ii. tinjauan pustaka a. beraseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2634/3/bab ii.pdf · varietas padi...
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Beras
Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat
Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya
seiiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.Cita rasa dan mutu
masak dari beras terutama ditentukan oleh kadar amilosa dan amilopektinnya.
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi empat golongan, yaitu
beras ketan (2 sampai 9 %), beras beramilosa rendah (9 sampai 20 %), beras
beramilosa sedang (20 sampai 25 %), dan beras beramilosa tinggi (25 sampal
33%) (Widya, 2011).
Varietas padi sawah yang sering dibudidayakan salah satunya adalah
varietas IR64. Varietas ini memiliki tinggi batang 85 cm, anakan produktif
banyak dengan bobot 1000 butir 27 g (Djunainah dkk., 1993). Varietas IR64
sangat digemari oleh para petani dan konsumen karena rasa nasi enak, umur
genjah (110–125 hari), dan potensi hasil yang tinggi yaitu mencapai 5 ton/ha.
Varietas IR64 merupakan salah satu varietas padi sawah yang hemat dalam
mengkonsumsi air.
1. Karakteristik beras IR64
Beras IR 64 atau Setra Ramos adalah beras yang paling banyak beredar
di pasaran, karena harganya yang terjangkau dan relatif cocok dengan selera
masyarakat perkotaan. Normalnya beras jenis ini pulen jika dimasak menjadi
nasi, namun jika telah berumur terlalu lama (lebih dari 3 bulan) maka beras ini
menjadi sedikit pera, dan mudah basi ketika menjadi nasi. Beras ini memiliki
5
ciri fisik agak panjang / lonjong, tidak bulat. Beras ini tidak mengeluarkan
aroma wangi seperti pandan wangi, namun seringkali pabrik / pedagang beras
menambahkan zat kimia pemutih, pelicin dan pewangi pada beras ini
(Andiza, 2013).
2. Sifat fisik dan kimia beras
Menurut Hernawan dan Meylani (2016),beras memiliki beberapa sifat
fisik yang dapat diuji diantaranya adalah kekerasan beras yang diuji
menggunakan Kiya Hardness Meter dengan meletakkan beras ditempat yang
telah ditentukan dan jarum penunjuk akan menunjukkan kekerasan dari beras.
Bobot seribu butir merupakan sifat fisik beras yang diuji dengan menimbang
1000 butir beras utuh dan ditimbang kemudian diambil rata–ratanya. Uji
amilograf ditujukan untuk mengetahui suhu gelatinisasi tepung beras dengan
berbagai suhu dan dianalisis nilai suspensi mencapai suhu 95oC. Kandungan
nutrisi beras merupakan sumber karbohidrat utama di dunia. Karbohidrat
merupakan penyusun terbanyak dari serealia.
Kadar amilosa berpengaruh terhadap rasa nasi. Beras dengan kadar
amilosa tinggi bila dimasak, volumenya mengembang dan tidak mudah pecah,
nasinya kering dan kurang empuk, serta menjadi keras bila didinginkan. Beras
dengan kadar amilosa rendah bila dimasak akan menghasilkan nasi yang basah
dan lengket, sedangkan beras dengan kadar amilosa menengah menghasilkan
nasi yang agak basah dan tidak menjadi keras bila didinginkan (Widya, 2011) .
Karbohidrat tersebut terdiri dari pati (bagian utama), pentosan, selulosa,
hemiselulosa dan gula bebas. Beras pecah kulit mengandung 85-95% pati, 2-
6
2,5% pentosan dan 0,6-1,1% gula. Bagian endosperm atau bagian gabah yang
diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling,
mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein (Dianti, 2010).
3. Kualitas beras IR64
Standar mutu beras diatur dalam SNI 01-6128- 2015 yang berlaku
untuk beras giling, komponen mutu di dalamnya mencakup persyaratan umum
yang bersifat kualitatif dan persyaratan khusus yang bersifat kuantitatif. Secara
umum beras harus bebas dari kotoran benda asing, hama dan penyakit, abu,
apek, asam, dan bau lainnya, campuran bekatul, dan kontaminasi bahan kimia
berbahaya. Komponen mutu tidak termasuk bentuk beras. Beras yang baik
tidak dicampuri bahan kimia sama sekali baik pemutih, pewangi maupun
pelicin. Spesifikasi persyaratan mutu beras dapat dilihat di Tabel 1
(Anonim,2015).
Tabel 1. Persyaratan mutu beras
No Komponen satuan Satuan
Kelas mutu
Premium Medium
1 2 3
1 Derajat sosoh (min) (%) 100 95 90 80
2 Kadar air (maks) (%) 14 14 14 15
3 Beras kepala (min) (%) 95 78 73 60
4 Butir patah (maks) (%) 5 20 25 35
5 Butir menir (maks) (%) 0 2 2 5
6 Butir merah (maks) (%) 0 2 3 3
7 Butir kuning/ rusak (maks) (%) 0 2 3 5
8 Butir kapur (maks) (%) 0 2 3 5
9 Benda asing (maks) (%) 0 0,02 0,05 0,2
10 Butir gabah (maks) (butir/ 100g) 0 1 2 3
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2015)
7
B. Pati
1. Definisi pati
Pati merupakan salah satu bentuk karbohidrat yang jumlahnya
cukup banyak dalam suatu bahan pangan. Pati diperoleh dengan cara ekstraksi
dalam air, diikuti dengan proses penyaringan, pengendapan, pencucian, dan
pengeringan. Secara fisik, pati dapat dibedakan dari tepung, antara lain pati
lebih putih dan lebih halus. Sebagai bahan pangan, pati merupakan sumber
energi, yang menghasilkan energi 4 kkal/g (Amrinola,2015).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.
Sifat pada pati tergantung panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabang
rantai molekulnya Homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik ini
merupakan komponen utama dari biji-bijian dan umbi-umbian. Pati banyak
digunakan dalam berbagai produk pangan, antara lain sebagai bahan pengikat,
pengental, pembentuk gel, emulsifier, enkapsulasi, pembentuk film, pembentuk
tekstur, agensia penstabil (stabilizer) dan lain-lain. Setiap pati mempunyai sifat
yang berbeda tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, dan ada tidaknya
percabangan dalam rantai karbon tersebut (Amrinola,2015).
Pati yang sering digunakan dalam industri makanan dan farmasi
ada dua macam yaitu pati alami (native starch) dan pati termodifikasi. Pati
dalam bentuk alami (native starch) adalah pati yang belum mengalami
perubahan sifat fisik dan kimia atau diolah secara kimia-fisika. Pati ini banyak
digunakan sebagai bahan pengisi (filler) dan pengikat (binder) pada industri
farmasi dan industri pangan. Pati termodifikasi adalah pati dimana gugus
8
hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia seperti esterifikasi,
eterifikasi atau oksidasi atau dengan mengganggu struktur awalnya tujuannya
untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya
atau untuk merubah beberapa sifat lainnya. Modifikasi pati dapat dilakukan
baik secara kimia maupun secara fisik. Modifikasi pati secara kimia yaitu
cross-lingking, hidrolisis asam, oksidasi, dan substitusi (derivatisasi).
Sedangkan modifikasi pati secara fisik yaitu dengan cara pre-gelatinisasi dan
perlakuan hidrotermal. (Fortuna dkk., 2001).
2. Struktur kimia pati
Pati terdiri dari komponen utama yaitu amilosa yang merupakan
struktur linier dari unit α-1,4 glukosa dan amilopektin yang merupakan struktur
bercabang dari rantai α-1,4 glukosa yang dihubungkan dengan ikatan α-1,6.
Semua granula pati terdiri dari daerah kristalin dan amorf sehingga dinamakan
semikristalin (Chen dkk., 2010).
Gambar 1. Struktur kimia amilosa (Chaplin, 2002)
Nopianto (2009) juga menjelaskan, selain amilosa dan amilopektin, di
dalam pati juga ditemukan komponen lain dalam jumlah yang sedikit, yaitu
9
lipid (sekitar 1%), protein, fosfor dan mineral-mineral. Bagian lipid ada yang
berikatan dengan amilosa dan ada yang bebas.
Chaplin (2002) menerangkan bahwa, amilosa merupakan polimer
lurus dari D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan -1,4-glikosidik dengan
struktur cincin piranosa. Berat molekul amilosa berkisar antara 105-106 dengan
derajat polimerisasi yang mencapai kisaran 500–6000. Banyaknya gugus
hidroksil yang terdapat dalam senyawa polimer glukosa tersebut menyebabkan
amilosa bersifat hidrofilik. Struktur molekul amilosa disajikan pada Gambar 1.
Amilopektin merupakan molekul polisakarida dengan rantai cabang.
Ikatan pada rantai utama adalah ikatan -1,4-glikosidik, sedangkan ikatan pada
titik cabang adalah ikatan -1,6-glikosidik. Amilopektin mempunyai ukuran
molekul yang sangat besar dengan berat molekul yang mencapai 107-109 dan
derajat polimerisasi 3x105-3x106. Struktur molekul amilopektin ditunjukkan
pada Gambar 2 (Chaplin,2002).
Gambar 2. Struktur kimia amilopektin (Chaplin,2002)
10
Proporsi amilosa dan amilopektin dari berbagai sumber pati berbeda-
beda demikian juga dengan bentuk dan ukuran granula yang disusunnya.
Umumnya pati memiliki proporsi amilopektin yang jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan amilosa. Kandungan amilosa pada kebanyakan sumber
pati biasanya berkisar antara 20-30% dan amilopektin 70-80% (Chaplin, 2002).
