ild

36
BAB I PENDAHULUAN Penyakit paru interstisial (Interstitial lung disease/ ILD) merupakan kelompok penyakit paru yang ditandai dengan alveolitis parenkim dan fibrosis. Di Amerika Serikat, 15% penderita yang memerlukan perawatan rumah sakit adalah penderita ILD dan 30 – 40% ILD adalah fibrosis paru idiopatik (Idiopathic Pulmonary Fibrosis/IPF/Cryptogenic Fibrosing Alveolitis/CFA). Suatu studi epidemiologi di New Mexico menemukan insidens ILD adalah 31,5 per 100.000 untuk laki-laki dan 26,1 per 100.000 untuk wanita, sementara IPF mencapai 45% penderita ILD. Dengan banyaknya jenis penyakit yang tergolong PPI, dimana masing-masing memiliki gambaran yang mirip, serta adanya teknik diagnostik yang selalu berkembang, batasan diagnosis penyakit- penyakit PPI juga berkembang terus. Oleh karena itu sungguh tidak mudah menegakkan diagnosis dalam kelompok PPI secara pasti dan akurat. Bahkan terkadang dengan dengan teknik diagnosis yang paling invasif pun diagnosis pasti PPI bisa tidak dapat ditegakkan. Apabila diagnosis bisa ditegakkan, terapi yang efektif seringkali juga tidak tersedia.

Upload: eksy-andhika

Post on 17-Nov-2015

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANPenyakit paru interstisial (Interstitial lung disease/ ILD) merupakan kelompok penyakit paru yang ditandai dengan alveolitis parenkim dan fibrosis. Di Amerika Serikat, 15% penderita yang memerlukan perawatan rumah sakit adalah penderita ILD dan 30 40% ILD adalah fibrosis paru idiopatik (Idiopathic Pulmonary Fibrosis/IPF/Cryptogenic Fibrosing Alveolitis/CFA). Suatu studi epidemiologi di New Mexico menemukan insidens ILD adalah 31,5 per 100.000 untuk laki-laki dan 26,1 per 100.000 untuk wanita, sementara IPF mencapai 45% penderita ILD.Dengan banyaknya jenis penyakit yang tergolong PPI, dimana masing-masing memiliki gambaran yang mirip, serta adanya teknik diagnostik yang selalu berkembang, batasan diagnosis penyakit-penyakit PPI juga berkembang terus. Oleh karena itu sungguh tidak mudah menegakkan diagnosis dalam kelompok PPI secara pasti dan akurat. Bahkan terkadang dengan dengan teknik diagnosis yang paling invasif pun diagnosis pasti PPI bisa tidak dapat ditegakkan. Apabila diagnosis bisa ditegakkan, terapi yang efektif seringkali juga tidak tersedia.

