implementasi fungsi penindakan dalam sishanneg pada penanggulangan bencana (studi kasus kebakaran...
DESCRIPTION
PertahananTRANSCRIPT
IMPLEMENTASI FUNGSI PENINDAKAN DALAM SISHANNEG PADA
PENANGGULANGAN BENCANA (Studi Kasus Kebakaran Permukiman di
Kota Banjarmasin)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANGSistem Pertahan Negara (sishanneg) merupakan sistem pertahanan
semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya
nasional (sumdanas) lainnya. Sistem pertahanan ini disiapkan oleh
pemerintah sejak dini yang diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan
berkelanjutan. Tujuan sishanneg yaitu untuk menegakkan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dari segala jenis ancaman yang
dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan
keselamatan segenap bangsa baik yang berasal dari luar negeri maupun
yang muncul dari dalam negeri.
Ancaman adalah upaya dan aktivitas yang berkembang dari gangguan,
hambatan serta tantangan yang mengganggu kepentingan nasional serta
mengganggu eksistensi bangsa dan negara. Ancaman dapat berupa
ancaman meliter maupun ancaman nirmiliter. Saat ini, ancaman faktual yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia lebih dominan berupa ancaman nirmiliter,
salah satunya adalah ancaman berupa bencana.
Saat menghadapi ancaman nirmiliter, sishanneg menempatkan
lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama atau
leading sector yang didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.
Penempatan unsur utama ini disesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman
yang dihadapi. Kemudian, dalam menghadapi bentuk dan sifat ancaman
nirmiliter di luar wewenang instansi pertahanan, penanggulangannya
dikoordinasikan oleh pimpinan instansi sesuai dengan bidangnya.
1
Upaya mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI
sebagai satu kesatuan pertahanan diselenggarakan dalam fungsi
penangkalan, penindakan dan pemulihan. Fungsi penindakan dalam
menghadapi ancaman nirmiliter menempatkan kementerian atau lembaga
(K/L) pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama (leading
sector) yang didukung oleh unsur-unsur lain kekuatan bangsa. Penindakan
terhadap ancaman nirmiliter dilakukan dengan menggunakan pendekatan
fungsional oleh K/L di luar bidang pertahanan berdasarkan jenis dan sifat
ancaman.
Fungsi penindakan diwujudkan dalam bentuk penyelamatan dengan
mengerahkan segala kemampuan bangsa. Bentuk-bentuk penindakan
terhadap ancaman yang bersumber dari dalam negeri disesuaikan dengan
jenis ancaman dan tingkat resiko yang ditimbulakn serta dilakukan dengan
memperhatikan nilai-nilai hukum yang berlaku dalam negara demokrasi.1
B. RUMUSAN MASALAHRumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa hubungan antara sishanneg dengan penanggulangan bencana?
2. Bagaimana implementasi fungsi penindakan sishanneg dalam
penanggulangan bencana kebakaran permukiman di Kota
Banjarmasin?
C. TUJUAN PENULISANTujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas pembuatan makalah UTS mata kuliah
Sishanneg.
2. Untuk mengetahui hubungan antara sishanneg dengan
penanggulangan bencana.
3. Untuk mengetahui implementasi fungsi penindakan sishanneg dalam
penanggulangan bencana kebakaran permukiman di Kota
Banjarmasin.
1 Kolonel Kav Lasmono, Soal UTS Sishanneg Prodi Manajemen Bencana, Sentul, 2015, hlm 1-2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SISTEM PERTAHANAN NEGARA
Pertahanan negara merupakan segala usaha untuk mempertahankan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa
dari segala bentuk ancaman. Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan
dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI dengan segala isinya sebagai
satu kesatuan pertahanan. 2
Ancaman yang dihadapi setiap negara termasuk Indonesia ada
berbagai macam dan memiliki beberapa bentuk yaitu : 3
Sumber : Slide mata kuliah Sishanneg oleh Prof. Purnomo Yusgiantoro
Berdasarkan jenisnya, ancaman dapat berupa ancaman militer dan ancaman
nonmiliter atau nirmiliter. Berdasarkan sumbernya, ancaman terbagi menjadi
ancaman internal dan ancaman eksternal. Berdasarkan aktornya, ancaman
dapat berupa ancaman dari negara dan ancaman non negara. Berdasarkan
sifatnya, ancaman
2 Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Jakarta, 2008, hlm 45
3 Purnomo Yusgiantoro, Sistem Pertahanan Negara, Sentul, 2015, hlm 24
3
Pertahanan negara pada hakikatnya merupakan segala upaya
pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada
kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan
pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Kesemestaan
mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya
nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara
sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh. 4
Ada beberapa produk hukum yang menjadi landasan kebijakan strategi
pertahanan negara yaitu : 5
1. UUD 1945 pasal 27 ayat 3 dan pasal 30 ayat 1
2. UU No.3/2002
3. UU No.34/2004
4. Perpres No.7/2008
5. Perpres No.41/2010
6. Perpres N0. 97/2015
7. Kepmenhan No:KEP/17/M/I/2010 (Kebijakan Menhan 2010)
8. Kepmenhan No:KEP/05/M/I/2011 (Kebijakan Menhan 2011)
9. Kepmenhan No:KEP/02/M/I/2012 (Kebijakan Menhan 2012)
10.Kepmenhan No:KEP/20/M/I/2013 (Kebijakan Menhan 2013)
11.Kepmenhan No:KEP/25/M/I/2014 (Kebijakan Menhan 2014)
12.Kepmenhan No:KEP/1446/M/XII/2014 (Kebijakan Menhan 2015)
Fungsi pertahanan Indonesia diselenggarakan dengan Sistem
Pertahanan Semesta. Konsepsi pertahanan negara ini mempunyai dua fungsi,
yaitu Pertahanan Militer dan Pertahanan Nirmiliter. Fungsi pertahanan militer
yang diemban oleh TNI meliputi operasi militer perang dan operasi militer
selain perang. Inti pertahanan nirmiliter, yaitu pemberdayaan sumber daya
nasional, yang meliputi fungsi kekuatan pertahanan nirmiliter dan pertahanan
sipil. 6
4 Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Jakarta, 2008, hlm 43
5 Purnomo Yusgiantoro, Sistem Pertahanan Negara, Sentul, 2015, hlm 3-4
6 Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Jakarta, 2008, hlm 46
4
Upaya pertahanan yang bersifat semesta adalah model yang
dikembangkan berdasarkan pertimbangan strategis bukan karena alasan
ketidakmampuan dalam membangun pertahanan yang modern. Meskipun
Indonesia telah mencapai tingkat kemajuan yang cukup tinggi, model tersebut
tetap dikembangkan dengan menempatkan warga negara sebagai subjek
pertahanan negara sesuai dengan perannya masing-masing. Sistem
Pertahanan Negara yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan,
kesemestaan, dan kewilayahan. Ciri kerakyatan mengandung makna bahwa
orientasi pertahanan diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Ciri
kesemestaan mengandung makna bahwa seluruh sumber daya nasional
didayagunakan bagi upaya pertahanan. Ciri kewilayahan merupakan gelar
kekuatan pertahanan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI, sesuai dengan
kondisi geografi sebagai satu kesatuan pertahanan. 7
Pertahanan Negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi
kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa
dari segala bentuk ancaman. Tujuan pertahanan negara dalam menjaga
kedaulatan negara mencakupi upaya untuk menjaga sistem ideologi negara
dan sistem politik negara. Dalam menjaga sistem ideologi negara, upaya
pertahanan negara diarahkan untuk mengawal dan mengamankan Pancasila
sebagai dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia. Setiap usaha untuk
mengganti ideologi Pancasila akan berhadapan dengan instrumen pertahanan
negara yang setiap saat siap sedia membela dan mempertahankannya,
sedangkan dalam menjaga sistem politik negara, upaya Pertahanan Negara
diarahkan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan negara yang
demokratis, stabil, bersih, dan berwibawa serta mengandung tata nilai. 8
Tata nilai bangsa Indonesia terangkum dalam semboyan Bhinneka
Tunggal Ika, yaitu bangsa Indonesia yang menegara dalam wadah NKRI yang
menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, hukum, hak asasi manusia dan
lingkungan hidup serta bukan berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan. Setiap gangguan yang berdimensi SARA, demokrasi, HAM,
7 Ibid, hlm 43
8 Ibid, hlm 44
5
dan tindakan perusakan lingkungan hidup juga menjadi urusan pertahanan
negara. 9
Upaya menjaga keutuhan NKRI didasarkan pada pandangan bangsa
Indonesia yang menempatkan NKRI sebagai putusan final yang harus tetap
dipelihara dan dipertahankan. Setiap usaha pemisahan diri atau yang
bertujuan mengubah dan memecah belah NKRI merupakan ancaman yang
akan dihadapi dengan sistem pertahanan negara. Menjamin keselamatan
bangsa merupakan hal fundamental dalam penyelenggaraan fungsi
pertahanan negara untuk melindungi warga dari segala bentuk ancaman.
Upaya menjamin keselamatan bangsa mencakupi pula upaya pertahanan
negara dalam menghadapi setiap ancaman, baik dari luar maupun dari dalam
negeri. Dimensi keselamatan bangsa juga mencakup kewajiban untuk
melaksanakan penanggulangan dampak bencana alam, kerusuhan sosial,
mengatasi tindakan terorisme, ancaman keamanan lintas negara serta
penegakan keamanan di laut dan udara Indonesia. 10
Sistem pertahanan negara Indonesia memiliki tiga fungsi, yakni fungsi
penangkalan, fungsi penindakan, dan fungsi pemulihan.
1. Fungsi penangkalan
Fungsi penangkalan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk
mencegah atau meniadakan niat dari pihak tertentu yang ingin
menyerang Indonesia. Fungsi penangkalan dilaksanakan dengan
strategi penangkalan yang bertumpu pada instrumen penangkalan
berupa instrumen politik, ekonomi, psikologi, teknologi, dan militer.
Instrumen politik menempatkan diplomasi sebagai lini terdepan
pertahanan negara, bersinergi dengan faktor-faktor politik lainnya yang
saling memperkuat. Instrumen ekonomi melalui pertumbuhan yang
sehat dan cukup tinggi akan mewujudkan pencapaian tujuan nasional,
yakni masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan serta berdaya saing
baik pada lingkup regional maupun global. Instrumen psikologis yang
9 Ibid
10 Ibid, hlm 44-45
6
diemban oleh semua komponen pertahanan dalam mengembangkan
kemampuan dilakukan dengan memanfaatkan penggunaan media
komunikasi, teknologi, serta faktor-faktor psikologis lainnya bagi
terwujudnya daya tangkal psikologis secara efektif. Psikologis berintikan
faktor-faktor nonfisik berupa tata nilai serta segenap pranata sosial yang
didayagunakan dalam mewujudkan motivasi, tekad, dan jiwa juang.
Instrumen teknologi dibangun secara bertahap dan berlanjut melalui
pengembangan industri pertahanan dalam negeri bagi terwujudnya
kemandirian dalam penyediaan alat utama sistem persenjataan yang
berdaya saing dengan produk-produk negara lain. Instrumen militer,
yakni TNI sebagai Komponen Utama pertahanan negara harus mampu
mengembangkan strategi militer dengan efek daya tangkal yang tinggi,
serta profesional dalam melaksanakan setiap tugas operasi, baik OMP
maupun OMSP.
2. Fungsi penindakan
Fungsi penindakan merupakan keterpaduan usaha pertahanan untuk
mempertahankan, melawan, dan mengatasi setiap tindakan militer
suatu negara yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah
NKRI, serta menjamin keselamatan bangsa dari segala ancaman.
