implementasi pendidikan kesetaraan paket b di...

180
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET B DI PONDOK PESANTREN NUR MUHAMMAD WIYONO GRABAG MAGELANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperolah gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) Disusun oleh Nama:Mutmainah NIM: 111-14-290 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2019

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET B DI

    PONDOK PESANTREN NUR MUHAMMAD WIYONO

    GRABAG MAGELANG

    SKRIPSI

    Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

    guna memperolah gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

    Disusun oleh

    Nama:Mutmainah

    NIM: 111-14-290

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2019

  • i

    IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET B DI

    PONDOK PESANTREN NUR MUHAMMAD WIYONO

    GRABAG MAGELANG

    SKRIPSI

    Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

    guna memperolah gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

    Disusun oleh

    Nama:Mutmainah

    NIM: 111-14-290

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2019

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    ُحىا فًِ اْلَمَجالِِس فَاْفَسُحىا ٌَْفَسِح ٌَا أٌَُّهَا الَِّذٌَه آَمىُىا إَِذا قٍَِل لَُكْم جَفَسَّ

    ُ الَِّذٌَه آَمىُىا ِمْىُكْم َوالَِّذٌَه أُوجُىا ُ لَُكْم ۖ َوإَِذا قٍَِل اْوُشُزوا فَاْوُشُزوا ٌَْزفَِع َّللاَّ َّللاَّ

    ُ بَِما جَْعَملُىَن َخبٍِز اْلِعْلَم َدَرَجاٍت ۚ َوَّللاَّ

    Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah

    dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan

    untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya

    Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-

    orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha

    Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah: 11)

  • vi

    PERSEMBAHAN

    Puji syukur kehadirat Alah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

    hidayahnya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

    1. Bapak dan ibu tercinta, Bapak Samudi dan Ibu Sumaryanti yang telah

    merawat, membesarkan, membimbing menasihati, memotivasi, mendoakan ,

    kasih sayang dan telah membiayai penulis hingga sampai sarjana.

    2. Kedua adik penulis Siti Nurkholifah dan Nur Muhammad Musyaraf, yang

    selalu buat semangat.

    3. Ibu Nyai Uswatun Khasanah dan Abah Yai Amin Mustofa Mahfud selaku

    pengasuh pondok pesantren Nur Muhammad, dan juga penerang dalam

    kegelapan bagiku karena telah membimbingku dalam hal ilmu agama selama

    saya berada dalam pesantren.

    4. Semua bapak ibu guru (SD N Japan, SMP N 1 Tegalrejo, SMA N 1 Grabag)

    dan bapak ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membimbing penulis dan

    mengajarkan hingga penulis bisa mencapai gelar sarjana.

    5. Semua pihak yang telah mmembantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

    baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penusil

    sebutkan satu per satu.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

    hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini denngan baik.

    Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw yang

    dinantikan syafaatnya di dunia hingga akhirat nanti.

    Skripsi ini dibuat dan diajukan guna untuk memenuhi salah satu syarat

    kelulusan Program Studi Pendidikan Agama Islam S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan Institut Agama Islam Negeri. Dalam penelitian ini, banyak pihak yang

    membimbing dan membantu, maka dari itu penulis ingin menyampaikan rasa

    terima kasih kepada:

    1. Bapak Prof Dr. Zakiyudin, M. Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN) Salatiga.

    2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga.

    3. Ibu Dra Asdiqoh., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama

    Islam (PAI) IAIN Salatiga.

    4. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil selaku dosen pembimbing akdemik yang

    telah membimbiing penulis sejak semester awal hingga sampai sekarang.

    5. Bapak Dr. Wahyudhiana, M. M. Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang

    telah bersedia membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

    untuk memberikan pengarahan dalam menyusun skripsi.

  • viii

    6. Bapak ibu dosen dan petugas akademik Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan IAIN Salatiga atas ilmu yang diberikan.

    7. Kedua orang tua penulis, Bapak Samudi dan Ibu Sumaryanti yang selalu

    memberi do’a, dukungan, motivasi dan bantuan baik berupa moril mapun

    materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    8. Kedua adik penulis, Siti Nurkholifah dan Nur Muhammad Musyarof yang

    selalu buat semangat penulis.

    9. Ibu Nyai Uswatun Khasanah dan Abah Yai Amin Mustofa Mahfud selaku

    pengasuh Pondok Pesantren Nur Muhammad Wiyono Grabag Magelang,

    yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian

    serta telah memberikan motivasi kepada penulis.

    10. Bapak Rohadi selaku Penanggung Jawab dan tenaga Pendidik Pendidikan

    Kesetaraan Paket b serta pengurus dan santri Pondok Pesantren Nur

    Muhammad yang telah memberikan informasi serta membantu penulis

    dalam melakukan penelitian.

    11. Semua bapak ibu guru (SD N Japan, SMP N 1 Tegalrejo, SMA N 1

    Grabag) telah membimbig dan mengajarkan pengetahuan kepada penulis

    hingga bisa mencapai gelar sarjana.

    12. Rekan kerja di SD Negeri Banyusari baik guru mapun karyawan yang tak

    henti-hentinya memberikan arahan dan motivasi kepada penulis.

    13. Semua pihak yang membantu penullis dalam menyelesaikan skripsi baik

    secara langsung maupun secara tidak langsung, penulis tidak dapat

    menyebutkan satu persatu.

  • ix

    Besar harapan dari penulis semoga amal baik tersebut diterima dan dibalas

    oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan

    kesalahan dari penyusunan skripsi ini. Karena itu, penulis mengharapkan kritik

    dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat untuk

    pembaca.

    Salatiga, 21 Agustus 2019

    Penulis

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL LUAR

    LEMBAR BERLOGO IAIN

    HALAMAN SAMPUL DALAM .............................................................................. i

    PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................................. ii

    PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................................ iii

    PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ........................................................... iv

    MOTTO ..................................................................................................................... v

    PERSEMBAHAN ...................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii

    DAFTAR ISI .............................................................................................................. x

    DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xv

    ABSTRAK ................................................................................................................. xvi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1

    B. Fokus penelitian ............................................................................................. 4

    C. Tujuan Penelitian............................................................................................ 5

  • xi

    D. Manfaat penelitian .......................................................................................... 5

    E. Definisi Operasional ....................................................................................... 6

    F. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 7

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori ............................................................................................... 9

    1. Pendidikan Kesetaraan Paket B ............................................................... 9

    a. Pengertian Pendidikan ........................................................................ 9

    b. Jalur Pendidikan ................................................................................. 10

    c. Pendidikan Nonformal ....................................................................... 12

    d. Pendidikan Kesetaraan Paket B ......................................................... 13

    2. Pendididikan Pondok Pesantren ............................................................... 28

    a. Sejarah Pondok Pesantren .................................................................. 28

    b. Tipologi Pondok Pesantren ................................................................ 33

    c. Kurikulum atau Manhaj Pondok Pesantren ....................................... 39

    d. Metode Pembelajaran Pondok Pesantren ........................................... 43

    B. Kajian Pustaka ................................................................................................ 50

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian ............................................................................................... 54

    B. Kehadiran dan Lokasi Penelitian .................................................................... 54

    C. Sumber Data ................................................................................................... 54

    D. Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 55

    E. Analisis Data .................................................................................................. 57

  • xii

    F. Pengecekan Keabsahan Data .......................................................................... 58

    G. Tahap-Tahap Penelitian .................................................................................. 61

    BAN IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

    A. Paparan Data .................................................................................................. 63

    1. Profil Pondok Pesantren Nur Muhammad ............................................... 63

    2. Letak Geografis pondok Pesantren Nur Muhammad .............................. 64

    3. Sejarah Pondok Pesantren Nur Muhammad ............................................ 64

    4. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Nur Muhammad ...................... 65

    5. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Nur Muhammad ......................... 66

    6. Tenaga Kepndiidikan Pondok Pesantren Nur Muhammad ...................... 71

    7. Keadaan santri Pondok Pesantren Nur Muhammad................................. 73

    8. Pembelajaran Pondok Pesantren Nur Muhammad ................................... 74

    9. Jadwal Kegiatan Pondok Pesantren Nur Muhammad .............................. 75

    B. Analisis Data .................................................................................................. 81

    1. Implementasi Pendidikan Kesetaraan Paket B di Pondok Pesantren Nur

    Muhammad .............................................................................................. 81

    2. Problematika Pendidikan Kesetaraan Paket B di Pondok Pesantren Nur

    Muhammad .............................................................................................. 88

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan..................................................................................................... 93

    B. Saran ............................................................................................................... 94

  • xiii

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    RIWAYAT HIDUP PENULIS

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Nur Muhammad ........................ 66

    Tabel 4.2 Kepengurusan Pondok Pesantren Nur Muhammad Putra .......................... 67

    Tabel 4.3 Kepengurusan Pondok Pesantren Nur Muhammad Putri .......................... 68

    Tabel 4.4 Kepengurusan Pendidikan Kesetaraan Paket B Pondok Pesantren Nur

    Muhammad ................................................................................................................ 69

    Tabel 4.5 Kepengurusan secara Keseluruhan (Umum) pondok Pesantren Nur

    Muhammad ................................................................................................................ 70

    Tabel 4.6 Tenaga Kependidikan Pondok Pesantren Nur Muhammad ....................... 72

    Tabel 4.7 Tenaga Kependidikan Pendidikan Kesetaraan Paket B Pondok

    Pesantren Nur Muhammad ......................................................................................... 73

    Tabel 4.8 Kegiatan Harian Pondok Pesantren Nur Muhammad ............................... 75

    Tabel 4.9 Kegiatan Mingguan .................................................................................... 77

    Tabel 4.10 Kegiatan Bulanan (Lapanan) ................................................................... 78

    Tabel 4. 11 Kegiatan Tahunan ................................................................................... 79

    Tabel 4.12 Kegiatan Mingguan Pendidikan Kesetaraan Paket B .............................. 79

    Tabel 4.13 Kegiatan Bulanan Pendidikan Kesetaraan Paket B.................................. 80

    Tabel 4.14 Kegiatan Tahunan Pendidikan Kesetaraan Paket B ................................. 80

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Catatan Lapangan

    Lampiran 2 Pedoman Wawancara

    Lampiran 3 Transkip Wawancara

    Lampiran 4 Dokumentasi

    Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

    Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian

    Lampiran 7 Surat Penunjukan Pembimbing

    Lampiran 8 Lembar Konsultasi

    Lampiran 9 SKK

    Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup

  • xvi

    ABSTRAK

    Mutmainah. 2019. Implementasi Pendidikan Kesetaraan Paket B di Pondok

    Pesantren Nur Muhammad Wiyono Grabag Magelang. Skripsi. Program

    Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

    Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing: Dr.