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN2.1 DefinisiPenyakit paru interstitial (PPI) atau interstitial lung disease adalah kelompok berbagai penyakit yang melibatkan dinding alveolus, jaringan sekitar alveolus dan jaringan penunjang lain di paru-paru. PPI merupakan gangguan akut dan kronik yang ditandai dengan inflamasi atau fibrosis pada unit alveolar-arteri and jalan napas distal. Karena penyakit-penyakit tersebut tidak hanya terbatas pada interstitium tetapi dapat mengenai berbagai komponen matriks di seluruh paru, maka deskripsi yang lebih akurat adalah penyakit paru parenkimal difus. Sifat- sifat interstitium yaitu (1)Terutama berasal dari jaringan ikat, (2) Berhubungan mulai dari alveolus sampai hilus, dan (3) Merupakan lapisan tipis yang terletak di antara sel epitel alveolus dengan sel endotel kapiler. Lapisan ini terdiri dari berupa kolagen, elastin, retikulin, membran basalis dan sel-sel mast, sel mesenkimal, histiosit, neutrofil, eosinofil, limfosit dan sel plasma.Penyakit interstitial sebenarnya dapat berupa penyakit infeksi dan penyakit non infeksi, tetapi sebagian besar yang dimaksud adalah penyakit berupa penyakit non-infeksi. Karena di antara interstitial dan alveolar hanya dibatasi oleh satu lapis sel, penyakit alveolar ataupun interstitial dapat saling mempengaruhi area masing-masing, misalnya pneumonia oleh karena pneumokokus yang sebetulnya adalah penyakit alveolar yang akan menimbulkan peradangan interstitial pula. Penyakit yang menyangkut kedua area ini disebut fibrosing alveolitis.Gambar 1. Organ Respirasi Manusia2.2 KlasifikasiSecara umum ILD dapat dibagi dalam 5 klasifikasi klinis yaitu (1) berhubungan dengan penyakit vaskular kolagen (Collagen vascular associated), (2) akibat pengaruh obat atau radiasi, (3) Primary or unclassified diasease related, (4) akibat pengaruh pekerjaan atau lingkungan, dan (5) penyakit fibrosis idiopatik (Idiopathic fibrotic disorders).PPI terdiri lebih dari 150 penyakit antara lain adalah fibrosis paru idiopatik, sarkoidosis, pneumonitis hipersensitivitas, pneumonitis radiasi, berbagai pneumonia eosinofilik, histiositosis X paru, limfangioleiomiomatosis, tuberus sclerosus serta berbagai kelainan paru akibat penyakit vaskular kolagen. Lupus erimatosus sistemik, artritis reumatoid, skleroderma, spondilitis ankilosa, sindrom Sjogren, polimiositisdermatomiositis serta mixed connective tissue disease (penyakit dengan gejala campuran dari berbagain penyakit vaskular kolagen) adalah beberapa penyakit vaskular kolagen yang dapat menyebabkan PPI.Walaupun penyakit interstitium banyak jenisnya, gejala, gambaran radiografi, fisiologi dan gambaran histologinya hampir sama. Untuk memudahkan penggolongan penyakit ini, dicari cara membedakannya, yaitu melihat ada tidaknya proses granulomatosa dan menilik penyebabnya. Setiap grup tersebut selanjutnya dapat dibagi atas subgroup berdasarkan ada tidaknya granuloma di interstitial atau sekitar vaskularnya. Klasifikasi penyakit-penyakit PPI tidak mudah untuk dilakukan. Apalagi ada ratusan penyakit yang bisa melibatkan interstitial paru, baik sebagai primer maupun sebagai gambaran multi organ suatu penyakit, misalnya pada berbagai penyakit-penyakit vaskular kolagen.Golongan terbesar PPI yang diketahui penyebabnya merupakan penyakit paru kerja dan lingkungan, termasuk di dalamnya akibat inhalasi debu inorganik, organik, serta berbagai gas beracun dan iritatif. Jumlah PPI yang tidak diketahui penyebabnya juga besar. Diantaranya adalah fibrosis paru idiopatik (FPI), sarkoidosis, pneumonitis hipersensitivitas dan berbagai hal yang diduga berhubungan dengan penyakit vaskular kolagen. Adapun klasifikasi PPI secara rinci adalah sebagai berikut:A. Collagen vascular diseases associated1. Scleroderma2. Polymyositis-dermatomyositis3. Systemic lupus erythematosus4. Rheumatoid arthritis5. Ankylosing spondylitis6. Mixed connective tissue disease7. Primary Sjogren syndromeB. Drug and treatment induced

1. Antibiotic2. Nitrofurantoina. Sulfasalazineb. Cephalosporinc. Minocycline3. Ethambutol4. Antiarrhytmica. Amiodaroneb. ACE-Inhibitorsc. Tocainided. Beta-blocking agents5. Anti-inflammatorya. Goldb. Penicillaminec. Nonsteroidal antiinflammatory agents6. Neutropic and psychotropica. Dilantinb. Fluoxetinec. Carbamazepined. Antidepressants7. Chemoterapeutic agentsa. Antibioticb. Mitomycin Cc. Bleomycind. Alkalating agentse. Busulfanf. Cyclophosphamideg. Chlorambucilh. Melphalani. Antimetabolitiesj. Methotrexatek. Azathioprinel. Cytosine arabinosidem. Nitrosoureasn. Carmustine (BCNU)o. Lomustine (CCNU)p. Othersq. Procarbaziner. Nilutemides. Alpha Interferont. Paclitaxelu. Interleukin-28. Ethambutol9. Antiarrhytmica. Amiodaroneb. ACE-Inhibitorsc. Tocainided. Beta-blocking agents10. Anti-inflammatorya. Goldb. Penicillaminec. Nonsteroidal antiinflammatory agents11. Neutropic and psychotropica. Dilantinb. Fluoxetinec. Carbamazepined. Antidepressants12. Chemoterapeutic agentsa. Antibioticb. Mitomycin Cc. Bleomycind. Alkalating agentse. Busulfanf. Cyclophosphamideg. Chlorambucilh. Melphalani. Antimetabolitiesj. Methotrexatek. Azathioprinel. Cytosine arabinosidem. Nitrosoureasn. Carmustine (BCNU)o. Lomustine (CCNU)p. Othersq. Procarbaziner. Nilutemides. Alpha Interferont. Paclitaxelu. Interleukin-2

C. Primary or unclassified disease related

1. Sarcoidosis2. Eosinophilic granuloma3. Amyloidosis4. Lymphangioleiomyomatosis5. Tuberous sclerosis6. Neurofibromatosis7. Lymphangitic carcinomatosis8. Gauchers disease9. Hermansky-Pudlak syndrome10. Adult respiratory distress syndrome11. Bone marrow transplantation12. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS)13. Postinfectiont14. Pulmonary vasculitis15. Respiratory bronchiolitis16. Interstitial cardiogenic pulmonary edema17. Pulmonary veno-occlusive disease18. Agnogenic myloid metaplasia 19. Familiarhemophagocytic lymphohistocytosis20. Diaberes mellitus21. Lysinuric protein deficiency22. Alveolar filling diseasea. Alveolar proteinosisb. Diffuse alveolar hemorrhage syndromesc. Lipoid pneumoniad. Bronchioalveolar carcinomae. Chronic aspirationf. Eosinophilic pneumoniag. Alveolar microlithiasish. Alveolar sarcoidosisi. Bronchiolitis obliterans organizing pneumonia23. Metastatic pulmonary calcification

D. Occupational and environmental exposure related

1. Inorganic2. Silicosis3. Asbestosis 4. Talc pneumoconiosis5. Diatomaceous earth pneumoconiosis6. Aluminum oxide fibrosis7. Berylliosis8. Hard metal fibrosis9. Coal workers pneumoconiosis10. Shale pneumoconiosis11. Siderosis (arc welders lung)12. Stannosis (tin)13. Silicone pneumonitis14. Wood burning interstitial fibrosis15. Textile workers pneumonitis16. Organic (hypersensitivity pneumonitis)17. Bagassosis (sugar cane)18. Bird breeders lung (pigeons,parakeets,etc)19. Chicken handlers lung20. Duck fever21. Dove handlers disease22. Farmers lung23. Coffee workers lung24. Tobacco growers lung25. Coptic disease (mummy wrappings26. Cheese workers lung27. Furriers lung28. Mushroom workers lung 29. Paprika spilitters lung30. Millers lung (wheat flour)31. Wood workers disease32. Sequoiosis33. Maple bark strippers lung34. Malt workers lung35. Tea growers lung36. Suberosis (cork)37. Lycoperdonosis (Lycoperdon puffballs)38. Compost lung39. Humidifier lung40. Sauna takers lung41. Woodmans disease (oak and maple)42. Paulis hypersensitivity pneumonitis (reagent)43. Pituitary snuff disease44. Detergent workers lung (isocyanates)45. Japanes summer-type hypersensitivity46. Thatched roof lung47. Familial hypersensitivity pneumonitis (wood dust)48. Vineyard sprayers lung49. Laboratory workers lung (rat urine)50. Mollusk shell hypersensitivity pneumonitis51. Goose down hypersensitivity pneumonitis52. Ceramic tile workers pneumoconiosis53. Toluene diisocyanate hypersensitivity pneumonitis54. Machine operators lung

E. Idiopathic fibrotic disorders

1. Acute interstitial pneumonia2. (Hamman-Rich syndrome)3. Idiopathic pulmonary fibrosis4. Familial idiopathic pulmonary fibrosis5. Lymphocitic interstitial pneumonitis6. Bronchiolitis obliterans organizing pneumonia7. Nonspesific interstitial pneumonia8. Desquamative interstitial pneumonitis9. Autoimmune hemolytic anemia10. Idiopathic thrombocytopenic purpura11. Cryglobulinemia12. Inflammatory bowel diseases13. Celiac disease14. Whipples disease15. Primary biliary cirrhosis16. Cryptogenic cirrhosis