Fungsi penindakan dilaksanakan melalui tindakan preemptif,
perlawanan, sampai dengan mengusir musuh keluar dari wilayah
Indonesia. Tindakan preemptif merupakan bentuk penindakan terhadap
pihak lawan yang nyata-nyata akan menyerang Indonesia dengan cara
mengerahkan kekuatan pertahanan untuk melumpuhkan pihak lawan
yang sedang dalam persiapan untuk menyerang Indonesia. Tindakan
preemptif dilaksanakan di wilayah pihak lawan atau di dalam perjalanan
sebelum memasuki wilayah Indonesia. Tindakan perlawanan
merupakan bentuk penindakan terhadap pihak lawan yang sedang
menyerang Indonesia atau telah menguasai sebagian atau seluruh
wilayah Indonesia dengan cara mengerahkan seluruh kekuatan negara
baik secara militer maupun nirmiliter. Tindakan perlawanan
diselenggarakan dengan sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat
7
Semesta melalui pengerahan kekuatan pertahanan yang berintikan TNI
didukung oleh segenap kekuatan bangsa dalam susunan Komponen
Cadangan dan Komponen Pendukung.
3. Fungsi Pemulihan
Fungsi Pemulihan merupakan keterpaduan usaha pertahanan negara
yang dilaksanakan baik secara militer maupun nirmiliter, untuk
mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu
sebagai akibat kekacauan keamanan karena perang, pemberontakan,
atau serangan separatis, konflik vertikal atau horizontal, huru-hara,
serangan teroris, atau bencana alam. TNI bersama dengan instansi
pemerintahan lainnya serta masyarakat melaksanakan fungsi pemulihan
sebagai wujud pertahanan semesta yang utuh. 11
B. BENCANABerdasarkan UN-ISDR Tahun 2000, Bencana adalah suatu gangguan
serius terhadap keberfungsian masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian
yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan, dan gangguan itu melampaui kemampuan masyarakat yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka
sendiri. 12
Berdasarkan UU No 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
11 Ibid, hlm 46-48
12 Sugeng Triutomo, Pengantar Manajemen Bencana, Sentul, 2015, hlm 13
8
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror..13
Bencana terjadi saat bertemunya bahaya (hazard) dengan kerentanan
masyarakat (vulnerability) sehingga menjadi resiko (risk) yang jika dipicu
(trigger) dan akhirnya berubah menjadi bencana (disaster). Berikut ini
digambarkan sejara sederhana bagaimana proses terjadinya bencana. 14
Sumber : Slide mata kuliah Sishanneg oleh Ir. Sugeng Triutomo, DESS
Untuk menghindari bencana maka perlu dilakukan beberapa hal
misalnya pengurangan bahaya, pengurangan kerentanan masyarakat atau
pengurangan pemicu. Pengurangan bahaya dan pengurangan kerentanan
masyarakat akan secara otomatsi mengurangi resiko bencana. 15
Berdasarkan jenisnya, bencana diklasifikasikan menjadi bencana alam
dan bencana non alam atau ulah manusia (man made disaster). Sedangkan
berdasarkan terjadinya terbagi menjadi bencana perlahan (slow onset) dan
bencana mendadak (sudden onset). Berdasarkan aspek penyebabnya dibagi
menjadi bencana geologi, bencana hidrometeorologi, bencana biologi,
bencana teknologi dan bencana lingkungan. 16
13 Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Jakarta, 2007, hlm 2
14 Sugeng Triutomo, Pengantar Manajemen Bencana, Sentul, 2015, hlm 24
15 Victoria Bishop, Hazard and Responses Second Edition, Collins Educational, London, 2001, hlm 5
16 Sugeng Triutomo, Pengantar Manajemen Bencana, Sentul, 2015,, hlm 19
9
Berikut ada beberapa istilah yang sering muncul dalam proses
terjadinya sebuah bencana :
1. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi
ancaman bencana.
2. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
3. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
4. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
5. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana.
6. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
7. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. 17
BAB III17 Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Jakarta, 2007, hlm 3
10
PEMBAHASAN
IMPLEMENTASI FUNGSI PENINDAKAN DALAM SISHANNEG PADA PENANGGULANGAN BENCANA : Studi Kasus Kebakaran Permukiman di
Kota Banjarmasin
Pada bagian Latar Belakang di BAB I telah disebutkan bahwa fungsi
penindakan dalam menghadapi ancaman nirmiliter menempatkan kementerian
atau lembaga (K/L) pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama
(leading sector) yang didukung oleh unsur-unsur lain kekuatan bangsa. Pada
tulisan ini penulis mengangkat tentang implementasi fungsi penindakan tersebut
dalam penanggulangan bencana kebakaran permukiman di Kota Banjarmasin.
