ii. landasan teoridigilib.unila.ac.id/16177/16/14..bab ii.pdf · di gudang (average day’s ......

18
18 II. LANDASAN TEORI 2.1 Rasio Likuiditas Likuiditas merupakan suatu indikator yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston, (2001) dalam Nugroho (2011) Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan hubungan kas dan aktiva lancar lainnya dengan kewajiban jangka pendek. Tingkat likuiditas yang tinggi berarti perusahaan tersebut semakin likuid dan semakin besar kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban finansial jangka pendeknya, hal tersebut baik bagi perusahaan agar tidak dilikuidasi akibat ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas menurut Riyanto (1995) dalam Nugroho (2011) adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar. Kemampuan membayar baru

Upload: dothien

Post on 18-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

18

II. LANDASAN TEORI

2.1 Rasio Likuiditas

Likuiditas merupakan suatu indikator yang mengukur kemampuan perusahaan

untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo

dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston,

(2001) dalam Nugroho (2011) Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan

hubungan kas dan aktiva lancar lainnya dengan kewajiban jangka pendek. Tingkat

likuiditas yang tinggi berarti perusahaan tersebut semakin likuid dan semakin

besar kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban finansial jangka

pendeknya, hal tersebut baik bagi perusahaan agar tidak dilikuidasi akibat

ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.

Likuiditas menurut Riyanto (1995) dalam Nugroho (2011) adalah berhubungan

dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban

finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid)

yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan

membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang

mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban

finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut

belum tentu memiliki kemampuan membayar. Kemampuan membayar baru

19

terdapat pada perusahaan apabila kekuatan membayarnya adalah demikian

besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansialnya yang segera

harus dipenuhi. Kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah

membandingkan kekuatan membayar-nya di satu pihak dengan kewajiban-

kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.

Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya

sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus

dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang

tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.

Menurut Munawir (2001) dalam Nugroho (2011) likuiditas adalah menunjukkan

kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang

harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

keuangan pada saat ditagih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah

kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya

yang segera harus dipenuhi.

Current ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas

suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui dan

menduga seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

keuangannya. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk,

apakah perusahaan yang mandapat kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak

untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada

pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu

menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya

20

kewajiban lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa, sekiranya pada

suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya dibawah

nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan terdapat cukup kas

ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat,

sehingga dapat memenuhi kewajibannya (Tunggal, 1995).

Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh karena

terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat

dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan

menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat atau dengan semestinya. Dilain

pihak ditinjau dari sudut pemegang saham suatu current ratio yang tinggi tidak

selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan

jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar.

Suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari pada suatu

current ratio yang tinggi, akan tetapi current ratio yang rendah menunjukkan

pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo

disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari

persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang

diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang

yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan

pengeluaran darurat (Tunggal, 1995).

Munawir (2002) menyatakan current ratio 200% sudah memuaskan bagi suatu

perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada

beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk

21

seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya merupakan kebiasaan atau rule of

thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau

analisa yang lebih lanjut.

Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor

jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang

tersebut namun, suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi bukan

merupakan jaminan bahwa perusahaan mampu membayar utang yang sudah jatuh

tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak

menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan

taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran

persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan

tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih.

Riyanto (1995) dalam Elfianto (2011) menyatakan bahwa bagi perusahaan bukan

kredit, current ratio kurang dari 2:1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva

lancar turun misalnya sampai lebih dari 50% maka jumlah aktiva lancarnya tidak

akan cukup lagi menutup utang lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1,

sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip “hati-hati”. Pedoman current ratio

200% bukanlah pedoman mutlak. Rasio-rasio likuiditas adalah sebagai berikut:

Rasio Lancar (Current Ratio)

Current ratio merupakan salah satu rasio finansial yang sering digunakan.

Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang jangka

pendek. Rasio ini menunjukan kesanggupan membayar hutang jangka pendek

22

(Sarwoko dan Halim, 1989), Sedangkan menurut Syamsuddin (2004) current

ratio merupakan alat untuk menghitung seberapa kemampuan perusahaan dalam

membayar hutang jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang tersedia. Selain

itu, current ratio menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan

membandingkan aktiva lancar terhadap hutang lancar atau hutang jangka pendek.

Current ratio dapa dirumuskan seperti berikut:

= % Rasio Kas (Cash Ratio)

Rasio ini menunjukan bagaimana kemampuan kas perusahaan dalam membiayai

hutang jangka pendeknya. Rumus cash ratio dapat dilihat dibawah ini, yaitu:

= % Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid-Test Ratio)

Quick Ratio atau Acid-Test Ratio menunjukan likuiditas perusahaan, seperti yang

diukur dengan membandingkan aktiva lancar kecuali persediaan terhadap

kewajiban jangka pendek atau hutang lancarnya. Rasio ini merupakan rasio

likuiditas yang lebih ketat daripada current ratio. Persediaan dianggap aktiva

lancar kurang likuid, sebab harus melalui dua tahap untuk menjadi kas (persediaan

dijual menjadi piutang, kemudian piutang dikumpulkan baru menjadi kas). Quick

23

Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar (kecuali persediaan) dengan

hutang jangka pendek (Sarwoko dan Halim, 1989).

Rumus quick ratio adalah:

= − % Net Working Capital to Total Assets

Rasio ini menunjukan seberapa besar jumlah aktiva perusahaan dalam membiayai

modal kerja bersih yang akan digunakan. Rumus Net Working Capital to Total

Assets dapat dilihat dibawah ini, yaitu:

= − %2.2 Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas

perusahaan dalam menggunakan sumber dayanya berupa aset. Semakin tinggi

rasio ini semakin efisien penggunaan asset dan semakin cepat pengembalian dana

dalam bentuk kas. Rasio ini diukur dengan membandingkan penjualan dengan

berbagai investasi dalam aktiva. Berdasarkan tingkat aktivitas, modal kerja akan

diketahui komposisi elemen aktiva lancar yang efektif dan efisien. Rasio-rasio

aktivitas adalah sebagai berikut:

24

Perputaran persediaan (Inventory Turnover)

Perputaran persediaan merupakan perbandingan antara harga pokok penjualan

dengan rata-rata persediaan. Rasio ini menunjukan frekuensi perputaran

persediaan barang. (Sarwoko dan Halim, 1989). Rasio perputaran persediaan

menandakan likuiditas relatif persediaan yang diukur dengan berapa kali

penggantian persediaan perusahaan selama tahun tersebut. Menghitung rasio

perputaran persediaan digunakan rumus berikut sebagai berikut:

= −Dari rasio ini dapat ditentukan berapa lama rata-rata persediaan tersebut ada

di gudang (average day’s inventory), yaitu dengan membagi jumlah hari dalam

satu tahun dengan angka perputaran persediaan. Rumus untuk menghitung umur

rata-rata persediaan adalah sebagai berikut:

− = Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover)

Rasio perputaran piutang usaha menunjukan seberapa cepat perusahaan menagih

kreditnya, yang diukur oleh lamanya waktu piutang dagang ditagih atau

perputaran piutang usaha selama tahun tersebut. Rasio perputaran piutang

merupakan perbandingan antara penjualan dengan rata-rata piutang. Jika

25

perusahaan mengalami kesulitan pengumpulan uang, piutang perusahaan akan

besar dan rasio ini rendah. (Sarwoko dan Halim : 1989). Berikut ini adalah rumus

untuk menghitung rasio perputaran piutang:

= −Rasio ini dapat menghitung hari rata-rata pengumpulan piutang atau periode

penagihan piutang (average day’s collection), yaitu dengan membagi jumlah hari

dalam satu tahun dengan angka perputaran piutang. Rmus untuk mengetahui

berapa hari periode penagihan piutang adalah sebagai berikut:

= Perputaran Utang Dagang (Account Payable Turnover)

Pengukuran account payable turnover sama saja dengan pengukuran account

receivable turnover. Perhitungan account payable turnover ini dimaksudkan

untuk mengetahui berapa kali utang dagang perusahaan berputar dalam setahun

(Syamsuddin, 2004). Rumus untuk menghitung perputaran piutang dagang yaitu:

= −

26

Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover)

Rasio aktivitas ini mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan

menghasilkan volume penjualan. (Weston dan Brigham, 2010 dalam Afrinda,

2013). Perputaran total aktiva menunjukan efisiensi perusahaan menggunakan

seluruh aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Pada umumnya semakin tinggi

perputaran aktiva, semakin efisien penggunaan aktiva tersebut.

Rumus untuk menghitung perputaran total aktiva, yaitu:

= Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover)

Rasio penjualan terhadap aktiva tetap memberikan ukuran perputaran dari pada

pabrik dan peralatan. (Weston dan Brigham, 2010 dalam Afrinda, 2013). Rumus

untuk menghitung perputaran total aktiva tetap, yaitu:

= Perputaran Aktiva Operasi (Operating Assets Turnover)

Perputaran aktiva operasi merupakan perbandingan antara penjualan dengan

aktiva operasi. Rasio ini menunjukan efektif tidaknya pemakaian aktiva. Semakin

27

tinggi rasio ini menunjukan semakin efektif pemakaian aktiva. (Sarwoko dan

Halim, 1989). Rumus perputaran aktiva operasi:

=2.3 Rasio Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Laba

sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan, ketika perusahaan

memiliki laba yang tinggi berarti kinerjanya baik dan sebaliknya. Laba perusahaan

selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi

para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai

perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang

(Elfianto Nugroho, 2011). Laba juga sering dibandingkan dengan kondisi

keuangan lainnya, seperti penjualan, aktiva, dan ekuitas. Perbandingan ini sering

disebut rasio profitabilitas. Untuk dapat mengetahui seberapa besar perusahaan

mampu menghasilkan laba, maka digunakan suatu analisis rasio keuangan.

Penelitian ini menggunakan rasio Return On Asset (ROA), karena ROA

merupakan rasio yang menunjukkan keefisiensian perusahaan dalam mengelola

seluruh aktiva. ROA mengukur tingkat pengembalian total aktiva setelah beban

bunga dan pajak. Berikut ini merupakan indikator pengukur tingkat profitabilitas

perusahaan, yaitu antara lain:

28

Gross profit margin

Gross profit margin atau margin laba kotor digunakan untuk mengetahui

keuntungan kotor perusahan yang berasal dari penjualan setiap produknya. Rasio

ini sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok

penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurut begitu pula

sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga

pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk

berproduksi secara efisien (Elfianto nugroho, 2011). Rumus dari gross profit

margin adalah sebagai berikut:

= ( ) % Net profit margin

Pengukuran yang lebih spesifik dari rasio profitabilitas yang berkaitan dengan

penjualan adalah menggunakan net profit margin atau margin laba bersih.

Net profit margin adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan setelah

memperhitungkan semua biaya dan pajak penghasilan (Elfianto nugroho, 2011).

Rumus dari net profit margin adalah sebagai berikut:

= %

29

Jika margin laba kotor tidak terlalu banyak berubah sepanjang beberapa tahun

tetapi margin laba bersihnya menurun selama periode waktu yang sama, maka hal

tersebut mungkin disebabkan karena biaya penjualan, umum, dan administrasi

yang terlalu tinggi jika dibandingkan dengan penjualannya, atau adanya

tarif pajak yang lebih tinggi. Di sisi lain, jika margin laba kotor turun, hal tersebut

mungkin disebabkan karena biaya untuk memproduksi barang meningkat jika

dibandingkan dengan penjualannya (James Van Horne dan John M. Wachowicz,

1997 dalam Nugroho 2011).

Berikut ini beberapa perhitungan dalam mencari profitabilitas, antara lain sebagai

berikut:

Return On Asset (ROA)

Return On Asset (ROA) menunjukan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return On Asset (ROA)

merupakan rasio yang terpenting di antara rasio profitabilitas yang ada.