2.3 EtiologiPenyebab PPI meliputi penyakit respirasi (misalnya pneumonia, sarkoidosis), penyakit autoimun, obat-obat dan terapi (misalnya bleomisin, oksigen, radiasi) dan faktor-faktor lingkungan pekerjaan. Penyakit paru interstitial bukanlah keganasan, juga bukan penyakit infeksi oleh organisme yang selama ini sudah dikenal. Walaupun seringkali ada varian akutnya namun umumnya penyakit ini berkembang perlahan-lahan secara kronik. 2.4 Patofisiologi Proses patogenesis ILD dimulai dengan jejas pada lapisan epitel alveolar yang mengakibatkan proses inflamasi dengan melibatkan berbagai sel-sel inflamasi dan sel efektor imun di dalam parenkim paru. Inisiasi jejas dapat melalui inhalasi (seperti inhalasi serat mineral atau debu mineral dari pajanan pekerjaan atau lingkungan), sensitisasi antigen (seperti pada hypersensitivity pneumonitis akibat pajanan lingkungan atau pekerjaan), melalui sirkulasi darah (seperti pada penyakit vaskular kolagen, drug-induced ILD, IPF dan lain-lain). Pada interstitium dalam keadaan normal ditemukan banyak sel efektor. Lebih dari 90 % sel ini adalah makrofag alveolus yang biasanya adalah monosit. Kegunaan makrofag alveolar adalah menfagositosis organisme maupun partikel kecil yang masuk ke dalam alveolus. Alveolitis menyebabkan perubahan struktur alveolar berupa penebalan dan fibrosis jaringan interstitial paru sehingga pada akhirnya terjadi penurunan fungsi paru karena alveoli tidak dapat melakukan pertukaran gas. Apabila jejas yang terjadi dapat dihindari atau dibatasi, maka proses inflamasi tidak akan berlanjut kemudian terjadi proses repair dan proses deposisi kolagen serta fibrosis tidak akan terjadi, . Namun apabila jejas terus berlanjut maka proses inflamasi akan berjalan terus sehingga terjadi proliferasi fibroblas, deposisi kolagen dan penyumbatan kapiler interstitial. Akibat dari parut dan distorsi jaringan paru yang ditimbulkannya, dapat terjadi gangguan pertukaran gas dan fungsi ventilasi yang serius. Patogenesis ini berlaku untuk hampir seluruh penyakit dalam klasifikasi ILD dengan pengecualian untuk beberapa penyakit tertentu misalnya limfangioleiomiomatosis, amiloidosis, lymphangitic carcinoma,, jaringan interstitial paru diinfiltrasi oleh otot polos, amyloid fibrils, dan sel ganas. Pada beberapa alveolar filling disorders, sebelum terjadi fibrosis interstitial dan intra-alveolar, terjadi pengisian ruang alveolar dengan sel darah merah (diffuse alveolar haemorrhage syndrome), eosinofil (eosinophilic pneumonia), eksudat lipoprotein (alveolar proteinosis) atau sel ganas (bronchioloalveolar carcinoma).2.5 DiagnosisPasien yang ditemukan dengan kecurigaan PPI harus dievaluasi lengkap untuk kemungkinan penyakit lain, karena infeksi (terutama pada imunodefisiensi dan transplantasi) bisa mempunyai gambaran yang mirip PPI. Demikian pula metastasis keganasan yang difus serta gagal jantung kongestif harus dipikirkan bila latar belakang kliniknya mendukung.PPI terdiri atas berbagai penyakit yang memiliki kemiripan dalam gejala, perubahan fisiologi, gambaran radiologi dan gambaran histopatologinya. Gejala umumnya berupa sesak napas saat beraktivitas. Fungsi respirasi menunjukkan gambaran restriktif. Terdapat pula gradien alveolar-arteri yang abnormal dan penurunan kapasitas difusi paru. Gambaran gejala histopatologi umum yang dimiliki oleh semua penyakit dalam kelompok ini adalah campuran antara infiltrat peradangan alveolus (aktif/akut) dengan daerah berparut / fibrotik (kronik). Pada stadium lanjut akan tampak kistik, gambaran sarang lebah. Gambaran ini disebut sebagai usual interstitial pneumonia.2.5.1 Anamnesis Proses diagnostik pada PPI dimulai dari riwayat faktor lingkungan, paparan pekerjaan, penggunaan obat dan riwayat keluarga. Riwayat penyakit sekarang harus dieksplorasi progresivitasnya, serta hubungannya dengan batuk darah, demam dan gejala-gejala di luar paru lainnya. Gejala yang kurang dari 4 minggu dengan demam mengarah pada BOOP, pneumonitis hipersensitif atau akibat obat. Sebaliknya gambaran akut seperti ini tidak ditemukan pada FPI, histiositosis paru dan PPI akibat penyakit jaringan ikat. Pasien dengan sarkoidosis dan sindrom Lofgren juga bisa terdapat demam sebentar, eritema nodosum dan artritis. Evaluasi umur, status merokok dan jenis kelamin juga bisa membantu. PPI umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama diatas 50 tahun. Sarkoidosis paru umumnya terjadi pada dewasa muda atau paruh baya. Granulomatosis sel Lagerhans (disebut juga histiositosis X paru atau granuloma eosinofilik) secara khas muncul pada perokok muda. RBILD muncul hanya pada perokok. Limfangiomiomatosis yaitu suatu kelainan yang jarang ditemukan dan terjadi hanya pada perempuan usia subur.Riwayat pekerjaan bisa mengarahkan pada kecurigaan inhalasi. Kecurigaan pneumonitis hipersensitivitas umumnya timbul setelah ada riwayat pekerjaan yang beresiko terhadap paparan zat inhalasi. Riwayat obat-obatan yang diminum, penggunaan obat-obat alternatif dan obat-obat yang dijual bebas perlu dicari karena banyak PPI merupakan akibat penggunaan obat. Riwayat disfagia atau aspirasi mengarahkan pada pneumonia aspirasi, scleroderma atau mixed connectice tissue disease. Sinusitis berulang mengarah pada granulomatosis Wagener.Batuk darah menunjukkan ke arah sindrom perdarahan alveolar seperti pada sindrom Goodpasture, lupus erimatosus sistemik, granulomatisis Wagener, kapilaritis paru. Artritis mencurigakan ke arah berbagai penyakit vaskular kolagen atau sarkoidosis. Gejala pada kulit dan otot mengarahkan pada dermatomiositis atau polimiositis. Sicca syndrome (mata dan mulut kering) mencurigakan akan sarkoidosis, sindrom Sjogren atau penyakit vaskular kolagen lainnya. 2.5.2 Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada sistem pernapasan seringkali tidak menolong penegakkan diagnosis. Sebaliknya temuan fisik di luar toraks sering membantu memperjelas penyakit yang terjadi. Misalnya kelainan kulit disertai dengan limfadenopati dan hepatosplenomegali mengarahkan pada sarkoidosis. Nyeri otot dan kelemahan otot paroksimal mencurigakan adanya pilomiositis. Adanya artritis mengarahkan pada sarkoidosis dan penyakit vaskular kolagen. Atralgia juga bisa terjadi pada FPI tetapi jarang sampai menyebabkan sinovitis atau artritis akut. Sklerodaktili, fenomena Raynaud dan lesi telangiektasia adalah gambaran khas skleroderma dan sinrom CREST. Iridosiklitis, uveitis tau konjungtivitis mungkin berhubungan dengan skleroderma dan sindrom vaskular kolagen. Kelainan saraf pusat disertai diabetes insipidus atau disfungsi kelenjar pituitary anterior mengarahkan pada sarkoidosis. Diabetes insipidus tanpa gangguan saraf pusat mencurigakan ke arah granulomatosis sel Lagerhans, sementara epilepsi dan retardasi mental menunjukkan adanya kemungkinan tuberous sclerosis.2.5.3 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium pada dugaan PPI harus meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, hiting jenis leukosit, laju endap darah, fungsi ginjal dan fungsi hati, elektrolit (Na, K, Cl, Ca), urinalisis dan tes penapisan untuk penyakit vaskular kolagen. Apabila diperlukan dapat juga diperiksa kadar Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan Creatinin Kinase (CK).Seluruh foto yang pernah dibuat harus dibandingkan. Dengan membandingkan kita bisa mendapatkan keterangan tentang awitan kronisitas, progresivitas, maupun stabilitas penyakit. Walaupun jarang, bisa saja ditemukan foto toraks yang normal pada PPI. Bila terdapat kelainan, distribusi dan gambaran kelainan dapat membantu mempersempit diferensial diagnosa.Gambaran kelainan yang didominasi daerah apeks/atas, mengarahkan pada sarkoidosis, beriliosis, granulomatosis sel Lagerhans, fibrosis kistik, silikosis dan ankylosing spondilitis. Gambaran kelainan yang didominasi daerah tengah dan bawah menunjukkan FPI, karsinomatosis limfangitik, pneumonia eosinifilik subakut, asbestosis, skleroderma dan artritis dermatoid. Adanya adenopati hilus bilateral sekaligus paratrakeal mencurigakan ke arah sarkoidosis. Adanya kalsifikasi kulit telur memungkinkan adanya sarkoidosis atau silikosis. Karsinomatosis limfangitik ditandai antara lain dengan garis Kerley B tanpa kardiomegali sementara gambaran paru adalah gambaran PPI. Gambaran infiltrat di lobus atas dan lobus tengah yang cenderung ke tepi sehingga bagian tengah atau hilis cenderung lebuh bersih, atau sering disebut bayangan film negatif dari edema paru mengarah ke pneumonia eosinofilik kronik. Infiltrat bilateral pada saat dan lobus yang sama mencurigakan ke arah BOOP, pneumonia eosinofilik kronik, PPI imbas obat, pneumonitis radiasi kambuhan/recall. Adanya plak atau penebalan lokal pleura pada gambaran umum PPI mengarah ke dugaan asbestosis. Penebalan pleura yang difus bisa juga pada pleurisy asbestos dan bisa juga akibat artritis reumatoid, skleroderma atau keganasan. Adanya efusi pleuri mencurigakan ke arah artrits reumatoid, lupus eritematosus sistemik, reaksi obat, penyakit paru akibat asbestos, amiloidosis, limfangioleiomiomatosis atau karsinomatosis limfangitik. Dalam konteks PPI, gambaran volume paru yang relatif normal atau bahkan membesar, mencurigakan ke arah adanya obstruksi saluran napas dan ini dapat terjadi pada limfangioleiomiomatosis, granuloma eosinofilik, pneumonia hipersensitivitas, tuberous sclerosis dan sarkoidosis. Dalam menafsirkan temuan ini, harus disadari bahwa foto toraks hanya memberikan penilaian semikuantitatif dari volume paru dan seringkali tidak mencerminkan keadaan fungsional dan histologis yang terjadi. Walau bagaimanapun juga kombinasi foto toraks dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, diagnosis bisa sangat mengarah.Apapun sebabnya, gangguan restriktif paru dan penurunan kapasitas difusi paru adalah gambaran yang dominan pada PPI. Akibatnya umumnya tes fungsi paru menunjukkan adanya PPI dan menunjukkan beratnya penyakit, tetapi tidak bisa membedakan berbagai penyebab PPI. FEV 1 % umumnya normal karena baik FEV maupun FVC sama-sama turun. Dlco adalah pemeriksaan selisih tekanan oksigen di alveolus dengan di arteri (PAO2-PaO2) bisa normal atau meninggi tergantung beratnya penyakit. Walaupun sangat tidak spesifik, pemeriksaan ini diyakini sebagai parameter yang sensitif untuk menilai adanya disfungsi paru terutama pada stadium dini. Dlco juga berguna untuk pengawasan perkembangan penyakit dan hasil pengobatan. Perubahan PAO2-PaO2 saat istirahat, FVC, dan Dlco dalam 1 tahun, akan menggambarkan prognosis PPI.Penyakit seperti polimiositis, scleroderma dan lupus eritematosus sistemik harus dipikirkan bila uji pada pasien yang kooperatif menunjukkan penurunan maximal voluntary ventilation (MVV) yang lebih besar dari penurunan maximal voluntary pressure = MIP) sehubungan dengan kelemahan otot. Bila terdapat kelainan obstruktif saluran napas, harus dipikirkan adanya PPOK, asma atau bronkiektasis yang menyertai PPI. Evaluasi fungsi paru saat latihan, baik tunggal maupun serial dapat membantu penatalaksanaan PPI. Beratnya hipoksemia imbas latih dan perbedaan tekanan O2 alveolus-arteri (gradient A-alfa O2) berhubungan dengan beratnya fibrosis paru.Diagnosis pasti ILD adalah dengan biopsi paru. Untuk mendapatkan hasil jaringan yang terbaik, biopsi dilakukan dengan open lung biopsy yang mortaliti dan morbiditinya tinggi. Selain itu bisa juga dengan prosedur video-assisted thoracoscopy (VATS) yang relatif lebih mahal dari biopsi transbronkial maupun dengan pemeriksaan bronchoalveolar lavage (BAL) yang merupakan pendekatan diagnostik lain dari ILD. Prosedur transbronkial dan BAL dilakukan dengan menggunakan bronkoskop serat lentur (fiberoptic bronchoscopy) yang morbiditi dan mortalitinya lebih rendah. Pemeriksaan BAL bertujuan untuk mendapatkan sampel sel-sel dan komponen nonselular dari unit bronkoalveolar yang dapat digunakan untuk menentukan diagnosis, menentukan stadium penyakit, dan menilai kemajuan terapi (follow up) pada beberapa penyakit ILD.2.6 Penyakit Paru Interstitial2.6.1 Fibrosis paru idiopatikFibrosis paru idiopatik atau cryptogenic fibrosing alveolitis (CFA/IPF) adalah salah suatu penyakit ILD yang etiologinya tidak diketahui, walaupun ada bentuk IPF yang diturunkan (bentuk familial), karena itu sebelum menegakkan diagnosis IPF perlu disingkirkan penyebab fibrosis paru seperti sarkoidosis, eosinophilic granuloma, penyakit vaskular kolagen, fibrosis paru akibat infeksi, aspirasi kronik, dan obat-obatan. Pada IPF terdapat kompleks imun dalam serum dan paru pada fase aktif penyakit. Walaupun kompleks imun dapat mengaktifkan sistem komplemen namun belum ada bukti bahwa proses ini terjadi dalam paru. Kompleks imun menstimulasi makrofag untuk melepaskan berbagai faktor antara lain leukotrien B4 (LTB4) yang menarik netrofil dan eosinofil. Makrofag alveolar juga melepaskan oksidan yang menyebabkan jejas pada epitel paru sehingga terjadi proliferasi fibroblas dan deposisi kolagen.Fibrosis paru idiopatik (FPI) sering juga disebut Cryptogenic Fibrosing Alveolitis (CFA). Gambaran umum FPI adalah batuk tak produktif, sesak yang progresif, ronki kering di akhir inspirasi, terutama di basal paru (walaupun pada stadium lanjut bisa sampai ke apeks). Bila terjadi konsolidasi alveolus, bisa terdengar suara napas bronkial. Jari tabuh terdapat pada sepertiga dari seluruh pasien, gambaran klinik lain pada stadium lanjut dapat ditemui sianosis, kor pulmonale, P2 (bunyi jantung kedua dari katup pulmonalis jantung) mengeras. Gambaran foto toraks menunjukkan bayangan retikular atau retikulonodular di bagian bawah kedua paru. Ukuran paru biasanya mengecil.Pada High Resolution CT scan (HRCT) akan tampak gambaran infiltrat alveolar fokal (ground glass) dengan ukuran heterogen, cenderung melibatkan daerah tepi (subpleural) dan basal. Terdapat ruang udara kistik menyerupai sarang lebah, bronkogram udara lebih jelas, permukaan pleura tampak kasar, dinding bronkus dan pembuluh darah tampak menebal.Gambaran HRCT akan berhubungan dengan manifestasi histopatologi dari penyakit ini. Gambaran ground glass pada umumnya (65%) adalah akibat alveolitis aktif walaupun bisa juga (35%) disebabkan oleh fibrosis. Gambaran retikular berupa persilangan garis-garis halus dan kasar merupakan akibat adanya fibrosis, kista-kista kecil (