ii. tinjauan pustaka a. tanah - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/5759/15/bab 2.pdf · 0,0075...

64
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh pada saat pengeboran. (Shirley. L.H, 2000). Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil akibat proses mekanis dan kimia. Pelapukan mekanis disebabkan oleh memuai dan menyusutnya batuan akibat perubahan panas dan dingin secara terus menerus yang akhirnya menyebabkan hancurnya batuan tersebut. Tiga bagian yang membentuk tanah, yaitu udara, air, dan partikel-partikel tanah itu sendiri kemudian membentuk suatu gumpalan yang mempunyai massa total tanah. Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat dan butiran mineral- mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan- bahan organik yang telah melapuk menjadi berpartikel padat disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. (Das, 1995).

Upload: hanga

Post on 03-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

Tanah didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan

batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat

ditembus dengan peralatan pengambilan contoh pada saat pengeboran.

(Shirley. L.H, 2000).

Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-partikel

yang lebih kecil akibat proses mekanis dan kimia. Pelapukan mekanis

disebabkan oleh memuai dan menyusutnya batuan akibat perubahan panas

dan dingin secara terus menerus yang akhirnya menyebabkan hancurnya

batuan tersebut. Tiga bagian yang membentuk tanah, yaitu udara, air, dan

partikel-partikel tanah itu sendiri kemudian membentuk suatu gumpalan

yang mempunyai massa total tanah.

Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat dan butiran mineral-

mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan-

bahan organik yang telah melapuk menjadi berpartikel padat disertai dengan

zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel

padat tersebut. (Das, 1995).

5

Pengertian tanah menurut Bowles (1984), tanah merupakan campuran

partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis unsur-unsur

sebagai berikut :

a. Berangkal (Boulder) adalah potongan batuan batu besar, biasanya lebih

besar dari 200mm-300mm dan untuk kisaran ukuran-ukuran 150mm-

250mm, batuan ini disebut kerakal (cobbles/pebbles).

b. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074mm–5mm,

yang berkisar dari kasar (3mm–5mm) sampai halus (< 1 mm).

c. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002mm–

0,074mm.

d. Lempung (clay) adalah partikel yang berukuran lebih dari 0,002mm,

partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi dari tanah yang

kohesif.

e. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam, berukuran lebih

dari 0,01mm.

Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian yang padat yang tidak terikat

satu dengan yang lain yang diantara terdiri dari material organik, rongga-

rongga diantara material tersebut berisi udara dan air. (Verhoef, 1994).

Tanah didefinisikan sebagai suatu lapisan kerak bumi yang tidak menjadi

satu dengan ketebalan beragam yang berbeda dengan bahan-bahan

dibawahnya, juga tidak beku dalam hal warna, bangunan fisik, struktur

susunan kimiawi, sifat biologi, proses kimiawi ataupun reaksi-reaksi

(Sutedjo, 1988).

6

B. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah

yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-

kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu

bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah

yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995).

Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang

karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannya sesuai

dengan perilaku umum dari tanah tersebut.

Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk menentukan kesesuaian terhadap

pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan tentang keadaan tanah dari

suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data dasar.

Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terinci mengenai

keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan

sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi,

dan sebagainya (Bowles, 1989).

Jenis dan sifat tanah yang sangat bervariasi ditentukan oleh perbandingan

banyak fraksi-fraksi (kerikil, pasir, lanau dan lempung), sifat plastisitas butir

halus. Klasifikasi bermaksud membagi tanah menjadi beberapa golongan

tanah dengan kondisi dan sifat yang serupa diberi simbol nama yang sama.

7

Ada dua cara klasifikasi yang umum yang digunakan:

1. Sistem Klasifikasi AASTHO

AASHTO (American Association of State Highway and Transportation

Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami beberapa kali

revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang, yang

diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade and

Granular Type Road of the Highway Research Board (ASTM Standar

No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan

untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar

(sub-base) dan tanah dasar (subgrade).

Sistem ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut :

a. Ukuran butir

Kerikil : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter

75 mm dan tertahan pada saringan diameter 2 mm

(No.10).

Pasir : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter

2 mm dan tertahan pada saringan diameter 0,0075

mm (No.200).

Lanau & lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter

0,0075 mm (No.200).

b. Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah

mempunyai Indeks Plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang. Nama

8

berlempung dipakai bila bagian-bagian yang halus dari tanah

mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.

c. Apabila ditemukan batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) dalam

contoh tanah yang akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus

dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentasi dari batuan yang

dikeluarkan tersebut harus dicatat.

Sistem klasifikasi AASTHO membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama

yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah berbutir yang 35 % atau kurang

dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No.200 diklasifikasikan

ke dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3. Tanah berbutir yang lebih dari 35

% butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam

kelompok A-4, A-5 A-6, dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4 sampai

dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung.

Untuk mengklasifikasikan tanah, maka data yang didapat dari percobaan

laboratorium dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan dalam

Tabel 1. Kelompok tanah dari sebelah kiri adalah kelompok tanah baik

dalam menahan beban roda, juga baik untuk lapisan dasar tanah jalan.

Sedangkan semakin ke kanan kualitasnya semakin berkurang

.

9

Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Metode AASHTO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi

kelompok

A-1 A-3

A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

Analisis ayakan (%

lolos)

No.10

No.40

No.200

Maks 50

Maks 30

Maks 15

Maks 50

Maks 25

Min 51

Maks 10

Maks 35

Maks 35

Maks 35

Maks 35

Sifat fraksi yang

lolos ayakan No.40

Batas Cair (LL)

Indeks Plastisitas

(PI)

Maks 6

NP

Maks 40

Maks 10

Min 41

Maks 10

Maks 40

Min 11

Min 41

Min 41

Tipe material yang

paling dominan

Batu pecah,

kerikil dan pasir

Pasir

halus

Kerikil dan pasir yang berlanau atau

berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi

kelompok A-4 A-5 A-6 A-7

Analisis ayakan (%

lolos)

No.10

No.40

No.200

Min 36

NNNNNN

Min 36

Min 36

Min 36

Sifat fraksi yang

lolos ayakan No.40

Batas Cair (LL)

Indeks Plastisitas

(PI)

Maks 40

Maks 10

Maks 41

Maks 10

Maks 40

Maks 11

Min 41

Min 11

Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Biasa sampai jelek

10

Gambar dibawah ini menunjukkan rentang dari batas cair (LL) dan

Indeks Plastisitas (PI) untuk tanah data kelompok A-2, A-4, A-5, A-6,

dan A-7.

Gambar 1. Nilai-nilai batas Atterberg untuk subkelompok tanah. (Hary

Christady, 1992).

2. Unified Soil Classification System (USCS)

Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System

(USCS) diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya

dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan

United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American

Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS sebagai

metode standar untuk mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk sekarang,

sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Sistem

klasifikasi USCS mengklasifikasikan tanah ke dalam dua kategori utama

yaitu :

11

a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan

pasir yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan

No.200. Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil

dan S untuk tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah

dengan simbol W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk tanah

bergradasi buruk.

b. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari

50% berat contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol

kelompok ini adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau

organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan

kandungan organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk

plastisitas rendah dan H untuk plastisitas tinggi.

Tabel 2. Indeks tanah USCS (Bowles, 1991)

Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks

Kerikil G Gradasi baik W

Gradasi buruk P

Pasir S Berlanau M

Berlempung C

Lanau M

Lempung C wL < 50 % L

Organik O wL > 50 % H

Gambut Pt

12

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Tan

ah b

erbu

tir

kas

ar≥

50%

bu

tira

n

tert

ahan

sar

ing

an N

o. 20

0

Ker

ikil

50

%≥

fra

ksi

kas

ar

tert

ahan

sar

ing

an N

o. 4

Ker

ikil

ber

sih

(han

ya

ker

ikil

)

GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit

atau sama sekali tidak

mengandung butiran halus

Kla

sifi

kas

i ber

das

arkan

pro

sen

tase

buti

ran

hal

us

; K

ura

ng

dar

i 5%

lolo

s sa

rin

gan

no

.20

0:

GM

,

GP

, S

W,

SP

. L

ebih

dar

i 12

% l

olo

s sa

ring

an n

o.2

00

: G

M,

GC

, S

M,

SC

. 5%

- 1

2%

lo

los

sari

ng

an N

o.2

00 :

Bat

asan

kla

sifi

kas

i y

ang m

empu

ny

ai s

imb

ol

dobel

Cu = D60 > 4

D10

Cc = (D30)

2 Antara 1 dan 3

D10 x D60

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit

atau sama sekali tidak

mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk

GW K

erik

il d

eng

an

Buti

ran

hal

us

GM Kerikil berlanau, campuran

kerikil-pasir-lanau

Batas-batas Atterberg di

bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir

dari diagram

plastisitas, maka dipakai dobel

simbol GC

Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di

bawah garis A

atau PI > 7

Pas

ir≥

50

% f

rak

si k

asar

l

olo

s sa

ring

an N

o. 4

Pas

ir b

ersi

h

(h

any

a p

asir

)

SW

Pasir bergradasi-baik , pasir

berkerikil, sedikit atau sama

sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60

SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama

sekali tidak mengandung butiran

halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk

SW

Pas

ir

den

gan

buti

ran

hal

us

SM Pasir berlanau, campuran pasir-

lanau

Batas-batas

Atterberg di

bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada

didaerah arsir

dari diagram plastisitas, maka

dipakai dobel

simbol SC

Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di

bawah garis A atau PI > 7

Tan

ah b

erbu

tir

hal

us

50%

ata

u l

ebih

lo

los

ayak

an N

o. 200

Lan

au d

an l

emp

un

g b

atas

cai

r ≤

50

%

ML

Lanau anorganik, pasir halus

sekali, serbuk batuan, pasir halus

berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.

Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang

di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis A CL-ML

20

4 ML ML atau OH

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Garis A : PI = 0.73 (LL-20)

CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan

sedang lempung berkerikil,

lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean

clays)

OL Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan

plastisitas rendah

Lan

au d

an l

emp

un

g b

atas

cai

r ≥

50

%

MH

Lanau anorganik atau pasir halus

diatomae, atau lanau diatomae,

lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan

plastisitas tinggi, lempung

“gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan

plastisitas sedang sampai dengan

tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat

tinggi

PT Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan

organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.

Index

Pla

stis

itas

(%

)

Batas Cair (%)

13

C. Sifat-Sifat Fisik Tanah

Sifat-sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak

penggunaan tanah. Kekokohan dan kekuatan pendukung, kapasitas

penyimpanan air, plastisitas semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi

fisik tanah. Hal ini berlaku pada tanah yang digunakan sebagai bahan

struktural dalam pembangunan jalan raya, bendungan, dan pondasi untuk

sebuah gedung, atau untuk sistem pembuangan limbah (Hendry D. Foth,

Soenartono A. S, 1994).

Untuk mendapatkan sifat-sifat fisik tanah, ada beberapa ketentuan yang harus

diketahui terlebih dahulu, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kadar Air

2. Berat Jenis

3. Batas-Batas Atterberg

4. Analisa Saringan

1. Kadar Air

Kadar air suatu tanah adalah perbandingan antara berat air yang

terkandung dalam tanah dengan berat kering tanah yang dinyatakan dalam

persen.(ASTM D 2216-98)

ω = 𝑾𝒘

𝑾𝒔 x 100% ……………………………………………………………………………(1)

Dimana : ω = Kadar air (%)

Ww = Berat air (gram)

Ww = Berat tanah kering (gram)

14

2. Berat Jenis

Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui berat jenis tanahnya

dengan cara menentukan berat jenis yang lolos saringan No. 200

menggunakan labu ukur.

Berat spesifik atau berat jenis (specific gravity) tanah (Gs) adalah

perbandingan antara berat volume butiran padat dengan berat volume air

pada temperatur 40C. Seperti terlihat pada persamaan di bawah ini :

Gs = (𝑾𝟐−𝑾𝟏)

(𝑾𝟒−𝑾𝟏)− (𝑾𝟑−𝑾𝟐) ………………………………………………………………………..(2)

Dimana : Gs = berat jenis

W1 = berat picnometer (gram)

W2 = berat picnometer dan bahan kering (gram)

W3 = berat picnometer bahan dan air (gram)

W4 = berat picnometer dan air (gram)

3. Batas Attenberg

Batas Attenberg adalah batas konsistensi dimana keadaan tanah melewati

keadaan lainnya dan terdiri atas batas cair, batas plastis dan indek

plastisitas.

a) Batas Cair (liquid limit)

Batas cair adalah kadar air minimum dimana tanah tidak mendapat

gangguan dari luar. (Scott.C.R, 1994). Sifat fisik tanah dapat

ditentukan dengan mengetahui batas cair suatu tanah, tujuannya

adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas

antara keadaan plastis dan keadaan cair. Batas cair ditentukan dari

alt uji Casagrande.(ASTM D 4318-00).

15

PI = LL - PL

𝐿𝐿 =W1−W2

PILog(N2

N1) ……………………………………….……………………………………(3)

Dimana : W = Kadar air (%)

N = jumlah pukulan

b) Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat

dibentuk secara plastis. Tujuannya adalah untuk menentukan kadar

air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan

keadaan semi padat.(ASTM D 4318-00).

Li = 𝝎−𝑷𝑳

𝑷𝑰 …………………………………………………………………………………(4)

Dimana : LI = Liquidity Index

ω = Kadar air (%)

PI = Plastic Index

PL = Batas Plastis

c) Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis. Seperti

pada persamaan berikut :

.......................................................(5)

Dengan : PI = Plastic indeks

LL = Liquid limit

PL = Plastic limit

16

Indek platisitas (PI) merupakan interval kadar air di mana tanah

masih bersifat platis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan

sifat keplastisan tanah.

4. Analisa Saringan

Tujuan dari analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi butiran

tanah. Dengan menggunakan 1 set saringan, setelah itu material organik

dibersihkan dari sample tanah, kemudian berat sample tanah yang tertahan

di setiap saringan dicatat. Tujuan akhir dari analisa saringan adalah untuk

memberikan nama dan mengklasifikasikan, sehingga dapat diketahui sifat-

sifat fisik tanah.(ASTM D 1140-00)

Pi = 𝑊𝑏𝑖−𝑊𝑐𝑖

𝑊𝑡𝑜𝑡 x100% ………………..…………………………………………………………..(6)

Dimana : Pi = Berat tanah yang tertahan disaringan (%)

Wbi = Berat saringan dan sample (gram)

Wci = Berat saringan (gram)

Wtot = Berat total sample (gram)

D. Tahanan Geser Tanah

1. Definisi Kuat Geser Tanah

Suatu beban yang dikerjakan pada suatu masa tanah akan selalu

menghasilkan tegangan dengan intesitas yang berbeda – beda di dalam

zona berbentuk bola lampu di bawah beban tersebut (Bowles,1993).

Kekuatan geser suatu tanah dapat juga didefinsikan sebagai tahanan

maksimum dari tanah terhadap tegangan geser di bawah suatu kondisi

yang diberikan (Smith, 1992).

17

Kuat geser tanah sebagai perlawanan internal tanah terhadap persatuan

luas terhadap keruntuhan atau pengerasan sepanjang bidang geser dalam

tanah yang dimaksud (Das, 1994).

2. Teori Kuat Geser Tanah

Menurut teori Mohr ( 1910 ) kondisi keruntuhan suatu bahan terjadi akibat

adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser.

Hubungan fungsi antara tegangan normal dan tegangan geser pada bidang

runtuhnya, dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

τ = ƒ(σ) .............................................................................................(7)

dimana :

τ = Kuat geser tanah pada saat terjadinya keruntuhan (failure)

σ = Tegangan normal pada saat kondisi tersebut

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir

tanah terhadap desakan atau tarikan (Hary Cristady, 2002).

Coulomb (1776) mendefinisikan ƒ(σ) seperti pada persamaan sebagai

berikut :

τ = c + σ tg φ ...................................................................................(8)

dengan :

τ = Kuat geser tanah ( kN/m2 )

c = Kohesi tanah ( kN/m2 )

φ = Sudut gesek dalam tanah atau sudut gesek internal ( derajat )

σ = Tegangan normal pada bidang runtuh ( kN/m2 )

18

Garis keruntuhan (failure envelope) menurut Coulomb (1776) berbentuk

garis lengkung seperti pada gambar 1 dimana untuk sebagian besar

masalah – masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan

sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara tegangan

normal dan kekuatan geser (Das,1995). Tanah, seperti halnya bahan padat,

akan runtuh karena tarikan maupun geseran. Tegangan tarik dapat

menyebabkan retakan pada suatu keadaan praktis yang penting. Walaupun

demikian, sebagian besar masalah dalam teknik sipil dikarenakan hanya

memperhatikan tahanan terhadap keruntuhan oleh geseran.

Gambar 2. Garis keruntuhan menurut Mohr dan Hukum keruntuhan

Mohr – Coulomb (Hary Cristady, 2002)

Jika tegangan – tegangan baru mencapai titik P, keruntuhan tanah akibat

geser tidak akan terjadi. Keruntuhan geser akan terjadi jika tegangan –

tegangan mencapai titik Q yang terletak pada garis selubung kegagalan

(failure envelope). Kedudukan tegangan yang ditunjukkan oleh titik R

tidak akan pernah terjadi, karena sebelum tegangan yang terjadi mencapai

titik R, bahan sudah mengalami keruntuhan.

19

Tegangan – tegangan efektif yang terjadi di dalam tanah sangat

dipengaruhi oleh tekanan air pori.

Terzaghi (1925) mengubah persamaan Coulomb seperti pada persamaan 9

dan persamaan 10 dalam bentuk tegangan efektif sebagai berikut :

τ = c’ + (σ – u) tg φ’ ...............................................(9)

τ = c + σ’ tg φ’ .............................................(10)

dengan :

c’ = kohesi tanah efektif (kN/m2)

σ’ = tegangan normal efektif (kN/m2)

u = tekan air pori (kN/m2)

φ’ = sudut gesek dalam tanah efektif (derajat)

3. Pengujian Kuat Geser Tanah

Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain :

a. Uji geser langsung (direct shear test)

b. Uji triaxial (triaxial test)

Dua metode pengujian geser di laboratorium yang paling umum

dipergunakan adalah pengujian geser langsung dan pengujian triaxial. Para

peneliti mekanika tanah pada tahap – tahap awal telah menunjukkan

bahwa uji tekan triaxial akan menghasilkan tekanan maksimum pada saat

runtuh yang akan cukup untuk memplot sebuah lingkaran Mohr

(Bowles,1993).