Dalam kasus kebakaran permukiman di Kota Banjarmasin yang menjadi unsur
utama adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran (BPBDK)
Kota Banjarmasin dan didukung oleh unsur lain terutama Barisan Pemadam
Kebakaran (BPK) Swadaya Masyarakat.
Luas wilayah Kota Banjarmasin 72.000 km² yang terbagi dalam 5 (lima) kecamatan dan 50 (lima puluh) kelurahan. Berikut nama-nama kecamatan di Kota Banjarmasin beserta luas wilayahnya :
1. Kecamatan Banjarmasin Utara dengan luas Wilayah 15,25 km² / 12,19% dari luas keseluruhan Kota Banjarmasin. Kecamatan ini terbagi dalam 9 (sembilan) kelurahan dengan pusat Kecamatan di Kelurahan Surgi Mufti,
2. Kecamatan Banjarmasin Selatan dengan luas wilayah 20,18 km² / 28,02% dari luas keseluruhan Kota Banjarmasin. Kecamatan ini terbagi dalam 11 (sebelas) kelurahan dengan Pusat Kecamatan di Kelurahan Kelayan B,
3. Kecamatan Banjarmasin Barat dengan luas wilayah 13,37 km² / 18,57% dari luas keseluruhan Kota Banjarmasin. Kecamatan ini terbagi dalam 9 (sembilan) kelurahan dengan pusat kecamatan di Kelurahan Pelambuan.,
11
4. Kecamatan Banjarmasin Timur dengan luas wilayah 11,54 km² / 16,02% dari luas keseluruhan Kota Banjarmasin. Kecamatan ini terbagi dalam 9 (sembilan) kelurahan dengan pusat kecamatan di Kelurahan Kuripan,
5. Kecamatan Banjarmasin Tengah dengan luas wilayah 11,66 km² / 16,20% dari luas keseluruhan Kota Banjarmasin. Kecamatan ini terbagi dalam 12 (dua belas) kelurahan dengan Pusat Kecamatan di Kelurahan Teluk Dalam. 18
Kondisi lingkungan fisik Kota Banjamasin, terutama kondisi geologi dan
hidrologinya termasuk daerah yang mempunyai ketinggian relatif rendan dan
relatif datar secara keseluruhan. Letak Kota Banjarmasin yang berada pada
ketinggian 0,15 s/d 0,50 m di atas permukaan laut dan dipengaruhi pasang surut
air laut menyebabkan terjadinya genangan air dan rawa-rawa pada daerah yang
rendah. Kondisi ini yang menyebabkan konstruksi bangunan didominasi oleh
bangunan berbetuk “rumah panggung”. Sebagian besar konstruksi bangunan ini
bersifat bangunan semi permanen dan non permanen yang terbuat dari bahan
kayu. Sehingga menyebabkan semakin besarnya tingkat kerawanan bencana
kebakaran dibandingkan dengan bangunan yang bersifat permanen. 19
Kejadian kebakaran di Kota Banjarmasin memang sangat sering terjadi.
Berdasarkan pengalaman penulis yang pernah tinggal di kota ini dari tahun 2009
s/d 2013, dalam seminggu bisa terjadi 5 kali kebakaran pemukiman, bahkan
pernah dalam 1 hari terjadi 3 kebakaran di lokasi yang berbeda. Data dari BPBDK
Kota Banjarmasin, sejak bulan Januari hingga awal Agustus 2015 telah terjadi 45
kali kebakaran yang mengakibatkan lebih dari 100 kepala keluarga kehilangan
tempat tinggal. 20 Selain itu, berdasarkan data Indeks Resiko Bencana Kebakaran
tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana
18 Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 19 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana, Banjarmasin, 2013, hlm 26
19 Achmad Sugianto HS, Efektifitas Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Pemadam Kebakaran (BPK) Mandiri sebagai Fungsi Pelayanan Publik (Objek Studi : Kota Banjarmasin), Universitas Diponegoro, Semarang, 2001, hlm 5
20 Duta TV Banjarmasin, Hingga Agustus 45 kali Kebakaran di Banjarmasin, Banjarmasin 2015
12
(BNPB) terlihat bahwa Kota Banjarmasin memiliki skor 22 yang termasuk kelas
resiko tinggi.21
Sebelumnya pada tahun 2002, masyarakat Kota Banjarmasin bersama
pihak swasta berinisiatif untuk melindungi diri sendiri terhadap bencana kebakaran
dengan menyediakan sendiri secara swadaya barang publik pemadam kebakaran
karena Banjamasin mengalami bencana kebakaran dengan frekuensi dan jumlah
kerugian yang tinggi sedangkan pemerintah kota Banjarmasin dianggap kurang
mampu melindungi warganya dari bencana kebakaran. Barang publik pemadam
kebakaran ini disediakan untuk kepentingan umum dengan pendanaan yang
dikelola sendiri baik secara mandiri maupun dengan sumbangan dari donatur. 22
Adanya kegiatan tersebut membuat pemerintah kota Banjarmasin
mengambil kebijakan untuk mengurangi biaya pengadaan barang publik
pemadam kebakaran dengan mengurangi peran pemerintah dalam operasional
pemadam kebakaran. Banyak aset mobil-mobil pemadam kebakaran (fire fighting
truck) milik pemerintah kota yang diserahkan pengelolaannya kepada pemadam
kebakaran swasta/swadaya masyarakat yang dinilai mampu dengan status
dipinjam pakaikan dan pemerintah kota Banjarmasin hanya bertindak sebagai
koordinator saja. 23
Semakin berkembangnya jumlah pemadam kebakaran swasta/swadaya
masyarakat di kota Banjarmasin terjadi karena jumlah armada pemadam
kebakaran pemerintah kota Banjarmasin (sisi penawaran) tidak bisa memenuhi
kebutuhan armada pemadam kebakaran di kota Banjarmasin (sisi permintaan).
Sehingga akibatnya masyarakat dan swasta berswadaya menyediakan sendiri
kebutuhannya akan pemadam kebakaran.24 Bahkan pada tahun 2004, BPK
21 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun 2013, Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, Sentul, 2013, hlm 266
22 Muhammad Mahyudi, Analisis Kebijakan Swastanisasi Layanan Jasa Publik Pemadam Kebakaran : Sebuah Studi Kasus Kota Banjarmasin, Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hlm 1
23 Ibid
24 Ibid, hlm 2
13
swasta dan swadaya di Banjarmasin berhasil memecahkan rekor MURI sebagai
pemadam kebakaran kota terbanyak se-Asia. 25
Selanjutnya pada tahun 2008, pemerintah Kota Banjarmasin mengeluarkan
sebuah perda untuk mengatur keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
pemadaman kebakaran yaitu Perda Kota Banjarmasin Nomor 13 Tahun 2008
pada Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi “Setiap penduduk yang berada di daerah
kebakaran dan mereka yang mengetahui terjadinya kebakaran wajib ikut serta
secara aktif membantu petugas melakukan pemadaman kebakaran, baik untuk
kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan umum” 26. Perda ini seolah-olah
melancarkan jalan pemerintah untuk melancarkan swastanisasi/swadayanisasi
pemadam kebakaran di Kota Banjarmasin.
Barisan Pemadam Kebakaran yang disediakan oleh swasta/swadaya
masyarakat di Banjarmasin dari segi kuantitas baik dari jumlah organisasinya
maupun jumlah anggotanya sudah sangat banyak. Tetapi dari segi kualitas baik
manajemen maupun dana masih sangat kurang. Begitu juga dari segi sarana,
karena hanya menggunakan peralatan rakitan yang sudah lama atau bekas pakai.