    Wahyudhiana, M. M. Pd

    Kata Kunci: Pendidikan Kesetaraan Paket B; Pondok Pesantren

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendidikan Kesetaraan Paket B

    yang ada di pondok pesantren Nur Muhammad Wiyono Grabag Magelang.

    Pertanyaan yang dijawab dari penelitian ini adalah: Bagaimana implementasi

    pendidikan Kesetaraan Paket B di pondok pesantren Nur Muhammad Wiyono

    Grabag Magelang dan Problematika Pendidikan Kesetaraan Paket B di pondok

    pesantren Nur Muhammad Wiyono Grabag Magelang.

    Penelitian ini menggunakan penelitian jenis kualitatif. Sumber data primer

    yang diperoleh berasal dari informan yaitu dari penanggung jawab program,

    tenaga pendidik, santri dan pengurus pondok pesantren Nur Muhammad Wiyono

    Grabag Magelang, dan subjek penelitian ini adalah santri Nur Muhammad.

    Pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan observasi, dokumentasi

    dan wawancara. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode

    deskriptif kualitatif yaitu penyajian data dalam bentuk tulisan dan menerangkan

    apa adanya sesuai data yang diperoleh dari hasil penelitian. Pemeriksaan

    keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data dan triangulasi

    sumber.

    Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pondok pesantren Nur Muhammad

    wiyono Grabag Magelang telah mengadakan Program Kesetaraan Paket B sejak

    tahun 2010 hingga sekarag. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan

    metode wawancara dan observasi dari semua pondok pesantren di Kabupaten

    Magelang hanya ada 11 pondok pesantren yang mengikuti program Pendidikan

    Kesetaraan Paket B, salah satunya adalah pondok pesantren Nur Muhammad.

    Dengan beberapa pertimbangan dan alasan pondok pesantren Nur Muhammad

    mengikuti Pendidikan Kesetaraan Paket B, dibantunya tenaga pendidik, sarana

    dan prasarana, kurikulum, pembelajaran dan kegiatan yang mendukung akan

    adanya pendidikan kesetaraan paket b. Dalam perjalanan tidak lepas dengan

    problematika yang menjadi penghambat, begitu pula dengan Pendidikan

    Kesetaraan Paket B yang ada di pondok pesantren Nur Muhammad juga ada

    beberapa problematika yang menjadi sedikit terhambatnya Pendidikan Kesetaraan

    Paket B di pondok pesantren Nur Muhammad Wiyono Grabag Magelang.

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk

    mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

    secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

    spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, akhlak

    mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyrakat bangsa dan

    negara (Undang-Undang Republik Indonesia, 2003: 91)

    Setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan

    sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31

    ayat 1 yang berbunyi bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan

    pendidikan”. Dalam arti luas pendidikan yang dimaksud di sini bisa

    berupa belajar. Bukan hanya dari pemerintah saja yang mewajibkan untuk

    mendapatkan pandidikan, tetapi dalam agama juga diwajibkan untuk

    belajar atau mencari pengetahuan sebagaimana hadist rasulullah saw yang

    berbunyi

    طلب العلم فزٌضة على كل مسلم و مسلمة

    Artinya: “Menuntut ilmu hukumnya wajib (fardhu) bagi setiap

    muslim baik laki-laki maupun perempuan” (Aliy As’ad, 2007: 4)

    Selain hadist Rasulullah, Al-Quran juga menjelaskan tentang

    keutamaan dalam mencari ilmu yang terdapat dalam surat Al Mujadalah

    ayat 11 yang berbunyi:

  • 2

    ُ لَُكْم ۖ أٌَُّهَا الَّ ٌَا ِذٌَه آَمىُىا إَِذا قٍَِل لَُكْم جَفَسَُّحىا فًِ اْلَمَجالِِس فَاْفَسُحىا ٌَْفَسِح َّللاَّ

    ُ ُ الَِّذٌَه آَمىُىا ِمْىُكْم َوالَِّذٌَه أُوجُىا اْلِعْلَم َدَرَجاٍت ۚ َوَّللاَّ َوإَِذا قٍَِل اْوُشُزوا فَاْوُشُزوا ٌَْزفَِع َّللاَّ

    بَِما جَْعَملُىَن َخبٍِز

    Artinya: "Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:

    "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah

    akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah

    kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang

    yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

    pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang

    kamu kerjakan" (Q.S Al-Mujadalah: 11)

    Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 13

    menjelaskan tentang jalur pendidikan. Jalur pendidikan yang disebutkan

    dalam pasal tersebut yaitu: pendidikan formal (SD/MI, SMP/MTS,

    SMA/SMK/MA), pendidikan nonformal (Pondok Pesantren, pendidikan

    kesetaraan paket {A, B, C}), pendidikan informal (lingkungan keluarga,

    lingkungan masyarakat)

    Dalam jalur pendidikan disebutkan bahwa pondok pesantren

    merupakan lembaga pendidikan nonformal. Diantara lembaga-lembaga

    pendidikan yang ada di Indonesia, pesantren merupakan sistem pendidikan

    yang tertua di Indonesia.

    Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan nonformal yang

    di dalamnya terdapat beberapa unsur. Unsur tersebut yaitu kyai, masjid,

    santri, pengajaran kitab klasik dan asrama. Kurikulum yang digunakan

    pondok pesantren dalam melaksanakan pendidikannya tidak sama dengan

    kurikulum yang digunakan dalam lembaga pendidikan formal, bahkan

    tidak sama antara satu pondok pesantren dengan pondok pesantren

  • 3

    lainnya. Pada umumnya, kurikulum pondok pesantren menjadi arah

    pembelajaran tertentu (manhaj), diwujudkan dalam bentuk penetapan

    kitab-kitab tertentu sesuai dengan tingkatan ilmu pengetahuan

    santri.(Departemen Agama, 2003: 10)

    Sejak awal pertumbuhannya, dengan bentuknya yang khas dan

    bervariasi, pondok pesantren terus berkembang. Namun perkembangan

    yang signifikan muncul setelah terjadi persinggungan dengan sistem

    persekolahan atau juga dikenal dengan sistem madrasi. Berkembangnya

    model pendidikan islam dari sistem pondok pesantren ke sistem madrasi

    yang sudah berkembang lebih dahulu di Timur Tengah.(Departemen

    Agama, 2003: 14)

    Model pendidikan Islam dalam bentuk madrasah tidak hanya

    dikembangkan di luar pondok pesantren, tetapi juga diserap oleh pondok

    pesantren baik untuk memperbaharui ataupun memberi pengayaan

    terhadap sistem yang sebelumnya sudah berjalan. Pendidikan Islam

    dengan sistem madrasi ini dalam tahap berikutnya juga mengalami

    perkembangan, disatu pihak cenderung mengarah ke pendidikan umum

    dan di pihak lain ada yang mempertahankan dominasi pendidikan ilmu-

    ilmu agama dan bahasa Arab. Bentuk pertama dikenal dengan madrasah

    (ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah), sedangkan bentuk kedua dikenal

    dengan dengan madrasah diniyah atau salafiyah (ula, wustho, ulya).

    Madrasah diniyah ada yang diselenggarakan di lingkungan pondok dan

    ada yang diselenggarakan di luar pondok, sedangkan satuan pendidikan

  • 4

    dengan nama salafiyah pada umumnya hanya dipergunakan di lingkungan

    pondok pesantren. (Departemen Agama, 2003: 14-15)

    Di daerah Magelang, tepatnya di kecamatan Grabag ada beberapa

    pondok pesantren, yang di dalamnya menggunakan bentuk yang kedua

    yakni madrasah diniyah atau salafiyah. Begitupun dengan pondok

    pesantren Nur Muhammad yang terletak di dusun Wiyono kecamatan

    Grabag. Pondok pesantren ini merupakan pondok pesantren salafiyah yang

    di dalamnya juga memuat unsur-unsur sebagaimana pondok pesantren

    mestinya. Tetapi, dalam pondok pesantren ini ada program yang berbeda

    dengan pondok pesantren lainnya yang ada di sekitar kecamatan Grabag.

    Program tersebut yaitu program wajardikdas atau kesetaraan paket b. Jadi,

    selain pengajaran kitab kuning santri juga mendapatkan pengetahuan

    umum, walaupun dalam pembelajaran pengetahuan umum hanya tiga atau

    empat kali dalam satu minggu, waktunya pun tidak seperti di lembaga

    formal, yakni dari pukul 09:30 sampai 11:00.

    Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian

    yang ada di pondok pesantren Nur Muhammad dengan judul

    “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET B DI

    PONDOK PESANTREN NUR MUHAMMAD WIYONO GRABAG

    MAGELANG”

    A. Fokus penelitian

    Dari latar belakang tersebut peneliti merumuskan topik-topik pokok

    masalah yang ada dalam penelitian antara lain:

  • 5

    1. Bagaimana implementasi pendidikan kesetaraan paket b di pondok

    pesantren Nur Muhammad Wiyono Grabag Magelang?

    2. Apa problematika Pendidikan Kesetaraa Paket B di pondok pesantren

    Nur Muhammad Wiyono Grabag Magelang?

    B. Tujuan Penelitian

    Dari rumusan masalah tersebut dapat diambil tujuan penelitian sebagai

    berikut:

    1. Untuk mengetahui implementasi pendidikan kesetaraan yang ada di

    pondok pesantren Nur Muhammad Wiyono Grabag Magelang.

    2. Untuk mengatahui problematika Penddidikan Kesetaraan Paket B di

    pondok pesantren Nur Muhammad Wiyono Grabag Magelang.

    C. Manfaat Penelitian

    Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

    tentang pendidikan nonformal yang ada di pondok pesantren Nur

    Muhammad Wiyono Grabag Magelang. Dan dari penelitian ini diharapkan

    dapat bermanfaat baik secara praktis maupun teoritis.

    1. Secara Teoritik

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

    kajian keilmuan terutama berkaitan dengan implementasi pendidikan

    nonformal di pondok pesantren.

