implementasi fungsi penindakan dalam sishanneg pada penanggulangan bencana (studi kasus kebakaran...

28
IMPLEMENTASI FUNGSI PENINDAKAN DALAM SISHANNEG PADA PENANGGULANGAN BENCANA (Studi Kasus Kebakaran Permukiman di Kota Banjarmasin) BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem Pertahan Negara (sishanneg) merupakan sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional (sumdanas) lainnya. Sistem pertahanan ini disiapkan oleh pemerintah sejak dini yang diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berkelanjutan. Tujuan sishanneg yaitu untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dari segala jenis ancaman yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa baik yang berasal dari luar negeri maupun yang muncul dari dalam negeri. Ancaman adalah upaya dan aktivitas yang berkembang dari gangguan, hambatan serta tantangan yang mengganggu kepentingan nasional serta mengganggu eksistensi bangsa dan negara. Ancaman dapat berupa ancaman meliter maupun ancaman nirmiliter. Saat ini, ancaman faktual yang dihadapi oleh bangsa Indonesia lebih dominan berupa 1

Upload: dessy-puji-lestari

Post on 21-Feb-2016

38 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pertahanan

TRANSCRIPT

Page 1: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

IMPLEMENTASI FUNGSI PENINDAKAN DALAM SISHANNEG PADA

PENANGGULANGAN BENCANA (Studi Kasus Kebakaran Permukiman di

Kota Banjarmasin)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGSistem Pertahan Negara (sishanneg) merupakan sistem pertahanan

semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya

nasional (sumdanas) lainnya. Sistem pertahanan ini disiapkan oleh

pemerintah sejak dini yang diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan

berkelanjutan. Tujuan sishanneg yaitu untuk menegakkan kedaulatan negara,

keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dari segala jenis ancaman yang

dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan

keselamatan segenap bangsa baik yang berasal dari luar negeri maupun

yang muncul dari dalam negeri.

Ancaman adalah upaya dan aktivitas yang berkembang dari gangguan,

hambatan serta tantangan yang mengganggu kepentingan nasional serta

mengganggu eksistensi bangsa dan negara. Ancaman dapat berupa

ancaman meliter maupun ancaman nirmiliter. Saat ini, ancaman faktual yang

dihadapi oleh bangsa Indonesia lebih dominan berupa ancaman nirmiliter,

salah satunya adalah ancaman berupa bencana.

Saat menghadapi ancaman nirmiliter, sishanneg menempatkan

lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama atau

leading sector yang didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.

Penempatan unsur utama ini disesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman

yang dihadapi. Kemudian, dalam menghadapi bentuk dan sifat ancaman

nirmiliter di luar wewenang instansi pertahanan, penanggulangannya

dikoordinasikan oleh pimpinan instansi sesuai dengan bidangnya.

1

Page 2: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

Upaya mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI

sebagai satu kesatuan pertahanan diselenggarakan dalam fungsi

penangkalan, penindakan dan pemulihan. Fungsi penindakan dalam

menghadapi ancaman nirmiliter menempatkan kementerian atau lembaga

(K/L) pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama (leading

sector) yang didukung oleh unsur-unsur lain kekuatan bangsa. Penindakan

terhadap ancaman nirmiliter dilakukan dengan menggunakan pendekatan

fungsional oleh K/L di luar bidang pertahanan berdasarkan jenis dan sifat

ancaman.

Fungsi penindakan diwujudkan dalam bentuk penyelamatan dengan

mengerahkan segala kemampuan bangsa. Bentuk-bentuk penindakan

terhadap ancaman yang bersumber dari dalam negeri disesuaikan dengan

jenis ancaman dan tingkat resiko yang ditimbulakn serta dilakukan dengan

memperhatikan nilai-nilai hukum yang berlaku dalam negara demokrasi.1

B. RUMUSAN MASALAHRumusan masalah dari makalah ini yaitu :

1. Apa hubungan antara sishanneg dengan penanggulangan bencana?

2. Bagaimana implementasi fungsi penindakan sishanneg dalam

penanggulangan bencana kebakaran permukiman di Kota

Banjarmasin?

C. TUJUAN PENULISANTujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas pembuatan makalah UTS mata kuliah

Sishanneg.

2. Untuk mengetahui hubungan antara sishanneg dengan

penanggulangan bencana.

3. Untuk mengetahui implementasi fungsi penindakan sishanneg dalam

penanggulangan bencana kebakaran permukiman di Kota

Banjarmasin.

1 Kolonel Kav Lasmono, Soal UTS Sishanneg Prodi Manajemen Bencana, Sentul, 2015, hlm 1-2

2

Page 3: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SISTEM PERTAHANAN NEGARA

Pertahanan negara merupakan segala usaha untuk mempertahankan

kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa

dari segala bentuk ancaman. Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan

dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI dengan segala isinya sebagai

satu kesatuan pertahanan. 2

Ancaman yang dihadapi setiap negara termasuk Indonesia ada

berbagai macam dan memiliki beberapa bentuk yaitu : 3

Sumber : Slide mata kuliah Sishanneg oleh Prof. Purnomo Yusgiantoro

Berdasarkan jenisnya, ancaman dapat berupa ancaman militer dan ancaman

nonmiliter atau nirmiliter. Berdasarkan sumbernya, ancaman terbagi menjadi

ancaman internal dan ancaman eksternal. Berdasarkan aktornya, ancaman

dapat berupa ancaman dari negara dan ancaman non negara. Berdasarkan

sifatnya, ancaman

2 Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Jakarta, 2008, hlm 45

3 Purnomo Yusgiantoro, Sistem Pertahanan Negara, Sentul, 2015, hlm 24

3

Page 4: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

Pertahanan negara pada hakikatnya merupakan segala upaya

pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada

kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan

pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa

dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Kesemestaan

mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya

nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara

sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh. 4

Ada beberapa produk hukum yang menjadi landasan kebijakan strategi

pertahanan negara yaitu : 5

1. UUD 1945 pasal 27 ayat 3 dan pasal 30 ayat 1

2. UU No.3/2002

3. UU No.34/2004

4. Perpres No.7/2008

5. Perpres No.41/2010

6. Perpres N0. 97/2015

7. Kepmenhan No:KEP/17/M/I/2010 (Kebijakan Menhan 2010)

8. Kepmenhan No:KEP/05/M/I/2011 (Kebijakan Menhan 2011)

9. Kepmenhan No:KEP/02/M/I/2012 (Kebijakan Menhan 2012)

10.Kepmenhan No:KEP/20/M/I/2013 (Kebijakan Menhan 2013)

11.Kepmenhan No:KEP/25/M/I/2014 (Kebijakan Menhan 2014)

12.Kepmenhan No:KEP/1446/M/XII/2014 (Kebijakan Menhan 2015)

Fungsi pertahanan Indonesia diselenggarakan dengan Sistem

Pertahanan Semesta. Konsepsi pertahanan negara ini mempunyai dua fungsi,

yaitu Pertahanan Militer dan Pertahanan Nirmiliter. Fungsi pertahanan militer

yang diemban oleh TNI meliputi operasi militer perang dan operasi militer

selain perang. Inti pertahanan nirmiliter, yaitu pemberdayaan sumber daya

nasional, yang meliputi fungsi kekuatan pertahanan nirmiliter dan pertahanan

sipil. 6

4 Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Jakarta, 2008, hlm 43

5 Purnomo Yusgiantoro, Sistem Pertahanan Negara, Sentul, 2015, hlm 3-4

6 Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Jakarta, 2008, hlm 46

4

Page 5: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

Upaya pertahanan yang bersifat semesta adalah model yang

dikembangkan berdasarkan pertimbangan strategis bukan karena alasan

ketidakmampuan dalam membangun pertahanan yang modern. Meskipun

Indonesia telah mencapai tingkat kemajuan yang cukup tinggi, model tersebut

tetap dikembangkan dengan menempatkan warga negara sebagai subjek

pertahanan negara sesuai dengan perannya masing-masing. Sistem

Pertahanan Negara yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan,

kesemestaan, dan kewilayahan. Ciri kerakyatan mengandung makna bahwa

orientasi pertahanan diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Ciri

kesemestaan mengandung makna bahwa seluruh sumber daya nasional

didayagunakan bagi upaya pertahanan. Ciri kewilayahan merupakan gelar

kekuatan pertahanan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI, sesuai dengan

kondisi geografi sebagai satu kesatuan pertahanan. 7

Pertahanan Negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi

kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa

dari segala bentuk ancaman. Tujuan pertahanan negara dalam menjaga

kedaulatan negara mencakupi upaya untuk menjaga sistem ideologi negara

dan sistem politik negara. Dalam menjaga sistem ideologi negara, upaya

pertahanan negara diarahkan untuk mengawal dan mengamankan Pancasila

sebagai dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia. Setiap usaha untuk

