imam baihaqi

Upload: akrom-pexal

Post on 07-Oct-2015

224 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Imam Baihaqi

TRANSCRIPT

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Imam al-Baihaqi

Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn Aliy ibn Abdullah ibn Musa al-Baihaqi.Ia dilahirkan pada bulan Syaban tahun 384 H di desa Khasraujird, daerah Baihaq, terletak di Naisabur. Naisabur pertama kali dikuasai umat Islam pada masa Umar ibn al-Khattab dibawah panglima al-Ahnaf ibn Qais. Ia belajar fikih dari Nashir al-Umari dan belajar ilmu Kalam Madzhab al-Asyari. Ia bekerja keras mengarang berbagai macam kitab. Ia adalah ahli Hadits yang paling cakap yang mampu menyatukan perbedaan paham. Ia cepat dalam memahami dan memiliki potensi kecerdasan yang sangat baik.Al-Baihaqi memperoleh ilmu dari para ulama yang mumpuni pada masanya. Dan hal itu terpantul pada karya-karya al-Baihaqi yang mencerminkan penguasaan dan kecintaannya terhadap sunnah, kecenderungannya pada kebenaran, dan pembelaannya terhadap madzhab Imam Syafii. Imam al-Haramain berkata, Tidaklah Syafii akan menjadi madzhab, kecuali jika ia memiliki pendukung yang kuat, dan tidak lain Ahmad bin al-Baihaqi melainkan sebagai pendukung kuat madzhab Syafii.Al-Baihaqi berkelana pergi ke Irak, kota-kota sekitar Irak (al-Jibal) dan ke Hijaz untuk belajar ilmu kepada para ulama. Diantara ilmu yang dikuasai oleh al-Baihaqi antara lain adalah ilmu Hadits, ilal al-Hadits,dan Fikih.

Diantara para ulama yang menjadi guru dari al-Baihaqi adalah :

1. Al-Hakim al-Naisaburi. Imam ahli Hadits pada masanya. Penyusun kitab al-Mustadrak ala al-Shahihain dan kitab ulum al-Hadits, al-Madkhal ila Marifat al-Iklil, Manaqib al-Syafii dan sebagainya.

2. Abu al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-Alawi al-Husna al-Naisaburi (w. 401 H)

3. Abu Abdurrahman al-Sullami Muhammad ibn al-Husain ibn Musa al-Azadi al-Naisaburi (303-412 H). Penyusun kitab Thabaqat al-Shufiyyah.

4. Abu Saad Abd al-Malik ibn Abi Usman al-Khurkusi al-Naisaburi (w. 407 H)

5. Abu Ishaq al-Thusi Ibrahim ibn Muhammad ibn Ibrahim (w. 411 H)

6. Abu Muhammad Abdullah ibn Yusuf ibn Ahmad al-Ashfahani, seorang tokoh tasawwuf dan ahli Hadits yang tsiqah. Al-Baihaqi banyak meriwayatkan Hadits darinya.[4]

Adapun para murid Imam al-Baihaqi diantaranya :

1. Abu Abdullah al-Farawi, Muhammad ibn Fadhl

2. Abu Muhammad Abd al-Jabbar ibn Muhammad ibn Ahmad al-Baihaqi al-khuwari

3. Abu Nashr ali ibn Masud ibn Muhammad al-Sujai

4. Zahir ibn Thahir ibn Muhammad

5. Al-Qadhi Abu Abdullah al-Husain ibn Ali ibn Fathimah al-Baihaqi

6. Ismail ibn Ahmad al-Baihaqi, anak penyusun kitab Sunan al-Shaghir

7. Abu al-Hasan Abdullah ibn Muhammad ibn Ahmad, cucu laki-laki Imam al-Baihaqi[5]

B. Karya-Karya Imam al-Baihaqi

Imam al-Baihaqi banyak menulis karya-karya dalam bidang Hadits, Fikih, dan Aqaid. Diantara karya-karya yang paling penting adalah sebagai berikut :

1. Al-Sunan al-Kubra

Kitab ini merupakan karya al-Baihaqi yang paling penting. Dalam kitab tersebut, al-Baihaqi mengumpulkan sabda, perbuatan dan persetujuan Nabi saw., hadits mauquf al-Shahabi, dan hadits mursal at-Tabii.kitab ini disusun berdasarkan bab-bab yang fikih. Kitab ini telah diringkas (ikhtishar) oleh tiga orang yaitu, Ibrahim ibn Ali (w. 744 H) dalam lima jilid, adz-Dzahabi (w. 748H) dan Abd al-Wahhab ibn Ahmad asy-Syarani (w. 974).

Alauddin Ali ibn Usman yang dikenal dengan Ibn al-Tarkimani (w. 750 H), melakukan pembahasan, analisis dan kritik terhadap kitab al-Sunan al-Kubra yang ia tuangkan dalam kitabnya yang berjudul al-Jauhar al-Naqi fi al-Radd ala al-Baihaqi dan dicetak bersamaan sebagai hasyiyah dari kitab al-Sunan al-Kubra.

2. Marifat al-Sunan wa al-Atsar

3. Al-Mabsuth,berisi perkataan dan teks-teks imam Al-Syafii

4. Al-Asma wa al-Shifat

5. Al-Itiqad

6. Dalail al-Nubuwwat wa Marifat Ahwal Shahib al-Syariah

7. Syuab al-Iman

8. Manaqib al-Syafii

9. Al-Dawat al-Kabir, memuat doa-doa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw.

10. Al-Zuhud al-Kabir

11. Itsbat Adzab al-Qabr wa sual al-Malakain

12. Takhrij Ahadits al-Umm, kitab ini mentakhrijkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al-Umm, karya Imam Syafii.

Imam al-Baihaqi meninggal dunia di Naisabur pada tanggal 10 Jumadi al-Ula tahun 458 H/ 1066 M dan dikuburkan di Baihaq[6].Menurut Imam al-Dzahabi, dalam kitab al-Ubur mengatakan, Imam al-Baihaqi meninggal pada usia 74 tahun.[7]

C. Setting Sejarah Masa Hidup Imam al-Baihaqi

Imam al-Baihaqi didaerah wilayah Naisabur, diwilayah Khurasan (Afganistan), pada masa disintegrasi daulah Abbasiyyah. Ketika itu kaum muslim terpecah belah berdasarkan politik, fikih dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar yakni, bangsa Ramawi, untuk mencerai-berekan mereka.Dalam kekrisisan ini Imam Al-Baihaqi hadir sebagai pribadi yang komitmen terhadap ajaran agama.Ia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran ajaran Islam dalam perilaku keseharian.[8]

Pada masa hidup al-Baihaqi, wilayah Khurasan dikuasai oleh dinasti Ghaznawiyah (999-1040 M).dinasti ini mempunyai peranan penting dalam melakukan islamisasi pada anak benua India (Afganistan, India dan Pakistan) serta Transaxonia. Daulah Ghoznawiyah dibangun oleh Sebuktigin (366-387 H/ 976-997 M) yang berpusat di daerah Ghazna disebelah selatan kota Kabul, Afganistan. Dari semula sebagai penguasa kota Ghazna saja, Sebuktigin kemudian memperluas wilayahnya ke Peshawar dan Punjab setelah mengalahkan konfederasi tiga raja Hindu.[9]

Era disintegrasi (kekacauan) daulah Abbasiyah menampakkan dua kecenderungan yang dominan.Pertama, merupakan kecenderungan abbasiyah yang mengarah pada dua percabangan cosmopolitan Islam dan kultur keagamaan Islam. ketika seni dan arsitektur, syair, sains, dan bentuk-bentuk tertentu dari literature prosa merupakan ekspresi elit istana, rezim, dan elit pemerintah. Perhatian elit istana juga meluas sampai pada sejumlah kajian keagamaan Islam.beberapa cabang aliran seperti sejarah, kajian politik, filsafat dan teologi dikembangkan di lingkungan istana maupun di lingkungan perkotaan.

Kecenderungan kedua, mengarah pada keragaman yang bersifat regional. Ketika Abbasiyah semakin lemah, Samarkand dan Bukhara, Naisabur dan Isfahan, Kairo Fez dan Cordoba menjadi kota-kota baru bagi peradaban Islam dengan menggantikan kedudukan kultur cosmopolitan tunggal yang dikembangkan oleh Abbasiyah, maka masing-masing kota besar tersebut melahirkan corak khusus yang berkenaan dengan motif-motif Islam dan warisan lokal.[10]

D. Latar Belakang Kitab al-Sunan al-Shaghir

Kitab al-sunan al-Shaghir atau al-Sunan al-Shughra, al-Mukhtashar fi al-Furu, riwayat Abi al-Qasim Zahir ibn Thahir al-Syahami[11]ini oleh al-Baihaqi diperuntukkan bagi orang-orang yang telah benar aqidahnya.Dalam muqaddimah kitabnya, al-Baihaqi menyatakan bahwa kitabnya tersebut memuat tentang berbagai hal yang harus dilalui oleh mereka yang telah lurus aqidahnya, yaitu memuat tentang ibadah, muamalah, munakahat, hudud, siyar, hukumat. Kitab ini juga dimaksudkan oleh al-Baihaqi sebagai bayan secara ringkas terhadap madzhab ahl al-Sunnah wa al-Jamaah dalam mengamalkan syariah.

Al-Sunan al-Shaghir bukanlah ringkasan dari kitab al-Sunan al-Kubra. Tidak semua hadits yang ada didalam kitab al-Sunan al-Shaghir terdapat didalam kitab al-Sunan al-Kubra, begitu juga sebaliknya,

Al-Sunan al-Kubra disusun oleh Imam al-Baihaqi dalam rangka membela fikih Imam Syafii dan memperkokoh pendapatnya dengan mengemukakan hadits dan syawahid yang banyak jumlahnya dan memenuhi isi kitab al-Kubra.Sedangkan sunan al-Shaghir disusun untuk memenuhi kebutuhan untuk orang yang mencari ilmu dan sebagai tuntunan dalam beramal untuk orang yang telah lurus aqidahnya.

E. Sistematika Penulisan Kitab al-Sunan al-Shaghir

Al-Sunan al-Shaghir memuat hadits-hadits Nabi Saw yang lengkap sanadnya, yaitu dari mulai gurunya al-Baihaqi terus bersambung sampai kepada Rasulullah saw. Tetapi seringkali al-Baihaqi juga menukilkn hadits secara muallaq, yaitu hanya mengemukakan rawi tingkat sahabat saja lalu diikuti dengan matannya.Didalamnya juga terdapat hadits mursal al-Shahabi dan al-Mauquf al-Tabii, terkadang juga pembahasan awalnya diawali dengan menyertakan ayat al-Quran, bahkan terdapat juga perkataan ulama, seperti Imam al-Syafii, yang ditulis didalamnya.Sehingga karenanya kitab ini tidak murni merupakan kitab hadits, tetapi merupakan perpaduan antara kitab fikih dengn kitab hadits.Dikatakan kitab fikih karena bahasannya berdasarkan pada bab-bab fikih yang juga menyertakan pendapat para sahabat, tabiin, dan para ulama lainnya. Dan dikatakan sebagai kitab hadits, karena memang dalam halaman-halaman pembahasannya lebih dominan memuat hadits yang disertakan dengan sanad dari al-Baihaqi dibandingkan pendapat-pendapat yang lain.

Rangkaian sanad yang terdapat dalam al-Sunan al-Shaghir berkisar antara 7 rawi sampai 9 rawi.Beberapa hadits yang terdapat dalam kitab al-Sunan al-Shaghir terkadang dijelaskan kualitasnya oleh Imam al-Baihaqi, namun banyak yang tidak diberi penjelasan.Dengan demikian hadits-hadits yang belum dijelaskan kualitasnya oleh al-Baihaqi harus diteliti lagi kualitasnya.

Dalam edisi cetakan Dar al-Fikr, Beirut tahun 1414 H, kitab ini dicetak dalam dua jilid. Jilid pertama meliputi biografi imam al-Baihaqi yang ditulis oleh muhaqqiq kitab: Abdullah Umar al-Hasanain, dan 10 kitab pertama, mulai dari muqaddimah sampai al-Faraid. Sedangkan jilid kedua diawali dari kitab al-Nikah dan diakhiri dengan kitab al-Makatib.Oleh Abdullah Umar al-Hasanain, setiap item tidak membedakan baik itu hadits ataupun non hadits diberi nomer urut.Penomerannya dimulai dari no.1 s.d. 4887.Hadits dan non hadits yang terdapat dalam kitab tersebut disistemasi sesuai dengan bab-bab fikih dan dibagi menjadi 28 kitab.[12]

Tetapi, ada perbedaan sedikit dengan kitab al-Sunan al-Shaghir yang ditahqiq oleh, Abd al-Salam Abd al-Syafi dan ditakhrij oleh Ahmad Qibbani, (cetakan Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah; tahun cet.pertama thn. 1412 H-1992 M), (kitab yang sedang penulis bahas) ini. Yaitu, dalam cetakan tersebut dituliskan juz-juznya, sedangkan pada cetakan Beirut: Daral-Fikr tidak ada. Cetakan jilid pertama terdapat 10 Juz, dan jilid kedua terdapat 8 juz, yang terdiri dari 28 kitab, 692 bab, didalamnya terdapat 2005 hadits yang mempunyai sanad lengkap dan al-aqwal (pendapat-pendapat dari para Ulama) juga beberapa hadits-hadits yang tidak lengkap sanadnya. Sehingga bila diagabungkan semuanya menjadi 4883 campuran hadits dan non hadits.[13]Penomeran hadits atu non haditsnya dimulai dari no.1 s/d 4883,. Sistematikanya bisa dilihat pada tabel berikut ini:

NO

JUZ KE/JUMLAH JUZ

NAMA KITAB

JML BAB

NO. HADITS/ NON HADITS

Muqaddimah

I

Muqaddimah mushannif

3

1-18

1

I

Al-Thaharah

22

19-224

2

II, III, IV

Al-Shalat

29, 51, 38=118

225-956

3

IV, V

Fadhail al-Quran

9, 4=13

957-1030

4

V

Janaiz

16

1031-1187

5

V, VI

Zakat

11, 6=17

1188-1318

6

VI

Al-Shiyam

36

1319-1481

7

VII, VIII

Al-Manasik

49, 8=57

1482-1910

8

VIII, IX

Al-Buyu

45, 34=79

1911-2371

9

IX, X

Al-Faraid

14, 12=26

2372-2446

10

X, XI

Al-Nikah

36, 19=55

2447-2756

11

XI

Al-Khulu wa al-Thalaq

18

2757-2876

12

XI, XII

Al-Ila

18, 8=26

2877-3055

13

XII

Al-Nafaqat

9

3056-3111

14

XII

Al-Jirah

15

3112-3208

15

XII, XIII

Al-Diyat

5, 8=13

3209-3379

16

XIII

Qital Ahl al-Baghy

4

3380-3406

17

XIII

Al-Murtad

4

3407-3433

18

XIII, XIV

Al-Hudud

12, 7=19

3434-3619

19

XIV

Al-Asyribah

16

3620-3758

20

XIV, XV

Al-Siyar

9, 19=28

3759-4046

21

XV

Al-Jizyah

10

4047-4145

22

XVI

Al-Shaid wa al-Dzabaih

26

4146-4353

23

XVI, XVII

Al-Aiman wa al-Nudzur

13, 6=19

4354-4477

24

XVII

Adab al-Qadhi

10

4478-4537

25

XVII

Al-Syahadat

11

4538-4713

26

XVIII

Al-Daawa wa al-Bayyinat

5

4714-4756

27

XVIII

Al-Itq

8

4757-4820

28

XVIII

Al-Makatib

9

4821-4883

BAB III

KESIMPULAN

Al-Baihaqi adalah seorang tokoh ahli hadits yang hidup pada masa kekacauan politik, yaitu ketika kekuasaan dan pusat peradaban Islam tidak lagi di kota Baghdad, melainkan sudah terdesentralisasikan kepada beberapa kota.

Kitab al-Sunan al-Shaghir ditulis oleh al-Baihaqi dengan maksud sebagai bayan singkat atas madzhab ahl Sunnah wa al-Jamaah dalam menerapkan dan mengamalkan syariah. Kitab ini merupakan perpaduan antara kitab fikih dengan kitab hadits.

Hadits-hadits dalam kitab al-Sunan al-Baihaqi ini, sebagian dijelaskan kualitasnya. Hadits yang ia jelaskan kualitasnya, sebagian shahih sebagiannya lagi dhaif. Adapun bagian terbesar, hadits-haditsnya tidak jelaskan kualitasnya, sehingga untuk mengetahui kualitasnya perlu diteliti ulang.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Sunan al-Shaghir, Imam Baihaqi(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah cet. pertama, thn. 1412H-1992 M)

al-Sunan al-Kubra, Imam al-Baihaqi (Beirut: Dar-alFikr thn. 1425-1426 H-2005 M)

Agung Danarta,Kitab al-Sunan al-Shaghir , dalam buku STUDI KITAB HADITS yang ditulis oleh Dosen-dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kali Jaga, Yogyakarta,

Souyb, Joesouf, Sejarah Daulat Abbasiyah, jilid II (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), 241

Imam Al Baihaqi (384 458 H)

Juli 12, 2011 by orgawam

Imam Al Baihaqi (384 458 H)

Imam Al Baihaqi, yang bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi, adalah seorang ulama besar dari Khurasan (desa kecil di pinggiran kota Baihaq) dan penulis banyak buku terkenal.

Al Baihaqi dilahirkan di desa kecil Khusraujirdi, Naisaburi, 384 H.

Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, Abu Abdullah Al-Hakim, penulis kitab Al Mustadrak ala Sahih Muslim and Sahih Al-Bukhari, Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran.

Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam.

As-Subki menyatakan: Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai Tali Allah dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadits.

Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisabouri dalam bukunya Thail Tareekh Naisabouri: Abu Bakr Al-Baihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz (Arab Saudi) kemudian banyak menulis buku.

Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadits-hadits dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku Al Marifa. Banyak imam terkemuka turut hadir.

Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian.

Sementara itu, dalam Wafiyatul Ayam, Ibnu Khalkan menulis, Dia hidup zuhud, banyak beribadah, wara, dan mencontoh para salafus shalih.

Beliau terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan fikih.

Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar.

Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam.

Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadits dari Tirmizi, Nasai, dan Ibn Majah. Dia juga tidak pernah berjumpa dengan buku hadits atau Masnad Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali). Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas.

Menurut ad-Dahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar, namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benar mengetahui sub-sub bagian hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad (sandaran atau rangkaian perawi hadits).

Di antara karya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra, menjadi karya paling terkenal. Buku ini pernah mendapat penghargaan tertinggi.

Dari pernyataan as-Subki, ahli fikih, usul fikih serta hadits, tidak ada yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam penyesuaian susunannya maupun mutunya.

Dalam karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabat itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya.

Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usai-usai juga dikaji orang.

Imam terkemuka ini meninggal dunia di Nisabur, Iran, tanggal 10 Jumadilawal 458 H (9 April 1066). Dia lantas dibawa ke tanah kelahirannya dan dimakamkan di sana. Penduduk kota Baihaq berpendapat, bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang pecinta hadits dan fikih, seperti Imam Baihaqi.

Banyak kitab-kitab karangannya, di antaranya:

1. Ahkamul Quran

2. Daawaat

3. Baatsi wan Nutsur

4. Al Audul Kabir

5. Al Itiqad (Ushuludin)

6. Kitabul ADAB

7. Kitabul Asrar

8. Kitabul Arbain

9. Fadlailul Auqaat

10. Al Marifah

11. Dalilun Nubuwah

12. Manaqib Syafii

13. Manaqib Ahmad ibn Hanbal

14. Bayan Khata man Akhta as Syafii. (Kesalahan orang yang menyalahkan Imam Syafii)

15. Khilafiyat bainal Hanafiyah was Syafiiyah. (Perbedaan antara madzab Hanafi dan Syafii)

16. As Sunan as Shagirah. (Hadits)

17. As Sunan al Kabirah. (Hadits)

18. Kitabul Asma was Shifat. (Ushuludin)

19. Nash-Nash (perkataan Imam Syafii)

20. Fadlailus Shahabah. (Kelebihan sahabat-sahabat)

Dikatakan oleh Imam as Subki dalam kitab Tabaqatus Syafiiyah al Kubra bahwa al Baihaqi telah mengarang lebih dari 1000 jilid kitab dalam berbagai vak. Imam al Baihaqi adalah penyiar faham Ahlus sunnah wal jamaah yang bermadzab Syafii.

.

Sumber:

1. http://abusyahirah.blogspot.com/2010/10/sejarah-ringkas-imam-al-baihaqi.html

2. Ulama Syafii dan Kitab-Kitabnya dari Abad ke Abad, KH Siradjuddin Abbas, Pustaka Tarbiyah, 1975.

Sejarah Ringkas Imam Al Baihaqi

Imam Al Baihaqi, yang bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi, adalah seorang ulama besar dari Khurasan (desa kecil di pinggiran kota Baihaq) dan penulis banyak buku terkenal.

Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, Abu Abdullah Al-Hakim, penulis kitab "Al Mustadrik of Sahih Muslim and Sahih Al-Bukhari", Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran.

Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam.

As-Sabki menyatakan: "Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai 'Tali Allah' dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadits."

Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisabouri dalam bukunya "Thail Tareekh Naisabouri": Abu Bakr Al-Baihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz (Arab Saudi) kemudian banyak menulis buku.

Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadits-hadits dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku 'Al Ma'rifa'. Banyak imam terkemuka turut hadir.

Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian.

Sementara itu, dalam Wafiyatul A'yam, Ibnu Khalkan menulis, "Dia hidup zuhud, banyak beribadah, wara', dan mencontoh para salafus shalih."

Beliau terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan fikih.

Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar.

Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam.

Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadits dari Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah. Dia juga tidak pernah berjumpa dengan buku hadits atau Masnad Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali). Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas.

Menurut ad-Dahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar, namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benar mengetahui sub-sub bagian hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad (sandaran atau rangkaian perawi hadits).

Di antara karya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra yang terbit di Hyderabat, India, 10 jilid tahun 1344-1355, menjadi karya paling terkenal. Buku ini pernah mendapat penghargaan tertinggi.

Dari pernyataan as-Subki, ahli fikih, usul fikih serta hadits, tidak ada yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam penyesuaian susunannya maupun mutunya.

Dalam karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabat itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya.

Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usai-usai juga dikaji orang.

Imam terkemuka ini meninggal dunia di Nisabur, Iran, tanggal 10 Jumadilawal 458 H (9 April 1066). Dia lantas dibawa ke tanah kelahirannya dan dimakamkan di sana. Penduduk kota Baihaq berpendapat, bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang pecinta hadits dan fikih, seperti Imam Baihaqi.

Sejumlah buku penting lain telah menjadi peninggalannya yang tidak ternilai. Antara lain buku "As-Sunnan Al Kubra", "Sheub Al Iman", "Tha La'il An Nabuwwa", "Al Asma wa As Sifat", dan "Ma'rifat As Sunnan cal Al Athaar".