Return On Assets (rasio pengembalian atas total aset) adalah rasio yang

memberikan efisiensi operasi perusahaan secara keseluruhan. (Yuliani, 2012).

Rumus ROA sebagai berikut:

= ( ) %

30

Return On Equity (ROE)

Return On Equity (ROE) menurut Widyanto (1993) dalam Nugroho (2011)

merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal

saham sendiri sehingga ROE juga dapat digunakan untuk menilai seberapa besar

tingkat pengembalian (presentase) dari saham sendiri yang ditanamkan dalam

bisnis. Rumus ROE sebagai berikut:

= %2.4 Penggolongan Rasio

Penggolongan rasio menurut Sartono (2010) terdiri dari:

1)Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)

2)Rasio Aktivitas (Activity Ratios)

3)Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios)

4)Rasio Solvabilitas (Solvency Ratios)

5)Rasio Nilai Pasar (Market Ratios)

6) Rasio Pertumbuhan (Growth Ratios)

Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio likuiditas dan rasio

aktivitas masing-masing yang diukur dengan current ratio, inventory turnover dan

account receivable turnover.

31

2.5 Pengaruh current ratio terhadap ROA

Rasio lancar adalah ukuran dari likuiditas jangka pendek, atau perbandingan

antara aset lancar dengan kewajiban lancar. Bagi perusahaan, rasio lancar yang

tinggi menunjukkan likuiditas, tetapi hal ini juga bisa dikatakan menunjukkan

penggunaan kas dan aset jangka pendek secara tidak efisien. Nilai likuiditas yang

terlalu tinggi berdampak kurang baik terhadap earning power karena adanya iddle

cash atau menunjukkan kelebihan modal kerja yang dibutuhkan, kelebihan ini

akan menurunkan kesempatan memperoleh keuntungan (Riyanto,1996 dalam

Nugroho, 2011). Sangat dimungkinkan hubungan Current ratio dengan ROA

adalah negatif. Semakin tinggi Current ratio maka semakin rendah tingkat ROA,

perbandingan terbalik antara profitabilitas dengan likuiditas (Van Horne &

Wachowicz, 1997 dalam Nugroho, 2011).

Sebuah perusahaan dalam menjalankan operasinya membutuhkan dana yang

sangat besar, baik untuk produksi maupun untuk investasi. Kebutuhan dana ini

tidak dapat sepenuhnya dipenuhi menggunakan modal sendiri. Oleh karena itu,

perusahaan harus melakukan peminjaman dana ke pihak lain ataupun melakukan

penundaan pembayaran beberapa kewajiban. Utang yang dimiliki oleh perusahaan

harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menambah beban bagi perusahaan

yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerugian. Rasio utang dalam sebuah

laporan keuangan menunjukkan seberapa besar aset yang dibiayai dengan utang.

Rasio ini menekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan

dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh

32

pendanaan utang. Perusahaan dapat mencegah terjadinya gagal bayar dengan

mengetahui seberapa besar persentase utang yang dimiliki.

Perusahaan yang memiliki rasio lancar yang semakin besar, maka menunjukkan

semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka

pendeknya. Hal ini menunjukkan perusahaan melakukan penempatan dana yang

besar pada sisi aktiva lancar. Penempatan dana yang terlalu besar pada sisi aktiva

memiliki dua efek yang sangat berlainan. Di satu sisi, likuiditas perusahaan

semakin baik namun di sisi lain, perusahaan kehilangan kesempatan untuk

mendapatkan tambahan laba, karena dana yang seharusnya digunakan untuk

investasi yang menguntungkan perusahaan, dicadangkan untuk memenuhi

likuiditas. Semakin besar rasio ini,semakin besar likuiditas perusahaan. Menurut

Van Horne, dan Wachowicz (1997) dalam Nugroho (2011), likuiditas perusahaan

berbanding terbalik dengan profitabilitas. Maksudnya, semakin tinggi likuiditas

perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba semakin

rendah.