20

a. Uji Geser Langsung ( Direct Shear Test)

Cara pengujian geser langsung ini terdapat dua cara yaitu, tegangan

geser terkendali (stress controlled) dan regangan terkendali (strain

controlled).

Pada pengujian tegangan terkendali, tegangan geser diberikan dengan

menambahkan beban mati secara bertahap dan dengan penambahan

yang sama besarnya setiap kali sampai runtuh. Keruntuhan akan terjadi

sepanjang bidang bagi kotak besi tersebut. Pada uji regangan terkendali,

suatu kecepatan gerak mendatar tertentu dilakukan pada bagian belahan

atas dari pergerakan geser horisontal tersebut dapat diukur dengan

bantuan sebuah arloji ukur horizontal.

Gambar 3. Alat pengujian geser langsung

b. Uji Triaksial (Triaxial Test)

Diagram skematik dari pengujian triaksial dapat dilihat pada gambar 3.

Pada pengujian ini, dapat digunakan tanah benda uji dengan diameter

kira–kira 3,60 cm dan tinggi 7,65 cm.

21

Pengujian geser triaksial di lakukan terhadap sampel–sampel tanah

berbentuk silinder yang dibungkus dengan membran yang fleksibel.

Sebuah sampel dibuat terkekang oleh tekanan dengan menempatkannya

dalam suatu ruangan tekanan.

Kemudian diuji dengan menambah besarnya beban aksial sampai

sampel tanah runtuh. Prosedur tersebut kemudian diulang terhadap

sampel – sampel lainnya pada tekanan samping yang berbeda. Hasil

pengujian diinterprestasikan pada penggambaran lingkaran Mohr bagi

setiap sampel pada saat keruntuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan

menetapkan bahwa bidang horisontal dan vertikal adalah bidang –

bidang utama di mana tegangan – tegangan utama adalah tekanan

samping.

Gambar 4. Alat uji triaksial

Garis selubung kekuatan adalah sebuah kurva yang menyinggung pada

lingkaran Mohr seperti terlihat pada gambar 4. Titik – titik singgung

pada lingkaran Mohr menunjukkan kondisi tegangan pada bidang

runtuh bagi sampel tersebut. Arah dari bidang runtuh dapat diperoleh

22

dari lingkaran Mohr dengan menempatkan titik asal dari bidang –

bidang dan menarik sebuah garis dan titik tersebut ke titik yang

menunjukkan kondisi tegangan pada bidang runtuh.

Gambar 5. Garis selubung Lingkaran Mohr uji triaksial

Uji triaksial dapat dilaksanakan dengan tiga cara :

1. Uji triaksial Unconsolidated–Undrained (tak terkonsolidasi-tak

terdrainase) (UU).

2. Uji triaksial Consolidated–Undrained (terkonsolidated – tak

terdrainase) (CU).

3. Uji triaksial Consolidated–Drained (terkonsolidasi – terdrainase)

(CD).

Kuat geser tanah pada kondisi drainase terbuka (drained) tidak sama

besarnya bila diuji pada kondisi tak terdrainase (undrained). Kondisi

tak terdrainase (undrained) dapat digunakan untuk kondisi pembebanan

cepat pada tanah permeabilitas rendah, sebelum konsolidasi terjadi.

Kondisi terdrainase (drained) dapat digunkan untuk tanah dengan

permeabilitas rendah sesudah konsolidasi di bawah tegangan totalnya

telah selesai. Kuat geser tanah yang berpermeabilitas rendah, secara

23

bergantian berubah dari kuat geser undrained menjadi kuat geser

drained selama kejadian konsolidasi.

Keuntungan dari uji triaksial adalah bahwa kondisi pengaliran dapat di

kontrol, tekanan air pori dapat di ukur bila diperlukan, tanah jenuh

dengan permeabilitas rendah dapat dibuat terkonsolidasi serta cocok

untuk semua jenis tanah.

E. Lereng dan Longsoran

1. Analisis Lereng

Analisa stabilitas pada permukaan tanah yang miring ini, disebut analisis

stabilitas lereng. Analisis ini sering digunakan dalam perancangan

bangunan seperti: Jalan raya, jalan kereta api, bandara, bendungan,

saluran, dan lain-lainnya. Umumnya, analisa stabilitas dilakukan untuk

mengetahui keamanan dari lereng alam, lereng galian, dan lereng

timbunan tanah.

Dalam menganalisa lereng banyak faktor yang sangat mempengaruhi hasil

analisa antara lain: kondisi tanah yang berlapis-lapis, kuat geser tanah,

aliran rembesan air dalam tanah dan lain-lainnya. Terzaghi (1950)

membagi penyebab kelongsoran lereng terdiri dari akibat pengaruh dalam

(internal effect) yang menyebabkan turunnya kekuatan geser material

tanpa adanya perubahan kondisi luar antara lain pelapukan, perubahan

struktur material dan hilang sementasi material dan pengaruh luar

(external effect) yang menyebabkan naiknya gaya geser yang bekerja

selama bidang runtuh tanpa adanya perubahan kuat geser tanah antara lain

24

Perubahan geometri lereng, Penggalian pada kaki lereng, Pembebanan

pada puncak atau permukaan lereng bagian atas, Gaya vibrasi yang

ditimbulkan oleh gempa bumi atau ledakan, Penurunan muka air tanah

secara mendadak, perbuatan manusia mempertajam kemiringan tebing

ataupun memperdalam galian tanah dan erosi sungai. (Hardiyatmo,2002).

2. Kelongsoran Lereng

Longsoran adalah suatu proses perpindahan atau pergerakan massa batuan,

debris (campuran tanah dan butiran batu), dan tanah kearah lereng bagian

bawah. Perpindahan ini dapat disebabkan oleh kondisi geologi yang

kurang menguntungkan, gaya-gaya fisik alamiah atau akibat aktifitas

manusia, dan umumnya terjadi pada daerah yang cukup luas, dan

berukuran skala besar.

Kondisi material bukan merupakan penyebab utama terjadinya longsoran

melainkan kondisi yang diperlukan agar longsoran dapat terjadi.

Meskipun material pada lereng mempunyai kekuatan geser yang cukup

lemah, longsoran tidak akan terjadi apabila tidak ada proses-proses pemicu

longsoran yang bekerja. Proses-proses pemicu terjadi longsoran dapat

terjadi secara alami maupun oleh aktivitas manusia.

Terdapat beberapa faktor alami yang dapat memicu terjadinya longsoran

antara lain yaitu hujan lebat, erosi, pelapukan dan gempa bumi. Hujan

dengan intensitas yang cukup tinggi sehingga menyebabkan permukaan air

tanah naik, kekuatan geser berkurang, berat massa gelinciran bertambah

besar. Erosi pada lereng dapat menyebabkan tergerusnya kaki lereng

25

sehingga sudut kemiringan lereng bertambah terjal atau erosi dapat

merusak struktur penahan yang berada pada kaki lereng.

Pelapukan adalah suatu proses alami yang dapat merubah sifat kekuatan

material sehingga menjadi lebih lemah dan mudah runtuh. Proses

pelapukan dapat terjadi secara mekanik maupun kimiawi. Gempa bumi

akan menyebabkan goncangan pada tanah sehingga kekuatan material

akan berkurang atau bahkan hilang serta akan menambah resultan gaya

geser yang bekerja pada lereng.

Aktivitas manusia yang memicu terjadinya longsoran pada umumnya

berkaitan dengan pekerjaan konstruksi dan kegiatan yang merubah sudut

kemiringan lereng serta kondisi air permukaan dan air tanah. Perubahan

sudut kemiringan lereng antara lain disebabkan oleh kegiatan pertanian,

galian dan timbunan untuk konstruksi jalan raya, konstruksi gedung,

konstruksi jalan raya, serta operasi tambang terbuka. Apabila aktivitas-

aktivitas tersebut dikerjakan atau dirancang dengan sembarangan maka

longsoran dapat terjadi karena beban yang bekerja pada lereng melebihi

tahanan geser yang dimiliki oleh lereng. Perubahan pada saluran irigasi

atau limpasan permukaan dapat menyebabkan berubahnya kondisi

drainase permukaan, tingkat erosi semakin tinggi, ataupun dapat

menaikkan permukaan air tanah. Kenaikan permukaan air tanah dapat

menyebabkan bertambahnya tekanan air pori dan berkurangnya kekuatan

geser sehingga dapat memicu longsoran.

Klasifikasi longsoran berdasarkan pola pergerakan terbagi dalam tiga

jenis, yaitu gelincir (slide),jatuhan (fall) dan aliran (flow).

26

a. Gelincir (slide)

Gelincir terjadi akibat massa tanah bergerak pada suatu bidang yang

disebut bidang gelincir. Jenis-jenis gelincir berupa translasi, rotasi atau

kombinasi keduanya.