    2. Secara Praktis

    Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai

    berikut :

  • 6

    a. Bagi pesantren, sebagai masukan dan informasi mengenai

    implementasi pendidikan nonformal pondok pesantren

    b. Hasil penelitian dapat diterapkan langsung oleh masyayikh yang

    berkaitan dengan implementasi pendidikan nonformal di pondok

    pesantren.

    D. Definisi Operasional

    Dafinisi operasional bertujuan untuk penegasan istilah dalam

    penelitian guna menghindari kesalah pahaman, definisi operasional dari

    penelitian tersebut yaitu:

    1. Implementasi

    Dalam kamus umum bahasa Indonesia implementasi berarti

    pelaksanaan (Poerwadarminta, 1984: 377).

    Implementasi yang dimaksudkan di sini yaitu pelaksanaan

    pendidikan nonformal yang ada di pondok pesantren Nur Muhammad

    dusun Wiyono kecamatan Grabag kabupaten Magelang.

    2. Pendidikan kesetaraan paket b

    Pendidikan kesetaraan yaitu satuan pendidikan pada jalur

    pendidikan luar sekolah, seperti halnya pondok pesantren salafiyah

    murni yang menyelenggarakan pendidikan setara dengan sekolah

    lanjutan tingkat pertama atau madrasah melalui program paket b.

    (Departemen Agama, 2003: 78)

  • 7

    3. Pondok pesantren Nur Muhammad

    Pondok Pesantren Nur Muhammad pondok pesantren salafiyah

    yang berada di daerah Magelang tepatnya di dusun Wiyono desa

    Grabag kecamatan Grabag kabupaten Magelang.

    E. Sistematika penulisan

    Dalam rangka untuk mempermudah memahami penilitian ini maka

    laporan penelitian ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:

    Bab 1 yaitu Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang

    masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan

    istilah dan sistematika penelitian.

    Bab 2 yaitu Kajian pustaka yang berisi tentang landasan teori dan

    kajian pustaka. Kemudian bab 3 yaitu tentang mettode penelitian bab ini

    membahas tentang metode dan langkah-langkah penelitian secara

    operasional yang meliputi: jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian,

    sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan

    keabsahan temuan.

    Bab 4 yaitu Paparan data dan analisis data membahas tentang data

    yang diperoleh dan menganalisa implementasi pendidikan kesetaraan

    paket b pada pondok pesantren Nur Muhammad Wiyono Grabag

    Magelang Tahun 2019 meliputi implementasi pendidikan kesetaraan

    paket b yang ada di pondok pesanren Nur Muhammad dan Problematika

    pendidikan kesetaraan paket b. Kemudian dilanjutkan dengan bab 5

  • 8

    merupakan bagian akhir dari seluruh pembahasan yang berisi penutup

    yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

  • 9

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Landasan Teori

    1. Pendidikan Kesetaraan Paket B

    a. Pengertian pendidikan

    Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai

    usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-

    nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam

    perkembangannya, istilah pendidikan atau pedagogie berarti

    bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh

    seorang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan

    diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seorang atau

    kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat

    hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti

    mental.(Sudirman dkk, 1992: 4)

    Pendidikan menurut para ahli:

    1) John Dewey

    Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-

    kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke

    arah alam dan sesama manusia.

  • 10

    2) J. J Rousseuau

    Pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak

    ada pada masa kanak-kanak, tetapi kita membutuhkannya

    ketika waktu dewasa. (Hasbullah, 1999: 2)

    3) Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989

    Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta

    didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan

    bagi peranannya di masa yang akan datang.

    4) Menurut UU No. 20 Tahun 2003

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

    mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

    peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

    untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

    diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan

    yang diperlakukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

    (Hasbullah, 1999: 4)

    Jadi penulis menyimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha

    manusia untuk merubah atau membentuk dirinya ke hal yang

    lebih baik dan menyiapkan diri untuk masa yang akan datang.

    b. Jalur pendidikan

    Dalam Undang-Undang SISDIKNAS Nomor 20 Tahun

    2003 Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik

    untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan

  • 11

    yang sesuai dengan tujuan pendidikan.(Undang-Undang Republik

    Indonesia, 2003: 3)

    Dalam UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun pasal 13 ayat 1

    tentang Jalur, jenjang dan jenis pendidikan dijelaskan bahwa jalur

    pendidikan terdiri atas Pendidikan formal, Pendidikan nonformal,

    Pendidikan informal yang saling melengkapi dan memperkaya.

    Kemudian ayat 2 berbunyi bahwa pendidikan sebagaimana

    dimaksud dalam ayat 1 diselenggarakan dengan sistem terbuka

    melalui tatap muka dan atau memulai jarak jauh. (Undang-Undang

    Republik Indonesia, 2003: 10)

    Masih dalam Undang-Undang tersebut disebutkan macam-

    macam dari jenjang pendidikan yaitu:

    1) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

    berjenjang, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah

    dan pendidikan tinggi.

    2) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar

    pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur

    dan berjenjang.

    3) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan

    lingkungan. (Undang-Undang Republik Indonesia, 2003: 4)

  • 12

    c. Pendidikan Nonformal

    Dalam Undang-Undang SISDIKNAS Nomor 20 tahun

    2003 pasal 26 ayat 1 sampai ayat 7 menjelaskan tantang

    pendidikan nonformal, yang berisi tentang:

    Ayat 1 bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi

    warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang

    berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap

    pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang

    hayat.

    Ayat 2 bahwa pendidikan nonformal berfungsi

    mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada

    penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta

    pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

    Ayat 3 bahwa pendidikan nonformal meliputi pendidikan

    kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan

    kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan

    keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja,

    pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

    mengembangkan kemampuan peserta didik.

    Ayat 4 bahwa satuan pendidikan nonformal terdiri atas

    lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat

    kegiatan belajar masyarakat, dan majlis taklim, serta saatuan

    pendidikan yang sejenis.

  • 13

    Ayat 5 bahwa kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi

    masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, ketrampilan,

    kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri,

    mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri dan atau

    melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

    Ayat 6 bahwa hasil pendidikan nonformal dapat dihargai

    setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui

    proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh

    pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar

    nasional pendidikan.

    Ayat 7 bahwa ketentuan mengenai penyelenggaraan

    pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat

    (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut

    dengan peraturan pemerintah. (Undang-Undang Republik

    Indonesia, 2003: 14-15)

    d. Pendidikan Kesetaraan

    1) Urgensi wajib belajar pendidikan dasar

    Kebijakan wajib belajar pendidikan dasar yang

    dicanangkan pemerintah merupakan salah satu usaha untuk

    menciptakan keadilan dalam pendidikan. Ada beberapa hal

    yang melatar belakangi pendidikan dasar sebagai pendidikan

    wajib bagi mereka yang berusia 7 sampai 15 tahun yang

    dimulai tahun 1994.

  • 14

    Ada beberapa alasan urgensi dari wajar Dikdas 9 tahun

    seperti yang diungkapkan dalam Juklak Wajar Dikdas yang

    diterbitkan Kantoer Menko Kesra dan Taskin, yaitu:

    (Departemen Agama: 2003, 77)

    a) Lebih dari 80℅ tenaga kerja di Indonesia hanya

    berpendidikan SD,

    b) Dari segi ekonomi, pendidikan dasar merupakan jalan untuk

    meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang

    memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi,

    c) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin

    besar peluangnya untuk lebih mampu berperan dalam

    kehidupan masyarakat,

    d) Lebih meningkatkan kemampuan dan ketrampilan,

    e) Pertumbuhan ekonomi yang cepat akan berjalan seiring

    dengan meningkatnya dengan pendidikan tersebut.

    f) Berkaitan dengan persiapan Indonesia dalam menghadapi

    abad ke-21 mendatang semakin besar tantangannya ,

    terlebih lagi dengan mulai terwujudnya ekonomi terbuka

    dan era persaingan bebas dan globalisasi. (Departemen

    Agama: 2003, 77)

    2) Wajib belajar Pendidikan Dasar di Pondok Pesantren

    Pada pesantren, peranannya dalam penuntasan wajar dikdas

    9 tahun, meskipun masih terbatas pada beberapa program,

  • 15

    namun telah dianggap sebagai tahap awal. Pertama, program

    paket B yang memuat materi pelajaran yang diajarkan pada

    satuan pendidikan yang setara dengan SLTP atau MTS. Pola

    pengembangan program Paket B adalah belajar sambil bekerja

    atau sebaliknya dengan menggunakan bahan pelajaran dalam

    bentuk paket modul yang diberikan pada santri, diajarkan di

    Pondok pesantren oleh seorang tenaga pengelola atau tutor.

    Kedua, SLTP Terbuka, pola pengajaran dan asrama

    memungkinkan seseorang untuk belajar secara mandiri yang

    dilakukan oleh para santri. Ketiga, MTS Terbuka, dengan

    dibantu oleh guru pamong, para santri belajar berdasarkan

    kurikulum yang sama dengan kurikulum pada MTS reguler.

    Penyelenggaraan pola wajib belajar pada pondok pesantren

    merupakan terobosan PP memiliki kontribusi yang besar dalam

    penuntasan wajib belajar 9 tahun. Pada sisi yang lain santri

    memperoleh ijasah yang dapat dipakai untuk melanjutkan

    kejenjang yang lebih tinggi.

