implementasi nilai-nilai pendidikan karakter...

of 113 /113
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 SEMARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam Jurusan/Prodi: Pendidikan Agama Islam (PAI) Oleh: Roh Agung Dwi Wicaksono NIM: 063111015 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011

Author: ngohanh

Post on 17-Feb-2018

256 views

Category:

Documents


10 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

  • IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

    DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK

    DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 SEMARANG

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat

    guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

    Ilmu Pendidikan Islam

    Jurusan/Prodi: Pendidikan Agama Islam (PAI)

    Oleh:

    Roh Agung Dwi Wicaksono

    NIM: 063111015

    FAKULTAS TARBIYAH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

    SEMARANG

    2011

  • ii

    MOTTO

    Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik

    dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang

    lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih

    mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

    (QS. An-Nahl: 125)

    Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu

    (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan

    dia banyak menyebut Allah.

    (QS. Al-Ahzab: 21)

  • vii

    ABSTRAK

    Judul : Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam

    Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1

    Semarang

    Penulis : Roh Agung Dwi Wicaksono

    NIM : 06311105

    Skripsi ini membahas tentang implementasi nilai-nilai pendidikan karakter

    yang terdapat dalam pembelajaran materi akidah akhlak di sebuah lembaga

    pendidikan. Kajiannya dilatar belakangi oleh konsep utama dari pendidikan karakter

    pada dasarnya merupakan pembentukkan akhlak peserta didik. Penelitian ini

    dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana pendidikan karakter

    dalam pembelajaran Akidah Akhlak? (2) Bagaimana implementasi pendidikan

    karakter yang terwujud dalam pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah

    Negeri (MAN) 1 Semarang? Permasalahan tersebut dibahas melalui studi lapangan

    yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang. Madrasah tersebut

    dijadikan sebagai sumber data untuk mendapatkan potret implementasi nilai-nilai

    pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak. Datanya diperoleh dengan

    cara wawancara, observasi lokasi, dan studi dokumentasi. Semua data dianalisis

    dengan pendekatan fenomenologi dan analisis deskriptif menggunakan logika

    induksi, deduksi, dan refleksi.

    Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Pendidikan karakter dalam pembelajaran

    akidah akhlak merupakan pendidikan dalam membentuk akhlak peserta didik yang

    didasarkan pada beberapa nilai-nilai pendidikan Islam, yaitu: nilai ketuhanan

    (religiusitas), nilai adab, nilai persaudaraan. Pendidikan ini menekankan pada potensi

    peserta didik untuk mengenal dan mencintai Allah lebih dari apapun. Hal tersebut

    diwujudkan dalam beberapa pembiasaan dan etika keseharian peserta didik. (2)

    pelaksanaan pendidikan karakter yang terdapat dalam pembelajaran akidah akhlak

    lebih ditekankan pada nilai ketuhanan (religiusitas). Pada dasarnya kunci utama

    membentuk karakter peserta didik menuju akhlakul karimah adalah membentuk

    karakter untuk mengenal dan mencintai Allah lebih dari apapun. Kemudian nilai adab

    dan persaudaraan berupa penekanan pada etika seorang muslim dalam keseharian.

    Peserta didik diajarkan untuk terus melakukan kebaikan. Sekalipun kebaikan itu

    kecil, akan tetapi akan menampakkan efek yang cukup signifikan jika dilakukan terus

    menerus. Temuan tersebut memberikan contoh konkret untuk pelaksanaan pendidikan

    karakter peserta didik menuju akhlakul karimah.

  • viii

    TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    Penulisan transliterasi huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada

    SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987

    dan Nomor: 0543b/U/1987. Penyimpangan penulisan kata sandang [al-] disengaja

    secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya.

    a

    b

    t

    g

    f j

    q

    k kh

    l d

    m

    n r

    w z

    h s

    sy

    y

    Bacaan Madd: Bacaan Diftong:

    = a panjang = au

    = i panjang = ai

    = u panjang

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha

    Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada

    peneliti sehingga bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam

    semoga senantiasa tercurahkan kehadirat beliau Nabi Muhammad saw, keluarga, para

    sahabat, dan para pengikutnya.

    Skripsi yang berjudul "Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam

    Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang", ditulis untuk

    memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Fakultas

    Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.

    Dengan selesainya penulisan skripsi ini peneliti sampaikan banyak terima

    kasih kepada:

    1. Dr. Sujai, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

    Semarang.

    2. Daviq Rizal, M.Pd, selaku dosen wali studi yang banyak memberikan

    masukan dan motivasi secara langsung maupun tak langsung pada peneliti

    dalam studinya di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

    3. Ahmad Muthohar, M.Ag dan Drs. Sajid Iskandar selaku pembimbing skripsi

    peneliti yang telah bersedia meluangkan waktu dan mengoreksi naskah skripsi

    peneliti ditengah kesibukannya.

    4. Dra. Noor Hidayah Budhi, guru mapel Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah

    Negeri 1 Semarang yang berkenan membantu peneliti sebagai narasumber

    terkait penelitian yang dilakukan.

    5. Segenap guru dan karyawan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang yang

    telah membantu untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh peneliti.

  • x

    6. Rohadi dan RochPujiati, Ayah dan Ibunda tercinta, yang telah memberikan

    curahan perhatian, kasih sayang dan biaya kepada peneliti dalam

    menyelesaikan studinya.

    7. Roh Bagus Eko Sugiarto, S.Pd dan Roh Ayu Tri Lestari, Kakak dan adikku

    tercinta, yang selalu menjadi inspirasi dan semangat kepada peneliti dalam

    menempuh studinya.

    8. Ust. Harsono, selaku murobbi dan motivator peneliti di tengah keputus asaan

    yang terkadang mendera.

    9. Akhi Ismaturrohman (Ais), Pamuji (Pam-Pam), Lukman, Nabawi, Jazuli

    (Jay), Bondan, Taufiq, Agus Qorib, teman-teman satu halaqoh yang selalu

    menyemangati peneliti untuk segera menyelesaikan studinya.

    10. Saifulhaq (mr. Elf), Nasirudin, Fahmi, Slamet, Juli, Mukhlisin, Habib (Abi)

    adik-adik satu asrama di Ar-Raihan Pesma Qolbun Salim Walisongo dan

    semua santri Pesma Qolbun Salim yang tak akan pernah terlupakan inspirasi

    yang telah kalian hadirkan.

    11. Semua saudaraku seaqidah yang telah berjuang bersama dalam wajihah

    dakwah KAMMI komisariat IAIN Walisongo Semarang peneliti sampaikan

    jazakumullah khoiron katsiron.

    12. Segenap teman-teman penulis muda di Forum Lingkar Pena (FLP) Ranting

    Ngaliyan yang telah bersama belajar untuk semakin memahami hakikat dari

    menulis.

    13. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini

    yang belum atau tak dapat disebutkan oleh peneliti dalam lembar yang

    terbatas ini.

  • xi

    Kepada mereka peneliti tidak dapat memberikan apa-apa selain ungkapan

    terimakasih dan iringan doa semoga Allah swt membalas semua amal kebaikan kalian

    semua dengan sebaik-baik balasan.

    Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai

    kesempurnaan. Namun demikian peneliti berharap semoga skripsi ini dapat

    bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

    Semarang, 8 Juni 2011

    Peneliti,

    Roh Agung Dwi Wicaksono

    NIM: 063111015

  • xii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

    MOTTO ................................................................................................. ii

    PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................ iii

    PENGESAHAN ..................................................................................... iv

    NOTA PEMBIMBING .......................................................................... v

    ABSTRAK ............................................................................................ vii

    TRANSLITERASI ................................................................................ viii

    KATA PENGANTAR ........................................................................... ix

    DAFTAR ISI ......................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1

    B. Penegasan Istilah ......................................................... 6

    C. Rumusan Masalah ....................................................... 7

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................... 7

    E. Kajian Pustaka ............................................................. 8

    BAB II KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

    AKIDAH AKHLAK

    A. Konsep Pendidikan Karakter ........................................ 9

    B. Hakikat Pembelajaran Akidah Akhlak ........................ 18

    C. Urgensi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran

    Akidah Akhlak ........................................................... 23

  • xiii

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian ............................................................ 39

    B. Tempat dan Waktu Penelitian...................................... 39

    C. Pendekatan Penelitian .................................................. 39

    D. Fokus Penelitian .......................................................... 39

    E. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 40

    F. Teknik Analisis Data ................................................... 41

    BAB IV IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN

    KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH

    AKHLAK DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1

    SEMARANG

    A. Sekilas Profil Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang.. 43

    B. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam

    Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah

    Negeri 1 Semarang ...................................................... 52

    C. Analisis Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

    dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah

    Aliyah Negeri 1 Semarang .......................................... 60

    BAB V PENUTUP

    A. Simpulan ...................................................................... 65

    B. Saran ............................................................................. 66

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter

    kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau

    kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap

    Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun

    kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di

    sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-

    komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan

    penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,

    pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler,

    pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan

    lingkungan sekolah.1

    Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia,

    apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan

    kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan

    pendidikan di sekolah sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter

    juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan

    oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan

    karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma

    atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam

    kehidupan sehari-hari.

    Melihat dari uraian tersebut, maka karakter adalah cara berpikir dan

    berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik

    dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter

    baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap

    mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.2

    1 Akhmad Sudrajat, Tentang Pendidikan Karakter, dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/

    diakses 21 Desember 2010 2 Suyanto, Pendidikan Karakter, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ diakses 17

    Desember 2010

    http://akhmadsudrajat.wordpress.com/http://akhmadsudrajat.wordpress.com/http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/

  • 2

    Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.

    Pasal I UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan

    pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki

    kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.

    Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal,

    yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian

    dan bertanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan

    santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama;

    keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan;

    kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian,

    dan kesatuan.3

    Sebagai contoh, seorang siswa terkadang cenderung hanya menghormati

    atau mengenal para guru yang mengajar di kelasnya saja sedangkan selain itu

    kurang tahu bahkan tidak mengenal. Pak Khoiri mengajar kelas X.3 sedangkan pak

    Zaenuri mengajar kelas X.6; mereka berdua merupakan guru bahasa Arab. Suatu

    hari pak Khoiri tidak masuk kelas, kemudian digantikan oleh pak Zaenuri

    sementara. Saat KBM berlangsung ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan

    atau bahkan kurang begitu menghargai keberadaan guru yang mengajar di kelasnya.

    Kemudian mereka diminta untuk menghadap ke ruang BK. Saat ditanya mengapa

    melakukan hal tersebut dengan lugu mereka menjawab, Beliau kan sebenarnya

    tidak mengajar kelas saya. Inilah kelemahan kepribadian atau akhlak siswa saat ini.

    Mereka cenderung hanya segan pada guru yang mengajar di kelasnya, atau mungkin

    nasihat yang berpengaruh hanya yang berasal dari wali kelasnya, tidak dari guru

    lain. Hal inilah yang menjadi tugas para pendidik untuk siap menerapkan nilai-nilai

    pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran yang disampaikan. Jadi, tidak hanya

    sekedar teori yang mereka terima tetapi aplikasi nyata dalam kehidupan keseharian

    di sekolah. Berawal dari contoh tersebut, maka peneliti melakukan penelitian

    tentang nilai-nilai pendidikan karakter yang terintegrasi melalui pembelajaran

    akidah akhlak yang berupa akhlak dalam berpakaian, pergaulan (sopan santun), serta

    persatuan dan kesatuan.

    3 Ibid.

  • 3

    Akidah akhlak, pada dasarnya telah terdapat rumusan pendidikan karakter,

    yakni dengan istilah pembentukkan budi pekerti atau akhlak yang mulia.

    Pembentukan budi pekerti/akhlak yang mulia adalah tujuan utama dari pendidikan

    Islam. Ulama dan sarjana-sarjana Muslim dengan penuh perhatian telah berusaha

    menanamkan akhlak yang mulia meresapkan fadhilah di dalam jiwa para muridnya,

    membiasakan mereka berpegang teguh kepada akhlakul karimah dan menghindari

    hal-hal yang tercela, berfikir secara rohaniah dan insaniah (prikemanusiaan) serta

    menggunakan waktu buat belajar ilmu-ilmu duniawi dan ilmu keagamaan, tanpa

    memandang kepada keuntungan-keuntungan materi semata. 4

    Kemudian, akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab jama dari

    bentuk mufrodatnya khulqun yang artinya budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat.5

    Akhlak adalah tata aturan perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia,

    manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam semesta. Akhlak adalah sama

    artinya dengan istilah tingkah laku atau kepribadian. Akhlak merupakan suatu sifat

    yang penting bagi kehidupan manusia. Akhlak akan terbawa dalam kepribadian

    seseorang, baik sebagai individu, masyarakat, maupun sebagai bangsa. Sebab

    kejatuhan, kejayaan, kesejahteraan dan kerusakan suatu bangsa tergantung kepada

    bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka akan sejahtera lahir batinnya,

    tetapi apabila akhlaknya buruk, maka akan rusaklah lahir batinnya.6

    Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata, manusia itu pada dasarnya memiliki

    akhlak islami. Secara sederhana akhlak islami dapat diartikan sebagai akhlak yang

    berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada

    di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat.7

    Dengan begitu akhlak ialah suatu sifat yang telah meresap dalam jiwa dan

    menjadi kepribadian. Akhlak merupakan perilaku yang timbul dari hasil perpaduan

    antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu dan

    membentuk satu kesatuan tingkah laku akhlak yang dihayati dalam hidup kesehari-

    harian. Hal ini tercermin dari firman Allah surat An-Nahl ayat 125;

    4 M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. Ke-4,

    1970), hlm.10 5 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1989), hlm. 87

    6 Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka Islam, 1996), hlm. 11.

    7 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 147.

  • 4

    Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang

    baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya

    Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah

    yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.8

    Konsep utama dari pendidikan karakter sebenarnya adalah lebih

    mengutamakan pada pembentukkan akhlak yang mulia dari seorang manusia.

    Dengan demikian pembentukkan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-

    sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan sarana pendidikan dan pembinaan

    yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan

    konsisten.9 Pembentukkan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak

    adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya.

    Bertolak dari deskripsi atau uraian tentang konsep pendidikan akhlak pada

    dasarnya kunci utamanya terletak pada keteladanan seorang pendidik kepada anak

    didik, dalam hal ini yaitu guru dengan siswa. Keteladanan merupakan metode yang

    paling berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk aqidah akhlak. Jadi,

    Contoh akhlak yang paling dekat yaitu guru/pendidik, sehingga diharapkan peserta

    didik akan mampu meniru pendidik dengan disadari atau tidak. Hal tersebut

    dikarenakan subjek didik tidak begitu saja lahir sebagai pribadi bermoral atau

    berakhlak mulia, tetapi perlu dididik, untuk itu bantuan dari berbagai pihak sangat

    diharapkan baik oleh guru atau orang tua.10

    Sebagai muslim pada dasarnya juga ada contoh keteladanan yang jelas dari

    rasulullah Muhammad saw. Beliau merupakan sosok teladan terbaik dalam

    pembentukkan karakter kepribadian melalui Al-Quran, sebab setiap tingkah laku

    atau perilaku beliau tercermin dari pengamalan al-Quran. Hal tersebut tersurat

    dalam surat al-Ahzab ayat 21;

    8 Departemen Agama RI, Al-quran Dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002), hlm.

    282. 9 Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 158.

    10 Tonny D. Widiastono, Pendidikan Manusia Indonesia, (Jakarta: Buku Kompas, 2004), hlm. 42

  • 5

    Sungguh, telah ada pada (diri) rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)

    bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kadatangan) hari kiamat dan yang

    banyak mengingat Allah.11

    Sesungguhnya keteladanan memang memberikan pengaruh yang lebih besar

    daripada sekedar omelan atau nasihat. Menurut Jaudah Muhammad Awwad, posisi

    pendidik sangat memiliki peran penting. Sebab karakter siswa dapat terbentuk

    setelah melihat secara langsung perilaku gurunya. Maka, beberapa hal yang perlu

    diperhatikan seorang guru saat berhadapan dengan siswa misalnya; harus

    menjauhkan diri dari sikap dusta agar anak-anak tidak belajar berdusta, tidak boleh

    memanjangkan kukunya agar anak tidak meniru memanjangkan kukunya, tidak

    boleh membuang sampah sembarangan, serta memiliki sikap toleran terhadap anak

    didik yang melakukan kesalahan dan menasihatinya dengan bahasa yang lembut

    tanpa bermaksud memanjakan agar anak-anak terbiasa memaafkan kesalahan dan

    berlaku santun terhadap orang lain.12

    Dengan demikian pendidikan karakter itu sesungguhnya banyak sekali

    pengaruhnya yang berasal dari implementasi sikap/perilaku sang pendidik itu

    sendiri. Mengulang pemaparan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini peneliti akan

    meneliti implementasi nilai-nilai pendidikan karakter yang tercermin ke dalam

    beberapa hal yang terintegrasi dari pembelajaran akidah akhlak, yaitu akhlak dalam

    berpakaian, pergaulan (sopan santun), serta persatuan dan kesatuan.

    11

    Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 421. 12

    Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam (edisi terjemahan), (Jakarta: Gema

    Insani Press, 1996), hlm 13-14

  • 6

    B. Penegasan Istilah

    Untuk mempermudah pemahaman, judul Skripsi Implementasi Nilai-Nilai

    Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akidah Akhlak Di Madrasah Aliyah

    Negeri 1 Semarang, maka lebih dahulu perlu dijelaskan pengertiannya.

    1. Nilai-nilai pendidikan karakter

    Nilai maksudnya sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan

    hakikatnya13

    . Sedangkan pendidikan merupakan proses, cara, perbuatan

    pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

    mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan14

    .

    Kemudian, karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas

    tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,

    masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu

    yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat

    dari keputusan yang ia buat.15

    Maka yang dimaksud oleh peneliti adalah sesuatu hal yang terdapat dalam

    proses pembelajaran, yang akhirnya melahirkan sebuah kepribadian yang

    melekat.

    2. Pembelajaran Akidah Akhlak

    Akidah akhlak secara substansial merupakan mata pelajaran di madrasah aliyah

    yang memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik

    untuk mempelajari dan mempraktikkan akidahnya dalam bentuk pembiasaan

    untuk melakukan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam

    kehidupan sehari-hari.16

    Maka, pembelajaran akidah akhlak merupakan proses

    pembentukkan siswa untuk belajar memiliki al-akhlakul-karimah (akhlak yang

    mulia).

    Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti meneliti pembelajaran akidah

    akhlak pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang untuk mengetahui nilai-nilai

    pendidikan karakter yang sedang berlangsung.

    13

    Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan, dalam

    www.kbbi_daring.net.id diakses 23 Maret 2011 14

    Ibid. 15

    Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/

    diakses 17 Desember 2010 16

    Muhammad M. Basyuni, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia no. 2 tahun 2008,

    (Jakarta: t. p., 2008), hlm. 83.

    http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/

  • 7

    C. Rumusan Masalah

    Berdasarkan pemikiran di atas, penelitian ini adalah:

    1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak?

    2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran

    Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang?

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

    1. Pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak.

    2. Implementasi pendidikan karakter yang terwujud dalam pembelajaran Akidah

    Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang.

    Harapan peneliti disusunnya proposal penelitian ini, yang nanti akan

    ditindak lanjuti dengan penelitian, dapat memberi manfaat sebagai berikut.

    1. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi lembaga pendidikan lain yang

    hendak menerapkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran.

    2. Pengetahuan dalam implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran

    akidah akhlak ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi lembaga

    pendidikan lain yang akan menerapkan pendidikan karakter dalam proses

    pembelajaran, sehingga menjadikan pembelajaran lebih hidup dan bermakna

    dalam kepribadian siswa.

    3. Sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk peneliti lain yang hendak meneliti lebih

    lanjut tentang pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak ini lebih

    luas.

    4. Sebagai bahan pustaka bagi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo berupa

    penelitian pendidikan karakter dalam sebuah proses pembelajaran.

  • 8

    E. Kajian Pustaka

    Sebagai sebuah sekolah menengah yang memiliki latar belakang atau latar

    belakang pendidikan islam, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang berusaha

    meletakkan pendidikan karakter sebagai langkah untuk pembentukkan akhlakul

    karimah pada diri para siswa. Berikut beberapa literatur yang terkait dengan

    pendidikan karakter yang terkhususkan pada pendidikan akhlak, yaitu;

    1. Ainun Nadziroh: 3102221, Pembentukkan Akhlak bagi Santri di Pondok

    Pesantren Al-Hikmah 02 Putri Benda Sirampog Brebes, di dalam skripsi

    tersebut dijelaskan tentang konsep pembentukkan akhlak pada santri serta

    implementasi dari pendidikan akhlak tersebut terhadap Allah, manusia, dan

    lingkungan.17

    2. Hidayah: 3502059, Pola Pendidikan Agama dalam Keluarga Pengaruhnya

    terhadap Keberagamaan Anak di Desa Cangkring Karanganyar Demak, di

    dalam skripsi tersebut dijelaskan konsep pola pendidikan akhlak, tujuan

    keberagamaan, serta relevansinya pendidikan akhlak dengan tujuan

    keberagamaan setiap anak.18

    3. Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islami, tahun 1996. Buku

    ini menjelaskan tentang bagaimana proses pembentukkan karakter anak sesuai

    dengan akhlak islami melalui pembiasaan sehari-hari.

    4. Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, 2004. buku ini

    menjelaskan tentang metode pendidikan pembentukkan akhlak seorang muslim

    berawal dari kehidupan keluarga. Rutinitas kebaikan yang dilakukan, tilawah al-

    quran, berpikir positif, pengarahan dalam tekhnologi pendidikan, hingga bahan

    bacaan yang dikonsumsi oleh seorang anak.

    17

    Ainun Nadziroh, Pembentukkan Akhlak bagi Santri di Pondok Pesantren Al-Hikmah 02 Putri

    Benda Sirampog Brebes. Skripsi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2006. 18

    Hidayah, Pola Pendidikan Agama dalam Keluarga Pengaruhnya terhadap Keberagamaan Anak

    di Desa Cangkring Karanganyar Demak. Skripsi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

    Semarang tahun 2005.

  • 9

    BAB II

    KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER

    DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK

    A. Konsep Pendidikan Karakter

    1. Pengertian Pendidikan Karakter

    Pendidikan menurut Ngalim Purwanto adalah segala usaha orang

    dewasa dalam pergaulan anak-anak untuk memimpin perkembangan

    jasmani dan ruhaninya kearah kedewasaan.1

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan

    merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

    kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

    pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.2

    Sedangkan menurut al Syaibani, yang mengatakan bahwa

    pendidikan adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik

    pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya.3

    Merujuk dari UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

    nasional (sisdiknas), dijelaskan juga bahwa;

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

    suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

    aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

    spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

    akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

    masyarakat, bangsa dan negara.4

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan

    sebuah proses dalam pembentukkan sesuatu dalam diri peserta didik baik

    dalam menyangkut kehidupan pribadi, masyarakat, maupun lingkungan

    sekitarnya.

    1 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarnya,

    2003), cet. ke-12., hlm. 11. 2 Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan, dalam

    http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php diakses 5 Mei 2011 3 Omar Muhammad al Thoumy al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan

    Bintang, 1979), hlm. 399. 4 UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 1

    http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

  • 10

    Berikutnya mengenai karakter, mengutip pengertian Ahmad

    Sudrajat, yaitu nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan

    Tuhan Yang Maha Esa, baik itu diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,

    maupun kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,

    perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata

    krama, budaya, dan adat istiadat.5

    Sedangkan menurut Prof. Suyanto, Ph. D., karakter merupakan

    cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas individu untuk hidup

    dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan

    negara.6

    Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti juga mengambil

    pengertian pendidikan karakter sendiri dari Ahmad Sudrajat; yaitu

    Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai

    karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen

    pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

    melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha

    Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan

    sehingga menjadi manusia insan kamil.7

    Menurut Thomas Lickona yang dikutip dalam Pendidikan

    Karakter Berbasis Al-Quran, bahwa pendidikan karakter adalah

    pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan

    budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu

    tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, kerja keras dan

    sebagainya.

    Sedangkan menurut Bambang Q-Anees, M. Ag dan Drs. Adang

    Hambali, M. Pd., pendidikan karakter merupakan upaya untuk

    menanamkan karakter tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik

    5Akhmad Sudrajat, Tentang Pendidikan Karakter, dalam

    http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ diakses 21 Desember 2010 6Suyanto, Urgensi Pendidikan Karakter, dalam

    http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ diakses 17 Desember 2010. 7 Akhmad Sudrajat, Loc. Cit.

    http://akhmadsudrajat.wordpress.com/http://akhmadsudrajat.wordpress.com/http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/

  • 11

    mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalani

    kehidupannya.8

    Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa pendidikan

    karakter merupakan proses pembentukkan cara berpikir dan berperilaku

    seorang peserta didik serta menjadi ciri khas mereka dalam kehidupan

    pribadi, keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.

    2. Dasar Pendidikan Karakter

    Membangun karakter bukanlah sebuah pekerjaan instan yang dapat

    dilakukan dalam sekejap, melainkan membutuhkan proses yang tidak

    sebentar dan bertahap. Dalam hal ini langkah-langkah tersebut merupakan

    serangkaian hal yang mengerucut pada satu tujuan, yaitu terbentuknya

    karakter peserta didik yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah.

    Di dalam Al-Quran terdapat sebuah pembelajaran berharga yang

    diajarkan oleh Luqman kepada anaknya. QS. Luqman (31): 13

    menyebutkan

    Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia

    memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu

    mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah

    benar-benar kealiman yang besar."9

    Menurut Sayyid Quthb, nasihat yang diberikan Lukman kepada

    putranya merupakan nasihat yang bijak. Nasihat tersebut tidak menuduh,

    karena orang tua tidak menginginan bagi anaknya melainkan kebaikan,

    dan orang tua menjadi penasihat untuk anaknya. Larangan untuk berbuat

    syirik merupakan langkah tepat yang dilakukan oleh Luqman, karena ia

    8 Bambang Q-Anees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran,

    (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), hlm. 103. 9 Departemen Agama RI, Al-quran Dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002),

    hlm. 413.

  • 12

    juga menjelaskan bahwa kemusyrikan itu adalah dosa yang besar. Hal

    tersebut merupakan perkara tauhid.10

    Sedangkan menurut Ibnu Katsir, beliau menyampaikan bahwa

    Allah telah menyebut Lukman dengan sebutan yang terbaik dan

    memberinya hikmah, kemudian ia berwasiat kepada putranya yang paling

    dikasihi dan dicintainya. Anaknya laik diberitahu pengetahuan terbaiknya.

    Oleh karena itu, Lukman berwasiat terlebih dulu tentang beribadah kepada

    Allah semata dan jangan menyekutukan-Nya (syirik).11

    Luqman menggunakan kata-kata Wahai anakku, mengisyaratkan

    sebuah kasih sayang yang terpancar dari ayah terhadap putranya. Perasaan

    ayah yang berarti rasa sayang, cinta dan kasih, akan membuat anak

    menjadi patuh karena mencintai ayahnya. Setelah anak merasakan kasih

    sayang tersebut dari ayahnya ia akan siap memasang telinga, hati, seluruh

    raga, serta mengolah hatinya untuk menanamkan etika dan akhlak baik

    dalam dirinya. Kemudian, saat sang ayah menyampaikan jangan

    menyekutukan Allah, ditelinga anak, ini menjadi sebuah prioritas paling

    penting. Saat itulah peristiwa pendidikan pertama yang diajarkan ayah

    terhadap putranya tentang tauhid (mengesakan Allah). Sehingga anak

    diajarkan untuk tidak menyembah atau beribadah selain kepada Allah.12

    Ayat tersebut mengisyaratkan tentang pendidikan karakter dalam

    hal pendidikan akidah peserta didik. Bagaimana peran seorang ayah

    sekaligus pendidik mengajarkan tentang kepada Allah yang ditunjukkan

    oleh Luqman. Peserta didik diajarkan bahwa jangan pernah menyekutukan

    Allah, karena jika itu dilakukan merupakan sebuah kealiman yang besar

    atau dosa besar.

    10

    Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, terj. Asad Yasin dkk., Tafsir Fi Zilalil Quran Di

    Bawah Naungan Al-Quran Jilid 9, (Jakarta: Gema Insani Press, 2008), hlm. 173. 11

    Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubaabut Tafsir Min

    Ibni Katsiir, terj. M. Abdul Ghoffar E. M. dan Abu Ihsan Al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7,

    (Jakarta: Pustaka Imam Asy-SyafiI, 2008), hlm. 205. 12

    Ibrahim bin Fathi Abdulmuqtadir, Washoya Luqmanun, terj. Umar Mujtahid, Wisdom of

    Luqman El-Hakim: 12 Cara Membentengi Kerusakan Akhlak, (Solo: Aqwam, 2008), hlm. 41.

  • 13

    Dengan demikian pendidik secara langsung telah mengajarkan inti

    dari akidah seorang muslim, yaitu hanya menyembah Allah dengan tidak

    mempersekutukan-Nya. Ini merupakan pelajaran penting sebelum

    melangkah ke tahap membentuk karakter peserta didik menjadi seorang

    muslim yang memiliki akhlakul karimah.

    Setelah itu pada ayat 16, Luqman menjelaskan kepada anaknya

    bahwa setiap perbuatan apa pun yang dilakukan oleh manusia pasti akan

    mendapatkan balasan.

    (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu

    perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di

    dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).

    Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

    13

    Menurut Ibnu Katsir, kealiman dan kesalahan sekalipun seberat

    biji sawi, maka Allah akan menghadirkannya pada hari kiamat ketika Dia

    mendirikan timbangan keadilan serta membalasnya. Pada ayat tersebut

    terdapat dhomir syan (innah) yang menjelaskan keadaan di hari kiamat.

    Jika kebaikan, maka dia akan dibalas dengan kebaikan dan jika keburukan,

    dia akan dibalas dengan keburukan.14

    Sedangkan Sayyid Quthb, menjelaskan bahwa ayat tersebut

    berbicara tentang beban-beban akidah, berupa perintah untuk amar

    maruf dan nahi munkar serta bersabar atas segala konsekuensinya. Semua

    hal tersebut merupakan resiko yang harus dihadapi oleh pemegang akidah

    ketika dia melangkahkan kakinya atas akidahnya tersebut.15

    Berkenaan dengan ayat tersebut Aidh al-Qarni menjelaskan pada

    tafsir lafadz Allah maha halus lagi maha mengetahui bahwa, Allah itu

    mahalembut terhadap semua hamba-Nya, Dia membawa hal yang disukai

    13

    Departemen Agama RI, Loc. Cit. 14

    Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Op. Cit., hlm. 208. 15

    Sayyid Quthb, Op. Cit., hlm. 164.

  • 14

    kepada mereka dan mencegah hal yang tak disukai dari mereka dengan

    cara yang paling halus. Dia maha mengetahui, tidak ada yang tersembunyi

    bagi-Nya ataupun tidak terlihat oleh-Nya.16

    Ayat tersebut menjelaskan bahwa perbuatan atau perilaku manusia

    yang baik atau buruk selalu diawasi oleh Allah. Oleh karena itu sebagai

    pendidik harus selalu mengarahkan serta mengajarkan kepada peserta

    didik untuk selalu melakukan etika seorang muslim. Salah satunya adalah

    jujur terhadap dirinya sendiri.

    Dalam hal ini, maka pendidik berupaya untuk mengajarkan etika

    seorang muslim untuk membentuk karakter peserta didik menuju pribadi

    yang hanif.

    Kemudian pada ayat 17, Luqman mengajarkan anaknya untuk

    alat, mengajak orang lain untuk bersama melakukan kebaikan,

    mengingatkan orang lain jika ada yang berbuat buruk, serta bersabar

    terhadap musibah yang menimpa. Pada dasarnya hal tersebut merupakan

    kewajiban dari Allah.

    Hai anakku, dirikanlah alat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang

    baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah

    terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu

    termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).17

    Pada ayat ini Luqman menyuruh anaknya untuk menegakkan alat

    dengan sempurna sebagaimana dalam syariat. Sebab, alat merupakan

    tiang agama dan pencegah dari perbuatan yang keji dan munkar.

    Kemudian Luqman juga menyuruh anaknya untuk menyeru orang berbuat

    maruf. Dia juga berpesan untuk mencegah perbuatan munkar dengan

    lemah lembutdan bijaksana. Menyeru orang berbuat maruf dan mencegah

    16

    Aidh al-Qarni, At-Tafsir Al-Muyassar, terj. Tim Qisthi Press, Tafsir Muyassar, (Jakarta

    Timur: Qisthi Press, 2008), hlm. 375. 17

    Departemen Agama RI, Loc. Cit..

  • 15

    perbuatan munkar, maka akan mendapatkan gangguan dari orang-orang

    tersebut, demikianlah jalan yang ditempuh oleh nabi dan rasul.18

    Ibnu Katsir menegaskan bahwa menjalankan ibadah alat sesuai

    dengan waktu-waktunya. Kemudian menyuruh anaknya untuk tetap

    bersabar saat menyeru yang maruf dan mencegah perbuatan munkar. Pada

    dasarnya hal tersebut merupakan kewajiban dari Allah.19

    Ayat tersebut menjelaskan bahwa kewajiban seorang muslim

    bukan hanya beribadah kepada Allah untuk diri sendiri saja, melainkan

    juga wajib untuk mengajak orang lain. Dengan demikian peserta didik

    diajarkan untuk peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. Bukan hanya

    menjadi manusia yang baik untuk dirinya sendiri melainkan juga

    mendatangkan manfaat untuk orang-orang di sekelilingnya.

    Selanjutnya pada ayat 18 dan 19, Luqman mengajarkan kepada

    anaknya untuk bersikap rendah hati, tidak sombong, angkuh, serta

    membanggakan diri.

    Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena

    sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.

    Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi

    membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan

    lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara

    keledai.20

    Menurut Sayyid Quthb, bersamaan dengan perintah amar maruf

    dan nahi munkar, Luqman juga mengingatkan anaknya agar tidak

    18

    Aidh al-Qarni, Loc. Cit. 19

    Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Loc. Cit. 20

    Departemen Agama RI, Loc. Cit.

  • 16

    sombong terhadap manusia. Sebab, hal tersebut akan merusak perkataan

    baik yang telah ia serukan dengan contoh buruk yang dilakukannya.21

    Luqman melarang anaknya untuk memalingkan wajah karena

    sombong atau meremehkan orang, melainkan hadapkanlah wajah kepada

    setiap orang dan tersenyumlah dengan manis. Bersikap lunaklah terhadap

    hamba-hamba Allah dan jangan berjalan di muka bumi dengaan sikap

    sombong dan angkuh. Karena, Allah tidak menyukai setiap orang yang

    tinggi hatidan tinggi lidah serta berbangga diri.

    Pada ayat 19, lebih diperjelas dengan bersikap rendah hatilah

    ketika berjalan serta janganlah mengeraskan suara melebihi yang

    diperlukan, karena hal tersebut merupakan etika yang baik dan

    menunjukkan kesempurnaan akal. Akhir ayat ditegaskan bahwa suara

    paling buruk, paling keji, dan paling jelek adalah suara kedelai.22

    Dengan demikian, ayat tersebut menjelaskan bahwa setelah peserta

    didik dapat mempengaruhi teman-temannya atau orang lain untuk

    bersama-sama melakukan kebaikan, maka ia pun juga diharapkan untuk

    tetap bersikap rendah hati. Peserta didik diajarkan untuk tidak sombong,

    angkuh, atau membanggakan diri. Maka, pada tahap ini peserta didik telah

    memiliki kepribadian yang sudah tertata rapi. Karakter yang dibangun

    mulai dapat terlihat dengan jelas.

    Berdasarkan ayat-ayat tersebut memperjelas bahwa proses

    pendidikan karakter dengan penanaman nilai-nilai kebaikan tidak terjadi

    begitu saja melainkan melalui proses yang tidak sebentar. Dengan

    demikian sebagai pendidik hal ini penting untuk dilaksanakan agar tetap

    sabar dan mengikuti proses yang ada tahap demi tahap.

    3. Tujuan Pendidikan Karakter

    Pada dasarnya tujuan pendidikan karakter merupakan bagian dari

    tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UU no. 20 tahun 2003

    21

    Sayyid Quthb, Op. Cit. hlm. 165. 22

    Aid Al-Qarni, Op. Cit., hlm. 376

  • 17

    tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) pasal 3, yaitu

    berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

    dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

    berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

    demokratis serta bertanggung jawab.23

    Berkenaan dengan itu sesungguhnya amanah UU no. 20 tahun

    2003 tentang sisdiknas bermaksud agar pendidikan tidak hanya

    membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau

    berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh

    berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta

    agama. Seorang insan pendidikan yang belum memiliki kepribadian atau

    karakter positif, maka pada dasarnya dirinya masih kering dari nilai-nilai

    luhur bangsa dan agama.