3. Sifat fisik dan kimia pati
Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat
kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilopektin
maka pati akan lebih basah, lengket dan cenderung sedikit menyerap air.
Sebaliknya, jika kandungan amilosa tinggi, pati bersifat kering, kurang lengket
dan mudah menyerap air (higroskopis). Molekul amilosa dan amilopektin
menyusun granula pati dengan pola tertentu (Jane, 2006). Karakteristik fisik
dan kimia pati dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik fisikokimia pati
Informasi fisikokimia
Nilai pH 6 – 7,5
Densitas Kamba 300 kg/m3
Kelarutan 50g/l
Penyimpanan Tidak ada batasan
Kenampakan Tidak berwarna atau putih
Sumber : www.merckmillipore.com/starch
Mutu tanak nasi sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia beras
seperti suhu gelatinisasi pati, pengembangan volume, penyerapan air,
viskositas, dan konsistensi gel pati dalam proses pengolahannya Pati alami
mempunyai beberapa kelemahan yang berhubungan dengan retrogradasi,
11
kestabilan selama pemasakan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah
(Purwani, 2001). Suhu gelatinisasi pati adalah suhu saat granula pati pecah
dengan adanya penambahan air panas saat proses pengolahan. Setiap jenis pati
memiliki suhu gelatinisasi berbeda-beda tergantung varietas beras dan
berpengaruh terhadap lama pemasakan. Beras yang mempunyai suhu
gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan lebih lama daripada beras
yang mempunyai suhu gelatinisasi rendah (Winarno, 1997).
C. Pandan
1. Morfologi Pandan Wangi
Klasifikasi pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) menurut Van
Wyx (2005) adalah sebagai berikut :
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Ordo : Pandanales
Familia : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Species : Pandanus amaryllifolius , Roxb
Pandan wangi merupakan tanaman perdu, tingginya sekitar 1–2 meter.
Tanaman ini mudah dijumpai di pekarangan atau tumbuh liar di tepi–tepi
selokan yang teduh. Tanaman pandan wangi memiliki batang yang bercabang,
menjalar keluar dari pangkal akar tunjang. Daun pandan wangi berwarna hijau,
diujung daun terdapat duri kecil, jika diremas daun ini berbau wangi. Daun
12
pandan wangi merupakan daun yang pangkal daunnya memeluk batang,
tersusun berbaris 3 dalam garis spiral. Daun pandan wangi mempunyai ciri–
ciri helai daun tipis, permukaan daun licin, ujung daun runcing, tepi daun rata,
tulang daun sejajar, panjang daun antara 40–80 cm, lebar daun 3–5 cm.
Beberapa varietas pandan memiliki tepi daun yang bergerigi (Dalimarta, 2000).
2. Penggunaan Pandan
Daun pandan wangi digunakan sebagai pengharum makanan, pemberi
warna hijau pada masakan atau panganan dan bahan baku pembuatan minyak
wangi. Pandan wangi juga digunakan sebagai obat tradisional untuk mencegah
rambut rontok, mengobati lemah syaraf (neurastenia), tidak nafsu makan,
rematik, dan sakit disertai gelisah. Ekstrak etanol daun pandan dapat berfungsi
sebagai sumber anti-oksidan (Sheila dkk., 2011).
3. Tepung pandan
Tepung merupakan bahan padatan yang diperoleh dari proses
penggilingan suatu bahan menjadi bentuk butiran – butiran halus yang
mengandung air antara 10% - 13%. Tepung pandan merupakan salah satu
produk olahan dari daun pandan agar penggunaannya dapat diperluas. Menurut
Lubis (2008) dalam penelitiannya, pembuatan tepung pandan dengan variasi
lama pengeringan dan suhu pengeringan menghasilkan tepung pandan dengan
rendemen 11,69 – 16,20%; kadar air 9,89- 16,68%; kadar abu 1,57-2,28%;
organoleptik 2,33–4,00; dan organoleptik warna 2,03–4,00.
Lubis (2008) menerangkan bahwa pembuatan tepung pandan wangi
umumnya meliputi sortasi, pencucian, pemotongan menjadi ukuran kecil,
13
pengeringan, penggilingan, dan pengayaan. Pembuatan tepung pandan secara
basah dapat dilakukan dengan penghancuran bahan dalam keadaan basah
(belum dikeringkan), namun kurang ekonomis dibandingkan dengan melalui
proses pengeringan.
Menurut Lubis (2008) untuk memperoleh tepung pandan dengan
warna dan aroma yang baik harus diusahakan hingga kadar air 10%. Jika
melalui pengeringan vakum suhu terbaik adalah 60 oC dengan lama
pengeringan 1,5–3,5 jam. Pengeringan dengan oven konveksi, suhu terbaik
untuk pengeringan berkisar antara 30 oC sampai 50
oC dengan pengeringan
selama 3,5 – 6,5 jam.
Kelebihan atau keutamaan dari tepung pandan dibanding dengan
produk tepung dari bahan hasil pertanian lain adalah aroma dan warna yang
khas pada tepung ini. Jika dikombinasikan dengan tepung lain dalam
pembuatan produk pangan tentu akan dihasilkan warna dan aroma khas
pandan yang rata–rata disukai oleh masyarakat (Lubis, 2008).
Daun pandan wangi mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, tanin,
polifenol, dan zat warna. Selain itu tanaman pandan juga memiliki sifat
hipoglisemik. Mekanisme dari flavonoid yang menunjukkan efek hipoglikemik
yaitu mengurangi penyerapan glukosa dan mengatur aktivitas ekspresi enzim
yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat. Analisis antioksidan yang umum
digunakan adalah penentuan kadar fenol dan kadar flavonoid. Kadar fenol
fenol tepung daun pandan yang dihasilkan berkisar antara 53,49- 54,76 mg
GAE/g berat kering sedangkan kadar flavonoid kandungan paling rendah yaitu
14
0,93 mg EK/g berat kering kering yang diperoleh dari tepung daun pandan
dengan pengering kabinet (Setyowati, 2017).
D. Bubur Beras Instan
1. Definisi
Bubur instan merupakan bubur yang telah mengalami proses
pengolahan lebih lanjut sehingga dalam penyajiannya tidak diperlukan proses
pemasakan. Penyajian bubur instan dapat dilkukan hanya dengan
menambahkan air panas atau pun susu sesuai dengan selera (Fellow dan Ellis,
1992). Bubur instan memiliki komponen penyusun yang sama seperti bubur
konvensional. Proses pengolahan bubur instan dilakukan dengan cara memasak
campuran bahan-bahan penyusun bubur dalam bentuk tepung. Bahan tepung
yang dihasilkan telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan
(Fernando, 2003).
Kriteria yang harus dimiliki dalam pembuatan produk instan bubur
beras adalah memiliki sifat hidrofilik, tidak memiliki lapisan gel yang tidak
permeabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, dan
rehidrasi produk akhir yang tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan
mengendap (Hartomo dan Widiatmoko 1993).
Proses pemasakan konvensional dengan pemanasan moderat mungkin
tidak menyebabkan kerusakan pati yang besar atau hanya sebagian
tergelatinisasi (IG sekitar 50), sedangkan pengolahan modern seperti "extrusion
puffing" dan "instanisasi" nampaknya akan membuat pati lebih mudah
15
tergelatinisasi dan lebih mudah dicerna sehingga akan meningkaikan IG ( IG
instant rice sekitar 90 dan IG rice bubbles sekitar 95 (Juliano, 2004).
2. Pembuatan
Pembuatan bubur beras instan dilakukan dengan dua tahapan yaitu
penyiapan beras instan dan pembuatan bubur beras instan. Pembuatan beras
instan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Ozai dan Durrani pada
tahun 1948 ditambah dengan metode pembekuan. Metode ini diawali dengan
merendam dalam air pada suhu kamar, untuk meningkatkan kadar air hingga
30%. Kemudian direbus selama 8 – 10 menit untuk meningkatkan kadar air
menjadi 65 – 70 %. Setelah itu didinginkan dengan dihamparkan dalam kain
blanco. Pengeringan dilakukan dengan pengering sampai kering menggunakan
aliran udara panas bersuhu 100 %. Pengeringan dilakukan sampai kadar air 8 –
14 %. Bahan yang sudah kering dimasak didalam autoklaf selama 5 menit.
Langkah terakhir adalah didinginkan dalam freezer pada suhu 0oC selama 36
jam (Anonim, 2010).
Berikut pembuatan bubur beras instan berdasarkan penelitian Suryani
dan Setyowati (2017) :
a. Sortasi beras IR 64. Tujuan sortasi untuk menghilangkan kotoran seperti
kulit gabah dan kotoran lainnya serta untuk memilih beras yang utuh,
b. Pencucian beras 2x dengan air kemudian 1x dengan akuades,
c. Perendaman 250 ga beras dalam 250 ml akuades (hingga kadar air 30%)
pada suhu kamar selama 15 menit, kemudian tiriskan
16
d. Perebusan dalam air mendidih 250 ml (hingga kadar air 70%) selama 5
menit dan tutup rapat aduk sesekali, bahan beras kemudian didinginkan
ditandai dengan berkurangnya jumlah air dalam wadah,
e. Dihamparkan hingga dingin diatas kain blanco
f. Pemanasan dalam oven dengan suhu 100oC selama 80 menit dengan
dihamparkan dalam loyang dengan ketebalan 1 cm,
g. Pendinginan dengan water ice bath selama 10–15 menit dan diaduk secara
perlahan hingga dingin,
h. Pengukusan dengan autoklaf (250 g beras / 250 ml air) selama 5 menit,
waktu dihitung setelah autoklaf panas/ menguap,
i. Pendinginan dengan freezer pada suhu 0oC selama 36 jam
j. Penghancuran dengan penambahan air dengan perbandingan 1 : 1 (b/b)
dan ditambah dengan tepung pandan, minyak nabati, dan variasi bahan
tambahan lain, kemudian dimasukkan dalam food processor,
k. Pengeringan dengan drum dryer pada tekanan 1,5 atm dan kecepatan putar
1 rpm,
l. Bubur beras instan dikemas dalam plastik kedap udara yang dapat di
sealer sebelum dilakukan analisis.
3. Bahan baku
Pembuatan bubur instan menggunakan bahan baku diantarannya :
a. Susu (Protein)
Susu skim adalah bagian susu yang ditinggal setelah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari
17
susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim
dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori yang rendah
dalam makanannya karena hanya mengandung 55% dari seluruh energi
susu, dan skim juga dapat digunakan dalam pembuatan keju rendah lemak
dan yogurt. Susu skim dapat digunakan sebagai bahan tambahan karena
bersifat adesif dan menambah nilai gizi. Aroma produk yang ditambah susu
skim dapat meningkat akibat adanya kandungan laktosa dalam susu skim
tersebut (Buckle dkk., 1987). Susunan monopeptida dan polipeptida dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur kimia polipeptida
Untuk rumus kimia susu tidak ada ketetapan, karena susu adalah
koloid yang mengandung banyak senyawa di dalamnya dan setiap jenis susu
dari sumber yang berbeda memiliki kandungan yang senyawa di
dalamnya yang juga berbeda. Kekurangan yang terdapat pada susu skim
dapat ditambahkan dan dikombinasikan dengan bahan lain, sehingga susu
skim mengandung zat gizi yang lengkap, dan merupakan makanan yang
18
baik bagi manusia. Kadar lemak dari susu skim tidak boleh melebihi 0,5%.
Susu skim mengandung lemak kurang dari 0,1% sebagai hasil pemisahan
fisik terhadap besar lemak dari “whole milk” atau susu full krim. Selain itu
susu skim dikenal juga dengan istilah “susu rendah lemak” karena
kandungan lemaknya sekitar 2,0 %, dan merupakan susu skim sebagian
(Halferich dan Westhoff 1980). Merck (Anonim, 2018) menjabarkan bahwa
kandungan protein kasar yang terkandung dalam susu skim lebih dari atau
sama dengan 35% dari berat bahan.
Tabel 3. Karakteristik fisikokimia susu skim
Informasi fisikokimia Keterangan / Jumlah
Nilai pH 6 - 8
Densitas Kamba 500 kg/m3
Kelarutan 700g/l
Penyimpanan Simpan pada suhu +15oC hingga +25
oC
Lemak Kurang dari 1,5 %
Sumber : www.merckmillipore.com/skim milk powder
b. Sukralosa
Sukralosa berbeda dengan sukrosa. Sukralosa adalah triklorodi-
sakarida, yaitu 1,6-Dichloro-1,6-dideoxy-β-fructofuranosyl-4-chloro-4-
deoxy-α-D-galactopyranoside dengan rumus kimia C12H19Cl3O8. Sukralosa
merupakan senyawa berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, mudah
larut dalam air, alkohol, serta berasa manis tanpa purna rasa yang tidak
diinginkan. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 600 kali
tingkat kemanisan 19 sukrosa dengan tanpa nilai kalori. Struktur kimia
sukralosa dapat dilihat pada Gambar 4.
19
Gambar 4. Struktur kimia sukralosa
Sukralosa tidak langsung sebagai sumber energi oleh tubuh karena
tidak terurai sebagaimana halnya sukrosa. Oleh sebab itu, sukralosa
dimasukkan ke dalam golongan yang aman dikonsumsi atau FDA
menyebutnya Generally Recognized As Safe (GRAS) dan sangat bermanfaat
sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I maupun II.
Sebagian besar sukralosa tidak langsung diserap dalam saluran pencernaan
dan secara langsung diekskresikan dalam feses, sementara 11-27% - nya
diserap. Jumlah yang diserap saluran pencernaan sebagian besar
diekskresikan dalam aliran darah dan sebagian diekskresikan oleh ginjal
dalam bentuk urin. Sebagian besar sukralosa yang terserap dalam saluran
pencernaan digunakan untuk metabolisme (Cahyadi, 2008).
Sukralosa merupakan suatu pemanis buatan yang stabil pada panas
tinggi, sehingga pemanis ini banyak digunakan dalam resep dengan sedikit
atau tanpa gula sama sekali. Sukralosa tidak higroskopis, artinya ia tidak
menarik uap air atau menyerap kelembaban. Meskipun sukralosa itu sendiri
20
tidak mengandung kalori, produk yang mengandung pengisi, seperti
maltodekstrin dan / atau dekstrosa, menambah sekitar 2-4 kalori per sendok
teh atau paket individu, tergantung pada produk, pengisi yang digunakan,
merek, dan tujuan penggunaan produk (Anonim, 2013). Badan pengawas
obat dan makanan (Anonim,2014) menjabarkan tentang penggunaan bahan
tambahan pangan (BTP) dan jumlah penggunaan yang diijinkan dalam
pangan. Sukralosa merupakan salah satu BTP yang diatur jumlah
pemakaiannya. Sukralosa dapat ditambahkan untuk beberapa pangan
misalnya susu coklat, yogurt, susu bubuk, keju analog, buah beku, buah
kering, manisan, dan beberapa jenis pangan yang membutuhkan pemanis
non kalori.
Tabel 4. Karakteristik fisikokimia sukralosa
Informasi fisikokimia Keterangan/ Jumlah
Nilai pH 6 - 8 (100 g/l, H₂O, 20 °C)
Densitas Kamba -
Kelarutan 300g/l
Penyimpanan Simpan pada suhu +15oC hingga +25
oC
Lemak -
Sumber : www.merckmillipore.com/sucralose-powder
c. Minyak/ lemak
Lemak nabati atau minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat
dari tumbuhan dan banyak digunakan dalam makanan, sebagai perisai rasa
(flavour), untuk menggoreng dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang
biasa digunakan ialah minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak zaitun,
minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari. Berdasarkan kegunaannya,
minyak nabati terbagi atas dua golongan. Pertama, minyak nabati yang dapat
21
digunakan dalam industri makanan (edible oils) dan dikenal dengan nama
minyak goreng meliputi minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun,
minyak kedelai, minyak kanola dan sebagainya. Kedua, minyak yang
digunakan dalam indutri non makanan (non edible oils), misalnya minyak kayu
putih, minyak jarak, dan minyak intaran (Anonim, dalam Hermanto dkk.,
2010). Menurut Anggi (2011) penambahan minyak nabati yang optimal pada
bubur beras instan singkong adalah 6,2%.
d. Vitamin
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2005) untuk makanan
pendamping asi (MP- ASI) bahan vitamin yang wajib ada dalam produk MP
ASI bubuk instan adalah vitamin A, D, dan C dengan ketentuan kandungan
vitamin A tidak kurang dari 62,5 retinol ekivalen per seratus kkal atau 250
retinol ekivalen per seratus gram dan tidak lebih dari 180 retinol ekivalen
per seratus kkal atau 700 retinol ekivalen per seratus gram. Kandungan
vitamin D tidak kurang dari 0,75 mikrogram per seratus kkal atau 3
mikrogram per seratus gram dan tidak lebih dari 2,5 mikrogram per seratus
kkal atau 10 mikrogram per seratus gram. Kandungan vitamin C tidak
kurang dari 6,25 miligram per seratus kkal atau 27 miligram per seratus
gram. Selain itu juga dapat ditambahkan vitamin E dan K dengan ketentuan
kandungan vitamin E tidak kurang dari 1 miligram per seratus kkal atau 4
miligram per seratus gram sedangkan Kandungan vitamin K tidak kurang
dari 2,5 mikrogram per seratus kkal atau 10 mikrogram per seratus gram.
22
e. Mineral
Mineral yang wajib ada dalam produk MP ASI bubuk instan adalah
Na, Ca, Fe, Zn, dan I dengan ketentuan kandungan natrium (Na) tidak lebih
dari 100 miligram per seratus kkal produk siap konsumsi yang ditujukan
untuk bayi. Kandungan natrium (Na) tidak lebih dari 200 miligram per
seratus kkal produk siap konsumsi yang ditujukan untuk anak berusia diatas
12 (dua belas) bulan. Sedangkan untuk kandungan kalsium (Ca) tidak
kurang dari 50 miligram per seratus kkal atau 200 miligram per seratus
gram. Perbandingan kalsium (Ca) dengan fosfor (P) tidak kurang dari 1,2
dan tidak lebih dari 2,0. Terakhir kandungan besi (Fe) tidak kurang dari 1,25
miligram per seratus kkal atau 5 miligram per seratus gram dengan
ketersediaan hayati (bioavailability) 5 % dan kandungan seng (Zn) tidak
kurang dari 0,6 miligram per seratus kkal atau 2,5 miligram per seratus
gram (Anonim,2005).
f. Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang dapat dimasukkan dalam bubur instan
diantaranya adalah pengemulsi, pengatur keasaman, anti oksidan, perisa,
penegas cita rasa, enzim, dan bahan pengembang. Bahan tambahan yang
ditambahkan harus sesuai ketentuan dan tidak boleh berlebih. Bahan
tambahan yang dilarang antara lain bahan pengawet, bahan cemaran logam,
residu pestisida dan mikroba (Anonim, 2005).
23
E. Sifat Fisik Bubur Beras Instan
Sifat fisik merupakan sifat yang dapat dilihat dan dapat diukur dari bahan
pangan. Sifat fisik tepung antara lain rendemen, densitas kamba, indeks kelarutan
air, dan indeks absorbsi air.
1. Densitas Kamba
Densitas kamba menunjukkan perbandingan antara berat suatu bahan
terhadap volumenya. Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan pangan
khususnya biji – bijian atau tepung – tepungan, yang penting terutama dalam
pengemasan dan penyimpanan. Bahan dengan densitas kamba kecil akan
membutuhkan tempat yang lebih luas dibandingkan dengan bahan yang
memiliki densitas kamba yang besar untuk berat yang sama. Pangan dengan
densitas kamba kecil tidak efisien dari segi tempat, penyimpanan dan kemasan.
Densitas kamba mempengaruhi jumlah bahan yang bisa dikonsumsi dan biaya
produk bahan tersebut. Densitas kamba makanan berbentuk bubuk berkisar
0,30 – 0,80 g/ml (Ade dkk., 2009).
Densitas kamba juga dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksil.
Pemanasan pati menyebabkan terjadinya degradasi pati. Degradasi pati oleh
panas menyebabkan menurunnya kemampuan bahan mempertahankan air
karena kehilangan gugus hidroksil yang mempunyai kemampuan besar untuk
mempertahankan air karena struktur gugus hidroksil sangat mudah dimasuki
air. Semakin banyak jumlah air terikat yang terbebaskan, akibatnya tekstur
bahan menjadi lunak dan berpori. Keadaan ini menyebabkan penguapan air
selama proses pengeringan semakin mudah, dengan demikian kadar air akan
24
semakin menurun dalam jangka pengeringan yang sama (Pusparani dan
Yuwono, 2014).
2. Indeks Absorbsi Air
Indeks absorbsi air (WAI) digunakan untuk mengukur besarnya
kemampuan tepung untuk menyerap air dan ditentukan dengan perbandingan
berat sampel setelah dilakukan sentrifugasi. Indeks absorbsi air berkaitan
dengan komposisi granula dan sifat fisik pati setelah ditambahkan dengan
sejumlah air. Granula pati dapat basah dan secara spontan terdispersi dalam air.
Air yang terserap disebabkan oleh absorsi granula yang terikat secara fisik
maupun intramolekuler pada bagian amorphus (Elliason, 2004).
Indeks absorbsi air menentukan jumlah air yang tersedia untuk proses
gelatinisasi pati selama pemasakan. Bila demikian kemampuan hidrasi yang
rendah kurang cocok untuk produk olahan yang membutuhkan tingkat
gelatinisasi yang tinggi. Indeks absorbsi air juga mempengaruhi kemudahan
dalam menghomogenkan adonan ketika dicampur dengan air. Tingkat
homogenitas adonan akan berpengaruh terhadap kualitas hasil pengukusan.
Adonan yang homogen, setelah dikukus akan mengalami gelatinisasi yang
merata yang ditandai dengan tidak adanya spot – spot putih atau kuning pucat
pada adonan yang telah dikukus (Tan dkk., 2004)
3. Indeks Kelarutan Air
Indeks kelarutan air menunjukkan jumlah partikel produk yang dapat
larut dalam air dalam jumlah tertentu. Nilai indeks kelarutan air dipengaruhi
oleh parameter proses, seperti kelembapan bahan dan temperatur. Peningkatan
25
kelembapan bahan menurunkan nilai indeks kelarutan air. Peningkatan
kelembapan mentah bahan mentah menghasilkan viskositas yang lebih rendah
pada massa cairan dalam pemasakan yang dapat menurunkan derajat
dekstrinasi polimer pati yang pada akhirnya mempengaruhi nilai indeks
kelarutan air (Rzedzicki dkk., 2004 dalam Budijanto dkk., 2012).
F. Tingkat kesukaan
Menurut Waysima dalam Wahyuningtyas (2014), uji organoleptik atau
evaluasi sensoris merupakan suatu pengukuran ilmiah dalam mengukur dan
menganalisis karakteristik suatu bahan pangan yang diterima oleh indera
penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan, dan menginterpretasikan reaksi
dari akibat proses penginderaan yang dilakukan oleh manusia yang juga bisa
disebut panelis sebagai alat ukur. Uji kesukaan yang merupakan bagian dari uji
organoleptik merupakan uji dimana panelis diminta memberi tanggapan secara
pribadi tentang kesukaan atau ketidaksukaan beserta tingkatannya.
Menurut Setyaningsih dkk., (2010), panelis dimintakan tanggapan
pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Tingkat-tingkat
kesukaan disebut sebagai skala hedonik. Skala hedonik dapat direntangkan atau
diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendakinya. Skala hedonik dapat
juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan.
Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis data secara parametrik.
Parameter sampel yang dilakukan uji hedonik meliputi parameter warna, aroma,
tekstur, kekenyalan, dan rasa secara umum. Adapun parameter mutu yang
digunakan adalah :
26
1. Aroma
Aroma merupakan daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak
dari produk suatu makanan. Dalam hal ini bau lebih banyak dipengaruhi oleh
indra pencium. Umumnya bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih
banyak merupakan campuran dari 4 macam bau yaitu harum, asam, tengik dan
hangus (Kartika, 1992).
Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya. Komponen
aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-1-
pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman jasmin, hanya saja
konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi dibandingkan dengan
jasmine (Setyowati, 2017).
2. Warna
Warna merupakan visualisasi suatu produk yang langsung terlihat lebih
dahulu dibandingkan dengan variabel lainnya. Warna secara langsung akan
mempengaruhi persepsi panelis. Menurut Winarno (2002), secara visual faktor
warna akan tampil lebih dahulu dan sering kali menentukan nilai suatu produk.
Warna yang diperoleh dari daun pandan adalah hijau tua. Daun hijau
mengandung klorofil yang dilakukan untuk proses fotosintesis (Setyowati,
2017).
3. Kekentalan
Kekentalan bubur bayi instan yang sudah diseduh bervariasi mulai dari
agak kental hingga kental. Semakin besar konsentrasi beras yang ditambahkan,
tingkat kekentalan bubur bayi instan pun semakin tinggi. Kekentalan pada
27
bubur bayi instan diduga dipengaruhi oleh kandungan pati bahan penyusun.
Pati memiliki sifat gelatinisasi yang sangat kental, sehingga menghasilkan
kekentalan produk yang tinggi. Pengembangan granula pati juga disebabkan
masuknya air ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul-
molekul penyusun pati. Mekanisme pengembangan tersebut disebabkan karena
molekul–molekul amilosa dan amilopektin secara fisik hanya dipertahankan
oleh adanya ikatan hidrogen lemah. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan
tertarik pada muatan negatif atom oksigen dari gugus hidroksil yang lain. Bila
suhu suspensi naik, maka ikatan hidrogen makin lemah, sedangkan energi
kinetik molekul-molekul air meningkat, memperlemah ikatan hidrogen antar
molekul air. (Pontoh dkk., 2004).
4. Rasa
Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk
pangan. Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh
konsumen. Rasa merupakan respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan
oleh suatu pangan. Pengindraan rasa terbagi menjadi empat rasa, yaitu manis,
asin, pahit, dan asam. Konsumen akan memutuskan menerima atau menolak
produk dengan empat rasa tersebut (Kartika,1992). Perubahan rasa dapat
disebabkan oleh penambahan tambahan pangan lain yang berasal dari luar
bahan baku seperti misalnya rasa manis gula, rasa asin garam, rasa gurih dari
msg, atau rasa lain yang tidak ditimbulkan secara langsung.
28
G. Standar Bubur Instan
Berdasarkan SNI 01 – 671111 – 2005 (Anonim , 2005) diketahui bahwa
standar bentuk dan tekstur bubur instan adalah serbuk, serpihan hablur atau
granul. Penambahan cairan dapat menghasilkan bubur halus, bebas dari gumpalan
dan dapat disuapkan dengan sendok. Kadar air yang diijinkan adalah kurang dari
4g/100g atau 4%, sedangkan kadar abu tidak lebih dari 3,5/100g atau 3,5%. Kadar
protein kasar yang direkomendasikan adalah lebih dari 8g/100 g atau 8% dan
kurang dari 22g/ 100g atau 22%. Lemak yang terdapat dalam produk bubur
disyaratkan diantara 6g sampai 15g per 100g bubur.
Tabel 5. Standar Bubur Instan
Karakteristik
fisikokimia Satuan
SNI
MP – ASI
Bubur beras mix
tepung kacang merah
Kadar air g/100g Maks 4 7,92
Kadar abu g/100g Maks 3,5 3,19
Lemak g/100g 6 s/d 15 1,48
Energi kkal 0,8 Tidak ada
Protein g/100g 8 s/d 22 16,57
Karbohidrat % bb Tidak ada 70,84
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2005) dan Yustiyani (2013)
H. Hipotesis Penelitian
Variasi penambahan sukralosa dan susu skim pada pembuatan bubur
instan dengan tambahan tepung pandan diduga dapat berpengaruh pada sifat fisik
dan kimia serta tingkat kesukaan panelis terhadap bubur instan yang dihasilkan.