    Pondok pesantren memiliki sumber daya yang menghimpun

    usia sekolah bagi sebagian usia sekolah di Indonesia maka

    pondok pesantren dimungkinkan untuk menyelenggarakan

    program wajib pendidikan dasar. Ada beberapa alternatif yang

    pernah dilakukan oleh pondok pesantren dalam

  • 16

    menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar yaitu:

    (Departemen Agama: 2003, 77-78)

    a) Pondok Pesantren dengan Program Paket B

    Yaitu satuan pendidikan pada jalur pendidikan luar

    sekolah, seperti halnya pondok pesantren salafiyah murni

    yang menyelenggarakan pendidikan setara dengan Sekolah

    Lanjutan Tingkat Pertama atau Madrasah Tsanawiyah

    melalui Program Paket B.

    b) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Terbuka

    Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Terbuka (SLTP

    Terbuka) merupakan salah satu langkah yang menjadi

    alternatif pembelajaran pendidikan dasar di Pondok

    Pesantren Salafiyah. Dalam penyelenggaraan yang dikelola

    oleh Departemen Pendidikan Nasional ini, pondok

    pesantren dengan pengajian dan asramanya dimungkinkan

    untuk menekankan prinsip belajar mandiri, sebagaimana

    halnya pondok pesantren itu sendiri, yaitu cara belajar yang

    dilakukan sendiri oleh santri dan membatasi seminimal

    mungkin bantuan orang lain.

    c) Madrasah Tsanawiyah Terbuka

    Madrasah Tsanawiyah Terbuka (MTS Terbuka)

    sebagaimana halnya SMP Terbuka merupakan salah satu

    langkah yang diusahakan menjadi alternatif pembelajaran

  • 17

    pendidikan dasar di pondok pesantren salafiyah yang

    diselenggarakan oleh Departemen Agama. (Departemen

    Agama: 2003, 78-79)

    3) Pondok pesantren salafiyah sebagai Penyelenggara Pola Wajar

    Dikdas

    Penyelengaaraan pondok pesantren salafiyah sebagai pola

    wajib belajar pendidikan dasar merupakan salah satu langkah

    monumental yang dilakukan oleh pemerintah dan kalangan

    pondok pesantren dalam upaya menuntaskan program wajib

    belajar pendidikan dasar di Indonesia. Penyelenggaraan ini

    merupakan upaya tidak mengenal lelah kalangan Pondok

    Pesantren Salafiyah untuk membantu pelaksanakan tujuan

    pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan bangsa.

    (Departemen Agama: 2003, 79)

    a) Latar belakang pondok pesantren sebagai penyelenggara

    pola wajar dikdas

    Banyak santri pada pondok pesantren salafiyah yang

    berusia 7 sampai dengan 15 tahun (seharusnya berada pada

    salah sat wahana wajib belajar pendidikan dasar sembilan

    tahun), yang tidak bersekolah di SD/MI atau SLTP/MTS

    dan tidak pula mengikuti Program Wajar Dikdas lain,

    seperti Kejar Paket A, SMP/MTS Terbuka, dan sebagainya.

    Para santri tidak ikut dalam ujian yang diselenggarakan

  • 18

    oleh pemerintah nasional, sehingga tidak memiliki

    kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

    lebih tinggi pada lembaga pendidikan sekolah, dan tidak

    mempunyai kesempatan untuk bekerja yang mensyaratkan

    adanya ijazah/STTB.

    Melalui pelaksanaan Program Wajar Dikdas

    sembilan tahun, pondok pesantren sebagai lembaga

    pendidikan Islam telah diakui setara dengan lembaga

    pendidikan umum. Berarti, semakin terbuka bagi

    masyarakat untuk menyelenggarakan jenis-jenis

    pendidikan, serta terbuka pula bagi anak usia sekolah untuk

    memilih berbagai lembaga pendidikan yang tersedia.

    Program Wajar Dikdas 9 tahun diharapkan akan meningkat

    cukup signifikan dengan masuknya santri-santri yang

    belajar pada pesantren salafiyah dalam pola wajib belajar

    pendidikan dasar. (Departemen Agama: 2003, 79-80)

    b) Landasan Hukum Pondok Pesantren Salafiyah sebagai

    Penyelenggara Pola Wajar Dikdas.

    Salah satu tugas negara adalah mencerdaskan

    kehidupan bangsa, dan setiap warga negara memiliki hak

    mendapatkan pengajaran. Untuk melaksanakan amanat

    tersebut BKNIP dalam rapatnya tanggal 27 Desember 1945

    merekomendasikan, "kewajiban sekolah lambat laun

  • 19

    dijalankan dengan ketentuan bahwa dengan tempo yang

    sesingkat-singkatnya paling lama 10 tahun bisa berlaku

    dengan sempurna dan merata (6 tahun sekolah untuk tiap-

    tiap anak Indonesia)”

    Keikutsertaan Departemen Agama dalam

    penyelenggaraan wajib belajar secara formal telah dimulai

    sejak tahun 1950, seperti ditegaskan dalam Undang-

    Undang nomor 4/50 jo 12/54 pasal 10: "Belajar di sekolah

    agama yang mendapat pengakuan dari Menteri Agama

    dianggap telah memenuhi kewajiban belajar"

    Keikut sertaan pondok pesantren sebagai

    penyelenggara wajib belajar pendidikan dasar sembilan

    tahun didasarkan:

    (1) Impres No. 1 tahun 1994 yang menegaskan “satuan

    pendidikan yang dikenal sebagai pesantren

    dimungkinkan menyelenggarakan program pendidikan

    dasar tersendiri yang penyetaraannya dengan

    pendidikan dasar disetujui oleh Menteri Pendidikan dan

    Kebudayaan”.

    (2) SKB Menteri Pendidikan dan Menteri Agama Nomor:

    1/U/KB/2000 dan Nomor : MA/86/2000, tentang

    Pondok Pesantren Salafiyah Sebagai Pola Wajib

    Belajar Pendidikan Dasar.

  • 20

    (3) SKB Dirjen Dikdasmen dan Dirjen Binbaga Islam

    Nomor: E/83/2000 dan Nomor 166/c/Kep/DS/2000,

    tentang Pedoman Pelaksanaan Pondok Pesantren

    Salafiyah sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan

    Dasar. (Departemen Agama: 2003, 80-81)

    c) Tujuan dan Sasaran

    Program ini bertujuan untuk meningkatkan peran

    serta pondok pesantren Salafiyah dalam penyelenggaraan

    program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun bagi

    santri sehingga para santri dapat memiliki kemampuan

    setara dan kesempatan yang sama untuk melanjutkan

    belajar ke jenjang yang lebih tinggi.

    Sasaran program ini adalah para santri di pondok

    pesantren Salafiyah yang berusia 7-15 tahun, yang

    mengikuti pendidikan Diniyah Ula/Awaliyah (tingkat

    dasar) dan Diniyah Wustho (tingkat lanjutan pertama) dan

    tidak sedang menempuh pendidikan di SD/MI dan

    SLTP/MTS, atau bukan tamatannya. Santri yang berusia

    lebih dari 15 tahun yang belum memiliki ijazah SD/MI atau

    SMP/MTS juga dapat mengikuti program ini. (Departemen

    Agama: 2003, 81-82)

  • 21

    d) Kurikulum dan Pembelajaran

    Pondok Pesantren Salafiyah yang

    menyelenggarakan program ini tetap menggunakan

    kurikulum khas pesantren yang selama ini berlaku, hanya

    menambah beberapa mata pelajaran umum dalam

    kurikulum pesantren.

    Mata pelajaran umum tersebut ada yang harus

    diajarkan oleh guru melalui belajar mengajar tatap muka

    dan ada yang dapat diberikan melalui penyedian buku-buku

    perpustakaan atau penugasan dan bimbingan yang

    dilakukan oleh guru pembimbing.

    Mata pelajaran yang harus melalui proses belajar

    mengajar tatap muka ialah:

    (1) Bahasa Indonesia

    (2) Matematika

    (3) IPA.

    Mata pelajaran umum lainnya seperti:

    (1) IPS

    (2) PKN

    (3) Bahasa Asing (Bahasa Inggris)

  • 22

    Pelajaran tersebut dapat diberikan melalui penyedian

    buku-buku perpustakaan atau penugasan dan bimbingan

    yang dilakukan oleh guru pembimbing.

    Setiap Pondok Pesantren Salafiyah berhak untuk

    mengatur dan menentukan jadwal pendidikan serta proses

    pembelajaran yang sesuai dengan kebiasaan, tradisi, serta

    kondisi setempat.

    Bahan ajar mata pelajaran umum untuk program

    Wajar Dikdas pada Pesantren Salafiyah pada dasarnya

    sama dengan yang digunakan pada SD/MI atau pada

    SLTP/MTS. Buku-buku yang digunakan pada SD/MI atau

    SMP/MTS dapat digunakan untuk Pesantren Salafiyah.

    Khusus untuk program Wajardikdas pada Pesantren

    Salafiyah, diupayakan penyusunan dan penerbitan buku

    mata pelajaran umum yang bernuansa pesantren tanpa

    mengurangi substansi materi harus diberikan pada jenjang

    pendidikan dasar. (Departemen Agama: 2003, 82-83)

    d) Ketenagaan

    (1) Tenaga yang kependidikan yang diperlukan adalah:

    (a) Seorang penanggung jawab program wajib belajar

    pendidikan dasar

    (b) Beberapa orang guru mata pelajaran umum yang

    mengajar matematika, bahasa indonesia, dan ipa

  • 23

    (c) Seorang atau beberapa orang guru pembimbing

    perpustakaan

    (2) Kriteria tenaga yang diperlukan

    (a) Untuk penanggung jawab program diperlukan

    seorang yang berwawasan luas dan berkemauan

    keras untuk menyelenggarakan program wajib

    belajar pendidikan dasar.

    (b) Untuk guru diperlukan orang-orang mampu

    mengajar materi mata pelajaran umum, diutamakan

    yang berpendidikan sarjana D3 atau S1, atau

    seorang guru yang telah cukup berpengalaman

    dibidangnya.

    (c) Guru pembimbing perpustakaan sedapat mungkin

    diambilkan dari ustadz/guru di lingkungan

    pesantren, sepanjang mereka memiliki kemampuan

    akademis, sehingga mengetahui budaya pendidikan

    pesantren.

    Tenaga pengajar untuk mata pelajaran umum,

    diutamakan dari lingkungan pesantren yang memiliki

    kualifikasi dan kemampuan pada bidangnya. Bila tidak

    terdapat guru mata pelajaran umum di lingkungan

    pesantren, dapat diupayakan guru dari madrasah atau

    sekolah lain yang berdekatan pada Pesantren. Dapat pula

  • 24

    bekerja sama dengan tenaga pengajar/guru-guru pada

    sekolah atau madrasahyang ada disekitarnya.

    (Departemen Agama: 2003, 83-84)

    e) Pembiayaan

    Sebagai penyelenggara program pemerintah,

    Pondok Pesantren berhak mendapatkan bantuan dana dari

    pemerintah, baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

    (Departemen Agama: 2003, 84)

    f) Sarana dan Prasarana

    Untuk mencapai keberhasilan program, pondok

    pesantren perlu mengupayakan sarana dan prasarana

    pendukung pendidikan sesuai kemampuan, seperti:

    (1) Ruang belajar atau ruang kelas

    (2) Perpustakaan.

