skripsirepository.utu.ac.id/66/1/i-v.pdfii lembar pengesahan penguji skripsi dengan judul:...

145
SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA(PKL) OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP)DI KOTA MEULABOH (StudiKasusPada Kantor Satpol PP Kabupaten Aceh Barat) SKRIPSI Oleh : RACHMADHIDAYAT SAPUTRA NIM : 06C20210024 PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH-ACEH BARAT 2014

Upload: others

Post on 19-Jan-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA(PKL)

OLEH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP)DI KOTA MEULABOH

(StudiKasusPada Kantor Satpol PP Kabupaten Aceh Barat)

SKRIPSI

Oleh :

RACHMADHIDAYAT SAPUTRA

NIM : 06C20210024

PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH-ACEH BARAT

2014

Page 2: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

i

SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL-PP)

DI KOTA MEULABOH

(Studi Kasus Pada Kantor Satpol PP Kabupaten Aceh Barat)

SKRIPSI

Oleh :

RACHMAD HIDAYAT SAPUTRA

NIM : 06C20210024

PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH – ACEH BARAT

2014

Page 3: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi dengan judul:

SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL-PP)

DI KOTA MEULABOH

Yang disusun oleh :

Nama : RachmadHidayatSaputra

NIM : 06C2-0210024

ProgramStudi : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan IlmuPolitik

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal…….Agustus2014 dan

dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima(LULUS).

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

1. (KetuaDewanPenguji)

SudarmanAlwy, M.Ag .……………….…..

NIDN. 01-2504-7601

2. (AnggotaDewanPenguji I)

Muhammad Idris, M.Pd ...............................

NIDN.01-2303-7902

3. (AnggotaDewanPenguji II)

Saiful Asra, M.Soc.Sc ...............................

NIDN.01-1305-8201

4. (AnggotaDewanPenguji III)

Nellis Mardhiah, M.Sc ……………………

NIDN. 01-0805-8501

Alue Peunyareng,Agustus2014

An. Ketua Program Studi Sosiologi

FakultasIlmuSosialdanIlmuPolitik

Muhammad Idris, M.Pd

NIDN. 01-2303-7902

Page 4: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

iii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : SosialisasiPenertibanPedagang Kaki Lima (PKL)

OlehSatuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Di Kota

Meulaboh

Nama Mahasiswa :Rachmad Hidayat Saputra

NIM :06C2-0210024

Program Studi :Sosiologi

Fakultas :IlmuSosialdanIlmuPolitik

Menyetujui,

Pembimbing I

SudarmanAlwy, M.Ag

NIDN. 01-2504-7601

Pembimbing II

Muhammad Idris, M.Pd

NIDN. 01-2303-7902

Mengetahui,

Dekan

FakultasIlmuSosialdanIlmuPolitik

SudarmanAlwy, M.Ag

NIDN.01-2504-7601

An. Ketua Program Studi Sosiologi

FakultasIlmuSosialdanIlmuPolitik

Muhammad Idris, M.Pd

NIDN. 01-2303-7902

Page 5: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

iv

Kata Pengantar

“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”

Alhamdulillah, segala puji dan syukur atas rahmat, hidayah, dan karunia

yang telah dilimpahkan oleh Allah SWT dalam kehidupan penulis, hingga dapat

merampungkan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam

penyelesaian studi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik.

Salawat dan salam mari sama - sama kita panjatkan kepada Nabiullah

Muhammad SAW yang telah memberikan keteladanan dan kegigihan dalam

membawa umatnya kemasa yang terang benderang yang selama ini menjadi suri

teladan kepada penulis, serta kepada seluruh keluarga, sahabat dan penerus beliau.

Penelitian yang berjudul “Sosialisasi Penertiban Pedagang Kaki Lima

(PKL) Oleh Satpol PP di Kota Meulaboh” adalah sebuah hasil tulisan yang

memaparkan bagaimana kondisi, pelaksanaan sosialisasi, dan penertiban yang

diberikan oleh aparat Satpol PP serta melihat bagaimana penilaian masyarakat

terhadap kinerja Satpol PP. Penyelesaian skripsi ini tentunya masih jauh dari

kesempurnaan disebabkan keterbatasan waktu dan adanya beberapa kendala lain

selama penelitian ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai

rintangan, mulai dari pengumpulan literatur, pengumpulan data sampai pada

pengolahan data maupun dalam tahap penulisan. Namun, dengan kesabaran dan

ketekunan yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa dan juga

bantuan dari berbagai pihak, baik materil maupun moril. Oleh karena itu dalam

kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

Page 6: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

v

kepada kedua Orang Tua yang tercinta yaitu Ayahanda Alm. M. Adam Nafi dan

Ibunda Safiahyang tak henti – hentinya telah memberikan dorongan moril dan

materil kepada saya dalam menempuh pendidikan selama ini, tak ada kata yang

bisa mewakili rasa terima kasih dan sayang ananda. Serta Saudara dan Saudariku

yang tersayang, terima kasih banyak atas bantuan dan supportnya selama ini

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya bagi kita semua.

Padakesempataninipenulisjugamengucapkanterimakasih yang sedalam –

dalamnyakepada yang terhormat :

1. RektorUniversitasTeuku Umar, BapakProf. Dr. Jasman J, SE, MBA

2. DekanFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitiksekaligusPembimbing I,

BapakSudarmanAlwy, M.Ag yang

telahbanyakmemberikanarahandanmasukankepadapenulisselama proses

perkuliahandanpenyelesaianskripsiini.

3. IbuNurlian, S.SosselakuKetuaJurusanSosiologidansekaliguspembimbing II

dalammenyelesaikanskripsiini, yang sayaanggapjugasebagai orang tua di

kampusdantelahbanyakmembantusayaselamakuliah di

FakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitasTeuku Umar.

4. BapakDrs. SamsolAlam, S.STP

selakuKepalaSatuanPolisiPamongPrajabesertaStaf yang

telahbanyakmembantuselamapenelitian.

5. Teman – temanseperjuangan di UniversitasTeuku Umar danrekan – rekan

KKN terimakasihataskebersamaannyaselama KKN yang

penuhdengankenanganbaiksukamaupunduka.

Page 7: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

vi

6. Dan kepadaseluruhpihak yang

telahbanyakmembantubaiksecaramorilmaupunmateril yang

padakesempataninitidak bias penulissebutkansatupersatu.

Demikianlah kata pengantarinipenulispaparkan,

seluruhnyapenulisserahkankepada Allah SWT,

untaiandoakeselamatandankesejahteraanatasmereka yang

telahmemberikanbantuan, karenapenulishanyalahinsan yang

penuhdenganketerbatasan yang hanyamampumengucapkan “TERIMA KASIH”

Meulaboh,Agustus2014

PENULIS

Page 8: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix

SURAT PERNYATAAN ................................................................................ x

ABSTRAK ....................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1. LatarBelakangMasalah............................................................. 1

1.2. RumusanMasalah ..................................................................... 6

1.3. ManfaatPenelitian .................................................................... 6

1.4. SistematikaPenulisan ............................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 8

2.1. PenelitianTerdahulu ................................................................. 8

2.2. PengertianSosialisasi................................................................ 9

2.1.1. Faktor-Faktor yang MempengaruhiSosialisasi .............. 11

2.3. Pengertian, FungsidanWewenangPamongPraja ........................ 12

2.3.1. PengertianPamongPraja ................................................ 12

2.3.2. FungsiPamongPraja ...................................................... 13

2.3.3. WewenangFungsiPamongPraja ..................................... 14

2.4. PengertianPeraturan Daerah ..................................................... 15

2.5. PengertianPeraturan ................................................................. 15

2.6. PengertianPedagang Kaki Lima (PKL)..................................... 16

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 19

3.1. MetodePenelitian ..................................................................... 19

3.2. LokasiPenelitian ...................................................................... 20

3.3. InstrumenPenelitian ................................................................. 20

Page 9: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

viii

3.4. SubyekPenelitian ..................................................................... 21

3.5. TeknikPengumpulan Data ........................................................ 21

3.6. TeknikAnalisa Data ................................................................. 23

3.7. UjiKredibilitas Data ................................................................. 24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 27

4.1. HasilPenelitian ......................................................................... 27

4.1.1 GambaranUmumPembentukanSatpol PP

Kabupaten Aceh Barat .................................................. 27

4.1.2 VisidanMisiSatpol PP Aceh Barat ................................ 28

4.1.3 TugasdanFungsiSatpol PP Aceh Barat .......................... 29

4.1.4 TugasdanFungsiJabatanBerdasarkanKedudukan ........... 32

4.1.5 SumberDayaSatpol PP Kabupaten Aceh Barat .............. 36

4.1.6 StrukturSatpol PP Kabupaten Aceh Barat ..................... 37

4.2 SosialisasiPenertiban PKL OlehSatpol PP di Kota

Meulaboh ................................................................................. 39

4.3 KendalaSatpol PP dalamMensosialisasikanPenertiban PKL

di Kota Meulaboh .................................................................... 43

4.4 Pembahasan ............................................................................. 46

4.4.1 SosialisasiPenertiban PKL OlehSatpol PP di Kota

Meulaboh ..................................................................... 46

4.4.2 KendalaSatpol PP

dalamMensosialisasikanPenertiban PKL di Kota

Meulaboh ..................................................................... 48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 50

5.1. Kesimpulan .............................................................................. 50

5.2. Saran ....................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52

LAMPIRAN

Page 10: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. PenelitianTerdahulu ........................................................................ 8

Tabel 4.2. JumlahPersonilSatpol PP BerdasarkanGolongan ............................. 39

Page 11: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

x

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : RachmadHidayatSaputra

NIM : 06C2-0210024

ProgramStudi : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan IlmuPolitik

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar dibuat oleh penulis sendiri

dan orisinil, sertabelum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar

sarjana akademik di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis disebutkan

dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.Apabila ternyata didalam skripsi ini

semua atau sebagian isinya terdapat unsur-unsur plagiat, maka saya akan bersedia

skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang saya peroleh dapat

dicabut/dibatalkan, serta dapat diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dan ditanda tangani dalamkeadaan

sadar tanpa tekanan/paksaan oleh siapapun.

Meulaboh, Agustus2014

Yang membuat pernyataan

RACHMAD HIDAYAT SAPUTRA

06C2-0210024

Page 12: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

xi

ABSTRAK

RachmadHidayatSaputra. SosialisasiPenertiban PKL

olehSatuanPolisiPamongPraja (Satpol PP) di Kota

Meulaboh.DibawahbimbinganSudarmanAlwy, M.AgdanNurlian, S.Sos.

RumusanpenelitianiniadalahtentangBagaimanakah bentuk sosialisasi penertiban

PKL yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota

Meulaboh.Ada beberapapermasalahan yang

melatarbelakangipenelitidalammelakukanpenelitianinidiantaranyaadalahkurangny

akesadaranmasyarakatakanpentingnyaketertibandanketenteraman, danupaya yang

dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Prajaa Kota Meulaboh dalam menertibkan

Pedagang Kaki Lima. Tujuanpenelitianiniadalahuntukmenggambarkan sosialisasi

yang dilakukan Satpol-PP Kabupaten Aceh Barat dalam menertibkan PKL di Kota

Meulaboh, Sertauntukmengetahui kendala apasaja yang dihadapipihak Satpol PP

dalam mensosialisasikan ketertiban dan ketentraman terhadap masyarakat.

Metode yang

digunakandalampenelitianiniadalahmetodedeskriptifkualitatif.Subjekdalampeneliti

aniniadalahaparaturdan para pedagang kaki lima di Kota Meulaboh. Tekniksampel

yang digunakanadalahteknik Purposive Sampling.Teknikanalisis data yang

digunakanadalahreduksi data, penyajian data,

verifikasidanmenarikkesimpulan.Hasildaripenelitian menunjukanbahwa sosialisasi

penertiban PKL di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tergolongkurangbaik

dan banyaknya hambatan yang dihadapi oleh pihak Satpol PP dalam penertiban.

Kata Kunci : Sosialisasi, Pedagang Kaki Lima, Satpol PP

Page 13: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan sempitnya

lapangan pekerjaan formal mengakibatkan bertambah besarnya angka

pengangguran. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang kemudian bekerja

atau berusaha pada sektor informal seperti menjadi Pedagang Kaki Lima di kota-

kota besar di Indonesia. Pedagang Kaki Lima (PKL) timbul sebagai akibat dari

tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki

kemampuan dalam berproduksi, bisa juga sebagai akibat dari kebijakan ekonomi

liberal yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi makro dan mengabaikan

ekonomi mikro. Pedagang Kaki Lima (PKL) telah menjadi fenomena yang lazim

terdapat pada kota-kota besar di Indonesia. Pemerintah Daerah sebagai otoritas

yang mempunyai kewenangan untuk mengelola dinamika masyarakat,

mempunyai kebijakan yang berbeda-beda dalam menyikapi fenomena tersebut.

Sejalan dengan semangat otonomi daerah, setiap pemerintah daerah

berupaya mengembangkan berbagai strategi atau kebijakan untuk menangani

persoalan PKL dari mulai yang bersifat persuasif hingga represif. Pilihan strategi

terkait dengan cara pandang pemerintah terhadap PKL. Jika pemerintah melihat

PKL sebagai potensi sosial ekonomi yang bisa dikembangkan, maka kebijakan

yang dipilih biasanya akan lebih diarahkan untuk menata PKL, misalnya dengan

memberikan ruang usaha bagi PKL, memformalkan status mereka sehingga bisa

memperoleh bantuan kredit bank, dan lainnya. Namun sebaliknya, jika PKL hanya

Page 14: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

2

dilihat sebagai pengganggu ketertiban dan keindahan kota, maka mereka akan

menjadi sasaran penggusuran dan penertiban.

Besarnya arus migrasi desa-kota akan menimbulkan dampak demikian

besar pada daya dukung lingkungan dengan gejala munculnya pemukiman liar

(squatter settlement) dan pengangguran yang akan mempertajam persaingan

memperebutkan lapangan pekerjaan dan pemukiman. Para pendatang dari desa ini

sebagian besar tidak memiliki keahlian atau keterampilan yang dibutuhkan sektor

modern, sehingga mereka harus menjalani kehidupan marginal selama bermukim

di perkotaan. Itu pula sebabnya di beberapa sudut kota sering ditemukan orang

hidup menggelandang, tidur di emper toko, kios pasar atau dikolong jembatan

yang menampilkan kesengsaraan manusia di kota-kota besar yang sedang tumbuh

pesat. Untuk dapat bertahan hidup, maka tidak ada jalan lain selain berusaha di

sektor-sektor ekonomi informal. Dari dampak gejala urbanisasi semacam inilah

kemudian mulai muncul berbagai jenis dan tingkatan usaha di sektor ekonomi

informal, mulai dari pengemis jalanan, pengamen, pengumpul barang bekas

(barang rombengan), pemungut puntung rokok, kaca, dan kertas bekas, tukang

copet, tukang becak, hingga pedagang kaki lima berbagai jenis usaha.

Berkaitan dengan hal tersebut, eksistensi Satuan Polisi Pamong Praja

dalam penegakkan hukum (represif), sebagai perangkat pemerintah daerah,

kontribusi satuan Polisi Pamong Praja sangat diperlukan guna mendukung

suksesnya pelaksanaan Otonomi Daerah dalam penegakan peraturan daerah

menciptakan pemerintahan yang baik. Dengan demikian aparat Polisi Pamong

Praja merupakan garis depan dalam hal motivator dalam menjamin kepastian

pelaksanaan peraturan daerah dan upaya menegakkannya ditengah-tengah

Page 15: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

3

masyarakat, sekaligus membantu dalam menindak segala bentuk penyelewengan

dan penegakan hukum. Kepala Daerah mempunyai kewajiban menegakan

peraturan perundang-undangan dan memelihara ketertiban dan kententraman

masyarakat. Tugas kewajiban Kepala Daerah selain berasal dari tugas yang timbul

karena inisiatif sendiri dari alat perlengkapan daerah (Otonomi Daerah) dapat juga

diperintahkan oleh penguasa yang lebih atas atau yang disebut tugas pembantuan

(Irawan Soejito, Sejarah Daerah Indonesia, Pradanya Paramita, Jakarta 1984).

Dalam melaksanakan kewenangan guna menegakkan Peraturan Daerah

dan keputusan kepala daerah, sebagai salah satu tugas utama dari Polisi Pamong

Praja, tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan, terlebih dalam

melaksanakan kewenangan ini Polisi Pamong Praja dibatasi oleh kewenangan

represif yang sifatnya non yustisial. Aparat Polisi Pamong Praja sering kali harus

menghadapi berbagai kendala ketika harus berhadapan dengan masyarakat yang

memiliki kepentingan tertentu dalam memperjuangkan kehidupannya, yang

akhirnya bermuara pada munculnya konflik (bentrokan). Dalam menghadapi

situasi seperti ini Polisi Pamong Praja harus dapat mengambil sikap yang tepat

dan bijaksana, sesuai dengan paradigma baru Polisi Pamong Praja yaitu menjadi

aparat yang ramah, bersahabat, dapat menciptakan suasana batin dan nuansa

kesejukan bagi masyarakat, namun tetap tegas dalam bertindak demi tegaknya

peraturan yang berlaku.

Dengan diterbitkanya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, dalam pasal 148 ayat 1 disebutkan bahwa Polisi Pamong

Praja ditetapkan sebagai perangkat pemerintah daerah dengan tugas pokok

menegakkan peraturan daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan

Page 16: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

4

ketentraman masyarakat, sebagai pelaksana tugas desentralisasi. Desentralisasi

sendiri adalah suatu cara pemerintahan dimana sebagian dari kekuasaan mengatur

dan mengurus dari Pemerintah Pusat diserahkan kepada kekuasaan-kekuasaan

bawahan.

Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja dalam menjalankan tugasnya

diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010

Tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Sehubungan dengan permasalahan yang

timbul dalam penegakan peraturan daerah di Kabupaten Aceh Barat menunjuk

aparat yang bertugas untuk menjaga ketentraman dan ketertiban umum serta

perlindungan masyarakat dan penegakan peraturan daerah dan keputusan kepala

daerah adalah Satuan Polisi Pamong Praja. Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh

Barat dalam peranannya menjaga ketentraman dan ketertiban umum sangatlah

membantu, terutama yang berkaitan dengan pembinaan keamanan, penyuluhan,

sosialisasi dan penggalangan masyarakat. Sikap Satpol PP dalam menghadapi

masyarakat secara umum dapat mengambil sikap dengan tepat dan bijaksana,

sehingga tercipta aparat yang ramah dan bersahabat namun tetap tegas dalam

bertindak sesuai peraturan yang berlaku.