Jumlah peralatan yang terbanyak hanya pompa portabel dan trayler gandeng
rakitan bukan unit fire fighting truck yang sesuai standar, sehingga seringkali
menimbulkan kemacetan. Selain itu koordinasi yang kurang baik dengan sesama
pemadam kebakaran maupun dengan instansi terkait lainnya dan jumlah personil
yang kurang terlatih untuk penyelamatan korban kebakaran beserta peralatannya
juga menimbulkan masalah tersendiri. Jumlah perusahaan/barisan pemadam
kebakaran tumbuh dengan sangat pesat bahkan sudah kebanyakan sehingga
menyulitkan koordinasi antar barisan pemadam kebakaran tersebut. 27
Terkait masalah tersebut maka pada tahun 2010 dibentuklah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran (BPBDK) Kota Banjarmasin
berdasarkan Peraturan Daerah (perda) Kota Banjarmasin Nomor 17 Tahun 2010 25 Antara News, BPK Banjarmasin Pecahkan Rekor MURI, Banjarmasin, 2015, diakses dari : http://www.antaranews.com/berita/513984/bpk-banjarmasin-pecahkan-rekor-muri pada 14 Oktober 2015
26 Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran, Banjarmasin, 2008, hlm 10
27 Muhammad Mahyudi, Analisis Kebijakan Swastanisasi Layanan Jasa Publik Pemadam Kebakaran : Sebuah Studi Kasus Kota Banjarmasin, Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hlm 3
14
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan
Bencana Daerah dan Kebakaran Kota Banjarmasin. Pernyataan pembentukan
BPBDK Kota Banjarmasin tertuang dalam pasal 2 yang berbunyi “Dengan
Peraturan Daerah ini dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan
Kebakaran Kota Banjarmasin.” 28 Nama BPBDK sendiri mungkin menimbulkan
pertanyaan dan keheranan bagi sebagian pihak, karena di daerah lain BPBD
dengan pemadam kebakaran merupakan organisasi terpisah. BPBDK dibentuk di
beberapa kabupaten/kota di Kalimantan Selatan dimaksudkan untuk efisiensi
pegawai dan anggaran, selain itu seperti yang sudah disinggung sebelumnya,
bencana yang dominan terjadi di wilayah Kalimantan Selatan khusunya Kota
Banjarmasin adalah bencana kebakaran.
Pada Pasal 4 Perda Kota Banjarmasin Nomor 17 Tahun 2010 di atas juga
dijelaskan mengenai tugas-tugas BPBDK Kota Banjarmasin yaitu :
a. menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
penanggulangan bencana dan kebakaran yang mencakup pencegahan
bencana dan kebakaran, penanganan darurat, rehabilitasi, serta
rekonstruksi secara adil dan setara;
b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana dan kebakaran berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
c. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana
dan kebakaran;
d. menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana dan
kebakaran;
e. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana dan kebakaran
kepada Kepala Daerah setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan
setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
f. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;
g. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
28 Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran Kota Banjarmasin, Banjarmasin, 2010, hlm 6
15
h. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. 29
Dibentuknya BPBDK oleh Pemerintah Kota Banjarmasin ini bertujuan agar
ada unsur utama (leading sector) yang mampu memimpin koordinasi dalam
penanganan bencana kebakaran permukiman di Kota Banjarmasin. Diharapkan
dengan adanya BPBDK ini kuantitas dan kualitas BPK di kota ini semakin
meningkat. Dari segi kuantitas berupa jumlah BPK sendiri sudah terbukti
mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan diraihnya rekor MURI pada
tanggal 23 Agustus 2015 oleh BPK Kota Banjarmasin dengan gelar BPK swadaya
masyarakat dengan jumlah terbanyak, yaitu berjumlah 447 unit mobil BPK se-kota
Banjarmasin. Ini adalah rekor MURI kedua yang berhasil dipecahkan oleh BPK
Kota Banjarmasin. 30 Selain itu menurut Kasie Kesiapsiagaan BPBDK Kota
Banjarmasin, jumlah BPK yang terdaftar di instansinya setiap tahunnya terus
bertambah bahkan kini jumlahnya hampir mencapai 500 BPK unit darat
maupun unit sungai (menggunakan kapal), dan kebanyakan berasal dari
swadaya masyarakat. 31
Sumber : Dokumentasi MURI
Dari pembahasan yang telah dilakukan penulis, terbukti bahwa kegiatan
penanggulangan bencana kebakaran permukiman di Kota Banjarmasin
merupakan implementasi dari sistem pertahanan negara fungsi penindakan.29 Ibid
30 MURI, BPK Swadaya Masyarakat dengan Jumlah Terbanyak, Banjarmasin, 2015, diakses dari : http://www.muri.org/muri/rekor/14-kendaraan/3785-barisan-pemadam-kebakaran-swadaya-masyarakat-dengan-jumlah-terbanyak pada 15 Oktober 2015
31 Antara News, BPK Banjarmasin Pecahkan Rekor MURI, Banjarmasin, 2015, diakses dari : http://www.antaranews.com/berita/513984/bpk-banjarmasin-pecahkan-rekor-muri pada 14 Oktober 2015
16
BAB IV
PENUTUP
17
A. KESIMPULANHubungan antara sishanneg dengan penanggulangan bencana yaitu
penanggulangan bencana menjadi salah satu bagian dalam sishanneg yaitu
fungsi penindakan. Fungsi penindakan dalam penanggulangan bencana ini
menjadikan kementerian atau lembaga-lembaga non pertahanan seperti
BNPB dan BPBD sebagai sektor utama atau leading sector yang didukung
oleh unsur-unsur pendukung lainnya seperti pihak swasta maupun
masyarakat.
Implementasi fungsi penindakan sishanneg dalam penanggulangan
bencana dalam kasus kebakaran permukiman di Kota Banjarmasin yaitu yang
menjadi unsur utama adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan
Kebakaran (BPBDK) Kota Banjarmasin dan didukung oleh unsur lain terutama
Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) Swadaya Masyarakat.
B. SARAN1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran (BPBDK)
Kota Banjarmasin harus lebih meningkatkan koordinasi dan komunikasi
dengan Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) swasta dan swadaya
masyarakat agar dapat melakukan pemadaman kebakaran dengan
lebih kompak dan optimal.
2. Pemerintah daerah sebaiknya membuat peraturan daerah terkait
keberadaan dan aktivitas Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) swasta
dan swadaya masyarakat agar posisi mereka lebih jelas, terutama
terkait pembiayaan operasional BPK.
3. Sebaiknya diadakan pelatihan bagi para anggota BPK agar mereka
menyadari pentingnya keselamatan dan peran mereka sebagai
pendukung terlaksananya sistem pertahanan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
18
Antara News, BPK Banjarmasin Pecahkan Rekor MURI, Banjarmasin, 2015,
diakses dari : http://www.antaranews.com/berita/513984/bpk-banjarmasin-
pecahkan-rekor-muri pada 14 Oktober 2015.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indeks Risiko Bencana
Indonesia Tahun 2013, Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang
Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB : Sentul, 2013.
Bishop Victoria, Hazard and Responses Second Edition, Collins Educational,
London, 2001.
Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, UU RI Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, Jakarta, 2007.
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia
2008, Jakarta, 2008.
Duta TV Banjarmasin, Hingga Agustus 45 kali Kebakaran di Banjarmasin,
Banjarmasin, 2015.
Lasmono, Soal UTS Sishanneg Prodi Manajemen Bencana, Sentul, 2015.
Mahyudi Muhammad, Analisis Kebijakan Swastanisasi Layanan Jasa Publik
Pemadam Kebakaran : Sebuah Studi Kasus Kota Banjarmasin, Universitas
Indonesia : Jakarta, 2002.
MURI, BPK Swadaya Masyarakat dengan Jumlah Terbanyak, Banjarmasin, 2015,
diakses dari : http://www.muri.org/muri/rekor/14-kendaraan/3785-barisan-
pemadam-kebakaran-swadaya-masyarakat-dengan-jumlah-terbanyak pada 15
Oktober 2015.
Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor
13 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran ,
Banjarmasin, 2008.
Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor
17 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan
Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran Kota Banjarmasin,
Banjarmasin, 2010.
19
Sekretaris Daerah Kota Banjarmasin, Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor
19 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana, Banjarmasin, 2013.
Sugianto Achmad, Efektifitas Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan
Pemadam Kebakaran (BPK) Mandiri sebagai Fungsi Pelayanan Publik (Objek
Studi : Kota Banjarmasin), Universitas Diponegoro : Semarang, 2001.
Triutomo Sugeng, Pengantar Manajemen Bencana, Sentul, 2015.
Yusgiantoro Purnomo, Sistem Pertahanan Negara, Sentul, 2015.
20