    (3) Laboratorium IPA

    (4) Laboratorium bahasa

    (5) Sarana pendidikan lainnya yang mendukung kelancaran

    program wajar dikdas. (Departemen Agama: 2003, 84)

    g) Evaluasi dan Penyetaraan

    Pelaksanaan penilaian/evaluasi belajar bersifat

    harian dilakukan oleh tenaga kependidikan sesuai dengan

    kemajuan santri dalam belajar.

  • 25

    Penyelenggaraan ulangan umum yang merupakan

    penilaian preatasi belajar santri yang dilakukan secara

    berkala, dapat dilakukan bersama waktunya dengan ulang

    umum SD/MI atau SMP/MTS setempat atau disesuaikan

    dengan jadwal kegiatan pendidikan Pondok Pesantren yang

    bersangkutan.

    Penialaian/ujian akhir mata pelajaran umum dengan

    menggunakan standar nasional akan dilakukan oleh pihak

    yang berwenang melakukan pengujian yaitu Pusat

    Pengujian Nasional pada Departemen Pendidikan

    Nasional. Dan penilaian /ujian akhir mata pelajaran lainnya

    seprti IPS, PKN, Bahasa Inggris dilakukan sendiri oleh

    tenaga kependidikan, dengan rambu-rambu dan bimbingan

    kisi-kisi oleh pusat Pengujian Nasional atau pihak yang

    berwenang.

    Waktu penyelenggaraan penilaian hasil belajar

    tahap akhir dapat memilih dua alternatif yaitu: dilakukan

    bersamaan dengan waktu ujian SD/MI dan SMP/MTS atau

    bersamaan dengan waktu imtihan pondok pesantren.

    Persyaratan bagi santri untuk mengikuti penilaian

    hasil belajar tahap akhir bagi santri Salafiyah yaitu: bagi

    santri Salafiyah/Diniyah Ula minimal telah mengikuti

    secara aktif program Wajar Dikdas selama 3 tahun berturut-

  • 26

    turut. Bagi santri Salafiyah diniyah wustho, minimal telah

    mengikuti secara aktif Program Wajar Dikdas 2 tahun dan

    telah memiliki ijazah/STTB SD/MI/Paket A/Salafiyah Ula.

    Status ijazah dan STTB yang dikeluarkan Pesantren

    Salafiyah penyelenggara program Wajar Dikdas,

    mempunyai kedudukan yang setara dengan STTB yang

    dikeluarkan lembaga pendidikan sekolah seperti SD/MI

    atau SLTP/MTS. Pemegang ijazah/STTB pondok pesantren

    penyelenggara program Wajar Dikdas mempunyai hak dan

    kesempatan yang sama dengan pemegang ijazah/STTB

    sekolah lain yang setara, baik untuk melajutkan ke jenjang

    yang lebih tinggi maupun mendapatkan pekerjaan.

    (Departemen Agama: 2003, 84-86)

    h) Penyelenggara

    Sturktur organisasi pondok pesantren program wajar

    dikdas, terdiri dari: pembina/pembimbing (kepala kandepag

    kabupataen/kotamadya, kepala dinas pendidikan daerah,

    pimpinan/pengurus yayasan pondok pesantren);

    penanggung jawab program, guru mata pelajaran umum,

    guru pembimbing/ustadz, santri peserta didik. (Struktur ini

    sifatnya fleksibel, bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan

    kondisi pondok pesantren penyelenggara)

  • 27

    Untuk menyelenggarakan program wajib belajar

    pendidikan dasar ini, Pondok Pesantren Salafiyah

    melaporkan/mendaftarkan pada Dinas Kantor Departemen

    Agama, dengan tebusan kepada kepala Dinas Pendidikan

    pada Pemerintah Daerah Kabupaten/kota setempat, tentang

    kesiapan dan kesanggupan pondok pesantren

    menyelenggarakan program Wajar Dikdas. ( Departemen

    Agama: 2003, 86)

    Laporan atau pemberitahuan tersebut mencakup

    data-data sebagai berikut:

    (1) Nama pondok pesantren dan alamat lengkap

    (2) Nama pimpinan pesantren dan penanggung jawab

    program

    (3) Jenjang pendidikan yang akan diselenggarakan

    (4) Jumlah santri yang akan mengikuti program masing-

    masing jenjang

    (5) Nama tenaga guru yang mengajar 3 mata pelajaran

    umum.

    (6) Sarana pendidikan yang telah ada, termasuk

    perpustakaan atau sumber belajar lainnya.

    Penetapan Pesantren Salafiyah sebagai penyelenggara

    wajar dikdas dilakukan dengan proses sebagai berikut:

    berdasarkan laporan/pendaftaran tersebut, Departemen

  • 28

    Agama setempat bersama instansi yang terkait lainnya

    melakukan klarifikasi dan verifikasi. Selanjutnya Kantor

    Departemen Agama akan mengeluarkan piagam penetapan

    Pondok Pesantren Salafiyah sebagai penyelenggara

    program wajar dikdas. Surat/Piagam penetapan tersebut

    dilaporkan kepada Kantor Wilayah Departemen Agama

    propinsi setempat dan Direktoral Jenderal Kelembagaan

    Agama Islam Departemen Agama Pusat (Departemen

    Agama: 2003, 86-87)

    2. Pendidikan Pondok Pesantren

    a. Sejarah Pondok Pesantren

    Pendidikan pesantren merupakan lembaga pendidikan

    Islam tertua dan dianggap sebagai budaya asli Indonesia serta

    memiliki akar yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat.

    Keberadaan sistem pendidikan pesantren bahkan telah ada jauh

    sebelum kedatangan Islam di negeri ini, yaitu pada masa Hindu

    Budha.

    Karel A .Stenbrik dalam bukunya yang berjudul

    “Pesantren, Madrasah, sekolah: pendidikan Islam dalam Kurun

    Modern” yang dimuat dalam jurnal Pondok Pesantren Mihrab

    Komunikatif dalam Berwacana edisi II yang ditulis oleh Fahmi

    Arif El Muniry yang berjudul “Menggagas Pesantren Berbasis

    Riset: dari Mengaji ke Mengkaji” meyakinkan bahwa dalam suatu

  • 29

    penelitiannya, menemukan secara terminologis, dapat dijelaskan

    bahwa pendidikan pesantren, dilihat dari segi bentuk dan sistemnya

    berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia,

    sistem tersebut telah dipergunakan secara umum untuk pendidikan

    dan pengajaran agama Hindu di Jawa. Setelah Islam masuk dan

    tersebar di Jawa, sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam.

    Istilah pesantren sendiri seperti halnya mengaji bukanlah berasal

    dari istilah Arab, melainkan dari India. Demikian juga dengan

    istilah pondok, langgar di Jawa, surau di Minangkabau, dan

    rangkang di Aceh.

    Disamping berdasarkan alasan terminologis, persamaan

    bentuk antara pendidikan Hindu di India dan pesantren dapat

    dianggap sebagai petunjuk untuk menjelaskan asal usul sistem

    pendidikan pesantren. Masih dalam jurnal tersebut dan dalam

    bukunya Karel A. Stenbrink dari Soegarda Poerbakawatja

    mengatakan bahwa ia melihat beberapa unsur yang dapat

    ditemukan baik dalam sistem pendidikan Hindu maupun pesantren

    di Indonesia yang tidak dijumpai dalam sistem pendidikan yang

    asli di Mekkah. Unsur tersebut antara lain: seluruh sistem

    pendidikan bersifat agama, guru tidak mendapatkan gaji,

    penghormatan yang besar terhadap guru dan para murid yang pergi

    meminta-minta ke luar lingkungan pondok. Tetapi dalam

    penelelitian Stenbrink mengungkapan bahwa unsur yang

  • 30

    dikemukakan Soegarda yang mengatakan bahwa sistem pendidikan

    pesantren berasal dari Hindu dan bukan berasal dari Islam, ternyata

    kurang tepat, sebab sistem tersebut dapat ditemukan dalam dunia

    Islam. Begitu pula kebiasaan santri untuk sering mengadakan

    perjalanan yang ditemukan pada masa pra Islam di Jawa, ternyata

    dapat juga ditemukan dalam tradisi Islam. (El Muniry (II), 2006:

    75)

    Di Indonesia, memasuki masa Islam, tepatnya sejak abad

    ke-13 dan mencapai perkembangan yang sangat menakjubkan pada

    abad ke-16, pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan tidak

    hanya memperoleh pengukuhan, tetapi juga terus dipertahankan.

    Hanya sejalan dengan konverensi keagaman masyarakat Nusantara

    menjadi muslim, pesantren mengalami perubahan fungsi. Bila

    sebelumnya merupakan bagian dari tradisi pendidikan keagamaan

    Hindu-Budha, pada masa Islam pesantren berkembang menjadi

    pusat berlangsungnya proses pembelajaran ilmu-ilmu keislaman

    bagi masyarakat Indonesia.

    Lembaga pesantren semakin berkembang secara cepat salah

    satunya ditandai dengan adanya sikap non-kooperatif ulama

    terhadap kebijakan "politik etis" pemerintah kolonial Belanda pada

    akhir abad ke-19. Kebijakan pemerintah kolonial ini dimaksudkan

    sebagai balas budi kepada rakyat Indonesia dengan memberian

    pendidikan modern, termasuk budaya barat. Namun pendidikan

  • 31

    yang diberikan sangat terbatas, baik dari segi jumlah yang

    mendapat kesempatan mengikuti pendidikan maupun dari segi

    tingkat pendidikan yang diberikan.

    Sikap non-kooperatif dan silent opposition para ulama itu

    kemudian ditunjukan dengan mendirikan pesantren di daerah-

    daerah yang jauh dari kota untuk menghadiri intervensi serta

    memberikan kesempatan kepada rakyat yang belum memperoleh

    pendidikan. Sampai akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1860-an,

    menurut penelitian Sartono Kartidiardjo dalam buku yang berjudul

    “Pemberontakan Petani Banten” yang dimuat dalam Jurnal

    Pondok pesantren Mihrab Komunikatif dalam Berwacana (El

    Muniry (II), 2006: 76) menyatakan bahwa, jumlah pesantren

    mengalami peledakan yang luar biasa, terutama di Jawa yang

    perkiraan mencapai 300 buah.

    Pesantren pada awalnya lahir sebagai manifestasi dari

    bertemunya dua kemauan: semangat orang yang ingin menimba

    ilmu (santri) sebagai bekal hidupnya dan keikhlasan orang yang

    ingin mengamalkan ilmunya dan pengalamannya kepada umat,

    yakni kiai (Jawa), ajengan (Sunda), tengku (Aceh), dan sebutan-

    sebutan lain yang senada dan semakna.

    Secara fisik, wujud awal pesantren adalah sebuah tempat

    shalat (mushola) yang biasa disebut oleh masyarakat Jawa dengan

    tajug atau langgar. Selain digunakan untuk shalat berjamaah,

  • 32

    tempat ini juga digunakan untuk tempat mengaji ilmu-ilmu

    keislaman berupa penguasaan bacaan dan tafsir Al-quran, dan

    selanjutnya berkembang menuju kajian atas berbagai kitab kuning.

    Karena semakin bertambahnya santri yang menuntut ilmu, mushola

    yang kecil itu diperluas dan akhirnya berubah status menjadi

    masjid. (El Muniry (II), 2006: 76 )

    Dalam Jurnal Pondok Pesantren Mihrab Komunikatif dalam

    Berwacana (El Muniry (II), 2006: 76) dijelaskan bahwa santri juga

    mengalami pertambahan, awalnya, status mereka semuanya adalah

    santri kalong. Akan tetapi, karena pertambahan santri yang

    semakin hari semakin meningkat dan mereka tidak saja berasal dari

    daerah sekitar tempat tinggal kiai-ulama, maka dibutuhkan tempat

    penginapan. Mulanya mereka ditempatkan di bagian masjid untuk

    sementara waktu. Kemudian secara bergotong royong mereka

    membuat bilik-bilik yang selanjutnya disebut pondok (bahasa arab:

    funduq berarti hotel, tempat menginap). Akhirnya, jadilah lembaga

    yang disebut pondok pesantren. Tambahan kata pesantren

    merupakan kata benda bentukan dari kata santri yang mendapat

    awalan pe dan akhiran an berarti pe-santri-an. Menurut buku babad

    cirebon santri berasal dari kata chantrik yang berarti orang yang

    sedang belajar kepada seorang guru. Kemudian kata itu diserap

    dalam bahasa Jawa santri. Jadilah bentukan kata baru pesantrian

    (orang mengucapkannya pesantren). Dengan demikian pesantren

  • 33

    adalah sebuah tempat dimana para santri menginap dan menuntut

    ilmu dengan bimbingan seorang kyai.

    Pada masa-masa awal, pesantren sudah memiliki tingkatan

    yang berbeda-berbeda. Tingkatan pesantren yang paling sederhana

    hanya mengajarkan cara membaca huruf Arab dan Al-qur'an.

    Sementara pesantren yang agak tinggi ialah pesantren yang

    mengajarkan berbagai kitab fiqh, ilmu akidah, dan kadang-kadang

    amalan sufi, di samping tata bahasa Arab (nahwu-shorof). El

    Muniry (II), 2006: 76)

    b. Tipologi Pondok Pesantren

    Istilah pondok barang kali berasal dari pengertian asrama-

    asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang

    dibuat dari bambu, atau barangkali berasal dari kata Arab fundug,

    yang berarti hotel atau asrama. Perkataan pesantren berasal dari

    kata santri, yang dengan pe di depan dan di akhiri an berarti tempat

    tinggal para santri. Profesor Jhons berpendapat bahwa istilah santri

    berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedangkan

    C.C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah

    shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku

    suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama

    Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-

    buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu

    pengetahuan.( Dhofier, 1983: 18)

  • 34

    Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik. Tidak

    hanya unik dalam pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik

    dalam pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup yang

    ditempuh, struktur pembagian kewenangan, dan semua aspek-

    aspek kependidikan dan kemasyarakatan lainnya (Departemen

    Agama RI, 2003: 28). Sebuah lembaga pendidikan dapat disebut

    sebagai pondok pesantren apabila di dalamya terdapat sedikitnya

    lima unsur, yaitu:

    1) Kiyai;

    2) Santri;

    3) Pengajian;

    4) Asrama atau pondok

    5) Masjid atau tempat untuk berjamaah (Departemen Agama RI,

    2003: 28).

    Dalam bukunya Zamakhsyari Dhofier yang berjudul Tradisi

    Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai menyebutkan

    elemen-elemen sebuah pesantren yaitu:

    1) Pondok

    Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama

    pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal

    bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) yang

    dikenal dengan sebutan “kyai”. Asrama untuk para siswa tersebut

    berada dalam lingkungan komplek pesantren di mana kyai

  • 35

    bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk

    beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan

    yang lain. Komplek pesanren ini biasanya dikelilingi dengan

    tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri

    sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pondok, asrama bagi para

    santri merupakan ciri khas tradisi pesantren, yang

    membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional di masjid-

    masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah islam di negara-

    negara lain

    2) Masjid

    Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan

    dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat

    untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang

    lima waktu, khutbah dan sembahyang jum'at dan pengajaran kitab-

    kitab klasik lainnya.

    3) Pengajaran kitab klasik

    Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab islam klasik terutama

    karangan-karangan ulama yang menganut faham syafi'iyah,

    merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam

    lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk

    mendidik calon-calon ulama.

    Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren

    dapat digolongkan kedalam 8 kelompok yaitu:

  • 36

    a) Nahwu (syntax) dan saraf (morfologi)

    b) Fiqh

    c) Usul fiqh

    d) Hadis

    e) Tafsir

    f) Tauhid

    g) Tasawuf dan etika

    h) Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.

    Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai

    teks yang terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadis, tafsir,

    fiqh, usul fiqh dan tasawuf. Semuanya ini dapat digolongkan

    kedalam tiga kelompok yaitu:

    a) Kitab-kitab dasar

    b) Kitab-kitab tingkat menengah

    c) Kitab-kitab besar

    4) Santri

    Santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga

    pesantren, menurut tradisi pesantren terdapat 2 kelompok santri

    yaitu:

    a) Santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang

    jauh dan menetap dalam kelompok pesantren.

  • 37

    b) Santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa

    keliling pesantren yang biasanya tidak menetap di dalam

    pesantren.

    5) Kyai

    Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu

    pesantren. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah

    sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata

    bergantung kepada kepribadian kyainya.

    Menurut asal usulnya, perkataan kyai dalam bahasa jawa

    dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:

    a) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap

    keramat; umpamanya, "kyai garuda kencana" dipakai untuk

    sebutan kereta emas yang berada di Keraton Yogyakarta.

    b) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

    c) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli

    agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren

    dan mengajar kitab-kitab islam klasik kepada para santrinya.

    Selain gelar kyai ia juga sering disebut seorang alim (orang

    yang dalam pengetahuan Islamnya). ( Dhofier, 1983: 44-55)

    Keberagaman dan keunikan pondok pesantren juga terdapat

    pada sistem pembelajarannya. Hal ini terkait dengan kenyataan,

  • 38

    sejauh mana sebuah pondok pesantren tetap mempertahankan

    sistem pembelajaran lama yang cenderung menggunakan

    pendekatan individual atau kelompok, dan sejauh mana pondok

    pesantren menyerap sistem pendidikan modern yang lebih

    mengedepankan pendekatan klasikal. Dari berbagai tingkat

    konnsistensi dengan sistem lama dan keterpengaruhan oleh sistem

    modern, secara garis besar pondok pesantren dikategorikan

    kedalam tiga bentuk yaitu:

    1) Pondok pesantren salafiyah

    Salaf artinya lama, dahulu atau tradisional. Pondok

    pesantrten salafiyah adalah pondok pesantren yang

    menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan

    tradisional, sebagaimana yang berlangsung sejak awal

    pertumbuhannya. Pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam

    dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi

    pada kitab-kitab klasik, berbahasa Arab. Perjenjangan tidak

    didasarkan pada satuan waktu, tetapi berdasarkan tamatnya

    kitab yang dipelajari. Dengan selesainya satu kitab tertenntu,

    santri dapat naik jenjang dengan mempelajari kitab yanng

    tingkat kesukarannya lebih tinggi.

    2) Pondok pesantren khalafiyah („ashriyah)

    Khalaf artinya kemudian atau belakang sedangkan „ashri

    artinya sekarang atau modern. Pondok pesantren khalafiyah

  • 39

    adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan

    pendidikan dengan pendekatan modern melaluai satuan

    pendidikan formal baik madrasah maupun sekolah, tetapi

    dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran pada pondok

    pesantren khalafiyah dillakukan secara berkesinambungan,

    dengan satuan waktu, seperti catur wulan, semester,

    tahun/kelas dan seterusnnya.

    3) Pondok pesantren campuran/kombinasi

    Pondok pesantren salafiyah dan khalafiyah dengan

    penjelasan diatas adalah salafiyah dan khalafiyah dalam

    bentuk yang ekstrim. Barangkali, kenyataan di lapangan tidak

    ada atau sedikit sekali pondok pesantren salafiyah atau

    khalafiyah dengan pengertian tersebut.( Departemen Agama,

    2003: 29-30)

    c. Kurikulum atau manhaj

    Madrasah atau sekolah yang diselenggarakan oleh pondok

    pesantren menggunakan kurikulum yang sama dengan kurikulum

    di madrasah atau sekolah yang lain, yang telah dibakukan oleh

    Departemen Agama atau Departemen Pendidikan Nasional.

    Lembaga pendidikan formal lain yang diselenggarakan oleh

    pondok pesantren selain madrasah atau sekolah, kurikulumnya

    disusun oleh penyelenggara/pondok pesantren yang bersangkutan.

  • 40

    Pada pondok pesantren salafiyah tidak dikenal kurikulum

    dalam pengertian kurikulum seperti kurikulum pada lembaga

    pendidikan formal. Kurikulum pada pesantren salafiyah disebut

    manhaj, yang dapat diartikan sebagai arah pembelajaran tertentu.

    Manhaj pada pondok pesantren salafiyah tidak dalam bentuk

    jabaran silabus, tetapi berupa funun kitab-kitab yang diajarkan

    pada santrinya.

    Kompetensi standar bagi tamatan pondok pesantren adalah

    kemampuan menguasai (memahami, menghayati, mengamalkan,

    dan mengajarkan) isi kitab tertentu yang telah ditetapkan. Kitab-

    kitab yang digunakan tersebut biasanya disebut kitab kuning (kitab

    salaf). Disebut demikian karena pada umumnya kitab-kitab

    tersebut dicetak di atas kertas yang berwarna kuning.