1. Gelincir rotasional

Gelinciran rotasional (rotational sliding) merupakan longsoran

dengan bidang runtuh yang cekung ke atas. Bentuk bidang runtuh

tersebut seringkali dihampiri sebagai busur lingkaran, gabungan dari

busur lingkaran dengan bidang planar, atau gabungan dari beberapa

garis lurus. Longsoran dengan bidang runtuh berbentuk busur

lingkaran biasanya sering terjadi pada tanah yang homogen. Untuk

tanah yang tidak homogen, bentuk bidang runtuh yang paling

mungkin terjadi adalah bidang runtuh yang bukan busur lingkaran.

Gelinciran rotasional juga dapat terjadi pada batuan yang telah

mengalami proses pelapukan dan alterasi yang kuat ataupun pada

timbunan dari batuan-batuan yang dihasilkan oleh kegiatan

penambangan.

Gambar 6. Tipe Gelincir Rotasional

27

2. Gelincir translational

Gelinciran translational (translational sliding) yaitu gelinciran yang

terjadi dengan bidang runtuh yang berupa bidang planar. Gelinciran

translasional antara lain dapat terjadi pada lapisan tanah tipis yang

berada di atas material yang sangat kokoh, seperti lereng timbunan

dari material tak berkohesi. Longsoran translasional juga dapat terjadi

pada lereng di mana terdapat bidang lemah yang mempunyai jurus

yang sejajar dengan permukaan lereng serta sudut kemiringan yang

lebih besar dari pada sudut gesek material.

Gambar 7. Tipe Gelincir Translational

b. Jatuhan (fall)

Runtuhan (fall) merupakan jatuhnya bongkahan batuan yang terlepas

dari lereng yang terjal. Bongkahan batuan tersebut dapat jatuh

melayang di udara, memantul beberapa kali pada permukaan bumi,

mengelinding atau kombinasi dari beberapa bentuk pergerakan tersebut.

Massa batuan jatuh tersebut mempunyai energi kinetik dan Termasuk

ke dalam kategori jatuhan adalah jatuh bebas (free fall) dan rolling serta

jungkiran.

28

1. Jatuh bebas dan rolling

adalah material jatuh bebas yang kehilangan kontak dengan

permukaan batuan. Pergerakan massa bergerak dari ketinggian

tertentu melalui udara.

Gambar 8. Tipe Kelongsoran Jatuh Bebas

2. Gulingan (topple)

adalah tergulingnya beberapa blok-blok batuan yang diakibatkan

oleh momen guling yang bekerja pada blok-blok batuan tersebut.

Longsoran tipe ini biasanya terjadi pada lereng-lereng terjal atau

bahkan vertikal yang memiliki bidang tak menerus yang hampir

tegak lurus. Momen guling tersebut dihasilkan oleh berat blok batuan

dan juga dapat diakibatkan oleh gaya hidrostatik dari air yang

mengisi pada bidang takmenerus.

Gambar 9. Tipe Kelongsoran Gulingan

29

c. Aliran (flow)

Aliran adalah suatu material lepas misalkan batuan lapuk atau tanah

yang setelah mengalami proses penjenuhan akan mengalir seperti

sifatnya fluida. Jenis aliran adalah sebagai berikut:

1. Aliran batuan lapuk atau material lepas

Aliran pada batuan lapuk termasuk ke dalam deformasi yang terus

menerus, termasuk juga rangkak. Aliran jenis ini umumnya

melibatkan rangkak dalam yang lambat dan perbedaan pergerakan

antara unit –unit yang utuh. Ciri-ciri pergerakan aliran pada batuan

lapuk adalah:

a. Terjadi di sepanjang permukaan geser yang tidak saling

berhubungan;

b. Distribusi kecepatan mirip aliran fluida yang kental.

2. Aliran pada tanah

Aliran pada tanah adalah pergerakan material yang menyerupai

fluida kental. Permukaan gelincir pada bidang material yang

bergerak dapat berupa permukaan tajam, perbedaan pergerakan

atau suatu zona distribusi geser. Rentang pergerakan mulai dari

sangat cepat sampai sangat lambat. Ciri-ciri pergerakan aliran pada

tanah adalah:

a. Pergerakan aliran terjadi ketika kondisi internal dan eksternal

menyebabkan tanah berperilaku seperti cairan dan mengalir ke

bawah meskipun kemiringan lerengnya landai;

30

b. Tanah mengalir bergerak ke berbagai arah serta tidak memiliki

permukaan keruntuhan yang terdefinisi secara jelas;

c. Permukaan keruntuhan berganda terbentuk dan berubah secara

terus menerus selama proses aliran terjadi; dan

d. Pergerakan aliran terjadi pada tanah kering maupun tanah basah.

Gambar 10. Tipe Kelongsoran Aliran

3. Rayapan

mempunyai kecepatan pergerakan yang sangat lambat, biasanya

merupakan pergerakan secara menerus ke bawah lereng dari batuan

lepas yang menutupi batuan dasar. Tanda-tanda terjadinya rayapan

antara lain yaitu pohon yang melengkung dan miring, tiang listrik

yang miring serta jalan atau pagar yang bergeser dari posisi

awalnya.

Gambar 11. Tipe Kelongsoran Rayapan

31

3. Prinsif Dasar Kestabilan Lereng

Masalah stabilitas lereng, baik yang alamiah maupun buatan, pasti

ditemukan di dalam banyak aktivitas manusia, secara khusus dalam

rekayasa teknik sipil (Zaruba dkk, 1982). Seorang insinyur teknik sipil

sering diminta membuat perhitungan untuk memeriksa keamanan lereng

alamiah, lereng galian, dan lereng timbunan. Pemeriksaan ini termasuk

menentukan kekuatan geser yang terbangun sepanjang permukaan

kelongsoran dan membandingkannya dengan kekuatan geser tanah.

Proses ini disebut analisis stabilitas lereng (Das, 1990).

Grafitasi akan selalu menyebabkan gaya tarik material peyusun lereng

bergerak ke bawah (hukum grafitasi), friksi (hambat lekat) memberikan

gaya perlawanan terhadap kecenderungan pergerakan akibat grafitasi,

friksi = 0, maka material tersebut akan mudah sekali tergelincir.

Dan semakin besar sudut lereng, maka akan semakin besar pula

kecenderungan untuk material tersebut bergerak ke bawah.

Maksud utama analisis stabilitas lereng adalah untuk mendukung upaya

desain bendungan, galian dan timbunan yang ekonomis dan aman

(Chowdury,1978 dalam Aryal, 2006).

Menurut Perloff (1976), metode-metode analisis stabilitas lereng pada

umumnya didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Kelongsoran suatu lereng tanah terjadi di sepanjang sebuah

permukaan kelongsoran partikular, sehingga dapat diasumsikan

bahwa kelongsoran tersebut merupakan suatu masalah dua dimensi.

32

b. Kelongsoran massa lereng bergerak sebagai suatu bagian yang kaku,

sehingga deformasi-deformasi yang terjadi pada bagian-bagian

tertentu dari massa itu tidak dipermasalahkan dalam analisis.

c. Tahanan geser massa tanah pada beragam titik sepanjang

permukaan kelongsoran tidak bergantung pada orientasi (arah)

permukaan kelongsoran, dengan kata lain, sifat kekuatan tanah

adalah isotropik.

Kondisi kestabilan bukit berdasarkan tahapan kondisi kestabilannya

dapat dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut:

1. Sangat stabil, pada tahap ini bukit mempunyai tahanan yang cukup

besar untuk mengatasi gaya-gaya yang menyebabkan bukit menjadi

tidak stabil.

2. Cukup stabil, pada kondisi bukit bukit mempunyai kekuatan yang

tahanan yang sedikit lebih besar daripada gaya-gaya yang

menyebabkan bukit menjadi tidak stabil serta terdapat kemungkinan

untuk terjadi keruntuhan bukit pada suatu waktu apabila gaya-gaya

yang menyebabkan terjadinya longsoran mencapai suatu nilai

tertentu.

3. Tidak stabil, bukit dinyatakan berada dalam kondisi tidak apabila

telah terdapat pergerakan secara kontinu atau berselang-seling.

4. Konsep Nilai Faktor Aman

Mendeterminasi dan membandingkan tegangan geser yang terbentuk

sepanjang permukaan bidang gelincir terhadap kuat gesernya atau yang

33

lebih disebut Factor of Safety (Fs), Prinsip dari analisis stabilitas lereng

adalah menentukan faktor keamanan.

Banyak rumus perhitungan Faktor Keamanan lereng (material tanah)

yang diperkenalkan untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng ini.

Rumus dasar Faktor Keamanan (Safety Factor, Fs) lereng (material

tanah) yang diperkenalkan oleh Fellenius dan kemudian dikembangkan

adalah : (Lambe& Whitman, 1969; Parcher & Means, 1974)

Gambar 12. Sketsa lereng dan gaya yang bekerja

Dimana :

τ = cL+{(W+V)cosα-µ}tanø

s = (W+V)sinα

F = ∑ τ/s (sepanjang bidang gelincir)

Keterangan :

F = Faktor keamanan lereng (tidak bersatuan)

L = Panjang segmen bidang gelincir (meter)

Τ = Gaya tahanan geser (ton/m2)

s = Gaya dorong geser (ton/m2)

c = Kohesi (ton/m2)

34

ø = Sudut geser dalam massa lereng (derajat)

W = Bobot massa diatas segmen L (Ton)

V = Beban luar (Ton)

µ = Tekanan pori

α = Sudut yang dibentuk oleh bidang gelincir dengan bidang

horizontal (derajat)

Gambar 13. Sketsa gaya yang bekerja (τ) dan (s) pada satu sayatan

Secara umum, faktor keamanan didefinisikan sebagai berikut (Bowles,

1984):

d

fsF .............…………………………….(11)

dengan:

Fs = Faktor keamanan

r = Kuat geser tanah rata-rata (kN/m2)

d = Tegangan geser tanah rata-rata (kN/m2).

35

Kelongsoran pada lereng mengindikasikan bahwa kekuatan geser rata-

rata pada permukaan kelongsoran itu telah mencapai batasnya

(overestimated) (Terzaghi dkk, 1996).

Untuk menentukan faktor keamanan lereng pada longsor, rotasi

dilakukan dengan trial and error sehingga didapat nilai Fs yang kecil

sebagai dasar penentuan stabilitas lereng. Untuk melakukan proses trial

and error ini dapat dilakukan dengan membuat suatu program komputer.

Faktor keamanan (Fs) dihitung pada kondisi tanah tidak jenuh, Fs sesuai

dengan persamaan (11), sedangkan kondisi tanah jenuh sesuai persamaan

(12) (Das, 1993).

(12)

(13)

dimana :

W = berat total irisan tanah (kgf/m3)

l = panjang segmen beban W (m)

u = tekanan air pori (kgf/m2)

φ’ = sudut geser dalam efektif (o)

c’ = kohesi efektif (kgf/m2)

5. Faktor-faktor Penyebab Longsoran

Secara keseluruhan faktor-faktor penyebab longsoran dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Kondisi Morfologi (sudut Lereng, relief, dll.)

36

b. Kondisi Geologi

- Jenis batuan/tanah

- Karakteristik keteknikan batuan/tanah

- Proses pelapukan

- Bidang bidang diskontinuitas (pelapisan)

- Permeabilitas batuan/tanah

- Beban dinamik tanah/batuan (Gempa dan vulkanisme)

c. Kondisi Klimatologi (curah hujan, dll)

Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi

kadar air (water content, %) dan kejenuhan air (Saturation; Sr, %).

d. Kondisi Lingkungan/Tata Guna Lahan (hidrologi, vegetasi, dll)

e. Aktivitas Manusia (pertanian, irigasi,transportasi, dll)

6. Perbaikan Lereng

Dalam buku petunjuk perencanaan dan penanggulangan longsoran yang

dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan nomor SKBI –

2.3.06.1987 dan UDC:624.13(083.7) Bab III Prinsip Dasar

Penanggulangan Longsoran, perbaikan lereng dapat dilalkukan dengan 4

prinsif dasar yaitu :

1) Mengubah Geometri Lereng

yaitu perbaikan lereng dengan cara merubah geometri lereng, hal

itu dapat dilakukan dengan cara pemotongan dan penimbunan pada

ujung kaki lereng. Metode penanggulangan seperti ini memiliki

prinsip mengurangi daya dorong dari massa tanah yang longsor,

37

dan menambah gaya penahan dengan cara penimbunan pada ujung

kaki lereng.

2) Mengendalikan Air Permukaan

Dimaksudkan untuk mengurangi tekanan air pori, bisa dilakukan

dengan cara penanaman, tata aliran air dan perbaikan permukaan

lereng.

3) Mengendalikan Air Rembesan

Dimaksudkan untuk mengurangi muka air tanah di daeah

longsoran. Metode yang sering digunakan antara lain : sumur

dalam, penyalir tegak, penyalir mendatar, pelantar, sumur pelega,

penyalir parit pencegat, penyalir liput, dan elektro osmosis.

4) Penambatan dan Tindakan Lain

Penambatan berfungsi sebagai pengikat massa batuan/tanah yang

akan bergerak, sedangkan tindakan lain yang dimaksud adalah

penggantian material, stabilisasi, bangunan silang, penggunaan

bahan ringan, dan relokasi.

F. Kestabilan lereng

1. Jenis-Jenis Lereng dan Analisanya

a. Lereng Non Kohesif Tak terhingga

Tanah sering dianggap sebagai homogen; walaupun demikian, dalam

situasi sebenarnya, tanah mungkin sangat berlapis dengan kuat geser

yang berbeda-beda. Gambar 14.a memperhatikan penampangan

melintang sebuah lereng tak terhingga pada tanah tidak kolektif tanpa

38

rembesan. Ketebalan yang tegak lurus terhadap bidang kertas ini adalah

1 satuan (1M).

Gambar 14. Lereng Tak Terhingga dengan Tanah Tidak Kohesif

Apabila kita pisahkan satu elemen, seperti terlihat pada gambar 14.b,

dan memeriksa gaya-gaya untuk stabilitas yang sejajar dengan lereng

akan diperoleh rumus:

W tan - W cos tan = 0 ................(14)

Dan dengan menyelesaikannya kita peroleh:

= …………(15)

Untuk stabilitas rembesan konstan dan muka air tanah terletak pada

permukaan tanah, kita dapatkan dari gambar 14.c

n= h cos cos = cos2 …………(16)

t = h sin cos ………....(17)

39

Tegangan akibat tekanan pori adalah:

w h sin cos + h sin cos - h cos2 tan = 0 ……...….(18)

Dengan menyelesaikan untuk sudut lereng kritis x didapat

tantan

……...….(19)

Atau

tantan 1

w

………....(20)

Sebagai contoh, tanpa air = t w = 0 dengan air = 17,8 – 9,8 =8,0

dan, sudut kN/M3 dan = 320 lereng kritis adalah :

01 7,1532tan8,17

8tan

…………(21)

Maka dengan air, sudut lereng yang aman secara teoritis x untuk tanah

tidak kohensif hanyalah sekitar setengah dari besarnya tanpa air

b. Lereng Kohensif Tak Terhingga

Dengan kondisi tanpa air, kita peroleh

1 = h sin cos (tegangan) .………...(22)

n = h cos2 (tegangan) ………….(23)

tegangan lawan adalah:

s = cd = tan d ………..….(24)

dimana cd dan d parameter-parameter kuat desain dan bukan nilai

tanah yang sebenarnya kecuali faktor kemanan F = 1. pada F= 1,

kuat s = t, dan dengan subtitusi. Persamaan-persamaan (22) dan

(23) ke dalam (24) diperoleh :

h sin cos = cd + h cos2 tan d ………….(25)

40

atau kohesi desain adalah:

cd + h cos2 (tan d) ………….(26)

nilai ketebalan lempeng lempung kritis adalah:

d

tan-tan

seccH d

………….(27)

ini dapat diilustrasikan dengan lingkaran mohr seperti terlihat pada

gambar 15.b dimana OA menunjukan tegangan normal pada suatu

tinggi yang kurang dari kritis dan OB menunjukan tegangan normal

pada tinggi kritis, pada waktu mana t = BD. Kita lihat bahwa

apabila > keruntuhan tidak akan pernah terpotong (aman secara

teoritis). Secara alternatif dapat ditulis:

dH

tantancosc

N 2ds

………….(28)

dH

tantancosc

N 2ds

………….(31)

Gambar 15. Lereng Tak Terhingga Pada Tanah Kohesif

dimana Ns = bilangan stabilitas yang biasa dipakai dalam literatur

(beberapa pengarang telah memakai Ns sebagai γH/c, sehingga

41

pembaca harus memperhatikan bagaimana Ns ini dipakai, sehingga

hasil yang ganjil tidak akan diperoleh. Bilangan stabilitas, yang

tanpa dimensi, memungkinkan kombinasi dari tiga parameter

masalah kedalam satu nilai tunggal dan memungkinkan kombinasi

dari tiga parameter masalah kedalam satu nilai tunggal dan

memungkinkan pemakaian grafik yang sederhana untuk menunjukan

hubungan-hubungan stabilitas.

Dengan rembesan pada kedalamn penuh yang akan ditinjau, bilangan

stabilitas menjadi:

dt tantancosN 2

s

………….(29)

Apabila garis Aliran paling atas berbeda pada jarak dibawah dan

sejajar dengan permukaan tanah, dan berat tanah pada zona xx

adalah nilai kita dapatkan:

dan

jenuhH

h

jenuhjenuh

jenuh

H

h

1

1111 1tan1 cos2 Ns

...(30)

c. Lereng Terhingga

Dalam perencanaan, secara umum bentuk permukaan kelongsoran

diasumsikan dan penentuan letak kelongsoran tersebut dilakukan

secara coba-coba (Fredlund dkk, 1993). Kebanyakan peristiwa

kelongsoran lereng terjadi dengan bentuk bidang kelongsoran berupa

lingkaran (Collin, 1846 dalam Hardiyatmo, 2007). Permukaan

kelongsoran lereng berbentuk lingkaran dapat terjadi pada lereng

dengan lapisan tanah yang homogen, tanah liat homogen

42

(homogeneous clay), suatu massa tanah isian (fill) di atas tanah

lembek (weak soil), atau timbunan (embankment) di atas tanah liat

berlanau yang lunak (soft silty clay).