mengganti ideologi Pancasila akan berhadapan dengan instrumen pertahanan

negara yang setiap saat siap sedia membela dan mempertahankannya,

sedangkan dalam menjaga sistem politik negara, upaya Pertahanan Negara

diarahkan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan negara yang

demokratis, stabil, bersih, dan berwibawa serta mengandung tata nilai. 8

Tata nilai bangsa Indonesia terangkum dalam semboyan Bhinneka

Tunggal Ika, yaitu bangsa Indonesia yang menegara dalam wadah NKRI yang

menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, hukum, hak asasi manusia dan

lingkungan hidup serta bukan berdasarkan atas suku, agama, ras, dan

antargolongan. Setiap gangguan yang berdimensi SARA, demokrasi, HAM,

7 Ibid, hlm 43

8 Ibid, hlm 44

5

Page 6: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

dan tindakan perusakan lingkungan hidup juga menjadi urusan pertahanan

negara. 9

Upaya menjaga keutuhan NKRI didasarkan pada pandangan bangsa

Indonesia yang menempatkan NKRI sebagai putusan final yang harus tetap

dipelihara dan dipertahankan. Setiap usaha pemisahan diri atau yang

bertujuan mengubah dan memecah belah NKRI merupakan ancaman yang

akan dihadapi dengan sistem pertahanan negara. Menjamin keselamatan

bangsa merupakan hal fundamental dalam penyelenggaraan fungsi

pertahanan negara untuk melindungi warga dari segala bentuk ancaman.

Upaya menjamin keselamatan bangsa mencakupi pula upaya pertahanan

negara dalam menghadapi setiap ancaman, baik dari luar maupun dari dalam

negeri. Dimensi keselamatan bangsa juga mencakup kewajiban untuk

melaksanakan penanggulangan dampak bencana alam, kerusuhan sosial,

mengatasi tindakan terorisme, ancaman keamanan lintas negara serta

penegakan keamanan di laut dan udara Indonesia. 10

Sistem pertahanan negara Indonesia memiliki tiga fungsi, yakni fungsi

penangkalan, fungsi penindakan, dan fungsi pemulihan.

1. Fungsi penangkalan

Fungsi penangkalan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk

mencegah atau meniadakan niat dari pihak tertentu yang ingin

menyerang Indonesia. Fungsi penangkalan dilaksanakan dengan

strategi penangkalan yang bertumpu pada instrumen penangkalan

berupa instrumen politik, ekonomi, psikologi, teknologi, dan militer.

Instrumen politik menempatkan diplomasi sebagai lini terdepan

pertahanan negara, bersinergi dengan faktor-faktor politik lainnya yang

saling memperkuat. Instrumen ekonomi melalui pertumbuhan yang

sehat dan cukup tinggi akan mewujudkan pencapaian tujuan nasional,

yakni masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan serta berdaya saing

baik pada lingkup regional maupun global. Instrumen psikologis yang

9 Ibid

10 Ibid, hlm 44-45

6

Page 7: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

diemban oleh semua komponen pertahanan dalam mengembangkan

kemampuan dilakukan dengan memanfaatkan penggunaan media

komunikasi, teknologi, serta faktor-faktor psikologis lainnya bagi

terwujudnya daya tangkal psikologis secara efektif. Psikologis berintikan

faktor-faktor nonfisik berupa tata nilai serta segenap pranata sosial yang

didayagunakan dalam mewujudkan motivasi, tekad, dan jiwa juang.

Instrumen teknologi dibangun secara bertahap dan berlanjut melalui

pengembangan industri pertahanan dalam negeri bagi terwujudnya

kemandirian dalam penyediaan alat utama sistem persenjataan yang

berdaya saing dengan produk-produk negara lain. Instrumen militer,

yakni TNI sebagai Komponen Utama pertahanan negara harus mampu

mengembangkan strategi militer dengan efek daya tangkal yang tinggi,

serta profesional dalam melaksanakan setiap tugas operasi, baik OMP

maupun OMSP.

2. Fungsi penindakan

Fungsi penindakan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk

mempertahankan, melawan, dan mengatasi setiap tindakan militer

suatu negara yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah

NKRI, serta menjamin keselamatan bangsa dari segala ancaman.

Fungsi penindakan dilaksanakan melalui tindakan preemptif,

perlawanan, sampai dengan mengusir musuh keluar dari wilayah

Indonesia. Tindakan preemptif merupakan bentuk penindakan terhadap

pihak lawan yang nyata-nyata akan menyerang Indonesia dengan cara

mengerahkan kekuatan pertahanan untuk melumpuhkan pihak lawan

yang sedang dalam persiapan untuk menyerang Indonesia. Tindakan

preemptif dilaksanakan di wilayah pihak lawan atau di dalam perjalanan

sebelum memasuki wilayah Indonesia. Tindakan perlawanan

merupakan bentuk penindakan terhadap pihak lawan yang sedang

menyerang Indonesia atau telah menguasai sebagian atau seluruh

wilayah Indonesia dengan cara mengerahkan seluruh kekuatan negara

baik secara militer maupun nirmiliter. Tindakan perlawanan

diselenggarakan dengan sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat

7

Page 8: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

Semesta melalui pengerahan kekuatan pertahanan yang berintikan TNI

didukung oleh segenap kekuatan bangsa dalam susunan Komponen

Cadangan dan Komponen Pendukung.

3. Fungsi Pemulihan

Fungsi Pemulihan merupakan keterpaduan usaha pertahanan negara

yang dilaksanakan baik secara militer maupun nirmiliter, untuk

mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu

sebagai akibat kekacauan keamanan karena perang, pemberontakan,

atau serangan separatis, konflik vertikal atau horizontal, huru-hara,

serangan teroris, atau bencana alam. TNI bersama dengan instansi

pemerintahan lainnya serta masyarakat melaksanakan fungsi pemulihan

sebagai wujud pertahanan semesta yang utuh. 11

B. BENCANABerdasarkan UN-ISDR Tahun 2000, Bencana adalah suatu gangguan

serius terhadap keberfungsian masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian

yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau

lingkungan, dan gangguan itu melampaui kemampuan masyarakat yang

bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka

sendiri. 12

Berdasarkan UU No 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis.Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain

berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin

topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain

11 Ibid, hlm 46-48

12 Sugeng Triutomo, Pengantar Manajemen Bencana, Sentul, 2015, hlm 13

8

Page 9: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik

sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror..13

Bencana terjadi saat bertemunya bahaya (hazard) dengan kerentanan

masyarakat (vulnerability) sehingga menjadi resiko (risk) yang jika dipicu

(trigger) dan akhirnya berubah menjadi bencana (disaster). Berikut ini

digambarkan sejara sederhana bagaimana proses terjadinya bencana. 14

Sumber : Slide mata kuliah Sishanneg oleh Ir. Sugeng Triutomo, DESS

Untuk menghindari bencana maka perlu dilakukan beberapa hal

misalnya pengurangan bahaya, pengurangan kerentanan masyarakat atau

pengurangan pemicu. Pengurangan bahaya dan pengurangan kerentanan

masyarakat akan secara otomatsi mengurangi resiko bencana. 15

Berdasarkan jenisnya, bencana diklasifikasikan menjadi bencana alam

dan bencana non alam atau ulah manusia (man made disaster). Sedangkan

berdasarkan terjadinya terbagi menjadi bencana perlahan (slow onset) dan

bencana mendadak (sudden onset). Berdasarkan aspek penyebabnya dibagi

menjadi bencana geologi, bencana hidrometeorologi, bencana biologi,

bencana teknologi dan bencana lingkungan. 16

13 Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Jakarta, 2007, hlm 2

14 Sugeng Triutomo, Pengantar Manajemen Bencana, Sentul, 2015, hlm 24

15 Victoria Bishop, Hazard and Responses Second Edition, Collins Educational, London, 2001, hlm 5

16 Sugeng Triutomo, Pengantar Manajemen Bencana, Sentul, 2015,, hlm 19

9

Page 10: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

Berikut ada beberapa istilah yang sering muncul dalam proses

terjadinya sebuah bencana :

1. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi

ancaman bencana.

2. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui

langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

3. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan

sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya

bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

4. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,

baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

kemampuan menghadapi ancaman bencana.

5. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak

buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan

evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,

perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan

prasarana dan sarana.

6. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan

publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah

pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau

berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan

masyarakat pada wilayah pascabencana.

7. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan

sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat

pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan

berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya

hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam

segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. 17

BAB III17 Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Jakarta, 2007, hlm 3

10

Page 11: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

PEMBAHASAN

IMPLEMENTASI FUNGSI PENINDAKAN DALAM SISHANNEG PADA PENANGGULANGAN BENCANA : Studi Kasus Kebakaran Permukiman di

Kota Banjarmasin

Pada bagian Latar Belakang di BAB I telah disebutkan bahwa fungsi

penindakan dalam menghadapi ancaman nirmiliter menempatkan kementerian

atau lembaga (K/L) pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama

(leading sector) yang didukung oleh unsur-unsur lain kekuatan bangsa. Pada

tulisan ini penulis mengangkat tentang implementasi fungsi penindakan tersebut

dalam penanggulangan bencana kebakaran permukiman di Kota Banjarmasin.

Dalam kasus kebakaran permukiman di Kota Banjarmasin yang menjadi unsur

utama adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran (BPBDK)

Kota Banjarmasin dan didukung oleh unsur lain terutama Barisan Pemadam

Kebakaran (BPK) Swadaya Masyarakat.

Luas wilayah Kota Banjarmasin 72.000 km² yang terbagi dalam 5 (lima) kecamatan dan 50 (lima puluh) kelurahan. Berikut nama-nama kecamatan di Kota Banjarmasin beserta luas wilayahnya :

1. Kecamatan Banjarmasin Utara dengan luas Wilayah 15,25 km² / 12,19% dari luas keseluruhan Kota Banjarmasin. Kecamatan ini terbagi dalam 9 (sembilan) kelurahan dengan pusat Kecamatan di Kelurahan Surgi Mufti,

2. Kecamatan Banjarmasin Selatan dengan luas wilayah 20,18 km² / 28,02% dari luas keseluruhan Kota Banjarmasin. Kecamatan ini terbagi dalam 11 (sebelas) kelurahan dengan Pusat Kecamatan di Kelurahan Kelayan B,

3. Kecamatan Banjarmasin Barat dengan luas wilayah 13,37 km² / 18,57% dari luas keseluruhan Kota Banjarmasin. Kecamatan ini terbagi dalam 9 (sembilan) kelurahan dengan pusat kecamatan di Kelurahan Pelambuan.,

11

Page 12: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

4. Kecamatan Banjarmasin Timur dengan luas wilayah 11,54 km² / 16,02% dari luas keseluruhan Kota Banjarmasin. Kecamatan ini terbagi dalam 9 (sembilan) kelurahan dengan pusat kecamatan di Kelurahan Kuripan,

5. Kecamatan Banjarmasin Tengah dengan luas wilayah 11,66 km² / 16,20% dari luas keseluruhan Kota Banjarmasin. Kecamatan ini terbagi dalam 12 (dua belas) kelurahan dengan Pusat Kecamatan di Kelurahan Teluk Dalam. 18

Kondisi lingkungan fisik Kota Banjamasin, terutama kondisi geologi dan

hidrologinya termasuk daerah yang mempunyai ketinggian relatif rendan dan

relatif datar secara keseluruhan. Letak Kota Banjarmasin yang berada pada

ketinggian 0,15 s/d 0,50 m di atas permukaan laut dan dipengaruhi pasang surut

air laut menyebabkan terjadinya genangan air dan rawa-rawa pada daerah yang

rendah. Kondisi ini yang menyebabkan konstruksi bangunan didominasi oleh

bangunan berbetuk “rumah panggung”. Sebagian besar konstruksi bangunan ini

bersifat bangunan semi permanen dan non permanen yang terbuat dari bahan

kayu. Sehingga menyebabkan semakin besarnya tingkat kerawanan bencana

kebakaran dibandingkan dengan bangunan yang bersifat permanen. 19

Kejadian kebakaran di Kota Banjarmasin memang sangat sering terjadi.

Berdasarkan pengalaman penulis yang pernah tinggal di kota ini dari tahun 2009

s/d 2013, dalam seminggu bisa terjadi 5 kali kebakaran pemukiman, bahkan

pernah dalam 1 hari terjadi 3 kebakaran di lokasi yang berbeda. Data dari BPBDK

Kota Banjarmasin, sejak bulan Januari hingga awal Agustus 2015 telah terjadi 45

kali kebakaran yang mengakibatkan lebih dari 100 kepala keluarga kehilangan

tempat tinggal. 20 Selain itu, berdasarkan data Indeks Resiko Bencana Kebakaran

tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana

18 Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 19 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana, Banjarmasin, 2013, hlm 26

19 Achmad Sugianto HS, Efektifitas Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Pemadam Kebakaran (BPK) Mandiri sebagai Fungsi Pelayanan Publik (Objek Studi : Kota Banjarmasin), Universitas Diponegoro, Semarang, 2001, hlm 5

20 Duta TV Banjarmasin, Hingga Agustus 45 kali Kebakaran di Banjarmasin, Banjarmasin 2015

12

Page 13: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

(BNPB) terlihat bahwa Kota Banjarmasin memiliki skor 22 yang termasuk kelas

resiko tinggi.21

Sebelumnya pada tahun 2002, masyarakat Kota Banjarmasin bersama

pihak swasta berinisiatif untuk melindungi diri sendiri terhadap bencana kebakaran

dengan menyediakan sendiri secara swadaya barang publik pemadam kebakaran

karena Banjamasin mengalami bencana kebakaran dengan frekuensi dan jumlah

kerugian yang tinggi sedangkan pemerintah kota Banjarmasin dianggap kurang

mampu melindungi warganya dari bencana kebakaran. Barang publik pemadam

kebakaran ini disediakan untuk kepentingan umum dengan pendanaan yang

dikelola sendiri baik secara mandiri maupun dengan sumbangan dari donatur. 22

Adanya kegiatan tersebut membuat pemerintah kota Banjarmasin

mengambil kebijakan untuk mengurangi biaya pengadaan barang publik

pemadam kebakaran dengan mengurangi peran pemerintah dalam operasional

pemadam kebakaran. Banyak aset mobil-mobil pemadam kebakaran (fire fighting

truck) milik pemerintah kota yang diserahkan pengelolaannya kepada pemadam

kebakaran swasta/swadaya masyarakat yang dinilai mampu dengan status

dipinjam pakaikan dan pemerintah kota Banjarmasin hanya bertindak sebagai

koordinator saja. 23

Semakin berkembangnya jumlah pemadam kebakaran swasta/swadaya

masyarakat di kota Banjarmasin terjadi karena jumlah armada pemadam

kebakaran pemerintah kota Banjarmasin (sisi penawaran) tidak bisa memenuhi

kebutuhan armada pemadam kebakaran di kota Banjarmasin (sisi permintaan).

Sehingga akibatnya masyarakat dan swasta berswadaya menyediakan sendiri

kebutuhannya akan pemadam kebakaran.24 Bahkan pada tahun 2004, BPK

21 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun 2013, Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Sentul, 2013, hlm 266

22 Muhammad Mahyudi, Analisis Kebijakan Swastanisasi Layanan Jasa Publik Pemadam Kebakaran : Sebuah Studi Kasus Kota Banjarmasin, Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hlm 1

23 Ibid

24 Ibid, hlm 2

13

Page 14: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

swasta dan swadaya di Banjarmasin berhasil memecahkan rekor MURI sebagai

pemadam kebakaran kota terbanyak se-Asia. 25

Selanjutnya pada tahun 2008, pemerintah Kota Banjarmasin mengeluarkan

sebuah perda untuk mengatur keterlibatan masyarakat dalam kegiatan

pemadaman kebakaran yaitu Perda Kota Banjarmasin Nomor 13 Tahun 2008

pada Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi “Setiap penduduk yang berada di daerah

kebakaran dan mereka yang mengetahui terjadinya kebakaran wajib ikut serta

secara aktif membantu petugas melakukan pemadaman kebakaran, baik untuk

kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan umum” 26. Perda ini seolah-olah

melancarkan jalan pemerintah untuk melancarkan swastanisasi/swadayanisasi

pemadam kebakaran di Kota Banjarmasin.

Barisan Pemadam Kebakaran yang disediakan oleh swasta/swadaya

masyarakat di Banjarmasin dari segi kuantitas baik dari jumlah organisasinya

maupun jumlah anggotanya sudah sangat banyak. Tetapi dari segi kualitas baik

manajemen maupun dana masih sangat kurang. Begitu juga dari segi sarana,

karena hanya menggunakan peralatan rakitan yang sudah lama atau bekas pakai.

Jumlah peralatan yang terbanyak hanya pompa portabel dan trayler gandeng

rakitan bukan unit fire fighting truck yang sesuai standar, sehingga seringkali

menimbulkan kemacetan. Selain itu koordinasi yang kurang baik dengan sesama

pemadam kebakaran maupun dengan instansi terkait lainnya dan jumlah personil

yang kurang terlatih untuk penyelamatan korban kebakaran beserta peralatannya

juga menimbulkan masalah tersendiri. Jumlah perusahaan/barisan pemadam

kebakaran tumbuh dengan sangat pesat bahkan sudah kebanyakan sehingga

menyulitkan koordinasi antar barisan pemadam kebakaran tersebut. 27

Terkait masalah tersebut maka pada tahun 2010 dibentuklah Badan

Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran (BPBDK) Kota Banjarmasin

berdasarkan Peraturan Daerah (perda) Kota Banjarmasin Nomor 17 Tahun 2010 25 Antara News, BPK Banjarmasin Pecahkan Rekor MURI, Banjarmasin, 2015, diakses dari : http://www.antaranews.com/berita/513984/bpk-banjarmasin-pecahkan-rekor-muri pada 14 Oktober 2015

26 Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran, Banjarmasin, 2008, hlm 10

27 Muhammad Mahyudi, Analisis Kebijakan Swastanisasi Layanan Jasa Publik Pemadam Kebakaran : Sebuah Studi Kasus Kota Banjarmasin, Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hlm 3

14

Page 15: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan

Bencana Daerah dan Kebakaran Kota Banjarmasin. Pernyataan pembentukan

BPBDK Kota Banjarmasin tertuang dalam pasal 2 yang berbunyi “Dengan

Peraturan Daerah ini dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan

Kebakaran Kota Banjarmasin.” 28 Nama BPBDK sendiri mungkin menimbulkan

pertanyaan dan keheranan bagi sebagian pihak, karena di daerah lain BPBD

dengan pemadam kebakaran merupakan organisasi terpisah. BPBDK dibentuk di

beberapa kabupaten/kota di Kalimantan Selatan dimaksudkan untuk efisiensi

pegawai dan anggaran, selain itu seperti yang sudah disinggung sebelumnya,

bencana yang dominan terjadi di wilayah Kalimantan Selatan khusunya Kota

Banjarmasin adalah bencana kebakaran.

Pada Pasal 4 Perda Kota Banjarmasin Nomor 17 Tahun 2010 di atas juga

dijelaskan mengenai tugas-tugas BPBDK Kota Banjarmasin yaitu :

a. menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha

penanggulangan bencana dan kebakaran yang mencakup pencegahan

bencana dan kebakaran, penanganan darurat, rehabilitasi, serta

rekonstruksi secara adil dan setara;

b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan

penanggulangan bencana dan kebakaran berdasarkan peraturan

perundang-undangan;

c. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana

dan kebakaran;

d. menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana dan

kebakaran;

e. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana dan kebakaran

kepada Kepala Daerah setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan

setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

f. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;

g. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan

28 Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran Kota Banjarmasin, Banjarmasin, 2010, hlm 6

15

Page 16: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

h. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. 29

Dibentuknya BPBDK oleh Pemerintah Kota Banjarmasin ini bertujuan agar

ada unsur utama (leading sector) yang mampu memimpin koordinasi dalam

penanganan bencana kebakaran permukiman di Kota Banjarmasin. Diharapkan

dengan adanya BPBDK ini kuantitas dan kualitas BPK di kota ini semakin

meningkat. Dari segi kuantitas berupa jumlah BPK sendiri sudah terbukti

mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan diraihnya rekor MURI pada

tanggal 23 Agustus 2015 oleh BPK Kota Banjarmasin dengan gelar BPK swadaya

masyarakat dengan jumlah terbanyak, yaitu berjumlah 447 unit mobil BPK se-kota

Banjarmasin. Ini adalah rekor MURI kedua yang berhasil dipecahkan oleh BPK

Kota Banjarmasin. 30 Selain itu menurut Kasie Kesiapsiagaan BPBDK Kota

Banjarmasin, jumlah BPK yang terdaftar di instansinya setiap tahunnya terus

bertambah bahkan kini jumlahnya hampir mencapai 500 BPK unit darat

maupun unit sungai (menggunakan kapal), dan kebanyakan berasal dari

swadaya masyarakat. 31

Sumber : Dokumentasi MURI

Dari pembahasan yang telah dilakukan penulis, terbukti bahwa kegiatan

penanggulangan bencana kebakaran permukiman di Kota Banjarmasin

merupakan implementasi dari sistem pertahanan negara fungsi penindakan.29 Ibid

30 MURI, BPK Swadaya Masyarakat dengan Jumlah Terbanyak, Banjarmasin, 2015, diakses dari : http://www.muri.org/muri/rekor/14-kendaraan/3785-barisan-pemadam-kebakaran-swadaya-masyarakat-dengan-jumlah-terbanyak pada 15 Oktober 2015

31 Antara News, BPK Banjarmasin Pecahkan Rekor MURI, Banjarmasin, 2015, diakses dari : http://www.antaranews.com/berita/513984/bpk-banjarmasin-pecahkan-rekor-muri pada 14 Oktober 2015

16

Page 17: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

BAB IV

PENUTUP

17

Page 18: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

A. KESIMPULANHubungan antara sishanneg dengan penanggulangan bencana yaitu

penanggulangan bencana menjadi salah satu bagian dalam sishanneg yaitu

fungsi penindakan. Fungsi penindakan dalam penanggulangan bencana ini

menjadikan kementerian atau lembaga-lembaga non pertahanan seperti

BNPB dan BPBD sebagai sektor utama atau leading sector yang didukung

oleh unsur-unsur pendukung lainnya seperti pihak swasta maupun

masyarakat.

Implementasi fungsi penindakan sishanneg dalam penanggulangan

bencana dalam kasus kebakaran permukiman di Kota Banjarmasin yaitu yang

menjadi unsur utama adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan

Kebakaran (BPBDK) Kota Banjarmasin dan didukung oleh unsur lain terutama

Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) Swadaya Masyarakat.

B. SARAN1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran (BPBDK)

Kota Banjarmasin harus lebih meningkatkan koordinasi dan komunikasi

dengan Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) swasta dan swadaya

masyarakat agar dapat melakukan pemadaman kebakaran dengan

lebih kompak dan optimal.

2. Pemerintah daerah sebaiknya membuat peraturan daerah terkait

keberadaan dan aktivitas Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) swasta

dan swadaya masyarakat agar posisi mereka lebih jelas, terutama

terkait pembiayaan operasional BPK.

3. Sebaiknya diadakan pelatihan bagi para anggota BPK agar mereka

menyadari pentingnya keselamatan dan peran mereka sebagai

pendukung terlaksananya sistem pertahanan Negara.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

Antara News, BPK Banjarmasin Pecahkan Rekor MURI, Banjarmasin, 2015,

diakses dari : http://www.antaranews.com/berita/513984/bpk-banjarmasin-

pecahkan-rekor-muri pada 14 Oktober 2015.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indeks Risiko Bencana

Indonesia Tahun 2013, Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang

Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB : Sentul, 2013.

Bishop Victoria, Hazard and Responses Second Edition, Collins Educational,

London, 2001.

Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, UU RI Nomor 24 Tahun 2007

tentang Penanggulangan Bencana, Jakarta, 2007.

Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia

2008, Jakarta, 2008.

Duta TV Banjarmasin, Hingga Agustus 45 kali Kebakaran di Banjarmasin,

Banjarmasin, 2015.

Lasmono, Soal UTS Sishanneg Prodi Manajemen Bencana, Sentul, 2015.

Mahyudi Muhammad, Analisis Kebijakan Swastanisasi Layanan Jasa Publik

Pemadam Kebakaran : Sebuah Studi Kasus Kota Banjarmasin, Universitas

Indonesia : Jakarta, 2002.

MURI, BPK Swadaya Masyarakat dengan Jumlah Terbanyak, Banjarmasin, 2015,

diakses dari : http://www.muri.org/muri/rekor/14-kendaraan/3785-barisan-

pemadam-kebakaran-swadaya-masyarakat-dengan-jumlah-terbanyak pada 15

Oktober 2015.

Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor

13 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran ,

Banjarmasin, 2008.

Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor

17 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan

Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran Kota Banjarmasin,

Banjarmasin, 2010.

19

Page 20: Implementasi Fungsi Penindakan Dalam Sishanneg Pada Penanggulangan Bencana (Studi Kasus Kebakaran Permukiman Di Kota Banjarmasin)

Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor

19 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana, Banjarmasin, 2013.

Sugianto Achmad, Efektifitas Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan

Pemadam Kebakaran (BPK) Mandiri sebagai Fungsi Pelayanan Publik (Objek

Studi : Kota Banjarmasin), Universitas Diponegoro : Semarang, 2001.

Triutomo Sugeng, Pengantar Manajemen Bencana, Sentul, 2015.

Yusgiantoro Purnomo, Sistem Pertahanan Negara, Sentul, 2015.

20