    Di kalangan pondok pesantren sendiri, di samping istilah

    kitab kuning, beredar juga istilah “kitab klasik”, untuk menyebut

    kitab yang sama. Kitab-kitab tersebut pada umumnya tidak diberi

    harakat atau syakal, sehingga sering juga disebut dengan “kitab

    gundul”. Ada juga yang menyebut dengan “kitab kuno” karena

    rentang waktu sejarah yang sangat jauh sejak disusun atau

    diterbitkan samapi sekarang.

    Contoh jenis fan dan kitab yang diajarkan berdasarkan

    tingkatannya sebagai berikut:

    1) Tingkat dasar

  • 41

    a) Al-quran

    b) Tauhid : al-jawahr al-kalamiya, ummu al-barohim

    c) Fiqh: safinah al-sholah, safinah al-naja', sullam at-taufiq,

    sullam al munajat

    d) Akhlak: Al Washaya Al Abna‟, Al- Akhlaq li Al

    Banat/Banin

    e) Nahwu: Nahwu Al Wadlih, Al Ajrumiyah

    f) Sharaf: Al Amtsilah al-tashrifiyyah, Matn Al bina wa al-

    asas

    2) Tingkat menengah pertama

    a) Tajwid : Tuhfah Al-Athfal, Hidayah Al-Mustafid, Mursid Al

    wildan, Syifa‟ al-arahman

    b) Tauhid : Aqidah al-awwam, Al-Dina Al Islami

    c) Fiqh : Fath al-qarib (Taqrib), Minhaj al qawim Safinah al-

    sholah

    d) Akhlaq : Ta‟lim al Muta‟alim

    e) Nahwu : Mutammimah, Nazham imrithi, Al-makudi, Al-

    „asymawi

    f) Sharaf : Nazham maksud al-kaelani

    g) Tarikh : Nur al-yaqin

    3) Tingkat menengah atas

    a) Tafsir : Tafsir Al-qur‟an al-jalalain, Al-maraghi

  • 42

    b) Ilmu tafsir : Al-tibya‟ fi ulumul al-qur‟an, mabahits fi

    ulumul al-quran, manahil al-irfan.

    c) Hadits: Al-arbain al-nawawi, muhtar al-ahadist, bulugh al-

    maram, jawahir al-bukhari, al-jami‟ al-shaghir

    d) Mustahalah al-hadist : Minhah al-mughits, Al-baiquniyyah

    e) Tauhid : Tuhfah al-murid, al-husun al hamidiyah, al-aqidah

    al-islamiyah, kifayah al-awwam

    f) Fiqh : Kifayah al-akhyar.

    g) Ushul al-fiqh : Al-waraqat, al-sullam, al-bayan, al-luma‟

    h) Nahwu dan sharaf : Alfiyah ibnu malik, qawaid al-lughah

    al-arabiyyah, syarh ibnu aqil, al-i‟lal, i‟lal al-sharf

    i) Akhlak : Mihal al-abidin, Irsad al-ibad,

    j) Tarikh : Ismam al-wafaq

    k) Balaghah : Al-jauhar al-maknun

    4) Tingkat tinggi

    a) Tauhid : Fath al-majid

    b) Tafsir : Tafsir al-qur‟an azhim (ibnu Katsir), fi zhilal al-

    qur‟an

    c) Ilmu tafsir : Al-itqan fi ulum al-qur‟an, itmam al dirayah

    d) Hadist : Rizadh al shalihin, al-lu‟lu‟ wa al marjan, shahih

    al-bukhori, shahih al-muslim, tarjid al-shalih

    e) Musthalahah al-hadist : Al-fiyah al-suyuthi

  • 43

    f) Fiqh : Fath al-wahab, Al-„iqna, al-muhadzdzab, al-mahalli,

    al-fiqh „ala al-madzahib al arba‟ah, Bidayah al-mujtahid

    g) Usul al-fiqh : Lata‟ifa al-isyarah, usul al-fiqh, jam‟u al-

    jawami‟, al-asybha wa al-nadhair, al-nawahib al-saniyah.

    h) Bahasa Arab : Jami‟ al durus al-arabiayah

    i) Balaghah : al uqud al juman, al balaghah al wadhihah

    j) Mantiq : sulam al munauraq

    k) Akhlaq : ikhya‟ ulum al-din, risalah al-mu‟awwanah,

    bidyah al hidayah

    l) Tarikh : tarikh tasyri‟ (Departemen Agama RI, 2003: 31-

    35)

    d. Metode Pembelajaran Pondok Pesantren

    Kata metode berasal dari istilah Yunani “metta” yang

    berarti “melalui” dan “hodos” yang berarti jalan yang dilalui. Jadi

    metode berarti “jalan yang dilalui”(Suharto, 2006: 138).

    Sedangkan dalam bahasa Arab metode diungkapkan dalam

    berbagai kata. Terkadang digunakan kata al tariqah, manhaj, dan

    al wasilah. Al-tariqah berarti jalan, manhaj berarti sistem, dan

    wasilah berarti perantara atau mediator (Nata, 2005: 144). Jadi

    yang dimaksud dengan metode yaitu seperangkat cara, jalan dan

    teknik yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran

    agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran atau

  • 44

    mengusai kompetensi tertentu yang dirumuskan dalam silabi mata

    pelajaran ( Ramayulis, 2001: 185)

    Macam-macam metode pembelajaran dalam pondok pesantren

    yaitu:

    1) Metode Ceramah

    Metode ceramah adalah suatu cara mengajar atau penyajian

    materi melalui penuturan dan penerapan lisan oleh guru kepada

    siswa. (Mufron, 2015: 91)

    Agar siswa efektif dalam proses belajar mengajar yang

    menggunakan ceramah, maka siswa perlu dilatih

    mengembangkan keterampilan berfikir untuk memahami suatu

    proses dengan cara mengajukan pertanyaan, memberikan

    tanggapan dan mencatat penalarannya secara sistematis.

    (Ladjid, 2005: 121)

    Metode ceramah sering disandingkan dengan kata khutbah.

    Dalam Al-quran sendiri kata tersebut tersebut diulang 9 kali.

    Bahkan ada yang berpendapat metode ceramah ini dekat

    dengan kata tabligh, yaitu menyampaikan suatu ajaran. Pada

    hakikatnya kedua arti tersebut memiliki makna yang sama

    yakni menyampaikan suatu ajaran. Dalam Al-quran kata

    tabligh lebih banyak digunakan daripada kata khutbah, Al-

    quran mengulang kata tabligh sebanyak 78 kali. Salah satunya

    adalah dalam surat Yasin ayat 17. (Ali Mufron, 2015: 92)

  • 45

    ٍْىَا َوَما اْلُمبٍِهُ اْلبَََلغُ إِّلَّ َعلَ

    Artinya: “Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah

    menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas" (Q.S Yasin: 17)

    2) Metode Tanya Jawab

    Metode tanya jawab ialah suatu cara mengajar diman

    seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid

    tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang

    telah mereka baca. Sedangkan murid memberikan jawaban

    berdasarkan fakta (Ramayulis, 2006 :193)

    Di dalam Al-quran hal ini digunakan oleh Allah agar

    manusia berfikir. Pertanyaan itu mampu memancing stimulus

    yang ada. adapun contoh yang paling jelas dari metode

    pendidikan Quran terdapat dalam surat Ar-rahman. Pada setiap

    ayat atau beberapa ayat dengan kalimat bertanya itu, manusia

    berhadapan dengan indera, naluri suara hati, dan perasaan. Dia

    tidak akan dapat mengingkari apa yang di inderanya dan

    diterima oleh akal serta hatinya. Ayat tersebut adalah:

    بانِ َربُِّكما آّلءِ فَبِأَيِّ جَُكذِّ

    Artinya: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau

    dustakan ?” (ar-Rahman: 13).

    Pertanyaan tersebut diulang sebanyak 31 x di Dalam surat

    ar-rahman. Setiap diulang, pertanyaan ini merangsang kesan

    yang berlainan sesuai dengan konteksnya dengan ayat

    sebelumya. (Mufron, 2015: 93)

  • 46

    3) Metode Diskusi

    Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok untuk

    memecahkan suatu masalah dengan maksud untuk mendapat

    pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang

    sesuatu, atau untuk merampungkan keputusan bersama. Dalam

    diskusi tiap orang diharapkan memberikan sumbangan

    sehingga seluruh kelompok kembali dengan pemahaman yang

    sama dalam suatu keputusan atau kesimpulan. (Mufron, 2013:

    94)

    4) Metode Sorogan

    Metode sorogan berasal dari kata sorog (bahasa Jawa),

    yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan

    kitabnya dihadapan kyai atau pembantunya (badal atau asisten

    kiyai). Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual,

    dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan

    terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya. Sistem

    sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi

    seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. Sistem

    ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan

    membimbing secara maksimal kemampuan seorang santri

    dalam menguasai materi pembelajaran.

    Sorogan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para santri

    yang lebih menitikberatkan pada pengembangan kemampuan

  • 47

    (perorangan) individual di bawah bimbingan seorang kyai atau

    ustadz.

    Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya

    diselenggarakan pada ruang tertentu. Ada tempat duduk kyai

    atau ustadz, di depannya ada meja pendek untuk meletakkan

    kitab bagi santri yang menghadap. Santri-santri lain, yang

    mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh

    sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kyai atau ustadz

    sekaligus mempersiapkan diri menunggu giliran dipanggil.

    (Departemen Agama, 2003: 38)

    5) Metode Bandongan/Wetonan

    Wetonan, istilah weton ini berasal dari kata wektu (bahasa

    jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan

    pada waktu waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah

    melakukan sholat fardhu. Metode weton ini merupakan metode

    kuliah, Di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk

    di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah

    santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan

    padanya. Istilah wetonan disebut juga dengan bandongan.

    Metode bandongan dilakukan oleh seorang Kyai atau

    Ustadz terhadap sekelompok santri untuk mendengarkan atau

    menyimak apa yang dibacakan oleh kyai dari sebuah kitab.

    kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali

  • 48

    mengulas teks teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat

    (gundul). (Departemen Agama, 2003: 39-40)

    6) Metode hapalan (muhafazhah)

    Metode hafalan ialah kegiatan belajar Santri dengan cara

    menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan

    pengawasan kyai atau ustadz. Para santri diberi tugas untuk

    menghafal bacaan-bacaan dalam waktu tertentu. Hafalan yang

    dimiliki Santri ini kemudian dihafalkan di hadapan kyai atau

    ustadz secara periodik untuk insidental tergantung kepada

    petunjuk kyai atau ustadz yang bersangkutan.

    Materi pembelajaran dengan metode hafalan umumnya

    berkenaan dengan Al-quran, nazham-nazham untuk nahwu,

    sharaf, tajwid ataupun untuk teks-teks sharaf dan fiqh.

    (Departemen Agama, 2003: 46-47)

    7) Metode pengajian pasaran

    Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para

    santri melalui pengkajian materi kitab tertentu pada seorang

    kyai atau ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam

    kegiatan yang terus-menerus selama tenggang waktu tertentu.

    Pada umumnya dilakukan pada bulan Romadhon selama

    setengah bulan, 20 hari, atau terkadang satu bulan penuh

    tergantung pada besarnya kitab yang dikaji. Metode ini lebih

    mirip dengan metode bandongan tetapi pada metode ini target

  • 49

    utamanya adalah selesainya kitab yang dipelajari. (Departemen

    Agama, 2003: 45)

    8) Metode kisah

    Metode kisah ialah suatu cara mengajar dimana guru

    memberikan materi pembelajaran melalui kisah atau cerita.

    (Mufron, 2015: 96) Prinsip dasar metode ini diambilkan dalam

    al-qur'an surat yusuf ayat 3.

    ٍْكَ وَقُصُّ وَْحهُ ٍْىَا بَِما اْلقََصصِ أَْحَسهَ َعلَ ٍْكَ أَْوَح َذا إِلَ ِمهْ ُكْىثَ َوإِنْ اْلقُْزآنَ هََٰ

    اْلَغافِلٍِهَ لَِمهَ قَْبلِهِ

    Artinya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling

    baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan

    sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah

    termasuk orang-orang yang belum mengetahui” (Q.S Yusuf: 3)

    9) Metode Demonstrasi

    Demonstrasi adalah salah satu teknik mengajar yang

    dilakukan oleh seorang guru atau orang lain dengan sengaja

    diminta atau siswa sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan

    kepada kelas tentang suatu proses atau cara melakukan sesuatu.

    Misalnya demonstrasi tentang cara memandikan mayat orang

    dengan cara memandikan mayat orang muslim/ muslimah

    dengan menggunakan model atau boneka, demonstrasi tentang

    cara tawaf pada saat melakukan ibadah haji dan lain

    sebagainya. ( Usman, 2002: 45)

    B. Kajian Pustaka

  • 50

    Berdasarkan penelusuran dari penelitian terdahulu, maka dapat

    ditemukan pembahasan yang berkaitan dengan penelitian yang penulis

    lakukan diantaranya yaitu:

    1. Shohifatul Aliyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sunan

    Kalijaga, 2015. Dengan skiripsi yang berjudul “Pembelajaran

    Pendidikan Non Formal Paket B di Pusat Kegiatan Masyarakat

    (PKBM) Reksonegoro, Klitran Lor, Gondokusumo, Yogyakarta”.

    Skripsi ini membahas tentang Pendidikan kesetaraan Program Paket B

    yang berada di Pusat Kegiatan Masyarakat (PKBM) Reksonegoro,

    Klitran Lor, Gondokusumo, Yogyakarta. Dalam pelaksanaan

    pembelajaran pada kesetaaraan ini menggunakan Kurikulum Tingkat

    Satuan Pendidikan (KTSP) yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan dan

    Kebudayaan Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam

    pembelajaran yaitu tatap muka, kegiatan tutorial dan kegiatan mandiri.

    Penilaian yang dilakukan yaitu dengan penilaian kognitif, efektif dan

    psikomotor.

    2. Restu Handayani, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri

    Semararang, 2017. Dengan skripsi yang berjudul “Pengelolaan

    Program Pendidikan Kesetaraan Kejar Paket C di PKBM Citra Ilmu”.

    Skripsi ini membahas tentang pengelolaan program kesetaraan Paket C

    yaitu dengan perencanaan program pendidikan yang dilaksanakan

    sebelum pembelajaraan berlangsung, yang terlibat dalam perencanaan

    yaitu pengelola, ketua program dan tutor kessetaraan. Kurikulum yang

  • 51

    digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu Kurikulum Tingkat

    Satuan Pendidikan (KTSP) yang sesuai dengan Dinas Pendidikan dan

    Kebudayaan Kabupaten Semarang. Kegiatan perencanaan yang

    dilakukan yaitu penyusunan Standar Kompetensi Lulusan (SKL),

    kalender akademik, jadwal pelajaran, silabus dan RPP yang

    disesuaikan oleh tutor. Perencanaan tersebut menjadi acuan dalam

    pelaksanaan pembelajaran di pendidikan kesetaraan program Paket C

    di PKBM Citra Ilmu. Metode yang digunakan dalam pembelajaran

    yaitu tutorial, tatap muka, kelompok kecil dan tugas mandiri. Media

    pembelajaran yanng digunakan adalah buku paket, modul e-book, cd

    dan internet. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan pada hari senin,

    rabu, jumat, dan sabtu. Waktu pelaksanaan jam 13.00-17.30 di gedung

    PKBM Citra Ilmu yang beralamat di Jl. Bridgen Sudiarto No. 32.

    Tahap evaluasi meliputi evaluasi formatif, sumatif, dan evaluasi akhir.

    3. Devi Evi Anita, Program Doctor Studi Islam, Universitas Islam Negeri

    Walisongo Semarang, Tahun 2015. Disertasi yang berjudul

    “Implementasi Wajar Dikdas Di Pondok Pesantren Salafiyah (Studi

    Kasus di Pondok Pesantren APIK Kaliwungu dan Darul Falah

    Kudus)”. Disertasi ini membahas tentang program pemerintah yang

    menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar di pondok

    pesantren salafiyah dengan beberapa faktor antara lain: secara

    kuantitas jumlah pondok pesantren salafiyah sangat banyak, sebagian

    besar di pedesaan dan belum terjangkau oleh lembaga pendidikan

  • 52

    formal atau belum meratanya pendidikan, tingginya angka drop out,

    pesimisme masyarakat terhadap urgensi bagi kehidupan dan masa

    depan mereka. Pondok Pesantren Salafiyah APIK Kaliwungu Kendal

    dan Pondok Pesantren Salafiyah Darul Falah Kudus menerima

    kebijakan pemerintah tentang wajib belajar pendidikan dasar,

    diimplementasikan dalam program kejar paket B dan C. Kedua pondok

    pesantren tersebut berbeda dalam pelaksanaannya, kalau Pondok

    Pesantren APIK hanya khusus untuk santri yang menetap dan santri

    dapat mengambil ijasah jika telah menyelesaikan pendidikan di

    madrasah Miftahul Hidayah. Sedangkan pada pondok pesantren Darul

    Falah Kudus tidak hanya santri yang mengikuti Program Wajib Belajar

    Pendidikan Dasar tetapi masyarakat sekitar juga bisa mengikuti

    program tersebut.

    4. Persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian penulis

    yaitu sama-sama membahas tentang pendidikan non formal yang setara

    dengan jenjang pendidikan SMP/MTS sederajat. Sedangkan untuk

    perbedaan dari penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya antara

    lain yaitu pelaksanaan kegiatan pendidikan kesetaraan yang di

    laksanakan di pondok pesantren dan disesuaikan dengan kegiatan atau

    jadwal kegiatan pondok pesantren, yang mengikuti kegiatan

    pendidikan kegiatan kesetaraan paket b harus santri pondok pesantren,

    jalannya pendidikan kesetaraan paket b diatur sendiri oleh pihak

    pondok pesantren dengan bimbingan dari Kementerian Agama

  • 53

    Kabupaten Magelang, karena yang menyelenggarakan program dari

    Kementerian Agama Kabupaten Magelang.

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis penelitian

  • 54

    Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif, metode

    kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada data empirik,

    digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, dimana peneliti

    sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara

    wawancara dan observasi, analisis data bersifat kualitatif, dan hasil

    penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi

    (Sugiyono, 2015: 9)

    B. Kehadiran peneliti dan lokasi penelitian

    Peneliti melakukan penelitian secara langsung Di Pondok

    Pesantren Nur Muhammad Wiyono, Grabag, Magelang. Karena peneliti

    juga masih belajar di Pondok Pesantren tersebut, dan peneliti juga sebagai

    tenaga pendidik dalam Pendidikan Kesetaraan Paket B yang dilaksanakan

    di Pondok pesantren Nur Muhammad. Lokasi penelitian yang dilakukan

    yaitu di Pondok Pesantren Nur Muhammad, tepatnya Dusun Wiyono,

    Desa Grabag, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang.

    C. Sumber data

    Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu:

    1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

    narasumber/ responden atau dari sumber pertama. Adapun sumber

    data primer dari penelitian ini yaitu hasil wawancara dan data-data

    yang diperoleh dari pondok pesantren Nur Muhammad seperti halnya

    data profil pondok pesantren itu sendiri dan data-data yang lain.

  • 55

    2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari

    dokumen/publikasi/laporan penelitian dari dinas/instansi maupun

    sumber data yang lainnya yang menunjang (Deni Darmawan,

    2014:13). Adapun sumber data sekunder dari penelitian ini yaitu dari

    buku-buku yang relevan tentang kesetaraan pendidikan Paket B, wajib

    belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) dan tentang pondok

    pesantren.

    D. Metode pengumpulan data

    Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu sebagai

    berikut:

    1. Metode wawancara

    Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,

    percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

    (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

    (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,

    2008: 186). Sedangkan Esterbeg (Sugiyono, 2011:316) mengatakan

    bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

    informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga banyak

    dikontruksikan makna dalam suatu topik.

    Dalam penelitian ini menggunakan jenis wawancara

    semiterstruktur (semisructure interview). Tujuan dari wawancara ini

    adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana

    pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam

  • 56

    melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan

    mencatat apa yang dikemukakan informan.

    Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada,

    Penanggung jawab Program Kesetaraan Paket B Pondok Pesantren

    Nur Muhammad, tenaga pendidik Kesetaraan Paket B pondok

    pesantren Nur Muhammad, Pengurus pondok pesantren Nur

    Muhammad dan sa