Metode analisis stabilitas lereng dengan permukaan kelongsoran

berbentuk lingkaran pertamakali diperkenalkan oleh Hultin dan

Petterson pada tahun 1916 (Brand dkk,1981). Kemudian metode ini

dikembangkan oleh Fellenius (1918) hingga kemudian terkenal

dengan sebutan metode lingkaran kelongsoran swedia (Swedish Slip

Circle Method) (Perloff dkk, 1976).

Apabila terdapat gaya-gaya rembesan. Kita perlu menentukan lokasi

garis freatik dan membuat sketsa suatu jaringan aliran. Garis-garis

ekipotensial memotong busur percobaan dan dengan tinggi tekan

(head) yang diketahui, tekanan pada titik-titik ini dapat dihitung

untuk memberikan profil tekanan seperti terlihat pada gambar 12.b.

Intergritas numerik atas daerah ini dapat dibuat untuk mendapatkan

gaya air total U, yang garis kerjanya berpusat dilingkaran O. nilai U

ini ditambah secara vektor terhadap vektor berat W dengan garis

kerja yang baru dan lengan mopmen yang diukur sepanjang x.

Faktor keamanan yang dihasilkan adalah:

XW

cABR )(Fs

………….(31)

43

Gambar 16. Lingkaran Keruntuhan Percobaan dengan dan Tanpa

Gaya-gaya Air

Analisis busur lingkaran untuk lereng yang homogen (Gambar 16.a)

dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Dapatkan berat massa keruntuhan W dan lengan momennya

terhadap titik O. ini dapat dilakukan dengan memakai planmeter

untjk luas (dan berat) dan membuat potongan kertas tebal yang

digantung dengan tali pada dua atau lebih titik untuk

mendapatkan pusatnya.

2. Ukur sudut, ubah menjadi radian, dan hitung panjang busur

sebagai AB = RQ

3. Hitung faktor keamana sebagai:

XW

cABR

GulingMomen

LawanmomenR

)( ………….(32)

2. Metode Analisa Kestabilan Lereng

Secara garis besar, metode analisis kestabilan lereng dapat dibagi

menjadi:

44

a Metode pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung

di lapangan dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak

atau diperkirakan bergerak dan yang yang tidak, cara ini

memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan memanfaatkan

pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara ini kurang teliti,

tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada

resiko longsor terjadi saat pengamatan. Cara ini mirip dengan

memetakan indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng.

b Metode komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan

rumus (Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-

lain). Cara Fellenius dan Bishop menghitung Faktor Keamanan

lereng dan dianalisis kekuatannya. Menurut Bowles (1989), pada

dasarnya kunci utama gerakan tanah adalah kuat geser tanah yang

dapat terjadi :

(1) tak terdrainase,

(2) efektif untuk beberapa kasus pembebanan,

(3) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan

waktu) atau dengan kedalaman,

(4) berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan

waktu) atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi

peningkatan air tanah.

Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis

lereng tanah melalui metoda sayatan, hanya longsoran yang

mempunyai bidang gelincir saya yang dapat dihitung.

45

c Metode grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah

standar (Taylor, Hoek & Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren).

Cara ini dilakukan untuk material homogen dengan struktur

sederhana. Material yang heterogen (terdiri atas berbagai lapisan)

dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara komputasi).

Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram)

dapat menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan dengan cara

mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan

batuan.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studi-studi

yang menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka dibagi 3

kelompok rentang Faktor Keamanan (F) ditinjau dari intensitas

kelongsorannya (Bowles, 1989), seperti yang diperlihatkan pada tabel

dibawah.

Tabel 4. Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng Dan Intensitas

Longsor

Nilai Faktor Keamanan Kejadian (Intensitas Longsor)

F kurang dari 1,07

F antara 1,07 sampai 1,25

F diatas 1,25

Longsor biasa terjadi (Lereng labil)

Longsor pernah terjadi (Lereng kritis)

Longsor jarang terjadi (Lereng relatif Stabil

Faktor Keamanan (Fs) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai

metode. Longsoran dengan bidang gelincir (slip surface), Fs dapat

dihitung dengan metoda sayatan (slice method) menurut Fellenius atau

Bishop. Untuk suatu lereng dengan penampang yang sama, cara Fellenius

dapat dibandingkan nilai faktor keamanannya dengan cara Bishop.

46

Dalam mengantisipasi lereng longsor, sebaiknya nilai Fs yang diambil

adalah nilai Fs yang terkecil, dengan demikian antisipasi akan

diupayakan maksimal.

a. Metode lingkaran

Ketika kelongsoran terjadi dimana permukaan kelongsoran

berpotongan dengan lereng tepat pada atau di bawah kaki lerengnya,

maka ini disebut suatu kelongsoran pada kaki lereng (toe failure)

dan lingkaran kelongsorannya disebut sebagai suatu lingkaran kaki

lereng (toe circle) (Gambar 2.17).

Apabila garis kelongsoran berpotongan pada lereng di atas kaki

lereng, maka model ini disebut kelongsoran pada badan lereng

(slope failure) dan lingkaran kelongsoran disebut sebagai suatu

lingkaran badan lereng (slope circle) (Gambar 2.18). Kelongsoran

yang terjadi pada permukaan kelongsoran dan melewati beberapa

jarak di bawah kaki lereng disebut sebagai suatu kelongsoran dasar

Gambar 17. Tipe Kelongsoran kaki lereng (toe circle) (Das, 1990)

47

(base failure) dan lingkaran kelongsoran dalam kasus ini disebut

suatu lingkaran tengah (a midpoint circle) (Gambar 2.19). Di bawah

lingkup tertentu, kelongsoran lereng dangkal dapat juga terjadi

(Gambar 2.15).

Salah satu prosedur yang digunakan dalam analisis stabilitas lereng

dengan permukaan kelongsoran berbentuk lingkaran yaitu Prosedur

Massa.

Dalam kasus ini, massa tanah di atas permukaan kelongsoran

diambil sebagai satu kesatuan. Prosedur ini berguna apabila tanah

yang membentuk lereng diasumsikan homogen, walaupun ini tidak

sesuai untuk lereng-lereng alami (Das, 1990) .

Gambar 18 Kelongsoran Badan Lereng (slope failure)

(Das, 1990)

48

Konsep lingkaran frisik dapat dipakai untuk kondisi lereng tertentu

pada tanah homogen dengan kuat gesar sebesar

s =cd + tan d ………….(33)

dimana:

cd , d = parameter-parameter kuat geser desaign dan xx tegangan

normal pada permukaan gelincir

Gambar 2.21 memperlihatkan konsep umum. Gambar 2.21.a

mengilustrasikan lingkaran percobaan dan gaya yang berkerja pada

tanah yang tidak mengandung air. Tahanan geser diperoleh dengan

Gambar 20. Kelongsoran lereng dangkal

(Das, 1990)

Gambar 19. Kelongsoran Dasar Lereng (base failure)(Das,1990)

49

menjumlahkan gaya friski disepanjang busur untuk mendapatkan

(telah diketahui bahwa kita memakai nilai-nilai desaign C dan )

FR = tandNdsc ………….(34)

Gambar 21. Sistem Gaya Lingkaran

Atau secara alternatif:

F R = Cs + Fs

= cAB + N tan

= cAB + W cos tan ………….(35)

Seperti pada gambar 21.c, bahwa tahanan geser berkombinasi

dengan huruf N untuk memberikan sebuah vektor P yang berkerja

pada sudut xxx terhadap garis singgungan pada busur. Garis kerja

P yang diperpanjang akan memberikan lengan momen terhadap

titik O sebesar xxx dihitung sebagai:

50

X = R sin ………….(36)

Untuk semua vektor dp, lengan momen xx merupakan bagian dari

lingkaran kecil dengan jari-jari R sin xx. Lingkaran kecil dengan

pusat O ini disebut lingkaran. Kohensi adalah bebas terhadap

data dedngan memperhatikan bahwa garis singgung yang umum

dapat diperoleh untuk komponen dari Cs ditiadakan, dengan

menyebabkan momen-momen disepanjang busur La dan terhadap

panjng tali busur lc lita daptkan

cLca = cLaR ………….(37)

Yang mengahsilkan lengan momen ekivalen sebesar

C = Rc

a

L

L ………….(38)

Dengan nilai lengan momen ini, gaya kohesi ekuivalen dapat

dihitung sebagai :

Cs = cLc ………….(39)

Untuk suatu sistem gaya dalam keseimbangan momen dan statis,

sistem harus berimpit, dengan FH dan Fv= 0. Sebuah poligon

gaya dapat dipakai untuk gaya-gaya seperti terlihat pada gambar

1c, dengan kemiringan P didapat dari perpotongan-perpotongan

bahwa P tepat menyinggung lingkaran . Biasanya kita anggap

bahwa P tepat mentingggung lingkaran , karena perbedaan

maksimumnya biasanya kurang dari 7 persen. Gaya berat W

didapat dengan mengukur luas dengan planimeter atau dengan

analisis penampang-penampang geometris yang sederhana. Garis

51

kerjanya diperoleh dengan memotong model kertas tebal dan

menggantungnya pada dua atau lebih titik. Beberapa lingkaran

percobaan akan diperlukan untuk mendapatkan F minimum, yang

telah dihitung sebelumnya, yaitu:

gulingMomen

LAwanMomenF ………….(40)

Pemeriksaan atas poligon gaya dalam gambar 16-4c menunjukan

bahwa:

W = f ( H) ………….(41)

C = f(c) ………….(42)

P = f () ………….(43)

Maka terdapat lima variabel. Kita dapat mengkombinasikan H, x,

dan c kedalam variabel tunggal Ns seperti telah dibahas

sebelumnya sehingga variabelnya berkurang menjadi tiga. Dalam

prakteknya, empat dari variabel-variabel tersebut harus diketahui;

walaupun demikian, dengan memakai variabel tidak berdimensi Ns,

studi paramatrik untuk suatu lereng tertentu akan dapat dibuat

dengan cukup mudah.

b. Metode Sayatan

Dalam prosedur ini, tanah di atas permukaan kelongsoran dibagi

menjadi beberapa buah irisan vertikal yang paralel. Stabilitas setiap

irisan dihitung secara terpisah (Das, 1990). Para peneliti

menemukan banyak jenis metode analisis berdasarkan metode irisan

dan variasi hasil perhitungan nilai faktor keamanan antar metode-

52

metode analisis ini adalah berkisar kurang lebih lima persen (5%)

(Singh, 1970 dalam Al-Karni dkk, 1999).

1. Analisis stabilitas lereng metode irisan biasa (Ordinary

method of slices)

Metode irisan biasa secara umum digunakan untuk membagi

bagian kelongsoran ke dalam beberapa irisan vertikal (Das,

1990).

Diasumsikan bahwa berat irisan ke n atau ke i (Wn atau Wi ) di

atas pias berlaku pada titik tengah area irisan. Dengan asumsi-

asumsi tersebut hubungan di bawah ini dibuat (Bowles,1984):

iii CosWN . ….........….........………………………(44)

iii WT sin. .........................…………………………(45)

i

ii

xb

cos

………………………….…………………..(46)

i

iiisi

xcWcbNF

costancostan

…..…….(47)

)arctan(x

yi

..............................................................(48)

dengan:

i = Nomor urut pias dihitung dari kiri gambar.

Wi = Berat pias ke –i (kN)

Ni = Beban tegak lurus pada dasar pias ke –i (kN)

Ti = Vektor gaya berat Wi sejajar dasar pias (kN)

siF = Gaya tahan geser (kN)

53

ib = Lebar alas pias (m)

Δx = Jarak horisontal antar pias (m)

Δy = Jarak vertikal antar pias (m)

α = Sudut kemiringan lereng pias ke –i (0)

c = Kohesi (kN/m2)

= Sudut friksi (0)

= Tegangan normal pada permukaan kelongsoran potensial

(kN/m2)

Gambar 22. Pembagian massa tanah dalam beberapa irisan

(Das, 1990)

Keseimbangan momen di sekitar titik O menggunakan

penjumlahan semua irisan yang ada di dalam lingkaran

kelongsoran, dirumuskan dalam persamaan di bawah ini

(Bowles,1984):

0sin iisi RWRF ......……………………(49)

dengan:

R =Jari-jari lingkaran kelongsoran kritis (m)

siF = Gaya tahan geser tanah (kN)

O

bi

αi

Wi

R

R

i

Fsi

54

Gambar 23. Gaya-gaya pada elemen pias ke- i (Bowles, 1984)

Momen penahan adalah RF , dan faktor keamanan (Fs) adalah

ii

si

sWR

RFF

sin)(

......…………………………(50)

Eliminasi R dan substitusi (2.6) untuk gaya tahan geser siF ,

menentukan:

ii

iis

W

WcbF

sin)(

tancos)(

...………………..(51)

Baik tegangan total maupun tegangan efektif dengan c dan ф

yang sesuai dalam persamaan (2.3) dapat digunakan. Tegangan

efektif sering secara konvensional ditentukan dengan

menggunakan γ dan γ’ sebagaimana yang dipakai dalam

perhitungan berat vektor Wi.

Metode irisan biasa (Ordinary Method of Slices) hanya memenuhi

keseimbangan momen dari massa lereng, mengabaikan

keseimbangan momen dari setiap masing-masing elemen irisannya

dan kurang mempertimbangkan keseimbangan gaya setiap irisan

55

(Dunn dkk, 1980). Metode ini menghasilkan nilai faktor aman yang

mendekati hasil analisis menggunakan metode Bishop apabila sudut

geser tanah sama dengan nol ( 0 ) (Atkinson, 1981).

2. Metode Bishop yang disederhanakan (Simplified Bishop

Analysis Method)

Dalam metode analisis Bishop, terdapat beberapa asumsi sebagai

berikut (Albataineh, 2006):

1) Kelongsoran massa tanah terjadi karena rotasi massa tersebut

pada permukaan kelongsoran yang berbentuk lingkaran.

2) Gaya-gaya pada sisi irisan diasumsikan menghasilkan resultan

horisontal sehingga tidak ada tegangan di antara irisan.

3) Titik tangkap total gaya normal bekerja tegak lurus terhadap

dasar tiap irisan.

Total gaya normal tersebut diturunkan melalui persamaan berikut

(Bowles, 1984):

)52......(sintan

cossincos 1

s

i

s

i

iisiiiiiF

cb

F

NNFNXW

)53.(......................................................................sintan

cos

sin

s

i

i

s

ii

ii

i

F

F

cbXW

N

)54..(......................................................................sintan

coss

i

iiF

m

56

Karena iiW cos)( adalah Ni, maka dengan substitusi

menghasilkan :

)55....(

sin

sintancostancos

sin

tansintan

cos

sin

1

1

i

iis

s

iiii

i

s

i

i

s

ii

ii

i

s

W

F

FXWcb

W

F

F

cbXW

cb

F

Apabila panjang sisi dasar pias dianggap trapezoid, maka menurut

persamaan (2.5) i

ii

xb

cos

, dan apabila gaya vertikal pada sisi pias

dianggap nol ( 0 iX ), maka biasanya disederhanakan sebagai

berikut:

)56......(..........

sin

sintancostan

1

i

iis

s

ii

sW

F

FWxc

F

)57......(............................................................... iii AhbW

dengan:

iX = Selisih gaya vertikal pada sisi-sisi pias ke –i. (N)

= Berat satuan tanah (kN/m3)

hi = Tinggi pias (m)

Ai = Luas pias (m2)

Menurut Bowles (1984), suatu analisis iteratif diperlukan untuk

menentukan Fs dalam persamaan di atas, karena Fs terdapat di

kedua sisi persamaan. Pemrograman pada komputer akan

57

memberikan pemecahan yang cepat setelah beberapa putaran

(biasanya 2 atau 3 kali). Cara iterasinya yaitu dengan

mengasumsikan Fs =1 (Fs bagian kanan persamaan) pada mulanya

untuk menentukan nilai dari Fs sebelah kiri persamaan. Kemudian

nilai ini dibandingkan dengan nilai yang diasumsikan. Jika tidak

memadai, diperlukan perhitungan berikutnya dengan menggunakan

nilai Fs yang telah didapat. Proses ini diulang terus hingga nilai Fs

pada ruas kiri dan kanan persamaan (nilai Fs yang ditentukan dan

nilai Fs yang diasumsikan) sama atau hampir sama satu sama lain.

3. Penyelesaian atas kesalahan numerik metode irisan akibat

ketidakrasionalan nilai gaya normal (unreasonable normal

force)

Perhitungan numerik analisis stabilitas lereng menggunakan metode

irisan terkadang dapat mengalami kesalahan (Hoek dan bray, 1981

dalam Ari, 2008). Nilai gaya normal pada dasar irisan dapat

menjadi tidak rasional dan hal ini dapat menyebabkan nilai faktor

aman menjadi tidak proporsional (Whitman dan Bailey, 1967 dalam

Fredlund dan Rahardjo, 1993). Nilai gaya normal yang tidak

rasional itu disebabkan oleh nilai im yang tidak realistis (bernilai

negatif). Ketidak realistisan nilai im biasanya terjadi sebagai hasil

dari sebuah bentuk permukaan gelincir (slip surface) yang

diasumsikan, yang mana tidak konsisten dengan teori tekanan tanah

(earth pressure theory). Masalah ini bisa diatasi dengan cara

58

membatasi sudut kemiringan permukaan gelincir pada puncak

lereng (the active zone) dengan sudut maksimum ( max ) tanah aktif

(the active state) (Fredlund dan Rahardjo, 1993):

)58.(............................................................2

45max

dengan cara yang sama, sudut kemiringan permukaan gelincir pada

kaki lereng (the passive zone) dibatasi dengan sudut maksimum (

max ) tanah pasif (the passive state):

)59.(............................................................2

45max

Gambar 24. Pembatasan kemiringan permukaan gelincir lereng

pada puncak dan kaki lereng (Fredlund dan Rahardjo, 1993)

Sebagian besar lereng alamiah dan banyak lereng buatan lainnya

terdiri lebih dari satu jenis tanah, atau sifat-sifat tanahnya bervariasi

sedemikian banyaknya sehingga suatu penyelesaian elemen harus

diadakan. Metode elemen hingga biasanya dipakai untuk membagi

Zona retak tarik

Pusat rotasi

Permukaan kelongsoran

lingkaran

Zona tekanan aktif Zona tekanan pasif

59

bagian keruntuhan ADCD kedalam serangkaian vertikal (vertical

Sileces),

Lebar sayatan dibuat sedemikian kecilnya sehingga bentuk

sebenarnya dapat dianggap sebagai trapesium,. dianggap bahwa

berat sayatan wi bekerja pada titik tengah luas yang diperhatikan.