2.6 Pengaruh inventory turnover terhadap ROA

Persediaan merupakan aktiva yang harus dikelola dengan baik, kesalahan dalam

pengelolaan akan mengakibatkan komponen aktiva lain menjadi tidak optimal,

bahkan bisa mengakibatkan kerugian. Pengelolaan dalam hal memanajemen

perputaran persediaan bisa sangat menentukan dalam manajemen kelanjutan

aktivitas perusahaan. Menurut Munawir (dalam Nina Sufiana dan Ketut

Purnawati, 2013) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat perputaran persediaan

akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan

33

harga atau karena perubahan selera konsumen. Hal ini juga akan menghemat

ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.

Penelitian yang mendukung teori ini adalah Irman Deni (2013) yang menyatakan

perputaran persediaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas.

Sufiana dan Purnawati (2013), dalam hipotesis penelitiannya membuktikan secara

empiris bahwa perputaran persediaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas.

2.7 Pengaruh account receivable turnover terhadap ROA

Piutang merupakan aktiva yang timbul dikarenakan adanya penjualan secara

kredit. Perputaran piutang adalah perbandingan antara penjualan dan rata-rata

piutang. Perputaran piutang menujukkan usaha untuk mengukur seberapa sering

piutang menjadi kas dalam satu periode tertentu. Semakin besarnya jumlah

piutang berarti semakin besar pula keuntungan yang diperoleh, namun bersamaan

dengan itu juga memperbesar resiko yang mungkin akan terjadi atas likuditasnya.

Perputaran piutang merupakan salah satu bentuk investasi yang dilakukan oleh

pihak perusahaan. Apabila perputaran piutang dikelola secara efektif dan efisien

oleh perusahaan, maka akan menghasilkan laba atau tingkat profitabilitas yang

tinggi bagi perusahaan. Ukuran kelancaran perputaran piutang menggambarkan

sejauh mana kemampuan perusahaan dalam mengumpulkan piutangnya dan

sejauh mana kelancaran pelunasan yang dilakukan oleh konsumen. Semakin besar

tingkat perputaran piutang makan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh.

34

2.8 Penelitian Terdahulu

1. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat inkonsistensi

hasil penelitian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdul Raheman dan

Mohamed Nasr (2007) disebutkan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara

likuiditas (current ratio) dengan profitabilitas. Sedangkan penelitian yg dilakukan

Dani (2003) menunjukkan bahwa likuiditas (current ratio) memiliki pengaruh

signifikan positif terhadap profitabilitas.

2. Erik Pebrin Naibaho (2013) melakukan penelitian tentang “Pengaruh

perputaran piutang dan perputaran persediaan terhadap profitabilitas (studi

empiris perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI tahun 2008-

2012)“. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perputaran piutang secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, perputaran persediaan secara

parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan hasil penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Sipangkar (2009) menunjukkan bahwa tingkat

perputaran persediaan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap

profitabilitas.

3. Mohamad Tejo Suminar meneliti tentang (2015) “Pengaruh perputaran

persediaan, perputaran piutang dan perputaran kas terhadap profitabilitas”. Hasil

penelitian menyatakan bahwa perputaran persediaan mempunyai pengaruh positif

terhadap profitabilitas (ROA maupun ROE), perputaran piutang berpengaruh

positif terhadap profitabilitas (ROA maupun ROE), sedangkan perputaran kas

berpengaruh negatif terhadap (ROA maupun ROE), Sedangkan menurut

35

penelitian Sitanggang (2008) menunjukkan bahwa tingkat perputaran piutang

memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap profitabilitas.

4. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nidya afrinda (2013) yang menguji

“Analisis pengaruh likuiditas dan solvabilitas terhadap profitabilitas”. Dari

penelitian ini menunjukan bahwa current ratio berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap return on assets (ROA), Cash ratio berpengaruh negatif

namun tidak signifikan terhadap ROA, quick ratio berpengaruh positif dan

signifikan terhadap ROA, debt to total assets ratio (DAR) dan debt to equity ratio

(DER) berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROA.