iki lho tsf tsf tsf

11
PENGERTIAN Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Farmakope Indonesia Edisi IV menyebutkan bahwa krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.Secara tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yangmempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak(a/m)atau minyak dalam air (m/a). (Anonim, 1978???? FN) Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu: 1. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak Contoh : cold cream. Co l d c r e am a d a l a h s e d i a a n k o sme t i k a ya n g d i gu n a k a n u n t u k ma k s u d memberikan rasa dingin dan nyaman pada kul it , sebagai krim pembersih, berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar. 2. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air

Upload: riri-fauziyya

Post on 13-Dec-2014

133 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

iki lho TSF TSF TSF

TRANSCRIPT

Page 1: iki lho TSF TSF TSF

PENGERTIAN

Menuru t  Fa rmakope   Indones i a  Ed i s i   I I I , k r im ada l ah ben tuk

s ed i aan s e t engah pada t , be rupa emu l s i mengandung a i r t i dak ku rang

da r i 60% dan d imaksudkan un tuk pemaka i an l ua r .

Fa rmakope   Indones i a  Ed i s i   IV menyebutkan bahwa krim adalah bentuk

sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau

terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Kr i m   a d a l a h   s e d i a a n   s e t e n g a h   p a d a t ,  berupa emulsi kental

mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk  pemakaian luar.Secara

tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai

konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak(a/m)atau minyak dalam

air (m/a). (Anonim, 1978???? FN)

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-

asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih

ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu:

1. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak

Contoh : cold cream. Co l d c r e am a d a l a h s e d i a a n k o sme t i k a ya n

g d i gu n a k a n u n t u k ma k s u d memberikan rasa dingin dan nyaman pada kul it ,

sebagai krim pembersih, berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung

mineral oil dalam jumlah besar.

2. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air

Contoh : vanishing cream Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang

digunakan untuk maksud membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing

cream sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/film pada kulit

( Anonim, 2012 ).

CARA PEMBUATAN

Metode Pembuatan

1. Metode Pelelehan ( fusion)

Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah meleleh diaduk sampai

dingin. Yang harus diperhatikan: kestabilan zat khasiat.

2. Metode Triturasi

Zat yng tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis ditambahkan terakhir. Di sini

dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk melarutkan zat khasiatnya.

Page 2: iki lho TSF TSF TSF

Pada skala industri dibuat dalam skala batch yang cukup besar dan keberhasilan produksi

sangat tergantung dari tahap-tahap pembuatan dan proses pemindahan dari satu tahap

pembuatan ke tahap yang lain. Untuk menjaga stabilitas zat berkhasiat pada penyimpanan

perlu diperhatikan, antara lain:

. Kondisi temperatur /suhu

. Kontaminasi dengan kotoran

. Kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap.

Dasar – dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim) dapat dibagi:

1. Reduksi ukuran partikel, skrining partikel dan penyaringan.

Bahan padat dalam suatu sediaan diusahakan mempunyai ukuran yang homogen.

Skrining partikel dimaksudkan untuk menghilangkan partikel asing yang dapat terjadi

akibatadanya partikel yang terflokulasi dan aglomerisasi selama proses.

2. Pemanasan dan pendinginan

Proses pemanasan diperlukan pada saat melarutkan bahan berkhasiat, pencampuran bahan-

bahan semisolid pada proses pembuatan emulsi. Pembuatan sediaan semi solid dibutuhkan

pemanasan, sehingga pada proses homogenisasi bahan- bahan yang digunakan tidak

membutuhkan penanganan yang sulit, kecuali apabila didalam sediaan tersebut ada bahan-

bahan yang termolabil.

3. Pencampuran

Pencampuran terdiri tiga macam:

a. Pencampuran bahan padat.

Pada prinsipnya pencampuran bahan padat adalah menghancurkan aglomerat

yang terjadi menjadi partikel dengan ukuran yang serba sama.

b. Pencampuran untuk larutan.

Tujuan pencampuran larutan didasarkan pada dua tujuan yaitu: adanya transfer

panas dan homogenitas komponen sediaan.

c. Pencampuran semi solida.

Untuk pencampuran sediaan semi solid dapat digunakan alat pencampuran

dengan bentuk mixer planetary dan bentuk sigma blade. Alat dengan sigma

blade dapat membersihkan salep/ krim yang menempel pada dinding wadah

dan menjamin homogenitas produk serta proses transfer panas lebih baik.

4. Penghalusan dan Homogenisasi.

Proses terakhir dari seluruh rangkaian pembuatan adalah penghalusan dan

homogenisasi produk semi solid yang telah tercampur dengan baik.

Page 3: iki lho TSF TSF TSF

TEKNOLOGI PEMBUATAN

1. Nanoteknologi

Aplikasi nanoteknologi sangat luas sekali termasuk aplikasi dalam bidang kesehatan

dan farmasi yang mencakup penghantaran obat, implant medis, serta dalam bidang kosmetik

(Soebandrio, 2007).Di kosmetik contoh aplikasi nanoteknologi adalah penggunaan tabir

surya berbasis nanopartikel TiO2 dan ZnO (Merkle, 2007). TiO2 dan ZnO merupakan

perlindungan kulit secara fisik yang bekerja dengan cara memantulkan kembali sinar yang

mengenai kulit (Tranggono & Latifah, 2007).Produk nanopartikel untuk kosmetik dan produk

anti penuaan memiliki daya absorpsi yang cepat, penetrasi dan distribusi lebih baik, dan

memiliki tampilan sediaan yang lebih baik (Merkle, 2007).

Menurut Sherman, yang tercantum dalam buku Harry’s Cosmeticology enam faktor

yang mempengaruhi sifat reologi dan konsistensi dari suatu emulsi, diantaranya adalah

viskositas dari fase terdispersi (fase dalam), viskositas dari fase kontinu (fase luar), volume

konsentrasi dari fase terdispersi, sifat dari pengemulsi (emulgator) dan antramuka, pengaruh

elektroviskos, dan distribusi ukuran partikel dari globul globul.

ALAT

Xxx

FORMULASI

Bahan-bahan penyusun krim, antara lain:

Zat Aktif

Minyak

Air

Pengemulsi

- Bahan Pengemulsi

Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis

dan sifat krim yang akan dibuat /dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan

emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil alkohol, trietanolamin

Page 4: iki lho TSF TSF TSF

stearat, polisorbat, PEG. Sedangkan, bahan-bahan tambahan dalam sediaan krim, antara

lain: Zat pengawet, untuk meningkatkan stabilitas sediaan.

- Bahan Pengawet

Bahan pengawet sering digunakan umumnya metil paraben (nipagin) 0,12-

0,18%, propil paraben (nipasol) 0,02-0,05%. Pendapar, untuk mempertahankan pH

sediaan Pelembab. Antioksidan, untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya

pada minyak tak jenuh.

Formula standar krim :

R/ Cera alba 5 gr

Cetacium 10 gr

Adeps lanae 10 gr

Ol. Sesami 50 gr

Aqua 20 gr

Tincture benzoes 5 gr

Ada beberapa bahan yang juga dapat ditambahkan dalam formulasi krim untuk

meningkatkan efektifitasnya. Contohnya untuh meningkatkan efektifitas penetrasi obat dari

krim pada kulit. Senyawa peningkat penetrasi (penetration enhancers) lazim digunakan di

dalam sediaan transdermal dengan tujuan mempermudah transfer obat melewati kulit.

Rute pemberian obat secara transdermal merupakan suatu alternatif untuk menghindari

variabilitas ketersediaan hayati obat pada penggunaan per oral, menghindari kontak

langsung obat dengan mukosa lambung sehingga mengurangi efek samping obat tertentu,

juga untuk memperoleh konsentrasi obat terlokalisir pada tempat kerjanya. Namun, kulit

merupakan suatu ’barrier’ alami dengan lapisan terluar (stratum corneum) tersusun atas

jalinan kompak ’crystalline lipid lamellae’ sehingga bersifat impermeabel terhadap

sebagian besar senyawa obat (Khsirsagar, 2000 ).

Page 5: iki lho TSF TSF TSF

Senyawa peningkat penetrasi dapat memodifikasi atau melemahkan susunan lipid

interselluler stratum corneum sehingga transfer obat melalui kulit dapat ditingkatkan.

Senyawa peningkat penetrasi yang banyak digunakan adalah dimetil sulfoksida (DMSO),

dimetil asetamida (DMA), dimetil formamida (DMF), propilen glikol, gliserol dan lainlain

(Williams & Barry, 2004). Pemakaian pelarut organik seperti DMSO terbukti efektif

dalam meningkatkan penetrasi senyawa obat seperti golongan barbiturat, steroid, dan

griseofulvin, namun memiliki kelemahan diantaranya bersifat irritan, menyisakan

perubahan morfologis yang signifikan pada kulit dan toksik.

Penelitian kami sebelumnya menunjukkan bahwa VCO dapat meningkatkan laju

permeasi piroksikam dan klotrimazol dari sediaan krim. Kandungan asam lemak (terutama

asam laurat dan oleat) dalam VCO, sifatnya yang melembutkan kulit serta ketersediaan

VCO yang melimpah di Indonesia membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai

bahan pembawa sediaan obat, diantaranya sebagai peningkat penetrasi. Santoyo dan

Pygartua (2000) melaporkan bahwa asam oleat dan asam laurat dapat meningkatkan

absorpsi perkutan piroksikam secara invitro. (Lucida et al., 2008a & 2008b).