Masalah PKL selalu menjadi hal yang menarik untuk diteliti. PKL selalu

menjadi polemik di berbagai kalangan, baik di kalangan masyarakat maupun di

kalangan pemerintah. Keberadaannya sering berhubungan dengan masalah

penertiban dan penggusuran seolah telah menjadi satu mata rantai tak

terpisahkan. Upaya penertiban yang dilakukan oleh aparat pemerintah sering

berakhir dengan bentrokan dan mendapat perlawanan fisik dari PKL. Bersama

dengan komponen masyarakat lainnya, tidak jarang para PKL melakukan unjuk

Page 17: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

5

rasa yang selalu berakhir dengan kekacauan. Sehingga ketertiban yang diharapkan

sulit sekali untuk diwujudkan. Perhatian terhadap eksistensi peranan Satuan Polisi

Pamong Praja (satpol-PP) dalam penegakan peraturanpun semakin berkembang

pula seiring dengan munculnya berbagai masalah dalam pelayanan pemerintah

kepada masyarakat, khususnya dalam penertiban pedagang kaki lima (PKL), yang

menjadi tanggung jawab Satpol PP.

Berdasarkan uraian singkat tersebut diatas, penulis merasa tertarik untuk

lebih jauh meneliti tentang peranan Satuan Polisi Pamong Praja (satpol-PP) dalam

penegakan Peraturan Daerah di Kabupaten Aceh Barat secara langsung di

lapangan. Atas dasar itulah penulis mengangkatnya ke dalam sebuah penelitian

yang berjudul : “Sosialisasi Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) Oleh

Satpol PP Di Kota Meulaboh” (Studi Kasus Pada Kantor Satpol PP Kabupaten

Aceh Barat)

Page 18: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

6

1.2 Rumusan Masalah

Berkaitan dengan ketentraman dan ketertiban umum, maka permasalahan

yang akan penulis uraikan dalam skripsi ini antara lain :

1. Bagaimanakah bentuk sosialisasi penertiban PKL yang dilakukan oleh Satuan

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Kota Meulaboh ?

2. Apakah kendala Satpol PP dalam mensosialisasikan penertiban PKL di Kota

Meulaboh ?

1.3 Manfaat Penelitian

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat dalam penambahan literatur di bidang

pelayanan khususnya tentang sosialisasi penertiban PKL oleh Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol-PP) dalam penegakan peraturan daerah. Penelitian ini juga

diharapkan memberikan manfaat dari segi praktis yaitu suatu bentuk sumbangan

pemikiran dan masukan untuk pihak terkait khususnya kepada masyarakat luas

tentang peranan Satuan Polisi Pamong Praja.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan secara rinci dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan :

Dalam bab ini membahas mengenai gambaran umum isi tulisan penelitian

yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

Page 19: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

7

Bab II Tinjauan Pustaka :

Dalam bab ini membahas tentang teori-teori penunjang yang mendasari

dalam pembahasan permasalahan.

Bab III Metode penelitian :

Dalam bab ini akan membahas tentang metode yang dipakai dalam

penelitian ini.

Bab IV Hasil dan pembahasan :

Dalam bab ini akan menguraikan mengenai pembahasan tentang

Sosialisasi Penertiban PKL oleh Dinas Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol-PP) di Kota Meulaboh yang di dasarkan pada data yang diperoleh

dari berbagai sumber serta permasalahan yang dihadapi oleh Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) dilapangan.

Bab V Penutup :

Bab ini berisi kesimpulan yang diambil dari uraian pembahasan dan

analisa yang dilakukan pada bab sebelumnya, selain itu juga di tambahkan

saran untuk pengembangan lebih lanjut tentang Sosialisasi Penertiban PKL

oleh Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) di Kota Meulaboh

Kabupaten Aceh Barat.

Page 20: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil

berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat

dijadikan sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang menurut

peneliti perlu dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan

dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini,

fokus penelitian terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait dengan masalah

Peranan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Dalam Penegakan Peraturan

Daerah di Kota Medan. Oleh karena itu, Sebagai bahan pertimbangan dalam

penelitian ini akan dicantumkan hasil penelitian terdahulu yang pernah penulis

baca diantaranya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu

NO THN PENELITI MASALAH

PENELITIAN HASIL/ TEMUAN PENERBIT

1 2013 Arwin

Hasibuan

1. Bagaimana

kedudukan

Satuan Polisi

Pamong Praja Kota Medan

dalam

pelaksanaan penegakan

peraturan

daerah? 2. Apakah faktor-

faktor yang

menjadi

hambatan yang dihadapi satuan

1. Memberikan hasil/

gambaran dan

penjelasan bahwa

Pelaksanaan penegakan peraturan

daerah yang

dilakukan oleh Satuan Polisi

Pamong Praja di

Kota Medan Peran Polisi Pamong Praja

dalam penegakkan

Peraturan Daerah

dilakukan dengan cara melakukan

Univ.

Muslim

Nusantara

(UMN) Al Washliyah

Medan

Page 21: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

9

polisi pamong praja dalam

penegakan

peraturan daerah di Kota Medan

dan bagaimana

upaya mengatasi permasalahan

tersebut ?

kegiatan operasi yang

meliputi operasi

dengan sistem

stasioner, operasi

dengan sistem mobil

(Hunting),pencari

kerja mudah

mendapat pekerjaan.

2. Sedangkan hambatan

yang dihadapi

adalah secara kelembagaan,

Sumber Daya

Manusia, Jaringan Kerja,

Lingkungan yang

belum Kondusif

menjadi hambatan

yang paling besar

dalam penerapan

Perda.

Dengan demikian, perbedaan antara skripsi ini dengan hasil-hasil

penelitian sebelumnya adalah pada kaitan pembahasan strategi yang dilakukan

oleh Satpol PP. Pada Skripsi ini kajian lebih difokuskan untuk menjelaskan secara

menyeluruh tentang Sosialisasi Penertiban Pedagang Kaki Lima yang dilakukan

oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Arwin Hasibuan diatas adalah,

penelitian tersebut hanya terfokus pada peranan Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Medan dalam Penerapan Peraturan Daerah.

2.2 Pengertian Sosialisasi

Pada dasarnya, sosialisasi memberikan dua kontribusi fundamental bagi

kehidupan kita. Pertama, memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi

terciptanya partisipasi yang efektif dalam masyarakat, dan kedua memungkinkan

Page 22: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

10

lestarinya suatu masyarakat, karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi

saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat terganggu. Contohnya,

masyarakat Sunda, Jawa, Batak, dsb, akan lenyap manakala satu generasi tertentu

tidak mensosialisasikan nilai-nilai kesundaan, kejawaan, kebatakan kepada

generasi berikutnya. Agar dua hal tersebut dapat berlangsung maka ada beberapa

kondisi yang harus ada agar proses sosialisasi terjadi. Pertama, adanya warisan

biologikal, dan kedua , adalah adanya warisan sosial.

Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai

sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang

cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-

hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif.

Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita. Salah satu teori

yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1999 : 41)

Brim (dalam Brice, 2000 : 50) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses

dimana seseorang memperoleh pengetahuan, kemampuan dan dasar yang

membuat mereka mampu atau tidak mampu menjadi anggota dari suatu

kelompok. Pengertian ini memandang sosialisasi sebagai suatu proses belajar

dimana individu belajar dan mendapatkan nilai dari kelompok-kelompok yang

dimasukinya.

Pengertian tersebut juga sejalan dengan pengertian dari Zigler dan Child

(dalam Brice, 2004 : 33) yang menyatakan bahwa sosialisasi adalah keseluruhan

proses dimana individu mengembangkan, melalui proses transaksi dengan orang

lain, bentuk-bentuk khusus dari perilaku dan pengalaman yang berhubungan

dengan sosialnya. Pengertian ini menekankan pada hubungan dengan orang lain

Page 23: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

11

dalam pembentukan sosialisasi bukan hanya pada proses perkembangan saja.

Sosialisasi merupakan suatu proses dari perkembangan individu yaitu disposisi

perilaku dan hubungan dengan orang lain, bukan hanya keluarga tetapi juga

semua orang yang bertransaksi dengan orang tersebut

Papalia (2003 : 26) menyatakan bahwa sosialisasi adalah proses

mengembangkan kebiasaan, nilai-nilai, perilaku dan motif untuk dapat menjadi

anggota masyarakat. Proses tersebut bermula dari keluarga sebagai tempat anak

melakukan kontak pertama dan berkembang terus selama kehidupan anak.

Pengertian ini juga mencakup mengenai proses transaksi dengan orang lain dalam

lingkungan sekolah, maupun dengan teman sebayaknya. Sosialisasi bergantung

pada proses internalisasi standar-standar sosial yang berlaku dalam kelompok.

Anak-anak menerima standar sosial tersebut atau tidak tergantung pada rasa aman

yang dirasakan oleh anak tersebut di dalam kelompoknya.

2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sosialisasi

Ada dua faktor yang secara garis besar dapat memengaruhi proses

sosialisasi, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.

1) Faktor Intrinsik

Sejak lahir manusia sesungguhnya telah memiliki pembawaan-pembawaan yang

berupa bakat, ciri-ciri fisik, dan kemampuan-kemampuan khusus warisan orang

tuanya. Hal itu disebut sebagai faktor intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari alam

diri seseorang yang melakukan sosialisasi. Faktor ini akan menjadi bekal

seseorang untuk melaksanakan beragam aktivitas dalam sosialisasi. Hasilnya akan

sangat berpengaruh terutama dalam perolehan keterampilan, pengetahuan, dan

nilai-nilai dalam sosialisasi itu sendiri.

Page 24: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

12

2) Faktor Ekstrinsik

Sejak manusia dilahirkan dia telah mendapat pengaruh dari lingkungan di

sekitarnya yang disebut sebagai faktor ekstrinsik. Faktor ini dapat berupa nilai-

nilai, kebiasaan kebiasaan, adat istiadat, norma-norma, sistem sosial, sistem

budaya, dan sistem mata pencaharian hidup yang ada dalam masyarakat. Nilai-

nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat menjadi pedoman bagi

seseorang untuk melakukan berbagai aktivitas agar sikap dan perilakunya sesuai

dengan harapan masyarakat. Perpaduan antara faktor intrinsik dan ekstrinsik akan

berakumulasi pada diri seseorang dalam melaksanakan sosialisasi.

2.3 Pengertian, Fungsi dan Wewenang Pamong Praja

2.3.1 Pengertian Pamong Praja

Pengertian Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah perangkat daerah yang bertugas

membantu kepala daerah dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan

ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah (Pasal 148 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Bila melihat pengertian Polisi Pamong Praja tersebut diatas, dapat

disimpulkan bahwa perbedaan Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah :

1. Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah

sebagai aparat daerah yang bertanggung jawab kepada kepala wilayah artinya

aparat pemerintah pusat yang dipekerjakan di daerah, (Undang-undang No. 5

Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah).

Page 25: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

13

2. Sedangkan Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 adalah sebagai aparat daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala

Daerah (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah ).

Istilah Pamong Praja berasal dari dua kata yaitu ”pamong” dan ”praja”.

Pamong mempunyai arti pengurus, pengasuh atau pendidik. Sedangkan Praja

memiliki arti kota, negeri atau kerajaan. Sehingga secara harfiah Pamong Praja

dapat di artikan sebagai pengurus kota.

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong

Praja memberikan definisi Polisi Pamong Praja yang tidak jauh berbeda dengan

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, yaitu aparatur

pemerintah daerah yang melaksanakan tugas kepala daerah dalam memelihara dan

menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan peraturan

daerah dan keputusan daerah.

2.3.2 Fungsi Pamong Praja

Satuan Polisi Pamong Praja disebutkan juga dalam Pasal 5 Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja

menyelenggarakan fungsi yaitu:

a. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan

ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan

masyarakat;

b. Pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah;

c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat di daerah;

Page 26: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

14

d. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;

e. Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil

daerah, dan/atau aparatur lainnya;

f. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar

mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah; dan

g. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.

2.3.3 Wewenang Pamong Praja

Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 Tentang

Satuan Polisi Pamong Praja, Satuan Polisi Pamong Praja juga berwenang:

a. Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat,

aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau

peraturan kepala daerah;

b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu

ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

c. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan

masyarakat;

d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau

badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau

peraturan kepala daerah; dan

e. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau

badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan

kepala daerah.

Page 27: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

15

2.4 Pengertian Peraturan Daerah

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan

Daerah (Perda) adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”.

Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang

Pemerintah Daerah adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk

bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di

Propinsi maupun di Kabupaten/Kota”. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Perda dibentuk dalam

rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas

pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing

daerah.

2.5 Pengertian Peraturan

Lydia Harlina Martono mendefinisikan bahwa peraturan merupakan

pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat peraturan,

manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali, dan sulit diatur.

(1999:20)

Joko Untoro (2000:51) mendefiniskan Peraturan merupakan salah satu

bentuk keputusan yang harus ditaati dan dilaksanakan. Kita harus menaati

peraturan agar semua menjadi teratur dan orang akan merasa nyaman. Peraturan

adalah tindakan yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan

Page 28: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

16

Menurut Plato peraturan adalah hukum yaitu suatu sistem peraturan-

peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat. (2003:12)

Joko Untoro (2000:30) menyebutkan Peraturan merupakan salah satu

bentuk keputusan yang harus ditaati dan dilaksanakan. kita harus menaati

peraturan agar semua menjadi teratur dan orang akan merasa nyaman, peraturan

adalah tindakan yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan.

Menurut Sunaryati (1999:11) definisi mengenai peraturan yaitu: Peraturan

itu tidak menyangkut kehidupan pribadi seseorang, akan tetapi jika menyangkut

dan mengatur berbagai aktivitas manusia dalam hubungannya dengan manusia

lainnya, atau dengan kata lain peraturan mengatur berbagai aktivitas manusia di

dalam hidup bermasyarakat.

Dari Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, Pengertian

Peraturan adalah seperangkat norma atau kaidah yang berfungsi mengatur tingkah

laku manusia dengan tujuan untuk ketentraman dan kedamaian di dalam

masyarakat.

2.6 Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL)

Menurut Breman (1998:81), pedagang kaki lima merupakan usaha kecil

yang dilakukan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan

mempunyai modal yang terbatas. Dalam bidang ekonomi, pedagang kecil ini

termasuk dalam sektor informal, di mana merupakan pekerjaan yang tidak tetap

dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak terikat pada aturan hukum,

hidup serba susah dan semi kriminil pada batas-batas tertentu.

Menurut Sethurahman (1999:51) bahwa istilah pedagang kaki lima

biasanya untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil,

Page 29: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

17

tetapi akan menyesatkan bila disebut dengan “perusahaan” berskala kecil karena

beberapa alasan, antara lain :

1. Mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan

rendah (kebanyakan para migran). Jelaslah bahwa mereka bukanlah kapitalis

yang mencari investasi yang menguntungkan dan juga bukanlah pengusaha

seperti yang dikenal pada umumnya.

2. Cakrawala mereka nampaknya terbatas pada pengadaan kesempatan kerja dan

menghasilkan pendapatan yang langsung bagi dirinya sendiri.

3. Pedagang kaki lima di kota terutama harus dipandang sebagai unit-unit

berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang yang

masih dalam suatu proses evaluasi dari pada dianggap sebagai perusahaan

yang berskala kecil dengan masukan-masukan (input) modal dan pengolahan

yang besar.

Menurut Wirosardjono (2002 : 39), pengertian pedagang kaki lima adalah

kegiatan sektor marginal (kecil-kecilan) yang mempunyai ciri sebagai berikut :

1. Pola kegiatan tidak teratur baik dalam hal waktu, permodalan maupun

penerimaannya.

2. Tidak tersentuh oleh peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang

ditetapkan oleh pemerintah (sehingga kegiatannya sering dikategorikan

“liar”).

3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan

diusahakan dasar hitung harian.

4. Pendapatan mereka rendah dan tidak menentu.

Page 30: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

18

5. Tidak mempunyai tempat yang tetap dan atau keterikatan dengan usaha-usaha

yang lain.

6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang

berpenghasilan rendah.

7. Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga secara luas

dapat menyerap bermacam-macam tingkatan tenaga kerja.

8. Umumnya tiap-tiap satuan usaha yang mempekerjakan tenaga yang sedikit

dan dari lingkungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama.

9. Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan dan sebagainya.

Page 31: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

dengan tipe penelitian analisis deskriptif, dimana hasil akhir dari penelitian ini

digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang menunjukkan hasil akhir

penelitian. Penelitian deskriptif adalah pencarian fakta dengan penafsiran yang

tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta

tata cara yang berlaku dalam situasi tertentu termasuk hubungan, kegiatan-

kegiatan, sikap, pandangan serta proses yang berlangsung dan pengaruh dari suatu

fenomena (Nazir, 2006: 63). Selanjutnya Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3)

mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-

orang dan perilaku yang diamati.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

penelitian deskriptif analisis, dimana hasil akhir dari penelitian ini digambarkan

dengan kata-kata atau kalimat yang menunjukkan hasil akhir penelitian. Nazir

(2000:63) menyatakan “Penelitian deskriptif adalah pencarian fakta dengan

penafsiran yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam

masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam situasi tertentu termasuk tentang

hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap, pandangan serta proses yang berlangsung dan

pengaruh dari suatu fenomena”. Dalam penggunaan data kualitatif terutama dalam

penelitian yang digunakan untuk permintaan informasi yang bersifat menerangkan

Page 32: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

20

dalam bentuk uraian, data tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk uraian, maka

data tersebut tidak dapat diwujudkan dalam bentuk angka-angka melainkan

berbentuk suatu penjelasan yang menggambarkan keadaan, peristiwa tertentu.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam sebuah penelitian merupakan tempat dimana

sebuah penelitian dilakukan, adapun lokasi penelitian yang penulis lakukan dalam

penelitian ini yaitu Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten

Aceh Barat.

3.3. Instrumen Penelitian

Penelitian metode kualitatif, suatu metode penelitian yang digunakan

untuk meneliti pada kondisi objek yang alami, maka peneliti sebagai instrumen

kunci (Moleong 2002:4). Peneliti merupakan instrumen kunci utama, karena

peneliti sendiri yang menentukan keseluruhan skenario peneliti serta turun

langsung ke lapangan melakukan pengamatan dan wawancara dengan informan.

Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian untuk mendapatkan data

yang valid dan variable. Namun, untuk membantu kelancaran dalam

melaksanakannya, penelitian ini didukung juga oleh instrumen pembantu sebagai

panduan wawancara. Oleh karena itu sebelum turun kelapangan, maka peneliti

akan membuat panduan wawancara untuk memudahkan pelaksanaan penelitian di

lapangan. Alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu : Dokumen,

laporan, dan lain sebagainya.

Page 33: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

21

3.4. Subyek Penelitian

Menurut Sugiyono (2007: 97) subyek penelitian adalah sumber yang dapat

memberikan informasi tentang apa yang sedang diteliti. Sedangkan dalam

penelitian ini menggunakan teknik pusposive sampling, yaitu teknik penarikan

dengan cara sengaja atau menunjuk langsung kepada orang yang dianggap dapat

mewakili populasi, oleh karena itu teknik ini didasarkan atas kriteria atau

pertimbangan-pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan yang digunakan

penulis, dikarenakan subyek yang telah ditetapkan ini dianggap lebih mengetahui

dan memahami masalah penelitian.

Subyek/responden dalam penelitian ini adalah dan Aparatur Satpol PP

Kabupaten Aceh Barat dan Pedagang kaki lima (PKL) kota Meulaboh, adapun

rincian informannya, sebagai berikut:

a. Kepala Satpol PP 1 Orang

b. Kepala Subbagian Tata Usaha 1 Orang

c. Kasi Transtib 1 Orang

d. Kasi Linmas dan Hal 1 Orang

e. Pedagang Kaki Lima 3 Orang

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap dan akurat, maka

teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Pengamatan (Observasi)

Margono ( 2005: 158). Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Observasi

Page 34: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

22

merupakan suatu tehnik untuk mengamati secara langsung maupun tidak langsung

terhadap penegakan peraturan daerah di Kota Meulaboh. Observasi dilaksanakan

dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian,

dengan maksud memperoleh gambaran empirik pada hasil temuan. Hasil dari

observasiini dapat mempermudah dalam menjelaskan keterkaitan dari fenomena-

fenomena yang ada.

2. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan

sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap

secara tatap muka. Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan

menggunakan pedoman wawancara. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998:

47) dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara

ini, interview dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta

mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan,

bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit.

Wawancara langsung secara mendalam (indepth interview), yakni suatu

dialog/tanya jawab yang penulis lakukan terhadap nara sumber sebagai informan

secara mendalam untuk memperoleh data primer yang objektif dan faktual tentang

permasalahan yang diteliti.

Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan yang telah ditentukan

untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas dan mendalam tentang berbagai hal

yang diperlukan, yang berhubungan dengan masalah penelitian, juga untuk

merespon berbagai pendapat untuk melihat sejauh mana proses pelayanan kepada

masyarakat berjalan. Adapun informan yang ditentukan dalam penelitian adalah

Page 35: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

23

semua komponen yang berhubungan dan terlibat dalam penegakan peraturan

daerah di Kota Meulaboh yang dipilih secara “purpossive”, yaitu metode

penarikan sampel dengan tujuan tertentu, sesuai dengan data yang dibutuhkan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu cara atau metode dalam mengumpulkan data dari

dokumen barang-barang tertulis. Metode ini untuk mengumpulkan data tentang

keadaan umum tempat penelitian yang meliputi kondisi dan letak geografis

kantor, keadaan staf dan atasannya, sarana dan prasarana dan lain

sebagainya.(Kriyantono, 2006:98).

3.6. Teknik Analisa Data

Semua data yang diperoleh akan dianalisi secara kualitatif. Artinya, untuk

analisis data tidak dipergunakan model uji statistik melainkan lebih ditujukan

model penyajian deskriptif. Ada tiga komponen dalam menganalisis data, yaitu :

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sugiono, 2007: 286):

1. Reduksi data: sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada

penyederhanaan abstraksi data dari catatan lapangan. Data ini dikelompokkan

sesuai dengan masalah yang dikaji. Proses reduksi data berlangsungselama

penelitian ini berlangsung.

2. Penyajian data: Membandingkan dan menghubungkan semua data primer

yang ditemukan dilapangan dengan data sekunder, yaitu data yang diperoleh

dikepustakaan. Selanjutnya melakukan interpretasi terhadap data tersebut,

guna membagi konsep yang bermakna.

3. Penarikan kesimpulan: kesimpulan ini dilakukan berdasarkan hasil

interpretasi data yang diperoleh dari data primer (wawancara dan observasi)

Page 36: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

24

dan data sekunder (buku-buku, internet, jurnal). Untuk menghindari

kesalahan interpretasi terhadap data dan pematangan hasil yang diperoleh,

maka dilakukan penafsiran ulang terhadap kesimpulan.

3.7. Uji Kredibilitas Data

Pengujian keabsahan data pada metode penelitian kualitatif menurut

Sugiyono (2007:339) meliputi uji credibility (validitas internal), transferability

(validitas eksternal), dependability (reliability) dan confirmability (obyektivitas).

Sedangkan dalam penelitian ini yang digunakan adalah :

1. Pengujian Kredibilitas

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan

ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan

member check. Digunakannya uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang

lebih mendalam mengenai subyek penelitian.

Triangulasi dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan dari dari beberapa

pihak secara terpisah namun dengan karakteristik yang sama, kemudian hasilnya

di cross check antara jawaban yang satu dengan yang lain yang lain. Triangulasi

dalam penelitian ini dilakukan terhadap orang tua dan sahabat dekat

responden.Dari hasil jawaban dari beberapa pihak tersebut kemudian dilihat

kesamaan danperbedaannya, sehingga dapat dilihat penerimaan diri berdasarkan

pengalaman psikologis obesitas dari orang yang satu dengan orang yang lain.

Kredibilitas (credibility) bertujuan untuk menilai kebenaran dari temuan

penelitian kualitatif. Kredibilitas ditunjukkan ketika partisipan mengungkapkan

bahwa transkrip penelitian memang benar-benar sebagai pengalaman dirinya

Page 37: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

25

sendiri. Dalam hal ini peneliti akan memberikan data yang telah ditranskripkan

untuk dibaca ulang oleh partisipan.

2. Pengujian Transferability

Transferability (validitas eksternal) menunjukkan derajat ketepatan atau

dapat diterapkannya hasil penelitian ke informandi mana sampel tersebut diambil.

Nilai transfer berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat

diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Bagi peneliti naturalistik, nilai

transfer bergantung pada pemakai, hingga manakah hasil penelitian tersebut dapat

digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain. Digunakannya uji ini karena

dapat diterapkan pada subyek yang lain yang mempunyai karakteristik yang sama

dengan subyek penelitian yang diambil Supaya orang lain dapat memahami hasil

penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian

tersebut, maka peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang

rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya. Dengan demikian maka pembaca

menjadi lebih jelas atas hasil penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan bisa

atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain. Bila

pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang sedemikian jelasnya,

semacam apa suatu hasil penelitian dapat diberlakukan (transferability), maka

laporan tersebut memenuhi standar transferability (Sugiyono, 2007:346)

3. PengujianKonfirmabiliti

Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji

dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji

konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang

dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang

Page 38: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

26

dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability.

Dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada, tetapi hasilnya ada. Uji ini

dimaksudkan agar pola-pola pertanyaan yang diajukan kepada subyek-subyek lain

yang serupa maka didapatkan hasil yang serupa pula sehingga didapatkan

keabsahan data untuk penelitian lebih lanjut.

Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati

partisipan. Peneliti akan melakukan confirmability dengan menunjukkan seluruh

transkrip yang sudah ditambahkan catatan lapangan, tabel pengkatagorian tema

awal dan tabel analisis tema pada pembimbing penelitian dan

partisipan(Sugiyono, 2007: 351).

Page 39: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

27

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Pembentukan Satpol PP Kabupaten Aceh Barat

Pada masa penjajahan Belanda Satuan Polisi Pamong Praja dikenal dengan

nama Bailluw dan telah beberapa kali berganti nama menjadi Kepanewon serta

Detasemen Polisi Pamong Praja, baru kemudian pada Tahun 1950 melalui Surat

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor UR 32/2/21 Tanggal 3 Maret 1950

tentang Perubahan Nama Detasemen Polisi Pamong Praja menjadi Satuan Polisi

Pamong Praja, dimana selanjutnya tanggal 3 Maret ini dijadikan hari lahirnya

Satpol PP dan untuk diperingati pada setiap tahunnya. Polisi Pamong Praja adalah

sebuah organisasi yang hubungannya sangat erat dengan masyarakat karena fungsi

utamanya adalah menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Istilah

Pamong Praja adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa jawa yang

mengandung arti filosofis cukup mendalam, Pamong adalah seseorang yang

dipandang, dituakan dan dihormati sehingga memiliki fungsi sebagai pembina

masyarakat diwilayahnya, lazimnya seorang Pamong adalah orang yang lebih tua,

pemuka agama atau pemuka adat. Selanjutnya makna dari kata Praja adalah

sebagai orang yang diemong, dibina dalam hal ini adalah rakyat/ masyarakatnya.

Melihat pengertian diatas dapat kita ambil sebuah defenisi arti dari

Pamong Praja yaitu petugas atau individu yang dihormati guna membina

masyarakat diwilayahnya agar tertib dan tenteram. Di Kabupaten Aceh Barat cikal

bakal Satuan Polisi Pamong Praja diawali dengan sebuah Sub Bagian Ketertiban

Page 40: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

28

pada Bagian Pemerintahan Setdakab Aceh Barat, pada Tahun 1999 ditingkatkan

statusnya menjadi Bagian Ketertiban pada Setdakab Aceh Barat yang sekaligus

membawahi Satpol PP baru kemudian pada Tahun 2003 melalui Peraturan Daerah

Kabupaten Aceh Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pembentukan Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah Kabupaten Aceh Barat,

kelembagaan Bagian Ketertiban dipindahkan dari Setdakab Aceh Barat ke Dinas

Kebersihan, Penertiban dan Lingkungan Hidup dan statusnyapun dari Bagian

menjadi sebuah Bidang. Baru pada tahun 2008 kelembagaan Bidang Ketertiban

diubah menjadi Satuan Polisi Pamong Praja dan digabungkan dengan Satuan

Wilayatul Hisbah melalui Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008

tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah

Kabupaten Aceh Barat dan Peraturan Bupati Aceh Barat Nomor 13 Tahun 2008

tentang Penjabaran, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja dan

Wilayatul Hisbah Kabupaten Aceh Barat.

4.1.2. Visi dan Misi Satpol PP Kabupaten Aceh Barat

Adapun visi dan misi sekretariat Kecamatan Johan Pahlawan adalah

sebagai berikut :

Visi : Terwujudnya ketentraman dan ketertiban umum dalam masyarakat yang

berdasarkan dinul islam.

Misi :

1. Meningkatkan kemitraan dengan Alim Ulama, Tokoh Masyarakat,

Aparatur Pemerintah dan masyarakat pada umumnya dalam proses

Penertiban dan Implementasi Syariat Islam;

Page 41: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

29

2. Meningkatkan penegakan Qanun/Perda dan Keputusan Kepala Daerah

tentang penertiban dan Syariat Islam;

3. Meningkatkan penertiban Qanun/Perda dan penyelenggaraan

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

4. Meningkatkan mutu dan citra sumber daya manusia di Bidang Satuan

Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah;

5. Meningkatkan sarana dan pengembangan prasarana Satuan Polisi

Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah.

4.1.3. Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh Barat

Satpol PP Kabupaten Aceh Barat mempunyai tugas menegakkan

peraturan segala daerah terutama qanun/perda dan menyelenggarakan ketentraman

dan ketertiban serta perlindungan masyarakat dan penegakan syariat islam.

Adapun tugas dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh Barat

berdasarkan Qanun Kabupaten Aceh Barat nomor 11 Tahun 2012 tentang susunan

Organisasi dan tata kerja lembaga teknis daerah Kabupaten Aceh Barat dan

Peraturan Bupati Aceh Barat Nomor 26 Tahun 2011 tentang penjabaran Tugas,

Fungsi Dan Tata Keja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh Barat adalah

sebagai berikut:

1. Fungsi Satpol PP

a. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan qanun/perda.

penyelengaraan ketertiban umum dan ketertiban masyarakat serta

perlindungan masyarakat.

b. Pelaksanaan kebijakan penegakan qanun/perda dan Peraturan Kepala

daerah.

Page 42: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

30

c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat di Daerah.

d. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat.

e. Pelaksanaan koordinasi penegakan qanun/perda dan peraturan kepala

Daerah.

f. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri sipil

Daerah dan/atau aparatur lainnya.

g. Penagawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar

mematuhi dan mentaati qanun/perda dan Peraturan Kepala Daerah.

h. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan penyelenggaran

perturan perundang-undangan dibidang syariat islam.

i. Melakukan pembinaan dan advokasi spirirtual terhadap setiap orang

berdasarkan bukti permulaan patut diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap peraturan perundang-undangan dibidang syariat islam.

j. Melimpahkan perkara pelanggaran peraturan per-Undang-Undangan

dibidang Syariat Islam kepada Penyidik.

k. Memberitahukan kepada masyarakat tentang adanya peraturan perundang-

undangan dibidang syariat islam.

l. Menemukan adanya perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan syariat

islam.

m. Menegur, memperingatkan dan menasehati seseorang yang patut diduga

telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan syariat islam.

Page 43: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

31

n. Berupaya menghentikan kegiatan/perbuatan yang patut diduga telah

melanggar peraturan perundang-undangan dibidang syariat islam.

o. Menyelesaikan perkara pelanggaran tersebut melalui rapat adat gampong.

p. Memberitahukan pihak terkait tentang adanya dugaan telah terjadi

penyalahgunaan izin suatu tempat sarana, dan

q. Pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah sesuai

dengan bidang tugas dan fungsinya.

2. Tugas Satpol PP

a. Melakukan tindakan non yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas qanun/perda dan/atau

Peraturan Kepala Daerah

b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang

mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

c. Memfasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan

masyarakat.

d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran qanun/perda

dan/atau Peraturan Kepala Daerah.

e. Melakukan tindakan adminifstratif terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas qanun/perda dan/atau

Peraturan Kepala Daerah

f. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-

undangan dibidang Syariat Islam

Page 44: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

32

g. Mengatur, menasehati, mencegah dan melarang setiap orang patut diduga

telah, sedang dan melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-

undangan dibidang syariat islam

h. Menerima laporan pengaduan dari masyarakat.

i. Menyuruh berhenti seseorang yang patut diduga sebagai pelaku

pelanggaran.

j. Meminta keterangan identitas setiap orang yang patut diduga telah dan

sedang melakukan pelnggaran.

k. Menghentikan kegiatan yang petut diduga melanggar praturan perundang-

undangan dibidang syariat islam.

l. Dalam proses pembinaan berwenang meminta bantuan kepada Keuchik

dan Tuha Peut setempat.

m. Menjalankan tugas pembinaan terhadap seseorang yang diduga melakukan

pelanggaran dan diberi kesempatan maksimal 3 (tiga) kali dalam masa

tertentu, dan

n. Setiap orang yang pernah mendapat pembinaan petugas mustahib, tetapi

masih melanggar, akan diajukan kepada penyidik.

4.1.4. Tugas dan Fungsi Jabatan Berdasarkan Kedudukan

1. Kepala Satuan Polisi pamong Praja

Kepala Satuan Polisi pamong Praja Kabupaten Aceh Barat mempunyai

tugas :

a. Memimpin Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh Barat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

Page 45: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

33

b. Menyiapkan kebijakan Kabupaten dan kebijakan umum sesuai dengan tugas

Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh Barat;

c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja

Kabupaten Aceh Barat yang menjadi tanggungjawabnya; dan

d. Membina dan melaksanakan kerjasama dengan SKPD dan Organisasi lain.

2. Sub Bagian Tata Usaha

a. Melaksanakan urusan surat menyurat, kearsipan, kepustakaan, dokumentasi

dan kehumasan;

b. Melaksanakan urusan administrasi kantor, pelayanan umum, perlengkapan,

rumah tangga dan perjalanan dinas;

c. Melaksanakan koordinasi penyusunan program kerja, rencana kegiatan,

penyajian data, evaluasi dan pelaporan dinas;

d. Menyiapkan bahan rencana kebutuhan pegawai, pengembangan pegawai,

kepangkatan, hak dan kewajiban pegawai, pembinaan dan kesejahteraan

pegawai dan tata usaha kepegawaian pada Satuan Polisi Pamong Praja

Kabupaten Aceh Barat;

e. Menyusun rencana anggaran dan belanja;

f. Melaksanakan pengelolaan anggaran;

g. Melaksanakan urusan perbendaharaan;

h. Melaksanakan verifikasi, pembukuan dan pelaporan keuangan dinas; dan

i. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan.

3. Seksi Penegakan Kebijakan Daerah

Seksi Penegakan Kebijakan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja

Kabupaten Aceh Barat mempunyai tugas :

Page 46: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

34

a. Merumuskan kebijakan teknis bidang penegakan kebijakan daerah;

b. Merumuskan rencana kegiatan dan mempelajari peraturan Perundang-

Undangan dan Qanun;

c. Menginventarisir permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan

penegakan kebijakan daerah;

d. Monitoring dan evaluasi tentang pelaksanaan penegakan kebijakan daerah;

e. Melaksanakan tugas pembantuan guna mengefektifkan penegakan kebijakan

daerah; dan

f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan.

4. Seksi Ketentraman dan Ketertiban

Seksi Ketentraman dan Ketertiban Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten

Aceh Barat mempunyai tugas :

a. Merumuskan kebijakan teknis bidang ketentraman dan ketertiban umum;

b. Merumuskan rencana kegiatan dan mempelajari peraturan Perundang-

Undangan dan Qanun;

c. Menginventarisir permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan

ketentraman dan ketertiban umum;

d. Melakukan operasional kegiatan ketentraman dan ketertiban umum;

e. Monitoring dan evaluasi operasional kegiatan ketentraman dan ketertiban

umum;

f. Mengupayakan dan mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum;

g. Mengumpulkan dan mengolah data serta informasi yang berhubungan dengan

ketentraman dan ketertiban umum;

h. Mempersiapkan rencana kebutuhan personil Satpol PP;

Page 47: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

35

i. Membina dan mengendalikan personil Satpol PP;

j. Merencanakan dan menyiapkan sarana dan prasarana operasional Satpol PP;

k. Melaksanakan pembinaan terhadap pelanggaran ketentraman dan ketertiban

umum;

l. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum;

m. Memelihara dan menyelamatkan terhadap barang-barang sitaan dan

mempertanggungjawabkannya; dan

n. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan.

5. Seksi Perlindungan Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga

Seksi Perlindungan Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga Satuan

Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh Barat mempunyai tugas :

a. Menyusun perencanaan teknis penerimaan pembinaan/bimbingan dan

penyuluhan serta pengawasan/pengendalian Satuan Perlindungan

Masyarakat;

b. Merumuskan kebijakan teknis penerimaan pembinaan/bimbingan dan

penyuluhan serta pengawasan/ pengendalian serta penyediaan dukungan

personil perlindungan masyarakat;

c. Menyelenggarakan rekruitmen, pelatihan dan bimbingan personil linmas;

d. Menyusun database dan penempatan personil linmas;

e. Membentuk, membina, mengawasi dan mengendalikan Satuan Linmas Inti di

Kabupaten, Kecamatan, Mukim dan Gampong;

f. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan tugas Satuan Linmas;

g. Menyelenggarakan sosialisasi penyuluhan peran dan fungsi linmas, operasi

terpadu serta melayani bantuan dukungan personil linmas;

Page 48: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

36

h. Menyusun perencanaan teknis kegiatan pembinaan partisipasi masyarakat

dalam bidang perlindungan masyarakat dan keamanan lingkungan sebagai

wujud pengamanan swakarsa masyarakat;

i. Memfasilitasi sarana dan prasarana perlindungan masyarakat;

j. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan sistem

keamanan lingkungan dan pengamanan swakarsa;

k. Melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkoba;

l. Merumuskan kebijakan teknis bidang bina hubungan antar lembaga

penegakan hukum, instansi terkait dan lembaga kemasyarakatan;

m. Menginventarisir permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan

bina hubungan antar lembaga penegakan hukum, instansi terkait dan lembaga

kemasyarakatan;

n. Mengupayakan dan mewujudkan keterpaduan dan keharmonisan hubungan

antar lembaga penegakan hukum, instansi terkait dan lembaga

kemasyarakatan;

o. Mengumpulkan dan mengolah data/informasi yang berhubungan dengan

bidang hubungan antar lembaga penegakan hukum, instansi terkait dan

lembaga kemasyarakatan serta menyiapkan bahan pelaksanaannya; dan

p. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan.

4.1.5. Sumber Daya Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh Barat

Satpol PP Kabupaten Aceh Barat terdiri dari jabatan 1 (satu) Kepala

Satuan (pejabat esekon III.a), 1 (satu) Kasubbag Tata Usaha (eselon IV.a), dan

3 (empat) Kepala Seksi (eselon IV.a). Jumlah personil sebanyak 148 orang yang

Page 49: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

37

terdiri dari PNS sebanyak 17 orang (11,41 persen) dan Tenaga Harian Lepas

(THL) sebanyak 131 orang (88,59 persen). Berdasarkan jenis kelamin, personil

laki-laki terdiri atas 121 orang (81,88 persen) dan 27 orang personil perempuan

(18,12 persen). Data jumlah personil berdasarkan tingkat golongan dan tingkat

pendidikan pada Satpol PP Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1.

Jumlah Personil Satpol PP Kab. Aceh Barat

Berdasarkan Tingkat Golongan

No Golongan Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

Golongan IV

Golongan III

Golongan II

Golongan I

THL

-

9

8

-

131

Jumlah 148

Sumber: Satpol PP dan WH Kabupaten Aceh Barat, Maret 2014

4.1.6. Struktur Satpol PP Kabupaten Aceh Barat

Adapun stuktur Satpol PP Kabupaten Aceh Barat adalah seperti yang

terlampir pada gambar dibawah ini :

Page 50: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

38

Gambar 4.1.

Bagan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja

Kabupaten Aceh Barat

Sumber : Qanun Kabupaten Aceh Barat No. 11 Tahun 2012

KEPALA SATUAN

KASI PKD KASI TRANTIB KASI LINMAS DAN HAL

KASUBBAG TATA USAHA

KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

Page 51: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

39

4.2. Sosialisasi Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) Oleh Satpol PP di

Kota Meulaboh

Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Peraturan Daerah di Kota

Meulaboh cukup berperan, karena Polisi Pamong Praja harus melaksanakan tugas

pokok yaitu membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas Pemerintahan

dibidang ketentraman dan ketertiban masyarakat serta penegakan Peraturan

Daerah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Polisi Pamong Praja Kota

Meulaboh yaitu sebagai berikut :

“…Polisi Pamong Praja sudah cukup berperan dalam rangka penegakan

Peraturan Daerah dengan melakukan berbagai kegiatan, seperti sosialisasi

penertiban PKL, operasi dengan sistem hunting (mobil), mengadakan

patroli - patroli rutin dan kewilayahan, mengadakan penjagaan tempat-

tempat rawan, dan pembinaan sarana lalu lintas.” (Wawancara, 15 April

2014)

Lingkup fungsi dan tugas Polisi Pamong Praja dalam pembinaan

ketentraman dan ketertiban umum pada dasarnya cukup luas, sehingga dituntut

kesiapan aparat baik jumlah anggota, kualitas personil termasuk kejujuran dalam

melaksanakan tugas-tugasnya. Polisi Pamong Praja sebagai lembaga dalam

pemerintahan sipil harus tampil sebagai pamong masyarakat yang mampu

menggalang dan dapat meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam

menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban sehingga dapat

menciptakan iklim yang lebih kondusif di daerah.

Penampilan Polisi Pamong Praja dalam pembinaan ketentraman dan

ketertiban harus berbeda dengan aparat kepolisian (Polisi Negara), karena kinerja

Polisi Pamong Praja akan bertumpu pada kegiatan yang lebih bersifat penyuluhan

dan pengurusan, bukan lagi berupa kegiatan yang mengarah pada pemberian

sanksi atau pidana.

Page 52: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

40

Tugas Polisi Pamong Praja adalah selain melakukan penegakan Peraturan

Daerah, juga membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan pembinaan

ketentraman dan ketertiban (Pasal 148 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah), seperti yang disampaikan oleh Bapak Drs.

T.Samsul Alam, MA Kepala Stapol PP Kabupaten Aceh Barat :

“…Satpol PP Kabupaten Aceh Barat juga bertugas untuk melaksanakan

pembinaan dan ketertiban terhadap masyarakat, seperti melakukan

penertiban terhadap pedagang kaki lima (PKL) terutama para pedagang

yang menggangu ketertiban kota itu juga tugas kami untuk

menertibkannya.”(Wawancara, 15 April 2014)

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Seksi Ketentraman dan

Ketertiban Satpol PP Kabupaten Aceh Barat Bapak Chairizal Ramli melalui

wawancara yaitu sebagai berikut :

“…Dalam melaksanakan pembinaan dan ketertiban terhadap masyarakat,

kami telah melakukan berbagai upaya agar terciptanya suasana yang tertib

dan kondusif, seperti melakukan sosialisasi kepada pedagang kaki lima

agar tidak berjualan dibodi jalan, melakukan penertiban spanduk-spanduk

di tempat umum dan lain sebagainya. Namum tentunya dalam melakukan

sosialisasi kepada masyarakat kami sering menjumpai masalah saat

dilapangan, terutama saat menertibkan pedagang kaki lima yang kerap kali

terjadi konflik.” (Wawancara 21 April 2014)

Pelaksanaan sosialisasi terhadap penertiban pedagang kaki lima (PKL)

oleh Satpol PP di Kota Meulaboh sampai saat ini masih terus berjalan. Di

Kecamatan Johan Pahlawan misalnya, sampai saat ini masih terdapat warga yang

berjualan di ruas jalan raya, emperan-emperan toko, dan didepan bangungan

pemerintah seperti kantor dan sekolah-sekolah yang ada di kota Meulaboh. Hal

tersebut disebabkan karena sempitnya lapangan pekerjaan di sektor formal

sehingga mendorong masyarakat untuk beralih ke sektor informal demi

kelangsungan hidupnya, salah satunya dengan berprofesi sebagai Pedagang Kaki

Lima (PKL).

Page 53: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

41

Seperti yang di sampaikan oleh Kepala Seksi Penegakan Kebijakan

Daerah Satpol PP Kabupaten Aceh Barat Bapak Billy Satria, SSTP :

“…kebanyakan pedagang kaki lima di Kota Meulaboh itu berasal dari

desa-desa yang memiliki hasil pertanian seperti sayur dan buah-buahan,

dimana mereka terpaksa menjual hasil panen mereka di kota Meulaboh

karena menjanjikan untuk mendapatkan keuntungan yang besar ketimbang

mereka harus berjualan di desa.” (Wawancara, 21 April 2014)

PKL mempunyai pengertian sebagai orang-orang yang menjajakan barang

dan jasa untuk dijual di tempat yang merupakan ruang untuk kepentingan umum,

terutama di pinggir jalan dan trotoar. PKL banyak dijumpai pada ruang-ruang

fungsional kota, termasuk kawasan perkantoran. Demikian juga dengan kawasan

perkantoran di Kota Meulaboh, Kawasan Perkantoran mempunyai daya tarik

besar sehingga perkembangan PKL di kawasan perkantoran perkembangannya

paling pesat dibandingkan dengan kawasan lain. Namun, karena selama ini

perencanaan ruang kota hanya dibatasi pada ruang-ruang formal saja sedangkan

ruang untuk kegiatan informal tidak direncanakan, maka PKL menggunakan

ruang publik yang ada di sekitar kawasan perkantoran dalam melakukan

aktivitasnya. Penggunaan ruang publik oleh PKL tersebut seharusnya dapat

ditertibkan, salah satunya adalah dengan tindakan relokasi. Dalam rangka untuk

menentukan lokasi baru bagi PKL, maka perlu dilakukan pengidentifikasian

mengenai karakteristik PKL dalam beraktivitas dan memilih lokasi berdagang

dimana dikaitkan dengan kegiatan formal yang berlangsung di sekitarnya,

sehingga akan ditemukan kriteria lokasi yang diminati oleh PKL untuk ditempati.

Dengan demikian, diharapkan karakter lokasi baru tersebut cocok dengan

karakteristik berlokasi, sehingga PKL tidak kembali lagi ke lokasi larangan.

Page 54: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

42

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang Pedagang

buah di Kota Meulaboh Bapak Usman mengenai mengapa mereka tetap kembali

lagi ke tempat yang dilarang yaitu sebagai berikut :

“…Sebenarnya kami juga tidak ingin terus-terusan mencari rejeki harus di

kejar-kejar oleh Satpol PP, namun kami terpaksa melakukan ini karena

tempat relokasi yang disediakan oleh Pemda jarang pembeli/sepi, kalau

kami terus bertahan ditempat relokasi tersebut kami harus makan apa ucap

pak usman.” (Wawancara, 21 April 2014)

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa Pemerintah

Kabupaten Aceh Barat telah menyediakan tempat untuk relokasi bagi pedagang

kaki lima (PKL) terutama pedagang buah dan sayur, namun tempat yang

disediakan tersebut tidak menarik minat para PKL untuk tetap bertahan di tempat

tersebut, hal ini disebabkan karena tempat relokasi yang disediakan tidak

memenuhi kriteria seperti yang diharapkan oleh para Pedagang Kaki Lima (PKL).

Dalam menyikapi permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota

Meulaboh, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Aceh Barat

melakukan upaya-upaya pembinaan melalui pendekatan komunikasi dan

sosialisasi, hal ini dilakukan agar bisa meminimalisir terjadinya konflik saat

penertiban dilakukan. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Seksi Ketentraman

dan Ketertiban Satpol PP Kabupaten Aceh Barat Bapak Chairizal Ramli :

“…Sebelumnya, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Aceh

Barat sudah melakukan sosialisasi mengenai larangan berjualan di

bodi/trotoar jalan. Kami sudah memasang spanduk dan pamplet

“Dilarangan berjualan” di area yang memang menjadi tempat larangan

berjualan. Seperti di ruas jalan Sisingamangaraja, Jalan Nasional, Jalan

Manek Roo dan di depan kantor Bupati.” (Wawancara, 25 April 2014)

Melihat hasil wawancara yang penulis lakukan selama penelitian mengenai

bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh Satpol PP Kabupaten Aceh Barat dapat

disimpulkan bahwa, dalam mensosialisasikan penertiban Pedagang Kaki Lima

Page 55: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

43

(PKL) di Kota Meulaboh Satpol PP Kabupaten Aceh Barat melakukan sosialisasi

dengan cara menggunakan spanduk-spanduk larangan berjualan, melakukan

komunikasi persuasif dengan para pedagang, melakukan patroli rutin di tempat-

tempat larangan berjualan dan menyurati para pedagang agar tidak berjualan

ditempat yang menggangu ketertiban umum.

Perihal pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah yang dilakukan oleh

Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Meulaboh tatkala dipertanyakan langsung

kepada masyarakat yang pada penelitian ini diwakili oleh beberapa orang

pedagang kaki lima (PKL) maka diketahui bahwa masyarakat kurang mengetahui

peran dari Satuan Polisi Pamong Praja dalam kaitannya dengan pelaksanaan

penegakan peraturan daerah. Masyarakat hanya mengetahui bahwa tugas Satuan

Polisi Pamong Praja adalah sebagai aparatur pemerintahan yang berada di bawah

perintah Bupati Aceh Barat untuk melakukan penertiban terhadap para pedagang,

khususnya pedagang kaki lima.

4.3. Kendala Satpol PP Dalam Mensosialisasikan Penertiban PKL di Kota

Meulaboh Kabupaten Aceh Barat

Didalam melaksanakan kegiatan walaupun telah direncanakan dengan terarah,

pasti akan terdapat hambatan atau kendala. Begitu juga dengan Polisi Pamong Praja

dalam menegakkan Peraturan Daerah yang datangnya bisa didalam (intern) maupun

dari luar (external).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. T. Samsul Alam, MA

Kepala Stapol PP Kabupaten Aceh Barat, Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan

sosialisasi penertiban PKL di Kota Meulaboh mempunyai hambatan sebagai

berikut:

Page 56: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

44

1. Kelembagaan : Meskipun sudah ada program kerja tahunan tentang rencana

operasional pembinaan dan penegakan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala

Daerah, namun pada pelaksanaan masyarakat di daerah (yang jauh dari pusat

Kota Kota Meulaboh) cenderung tidak taat pada peraturan yang berlaku.

2. Jaringan Kerja : Kurangnya kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka

penegakan Peraturan Daerah dan kurangnya peraturan yang mendasari tentang

koordinasi Polisi Pamong Praja dengan instansi lainnya.

3. Lingkungan yang belum Kondusif : Sarana dan prasarana pendukung teknis

operasional pembinaan ketentraman dan ketertiban serta penegakan Peraturan

Daerah masih kurang. Di sisi lain terjadi penurunan tingkat kesadaran dan

ketaatan masyarakat terhadap peraturan yang berlaku.

Hal itu juga diungkapkan Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Satpol

PP Kabupaten Aceh Barat Bapak Chairizal Ramli dari hasil wawancara hambatan-

hambatan dan gangguan dalam penegakan Peraturan Daerah yang pernah saya

tangani dan ketahui adalah :

“…Masalah sumber daya manusia berupa pelayanan pada masyarakat dan

sosial budaya termasuk penanganan pedagang kaki lima (PKL) yang

meresahkan pengguna jalan”. (Wawancara 21 April 2014)

Hal tersebut juga di ungkapkan dari hasil wawancara dengan Kasubbag

Umum Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh Barat bahwa :

“…Pelanggaran Peraturan Daerah di Kota Meulaboh memang sulit diatasi

kebanyakan di bidang sosial budaya, seperti gelandangan dan PKL jika

sudah ditangkap dan dibina beberapa hari berkeliaran lagi di jalan dan

tempat-tempat yang dilarang.” (Wawancara 24 April 2014)

Mungkin hal itu disebabkan oleh sanksi hukum pelanggaran yang sangat

ringan. Hal itu dikuatkan oleh Gunawan PKL di Jalan Nasional Meulaboh :

“…Kami Pedagang Kaki Lima (PKL) disini tidak takut sama sekali oleh

razia Polisi Pamong Praja, paling kalau ketangkap didata lalu dilepas lagi

Page 57: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

45

atau dengan jaminan keluarga atau paling diceramahi tidak sampai harus

tidur di penjara, mungkin hal inilah yang membuat kami para PKL tidak

takut.” (Wawancara 27 Maret 2014)

Berdasarkan data yang diperoleh melalui pengamatan dan penelitian

dilapangan maupun berdasarkan laporan-laporan dari daerah, terdapat berbagai

bentuk dan jenis gangguan yang sering terjadi di bidang ketentraman dan

ketertiban yang pada pokoknya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Gangguan yang ditimbulkan oleh manusia.

Perkelahian antar pelajar di Kota Meulaboh merupakan permasalahan yang

sering terjadi dan sangat meresahkan warga masyarakat, untuk itu Polisi

Pamong Praja melakukan penertiban pelajar pada waktu jam pelajaran di

tempat-tempat umum. Dan dalam penertiban Polisi Pamong Praja memberi

penyuluhan pada para Pelajar dengan cara mendatangi sekolah-sekolah.

2. Gangguan dibidang ekonomi.

Pedagang Kaki Lima (PKL) yang banyak dijumpai di atas trotoar atau di

pinggir jalan umum sangat mengganggu pejalan kaki, lalu lintas, kebersihan

dan keindahan lingkungan dan merusak Tata Ruang Kota, Polisi Pamong

Praja berusaha menertibkan Pedagang Kaki Lima untuk dipindahkan pada

tempat yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota Meulaboh.

3. Gangguan dibidang sosial budaya.

Banyak Pengemis dijalanan yang mengganggu para pengguna jalan raya

disekitar wilayah kota Meulaboh, Polisi Pamong Praja berupaya menertibkan

atau merazia dengan cara menangkap dan mendata untuk diserahkan ke

tempat rehabilitasi untuk penampungan, penyantunan, pendidikan (panti

Page 58: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

46

karya), pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali ke daerah asal atau

transmigrasi untuk mengembalikan peran mereka sebagai masyarakat.

Prinsip dasar yang diambil Polisi Pamong Praja di Kota Meulaboh dalam

mengatasi hambatan dalam rangka penegakkan Peraturan Daerah adalah

diupayakan tidak menimbulkan masalah baru dan lebih mengutamakan

pendekatan kemanusiaan dan koordinasi..

Melihat hasil wawncara diatas, dapat disimpulkan bahwa hambatan yang

dihadapi oleh Satpol PP Kabupaten Aceh Barat dalam menertibkan Pedagang

Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh adalah :

1. Minimnya pemahaman anggota Satpol PP dalam mensosialisasikan

ketentraman dan ketertiban masyarakat.

2. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mentaati peraturan daerah.

3. PKL yang sudah dibina dan ditangkap kembali lagi kejalanan untuk

berjualan, dan -

4. Minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki Satpol PP untuk

mensosialisasikan peraturan daerah.

4.4. Pembahasan

4.4.1. Sosialisasi Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) Oleh Satpol PP di

Kota Meulaboh

Satpol PP merupakan Lembaga teknis Pemerintah Kabupaten Aceh Barat

yang mempunyai tugas membantu Bupati dalam memelihara dan

menyelenggarakan ketertiban dan ketentraman umum serta penegakan peraturan

daerah. Didalam pelaksanaan Peraturan Daerah, Polisi Pamong Praja Kota

Meulaboh cukup berperan karena sering melakukan kegiatan operasi dan

Page 59: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

47

penyuluhan terhadap masyarakat tentang Peraturan Daerah. Hal ini dilihat dari

menurunnya tingkat pelanggaran Peraturan Daerah di Kota Meulaboh dan juga

tingkat kedisiplinan Polisi Pamong Praja yang tinggi.

Pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah oleh Polisi Pamong Praja harus

sesuai dengan prosedur yang ada. Prosedur Operasional Satpol PP Kabupaten

Aceh Barat sebagai berikut :

1. Investasi para pelanggar Peraturan Daerah atau Perda

2. Pembinaan dengan pendekatan kemanusiaan

3. Pemanggilan atau teguran.

4. Koordinasi dengan instansi terkait.

5. Operasi preventif non Yustisia atau pengambilan (penyitaan) barang

6. Kelengkapan administrasi (surat tugas)

7. Pembuataan berita acara pengambilan barang.

8. Kegiatan operasi yang dilaksanakan oleh Polisi Pamong Praja Kota Meulaboh

selalu melibatkan dinas atau instansi terkait.

Dalam mewujudkan tugas dan fungsi pokoknya, Polisi Pamong Praja Kota

Meulaboh dalam mensosialisasikan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) sudah

berupaya optimal, ini dilihat dengan melakukan kegiatan operasional. Adapun

kegiatan sosialisasi penertiban PKL oleh Polisi Pamong Praja Kabupaten Aceh

Barat dengan cara penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada PKL dan awak

kendaraan angkutan umum, dan masyarakat yang lain baik di tempat maupun di

lapangan melalui surat-surat edaran, selebaran, spanduk, sticker dan siaran

keliling serta radio.

Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat maka dalam melaksanakan

Page 60: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

48

tugasnya Polisi Pamong Praja melakukan berbagai cara seperti memberikan

penyuluhan, kegiatan patroli dan penertiban terhadap pelanggaran Peraturan

Daerah, keputusan kepala daerah yang didahului dengan langkah-langkah

peringatan baik lisan maupun tertulis

4.4.2. Kendala Satpol PP Dalam Mensosialisasikan Penertiban PKL di Kota

Meulaboh Kabupaten Aceh Barat

Kebijakan tentang penertiban Pedagang Kaki Lima merupakan kebijakan

yang harus dijalankan. Pelaksanaan penertiban PKL merupakan suatu proses yang

dinamis, dimana pelaksana melaksanakan aktifitas atau kegiatan sehingga pada

akhirnya akan mendapat suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran

kebijakan itu sendiri.

Satuan Polisi Pamong Praja, disingkat Satpol PP, adalah perangkat

Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta

menegakkan Peraturan Daerah. Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah

No. 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja disebutkan

“Polisi Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah Daerah yang melaksanakan

tugas Kepala Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan

ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.

Di kota Meulaboh dalam mensosialisasikan penertiban pedagang kaki lima

oleh Satpol PP tentunya ada beberapa kendala yang dihadapi seperti :

1. Minimnya pemahaman masyarakat akan pentingnya ketertiban

2. Tidak memadainya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Satpol PP

3. Luas wilayah yang terlalu besar sehingga tidak menjamin ketepatan

waktu, dan -

Page 61: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

49

4. Sanksi hukum pelanggaran yang sangat ringan sehingga PKL yang

sudah ditangkap dan diperingatkan kembali lagi ke tempat yang

dilarang untuk berjualan.

Page 62: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

50

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Sesuai hasil penelitian dilapangan telah dihasilkan penelitian yang akurat

sesuai dengan data yang diperoleh. Maka dapat peneliti simpulkan beberapa

kesimpulan serta saran yang berhubungan dengan hasil penelitian.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka

peneliti dapat menyimpulkan bahwa:

1. Satpol PP Kabupaten Aceh Barat telah mensosialisasikan penertiban PKL

dengan efektif melalui berbagai upaya seperti penyuluhan kepada masyarakat

terutama kepada PKL dan masyarakat yang lain baik di tempat larangan

berjaualan maupun di lapangan melalui surat-surat edaran, selebaran,

spanduk, sticker dan siaran keliling serta radio.

2. Masih banyak PKL dan Masyarakat yang tidak mengabaikan peraturan yang

ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang dikarenakan oleh sanksi yang

diberikan terlalu ringan.

3. Dalam melakukan sosialisasi penertiban PKL Satpol PP Kabupaten Aceh

Barat memiliki beberapa kendala, seperti belum memadainya sarana dan

prasarana yang dimiliki Satpol PP, minimnya jumlah anggota Satpol PP yang

mengikuti pelatihan-pelatihan penyuluhan, dan kurangnya kerja sama dengan

instansi terkait.

Page 63: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

51

4. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat dikemukakan saran-saran

sebagai berikut:

1. Sebaiknya hindari cara kekerasan dalam melakukan penertiban terhadap

Pedagang Kaki Lima.

2. Apabila terpaksa dan mendesak untuk menggusur para Pedagang Kaki Lima

hendaknya menyediakan tempat relokasi yang strategis sehingga PKL tidak

kembali lagi ketempat semula (tempat larangan berjualan).

3. Untuk meningkatkan kinerja Satpol PP hendaknya pemerintah menyediakan

anggaran yang cukup untuk memenuhi sarana dan prasarana yang dapat

menunjang kelancaran dalam melaksanakan kegiatannya karena suatu

anggaran yang memadai adalah faktor pendukung untuk menjalankan suatu

program.

4. Agar Satpol PP Kabupaten Aceh Barat nantinya lebih bekerja keras dalam

memberikan setiap informasi-informasi kepada masyarakat sehingga

ketertiban dan ketentraman kota Meulaboh tetap terjaga.

Page 64: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

52

DAFTAR PUSTAKA

Berman, Barry dan Joel R. Evans.1998. Retail Manajemen. Prentice Hal. New

Jersey.

Krisyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada

Media Group. Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

M. Nazir. 2006. Metodologi penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor

Mead, GH. 1999. Mind Selfand Society From The Standpoint of Social

Behaviorist. University of Chicago Press. Chicago.

Papalia, D.E. Olds, S.W. 2003. Human Devolepment. Mc.Graw-Hill. New York.

Plato. The Republic. “Translated by: Benjamin Jowett”. http://www.universi

dadabierta.edu.mx/SerEst/Filosofia/FilosofiaI/GuiaFilosofia1.htm. Diakses

pada tanggal 20 Mei 2014

Poerwandari, E.K. 1998. Pendekatan kualitatif dalam penelitian Psikologi.

Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan

Psikologi UI.

Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung:

Alfabeta

Sethurahman. 1999. Berbagai Permasalahan Keuangan daerah. Airlangga.

Surabaya University Press,2003

S. Margono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Lydia Harlina Martono. 1999. Belajar Hidup Bertanggung Jawab. Balai Pustaka.

Jakarta.

Joko Untoro. 2000. Teori-teori Suatu Peraturan. PT. Rineke Cipta. Jakarta

Wirosardjono, Soetjipto. 2002. Masalah Tenaga Kerja di Sektor Informal, Prisma

V-9. Jakarta.

______. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Jakarta. http://www.depdagri.go.id. diakses 21 April 2014.

Page 65: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

53

______. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan. Jakarta. http://www.depdagri.go.id.

diakses 21 April 2014.

______. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi

Pamong Praja. Jakarta. http://www.depdagri.go.id. diakses 03 Mei 2014.

______. Perda Aceh Barat Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Aceh Barat.

http://www.depdagri.go.id. diakses 12 Mei 2014.

______. PP Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan

Bantuan Bencana. http://www.depdagri.go.id. diakses 10 April 2014.

______. Qanun Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Kerja Teknis Daerah Kabupaten

Aceh Barat.

______. Qanun Aceh Barat Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Lembaga Kerja Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat.

______. Perbub Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas, Fungsi dan

Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah.

Page 66: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 6 TAHUN 2010 2004

TENTANG

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 148 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, perlu mengatur pembentukan dan

susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja;

b. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja sudah tidak

sesuai lagi dengan jiwa dan semangat Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

sehingga perlu diganti;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan

Pemerintah tentang Satuan Polisi Pamong Praja;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang–Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah

diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Peraturan . . .

Page 67: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 2 -

3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4737);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SATUAN POLISI

PAMONG PRAJA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah

Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam

sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota,

dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah.

4. Daerah . . .

Page 68: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 3 -

4. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas

wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Peraturan daerah, selanjutnya disingkat Perda, adalah

peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah

kabupaten/kota.

6. Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur

dan/atau peraturan bupati/walikota.

7. Aparatur adalah aparatur pemerintahan daerah.

8. Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat

Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam

penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum

dan ketenteraman masyarakat.

9. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat

pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat.

10. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah

suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah,

pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan

kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur.

11. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.

BAB II

PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI

Pasal 2

(1) Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda

dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat, di setiap provinsi dan kabupaten/kota

dibentuk Satpol PP.

(2) Pembentukan organisasi Satpol PP ditetapkan dengan Perda

berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 3 . . .

Page 69: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 4 -

Pasal 3

(1) Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang

penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat.

(2) Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada

kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Pasal 4

Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat serta perlindungan masyarakat.

Pasal 5

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4, Satpol PP mempunyai fungsi:

a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat serta perlindungan masyarakat;

b. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah;

c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum

dan ketenteraman masyarakat di daerah;

d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;

e. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan

kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara

Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah,

dan/atau aparatur lainnya;

f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan

hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan

kepala daerah; dan

g. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala

daerah.

BAB III . . .

Page 70: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 5 -

BAB III

WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN

Pasal 6

Polisi Pamong Praja berwenang:

a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap

warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang

melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan

kepala daerah;

b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum

yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat;

c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan

perlindungan masyarakat;

d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga

masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga

melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan

kepala daerah; dan

e. melakukan tindakan administratif terhadap warga

masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan

pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.

Pasal 7

(1) Polisi Pamong Praja mempunyai hak sarana dan prasarana

serta fasilitas lain sesuai dengan tugas dan fungsinya

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Polisi Pamong Praja dapat diberikan tunjangan khusus

sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Pasal 8

Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib:

a. menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi

manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan

berkembang di masyarakat;

b. menaati . . .

Page 71: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 6 -

b. menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi

Pamong Praja;

c. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat

yang dapat mengganggu ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat;

d. melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia

atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak

pidana; dan

e. menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah

atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran

terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.

Pasal 9

(1) Polisi Pamong Praja yang memenuhi syarat dapat ditetapkan

menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Polisi Pamong Praja yang ditetapkan sebagai Penyidik

Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat langsung mengadakan penyidikan terhadap

pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah

yang dilakukan oleh warga masyarakat, aparatur, atau

badan hukum.

BAB IV

ORGANISASI

Bagian Kesatu

Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi

Pasal 10

Susunan Organisasi Satpol PP provinsi terdiri atas:

a. Kepala;

b. 1 (satu) sekretariat yang terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian;

c. Bidang . . .

Page 72: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 7 -

c. Bidang paling banyak 4 (empat) dan masing-masing bidang

terdiri atas 2 (dua) seksi; dan

d. Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagian Kedua

Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kota

Paragraf 1

Klasifikasi

Pasal 11

(1) Satpol PP kabupaten/kota terdiri atas Tipe A dan Tipe B.

(2) Besaran organisasi Tipe A dan/atau Tipe B ditetapkan berdasarkan klasifikasi besaran organisasi perangkat

daerah.

(3) Satpol PP Tipe A apabila variabel besaran organisasi

perangkat daerah mencapai nilai lebih dari atau sama

dengan 60 (enam puluh).

(4) Satpol PP Tipe B apabila variabel besaran organisasi

perangkat daerah mencapai nilai kurang dari 60 (enam

puluh).

Paragraf 2

Susunan Organisasi

Pasal 12

(1) Organisasi Satpol PP Tipe A terdiri atas:

a. Kepala;

b. 1 (satu) sekretariat yang terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian;

c. Bidang paling banyak 4 (empat) dan masing-masing

bidang terdiri atas 2 (dua) seksi; dan

d. Kelompok Jabatan Fungsional.

(2) Organisasi . . .

Page 73: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 8 -

(2) Organisasi Satpol PP Tipe B terdiri atas:

a. Kepala;

b. 1 (satu) Subbagian Tata Usaha;

c. Seksi paling banyak 5 (lima); dan

d. Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 13

(1) Pada kecamatan dapat dibentuk Unit Pelaksana Satpol PP

Kabupaten/Kota.

(2) Unit Pelaksana Satpol PP Kabupaten/Kota di kecamatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang

kepala satuan.

(3) Kepala satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara

ex-officio dijabat oleh Kepala Seksi Ketenteraman dan

Ketertiban Umum pada kecamatan.

BAB V

ESELON

Bagian Kesatu

Provinsi

Pasal 14

(1) Kepala Satpol PP provinsi merupakan jabatan struktural

eselon IIa.

(2) Sekretaris dan Kepala Bidang merupakan jabatan struktural

eselon IIIa.

(3) Kepala Subbagian dan Kepala Seksi merupakan jabatan

struktural eselon IVa.

Bagian Kedua

Kabupaten/Kota

Pasal 15

(1) Kepala Satpol PP Tipe A merupakan jabatan struktural

eselon IIb.

(2) Kepala . . .

Page 74: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 9 -

(2) Kepala Satpol PP Tipe B merupakan jabatan struktural

eselon IIIa.

(3) Sekretaris dan Kepala Bidang merupakan jabatan struktural

eselon IIIb.

(4) Kepala Subbagian, Kepala Seksi, dan Kepala Satpol PP Kecamatan merupakan jabatan struktural eselon IVa.

BAB VI

PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Pasal 16

Persyaratan untuk diangkat menjadi Polisi Pamong Praja

adalah:

a. pegawai negeri sipil;

b. berijazah sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang setingkat;

c. tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam

puluh sentimeter) untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima

puluh lima sentimeter) untuk perempuan;

d. berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun;

e. sehat jasmani dan rohani; dan

f. lulus Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi Pamong Praja.

Pasal 17

Ketentuan mengenai pedoman penetapan jumlah Polisi Pamong

Praja diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 18

Polisi Pamong Praja diberhentikan karena:

a. alih tugas;

b. melanggar disiplin Polisi Pamong Praja;

c. dipidana . . .

Page 75: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 10 -

c. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan/atau

d. tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai

Polisi Pamong Praja.

Pasal 19

Pengangkatan dan pemberhentian Polisi Pamong Praja

ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

Pengisian jabatan struktural di lingkungan Satpol PP diisi oleh

pejabat fungsional Polisi Pamong Praja.

BAB VII

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Pasal 21

Polisi Pamong Praja wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan

teknis dan fungsional Polisi Pamong Praja.

Pasal 22

(1) Pedoman pendidikan dan pelatihan teknis dan

fungsional bagi Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan

Peraturan Menteri.

(2) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan teknis dan

fungsional bagi Polisi Pamong Praja dikoordinasikan dengan

instansi terkait.

BAB VIII . . .

Page 76: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 11 -

BAB VIII

PAKAIAN DINAS, PERLENGKAPAN, DAN

PERALATAN OPERASIONAL

Pasal 23

Pakaian dinas, perlengkapan, dan peralatan operasional

Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan peraturan

gubernur atau peraturan bupati/walikota berpedoman pada

Peraturan Menteri.

Pasal 24

Untuk menunjang operasional, Polisi Pamong Praja dapat

dilengkapi dengan senjata api yang pengaturan mengenai jenis

dan ketentuan penggunaannya berdasarkan rekomendasi dari

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB IX

TATA KERJA

Pasal 25

Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya wajib

menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik

secara vertikal maupun horizontal.

Pasal 26

Setiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP

provinsi dan kabupaten/kota bertanggung jawab memimpin,

membimbing, mengawasi, dan memberikan petunjuk bagi

pelaksanaan tugas bawahan, dan bila terjadi penyimpangan,

mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27 . . .

Page 77: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 12 -

Pasal 27

Setiap unsur pimpinan pada unit kerja Satpol PP wajib

mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab

kepada atasan masing-masing serta menyampaikan laporan

berkala tepat pada waktunya.

BAB X

KERJA SAMA DAN KOORDINASI

Pasal 28

(1) Satpol PP dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta

bantuan dan/atau bekerja sama dengan Kepolisian Negara

Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya.

(2) Satpol PP dalam hal meminta bantuan kepada Kepolisian

Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak selaku

koordinator operasi lapangan.

(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan

atas hubungan fungsional, saling membantu, dan saling

menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum

dan memperhatikan hierarki dan kode etik birokrasi.

Pasal 29

(1) Dalam rangka pelaksanaan tugas, Satpol PP provinsi

mengoordinir pemeliharaan dan penyelenggaraan

ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat lintas

kabupaten/kota.

(2) Rapat koordinasi Satpol PP diadakan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan atau sewaktu-

waktu sesuai dengan kebutuhan.

BAB XI . . .

Page 78: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 13 -

BAB XI

PEMBINAAN DAN PELAPORAN

Pasal 30

(1) Menteri melakukan pembinaan umum Satpol PP.

(2) Gubernur, bupati, dan walikota melakukan pembinaan

teknis operasional Satpol PP.

Pasal 31

(1) Gubernur menyampaikan laporan kepada Menteri secara

berkala dan/atau sewaktu-waktu diperlukan.

(2) Bupati/walikota menyampaikan laporan kepada gubernur

masing-masing secara berkala dan/atau sewaktu-waktu

diperlukan.

(3) Pedoman sistem pelaporan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

BAB XII

PENDANAAN

Pasal 32

(1) Pendanaan untuk pembinaan umum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan

berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(2) Pendanaan untuk pembinaan teknis operasional

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dibebankan

pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan

berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

BAB XIII . . .

Page 79: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 14 -

BAB XIII

JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 33

(1) Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai pejabat

fungsional yang penetapannya dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Jumlah jabatan fungsional Polisi Pamong Praja

didasarkan atas kebutuhan dalam rangka melaksanakan

tugas menegakkan Perda dan penyelenggaraan

ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan jumlah

jabatan fungsional Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan

Peraturan Menteri.

BAB XIV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 34

Satpol PP di tingkat kabupaten/kota yang berkedudukan

sebagai ibu kota provinsi atau penyangga ibu kota provinsi

dapat ditetapkan sebagai Satpol PP Tipe A.

Pasal 35

Pedoman organisasi Satpol PP untuk Provinsi Daerah Khusus

Ibu Kota Jakarta, diatur dengan Peraturan Menteri dengan

pertimbangan menteri yang menangani urusan pemerintahan di

bidang aparatur negara.

Pasal 36 . . .

Page 80: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 15 -

Pasal 36

Penyesuaian atas Peraturan Pemerintah ini dilakukan paling

lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini

diundangkan.

Pasal 37

Ketentuan mengenai jabatan fungsional Polisi Pamong Praja

ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan

Pemerintah ini diundangkan.

Pasal 38

Pedoman organisasi dan tata kerja Satpol PP diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Menteri dengan pertimbangan menteri yang

menangani urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan

Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan

Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4428) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 40

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar . . .

Page 81: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 16 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Januari 2010

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Januari 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 9

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

Page 82: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 6 TAHUN 20102004

TENTANG

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

I. UMUM

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

merupakan salah satu wujud reformasi otonomi daerah dalam rangka

meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah

untuk memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegiatan

masyarakat seirama dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah,

maka kondisi ketenteraman dan ketertiban umum daerah yang kondusif

merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk

meningkatkan mutu kehidupannya.

Satpol PP mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan

suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga

penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan

masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di

samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan

kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah.

Untuk mengoptimalkan kinerja Satpol PP perlu dibangun kelembagaan

Satpol PP yang mampu mendukung terwujudnya kondisi daerah yang

tenteram, tertib, dan teratur. Penataan kelembagaan Satpol PP tidak hanya

mempertimbangkan kriteria kepadatan jumlah penduduk di suatu daerah,

tetapi juga beban tugas dan tanggung jawab yang diemban, budaya,

sosiologi, serta risiko keselamatan polisi pamong praja.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan

Polisi Pamong Praja dirasakan tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Sehubungan . . .

Page 83: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 2 -

Sehubungan dengan hal tersebut dan sesuai dengan ketentuan susunan

organisasi, formasi, tugas, fungsi, wewenang, hak dan kewajiban Satpol PP

ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan pemerintah,

maka disusunlah Peraturan Pemerintah ini.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pertanggungjawaban Kepala Satpol PP kepada kepala daerah melalui

sekretaris daerah adalah pertanggungjawaban administratif.

Pengertian “melalui” bukan berarti Kepala Satpol PP merupakan

bawahan langsung sekretaris daerah. Secara struktural Kepala

Satpol PP berada langsung di bawah kepala daerah.

Pasal 4

Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan

pemerintah daerah termasuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat.

Pasal 5

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d . . .

Page 84: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 3 -

Huruf d

Tugas perlindungan masyarakat merupakan bagian dari fungsi

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat,

dengan demikian fungsi perlindungan masyarakat yang selama ini

berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah bidang kesatuan

bangsa dan perlindungan masyarakat menjadi fungsi Satpol PP.

Huruf e

Yang dimaksud dengan ”aparatur lainnya” adalah aparat pengawas

fungsional.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah adalah

antara lain ikut melakukan pembinaan dan penyebarluasan produk

hukum daerah, membantu pengamanan dan pengawalan VVIP

termasuk pengamanan dan pengawalan pejabat negara dan tamu

negara, pelaksanaan pengamanan dan penertiban aset yang belum

teradministrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan, dan tugas pemerintahan umum lainnya yang diberikan

oleh kepala daerah sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 6

Huruf a

Tindakan penertiban nonyustisial adalah tindakan yang dilakukan

oleh Polisi Pamong Praja dalam rangka menjaga dan/atau

memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat

terhadap pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah

dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan tidak sampai proses peradilan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan ”menindak” adalah melakukan tindakan

hukum terhadap pelanggaran Perda untuk diproses melalui

peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf c . . .

Page 85: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 4 -

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “tindakan penyelidikan” adalah tindakan

Polisi Pamong Praja yang tidak menggunakan upaya paksa dalam

rangka mencari data dan informasi tentang adanya dugaan

pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah, antara lain

mencatat, mendokumentasi atau merekam kejadian/keadaan, serta

meminta keterangan.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “tindakan administratif” adalah tindakan

berupa pemberian surat pemberitahuan, surat teguran/surat

peringatan terhadap pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala

daerah.

Pasal 7

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ”fasilitas lain” adalah pakaian dinas dan

perlengkapan operasional lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 8

Huruf a

Yang dimaksud dengan ”norma sosial lainnya” adalah adat atau

kebiasaan yang diakui sebagai aturan/etika yang mengikat secara

moral kepada masyarakat setempat.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan ”membantu menyelesaikan perselisihan”

adalah upaya pencegahan agar perselisihan antara warga

masyarakat tersebut tidak menimbulkan gangguan ketenteraman

dan ketertiban umum.

Huruf d . . .

Page 86: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 5 -

Huruf d

Yang dimaksud dengan ”tindak pidana” adalah tindak pidana di luar

yang diatur dalam Perda.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Daerah yang mempunyai jumlah skoring lebih dari atau sama

dengan 60 (enam puluh) berdasarkan variabel dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat

Daerah ditetapkan organisasi Satpol PP sebagai Tipe A.

Ayat (4)

Daerah yang mempunyai jumlah skoring kurang dari 60 (enam

puluh) berdasarkan variabel dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41

Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan

organisasi Satpol PP sebagai Tipe B.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) . . .

Page 87: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 6 -

Ayat (3)

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang

Kecamatan pada kecamatan dibentuk Seksi Ketenteraman dan

Ketertiban Umum. Pada pembentukan Satpol PP pada tingkat

kecamatan sebagai Unit Pelaksana Satpol PP Kabupaten/Kota,

untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat, serta penegakan Perda dan peraturan

kepala daerah, Kepala Satpol PP di kecamatan secara ex-officio

dijabat oleh Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Sebelum jabatan fungsional Polisi Pamong Praja ditetapkan, pengisian

jabatan struktural di lingkungan Satpol PP diprioritaskan pegawai yang

telah berkarir di unit kerja Satpol PP yang memenuhi syarat

kepangkatan.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22 . . .

Page 88: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 7 -

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “instansi terkait” antara lain Kepolisian

Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan

Kejaksaan.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Ayat (1)

Pemeliharaan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di

seluruh wilayah provinsi merupakan kewenangan gubernur. Dalam

hal terjadi gangguan ketenteraman dan ketertiban umum yang

meliputi dua atau lebih wilayah kabupaten/kota dalam satu

provinsi, penanganannya dikoordinir oleh Satpol PP provinsi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 30 . . .

Page 89: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 8 -

Pasal 30

Ayat (1)

Pembinaan umum meliputi pemberian pedoman dan standar,

bimbingan, supervisi, pendidikan dan pelatihan, monitoring dan

evaluasi penyelenggaraan tugas Satpol PP.

Ayat (2)

Pembinaan teknis operasional meliputi pembinaan kemampuan

Polisi Pamong Praja melalui pembinaan etika profesi, pengembangan

pengetahuan, dan pengalaman di bidang Pamong Praja.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Organisasi perangkat daerah kabupaten/kota sebagai ibu kota provinsi

atau penyangga ibu kota provinsi tidak termasuk pola organisasi dengan

klasifikasi besar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41

Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, namun mengingat

permasalahan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat yang

relatif besar, organisasi Satpol PP kabupaten/kota sebagai ibu kota

provinsi atau penyangga ibu kota provinsi dapat ditetapkan sebagai

organisasi Satpol PP Tipe A.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39 . . .

Page 90: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 9 -

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5094

Page 91: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG

SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN ACEH BARAT

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BARAT,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan berdayaguna berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dipandang perlu menata kembali Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kabupaten Aceh Barat yang sesuai dengan karakteristik, potensi dan kemampuan daerah;

b. bahwa Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat sebagaimana telah diubah dengan Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 12 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan daerah sehingga perlu diganti;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tersebut di atas, perlu membentuk Qanun Kabupaten Aceh Barat tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 7 (Drt.) Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092) Jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaga Negara Tahun 1974 Nomor 55, tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999;

4. Undang-Undang . . . .

SALINAN

Page 92: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 2 -

4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82 Tambahan Lembahan Negara Nomor 5234);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

10. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Aceh Tahun 2011 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Aceh Nomor 38);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH BARAT

dan BUPATI ACEH BARAT

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : QANUN KABUPATEN ACEH BARAT TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN ACEH BARAT.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Aceh Barat.

2. Kabupaten adalah Kabupaten Aceh Barat yang merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia . . . .

Page 93: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 3 -

Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati.

3. Pemerintahan Kabupaten adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Barat sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.

4. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggaraan pemerintahan kabupaten yang terdiri atas Bupati dan Perangkat Kabupaten.

5. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Barat yang selanjutnya disingkat DPRK adalah unsur penyelenggara pemerintahan kabupaten Aceh Barat yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

6. Bupati/Wakil Bupati adalah Kepala Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

7. Sekretaris Daerah yang selanjutnya disebut Sekda adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Barat.

8. Satuan Kerja Perangkat Kabupaten yang selanjutnya disingkat SKPK adalah unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat yang terdiri dari Sekretariat Daerah Kabupaten dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten, Dinas dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten.

9. Lembaga Teknis Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Kabupaten yang meliputi Badan, Inspektorat, Kantor, Rumah Sakit Umum Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

10. Kepala Lembaga Teknis Daerah adalah Kepala Badan, Inspektur, Kepala Kantor, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

11. Sekretaris adalah Sekretaris pada Badan dan Inspektorat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

12. Inspektur Pembantu adalah Inspektur Pembantu pada Inspektorat Kabupaten Aceh Barat.

13. Bidang adalah Bidang pada Badan dan Rumah Sakit Umum

Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

14. Bagian adalah Bagian pada Rumah Sakit Umum Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

15. Sub Bagian adalah Sub Bagian pada Badan, Inspektorat, Kantor, Rumah Sakit Umum Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

16. Sub Bidang adalah Sub Bidang pada Badan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

17. Seksi . . . .

Page 94: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 4 -

17. Seksi adalah Seksi pada Badan, Inspektorat, Kantor, Rumah Sakit Umum Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

18. Unit Pelaksana Teknis Badan yang selanjutnya disingkat UPTB adalah Unit Pelaksana Teknis Badan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

19. Kelompok Jabatan Fungsional adalah Kelompok Jabatan Fungsional pada Badan, Inspektorat, Kantor, Rumah Sakit Umum Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok, fungsi, keahlian dan/atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi.

BAB II PEMBENTUKAN

Pasal 2

Dengan Qanun ini, dibentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat, terdiri dari: 1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; 2. Badan Pemberdayaan Masyarakat; 3. Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan; 4. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan; 5. Inspektorat; 6. Kantor Lingkungan Hidup; 7. Kantor Arsip dan Perpustakaan; 8. Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik; 9. Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera; 10. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu; 11. Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien; dan 12. Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah.

BAB III ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH

Bagian Kesatu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 3

(1) Susunan Organisasi Badan Perencana Pembangunan Daerah, terdiri dari: a. Kepala Badan; b. Sekretariat; c. Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana; d. Bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi, dan

Ketenagakerjaan; e. Bidang Perencanaan Pembangunan Sosial Budaya,

Keistimewaan Aceh dan Sosial Politik; f. Bidang Penelitian, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan; g. UPTB; dan h. Kelompok Jabatan Fungsional.

(2) Sekretariat, . . . .

Page 95: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 5 -

(2) Sekretariat, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum; b. Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi; dan c. Sub Bagian Keuangan.

(3) Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana, terdiri dari: a. Sub Bidang Infra Struktur, Iptek dan Energi; dan b. Sub Bidang Sumber Daya dan Penataan Wilayah.

(4) Bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan, terdiri dari: a. Sub Bidang Ekonomi; dan b. Sub Bidang Ketenagakerjaan.

(5) Bidang Perencanaan Pembangunan Sosial Budaya, Keistimewaan Aceh dan Sosial Politik, terdiri dari: a. Sub Bidang Sosial Budaya; dan b. Sub Bidang Keistimewaan Aceh dan Sosial Politik.

(6) Bidang Penelitian, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan, terdiri dari: a. Sub Bidang Penelitian, Data dan Informasi; dan b. Sub Bidang Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan.

Pasal 4

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Badan, berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.

Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan

Pasal 5

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah.

Pasal 6

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan teknis perencanaan; b. pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan; c. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan

pembangunan daerah dan pembangunan kawasan tertinggal; d. pelaksanaan pelayanan umum bidang perencanaan

pembangunan kabupaten dan membantu tugas umum Bupati sesuai dengan kewenangan yang diberikan;

e. pelaksanaan urusan kesekretariatan badan; f. pembinaan UPTB; dan g. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

Pasal 7

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai kewenangan:

a. menyusun . . . .

Page 96: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 6 -

a. menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah;

b. menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah;

c. menyusun rencana kebijakan umum anggaran; d. melakukan Koordinasi Penyusunan Rencana Kerja SKPK (Renja

SKPK); e. melaksanakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan

(Musrenbang); f. melakukan koordinasi Penyusunan Program dan Kegiatan dalam

bentuk Rencana Kerja Perangkat Kabupaten (RKPK), berdasarkan rumusan hasil Musrenbang;

g. mengkoordinasikan perencanaan program/kegiatan daerah tahunan dalam bentuk Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) melalui Tim Anggaran;

h. menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah melalui Tim Anggaran;

i. meneliti dan mengevaluasi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) untuk bahan penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) perangkat kabupaten melalui Tim Anggaran;

j. melakukan penelitian dan pengembangan perencanaan pembangunan daerah dan pembangunan kawasan tertinggal; dan

k. menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing SKPK.

Bagian Kedua Badan Pemberdayaan Masyarakat

Paragraf I Susunan dan Kedudukan

Pasal 8

(1) Susunan Organisasi Badan Pemberdayaan Masyarakat, terdiri dari: a. Kepala Badan; b. Sekretariat; c. Bidang Pemberdayaan Sosial Budaya dan Ekonomi; d. Bidang Bidang Pemberdayaan Masyarakat Mukim dan

Gampong; dan e. Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam dan Teknologi

Pedesaan; f. UPTB; dan g. Kelompok Jabatan Fungsional.

(2) Sekretariat, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum; b. Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi; dan c. Sub Bagian Keuangan.

(3) Bidang Pemberdayaan Sosial Budaya dan Ekonomi, terdiri dari: a. Sub Bidang Pembinaan Sosial Budaya; dan b. Sub Bidang Pembinaan Ekonomi

(4) Bidang Pemberdayaan Masyarakat Mukim dan Gampong, terdiri dari: a. Sub Bidang Pembinaan Kelembagaan Mukim dan Gampong;

dan b. Sub Bidang Pembinaan Keuangan dan Asset

Mukim/Gampong. (5) Bidang . . . .

Page 97: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 7 -

(5) Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam dan Teknologi Pedesaan, terdiri dari: a. Sub Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam dan Sarana

Prasarana; dan b. Sub Bidang Pengembangan Teknologi Tepat Guna.

Pasal 9

Badan Pemberdayaan Masyarakat merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Badan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.

Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan

Pasal 10

Badan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang Pemberdayaan Masyarakat.

Pasal 11

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Badan Pemberdayaan Masyarakat menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan Badan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan

jangka panjang; c. penyelenggaraan pelayanan umum di bidang pemberdayaan

masyarakat; d. pelaksanaan, pembinaan pengawasan dan pengendalian terhadap

penyelenggaraan tugas di bidang pemberdayaan masyarakat; e. perumusan kebijakan teknis dalam lingkup pemberdayaan

masyarakat; f. pembinaan UPTB; dan g. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 12

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Badan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai kewenangan: a. merumuskan dan merencanakan kebijakan teknis pembangunan

di bidang Pemberdayaan Masyarakat; b. mengkoordinasikan program dan pembinaan pemberdayaan

masyarakat; c. melaksanakan pembinaan di bidang pemberdayaan masyarakat; d. melaksanakan pengawasan dan pengendalian di bidang

pemberdayaan masyarakat; e. merumuskan dan menyiapkan kebijakan pelaksanaan

kelembagaan mukim dan kampung; f. merumuskan dan menyiapkan kebijakan di bidang ketahanan

masyarakat; g. merumuskan dan menyiapkan kebijakan di bidang usaha

ekonomi masyarakat; h. merumuskan dan menyiapkan kebijakan di bidang pemanfaatan

tehnologi tepat guna dan sumber daya alam; i. merumuskan dan menyiapkan kebijakan program dan koordinasi

litbang serta penyusunan perencanaan di bidang pemberdayaan masyarakat; dan

j. melaksanakan . . . .

Page 98: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 8 -

j. melaksanakan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana serta rumah tangga.

Bagian Ketiga Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 13

(1) Susunan Organisasi Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan, terdiri dari: a. Kepala Badan; b. Sekretariat; c. Bidang Perencanaan dan Kesejahteraan Pegawai; d. Bidang Sistem Informasi Kepegawaian; e. Bidang Mutasi dan Pengembangan Karier; f. Bidang Pendidikan dan Pelatihan; g. UPTB; dan h. Kelompok Jabatan Fungsional.

(2) Sekretariat, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; b. Sub Bagian Perencanaan; dan c. Sub Bagian Keuangan.

(3) Bidang Perencanaan dan Kesejahteraan Pegawai, terdiri dari: a. Sub Bidang Perencanaan Pegawai; dan b. Sub Bidang Pembinaan dan Kesejahteraan Pegawai.

(4) Bidang Sistem Informasi Kepegawaian, terdiri dari: a. Sub Bidang Pengelolaan Data Kepegawaian; dan b. Sub Bidang Informasi dan Dokumentasi.

(5) Bidang Mutasi dan Pengembangan Karier, terdiri dari: a. Sub Bidang Mutasi, Kepangkatan dan Penggajian; dan b. Sub Bidang Pengembangan Karier dan Purna Bakti.

(6) Bidang Pendidikan dan Pelatihan, terdiri dari: a. Sub Bidang Penjenjangan Umum dan Struktural; dan b. Sub Bidang Pendidikan dan Pelatihan Teknis Fungsional.

Pasal 14

Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Badan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.

Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan

Pasal 15

Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan di bidang kepegawaian, pendidikan dan pelatihan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 16

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihn menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan . . . .

Page 99: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 9 -

a. perumusan kebijakan teknis kepegawaian daerah, pendidikan dan pelatihan serta penyusunan program;

b. Pelaksanaan kepegawaian daerah meliputi perencanaan, pengembangan dan promosi;

c. melakukan promosi kepangkatan dan penggajian, pemberhentian dan pensiun, serta dokumentasi dan informasi kepegawaian, pengumpulan dan pengolahan data;

d. pelaksanaan pelayanan teknis administrasi meliputi administrasi perencanaan evaluasi dan pelaporan administrasi umum serta administrasi keuangan badan;

e. pelayanan administrasi untuk kelancaran pelaksanaan kepegawaian daerah, pendidikan dan pelatihan;

f. penyelenggaraan pendidikan pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil yang meliputi pendidikan teknik fungsional dan penjenjangan;

g. pengkoordinasian dengan instansi terkait dalam rangka penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang pendidikan teknis fungsional dan pendidikan penjenjangan;

h. penyampaian informasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang pendidikan teknis fungsional dan penjenjangan kepada unit kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten;

i. pembinaan UPTB; dan j. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 17

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan mempunyai kewenangan: a. menyusun dan mengembangkan program kerja pelaksanaan

pembinaan kepegawaian daerah, pendidikan dan pelatihan; b. merumuskan kebijakan teknis pembinaan kepegawaian daerah,

pendidikan dan pelatihan; c. melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Pegawai Negeri

Sipil; d. membina dan meningkatkan kualitas tenaga pengajar; e. mengumpul dan mengolah data serta menyiapkan penyusunan

program dan petunjuk teknis pembinaan dan pengembangan karir Pegawai Negeri Sipil;

f. melaksanakan dan mengelola mutasi dan tata usaha kepegawaian; dan

g. mengumpulkan bahan pelaksanaan ujian dinas, pemberian penghargaan dan tanda jasa.

Bagian Keempat Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan.

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 18

(1) Susunan organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, terdiri dari: a. Kepala Badan; b. Sekretariat; c. Bidang Sistem Penyuluhan, Kelembagaan dan Ketenagaan;

d. Bidang . . . .

Page 100: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 10 -

d. Bidang Pengembangan Teknologi dan Informasi; e. Bidang Ketahanan Pangan; f. UPTB; dan g. Kelompok Jabatan Fungsional.

(2) Sekretariat, terdiri dari: a. Subbagian Umum dan Kepegawaian; b. Subbagian Keuangan; dan c. Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.

(3) Bidang Sistem Penyuluhan, Kelembagaan dan Ketenagaan, terdiri dari: a. Sub Bidang Penyusunan Programa dan Pembinaan

Kelembagaan; dan b. Sub Bidang Pengembangan Penyuluhan dan Bina Ketenagaan.

(4) Bidang Pengembangan Teknologi dan Informasi, terdiri dari: a. Sub Bidang Pengembangan Teknologi; dan b. Sub Bidang Informasi.

(5) Bidang Ketahanan Pangan, terdiri dari: a. Sub Bidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan; dan b. Sub Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan.

Pasal 19

Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Badan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.

Pasal 20

Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang Penyuluhan dan Ketahanan Pangan.

Pasal 21

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyelenggarakan fungsi: a. perumusan dan perencanaan kebijakan teknis pembangunan di

bidang Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan dan Ketahanan Pangan;

b. pelaksanaan pembinaan di bidang Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan dan Ketahanan Pangan;

c. pelaksanaan koordinasi, monitoring, evaluasi dan pengendalian keamanan, ketersediaan dan distribusi pangan;

d. pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan dan pengembangan mekanisme, tata kerja dan metode penyuluhan;

e. pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengemasan dan penyebaran materi penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;

f. pelaksanaan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya dan swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan;

g. pelaksanaan pembinaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan dan mengembangkan kelembagaan penyuluhan, penelitian pertanian dan menggali benih unggul daerah;

h. pelaksanaan . . . .

