implementasi nilai-nilai pendidikan karakter...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
-
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK
DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Ilmu Pendidikan Islam
Jurusan/Prodi: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Oleh:
Roh Agung Dwi Wicaksono
NIM: 063111015
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
-
ii
MOTTO
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
(QS. An-Nahl: 125)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah.
(QS. Al-Ahzab: 21)
-
vii
ABSTRAK
Judul : Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1
Semarang
Penulis : Roh Agung Dwi Wicaksono
NIM : 06311105
Skripsi ini membahas tentang implementasi nilai-nilai pendidikan karakter
yang terdapat dalam pembelajaran materi akidah akhlak di sebuah lembaga
pendidikan. Kajiannya dilatar belakangi oleh konsep utama dari pendidikan karakter
pada dasarnya merupakan pembentukkan akhlak peserta didik. Penelitian ini
dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana pendidikan karakter
dalam pembelajaran Akidah Akhlak? (2) Bagaimana implementasi pendidikan
karakter yang terwujud dalam pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) 1 Semarang? Permasalahan tersebut dibahas melalui studi lapangan
yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang. Madrasah tersebut
dijadikan sebagai sumber data untuk mendapatkan potret implementasi nilai-nilai
pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak. Datanya diperoleh dengan
cara wawancara, observasi lokasi, dan studi dokumentasi. Semua data dianalisis
dengan pendekatan fenomenologi dan analisis deskriptif menggunakan logika
induksi, deduksi, dan refleksi.
Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Pendidikan karakter dalam pembelajaran
akidah akhlak merupakan pendidikan dalam membentuk akhlak peserta didik yang
didasarkan pada beberapa nilai-nilai pendidikan Islam, yaitu: nilai ketuhanan
(religiusitas), nilai adab, nilai persaudaraan. Pendidikan ini menekankan pada potensi
peserta didik untuk mengenal dan mencintai Allah lebih dari apapun. Hal tersebut
diwujudkan dalam beberapa pembiasaan dan etika keseharian peserta didik. (2)
pelaksanaan pendidikan karakter yang terdapat dalam pembelajaran akidah akhlak
lebih ditekankan pada nilai ketuhanan (religiusitas). Pada dasarnya kunci utama
membentuk karakter peserta didik menuju akhlakul karimah adalah membentuk
karakter untuk mengenal dan mencintai Allah lebih dari apapun. Kemudian nilai adab
dan persaudaraan berupa penekanan pada etika seorang muslim dalam keseharian.
Peserta didik diajarkan untuk terus melakukan kebaikan. Sekalipun kebaikan itu
kecil, akan tetapi akan menampakkan efek yang cukup signifikan jika dilakukan terus
menerus. Temuan tersebut memberikan contoh konkret untuk pelaksanaan pendidikan
karakter peserta didik menuju akhlakul karimah.
-
viii
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Penulisan transliterasi huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada
SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987
dan Nomor: 0543b/U/1987. Penyimpangan penulisan kata sandang [al-] disengaja
secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya.
a
b
t
g
f j
q
k kh
l d
m
n r
w z
h s
sy
y
Bacaan Madd: Bacaan Diftong:
= a panjang = au
= i panjang = ai
= u panjang
-
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada
peneliti sehingga bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kehadirat beliau Nabi Muhammad saw, keluarga, para
sahabat, dan para pengikutnya.
Skripsi yang berjudul "Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang", ditulis untuk
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Fakultas
Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini peneliti sampaikan banyak terima
kasih kepada:
1. Dr. Sujai, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
2. Daviq Rizal, M.Pd, selaku dosen wali studi yang banyak memberikan
masukan dan motivasi secara langsung maupun tak langsung pada peneliti
dalam studinya di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
3. Ahmad Muthohar, M.Ag dan Drs. Sajid Iskandar selaku pembimbing skripsi
peneliti yang telah bersedia meluangkan waktu dan mengoreksi naskah skripsi
peneliti ditengah kesibukannya.
4. Dra. Noor Hidayah Budhi, guru mapel Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah
Negeri 1 Semarang yang berkenan membantu peneliti sebagai narasumber
terkait penelitian yang dilakukan.
5. Segenap guru dan karyawan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang yang
telah membantu untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh peneliti.
-
x
6. Rohadi dan RochPujiati, Ayah dan Ibunda tercinta, yang telah memberikan
curahan perhatian, kasih sayang dan biaya kepada peneliti dalam
menyelesaikan studinya.
7. Roh Bagus Eko Sugiarto, S.Pd dan Roh Ayu Tri Lestari, Kakak dan adikku
tercinta, yang selalu menjadi inspirasi dan semangat kepada peneliti dalam
menempuh studinya.
8. Ust. Harsono, selaku murobbi dan motivator peneliti di tengah keputus asaan
yang terkadang mendera.
9. Akhi Ismaturrohman (Ais), Pamuji (Pam-Pam), Lukman, Nabawi, Jazuli
(Jay), Bondan, Taufiq, Agus Qorib, teman-teman satu halaqoh yang selalu
menyemangati peneliti untuk segera menyelesaikan studinya.
10. Saifulhaq (mr. Elf), Nasirudin, Fahmi, Slamet, Juli, Mukhlisin, Habib (Abi)
adik-adik satu asrama di Ar-Raihan Pesma Qolbun Salim Walisongo dan
semua santri Pesma Qolbun Salim yang tak akan pernah terlupakan inspirasi
yang telah kalian hadirkan.
11. Semua saudaraku seaqidah yang telah berjuang bersama dalam wajihah
dakwah KAMMI komisariat IAIN Walisongo Semarang peneliti sampaikan
jazakumullah khoiron katsiron.
12. Segenap teman-teman penulis muda di Forum Lingkar Pena (FLP) Ranting
Ngaliyan yang telah bersama belajar untuk semakin memahami hakikat dari
menulis.
13. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
yang belum atau tak dapat disebutkan oleh peneliti dalam lembar yang
terbatas ini.
-
xi
Kepada mereka peneliti tidak dapat memberikan apa-apa selain ungkapan
terimakasih dan iringan doa semoga Allah swt membalas semua amal kebaikan kalian
semua dengan sebaik-baik balasan.
Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan. Namun demikian peneliti berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.
Semarang, 8 Juni 2011
Peneliti,
Roh Agung Dwi Wicaksono
NIM: 063111015
-
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
MOTTO ................................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................ iii
PENGESAHAN ..................................................................................... iv
NOTA PEMBIMBING .......................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................ vii
TRANSLITERASI ................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ........................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Penegasan Istilah ......................................................... 6
C. Rumusan Masalah ....................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................... 7
E. Kajian Pustaka ............................................................. 8
BAB II KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN
AKIDAH AKHLAK
A. Konsep Pendidikan Karakter ........................................ 9
B. Hakikat Pembelajaran Akidah Akhlak ........................ 18
C. Urgensi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
Akidah Akhlak ........................................................... 23
-
xiii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................ 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian...................................... 39
C. Pendekatan Penelitian .................................................. 39
D. Fokus Penelitian .......................................................... 39
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 40
F. Teknik Analisis Data ................................................... 41
BAB IV IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN
KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH
AKHLAK DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1
SEMARANG
A. Sekilas Profil Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang.. 43
B. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah
Negeri 1 Semarang ...................................................... 52
C. Analisis Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah
Aliyah Negeri 1 Semarang .......................................... 60
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ...................................................................... 65
B. Saran ............................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-
komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan
lingkungan sekolah.1
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia,
apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan
kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan
pendidikan di sekolah sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter
juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan
oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan
karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma
atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Melihat dari uraian tersebut, maka karakter adalah cara berpikir dan
berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik
dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter
baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.2
1 Akhmad Sudrajat, Tentang Pendidikan Karakter, dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
diakses 21 Desember 2010 2 Suyanto, Pendidikan Karakter, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ diakses 17
Desember 2010
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/http://akhmadsudrajat.wordpress.com/http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/
-
2
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.
Pasal I UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal,
yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian
dan bertanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan
santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama;
keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan;
kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian,
dan kesatuan.3
Sebagai contoh, seorang siswa terkadang cenderung hanya menghormati
atau mengenal para guru yang mengajar di kelasnya saja sedangkan selain itu
kurang tahu bahkan tidak mengenal. Pak Khoiri mengajar kelas X.3 sedangkan pak
Zaenuri mengajar kelas X.6; mereka berdua merupakan guru bahasa Arab. Suatu
hari pak Khoiri tidak masuk kelas, kemudian digantikan oleh pak Zaenuri
sementara. Saat KBM berlangsung ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan
atau bahkan kurang begitu menghargai keberadaan guru yang mengajar di kelasnya.