    Sesungguhnya tujuan diberlakukannya pendidikan karakter yang

    mengarah pada visi pendidikan nasional merupakan salah satu bagian dari

    strategi pembangunan pendidikan nasional yang terdapat pada penjelasan

    penjelasan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

    Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem

    pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk

    memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi

    manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab

    tantangan zaman yang selalu berubah.24

    Berdasarkan hal tersebut tujuan dari adanya pendidikan karakter

    sangatlah jelas, yaitu menyiapkan peserta didik untuk menjadi manusia

    yang berkualitas dengan akhlak yang mulia (akhlakul karimah) serta

    bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

    23

    UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 3 24

    Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

    pendidikan nasional (Sisdiknas) bab Umum

  • 18

    B. Hakikat Pembelajaran Akidah Akhlak

    1. Pembelajaran Akidah Akhlak

    Pembelajaran merupakan proses, cara, perbuatan mempelajari

    sesuatu atau proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup

    belajar.25

    Merujuk dari UU no. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas menjelaskan

    bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik

    dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.26

    Sedangkan aqidah menurut bahasa berasal dari kata al-Aqdu yang

    berarti ikatan. Kemudian menurut istilah adalah iman yang teguh dan

    pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.

    Kemudian, akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab jama

    dari bentuk mufrodatnya khulqun yang artinya budi pekerti, tingkah laku,

    atau tabiat.27

    Akhlak adalah tata aturan perilaku yang mengatur hubungan

    antara sesama manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam

    semesta. Akhlak adalah sama artinya dengan istilah tingkah laku atau

    kepribadian.28

    Melihat beberapa pengertian tersebut, maka dapat diambil

    kesimpulan bahwa pembelajaran akidah akhlak merupakan proses untuk

    menjadikan peserta didik belajar memiliki keyakinan kuat terhadap

    agamanya serta diimplementasikan dalam kepribadian dan perbuatan.

    2. Ruang Lingkup Pembelajaran Akidah Akhlak

    Pondasi pertama untuk membangun kepribadian peserta didik

    adalah meletakkan keyakinan yang kokoh terhadap Allah dan rasul-Nya.

    Itulah yang menjadi alasan utama mengapa pembelajaran akidah akhlak

    25

    Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan, dalam

    http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php diakses 23 Maret 2011 26

    UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 20 27

    Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1989),

    hlm. 87 28

    Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka Islam, 1996),

    hlm. 11.

    http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

  • 19

    merupakan langkah awal dan utama untuk mengarahkan anak menjadi

    seseorang gemar melakukan kebaikan.

    Dalam Peraturan menteri agama republik Indonesia no. 2 tahun

    2008 dijelaskan bahwa mata pelejaran akidah akhlak memiliki dua aspek

    pembelajaran, yaitu aspek akidah dan aspek akhlak.29

    a. Aspek Akidah terdiri atas: prinsip-prinsip akidah dan metode peningkatannya, al-asma al-husna, macam-macam tauhid seperti

    tauhid ulhiyah, rubbiyah, ash-shifat wa al-afal, rahmniyah,

    mulkiyah dan lain-lain, syirik dan implikasinya dalam kehidupan,

    pengertian dan fungsi ilmu kalam serta hubungannya dengan ilmu-

    ilmu lainnya, dan aliran-aliran dalam ilmu kalam (klasik dan modern).

    b. Aspek akhlak terdiri atas: masalah akhlak yang meliputi pengertian akhlak, induk-induk akhlak terpuji dan tercela, metode peningkatan

    kualitas akhlak; macam-macam akhlak terpuji seperti husnuzh-zhan,

    taubat, akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan

    menerima tamu, adil, ridha, amal sholih, persatuan dan kerukunan,

    akhlak terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tasawuf.

    Ruang lingkup akhlak tercela meliputi: riya, aniaya, dan diskriminasi,

    perbuatan dosa besar (seperti mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri,

    mengonsumsi narkoba), israaf, tabdzir, dan fitnah.

    3. Tujuan Pembelajaran Akidah Akhlak

    Akidah akhlak secara substansial merupakan mata pelajaran di

    madrasah aliyah yang memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi

    kepada peserta didik untuk mempelajari dan mempraktikkan akidahnya

    dalam bentuk pembiasaan untuk melakukan akhlak terpuji dan

    menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.30

    Dalam Peraturan Menteri Agama (Permenag) RI no. 2 tahun 2008

    dijelaskan tentang tujuan pembelajaran akidah akhlak, yaitu;

    a. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengalaman,

    pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah islam

    sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang

    keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

    b. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindariakhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam

    29

    Muhammad M. Basyuni, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia no. 2 tahun

    2008, (Jakarta: t. p., 2008), hlm. 88. 30

    Ibid, hlm. 83.

  • 20

    kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran

    dan nilai-nilai akidah islam.31

    Melihat penjelasan sebelumnya bahwa konsep utama dari

    pendidikan karakter untuk mewujudkan tujuan pendidikan islam, yaitu

    lebih mengutamakan pada pembentukkan akhlak. Maka dari itu, peserta

    didik perlu dikuatkan dulu dalam akidahnya, kemudian implementasinya

    berupa akhlak keseharian. Sedangkan proses untuk mewujudkan akhlak

    yang baik (akhlakul karimah) itu tidak mudah. Berikut ada dua hal penting

    yang perlu diperhatikan dalam proses mewujudkan peserta didik yang

    memiliki akhlakul karimah.

    a. Konsep Akidah yang Benar

    Mengenalkan konsep akidah yang benar merupakan kewajiban

    bagi para pendidik. Bagaimana proses dalam peletakkannya yang

    kemudian menerapkannya sebagai konsep dalam hidup.

    Akidah merupakan sesuatu yang ada dalam diri seorang manusia

    yang diyakini kebenarannya tanpa keraguan sedikitpun. Oleh karena itu,

    penanaman akidah islam kepada anak didik harus tegas dan dimulai dari

    dalam diri pendidik. Seperti yang dicontohkan oleh nabiyullah Ibrahim as.

    Dalam surat Al-Baqarah ayat 132;

    Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian

    pula Yaqub. Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih

    agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan

    muslim32

    Dengan demikian penanaman akidah yang benar bukanlah hal yang

    dikesampingkan jika menginginkan pembentukkan karakter islami pada

    diri anak didik. Berawal dari penerapan akidah yang benar itulah, maka

    31

    Ibid., hlm. 84. 32

    Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 21.

  • 21

    anak didik akan lebih mudah diarahkan untuk membentuk kepribadian

    yang benar menurut al-quran dan sunnah rasul.

    Bercermin dari hal tersebut seorang pendidik perlu memberi

    penekanan pada konsep akidah yang benar. Konsep yang berlandaskan

    pada sumber utama hukum islam, yaitu al-quran dan sunnah rasul. Dalam

    firman Allah SWT. surat An-Nisa ayat 36;

    ....

    Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya

    dengan sesuatu apapun .33

    Tujuan akhir dari penanaman konsep akidah yang benar apabila

    peserta didik telah melakukan ibadah yang disyariatkan dengan ikhlas

    tanpa beban. Peserta didik menunaikan ibadah seperti alat, tilawah Al-

    Quran, berbuat baik, dan ibadah lainnya bukan lagi karena dilihat gurunya

    melainkan karena Allah. Hal ini mungkin terkesan sulit, tetapi insya Allah

    jika seorang pendidik yakin dan rutin dalam memberikan pemahaman ini

    maka tak ada sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Penggambaran tersebut

    Allah SWT jelaskan dalam surat Al-Anam ayat 162;

    Katakanlah: Sesungguhnya alatku, ibadahku, hidupku dan matiku

    hanyalah untuk Tuhan semesta alam.34

    Penanaman akidah yang benar bukanlah sebuah perkara yang sulit,

    jika hal tersebut dilakukan secara intensif. Menurut syaikh Fuhaim

    Musthafa, bahwa para guru hendaknya memberikan pengertian kepada

    anak didik betapa pentingnya akidah islam dalam kehidupan manusia.

    Bahkan, sudah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan.35

    33

    Ibid., hlm. 85. 34

    Ibid. hlm. 151. 35

    Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim terj. Abdillah Obid dan Yessi HM.

    Basyaruddin, (Jakarta Selatan: Mustaqiim, 2003), hlm. 72.

  • 22

    b. Pembentukkan Akhlak Islami

    Sesungguhnya pembentukkan akhlak islami merupakan tahap

    berikutnya setelah peserta didik mengerti akan konsep akidah yang benar.

    Di sinilah peran seorang pendidik sangat kuat, karena akhlak yang baik

    (akhlakul karimah) akan tumbuh dengan sendirinya melalui keteladanan

    yang dicontohkan secara langsung oleh pendidik

    Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata, manusia itu pada dasarnya

    memiliki akhlak islami. Secara sederhana akhlak islami dapat diartikan

    sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat

    Islami.36

    Berkenaan dengan itu, maka seorang pendidik wajib untuk

    mengajarkan serta mencontohkan seperti apa moral yang baik itu. Moral

    yang baik dapat diperoleh dengan berjuang untuk menyucikan jiwa,

    mengarahkannya untuk berbuat taat, dan menjauhkan diri dari berbagai

    perbuatan dosa dan maksiat.37

    Merunut dari penjelasan sebelumnya bahwa akhlak islami akan

    terbentuk dengan bertahap, tetapi semua itu berawal dari pemahaman

    akidah yang benar. Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 dikatakan bahwa

    kebaikan itu sesungguhnya berawal dari pengamalan rukun iman.

    ....

    Berbakti (dan beriman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu

    (dalam alat) ke arah timur dan barat, tetapi berbakti (dan beriman) yang

    sebenarnya ialah iman seseorang kepada Allah, hari akhirat, para malaikat,

    kitab-kitab dan Nabi- Nabi38

    Terlepas dari hal tersebut peran guru tetaplah sangat penting,

    karena seorang guru wajib mendampingi perkembangan akhlaknya.

    Bagaimana mereka bergaul, seperti apa tontonan mereka, bagaimana etika

    36

    Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 147. 37

    Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 216. 38

    Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 28

  • 23

    mereka ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua, seperti apa teman-

    teman mereka, bacaan apa yang mereka konsumsi, semua itu hanya bisa

    terdeteksi melalui pengawalan yang intensif namun tidak terkesan

    memaksakan kehendak.

    C. Urgensi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Akidah Akhlak

    Akidah akhlak, pada dasarnya telah terdapat rumusan pendidikan

    karakter, yakni dengan istilah pembentukkan budi pekerti atau akhlak yang

    mulia. Pembentukan budi pekerti atau akhlak yang mulia adalah tujuan utama

    dari pendidikan Islam. Ulama dan sarjana-sarjana Muslim dengan penuh

    perhatian telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia meresapkan fadhilah

    di dalam jiwa para muridnya, membiasakan mereka berpegang teguh kepada

    akhlakul karimah dan menghindari hal-hal yang tercela, berfikir secara

    rohaniah dan insaniah (prikemanusiaan) serta menggunakan waktu buat

    belajar ilmu-ilmu duniawi dan ilmu keagamaan, tanpa memandang kepada

    keuntungan-keuntungan materi semata. 39

    Oleh karena itu pembelajaran akidah akhlak tidak bisa hanya dipelajari

    saja dengan cara membaca buku atau mendengarkan ceramah guru.

    Pembelajaran akidah akhlak seharusnya tetap disampaikan dengan langkah

    penjelasan materi yang kemudian dicontohkan dalam praktik keseharian.

    Konsep utama dari pendidikan karakter sebenarnya adalah lebih

    mengutamakan pada pembentukkan akhlak yang mulia dari seorang manusia.

    Dengan demikian pembentukkan akhlak dapat diartikan sebagai usaha

    sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan sarana pendidikan

    dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan

    sungguh-sungguh dan konsisten.40

    Pembentukkan akhlak ini dilakukan

    berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi

    dengan sendirinya.

    39

    M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet.

    Ke-4, 1970), hlm.10 40

    Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 158.

  • 24

    Berdasarkan penjelasan sebelumnya yang mengambil dasar melalui

    tafsir surat Luqman ayat 13 dan 16 sampai 19, maka pendidikan karakter

    sangat penting untuk diterapkan dalam setiap pembelajaran. Khususnya

    pembelajaran akidah akhlak, berikut urgensi pendidikan karakter dalam

    pembelajaran akidah akhlak;

    a. Kunci utama pendidikan karakter terletak pada keteladanan seorang

    pendidik kepada peserta didik, karena keteladanan merupakan metode

    yang paling berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk aqidah

    akhlak.

    b. Melalui pembentukkan karakter peserta didik, pada dasarnya mereka telah

    diarahkan untuk menjadi manusia berakhlak mulia (ahlakul karimah).

    c. Melalui pendidikan karakter, peserta didik memahami materi yang

    disampaikan bukan hanya sekedar materi semata. Melainkan peserta didik

    akan memahaminya sebagai pengalaman hidup yang dapat dijalankan.

    Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak

    dapat dilaksanakan dalam beberapa situasi lingkungan. Pada setiap lingkungan

    tersebut pendidikan karakter yang diterapkan akan berpengaruh pada

    lingkungan yang setelahnya, sebab pada dasarnya di mana pun peserta didik

    berada maka ia akan terus belajar tentang sesuatu.

    1. Lingkungan Pendidikan Karakter

    a. Keluarga

    Keluarga merupakan sekolah pertama bagi seorang anak (peserta

    didik). Sebelum melangkah pergi semuanya berawal dari kehidupan

    dalam keluarga. Keluarga dianggap sebagai tempat berkembangnya

    individu, di mana keluarga ini merupakan sumber utama dari sekian

    sumber-sumber pendidikan nalar peserta didik. 41

    Keluarga juga dinilai sebagai lapangan pertama, di mana di

    dalamnya seorang anak akan menemukan pengaruh-pengaruh dan unsur-

    unsur kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya. Hal itu terbukti dalam

    41

    Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 42.

  • 25

    menentukan pentingnya peran keluarga pada tahap pertama kehidupan

    peserta didik.

    Melalui pendidikan pertama yang terjadi dalam lingkungan

    keluarga ini akan menghasilkan beberapa hal dalam diri mereka, seperti

    kepribadiannya, pola pikirnya, kebiasaannya, atau kemampuan sosialnya.

    Keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukkan karakter di fase-

    fase tumbuh kembangnya peserta didik.

    Peran penting yang dimiliki keluarga cukup besar, karena

    pengawasan utama pada peserta didik lebih dominan pada lingkungan

    keluarga. Maka dari itu amanah besar yang ada ini akan mempengaruhi

    kepribadian dan akhlak seorang peserta didik saat mereka berada pada

    linkungan yang berbeda.

    Pendidikan yang terjadi dalam keluarga pun juga berupa pendidikan

    dasar yang akan mengantarkan pada pendidikan yang lebih luas

    nantinya. Misalnya adalah menghargai pendapat anak. Menghargai dan

    membuat anak merasa bahwa dirinya punya hak merupakan salah satu

    pendidikan dalam keluarga yang sangat penting.42

    b. Sekolah

    Sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak institusi yang

    dinilai sebagai sesuatu yang sangat penting dalam masyarakat Islam.

    Karena sekolah sangat berperan dalam pembentukkan keseimbangan diri

    dan sisi sosial anak.43

    Sekolah benar-benar telah memberikan pengaruh yang sangat besar

    dalam menanamkan berbagai pemahaman dan kepercayaan bagi seorang

    anak terpelajar, sebagaimana sekolah juga telah ikut andil bagian dalam

    membentuk tingkah laku dan kepribadian anak.

    42

    Abu Abdullah Musthafa Ibn Al-Adawi, Fiqh Tarbiyah Abna Wa Thaifah Min Nashaih

    Al-Athibba, terj. Umar Mujtahid dan Faisal Saleh, Fikih Pendidikan Anak : Membentuk Kesalehan

    Anak Sejak Dini (Dilengkapi Nasehat Para Dokter dan Psikolog Anak), (Jakarta: Qisthi Press,

    2006), hlm. 90. 43

    Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 64.

  • 26

    Sekolah merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat

    dengan tujuan mensukseskan pendidikan dan pengajaran anak. Tentunya,

    pendidikan dan pengajaran yang berdasarkan pada metode yang benar.

    Sekolah benar-benar telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di

    masa sekarang dalam bidang pendidikan.

    Pendidikan karakter yang diterapkan dalam lingkungan sekolah

    lebih dekat pada pendidikan sosial peserta didik. Misalnya, etika bergaul

    yang baik dengan teman, menghormati ibu dan bapak guru, menjaga

    kerapian dalam berpakaian.

    Dengan demikian, sekolah sekolah dapat dikatakan sebagai

    lembaga sosial yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar

    menjadi warga negara yang tercerahkan, mampu menjalankan peran

    positifnya di tengah-tengah masyarakat, serta memberikan sumbangsih

    dalam meningkatkan kemajuan masyarakat.

    c. Masyarakat

    Masyarakat merupakan lingkungan dengan wilayah terbesar yang

    akan dialami peserta didik. Di mana ujian penerapan akhlak dibuktikan

    saat peserta didik telah berada bersama masyarakat umum. Bagaimana

    peserta didik bersikap, bertutur kata, berpakaian, bergaul, berpendapat,

    maupun kegiatan lain yang melibatkan atau terlibat dengan masyarakat.

    Ketika peserta didik telah berada bersama masyarakat, maka hal

    yang harus dilakukan adalah menerapkan hasil pembelajaran akidah

    akhlak yang telah didapat selama di lingkungan sebelumnya. Karena,

    lingkungan ini terkadang membuat seorang manusia dewasa sekalipun

    tenggelam dalam arus yang tidak jelas.

    Seperti yang diungkapkan oleh Ali el-Makassary, di tengah

    gelombang kehidupan yang dahsyat, generasi penerus seakan tak lagi

    mengenal dirinya sendiri. Menurut mereka agama bukanlah hal yang

    sakral, melainkan hanya sekedar formalitas.44

    44

    Ali el-Makassary, Yang Muda Yang Takut Dosa, (Klaten: Wafa Press, 2006), hlm. 34.

  • 27

    Sebuah realita yang menyedihkan jika membayangkan ke arah itu.

    Oleh karena itu, pendidikan karakter di masyarakat hanya bisa dilakukan

    jika kondisi peserta didik sudah baik saat berada di lingkungan

    sebelumnya. Pendidikan karakter yang diperoleh di masyarakat biasanya

    berasal dari keragaman masyarakat itu sendiri. Misalnya, peserta didik

    melihat ada seseorang yang sangat rajin pergi ke masjid untuk alat

    berjamaah, maka peserta didik dapat menirunya. Contoh lain, ketika ada

    seseorang yang saat bertemu dengan tetangganya selalu menyapa atau

    mengucap salam, hal ini juga dapat ditiru oleh peserta didik. Hanya saja

    pendidikan karakter di wilayah ini intensitasnya tidak seperti lingkungan

    keluarga ataupun sekolah.

    Berdasarkan uraian di atas hanya akan dijelaskan tentang

    pendidikan karakter dalam lingkungan sekolah, yaitu implementasi

    pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak di MAN 1

    Semarang.

    2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

    Dalam pendidikan karakter terdapat beberapa nilai-nilai yang patut

    di ajarkan kepada peserta didik. Nilai-nilai tersebut diuraikan dari tujuan

    pendidikan nasional yang di ambil dari UU no. 20 tahun 2003 tentang

    sidiknas.

    Menurut Prof. Suyanto, P. Hd, terdapat sembilan pilar karakter yang

    berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan

    dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan bertanggungjawab;

    ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima,

    dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam,

    percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan;

    kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi,

    kedamaian, dan kesatuan.45

    45

    Suyanto, Pendidikan Karakter, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/

    diakses 17 Desember 2010

    http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/

  • 28

    Berikut ini beberapa nilai-nilai pendidikan karakter yang terintegrasi

    dari Permenag no. 2 tahun 2008.

    a. Nilai Ketuhanan (Religiusitas)

    Nilai Ketuhanan (religiusitas) merupakan integrasi dari karakter

    cinta kepada Tuhannya dan segenap ciptaan-Nya. Nilai ini merupakan

    unsur paling penting dalam membina karakter peserta didik, sebab

    keberadaan nilai ini akan mempengaruhi penanaman nilai-nilai yang lain.

    Sebelum nilai Ketuhanan ini benar-benar sepenuh hati tertanam dalam

    jiwa peserta didik, maka akan sulit menerapkan nilai-nilai berikutnya

    pada diri mereka kelak.

    Nilai Ketuhanan bukan hanya tentang sikap peserta didik untuk

    mengenal Tuhannya melainkan dapat tulus ikhlas beribadah karena-Nya.

    Oleh karena pada dasarnya manusia diciptakan hanya untuk beribadah

    kepada-Nya. Dalam hal ini dijelaskan dalam QS. Adz-Dzariyat: 56;

    Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka

    beribadah kepada-Ku46

    Pendidikan untuk membentuk karakter cinta terhadap Tuhan

    beserta ciptaan-Nya dapat dilakukan dengan melakukan banyak

    pembiasaan untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini dapat dilakukan dengan

    pendekatan pendidik melalui interaksi yang intensif terhadap peserta

    didik. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menuju pembiasaan

    tersebut;

    1) Mengajarkan prinsip-prinsip dan metode peningkatan kualitas akidah

    Dalam hal ini pendidik menjelaskan prinsip-prinsip akidah

    serta metode-metode peningkatan kualitas akidah dalam kehidupan

    sehari-hari. Kemudian, bagaimana langkah untuk menerapkannya

    dalam kehidupan.

    46

    Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 524.

  • 29

    2) Menanamkan prinsip Tauhid dan perilaku orang yang bertauhid

    Dalam hal ini peserta didik diajarkan tentang macam-macam

    tauhid seperti tauhid ulhiyah, rubbiyah, ash-shifat wa al-afal,

    rahmniyah, mulkiyah dan lain-lain. Kemudian menunjukkan

    bagaimana perilaku orang yang ber-tauhid serta penerapannya dalam

    kehidupan sehari-hari.

    3) Menghindari Syirik dalam Islam

    Maksudnya, pendidik menjelaskan pengertian syirik, kemudian

    peserta didik dapat mengidentifikasi macam-macam syirik. Setelah

    itu peserta didik juga mengerti perilaku orang yang berbuat syirik

    serta akibat dari perbuatan syirik. Oleh karena itu, mereka diarahkan

    jangan sampai melakukan perbuatan tersebut.

    4) Meningkatkan keimanan kepada Allah dengan meneladani sifat-

    sifatnya dalam al-asma al-husna

    Melalui al-asmaal-husna peserta didik dapat meningkatkan

    keimanannya yang diuraikan dari nama-nama Allah yang baik. Hal

    tersebut diimplementasikan dalam perbuatan keseharian, kemudian

    meneladani sifat-sifat Allah yang terkandung dalam al-asma al-

    husna untuk diamalkan ke dalam kehidupan sehari-hari.

    b. Nilai Adab

    Nilai Adab merupakan integrasi dari karakter etika (akhlak)

    seorang muslim. Etika seorang muslim terhadap dirinya sendiri maupun

    terhadap orang lain, misalnya mengajarkan sifat ihsan, menerapkan sifat

    amanah, menanamkan ikhlas, membiasakan sabar, dan sifat-sifat lainnya.

    Nilai Adab sesungguhnya lebih menunjukkan tentang karakter

    seorang muslim. Kepribadian seorang muslim akan terlihat ketika

    muslim itu berperangai dalam kebiasaan kesehariannya. Oleh karena itu,

    seorang pendidik wajib membangun kebiasaan baik atau adab baik pada

    peserta didik supaya mereka melakukan kebiasaan baik itu tanpa merasa

    dipaksa.

  • 30

    Pada dasarnya nilai adab merupakan perbuatan untuk membiasakan

    perilaku terpuji dan menghindari perilaku tercela.

    Beberapa contoh kebiasaan baik yang dapat diterapkan untuk

    dilakukan oleh peserta didik, seperti;

    1) Mengajarkan perilaku ihsan

    Seorang pendidik diharapkan dapat mengajarkan dan

    mencontohkan perilaku ihsan. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah

    berikut;

    ...

    Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau

    melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat

    engkau(H.R. Muslim)47

    Salah satu contoh perilaku ihsan adalah sikap husnuzh-zhan.

    Apabila dalam jiwa peserta didik sedikitnya telah mulai tertanam

    sikap ini, maka tiada hari tanpa berbuat baik. Inilah langkah-langkah

    sukses dalam membentuk karakter baik peserta didik. Khususnya

    dalam menghadapi orang lain. Sebagai seorang muslim harus selalu

    menanamkan sikap husnuzh-zhan. Menganggap atau berprasangka

    baik kepada siapa pun.

    2) Menanamkan sikap adil

    Bersikap adil merupakan salah satu sikap seorang mukmin.

    Karena dengan bersikap adil adalah lebih dekat dengan takwa.

    Dengan bersikap adil tidak akan ada jiwa yang teralimi ataupun

    teraniaya.

    Peserta didik dibiasakan untuk menerapkan sikap adil dalam

    situasi apapun. Baik dalam masalah yang kecil ataupun masalah

    yang besar. Hal ini Allah jelaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 8;

    47

    Imam An-Nawawi, Al-Arbain An-Nawawi, terj. Wahid Ahmadi, (Solo: Era Intermedia,

    2005), hlm. 19.

  • 31

    Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang

    yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi

    dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap

    sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku

    adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah

    kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang

    kamu kerjakan48

    3) Menghindari sifat riya Menghindari sifat riya merupakan nilai adab yang berkaitan

    tentang hubungan manusia dengan manusia lain. Hal ini termasuk

    dalam menghindari perbuatan tercela. Riya merupakan

    menampakkan sesuatu karena mengharapkan pujian dari makhluk.

    Ketika melakukan kebaikan dihadapan orang lain terlihat sungguh-

    sungguh padahal hanya mengharapkan pujian dari orang lain, tetapi

    ketika tidak ada orang lain ia tidak pernah terlihat semangat.

    Hal tersebut termaktub jelas dalam QS. An-Nisa ayat 142;

    Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah

    akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk

    alat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan

    alat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah

    kecuali sedikit sekali49

    4) Menghindari perbuatan fitnah

    Fitnah merupakan salah satu perbuatan keji. Karena menuduh

    orang lain berbuat sesuatu tanpa bukti nyata yang benar itu sangat

    48

    Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 109. 49

    Ibid., hlm. 102.

  • 32

    menyakitkan. Bagi peserta didik terkadang sakit hati yang

    disebabkan perilaku teman seringkali terjadi. Maka, jika tidak hati-

    hati rasa sakit hati tersebut dapat menimbulkan rasa iri, setelah itu

    berkembang menjadi dengki. Berikutnya rasa dengki yang

    berkepanjangan akan berperilaku hasud, dari sanalah kemudian

    perbuatan fitnah terjadi.

    Allah menegaskan bahwa berbuat fitnah itu lebih besar

    dosanya dan bahayanya daripada membunuh. Hal ini ada dalam QS.

    Al-Baqarah ayat 191 dan 217;

    .

    Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan 50

    .

    Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh

    51

    5) Menghindari perbuatan dosa besar

    Dalam hal ini merupakan dosa-dosa besar yang berkaitan

    dengan kebiasaan buruk dalam hidup. Misalnya, mabuk-mabukan,

    berjudi, zina, mencuri, ataupun mengonsumsi narkoba. Saat ini

    perbuatan tersebut banyak menghinggapi kehidupan para peserta

    didik di masa sekarang ini. Oleh karena itu, hal ini penting untuk

    diajarkan oleh pendidik.

    Hal ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 219;

    .

    Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:

    "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi

    manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya52

    50

    Ibid., hlm. 31. 51

    Ibid., hlm. 35. 52

    Ibid.

  • 33

    Begitu pula perbuatan zina merupakan perbuatan keji dan

    buruk. Allah sangat tidak menyukai perbuatan ini. Oleh karena itu

    disebut dengan sebuah jalan yang buruk dalam QS. Al-Isra ayat 32;

    Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah

    suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk53

    6) Mengajarkan perilaku jujur

    Sebagai seorang pendidik sebuah pantangan berbohong tentang

    yang diajarkan atau mengingkari janji yang diucapkan. Karena,

    peserta didik akan ikut meniru perilaku gurunya.

    Peserta didik hendaknya diajarkan memiliki sifat jujur, baik

    dalam perkataannya maupun perbuatannya. Sehingga ia selalu

    melakukan maupun berkata sesuai dengan realita yang ada. 54

    Allah

    berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 23;

    Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati

    apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka

    ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-

    nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya).55

    7) Menanamkan etika berpakaian yang benar

    Salah satu hal penting yang sering dilalaikan dalam

    membentuk karakter peserta didik adalah dalam hal berpakaian.

    Pakaian yang menutup aurat dianggap kurang modern atau

    ketinggalan zaman. Sedangkan pakaian yang memperlihatkan aurat

    53

    Ibid., hlm. 286. 54

    Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 219. 55

    Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 422.

  • 34

    atau memamerkan sebagian dari tubuh yang seharusnya bagian dari

    aurat dianggap sah-sah saja.

    Al-Quran menjelaskan dengan terang hakikat pakaian taqwa

    kepada Allah dalam QS Al-Araf ayat 26;

    Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan

    kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan

    bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah

    sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka

    selalu ingat.56

    c. Nilai Persaudaraan

    Nilai Persaudaraan merupakan integrasi dari karakter cinta damai,

    gotong royong, toleransi, saling menolong, keadilan maupun kesatuan.

    Hal ini merupakan karakter penting yang harus dimiliki peserta didik saat

    terjun dalam ranah sosial. Peserta didik akan mengenal banyak orang,

    maka dari itu ia akan menemui banyak karakter yang berbeda. Oleh

    karena itu, peserta didik perlu untuk dibentuk karakter kepekaan

    sosialnya.

    Nilai Persaudaraan merupakan nilai pendidikan karakter yang akan

    menguatkan fisik seorang muslim dengan muslim lainnya. Dengan

    membina persatuan yang kuat, maka peserta didik akan menjadi muslim

    yang selalu peduli pada saudaranya, temannya, ataupun orang lain di

    sekitarnya.

    Pembelajaran yang dilakukan untuk peserta didik dapat berupa;

    1) Mengarahkan pergaulan yang baik

    Mengarahkan pergaulan peserta didik juga merupakan bagian

    dari pendidikan karakter. Berawal dari sebuah pergaulan pula peserta

    didik dapat terlihat bagaimana akhlaknya terbentuk

    56

    Ibid., hlm. 154.

  • 35

    Teman ada yang baik dan mengajak untuk mengingat Allah

    serta beribadah kepada-Nya. Namun, sebaliknya ada juga teman

    yang mengajak pada kemungkaran, kemaksiatan, dan dosa. Jika

    peserta didik selepas keluar dari rumah atau sekolah bertemu dengan

    teman yang pertama, tentu ia akan menjadi muslim sholih.

    Sebaliknya, jika peserta didik bertemu dengan teman yang kedua,

    senantiasa berbuat maksiat dan dosa, ia pun juga akan ikut terbawa.57

    Peran pendidik sangat penting dalam mengarahkan pergaulan

    peserta didik ke arah yang positif. Oleh karena Islam sangat

    menekankan tentang kondisi pergaulan umatnya. Dalam QS.

    Luqman ayat 15;

    . .

    .dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.58

    Al-Quran juga menyarankan untuk mencari kawan yang baik

    semasa di dunia, agar tidak ada penyesalan di akhirat kelak. Hal ini

    dijelaskan dalam QS. Az-Zukhruf ayat 67;

    Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain,

    kecuali mereka yang bertakwa.59

    2) Mengajarkan etika hormat terhadap orang lain

    Islam itu sangat menghargai pribadi pemeluknya maupun di

    luar itu. Oleh karena itu, peserta didik hendaknya juga diterapkan

    etika hormat kepada siapapun, baik itu setara, lebih tua, atau lebih

    muda.

    Etika hormat terhadap orang lain yang paling mudah adalah

    saling menebar salam. Pada dasarnya salam yang diucapkan

    57

    Abdullah Nashih Ulwan, Mencintai Dan Mendidik Anak Secara Islami. (Yogyakarta:

    Darul Hikmah, 2009), hlm. 192. 58

    Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 413. 59

    Ibid., hlm. 495.

  • 36

    merupakan doa keselamatan bagi yang mengucapkan, maupun yang

    membalasnya.60

    Tata cara menjawab salam telah tertulis di dalam

    Al-Quran secara jelas. Bagi siapa yang diberi penghormatan, maka

    balaslah dengan lebih baik atau minimal setara. Begitulah Rasulullah

    SAW mengajarkannya. Hal tersebut terdapat dalam QS. An-Nisa

    ayat 86;

    Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan,

    maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau

    balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya.

    Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.61

    Begitu pula ketika berbicara dengan orang lain, seorang

    pendidik harus membiasakan untuk berkata yang baik. Berkata yang

    baik itu berarti tidak menyinggung perasaan lawan bicara ataupun

    menyakitinya. Hal tersebut terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 83;

    .

    Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia ...62

    3) Mengajarkan pentingnya silaturahmi

    Maksud dari silaturahmi di sini adalah berbakti dan berbuat

    baik kepada orang tua serta kaum kerabat. Di samping, menjaga hak-

    hak para tetangga dan orang-orang lemah.63

    Tujuan dari silaturahmi tidak lain untuk mempererat ikatan

    kekeluargaan, baik itu kepada kerabat sendiri maupun orang lain.

    Setelah itu merujuk pada tujuan utamanya yaitu semakin

    60

    Abu Abdullah Musthafa Ibn Al-Adawi, Op. Cit., hlm. 91 61

    Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 92. 62

    Ibid., hlm. 13. 63

    Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 223.

  • 37

    mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah berfirman dalam QS.

    Ar-Rad ayat 21;

    Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah

    perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada

    Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.64

    Pada dasarnya kebaikan itu akan terus terbangun ketika tali

    silaturahmi terus terjalin. Oleh karena itu, pendidik hendaknya

    mengarahkan pentingnya menjalin silaturahmi, bahkan jangan

    sampai bercerai berai. karena, dengan demikian ikatan persaudaraan

    akan dapat tumbuh dengan baik. Sesuai firman Allah dalam QS. Ali-

    Imran ayat 103;

    .

    Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada (tali) agama Allah,

    dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah

    kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu

    Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu

    menjadi bersaudara...65

    4) Etika bertamu dan menerima tamu

    Dalam Islam ada langkah atau tata cara dalam bertamu ke

    rumah orang lain. Pendidik mengajarkan etika dalam bertamu ke

    rumah orang lain. Sebelum memasuki rumah orang lain ada tata

    caranya dengan mengucapan salam dan meminta izin. Dijelaskan

    dalam QS. An-Nuur ayat 27;

    64

    Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 253. 65

    Ibid., hlm. 64.

  • 38

    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah

    yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam

    kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar

    kamu (selalu) ingat66

    Apabila belum ada jawaban atau belum diperkenankan untuk

    masuk ke dalamnya, maka sebagai seorang tamu hendaknya tidak

    masuk dengan sendirinya. Itulah tata cara dalam bertamu yang telah

    diuraikan dalam QS. An-Nuur ayat 28;

    Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah

    kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan

    kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu

    bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu

    kerjakan67

    66

    Ibid., hlm. 353. 67

    Ibid., hlm. 354.

  • 39

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, karena data-data yang

    disajikan tidak berupa angka-angka atau rumus statistik. Ciri dari tulisan dalam

    penelitian kualitatif menyampaikan data secara naratif perkataan orang atau

    kutipan, berbagai teks, atau wacana lain.1

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang yang terletak

    di jalan Brigjen Sudiarto, kecamatan Pedurungan. Waktu penelitian ini ini

    berlangsung selama 2 minggu.

    C. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologis.

    Menurut Creswell yang dikutip dalam Pedoman Metode Penelitian Kualitatif,

    pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami

    sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka

    waktu). Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan

    interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat di mana peneliti menyusun dan

    mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang

    dikatakan oleh responden.

    D. Fokus Penelitian

    Fokus pembahasan yang akan dipaparkan dalam penelitian ini terkait dengan

    nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak, kemudian dilihat

    implementasi dari niali-nilai pendidikan karakter tersebut dalam perilaku

    keseharian siswa.

    1 Septiawan Santana K., Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Buku Obor, 2007.,

    hlm. 30.

  • 40

    E. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Studi Lapangan (Field Research),

    di mana data yang diteliti diperoleh melalui penelitian di lokasi penelitian. Ada

    beberapa teknik yang digunakan, yaitu sebagai berikut.

    a. Observasi

    Metode observasi adalah metode yang dilakukan melalui pengamatan,

    meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan

    menggunakan seluruh alat indera.2 Dalam penelitian ini peneliti meninjau

    langsung terhadap subjek penelitian serta berperan serta untuk mendekati subjek

    penelitian, yakni para siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang.

    Tujuan observasi tersebut untuk mendapatkan data langsung dari

    implementasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak

    yang diterapkan di MAN 1 Semarang.

    b. Wawancara

    Metode ini identik dengan interviu yang secara sederhana dapat diartikan

    sebagai dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk

    memperoleh informasi dari terwawancara. Dalam hal ini p