Page 101: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 11 -

h. pelaksanaan pelayanan umum dan membantu tugas umum

Bupati sesuai dengan kewenangan yang diberikan; i. pelaksanaan urusan kesekretariatan badan; j. pembinaan UPTB; dan k. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

Pasal 22

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mempunyai kewenangan: a. melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pelaksanaan

norma dan standar pengadaan, pengelolaan dan distribusi bahan pangan;

b. melakukan pengkajian terhadap penyediaan, pendistribusian, sistem kewaspadaan, penganekaragaman pangan dan gizi;

c. mengatur dan memantau penyediaan dan pendistribusian pangan;

d. mengatur dan memantau harga pangan strategis; e. melaksanakan penganekaragaman pangan; f. melakukan pengendalian mutu dan keamanan pangan; g. memberikan pelayanan teknis administratif kepada instansi

terkait dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan;

h. melakukan koordinasi dalam rangka pengkajian, pemantauan, pembinaan dan perumusan, pengembangan di bidang ketahanan pangan dan sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan; dan

i. melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi atau pembantuan.

Bagian Kelima Inspektorat

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 23

(1) Susunan Organisasi Inspektorat terdiri dari: a. Inspektur; b. Sekretariat; c. Inspektur Pembantu Wilayah I; d. Inspektur Pembantu Wilayah II; e. Inspektur Pembantu Wilayah III; f. Inspektur Pembantu Wilayah IV; dan g. Kelompok Jabatan Fungsional;

(2) Sekretariat, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum; b. Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan; dan c. Sub Bagian Keuangan.

Pasal 24

Inspektorat berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Bupati secara teknis administratif mendapat pembinaan dari Sekda.

Paragraf 2 . . . .

Page 102: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 12 -

Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan

Pasal 25

Inspektorat mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan umum, pembangunan dan kemasyarakatan di kabupaten, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa dan urusan pemerintahan desa.

Pasal 26

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Inspektorat menyelenggarakan fungsi: a. perencanaan program pengawasan; b. perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan; c. pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas

pengawasan; d. pembinaan fungsional auditor pengawas kabupaten; e. pelaksanaan urusan ketatausahaan; dan f. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

Pasal 27

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Inspektorat mempunyai kewenangan: a. merumuskan kebijakan teknis pengawasan fungsional; b. melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan

daerah; c. mengkoordinasikan penyusunan rencana pengawasan atas

penyelenggaraan pemerintahan daerah; d. melakukan pembinaan terhadap kinerja SKPK di lingkungan

pemerintahan kabupaten; e. melakukan pemeriksaan atas laporan/pengaduan masyarakat

mengenai dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan aparat pemerintah di lingkungan pemerintahan daerah;

f. melakukan pengusutan atas dugaan adanya korupsi, kolusi dan nepotisme;

g. melakukan review atas laporan keuangan dan kinerja pemerintahan daerah;

h. melakukan evaluasi atas laporan kinerja Satuan Kerja SKPK di lingkungan pemerintahan kabupaten;

i. melakukan penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan Satuan Kerja Perangkat Kabupaten di lingkungan pemerintahan Kabupaten;

j. melakukan evaluasi atas hasil pemeriksaan aparat Pengawas fungsional dilingkungan pemerintahan daerah; dan

k. memberikan pelayanan administrasi untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan.

Bagian Keenam Kantor Lingkungan Hidup

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 28

Susunan organisasi dan tata kerja Kantor Lingkungan Hidup, terdiri dari:

a. Kepala Kantor . . . .

Page 103: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 13 -

a. Kepala Kantor; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Analisis Dampak Lingkungan; d. Seksi Pengawasan, Pemantauan dan Pengendalian Lingkungan; e. Seksi Konservasi dan Pemulihan Lingkungan; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 29

Kantor Lingkungan Hidup merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Kantor, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekda.

Pasal 30

Kantor Lingkungan Hidup mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pengendalian dampak lingkungan.

Pasal 31

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Kantor Lingkungan Hidup menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan Kantor; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan

jangka panjang; c. perumusan kebijakan teknis dalam lingkup pengendalian

dampak lingkungan; d. pelayanan penunjang penyelenggaraan pengendalian dampak

lingkungan; e. penyelenggaraan pengendalian dampak lingkungan, termasuk

penelitian, pengujian, standardisasi, perizinan, peningkatan sumber daya manusia dan pengembangan kapasitas kelembagaan;

f. peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, pengendalian dampak lingkungan;

g. pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pengendalian dampak lingkungan; dan

h. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 32

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Kantor Lingkungan Hidup mempunyai kewenangan: a. merumuskan kebijakan operasional pencegahan dan

penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan, pemulihan kualitas lingkungan;

b. melaksanakan koordinasi, penelitian dan pengembangan program pengelolaan lingkungan hidup;

c. melaksanakan kerjasama dengan institusi dan lembaga terkait lainnya dalam rangka pengelolaan lingkungan;

d. melaksanakan koordinasi pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan hidup;

e. mengembangkan program kelembagaan dan peningkatan kualitas dan kapasitas pengendalian dampak lingkungan;

f. melaksanakan pembinaan teknis pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan;

g. melaksanakan . . . .

Page 104: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 14 -

g. melaksanakan pembinaan dan pengendalian pengkajian teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);

h. melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penaatan hukum lingkungan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan; dan

i. mengkoordinasikan dan melakukan pengendalian terhadap kegiatan lintas sektor yang menimbulkan dampak dan kerusakan lingkungan.

Bagian Ketujuh Kantor Arsip dan Perpustakaan

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 33

Susunan Organisasi Kantor Perpustakaan dan Arsip, terdiri dari: a. Kepala Kantor; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Pembinaan Kearsipan; d. Seksi Pengelolaan Arsip; e. Seksi Perpustakaan; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 34

Kantor Arsip dan Perpustakaan merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Kantor, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.

Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan

Pasal 35

Kantor Arsip dan Perpustakaan Kabupaten mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang Arsip dan Perpustakaan.

Pasal 36

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Kantor Arsip dan Perpustakaan, menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan

jangka panjang; c. perumusan kebijaksanaan teknis dan program kearsipan,

dokumentasi dan perpustakaan; d. penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan kearsipan,

dokumentasi dan perpustakaan; e. pengelolaan dan pengolahan bahan kearsipan, dokumentasi dan

perpustakaan; f. pelayanan teknologi kearsipan, dokumentasi dan perpustakaan; g. penyelenggaraan deposit, citra daerah, budaya baca dan

khasanah arsip; h. penyelenggaraan administrasi umum, perlengkapan, kepegawaian

dan keuangan; i. pengembangan kelompok fungsional di bidang kearsipan,

dokumentasi dan perpustakaan; dan

j. pelaksanaan . . . .

Page 105: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 15 -

j. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 37

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Kantor Arsip dan Perpustakaan mempunyai kewenangan: a. merumuskan kebijakan teknis dan program kearsipan,

dokumentasi dan perpustakaan; b. menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan di bidang

kearsipan, dokumentasi dan perpustakaan; c. menyediakan layanan jasa di bidang kearsipan, dokumentasi dan

perpustakaan; d. menyelenggarakan pengelolaan, pengolahan dan pelestarian

bahan kearsipan, dokumentasi dan perpustakaan; e. menyelenggarakan penilaian jabatan fungsional tenaga fungsional

pustakawan dan arsiparis; f. menyelenggarakan pengembangan teknologi kearsipan,

dokumentasi dan perpustakaan; g. menetapkan dan memberi persetujuan Jadwal Retensi Arsip

(JRA) dan pemusnahan kearsipan dan dokumentasi; h. menyelenggarakan penarikan, penyerahan karya cetak dan karya

rekam (KCKR) daerah; dan i. melaksanakan urusan umum, kepegawaian dan keuangan.

Bagian Kedelapan Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 38

Susunan Organisasi Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik, terdiri dari: a. Kepala Kantor; b. Subbagian Tata Usaha; c. Seksi Pemantapan Ideologi dan Kebangsaan; d. Seksi Politik Pemerintahan dan Keamanan; e. Seksi Politik Kemasyarakatan; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 39

Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Kantor, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.

Pasal 40

Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat.

Pasal 41

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan kantor; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan

jangka panjang; c. penyusunan . . . .

Page 106: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 16 -

c. penyusunan kebijakan teknis dan strategis di bidang kesatuan bangsa, politik;

d. pelayanan administrasi bagi seluruh unit kerja di lingkungan kantor;

e. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan sistem politik demokratis serta kajian strategis di bidang kesatuan bangsa dan politik;

f. pengoordinasian program peningkatan keamanan dan kenyamanan lingkungan, pemeliharaan keamanan, pengembangan wawasan kebangsaan, pemberantasan penyakit masyarakat dan pencegahan dini;

g. pelaksanaan fasilitasi Parpol, Legislatif, Pemilu, Pilkada, Ormas, LSM/NGO dan Pengawasan Orang Asing;

h. pemantauan, evaluasi dan pelaporan; dan i. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 42

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai kewenangan: a. memfasilitasi pembauran dalam rangka perwujudan kesatuan

bangsa, politik dan perlindungan masyarakat; b. melakukan koordinasi dan kerja sama antar lembaga; c. melakukan kajian strategis di bidang idiologi negara dan identitas

kebangsaan; d. melakukan pembinaan dalam rangka pengembangan wawasan

kebangsaan; e. memberikan izin penelitian; dan f. melaksanakan pendaftaran partai politik, legislatif, Pemilihan

Umum, Pemilihan Umum Kepala Daerah, Organisasi Kemasyarakatan, Lembaga Swada Masyarakat (LSM/NGO), dan pengawasan orang asing.

Bagian Kesembilan Kantor Pemberdayaan Perempuan

dan Keluarga Sejahtera

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 43

Susunan Organisasi Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera, terdiri dari: a. Kepala Kantor; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Pemberdayaan Perempuan; d. Seksi Perlindungan Anak; e. Seksi Keluarga Sejahtera; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 44

Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Kantor berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.

Paragraf 2 . . . .

Page 107: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 17 -

Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan

Pasal 45

Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera mempunyai tugas melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang Pemberdayaan Perempuan dan keluarga sejahtera.

Pasal 46

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan

jangka panjang; c. penyusunan dan perumusan kebijakan teknis di bidang

pemberdayaan perempuan dan keluarga sejahtera meliputi perlindungan anak dan keluarga berencana;

d. pengumpulan data dan analisa dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang peranan perempuan dan keluarga sejahtera meliputi perlindungan anak dan keluarga berencana;

e. penyusunan program dan pelaksanaan program rintisan pemberdayaan dalam rangka mengangkat harkat dan martabat serta HAM bagi perempuan dan perlindungan anak, organisasinya dan aktifitas lanjut;

f. peningkatan kualitas hidup perempuan diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan, terutama di bidang hukum, ekonomi, politik, pendidikan dan sosial budaya serta lingkungan;

g. peningkatan partisipasi masyarakat termasuk upaya pemampuan kelembagaan untuk kemajuan perempuan dan keluarga sejahtera meliputi perlindungan anak dan keluarga berencana;

h. pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan; dan i. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 47

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera mempunyai kewenangan: a. merumuskan dan menyiapkan kebijakan pelaksanaan

pemberdayaan perempuan, keluarga sejahtera, perlindungan anak dan keluarga berencana;

b. melakukan pengumpulan dan pengolahan data, analisa dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang peranan perempuan, keluarga sejahtera, perlindungan anak dan keluarga berencana;

c. menyusun program dan melaksanakan program rintisan pemberdayaan dalam rangka mengangkat harkat dan martabat serta Hak Azasi Manusia (HAM) bagi perempuan dan perlindungan anak, organisasinya dan aktifitas lanjut;

d. meningkatkan kualitas hidup perempuan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan, terutama di bidang hukum, ekonomi, politik, pendidikan dan sosial budaya serta lingkungan;

e. meningkatkan partisipasi masyarakat termasuk upaya pemampuan kelembagaan pengelola kemajuan perempuan,

keluarga . . . .

Page 108: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 18 -

keluarga sejahtera, perlindungan anak dan keluarga berencana; dan

f. melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan.

Bagian Kesepuluh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 48

Susunan Organisasi Kantor Pelayanan Terpadu Perizinan, terdiri dari: a. Kepala Kantor; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Bina Program dan Informasi; d. Seksi Pelayanan; e. Seksi Perizinan; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 49

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu merupakan unsur pendukung Pemerintah Kabupaten yang dipimpin oleh Kepala Kantor, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.

Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan

Pasal 50

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan kabupaten di bidang pelayanan perizinan.

Pasal 51

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan

jangka panjang; c. perumusan dan perencanaan kebijakan teknis di bidang

pelayanan perizinan; d. pelaksanaan pembinaan di bidang pelayanan perizinan; e. pelaksanaan pengawasan dan pengendalian teknis di bidang

pelayanan perizinan; f. pelaksanaan pungutan retribusi dan pelayanan umum serta

membantu tugas Bupati sesuai dengan kewenangan yang diberikan;

g. pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan; dan h. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

Pasal 52

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu mempunyai kewenangan: a. melaksanakan urusan ketatausahaan; b. menyusun program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka

panjang; c. merumuskan . . . .

Page 109: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 19 -

c. merumuskan kebijakan teknis penyelenggaraan pelayanan perizinan;

d. melaksanakan operasional di bidang pelayanan perizinan; e. menyelenggarakan koordinasi dan sosialisasi pelayanan

perizinan; f. melakukan pungutan retribusi dan pelayanan umum sesuai

dengan kewenangan yang diberikan; g. mengelola sistem informasi perizinan; h. melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan.

Bagian Kesebelas Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 53

(1) Susunan Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien, terdiri dari: a. Direktur; b. Bagian Tata Usaha; c. Bidang Pelayanan Medis; d. Bidang Keperawatan; e. Bidang Penunjang Medis; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional.

(2) Bagian Tata Usaha, terdiri dari: a. Sub Bagian Umum; b. Sub Bagian Kepegawaian dan Tata Laksana; dan c. Sub Bagian Keuangan;

(3) Bidang Pelayanan Medis, terdiri dari: a. Seksi Rawat Jalan dan Rawat Inap; dan b. Seksi Rawat Darurat, Intensif dan Bedah Sentral.

(4) Bidang Keperawatan, terdiri dari: a. Seksi Asuhan Keperawatan; dan b. Seksi Etika Profesi dan Logistik Keperawatan.

(5) Bidang Penunjang Medis, terdiri dari: a. Seksi Penelitian dan Pengembangan; dan b. Seksi Informasi Permasalahan Sosial dan Upaya Rujukan.

Pasal 54

(1) Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien merupakan Lembaga Teknis Daerah yang memberikan Pelayanan Kesehatan kepada masyarakat, Pusat Rujukan dan Pendidikan Medis.

(2) Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien dipimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.

Paragraf 2

Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan

Pasal 55

Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien mempunyai tugas melaksanakan pelayanan pengobatan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan melalui

pelayanan . . . .

Page 110: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 20 -

pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat (emergency) dan tindakan medik.

Pasal 56

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan rumah sakit; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan

jangka panjang; c. penyusunan kebijakan teknis di bidang pelayanan medis,

keperawatan, penunjang medis dan non medis; d. penyelenggaraan asuhan keperawatan; e. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; f. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan ilmu

pengetahuan serta teknologi kedokteran; g. penyelengggaraan pelayanan rujukan; h. penyelenggaraan Administrasi Umum dan Keuangan; dan i. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 57

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien mempunyai kewenangan sebagai berikut: a. mengelola administrasi kepegawaian dan keuangan serta

perlengkapan sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku;

b. menyelenggarakan kerja sama dengan Institusi Pendidikan yang memanfaatkan Rumah Sakit Umum Daerah sebagai institusi praktikum;

c. menyelenggarakan kerja sama dengan organisasi dan atau lembaga lainnya dengan berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

d. memanfaatkan peluang pasar sesuai kemampuan dengan tetap menyelenggarakan fungsi sosial; dan

e. melakukan hubungan koordinatif dan fasilitatif dengan Dinas Kesehatan dan instansi terkait dalam pelaksanaan teknis kesehatan.

Bagian Keduabelas Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah

Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

Pasal 58

Susunan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah, terdiri dari: a. Kepala Satuan; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Penegakan Kebijakan Daerah; d. Seksi Ketentraman dan Ketertiban; e. Seksi Wilayatul Hisbah; f. Seksi Perlindungan Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga;

dan g. Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 59 . . . .

Page 111: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 21 -

Pasal 59

(1) Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah adalah Perangkat Pemerintah Kabupaten di bidang penegakan pelaksanaan Qanun ketentraman, ketertiban umum, Syariat Islam dan pembinaan operasional, penyidikan dan penindakan; dan

(2) Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah dipimpin oleh seorang Kepala Satuan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekda.

Paragraf 2 Tugas, Fungsi dan Kewenangan

Pasal 60

Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah mempunyai tugas memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum, menegakkan Qanun, Peraturan Bupati, Keputusan Bupati, melakukan sosialisasi, pengawasan, pembinaan dan penyidikan.

Pasal 61

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan; b. penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan

jangka panjang; c. pelaksanaan ketenteraman dan ketertiban umum, penegakan

Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati; d. pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan

ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat di Kabupaten Aceh Barat;

e. pelaksanaan kebijakan penegakan Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati;

f. pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati dengan aparat Kepolisian Negara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Aparatur lainnya;

g. pengawasan implementasi Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati.

h. pelaksanaan upaya-upaya aktif untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, serta pengamalan masyarakat terhadap ketentuan dalam qanun-qanun atau peraturan perundang-undangan;

i. pengkoordinasian kesatuan Polisi Pamong Praja; j. pengkoordinasian kesatuan polisi Wilayatul Hisbah; dan k. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Bupati sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

Pasal 62

Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah mempunyai kewenangan: a. menertibkan dan menindak warga masyarakat atau badan

hukum yang mengganggu ketentraman dan ketertiban umum;

b. melakukan . . . .

Page 112: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 22 -

b. melakukan pemeriksaan terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati;

c. melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Qanun, Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati;

d. melakukan tindakan pertama pada saat kejadian dan di tempat kejadian;

e. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

f. menyuruh untuk tidak meninggalkan tempat setiap orang yang berada di tempat kejadian perkara;

g. melakukan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan; h. melakukan pemeriksaan dan pengamanan barang bukti dugaan

pelanggaran; i. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; j. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi; k. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara; l. melakukan tindakan lain sesuai dengan ketentuan hukum secara

bertanggung jawab; dan m. melakukan upaya dan/atau tindakan penegakan peraturan

perundang-undangan di bidang Syariat Islam sesuai dengan ketentuan hukum.

BAB IV UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN

Paragraf 1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Pasal 63

(1) UPTB adalah unsur pelaksana tugas teknis pada Badan: (2) UPTB dipimpin oleh seorang Kepala UPTB yang berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan; dan

Pasal 64

UPTB mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan.

Pasal 65

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, UPTB menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan ketatausahaan dan rumah tangga UPTB; b. pelaksanaan tugas-tugas teknis operasional atau teknis

penunjang sesuai dengan bidangnya; dan c. pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh

Kepala Badan.

Paragraf 2 Susunan Organisasi

Pasal 66

(1) Susunan Organisasi UPTB, terdiri dari: a. Kepala UPTB;

b. Sub Bagian . . . .

Page 113: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 23 -

b. Sub Bagian Tata Usaha; dan c. Kelompok Jabatan Fungsional.

(2) Penetapan nomenklatur dan jumlah UPTB ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB V KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 67

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Kabupaten sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.

Pasal 68

(1) Kelompok Jabatan Fungsional dimaksud dalam Pasal 67, terdiri dari sejumlah tenaga, dalam jenjang jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.

(2) Setiap kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Bupati, dan bertanggung jawab kepada masing-masing SKPK

(3) Jumlah Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

(4) Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaiman dimaksud pada ayat (1), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI KEPEGAWAIAN

Pasal 69

(1) Kepala Badan dan Inspektur diangkat dan diberhentian oleh Bupati setelah melakukan konsultasi secara tertulis dengan Gubernur.

(2) Kepala Kantor, Direktur, Kepala Satuan, Sekretaris, Inspektur Pembantu dan Kepala Bagian dan Kepala Bidang diangkat dan diberhentikan oleh Bupati;

(3) Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang, Kepala Seksi dan Kepala UPTB dapat diangkat dan diberhentikan oleh Sekda atas pelimpahan kewenangan dari Bupati;

(4) Unsur-unsur lain dilingkungan Lembaga Teknis Daerah diangkat dan diberhentikan oleh Sekda atas pelimpahan kewenangan dari Bupati; dan

(5) Tata cara usulan dan konsultasi pengangkatan dan pemberhentian pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 70

Jenjang kepangkatan dan formasi kepegawaian ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII . . . .

Page 114: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 24 -

BAB VII ESELONERING

Pasal 71

(1) Kepala Badan dan Inspektur adalah jabatan struktural Eselon II.b.

(2) Kepala Kantor, Direktur, Kepala Satuan, Sekretaris dan Inspektur Pembantu adalah jabatan struktural Eselon III.a.

(3) Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural Eselon III.b.

(4) Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang, Kepala Seksi dan Kepala UPTB adalah jabatan struktural Eselon IV.a.

(5) Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi pada UPTB adalah jabatan struktural Eselon IV.b.

BAB VIII TATA KERJA

Pasal 72

(1) Sekretariat pada Badan dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan.

(2) Sekretariat pada Inspektorat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Inspektur.

(3) Inspektur Pembantu pada Inspektorat dipimpin oleh seorang Inspektur Pembantu yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Inspektur.

(4) Bidang pada Badan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

(5) Bagian pada Rumah Sakit Umum Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur.

(6) Bidang pada Rumah Sakit Umum dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya;

(7) Sub Bagian pada Kantor dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Kantor.

(8) Sub Bagian pada Badan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris sesuai dengan bidang tugasnya.

(9) Sub Bagian pada Inspektorat dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris sesuai dengan bidang tugasnya.

(10) Sub Bidang pada Badan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bidang yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang sesuai dengan bidang tugasnya.

(11) Seksi pada Kantor dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Kantor sesuai dengan bidang tugasnya.

(12) Seksi pada Rumah Sakit Umum Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang sesuai dengan bidang tugasnya.

(13) UPTB . . . .

Page 115: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 25 -

(13) UPTB dipimpin oleh seorang Kepala UPTB yang berada dibawah

dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.

(14) Sub Bagian Tata Usaha pada UPTB dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala UPTB.

(15) Seksi pada UPTB dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala UPTB sesuai dengan bidang tugasnya.

(16) Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Badan, Inspektur, Kepala Kantor, Kepala Satuan, Sekretaris, Inspektur Pembantu, Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang, Kepala Seksi dan Kepala UPTB wajib menerapkan prinsip Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplifikasi baik interen maupun antar unit organisasi lainnya, sesuai dengan tugas pokok masing-masing.

(17) Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan SKPK wajib melaksanakan pengawasan melekat.

Pasal 73

Dalam hal Kepala Badan, Inspektur, Kepala Kantor, Kepala Satuan tidak dapat menjalankan tugasnya karena berhalangan, maka Kepala Badan, Inspektur, Kepala Kantor, Kepala Satuan dapat menunjuk salah seorang Pejabat untuk mewakilinya.

Pasal 74

Atas dasar pertimbangan daya guna dan hasil guna masing-masing pejabat dalam lingkungan Lembaga Teknis Daerah dapat mendelegasikan kewenangan-kewenangan tertentu kepada pejabat setingkat di bawahnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB IX PEMBIAYAAN

Pasal 75

Segala biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan pada Perangkat Kabupaten dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) serta sumber-sumber lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 76

(1) Bagan Struktur Lembaga Teknis Daerah sebagaimana tercantum dalam lampiran I sampai dengan lampiran XII merupakan bagian yang tidak terpisahkan Qanun ini.

(2) Rincian tugas dan fungsi pemangku Jabatan Struktural pada masing-masing Lembaga Teknis Daerah lebih lanjut diatur dengan Peraturan Bupati.

(3) Uraian Tugas Jabatan masing-masing Lembaga Teknis Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XI . . . .

Page 116: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 26 -

BAB XI KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 77

Selama belum dilaksanakan penataan secara menyeluruh maka kegiatan-kegiatan Pemerintahan Kabupaten dilaksanakan dengan kebijakan Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 78

Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini, lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Bupati sepanjang mengenai peraturan pelaksanaannya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 79

Pada saat Qanun ini mulai berlaku, maka Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kabupaten Aceh Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2008 Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 12 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 Nomor 12), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 80

Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Kabupaten Aceh Barat.

Ditetapkan di Meulaboh Pada Tanggal 31 Desember 2012 M 17 S h a f a r 1434 H

BUPATI ACEH BARAT,

ttd.

T. ALAIDINSYAH

Diundangkan di Meulaboh Pada Tanggal 31 Desember 2012 M 17 S h a f a r 1434 H

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN ACEH BARAT,

ttd.

B U K H A R I

LEMBARAN KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2012 NOMOR: 11

Page 117: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 27 -

PENJELASAN ATAS

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH

KABUPATEN ACEH BARAT I. PENJELASAN UMUM

Bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa perubahan yang mendasar dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan kepada Provinsi, Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan otonomi daerah sesuai dengan kewenangannya. Khusus untuk Pemerintahan Aceh, Pemerintahan Kabupaten/Kota, penyelenggaraan otonomi daerah tersebut diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang didalamnya memberikan kewenangan keistimewaan dan adanya pengakuan penegasan otonomi khusus.

Perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan tersebut membawa pula perubahan pada sistem kelembagaan Pemerintahan Kabupaten, dimana sistem kelembagaan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kabupaten Aceh Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2008 Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 12 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 Nomor 12) yang mengatur tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat berdasarkan evaluasi dan kajian perlu untuk diadakan penyesuaian agar dapat mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta penyelenggaraan kewenangan khusus dalam bidang penyelenggaraan kehidupan beragama, penyelenggaraan kehidupan adat, penyelenggaraan pendidikan dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah di Kabupaten Aceh Barat.

Perangkat Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Qanun Kabupaten Aceh Barat ini adalah Lembaga Teknis Daerah pada Pemerintah Kabupaten yang bertanggung jawab kepada Bupati dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, yang secara tugas dan fungsinya bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRK dan secara administrasi dibina oleh Sekretaris Daerah.

Organisasi Perangkat Kabupaten Aceh Barat yang ditetapkan dengan Qanun ini, adapun mengenai penjabaran tugas pokok dan fungsinya, ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4

Page 118: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 28 -

Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25

-2-

Page 119: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 29 -

Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53

-3-

Page 120: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 30 -

Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN KABUPATEN ACEH BARAT NOMOR: 139

-4-

Page 121: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 31 -

Page 122: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 32 -

Page 123: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 33 -

Page 124: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 34 -

Page 125: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 35 -

Page 126: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 36 -

Page 127: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 37 -

Page 128: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 38 -

Page 129: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 39 -

Page 130: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 40 -

Page 131: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 41 -

Page 132: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 42 -

Page 133: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

SALINAN

MENTERI DALAM NEGERI

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR 40 TAHUN 2011

TENTANG

PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 38 Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja,

perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman

Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4737);

Page 134: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 2 -

4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi

Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006

Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4741);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi

Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094);

M E M U T U S K A N:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN ORGANISASI

DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah.

3. Daerah otonom, yang selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

4. Peraturan daerah, yang selanjutnya disingkat Perda, adalah

peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah

Kabupaten/Kota.

5. Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur dan/atau

peraturan bupati/walikota.

6. Aparatur adalah aparatur pemerintah daerah.

7. Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disebut Satpol PP,

adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Perda dan

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

8. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat

pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan

ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

Page 135: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 3 -

9. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu

keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah

daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan

tenteram, tertib, dan teratur.

10. Perlindungan masyarakat adalah suatu keadaan dinamis dimana

warga masyarakat disiapkan dan dibekali pengetahuan serta

keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana

guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut

memelihara keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat,

kegiatan sosial kemasyarakatan.

11. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.

BAB II

KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI

Bagian Kesatu

Kedudukan

Pasal 2

(1) Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan

Perda, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

(2) Satpol PP dipimpin oleh seorang Kepala satuan yang berkedudukan di

bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris

daerah.

Bagian Kedua

Tugas dan Fungsi

Pasal 3

Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan

ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan

masyarakat.

Pasal 4

(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,

Satpol PP mempunyai fungsi:

a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakkan Perda dan

Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat;

b. pelaksanaan kebijakan penegakkan Perda dan Peraturan Kepala

Daerah;

c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat di daerah;

d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;

Page 136: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 4 -

e. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan Peraturan Kepala

Daerah serta penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik

Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;

f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar

mematuhi dan mentaati penegakkan Perda dan Peraturan Kepala

Daerah; dan

g. pelaksanaan tugas lainnya.

(2) Pelaksanaan tugas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g

meliputi:

a. mengikuti proses penyusunan peraturan perundang-undangan serta

kegiatan pembinaan dan penyebarluasan produk hukum daerah;

b. membantu pengamanan dan pengawalan tamu VVIP termasuk

pejabat negara dan tamu negara;

c. pelaksanaan pengamanan dan penertiban aset yang belum

teradministrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

d. membantu pengamanan dan penertiban penyelenggaraan pemilihan

umum dan pemilihan umum kepala daerah;

e. membantu pengamanan dan penertiban penyelenggaraan

keramaian daerah dan/atau kegiatan yang berskala massal; dan

f. pelaksanaan tugas pemerintahan umum lainnya yang diberikan oleh

kepala daerah sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

BAB III ORGANISASI

Bagian Kesatu

Satpol PP Provinsi

Pasal 5

(1) Susunan Organisasi Satpol PP provinsi terdiri atas:

a. Kepala Satuan;

b. Sekretariat, terdiri atas:

1) Subbagian Program;

2) Subbagian Keuangan; dan

3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.

c. Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah, terdiri atas:

1) Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan; dan

2) Seksi Penyelidikan dan Penyidikan.

d. Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman masyarakat, terdiri atas:

Page 137: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 5 -

1) Seksi Operasi dan Pengendalian; dan

2) Seksi Kerjasama.

e. Bidang Sumber Daya Aparatur, terdiri atas:

1) Seksi Pelatihan Dasar; dan

2) Seksi Teknis Fungsional.

f. Bidang Perlindungan Masyarakat, terdiri atas:

1) Seksi Satuan Linmas; dan

2) Seksi Bina Potensi Masyarakat.

g. Kelompok Jabatan Fungsional.

(2) Bagan struktur organisasi Satpol PP Provinsi tercantum dalam Lampiran I

sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3) Penjabaran tugas dan fungsi Sekretariat dan masing-masing bidang serta

rincian tugas masing-masing subbagian dan seksi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f diatur dengan

Peraturan Gubernur.

Bagian Kedua

Satpol PP Kabupaten/Kota

Paragraf 1

Susunan Organisasi

Pasal 6

(1) Susunan Organisasi Satpol PP kabupaten/kota Tipe A, terdiri atas:

a. Kepala Satuan;

b. Sekretariat, terdiri atas:

1) Subbagian Program;

2) Subbagian Keuangan; dan

3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.

c. Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah, terdiri atas:

1) Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan; dan

2) Seksi Penyelidikan dan Penyidikan.

d. Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman masyarakat, terdiri atas:

1) Seksi Operasi dan Pengendalian; dan

2) Seksi Kerjasama.

e. Bidang Sumber Daya Aparatur, terdiri atas:

1) Seksi Pelatihan Dasar; dan

2) Seksi Teknis Fungsional.

f. Bidang Perlindungan Masyarakat, terdiri atas:

1) Seksi Satuan Linmas; dan

Page 138: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 6 -

2) Seksi Bina Potensi Masyarakat.

g. Kelompok Jabatan Fungsional.

(2) Susunan Organisasi Satpol PP kabupaten/kota Tipe B, terdiri atas:

a. Kepala Satuan;

b. Subbagian Tata Usaha;

c. Seksi Penegakan Perundang-undangan Daerah;

d. Seksi Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat;

e. Seksi Pengembangan Kapasitas;

f. Seksi Sarana dan Prasarana;

g. Seksi Perlindungan Masyarakat; dan

h. Kelompok Jabatan Fungsional.

(3) Bagan Struktur Organisasi Satpol PP kabupaten/kota tercantum dalam

Lampiran II dan lampiran III sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

Peraturan Menteri ini.

(4) Penjabaran tugas dan fungsi Sekretariat dan masing-masing bidang serta

rincian tugas masing-masing subbagian dan seksi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.

Pasal 7

(1) Pada kecamatan dibentuk Unit Pelaksana Satpol PP kabupaten/kota.

(2) Unit Pelaksana Satpol PP kabupaten/kota di kecamatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala satuan.

(3) Kepala satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara ex-officio

dijabat oleh Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Umum pada

kecamatan.

(4) Kepala satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara teknis

administratif bertanggung jawab kepada camat dan secara teknis

operasional bertanggung jawab kepada Kepala Satpol PP kabupaten/kota.

Paragraf 2

Klasifikasi Satpol PP Kabupaten/Kota

Pasal 8

(1) Satpol PP kabupaten/kota, terdiri atas:

a. Tipe A; dan

b. Tipe B.

(2) Besaran organisasi Satpol PP kabupaten/kota Tipe A dan Tipe B

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan klasifikasi

besaran organisasi perangkat daerah.

Page 139: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 7 -

(3) Satpol PP kabupaten/kota Tipe A apabila variabel besaran organisasi

perangkat daerah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 60

(enampuluh).

(4) Satpol PP kabupaten/kota Tipe B apabila variabel besaran organisasi

perangkat daerah mencapai nilai kurang dari 60 (enampuluh).

Pasal 9

Satpol PP di tingkat kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai ibu kota

provinsi atau penyangga ibu kota provinsi dapat ditetapkan sebagai Satpol PP

Tipe A.

BAB IV

ESELON

Bagian Kesatu

Provinsi

Pasal 10

(1) Kepala Satpol PP provinsi merupakan jabatan struktural eselon IIa.

(2) Sekretaris dan kepala bidang Satpol PP provinsi merupakan jabatan

struktural eselon IIIa.

(3) Kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP provinsi merupakan jabatan

struktural eselon IVa.

Bagian Kedua

Kabupaten/Kota

Pasal 11

(1) Kepala Satpol PP kabupaten/kota Tipe A merupakan jabatan struktural

eselon IIb.

(2) Sekretaris dan kepala bidang Satpol PP kabupaten/kota Tipe A merupakan

jabatan struktural eselon IIIb.

(3) Kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP kabupaten/kota Tipe A

merupakan jabatan struktural eselon IVa.

Pasal 12

(1) Kepala Satpol PP kabupaten/kota Tipe B merupakan jabatan struktural

eselon IIIa.

(2) Kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP kabupaten/kota Tipe B

merupakan jabatan struktural eselon IVa.

Page 140: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 8 -

BAB V

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 13

(1) Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kelompok jabatan

fungsional melaksanakan tugas khusus sesuai dengan bidang keahliannya

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Kelompok jabatan fungsional terdiri atas:

a. tenaga fungsional polisi pamong praja; dan

b. jabatan fungsional lainnya yang terbagi dalam beberapa kelompok

jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya.

(4) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a

ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja yang dipimpin oleh

seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk.

(5) Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

BAB VI

PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Pasal 14

(1) Kepala Satpol PP provinsi diangkat dan diberhentikan oleh gubernur sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Kepala Satpol PP kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan oleh

bupati/walikota setelah berkonsultasi kepada gubernur dengan

pertimbangan Kepala Satpol PP provinsi.

(3) Sekretaris, kepala bidang, kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP

provinsi, diangkat dan diberhentikan oleh gubernur atas usul sekretaris

daerah.

(4) Sekretaris, kepala bidang, kepala subbagian dan kepala seksi Satpol PP

kabupaten/kota, diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota atas usul

sekretaris daerah.

Pasal 15

Pejabat struktural di lingkungan Satpol PP diprioritaskan diangkat dari

pejabat fungsional dan/atau pejabat di lingkungan Satpol PP.

Page 141: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 9 -

BAB VII

TATA KERJA

Pasal 16

Satpol PP provinsi dan Satpol PP kabupaten/kota dalam melaksanakan

kewenangannya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan

sinkronisasi secara vertikal dan horizontal.

Pasal 17

Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Satpol PP provinsi dan

Satpol PP kabupaten/kota melaksanakan sistem pengendalian intern di

lingkungan masing-masing.

Pasal 18

Setiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP provinsi dan

kabupaten/kota bertanggung jawab memimpin, membimbing, mengawasi,

dan memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan, dan bila terjadi

penyimpangan, mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 19

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan perlindungan masyarakat

diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota menyesuaikan organisasi

dan tata kerja Satpol PP provinsi dan Satpol PP kabupaten/kota, dengan

Perda paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.

Pasal 21

Dengan penyesuaian Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, pejabat

yang telah menduduki jabatan, tetap dapat diangkat sepanjang memenuhi

persyaratan.

Page 142: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

- 10 -

Pasal 22

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik

Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 13 September

2011

MENTERI DALAM NEGERI,

ttd

GAMAWAN FAUZI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 20 September 2011

MENTERI HUKUM DAN HAM

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 590

Salinan sesuai dengan aslinya

Plt. KEPALA BIRO HUKUM

ZUDAN ARIF FAKRULLOH

Pembina (IV/a)

NIP. 19690824 199903 1 001

Page 143: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

Foto Penertiban PKL Di Kota Meulaboh Oleh Satpol PP Kabupaten Aceh Barat

Page 144: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

Foto Sosialisasi Tentang Ketentraman Dan Ketertiban Umum

Di Kota Meulaboh Yang Di Ikuti Oleh Pedagang Kaki Lima

Page 145: SKRIPSIrepository.utu.ac.id/66/1/I-V.pdfii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi dengan judul: SOSIALISASI PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH DINAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA …

Foto Patroli Rutin Satpol PP Kabupaten Aceh Barat