjanjian yang mana diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata buku ketiga bab II. Merancang suatu kontrak
pada hakikatnya menuangkan proses bisnis ke dalam format hukum. Sebagai
suatu proses, kontrak yang ideal seharusnya mampu mewadahi pertukaran
kepentingan para pihak secara fair dan adil pada setiap fase atau tahapan
kontrak, yaitu negosiasi. Perumusan hubungan kontraktual pada umumnya
senantiasa diawali dengan proses negosiasi di antara para pihak.
2. Tujuan dibuatnya prinsip-prinsip UNIDROIT adalah untuk menentukan aturan
umum bagi kontrak komersial internasional. Prinsip-prinsip UNIDROIT
memberikan solusi terhadap masalah yang timbul ketika terbukti bahwa tidak
mungkin untuk menggunakan sumber hukum yang relevan dengan hukum yang
berlaku di suatu negara. Oleh karena itu, prinsip-prinsip UNIDROIT digunakan
sebagai sumber hukum yang dijadikan acuan dalam menafsirkan ketentuan
31
hukum kontrak yang tidak jelas. Apabila tidak ditemukan aturannya dalam
hukum yang berlaku (governing law) maka prinsip-prinsip UNIDROIT dapat
digunakan sebagai solusi, sehingga menjadi instrument hukum tambahan,
karena prinsip-prinsipnya diambil dari kebiasaan dan praktik yang seragam
secara internasional.
3. Secara umum prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT pada dasarnya memiliki
kesamaan dengan prinsip-prinsip hukum kontrak yang berlaku di Indonesia baik
dalam tujuan pembentukannya maupun dalam prinsip pengaturannya. Tujuan
yang sama yaitu bahwa kedua prinsip yang berlainan teritorial tersebut
diciptakan sebagai upaya untuk memudahkan para pihak dalam bertransaksi
sehingga perbedaan sistem yang ada tidak lagi dijadikan sebagai kendala
untuk menciptakan harmonisasi. Harmonisasi tersebut akan terwujud ketika
prinsip-prinsip kontrak UNIDROIT serta prinsip hukum kontrak yang berlaku di
Indonesia mampu mendorong terlaksananya tujuan pokok dari keseluruhan
poin yang ada. Adapun kesamaan antara UNIDROIT dengan hukum perjanjian
di Indonesia adalah adanya prinsip konsensualisme, adanya prinsip kebebasan
berkontrak, adanya prinsip itikad baik, dan adanya prinsip kepastian hukum.
Namun, ada perbedaan yang secara nyata tidak mungkin dapat dihilangkan
ialah aspek teritorial antara UNIDROIT dengan hukum kontrak nasional, yakni
prinsip-prinsip UNIDROIT sasaran utamanya adalah teritorial internasional,
sedangkan prinsip-prinsip hukum kontrak Indonesia berada dalam teritorial
Indonesia sehingga hanya berlaku secara nasional.
B. Saran
1. Sebelum menyusun suatu perancangan kontrak, sebaiknya pihak-pihak yang
yang terlibat dalam penyusunan kontrak tersebut harus berpacu pada sumber
hukum dasar yang diterapkan di Indonesia. Yaitu berpacu pada Kitab Undang-
32
undang Hukum Perdata agar terciptanya suaru kepastian hukum. Hal ini
didasari bahwa KUH Perdata merupakan undang-undang yang merupakan
sumber hukum formil sekaligus sumber hukum materil bagi hukum kontrak
yang berlaku di Indonesia.
2. Dalam perancangan kontrak dalam suatu perjanjian hendaknya tidak hanya
berpedoman kepada sumber hukum yang ada di negara tersebut saja tetapi
juga harus berpedoman kepada prinsip-prinsip UNDIROIT. Maka dari itu, para
pihak yang melakukan suatu perancangan kontrak harus mengetahui secara
mendalam tentang prinsip-prinsip UNIDROIT.
3. Dalam pelaksanaan kontrak komersial di Indonesia, hendaknya para pihak
yang melakukan suatu perjanjian harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang
tercantum dalam prinsip UNIDROIT. Hal ini bertujuan untuk menghindari
kerugian-kerugian yang dialami oleh salah satu pihak yang melakukan suatu
kontrak, sehingga terjalin suatu hubungan yang harmonis di antara para pihak
yang melakukan perjanjian tersebut.
33
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adolf, Huala, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional,Bandung: Refika
Aditama, 2008.
Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis (Prinsip Pelaksanaannya di Indonesia),
Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2008.
Hutagalung, Sophar Maru, Kontrak Bisnis di ASEAN Pengaruh Sistem
Hukum Commom Law dan civil Law, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Miru, Ahmad, Hukum Kontrak &Perancangan Kontrak, Jakarta :Raja
Grafindo Persada, 2007.
S, Salim H., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak,
Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Saliman, Abdul R,Hukum Bisnis untuk Perusahaan “Teori dan Contoh
Kasus”, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005.
Soenandar, Taryana, Prinsip-Prinsip UNIDROIT Sebagai Sumber Hukum
Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internaisonal, Sinar Grafika, Jakarta
2004.
Syaifuddin, Muhammad, Hukum Kontrak: Memahami Kontrak dalam
Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum
Perikatan), Bandung: Mandar Maju, 2012.
Widjaja, Gunawan&Ahmad Yani, Transaksi Bisnis internasional (Ekspor
Impor dan Jual Beli), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
JURNAL
Simanjuntak, Ricardo, Asas-asas Utama Hukum Kontrak Dalam Kontrak
Dagang Internasional:Sebuah Tinjauan Hukum,Jurnal Hukum Bisnis, 2018,
diakses tanggal 11 juli 2018
34
LAIN-LAIN
Purba, Victor, Kontrak Jual Beli Barang Internasional (Konvensi Vienna
1980), Jakarta: Disertasi Doktor Universitas Indonesia, 2002.
INTERNET
https://www.kompasiana.com/melianawaty/5512b106a333116f5fba7dbf/p
ersamaan-dan-perbedaan-prinsip-unidroit-dengan-prinsip--hukum-kontrak-di-
indonesia