Kemudian mereka diminta untuk menghadap ke ruang BK. Saat ditanya mengapa
melakukan hal tersebut dengan lugu mereka menjawab, Beliau kan sebenarnya
tidak mengajar kelas saya. Inilah kelemahan kepribadian atau akhlak siswa saat ini.
Mereka cenderung hanya segan pada guru yang mengajar di kelasnya, atau mungkin
nasihat yang berpengaruh hanya yang berasal dari wali kelasnya, tidak dari guru
lain. Hal inilah yang menjadi tugas para pendidik untuk siap menerapkan nilai-nilai
pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran yang disampaikan. Jadi, tidak hanya
sekedar teori yang mereka terima tetapi aplikasi nyata dalam kehidupan keseharian
di sekolah. Berawal dari contoh tersebut, maka peneliti melakukan penelitian
tentang nilai-nilai pendidikan karakter yang terintegrasi melalui pembelajaran
akidah akhlak yang berupa akhlak dalam berpakaian, pergaulan (sopan santun), serta
persatuan dan kesatuan.
3 Ibid.
-
3
Akidah akhlak, pada dasarnya telah terdapat rumusan pendidikan karakter,
yakni dengan istilah pembentukkan budi pekerti atau akhlak yang mulia.
Pembentukan budi pekerti/akhlak yang mulia adalah tujuan utama dari pendidikan
Islam. Ulama dan sarjana-sarjana Muslim dengan penuh perhatian telah berusaha
menanamkan akhlak yang mulia meresapkan fadhilah di dalam jiwa para muridnya,
membiasakan mereka berpegang teguh kepada akhlakul karimah dan menghindari
hal-hal yang tercela, berfikir secara rohaniah dan insaniah (prikemanusiaan) serta
menggunakan waktu buat belajar ilmu-ilmu duniawi dan ilmu keagamaan, tanpa
memandang kepada keuntungan-keuntungan materi semata. 4
Kemudian, akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab jama dari
bentuk mufrodatnya khulqun yang artinya budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat.5
Akhlak adalah tata aturan perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia,
manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam semesta. Akhlak adalah sama
artinya dengan istilah tingkah laku atau kepribadian. Akhlak merupakan suatu sifat
yang penting bagi kehidupan manusia. Akhlak akan terbawa dalam kepribadian
seseorang, baik sebagai individu, masyarakat, maupun sebagai bangsa. Sebab
kejatuhan, kejayaan, kesejahteraan dan kerusakan suatu bangsa tergantung kepada
bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka akan sejahtera lahir batinnya,
tetapi apabila akhlaknya buruk, maka akan rusaklah lahir batinnya.6
Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata, manusia itu pada dasarnya memiliki
akhlak islami. Secara sederhana akhlak islami dapat diartikan sebagai akhlak yang
berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada
di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat.7
Dengan begitu akhlak ialah suatu sifat yang telah meresap dalam jiwa dan
menjadi kepribadian. Akhlak merupakan perilaku yang timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu dan
membentuk satu kesatuan tingkah laku akhlak yang dihayati dalam hidup kesehari-
harian. Hal ini tercermin dari firman Allah surat An-Nahl ayat 125;
4 M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. Ke-4,
1970), hlm.10 5 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1989), hlm. 87
6 Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka Islam, 1996), hlm. 11.
7 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 147.
-
4
Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang
baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.8
Konsep utama dari pendidikan karakter sebenarnya adalah lebih
mengutamakan pada pembentukkan akhlak yang mulia dari seorang manusia.
Dengan demikian pembentukkan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-
sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan sarana pendidikan dan pembinaan
yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan
konsisten.9 Pembentukkan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak
adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya.
Bertolak dari deskripsi atau uraian tentang konsep pendidikan akhlak pada
dasarnya kunci utamanya terletak pada keteladanan seorang pendidik kepada anak
didik, dalam hal ini yaitu guru dengan siswa. Keteladanan merupakan metode yang
paling berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk aqidah akhlak. Jadi,
Contoh akhlak yang paling dekat yaitu guru/pendidik, sehingga diharapkan peserta
didik akan mampu meniru pendidik dengan disadari atau tidak. Hal tersebut
dikarenakan subjek didik tidak begitu saja lahir sebagai pribadi bermoral atau
berakhlak mulia, tetapi perlu dididik, untuk itu bantuan dari berbagai pihak sangat
diharapkan baik oleh guru atau orang tua.10
Sebagai muslim pada dasarnya juga ada contoh keteladanan yang jelas dari
rasulullah Muhammad saw. Beliau merupakan sosok teladan terbaik dalam
pembentukkan karakter kepribadian melalui Al-Quran, sebab setiap tingkah laku
atau perilaku beliau tercermin dari pengamalan al-Quran. Hal tersebut tersurat
dalam surat al-Ahzab ayat 21;
8 Departemen Agama RI, Al-quran Dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002), hlm.
282. 9 Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 158.
10 Tonny D. Widiastono, Pendidikan Manusia Indonesia, (Jakarta: Buku Kompas, 2004), hlm. 42
-
5
Sungguh, telah ada pada (diri) rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kadatangan) hari kiamat dan yang
banyak mengingat Allah.11
Sesungguhnya keteladanan memang memberikan pengaruh yang lebih besar
daripada sekedar omelan atau nasihat. Menurut Jaudah Muhammad Awwad, posisi
pendidik sangat memiliki peran penting. Sebab karakter siswa dapat terbentuk
setelah melihat secara langsung perilaku gurunya. Maka, beberapa hal yang perlu
diperhatikan seorang guru saat berhadapan dengan siswa misalnya; harus
menjauhkan diri dari sikap dusta agar anak-anak tidak belajar berdusta, tidak boleh
memanjangkan kukunya agar anak tidak meniru memanjangkan kukunya, tidak
boleh membuang sampah sembarangan, serta memiliki sikap toleran terhadap anak
didik yang melakukan kesalahan dan menasihatinya dengan bahasa yang lembut
tanpa bermaksud memanjakan agar anak-anak terbiasa memaafkan kesalahan dan
berlaku santun terhadap orang lain.12
Dengan demikian pendidikan karakter itu sesungguhnya banyak sekali
pengaruhnya yang berasal dari implementasi sikap/perilaku sang pendidik itu
sendiri. Mengulang pemaparan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini peneliti akan
meneliti implementasi nilai-nilai pendidikan karakter yang tercermin ke dalam
beberapa hal yang terintegrasi dari pembelajaran akidah akhlak, yaitu akhlak dalam
berpakaian, pergaulan (sopan santun), serta persatuan dan kesatuan.
11
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 421. 12
Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam (edisi terjemahan), (Jakarta: Gema
Insani Press, 1996), hlm 13-14
-
6
B. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah pemahaman, judul Skripsi Implementasi Nilai-Nilai
Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akidah Akhlak Di Madrasah Aliyah
Negeri 1 Semarang, maka lebih dahulu perlu dijelaskan pengertiannya.
1. Nilai-nilai pendidikan karakter
Nilai maksudnya sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan
hakikatnya13
. Sedangkan pendidikan merupakan proses, cara, perbuatan
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan14
.
Kemudian, karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas
tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu
yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat
dari keputusan yang ia buat.15
Maka yang dimaksud oleh peneliti adalah sesuatu hal yang terdapat dalam
proses pembelajaran, yang akhirnya melahirkan sebuah kepribadian yang
melekat.
2. Pembelajaran Akidah Akhlak
Akidah akhlak secara substansial merupakan mata pelajaran di madrasah aliyah
yang memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik
untuk mempelajari dan mempraktikkan akidahnya dalam bentuk pembiasaan
untuk melakukan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam
kehidupan sehari-hari.16
Maka, pembelajaran akidah akhlak merupakan proses
pembentukkan siswa untuk belajar memiliki al-akhlakul-karimah (akhlak yang
mulia).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti meneliti pembelajaran akidah
akhlak pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang untuk mengetahui nilai-nilai
pendidikan karakter yang sedang berlangsung.
13
Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan, dalam
www.kbbi_daring.net.id diakses 23 Maret 2011 14
Ibid. 15
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/
diakses 17 Desember 2010 16
Muhammad M. Basyuni, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia no. 2 tahun 2008,
(Jakarta: t. p., 2008), hlm. 83.
http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/
-
7
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemikiran di atas, penelitian ini adalah:
1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak?
2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran
Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak.
2. Implementasi pendidikan karakter yang terwujud dalam pembelajaran Akidah
Akhlak di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang.
Harapan peneliti disusunnya proposal penelitian ini, yang nanti akan
ditindak lanjuti dengan penelitian, dapat memberi manfaat sebagai berikut.
1. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi lembaga pendidikan lain yang
hendak menerapkan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran.
2. Pengetahuan dalam implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran
akidah akhlak ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi lembaga
pendidikan lain yang akan menerapkan pendidikan karakter dalam proses
pembelajaran, sehingga menjadikan pembelajaran lebih hidup dan bermakna
dalam kepribadian siswa.
3. Sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk peneliti lain yang hendak meneliti lebih
lanjut tentang pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak ini lebih
luas.
4. Sebagai bahan pustaka bagi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo berupa
penelitian pendidikan karakter dalam sebuah proses pembelajaran.
-
8
E. Kajian Pustaka
Sebagai sebuah sekolah menengah yang memiliki latar belakang atau latar
belakang pendidikan islam, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang berusaha
meletakkan pendidikan karakter sebagai langkah untuk pembentukkan akhlakul
karimah pada diri para siswa. Berikut beberapa literatur yang terkait dengan
pendidikan karakter yang terkhususkan pada pendidikan akhlak, yaitu;
1. Ainun Nadziroh: 3102221, Pembentukkan Akhlak bagi Santri di Pondok
Pesantren Al-Hikmah 02 Putri Benda Sirampog Brebes, di dalam skripsi
tersebut dijelaskan tentang konsep pembentukkan akhlak pada santri serta
implementasi dari pendidikan akhlak tersebut terhadap Allah, manusia, dan
lingkungan.17
2. Hidayah: 3502059, Pola Pendidikan Agama dalam Keluarga Pengaruhnya
terhadap Keberagamaan Anak di Desa Cangkring Karanganyar Demak, di
dalam skripsi tersebut dijelaskan konsep pola pendidikan akhlak, tujuan
keberagamaan, serta relevansinya pendidikan akhlak dengan tujuan
keberagamaan setiap anak.18
3. Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islami, tahun 1996. Buku
ini menjelaskan tentang bagaimana proses pembentukkan karakter anak sesuai
dengan akhlak islami melalui pembiasaan sehari-hari.
4. Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, 2004. buku ini
menjelaskan tentang metode pendidikan pembentukkan akhlak seorang muslim
berawal dari kehidupan keluarga. Rutinitas kebaikan yang dilakukan, tilawah al-
quran, berpikir positif, pengarahan dalam tekhnologi pendidikan, hingga bahan
bacaan yang dikonsumsi oleh seorang anak.
17
Ainun Nadziroh, Pembentukkan Akhlak bagi Santri di Pondok Pesantren Al-Hikmah 02 Putri
Benda Sirampog Brebes. Skripsi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2006. 18
Hidayah, Pola Pendidikan Agama dalam Keluarga Pengaruhnya terhadap Keberagamaan Anak
di Desa Cangkring Karanganyar Demak. Skripsi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang tahun 2005.
-
9
BAB II
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK
A. Konsep Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan menurut Ngalim Purwanto adalah segala usaha orang
dewasa dalam pergaulan anak-anak untuk memimpin perkembangan
jasmani dan ruhaninya kearah kedewasaan.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan
merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.2
Sedangkan menurut al Syaibani, yang mengatakan bahwa
pendidikan adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik
pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya.3
Merujuk dari UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional (sisdiknas), dijelaskan juga bahwa;
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.4
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
sebuah proses dalam pembentukkan sesuatu dalam diri peserta didik baik
dalam menyangkut kehidupan pribadi, masyarakat, maupun lingkungan
sekitarnya.
1 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarnya,
2003), cet. ke-12., hlm. 11. 2 Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan, dalam
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php diakses 5 Mei 2011 3 Omar Muhammad al Thoumy al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), hlm. 399. 4 UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 1
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
-
10
Berikutnya mengenai karakter, mengutip pengertian Ahmad
Sudrajat, yaitu nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, baik itu diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
maupun kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.5
Sedangkan menurut Prof. Suyanto, Ph. D., karakter merupakan
cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas individu untuk hidup
dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara.6
Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti juga mengambil
pengertian pendidikan karakter sendiri dari Ahmad Sudrajat; yaitu
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil.7
Menurut Thomas Lickona yang dikutip dalam Pendidikan
Karakter Berbasis Al-Quran, bahwa pendidikan karakter adalah
pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan
budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu
tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, kerja keras dan
sebagainya.
Sedangkan menurut Bambang Q-Anees, M. Ag dan Drs. Adang
Hambali, M. Pd., pendidikan karakter merupakan upaya untuk
menanamkan karakter tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik
5Akhmad Sudrajat, Tentang Pendidikan Karakter, dalam
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ diakses 21 Desember 2010 6Suyanto, Urgensi Pendidikan Karakter, dalam
http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ diakses 17 Desember 2010. 7 Akhmad Sudrajat, Loc. Cit.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/http://akhmadsudrajat.wordpress.com/http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/
-
11
mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalani
kehidupannya.8
Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa pendidikan
karakter merupakan proses pembentukkan cara berpikir dan berperilaku
seorang peserta didik serta menjadi ciri khas mereka dalam kehidupan
pribadi, keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.
2. Dasar Pendidikan Karakter
Membangun karakter bukanlah sebuah pekerjaan instan yang dapat
dilakukan dalam sekejap, melainkan membutuhkan proses yang tidak
sebentar dan bertahap. Dalam hal ini langkah-langkah tersebut merupakan
serangkaian hal yang mengerucut pada satu tujuan, yaitu terbentuknya
karakter peserta didik yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah.
Di dalam Al-Quran terdapat sebuah pembelajaran berharga yang
diajarkan oleh Luqman kepada anaknya. QS. Luqman (31): 13
menyebutkan
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kealiman yang besar."9
Menurut Sayyid Quthb, nasihat yang diberikan Lukman kepada
putranya merupakan nasihat yang bijak. Nasihat tersebut tidak menuduh,
karena orang tua tidak menginginan bagi anaknya melainkan kebaikan,
dan orang tua menjadi penasihat untuk anaknya. Larangan untuk berbuat
syirik merupakan langkah tepat yang dilakukan oleh Luqman, karena ia
8 Bambang Q-Anees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), hlm. 103. 9 Departemen Agama RI, Al-quran Dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002),
hlm. 413.
-
12
juga menjelaskan bahwa kemusyrikan itu adalah dosa yang besar. Hal
tersebut merupakan perkara tauhid.10
Sedangkan menurut Ibnu Katsir, beliau menyampaikan bahwa
Allah telah menyebut Lukman dengan sebutan yang terbaik dan
memberinya hikmah, kemudian ia berwasiat kepada putranya yang paling
dikasihi dan dicintainya. Anaknya laik diberitahu pengetahuan terbaiknya.
Oleh karena itu, Lukman berwasiat terlebih dulu tentang beribadah kepada
Allah semata dan jangan menyekutukan-Nya (syirik).11
Luqman menggunakan kata-kata Wahai anakku, mengisyaratkan
sebuah kasih sayang yang terpancar dari ayah terhadap putranya. Perasaan
ayah yang berarti rasa sayang, cinta dan kasih, akan membuat anak
menjadi patuh karena mencintai ayahnya. Setelah anak merasakan kasih
sayang tersebut dari ayahnya ia akan siap memasang telinga, hati, seluruh
raga, serta mengolah hatinya untuk menanamkan etika dan akhlak baik
dalam dirinya. Kemudian, saat sang ayah menyampaikan jangan
menyekutukan Allah, ditelinga anak, ini menjadi sebuah prioritas paling
penting. Saat itulah peristiwa pendidikan pertama yang diajarkan ayah
terhadap putranya tentang tauhid (mengesakan Allah). Sehingga anak
diajarkan untuk tidak menyembah atau beribadah selain kepada Allah.12
Ayat tersebut mengisyaratkan tentang pendidikan karakter dalam
hal pendidikan akidah peserta didik. Bagaimana peran seorang ayah
sekaligus pendidik mengajarkan tentang kepada Allah yang ditunjukkan
oleh Luqman. Peserta didik diajarkan bahwa jangan pernah menyekutukan
Allah, karena jika itu dilakukan merupakan sebuah kealiman yang besar
atau dosa besar.
10
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Quran, terj. Asad Yasin dkk., Tafsir Fi Zilalil Quran Di
Bawah Naungan Al-Quran Jilid 9, (Jakarta: Gema Insani Press, 2008), hlm. 173. 11
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubaabut Tafsir Min
Ibni Katsiir, terj. M. Abdul Ghoffar E. M. dan Abu Ihsan Al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7,
(Jakarta: Pustaka Imam Asy-SyafiI, 2008), hlm. 205. 12
Ibrahim bin Fathi Abdulmuqtadir, Washoya Luqmanun, terj. Umar Mujtahid, Wisdom of
Luqman El-Hakim: 12 Cara Membentengi Kerusakan Akhlak, (Solo: Aqwam, 2008), hlm. 41.
-
13
Dengan demikian pendidik secara langsung telah mengajarkan inti
dari akidah seorang muslim, yaitu hanya menyembah Allah dengan tidak
mempersekutukan-Nya. Ini merupakan pelajaran penting sebelum
melangkah ke tahap membentuk karakter peserta didik menjadi seorang
muslim yang memiliki akhlakul karimah.
Setelah itu pada ayat 16, Luqman menjelaskan kepada anaknya
bahwa setiap perbuatan apa pun yang dilakukan oleh manusia pasti akan
mendapatkan balasan.
(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di
dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
13
Menurut Ibnu Katsir, kealiman dan kesalahan sekalipun seberat
biji sawi, maka Allah akan menghadirkannya pada hari kiamat ketika Dia
mendirikan timbangan keadilan serta membalasnya. Pada ayat tersebut
terdapat dhomir syan (innah) yang menjelaskan keadaan di hari kiamat.
Jika kebaikan, maka dia akan dibalas dengan kebaikan dan jika keburukan,
dia akan dibalas dengan keburukan.14
Sedangkan Sayyid Quthb, menjelaskan bahwa ayat tersebut
berbicara tentang beban-beban akidah, berupa perintah untuk amar
maruf dan nahi munkar serta bersabar atas segala konsekuensinya. Semua
hal tersebut merupakan resiko yang harus dihadapi oleh pemegang akidah
ketika dia melangkahkan kakinya atas akidahnya tersebut.15
Berkenaan dengan ayat tersebut Aidh al-Qarni menjelaskan pada
tafsir lafadz Allah maha halus lagi maha mengetahui bahwa, Allah itu
mahalembut terhadap semua hamba-Nya, Dia membawa hal yang disukai
13
Departemen Agama RI, Loc. Cit. 14
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Op. Cit., hlm. 208. 15
Sayyid Quthb, Op. Cit., hlm. 164.
-
14
kepada mereka dan mencegah hal yang tak disukai dari mereka dengan
cara yang paling halus. Dia maha mengetahui, tidak ada yang tersembunyi
bagi-Nya ataupun tidak terlihat oleh-Nya.16
Ayat tersebut menjelaskan bahwa perbuatan atau perilaku manusia
yang baik atau buruk selalu diawasi oleh Allah. Oleh karena itu sebagai
pendidik harus selalu mengarahkan serta mengajarkan kepada peserta
didik untuk selalu melakukan etika seorang muslim. Salah satunya adalah
jujur terhadap dirinya sendiri.
Dalam hal ini, maka pendidik berupaya untuk mengajarkan etika
seorang muslim untuk membentuk karakter peserta didik menuju pribadi
yang hanif.
Kemudian pada ayat 17, Luqman mengajarkan anaknya untuk
alat, mengajak orang lain untuk bersama melakukan kebaikan,
mengingatkan orang lain jika ada yang berbuat buruk, serta bersabar
terhadap musibah yang menimpa. Pada dasarnya hal tersebut merupakan
kewajiban dari Allah.
Hai anakku, dirikanlah alat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).17
Pada ayat ini Luqman menyuruh anaknya untuk menegakkan alat
dengan sempurna sebagaimana dalam syariat. Sebab, alat merupakan
tiang agama dan pencegah dari perbuatan yang keji dan munkar.
Kemudian Luqman juga menyuruh anaknya untuk menyeru orang berbuat
maruf. Dia juga berpesan untuk mencegah perbuatan munkar dengan
lemah lembutdan bijaksana. Menyeru orang berbuat maruf dan mencegah
16
Aidh al-Qarni, At-Tafsir Al-Muyassar, terj. Tim Qisthi Press, Tafsir Muyassar, (Jakarta
Timur: Qisthi Press, 2008), hlm. 375. 17
Departemen Agama RI, Loc. Cit..
-
15
perbuatan munkar, maka akan mendapatkan gangguan dari orang-orang
tersebut, demikianlah jalan yang ditempuh oleh nabi dan rasul.18
Ibnu Katsir menegaskan bahwa menjalankan ibadah alat sesuai
dengan waktu-waktunya. Kemudian menyuruh anaknya untuk tetap
bersabar saat menyeru yang maruf dan mencegah perbuatan munkar. Pada
dasarnya hal tersebut merupakan kewajiban dari Allah.19
Ayat tersebut menjelaskan bahwa kewajiban seorang muslim
bukan hanya beribadah kepada Allah untuk diri sendiri saja, melainkan
juga wajib untuk mengajak orang lain. Dengan demikian peserta didik
diajarkan untuk peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. Bukan hanya
menjadi manusia yang baik untuk dirinya sendiri melainkan juga
mendatangkan manfaat untuk orang-orang di sekelilingnya.
Selanjutnya pada ayat 18 dan 19, Luqman mengajarkan kepada
anaknya untuk bersikap rendah hati, tidak sombong, angkuh, serta
membanggakan diri.
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai.20
Menurut Sayyid Quthb, bersamaan dengan perintah amar maruf
dan nahi munkar, Luqman juga mengingatkan anaknya agar tidak
18
Aidh al-Qarni, Loc. Cit. 19
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Loc. Cit. 20
Departemen Agama RI, Loc. Cit.
-
16
sombong terhadap manusia. Sebab, hal tersebut akan merusak perkataan
baik yang telah ia serukan dengan contoh buruk yang dilakukannya.21
Luqman melarang anaknya untuk memalingkan wajah karena
sombong atau meremehkan orang, melainkan hadapkanlah wajah kepada
setiap orang dan tersenyumlah dengan manis. Bersikap lunaklah terhadap
hamba-hamba Allah dan jangan berjalan di muka bumi dengaan sikap
sombong dan angkuh. Karena, Allah tidak menyukai setiap orang yang
tinggi hatidan tinggi lidah serta berbangga diri.
Pada ayat 19, lebih diperjelas dengan bersikap rendah hatilah
ketika berjalan serta janganlah mengeraskan suara melebihi yang
diperlukan, karena hal tersebut merupakan etika yang baik dan
menunjukkan kesempurnaan akal. Akhir ayat ditegaskan bahwa suara
paling buruk, paling keji, dan paling jelek adalah suara kedelai.22
Dengan demikian, ayat tersebut menjelaskan bahwa setelah peserta
didik dapat mempengaruhi teman-temannya atau orang lain untuk
bersama-sama melakukan kebaikan, maka ia pun juga diharapkan untuk
tetap bersikap rendah hati. Peserta didik diajarkan untuk tidak sombong,
angkuh, atau membanggakan diri. Maka, pada tahap ini peserta didik telah
memiliki kepribadian yang sudah tertata rapi. Karakter yang dibangun
mulai dapat terlihat dengan jelas.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut memperjelas bahwa proses
pendidikan karakter dengan penanaman nilai-nilai kebaikan tidak terjadi
begitu saja melainkan melalui proses yang tidak sebentar. Dengan
demikian sebagai pendidik hal ini penting untuk dilaksanakan agar tetap
sabar dan mengikuti proses yang ada tahap demi tahap.
3. Tujuan Pendidikan Karakter
Pada dasarnya tujuan pendidikan karakter merupakan bagian dari
tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UU no. 20 tahun 2003
21
Sayyid Quthb, Op. Cit. hlm. 165. 22
Aid Al-Qarni, Op. Cit., hlm. 376
-
17
tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) pasal 3, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.23
Berkenaan dengan itu sesungguhnya amanah UU no. 20 tahun
2003 tentang sisdiknas bermaksud agar pendidikan tidak hanya
membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau
berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh
berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta
agama. Seorang insan pendidikan yang belum memiliki kepribadian atau
karakter positif, maka pada dasarnya dirinya masih kering dari nilai-nilai
luhur bangsa dan agama.
Sesungguhnya tujuan diberlakukannya pendidikan karakter yang
mengarah pada visi pendidikan nasional merupakan salah satu bagian dari
strategi pembangunan pendidikan nasional yang terdapat pada penjelasan
penjelasan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi
manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah.24
Berdasarkan hal tersebut tujuan dari adanya pendidikan karakter
sangatlah jelas, yaitu menyiapkan peserta didik untuk menjadi manusia
yang berkualitas dengan akhlak yang mulia (akhlakul karimah) serta
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
23
UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 3 24
Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
pendidikan nasional (Sisdiknas) bab Umum
-
18
B. Hakikat Pembelajaran Akidah Akhlak
1. Pembelajaran Akidah Akhlak
Pembelajaran merupakan proses, cara, perbuatan mempelajari
sesuatu atau proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup
belajar.25
Merujuk dari UU no. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas menjelaskan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.26
Sedangkan aqidah menurut bahasa berasal dari kata al-Aqdu yang
berarti ikatan. Kemudian menurut istilah adalah iman yang teguh dan
pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
Kemudian, akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab jama
dari bentuk mufrodatnya khulqun yang artinya budi pekerti, tingkah laku,
atau tabiat.27
Akhlak adalah tata aturan perilaku yang mengatur hubungan
antara sesama manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam
semesta. Akhlak adalah sama artinya dengan istilah tingkah laku atau
kepribadian.28
Melihat beberapa pengertian tersebut, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pembelajaran akidah akhlak merupakan proses untuk
menjadikan peserta didik belajar memiliki keyakinan kuat terhadap
agamanya serta diimplementasikan dalam kepribadian dan perbuatan.
2. Ruang Lingkup Pembelajaran Akidah Akhlak
Pondasi pertama untuk membangun kepribadian peserta didik
adalah meletakkan keyakinan yang kokoh terhadap Allah dan rasul-Nya.
Itulah yang menjadi alasan utama mengapa pembelajaran akidah akhlak
25
Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan, dalam
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php diakses 23 Maret 2011 26
UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 20 27
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1989),
hlm. 87 28
Rahmat Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka Islam, 1996),
hlm. 11.
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
-
19
merupakan langkah awal dan utama untuk mengarahkan anak menjadi
seseorang gemar melakukan kebaikan.
Dalam Peraturan menteri agama republik Indonesia no. 2 tahun
2008 dijelaskan bahwa mata pelejaran akidah akhlak memiliki dua aspek
pembelajaran, yaitu aspek akidah dan aspek akhlak.29
a. Aspek Akidah terdiri atas: prinsip-prinsip akidah dan metode peningkatannya, al-asma al-husna, macam-macam tauhid seperti
tauhid ulhiyah, rubbiyah, ash-shifat wa al-afal, rahmniyah,
mulkiyah dan lain-lain, syirik dan implikasinya dalam kehidupan,
pengertian dan fungsi ilmu kalam serta hubungannya dengan ilmu-
ilmu lainnya, dan aliran-aliran dalam ilmu kalam (klasik dan modern).
b. Aspek akhlak terdiri atas: masalah akhlak yang meliputi pengertian akhlak, induk-induk akhlak terpuji dan tercela, metode peningkatan
kualitas akhlak; macam-macam akhlak terpuji seperti husnuzh-zhan,
taubat, akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu, adil, ridha, amal sholih, persatuan dan kerukunan,
akhlak terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tasawuf.
Ruang lingkup akhlak tercela meliputi: riya, aniaya, dan diskriminasi,
perbuatan dosa besar (seperti mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri,
mengonsumsi narkoba), israaf, tabdzir, dan fitnah.
3. Tujuan Pembelajaran Akidah Akhlak
Akidah akhlak secara substansial merupakan mata pelajaran di
madrasah aliyah yang memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi
kepada peserta didik untuk mempelajari dan mempraktikkan akidahnya
dalam bentuk pembiasaan untuk melakukan akhlak terpuji dan
menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.30
Dalam Peraturan Menteri Agama (Permenag) RI no. 2 tahun 2008
dijelaskan tentang tujuan pembelajaran akidah akhlak, yaitu;
a. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengalaman,
pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang
keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
b. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindariakhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
29
Muhammad M. Basyuni, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia no. 2 tahun
2008, (Jakarta: t. p., 2008), hlm. 88. 30
Ibid, hlm. 83.
-
20
kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran
dan nilai-nilai akidah islam.31
Melihat penjelasan sebelumnya bahwa konsep utama dari
pendidikan karakter untuk mewujudkan tujuan pendidikan islam, yaitu
lebih mengutamakan pada pembentukkan akhlak. Maka dari itu, peserta
didik perlu dikuatkan dulu dalam akidahnya, kemudian implementasinya
berupa akhlak keseharian. Sedangkan proses untuk mewujudkan akhlak
yang baik (akhlakul karimah) itu tidak mudah. Berikut ada dua hal penting
yang perlu diperhatikan dalam proses mewujudkan peserta didik yang
memiliki akhlakul karimah.
a. Konsep Akidah yang Benar
Mengenalkan konsep akidah yang benar merupakan kewajiban
bagi para pendidik. Bagaimana proses dalam peletakkannya yang
kemudian menerapkannya sebagai konsep dalam hidup.
Akidah merupakan sesuatu yang ada dalam diri seorang manusia
yang diyakini kebenarannya tanpa keraguan sedikitpun. Oleh karena itu,
penanaman akidah islam kepada anak didik harus tegas dan dimulai dari
dalam diri pendidik. Seperti yang dicontohkan oleh nabiyullah Ibrahim as.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 132;
Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian
pula Yaqub. Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih
agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan
muslim32
Dengan demikian penanaman akidah yang benar bukanlah hal yang
dikesampingkan jika menginginkan pembentukkan karakter islami pada
diri anak didik. Berawal dari penerapan akidah yang benar itulah, maka
31
Ibid., hlm. 84. 32
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 21.
-
21
anak didik akan lebih mudah diarahkan untuk membentuk kepribadian
yang benar menurut al-quran dan sunnah rasul.
Bercermin dari hal tersebut seorang pendidik perlu memberi
penekanan pada konsep akidah yang benar. Konsep yang berlandaskan
pada sumber utama hukum islam, yaitu al-quran dan sunnah rasul. Dalam
firman Allah SWT. surat An-Nisa ayat 36;
....
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun .33
Tujuan akhir dari penanaman konsep akidah yang benar apabila
peserta didik telah melakukan ibadah yang disyariatkan dengan ikhlas
tanpa beban. Peserta didik menunaikan ibadah seperti alat, tilawah Al-
Quran, berbuat baik, dan ibadah lainnya bukan lagi karena dilihat gurunya
melainkan karena Allah. Hal ini mungkin terkesan sulit, tetapi insya Allah
jika seorang pendidik yakin dan rutin dalam memberikan pemahaman ini
maka tak ada sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Penggambaran tersebut
Allah SWT jelaskan dalam surat Al-Anam ayat 162;
Katakanlah: Sesungguhnya alatku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Tuhan semesta alam.34
Penanaman akidah yang benar bukanlah sebuah perkara yang sulit,
jika hal tersebut dilakukan secara intensif. Menurut syaikh Fuhaim
Musthafa, bahwa para guru hendaknya memberikan pengertian kepada
anak didik betapa pentingnya akidah islam dalam kehidupan manusia.
Bahkan, sudah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan.35
33
Ibid., hlm. 85. 34
Ibid. hlm. 151. 35
Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim terj. Abdillah Obid dan Yessi HM.
Basyaruddin, (Jakarta Selatan: Mustaqiim, 2003), hlm. 72.
-
22
b. Pembentukkan Akhlak Islami
Sesungguhnya pembentukkan akhlak islami merupakan tahap
berikutnya setelah peserta didik mengerti akan konsep akidah yang benar.
Di sinilah peran seorang pendidik sangat kuat, karena akhlak yang baik
(akhlakul karimah) akan tumbuh dengan sendirinya melalui keteladanan
yang dicontohkan secara langsung oleh pendidik
Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata, manusia itu pada dasarnya
memiliki akhlak islami. Secara sederhana akhlak islami dapat diartikan
sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat
Islami.36
Berkenaan dengan itu, maka seorang pendidik wajib untuk
mengajarkan serta mencontohkan seperti apa moral yang baik itu. Moral
yang baik dapat diperoleh dengan berjuang untuk menyucikan jiwa,
mengarahkannya untuk berbuat taat, dan menjauhkan diri dari berbagai
perbuatan dosa dan maksiat.37
Merunut dari penjelasan sebelumnya bahwa akhlak islami akan
terbentuk dengan bertahap, tetapi semua itu berawal dari pemahaman
akidah yang benar. Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 dikatakan bahwa
kebaikan itu sesungguhnya berawal dari pengamalan rukun iman.
....
Berbakti (dan beriman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu
(dalam alat) ke arah timur dan barat, tetapi berbakti (dan beriman) yang
sebenarnya ialah iman seseorang kepada Allah, hari akhirat, para malaikat,
kitab-kitab dan Nabi- Nabi38
Terlepas dari hal tersebut peran guru tetaplah sangat penting,
karena seorang guru wajib mendampingi perkembangan akhlaknya.
Bagaimana mereka bergaul, seperti apa tontonan mereka, bagaimana etika
36
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 147. 37
Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 216. 38
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 28
-
23
mereka ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua, seperti apa teman-
teman mereka, bacaan apa yang mereka konsumsi, semua itu hanya bisa
terdeteksi melalui pengawalan yang intensif namun tidak terkesan
memaksakan kehendak.
C. Urgensi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Akidah Akhlak
Akidah akhlak, pada dasarnya telah terdapat rumusan pendidikan
karakter, yakni dengan istilah pembentukkan budi pekerti atau akhlak yang
mulia. Pembentukan budi pekerti atau akhlak yang mulia adalah tujuan utama
dari pendidikan Islam. Ulama dan sarjana-sarjana Muslim dengan penuh
perhatian telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia meresapkan fadhilah
di dalam jiwa para muridnya, membiasakan mereka berpegang teguh kepada
akhlakul karimah dan menghindari hal-hal yang tercela, berfikir secara
rohaniah dan insaniah (prikemanusiaan) serta menggunakan waktu buat
belajar ilmu-ilmu duniawi dan ilmu keagamaan, tanpa memandang kepada
keuntungan-keuntungan materi semata. 39
Oleh karena itu pembelajaran akidah akhlak tidak bisa hanya dipelajari
saja dengan cara membaca buku atau mendengarkan ceramah guru.
Pembelajaran akidah akhlak seharusnya tetap disampaikan dengan langkah
penjelasan materi yang kemudian dicontohkan dalam praktik keseharian.
Konsep utama dari pendidikan karakter sebenarnya adalah lebih
mengutamakan pada pembentukkan akhlak yang mulia dari seorang manusia.
Dengan demikian pembentukkan akhlak dapat diartikan sebagai usaha
sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan sarana pendidikan
dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan konsisten.40
Pembentukkan akhlak ini dilakukan
berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi
dengan sendirinya.
39
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet.
Ke-4, 1970), hlm.10 40
Abuddin Nata, Op. Cit., hlm. 158.
-
24
Berdasarkan penjelasan sebelumnya yang mengambil dasar melalui
tafsir surat Luqman ayat 13 dan 16 sampai 19, maka pendidikan karakter
sangat penting untuk diterapkan dalam setiap pembelajaran. Khususnya
pembelajaran akidah akhlak, berikut urgensi pendidikan karakter dalam
pembelajaran akidah akhlak;
a. Kunci utama pendidikan karakter terletak pada keteladanan seorang
pendidik kepada peserta didik, karena keteladanan merupakan metode
yang paling berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk aqidah
akhlak.
b. Melalui pembentukkan karakter peserta didik, pada dasarnya mereka telah
diarahkan untuk menjadi manusia berakhlak mulia (ahlakul karimah).
c. Melalui pendidikan karakter, peserta didik memahami materi yang
disampaikan bukan hanya sekedar materi semata. Melainkan peserta didik
akan memahaminya sebagai pengalaman hidup yang dapat dijalankan.
Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak
dapat dilaksanakan dalam beberapa situasi lingkungan. Pada setiap lingkungan
tersebut pendidikan karakter yang diterapkan akan berpengaruh pada
lingkungan yang setelahnya, sebab pada dasarnya di mana pun peserta didik
berada maka ia akan terus belajar tentang sesuatu.
1. Lingkungan Pendidikan Karakter
a. Keluarga
Keluarga merupakan sekolah pertama bagi seorang anak (peserta
didik). Sebelum melangkah pergi semuanya berawal dari kehidupan
dalam keluarga. Keluarga dianggap sebagai tempat berkembangnya
individu, di mana keluarga ini merupakan sumber utama dari sekian
sumber-sumber pendidikan nalar peserta didik. 41
Keluarga juga dinilai sebagai lapangan pertama, di mana di
dalamnya seorang anak akan menemukan pengaruh-pengaruh dan unsur-
unsur kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya. Hal itu terbukti dalam
41
Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 42.
-
25
menentukan pentingnya peran keluarga pada tahap pertama kehidupan
peserta didik.
Melalui pendidikan pertama yang terjadi dalam lingkungan
keluarga ini akan menghasilkan beberapa hal dalam diri mereka, seperti
kepribadiannya, pola pikirnya, kebiasaannya, atau kemampuan sosialnya.
Keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukkan karakter di fase-
fase tumbuh kembangnya peserta didik.
Peran penting yang dimiliki keluarga cukup besar, karena
pengawasan utama pada peserta didik lebih dominan pada lingkungan
keluarga. Maka dari itu amanah besar yang ada ini akan mempengaruhi
kepribadian dan akhlak seorang peserta didik saat mereka berada pada
linkungan yang berbeda.
Pendidikan yang terjadi dalam keluarga pun juga berupa pendidikan
dasar yang akan mengantarkan pada pendidikan yang lebih luas
nantinya. Misalnya adalah menghargai pendapat anak. Menghargai dan
membuat anak merasa bahwa dirinya punya hak merupakan salah satu
pendidikan dalam keluarga yang sangat penting.42
b. Sekolah
Sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak institusi yang
dinilai sebagai sesuatu yang sangat penting dalam masyarakat Islam.
Karena sekolah sangat berperan dalam pembentukkan keseimbangan diri
dan sisi sosial anak.43
Sekolah benar-benar telah memberikan pengaruh yang sangat besar
dalam menanamkan berbagai pemahaman dan kepercayaan bagi seorang
anak terpelajar, sebagaimana sekolah juga telah ikut andil bagian dalam
membentuk tingkah laku dan kepribadian anak.
42
Abu Abdullah Musthafa Ibn Al-Adawi, Fiqh Tarbiyah Abna Wa Thaifah Min Nashaih
Al-Athibba, terj. Umar Mujtahid dan Faisal Saleh, Fikih Pendidikan Anak : Membentuk Kesalehan
Anak Sejak Dini (Dilengkapi Nasehat Para Dokter dan Psikolog Anak), (Jakarta: Qisthi Press,
2006), hlm. 90. 43
Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 64.
-
26
Sekolah merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat
dengan tujuan mensukseskan pendidikan dan pengajaran anak. Tentunya,
pendidikan dan pengajaran yang berdasarkan pada metode yang benar.
Sekolah benar-benar telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di
masa sekarang dalam bidang pendidikan.
Pendidikan karakter yang diterapkan dalam lingkungan sekolah
lebih dekat pada pendidikan sosial peserta didik. Misalnya, etika bergaul
yang baik dengan teman, menghormati ibu dan bapak guru, menjaga
kerapian dalam berpakaian.
Dengan demikian, sekolah sekolah dapat dikatakan sebagai
lembaga sosial yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik agar
menjadi warga negara yang tercerahkan, mampu menjalankan peran
positifnya di tengah-tengah masyarakat, serta memberikan sumbangsih
dalam meningkatkan kemajuan masyarakat.
c. Masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan dengan wilayah terbesar yang
akan dialami peserta didik. Di mana ujian penerapan akhlak dibuktikan
saat peserta didik telah berada bersama masyarakat umum. Bagaimana
peserta didik bersikap, bertutur kata, berpakaian, bergaul, berpendapat,
maupun kegiatan lain yang melibatkan atau terlibat dengan masyarakat.
Ketika peserta didik telah berada bersama masyarakat, maka hal
yang harus dilakukan adalah menerapkan hasil pembelajaran akidah
akhlak yang telah didapat selama di lingkungan sebelumnya. Karena,
lingkungan ini terkadang membuat seorang manusia dewasa sekalipun
tenggelam dalam arus yang tidak jelas.
Seperti yang diungkapkan oleh Ali el-Makassary, di tengah
gelombang kehidupan yang dahsyat, generasi penerus seakan tak lagi
mengenal dirinya sendiri. Menurut mereka agama bukanlah hal yang
sakral, melainkan hanya sekedar formalitas.44
44
Ali el-Makassary, Yang Muda Yang Takut Dosa, (Klaten: Wafa Press, 2006), hlm. 34.
-
27
Sebuah realita yang menyedihkan jika membayangkan ke arah itu.
Oleh karena itu, pendidikan karakter di masyarakat hanya bisa dilakukan
jika kondisi peserta didik sudah baik saat berada di lingkungan
sebelumnya. Pendidikan karakter yang diperoleh di masyarakat biasanya
berasal dari keragaman masyarakat itu sendiri. Misalnya, peserta didik
melihat ada seseorang yang sangat rajin pergi ke masjid untuk alat
berjamaah, maka peserta didik dapat menirunya. Contoh lain, ketika ada
seseorang yang saat bertemu dengan tetangganya selalu menyapa atau
mengucap salam, hal ini juga dapat ditiru oleh peserta didik. Hanya saja
pendidikan karakter di wilayah ini intensitasnya tidak seperti lingkungan
keluarga ataupun sekolah.
Berdasarkan uraian di atas hanya akan dijelaskan tentang
pendidikan karakter dalam lingkungan sekolah, yaitu implementasi
pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak di MAN 1
Semarang.
2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Dalam pendidikan karakter terdapat beberapa nilai-nilai yang patut
di ajarkan kepada peserta didik. Nilai-nilai tersebut diuraikan dari tujuan
pendidikan nasional yang di ambil dari UU no. 20 tahun 2003 tentang
sidiknas.
Menurut Prof. Suyanto, P. Hd, terdapat sembilan pilar karakter yang
berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan
dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan bertanggungjawab;
ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima,
dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam,
percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan;
kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi,
kedamaian, dan kesatuan.45
45
Suyanto, Pendidikan Karakter, dalam http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/
diakses 17 Desember 2010
http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/
-
28
Berikut ini beberapa nilai-nilai pendidikan karakter yang terintegrasi
dari Permenag no. 2 tahun 2008.
a. Nilai Ketuhanan (Religiusitas)
Nilai Ketuhanan (religiusitas) merupakan integrasi dari karakter
cinta kepada Tuhannya dan segenap ciptaan-Nya. Nilai ini merupakan
unsur paling penting dalam membina karakter peserta didik, sebab
keberadaan nilai ini akan mempengaruhi penanaman nilai-nilai yang lain.
Sebelum nilai Ketuhanan ini benar-benar sepenuh hati tertanam dalam
jiwa peserta didik, maka akan sulit menerapkan nilai-nilai berikutnya
pada diri mereka kelak.
Nilai Ketuhanan bukan hanya tentang sikap peserta didik untuk
mengenal Tuhannya melainkan dapat tulus ikhlas beribadah karena-Nya.
Oleh karena pada dasarnya manusia diciptakan hanya untuk beribadah
kepada-Nya. Dalam hal ini dijelaskan dalam QS. Adz-Dzariyat: 56;
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku46
Pendidikan untuk membentuk karakter cinta terhadap Tuhan
beserta ciptaan-Nya dapat dilakukan dengan melakukan banyak
pembiasaan untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini dapat dilakukan dengan
pendekatan pendidik melalui interaksi yang intensif terhadap peserta
didik. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menuju pembiasaan
tersebut;
1) Mengajarkan prinsip-prinsip dan metode peningkatan kualitas akidah
Dalam hal ini pendidik menjelaskan prinsip-prinsip akidah
serta metode-metode peningkatan kualitas akidah dalam kehidupan
sehari-hari. Kemudian, bagaimana langkah untuk menerapkannya
dalam kehidupan.
46
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 524.
-
29
2) Menanamkan prinsip Tauhid dan perilaku orang yang bertauhid
Dalam hal ini peserta didik diajarkan tentang macam-macam
tauhid seperti tauhid ulhiyah, rubbiyah, ash-shifat wa al-afal,
rahmniyah, mulkiyah dan lain-lain. Kemudian menunjukkan
bagaimana perilaku orang yang ber-tauhid serta penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Menghindari Syirik dalam Islam
Maksudnya, pendidik menjelaskan pengertian syirik, kemudian
peserta didik dapat mengidentifikasi macam-macam syirik. Setelah
itu peserta didik juga mengerti perilaku orang yang berbuat syirik
serta akibat dari perbuatan syirik. Oleh karena itu, mereka diarahkan
jangan sampai melakukan perbuatan tersebut.
4) Meningkatkan keimanan kepada Allah dengan meneladani sifat-
sifatnya dalam al-asma al-husna
Melalui al-asmaal-husna peserta didik dapat meningkatkan
keimanannya yang diuraikan dari nama-nama Allah yang baik. Hal
tersebut diimplementasikan dalam perbuatan keseharian, kemudian
meneladani sifat-sifat Allah yang terkandung dalam al-asma al-
husna untuk diamalkan ke dalam kehidupan sehari-hari.
b. Nilai Adab
Nilai Adab merupakan integrasi dari karakter etika (akhlak)
seorang muslim. Etika seorang muslim terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain, misalnya mengajarkan sifat ihsan, menerapkan sifat
amanah, menanamkan ikhlas, membiasakan sabar, dan sifat-sifat lainnya.
Nilai Adab sesungguhnya lebih menunjukkan tentang karakter
seorang muslim. Kepribadian seorang muslim akan terlihat ketika
muslim itu berperangai dalam kebiasaan kesehariannya. Oleh karena itu,
seorang pendidik wajib membangun kebiasaan baik atau adab baik pada
peserta didik supaya mereka melakukan kebiasaan baik itu tanpa merasa
dipaksa.
-
30
Pada dasarnya nilai adab merupakan perbuatan untuk membiasakan
perilaku terpuji dan menghindari perilaku tercela.
Beberapa contoh kebiasaan baik yang dapat diterapkan untuk
dilakukan oleh peserta didik, seperti;
1) Mengajarkan perilaku ihsan
Seorang pendidik diharapkan dapat mengajarkan dan
mencontohkan perilaku ihsan. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah
berikut;
...
Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau
melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat
engkau(H.R. Muslim)47
Salah satu contoh perilaku ihsan adalah sikap husnuzh-zhan.
Apabila dalam jiwa peserta didik sedikitnya telah mulai tertanam
sikap ini, maka tiada hari tanpa berbuat baik. Inilah langkah-langkah
sukses dalam membentuk karakter baik peserta didik. Khususnya
dalam menghadapi orang lain. Sebagai seorang muslim harus selalu
menanamkan sikap husnuzh-zhan. Menganggap atau berprasangka
baik kepada siapa pun.
2) Menanamkan sikap adil
Bersikap adil merupakan salah satu sikap seorang mukmin.
Karena dengan bersikap adil adalah lebih dekat dengan takwa.
Dengan bersikap adil tidak akan ada jiwa yang teralimi ataupun
teraniaya.
Peserta didik dibiasakan untuk menerapkan sikap adil dalam
situasi apapun. Baik dalam masalah yang kecil ataupun masalah
yang besar. Hal ini Allah jelaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 8;
47
Imam An-Nawawi, Al-Arbain An-Nawawi, terj. Wahid Ahmadi, (Solo: Era Intermedia,
2005), hlm. 19.
-
31
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan48
3) Menghindari sifat riya Menghindari sifat riya merupakan nilai adab yang berkaitan
tentang hubungan manusia dengan manusia lain. Hal ini termasuk
dalam menghindari perbuatan tercela. Riya merupakan
menampakkan sesuatu karena mengharapkan pujian dari makhluk.
Ketika melakukan kebaikan dihadapan orang lain terlihat sungguh-
sungguh padahal hanya mengharapkan pujian dari orang lain, tetapi
ketika tidak ada orang lain ia tidak pernah terlihat semangat.
Hal tersebut termaktub jelas dalam QS. An-Nisa ayat 142;
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah
akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
alat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
alat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah
kecuali sedikit sekali49
4) Menghindari perbuatan fitnah
Fitnah merupakan salah satu perbuatan keji. Karena menuduh
orang lain berbuat sesuatu tanpa bukti nyata yang benar itu sangat
48
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 109. 49
Ibid., hlm. 102.
-
32
menyakitkan. Bagi peserta didik terkadang sakit hati yang
disebabkan perilaku teman seringkali terjadi. Maka, jika tidak hati-
hati rasa sakit hati tersebut dapat menimbulkan rasa iri, setelah itu
berkembang menjadi dengki. Berikutnya rasa dengki yang
berkepanjangan akan berperilaku hasud, dari sanalah kemudian
perbuatan fitnah terjadi.
Allah menegaskan bahwa berbuat fitnah itu lebih besar
dosanya dan bahayanya daripada membunuh. Hal ini ada dalam QS.
Al-Baqarah ayat 191 dan 217;
.
Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan 50
.
Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh
51
5) Menghindari perbuatan dosa besar
Dalam hal ini merupakan dosa-dosa besar yang berkaitan
dengan kebiasaan buruk dalam hidup. Misalnya, mabuk-mabukan,
berjudi, zina, mencuri, ataupun mengonsumsi narkoba. Saat ini
perbuatan tersebut banyak menghinggapi kehidupan para peserta
didik di masa sekarang ini. Oleh karena itu, hal ini penting untuk
diajarkan oleh pendidik.
Hal ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 219;
.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya52
50
Ibid., hlm. 31. 51
Ibid., hlm. 35. 52
Ibid.
-
33
Begitu pula perbuatan zina merupakan perbuatan keji dan
buruk. Allah sangat tidak menyukai perbuatan ini. Oleh karena itu
disebut dengan sebuah jalan yang buruk dalam QS. Al-Isra ayat 32;
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk53
6) Mengajarkan perilaku jujur
Sebagai seorang pendidik sebuah pantangan berbohong tentang
yang diajarkan atau mengingkari janji yang diucapkan. Karena,
peserta didik akan ikut meniru perilaku gurunya.
Peserta didik hendaknya diajarkan memiliki sifat jujur, baik
dalam perkataannya maupun perbuatannya. Sehingga ia selalu
melakukan maupun berkata sesuai dengan realita yang ada. 54
Allah
berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 23;
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati
apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka
ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-
nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya).55
7) Menanamkan etika berpakaian yang benar
Salah satu hal penting yang sering dilalaikan dalam
membentuk karakter peserta didik adalah dalam hal berpakaian.
Pakaian yang menutup aurat dianggap kurang modern atau
ketinggalan zaman. Sedangkan pakaian yang memperlihatkan aurat
53
Ibid., hlm. 286. 54
Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 219. 55
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 422.
-
34
atau memamerkan sebagian dari tubuh yang seharusnya bagian dari
aurat dianggap sah-sah saja.
Al-Quran menjelaskan dengan terang hakikat pakaian taqwa
kepada Allah dalam QS Al-Araf ayat 26;
Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan
kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan
bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah
sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
selalu ingat.56
c. Nilai Persaudaraan
Nilai Persaudaraan merupakan integrasi dari karakter cinta damai,
gotong royong, toleransi, saling menolong, keadilan maupun kesatuan.
Hal ini merupakan karakter penting yang harus dimiliki peserta didik saat
terjun dalam ranah sosial. Peserta didik akan mengenal banyak orang,
maka dari itu ia akan menemui banyak karakter yang berbeda. Oleh
karena itu, peserta didik perlu untuk dibentuk karakter kepekaan
sosialnya.
Nilai Persaudaraan merupakan nilai pendidikan karakter yang akan
menguatkan fisik seorang muslim dengan muslim lainnya. Dengan
membina persatuan yang kuat, maka peserta didik akan menjadi muslim
yang selalu peduli pada saudaranya, temannya, ataupun orang lain di
sekitarnya.
Pembelajaran yang dilakukan untuk peserta didik dapat berupa;
1) Mengarahkan pergaulan yang baik
Mengarahkan pergaulan peserta didik juga merupakan bagian
dari pendidikan karakter. Berawal dari sebuah pergaulan pula peserta
didik dapat terlihat bagaimana akhlaknya terbentuk
56
Ibid., hlm. 154.
-
35
Teman ada yang baik dan mengajak untuk mengingat Allah
serta beribadah kepada-Nya. Namun, sebaliknya ada juga teman
yang mengajak pada kemungkaran, kemaksiatan, dan dosa. Jika
peserta didik selepas keluar dari rumah atau sekolah bertemu dengan
teman yang pertama, tentu ia akan menjadi muslim sholih.
Sebaliknya, jika peserta didik bertemu dengan teman yang kedua,
senantiasa berbuat maksiat dan dosa, ia pun juga akan ikut terbawa.57
Peran pendidik sangat penting dalam mengarahkan pergaulan
peserta didik ke arah yang positif. Oleh karena Islam sangat
menekankan tentang kondisi pergaulan umatnya. Dalam QS.
Luqman ayat 15;
. .
.dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.58
Al-Quran juga menyarankan untuk mencari kawan yang baik
semasa di dunia, agar tidak ada penyesalan di akhirat kelak. Hal ini
dijelaskan dalam QS. Az-Zukhruf ayat 67;
Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain,
kecuali mereka yang bertakwa.59
2) Mengajarkan etika hormat terhadap orang lain
Islam itu sangat menghargai pribadi pemeluknya maupun di
luar itu. Oleh karena itu, peserta didik hendaknya juga diterapkan
etika hormat kepada siapapun, baik itu setara, lebih tua, atau lebih
muda.
Etika hormat terhadap orang lain yang paling mudah adalah
saling menebar salam. Pada dasarnya salam yang diucapkan
57
Abdullah Nashih Ulwan, Mencintai Dan Mendidik Anak Secara Islami. (Yogyakarta:
Darul Hikmah, 2009), hlm. 192. 58
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 413. 59
Ibid., hlm. 495.
-
36
merupakan doa keselamatan bagi yang mengucapkan, maupun yang
membalasnya.60
Tata cara menjawab salam telah tertulis di dalam
Al-Quran secara jelas. Bagi siapa yang diberi penghormatan, maka
balaslah dengan lebih baik atau minimal setara. Begitulah Rasulullah
SAW mengajarkannya. Hal tersebut terdapat dalam QS. An-Nisa
ayat 86;
Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan,
maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau
balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya.
Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.61
Begitu pula ketika berbicara dengan orang lain, seorang
pendidik harus membiasakan untuk berkata yang baik. Berkata yang
baik itu berarti tidak menyinggung perasaan lawan bicara ataupun
menyakitinya. Hal tersebut terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 83;
.
Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia ...62
3) Mengajarkan pentingnya silaturahmi
Maksud dari silaturahmi di sini adalah berbakti dan berbuat
baik kepada orang tua serta kaum kerabat. Di samping, menjaga hak-
hak para tetangga dan orang-orang lemah.63
Tujuan dari silaturahmi tidak lain untuk mempererat ikatan
kekeluargaan, baik itu kepada kerabat sendiri maupun orang lain.
Setelah itu merujuk pada tujuan utamanya yaitu semakin
60
Abu Abdullah Musthafa Ibn Al-Adawi, Op. Cit., hlm. 91 61
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 92. 62
Ibid., hlm. 13. 63
Fuhaim Musthafa, Op. Cit., hlm. 223.
-
37
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah berfirman dalam QS.
Ar-Rad ayat 21;
Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah
perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada
Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.64
Pada dasarnya kebaikan itu akan terus terbangun ketika tali
silaturahmi terus terjalin. Oleh karena itu, pendidik hendaknya
mengarahkan pentingnya menjalin silaturahmi, bahkan jangan
sampai bercerai berai. karena, dengan demikian ikatan persaudaraan
akan dapat tumbuh dengan baik. Sesuai firman Allah dalam QS. Ali-
Imran ayat 103;
.
Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada (tali) agama Allah,
dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu
Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu
menjadi bersaudara...65
4) Etika bertamu dan menerima tamu
Dalam Islam ada langkah atau tata cara dalam bertamu ke
rumah orang lain. Pendidik mengajarkan etika dalam bertamu ke
rumah orang lain. Sebelum memasuki rumah orang lain ada tata
caranya dengan mengucapan salam dan meminta izin. Dijelaskan
dalam QS. An-Nuur ayat 27;
64
Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 253. 65
Ibid., hlm. 64.
-
38
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah
yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam
kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar
kamu (selalu) ingat66
Apabila belum ada jawaban atau belum diperkenankan untuk
masuk ke dalamnya, maka sebagai seorang tamu hendaknya tidak
masuk dengan sendirinya. Itulah tata cara dalam bertamu yang telah
diuraikan dalam QS. An-Nuur ayat 28;
Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah
kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan
kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu
bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan67
66
Ibid., hlm. 353. 67
Ibid., hlm. 354.
-
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, karena data-data yang
disajikan tidak berupa angka-angka atau rumus statistik. Ciri dari tulisan dalam
penelitian kualitatif menyampaikan data secara naratif perkataan orang atau
kutipan, berbagai teks, atau wacana lain.1
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang yang terletak
di jalan Brigjen Sudiarto, kecamatan Pedurungan. Waktu penelitian ini ini
berlangsung selama 2 minggu.
C. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologis.
Menurut Creswell yang dikutip dalam Pedoman Metode Penelitian Kualitatif,
pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami
sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka
waktu). Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan
interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat di mana peneliti menyusun dan
mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang
dikatakan oleh responden.
D. Fokus Penelitian
Fokus pembahasan yang akan dipaparkan dalam penelitian ini terkait dengan
nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak, kemudian dilihat
implementasi dari niali-nilai pendidikan karakter tersebut dalam perilaku
keseharian siswa.
1 Septiawan Santana K., Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Buku Obor, 2007.,
hlm. 30.
-
40
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Studi Lapangan (Field Research),
di mana data yang diteliti diperoleh melalui penelitian di lokasi penelitian. Ada
beberapa teknik yang digunakan, yaitu sebagai berikut.
a. Observasi
Metode observasi adalah metode yang dilakukan melalui pengamatan,
meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan
menggunakan seluruh alat indera.2 Dalam penelitian ini peneliti meninjau
langsung terhadap subjek penelitian serta berperan serta untuk mendekati subjek
penelitian, yakni para siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Semarang.
Tujuan observasi tersebut untuk mendapatkan data langsung dari
implementasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran akidah akhlak
yang diterapkan di MAN 1 Semarang.
b. Wawancara
Metode ini identik dengan interviu yang secara sederhana dapat diartikan
sebagai dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk
memperoleh informasi dari terwawancara. Dalam hal ini p