Dengan asumsi ini, hubungan berikut dapat dibuat:

cosiii VWN ………….(60)

siniii VWT ………….(61)

costancos

tan

xcVWF

bNF

iis

is

………….(62)

x

y

1tan ………….(63)

Gambar 25. Geometri Metode Sayatan

60

Biasanya gaya –gaya antara elemen Xi dan diabaikan Pi diabaikan.

Beberapa orang memakai gaya-gaya ini, tetapi titik dan garis kerja

gaya-gaya P tidak dapat ditentukan pada tanah terlapis atau apabila

sifat-sifat tanah (, c, ) bervariasi sesuai dengan kedalaman.

Dalam kasus ini, yang diketahui dengan cukup pasti hanyalah garis

kerja P dan sifat-sifat tanah. Beberapa peneliti telah menunjukan

bahwa kesalahan kecil akan timbul apabila mengabaikan gaya-gaya

X dan P. perlu diperhatikan pula bahwa pada keadaaan tergelincir,

sifat-sifat tanah pada batas-batas lingkaran percobaan ini adalah

semuanya yang berlaku yang berada di dalam zona keruntuhan

adalah tanah yang sangat tergantung atau berada dalam keadaan

transisi.

Keseimbangan momen terhadap titik O, dengan menjumlahkan

semua sayatan di dalam lingkaran keruntuhan dengan

memperhatikan tanda-tanda yang ada, akan menghasilkan:

0sin iis VWRRF ………….(64)

Momen lawan adalah ∑RFs, dan factor keamanan F adalah:

ii

s

VWR

RF

gmomengulin

momenlawanF

sin ………….(65)

Dengan meniadakan R dan memasukkan kyat geser s, didapat:

sin

tancos

ii

ii

VW

VWcbF

………….(66)

Kita dapat memakai tegangan efektikf ataupun tegangan total dan

dengan parameter-parameter c dan tanah dalam persamaan (16-5)

61

tegangan efektif paling mudah dibentuk dengan memakai dan

yang sesuai untuk menghitung vektor berat w dianggap lebih benar

apabila mengerjakan Fs pada parameter-parameter tanah seperti

yang telah dilakukan sebelumnya. Apabila hal ini kita lakukan maka

dapat kita peroleh:

sin

/)(tancos)(/

ii

ii

VW

FVWFcbF

………….(67)

Analisis pendekatan dapat juga dilakukan secara manual. Pekerjaan

ini biasanya tidak dapat dilakukan untuk iterasi atau untuk mencari

lingkaran kritis. Dengan tangan, lingkaran percobaan digambarkan

dan dibagi-bagi atas sayatan-sayatan yang memudahkan

perhitungan,

Komponen-komponen normal dan tangensial dapat langsung

diperoleh secara grafis dari jari-jari yang melalui proyeksi wi

kepada busur keruntuhan. Gaya normal bekerja Ti yang diukur dan

tanda yang benar yang tergantung pada sisi sayatan tersebut yang

terletak pada sisi o yang tertentu.

Hitung momen lawan sebagai;

TRM guling ………….(68)

tanNcbRM lawan ………….(69)

Faktor dihitung sebagai:

T

Ncb

M

MF

guling

lawan

tan ………….(70)

62

4. Analisis Blok Irisan

Penyelesaian buat asumsi-asumsi berikut :

1. Tidak ada retakan tarik

2. Untuk kemiringan Pa ambil =

3. Pakai kp rankine untuk tekanan tanah pasif

Suatu blok atau (Wedge) yang menggelincir mungkin akan

merupakan penampang melintang yang lebih sesuai untuk masalah

stabilitas (Gambar 8) diamana permukaan keruntuhan dapat

ditentukan dengan serangkaian garis putus-putus. Metode ini dapat

diperluas untuk analisis lereng bantuan, terutama pada lapisan yang

berlapis.

Gambar 26. Situasi Analitis Irisan

Gaya-gaya tanah aktif dan pasif dapat dihitung dengan memakai

tekanan tanah rakini ataupun metode irisan percobaan, metode

rankine, dengan P= 45 + /2, dapat diperlukan apabila terdapat pa

63

tanah ataupun diskontinuitas yang menentukan lokasi permukaan

runtuh dan dapat dipakai untuk tanah berlapis. Nilai anggapan F

dipakai untuk menghitung nilai:

cd =FF

cd

………….(13)

Penyelesaian jenis irisan percobaan dapat juga diperoleh dengan

memakai “Metode Sayatan”, dimana penyesuaian-penyesuaian

dilakukan untuk menentukan bidang gelincir yang dipotong oleh

lingkaran percobaan. Ini menghasilkan bagian busur pada ujung-

ujung masuk dan keluar dari zona keruntuhan dan sebuah blok

gelincir yang ditentukan oleh lengan momen di sepanjang irisan

akan membutuhkan perhitungan-perhitungan tambahan, tetapi

apabila ini dibuat, program komputer untuk “Metode Sayatan” dapat

juga menyelesaikan maslaah irisan gelincir.

c. Metode Fellenius

Cara ini dapat dipakai pada lereng-lereng dengan kondisi

isotopis, non isotropis dan berlapis-lapis. Massa tanah yang

bergerak diandaikan terdiri dari beberapa elemen vertikal. Lebar

elemen dapat diambil tidak dan sedemikian sehingga lengkung

busur di dasar elemen dapat dianggap garis lurus.

Berat total tanah atau batuan pada suatu elemen (Wi) termasuk

beban luar yang bekerja pada permukaan lereng. Wi ditentukan

diuraikan loam komponen tegak lotus dan tangensial pada dasar

ekemen. Dengan cara ini, pengaruh gaya T dan E yang bekerja di

64

samping elemen diabaikan. Faktor keamanan adalah perbandingan

momen penahan longsoran dengan penyebab longsor., momen

tahanan geser pada bidang logsoran adalah:

M penahan = R.r

Dimana R adalah gaya geser dan r adalah jari jari bidang lonsoran.

Tahanan geser pada dasar tiap elemen dalah:

Momen penahan yang ada sebesar:

Komponen tangensial Wi bekerja sebagai penyebab longsoran

menimbulkan momen penyebab:

Mpenyebab = ( Wi sin a 1 ).r

Sehingga faktor keamanan dari lereng menjadi:

d. Metode Janbu

Metode Janbu yang disederhanakan (Janbu, 1954, 1973) salah satu

metode kestabilan bukit, dengan asumsi yang digunakan dalam

metode ini yaitu gaya geser antar irisan sama dengan nol. Metode ini

memenuhi kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap

65

irisan dan kesetimbangan gaya dalam arah horisontal untuk semua

irisan, namun kesetimbangan momen tidak dapat dipenuhi.

Sembarang bentuk bidang runtuh dapat dianalisis dengan metode ini.

Gambar 27. Tipe Kelongsoran

Gambar 28. Tipe irisan

66

Kesetimbangan gaya dalam arah vertikal akan menghasilkan

persamaan sebagai berikut:

Ncosα + Sm sinα – W = 0

Berdasarkan persamaan diatas didapatkan nilai :

N =W − C′βsinα − Uβsinα tanФ′

cosα +sinα tanФ

F

ma = cosα +sinα tanФ′

F lama

N =1

ma(W −

C′βsinα − Uβsinα tanФ′

F lama)

RF = ∑(C′β + (N − Uβ)tanФ′)cos α

n

i=1

DF = ∑ N sin α

n

i=1

Fbaru =RF

DF

Dimana :

N = Gaya normsl total pada dasar irisan

W = Berat total irisan

c’ = Kohesi efektif

β = Panjang dasar irisan (β =b sec α)

Sm = Gaya geser pada dasar irisan yang diperlukan agar irisan berada

dalam kondisi tepat seimbang.

E = Gaya antar-irisan horizontal titik bawah L dan R menunjukkan

masing- masing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan.

67

X = Gaya antar-irisan vertikal titik bawah L dan R menunjukkan

masing-masing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan.

kW = Gaya seismik horisontal yang bekerja pada pusat massa irisan,

dimana k adalah koefisien seismik.

R = Radius lingkaran untuk bidang runtuh busur lingkaran; atau

lengan momen dari gaya geser Sm terdapat pusat momen untuk

bidang runtuh yang bukan busur lingkaran.

f = Jarak tegak lurus dari gaya normal N terhadap pusat momen.

x = Jarak horisontal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen.

e = Jarak vertikal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen.

h = Tinggi rata-rata irisan

b = Lebar irisan

F = Faktor keamanan

ß = Panjang dasar irisan [ß = b sec a]

a = Jarak vertikal dari gaya hidrostatik terhadap pusat momen.

A = Gaya hidrostatik pada retakan tarik

= Sudut kemiringan dari garis singgung pada titik di tengah dasar

irisan terhadap bidang horisontal. Sudut kemiringan bernilai

positif apabila searah dengan kemiringan bukit, dan bernilai

negatif apabila berlawanan arah dengan kemiringan bukit.