Modifikasi formulasi juga dapat dilakukan untuk meningkatkan stabilitas krim,

sebagai contoh yaitu modifikasi emulgator yang digunakan. Emulgator yang biasa digunakan

dalam pembuatan cream adalah tween dan span. Ermina Pakki dkk (2009) melakukan studi

untuk meneliti mengenai stabilitas krim antioksidan dari ekstrak biji kakao yang diformulasi

dengan beberapa macam emulgator. Pada penelitian ini digunakan emulgator tween® 60–

span® 60 , tween® 80–span® 80, novemer®, dan capigel®. Parameter pengujian yang dilakukan

meliputi perubahan organoleptis serta kestabilan fisika dari tiap sediaan krim yang dihasilkan

sebelum dan setelah kondisi penyimpanan dipercepat (pada suhu 5oC dan 35oC masing-

masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus) meliputi volume kriming, perubahan kekentalan,

dan ukuran tetes terdispersi serta inversi fase.

Didapatkan hasil dari pengamatan organoleptis memperlihatkan tidak ada perubahan

warna dan bau pada keempat krim. Analisis statistik menunjukkan bahwa variasi emulgator

memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas krim sebelum dan setelah kondisi

penyimpanan dipercepat, sedangkan terhadap ukuran tetes terdispersi tidak menunjukkan

pengaruh yang nyata. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kriming dan inversi fase

pada semua krim. Keempat krim yang diformulasi menggunakan variasi emulgator stabil

Page 6: iki lho TSF TSF TSF

secara fisik, namun yang paling stabil secara fisik adalah krim dengan emulgator tween® 80 -

span® 80 konsentrasi 5%.

Evaluasi Stabilitas Sediaan Krim

Stabilitas dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai ketahanan suatu produk sesuai

dengan batas-batas tertentu selama penyimpanan dan penggunaannya atau umur simpan suatu

produk dimana produk tersebut masih mempunyai sifat dan karakteristik yang sama seperti

pada waktu pembuatan. Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas dari sediaan farmasi,

antara lain; stabilitas bahan aktif, interaksi antara bahan aktif dengan bahan tambahan, proses

pembuatan bentuk sediaan, kemasan, cara pengemasan dan kondisi lingkungan yang dialami

selama pengiriman, penyimpanan, penanganan dan jarak waktu antara pembuatan dan

penggunaan. Faktor lingkungan seperti temperatur, radiasi cahaya dan udara (khususnya

oksigen, karbon dioksida dan uap air) juga mempengaruhi stabilitas. Demikian pula faktor

formulasi seperti ukuran partikel, pH, sifat dari air dan sifat pelarutnya dapat mempengaruhi

stabilitas (Osol et al, 1980; USP, 1990).

Pengujian yang dilakukan terhadap krim ini yaitu uji sifat fisik , uji sifat kimia dan uji

mikrobiologi.

1. Uji Stabilitas Fisik

Viskositas

Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya tahanan suatu cairan untuk

mengalir. Makin tinggi viskositas, makin besar tahanannya (Martin et.al, 1993).

Daya sebar

Dilakukan untuk mengetahui kecepatan penyebaran krim pada kulit yang sedang diobati

dan untuk mengetahui kelunakan dari sediaan tersebut untuk dioleskan pada kulit. Daya lekat.

Pengujian tehadap daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan krim melekat pada

kulit.

Uji Homogenitas

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Uji homogenitas

dilakukan dengan cara menoleskan sejumlah tertentu sediaan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak

terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

Pengamatan Stabilitas Sedíaan

Page 7: iki lho TSF TSF TSF

Masing-masing formula sedíaan dimasukkan ke dalam gelas ukur 25 ml, ditutup bagian

atasnya dengan plastik. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat sedíaan telah selesai

dibuat, penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu dilakukan pada temperatur kamar, bagian yang

diamati berupa pecah atau tidaknya emulsi, pemisahan fase, perubahan warna dan bau dari

sedíaan.

2. Uji Stabilitas Kimia

Pengukuran pH sediaan.

Pengukuran Ph dilakukan untuk mengetahui pH krim apakah sesuai dengan pH kulit.

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Pengukuran pH

dilakukan dengan menggunakan alat yang terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan

larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat

menunjukkan harga pH tersebut. Kemudiaan elektroda dicuci dengan air suling, lalu

dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram

sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda dicelupkan dalam

larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang

ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan. (Rawlins, 2003).

3. Uji Stabilitas Mikrobiologi.

Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap sediaan bebas dari

mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganisme hingga batas waktu tertentu.

Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai bentuk sediaan dan cara

pemberian obat. Tiap zat, cara pemberian dan bentuk sediaan memiliki karakteristik fisika-

kimia tersendiri dan umumnya rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme dan/atau

memang sudah mengandung mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mutu sediaan karena

berpotensi menyebabkan penyakit, efek yang tidak diharapkan pada terapi atau penggunaan

obat dan kosmetik. Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai

kandungan mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam rangka memberikan

hasil akhir berupa obat dan kosmetika yang efektif dan aman untuk digunakan atau

dikonsumsi manusia. Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk

menjaga atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorgansme yang

terdapat dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan.