ii kabarmu hari ini, mungkin ini sedikit norak, tapi aku pengin bilang sesuatu, “aku kangen…”...

182

Upload: truongnhi

Post on 20-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah
Page 2: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

ii

YANGSEDANGBERMAINPenulis:RahmadKurniawanPenyunting:RahmadKurniawanDesainSampul:RahmadKurniawan&SeptianDwiSatria(Ilustrasi)Tataletakisi:RahmadKurniawan,Veronica,&Moch.YudiantaraFotopenulis:VirgusRagilErykoPenerbit:RHMDIndie/RahmadKurniawanJl.SidodadiBaruSurabaya–JawaTimur60144E-mail:[email protected],8x21cm;182hlm.Cetakanpertama,Desember2016Hakciptadilindungiundang-undang

Page 3: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

iii

SanksiPelanggaranPasal113Undang-UndangNomer28Tahun2014TentangHakCipta

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana

dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak

Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta

melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat

(1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta

melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat

(1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana

dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan

dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Page 4: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

iv

Page 5: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

Dengarkansetiapharapan,

Disetiapbelaianyangtersentuh

Akudisiniuntukbermaindenganmu,Didalamindahnyadukadansemu

Akuberjanjitidakakanmengecewakanmu

Akubersumpahuntukmembawamu

Terbangdanrasakan,Bayangkandandengarkan,

Bisikkanparadewi,

Untuksegeramemilikimu.

Page 6: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

1

“Bulan Setengah Purnama”

Langit sedang bersahabat dengan awan. Cahaya bintang telah sampai dari surga.

Menyinari gulita, menghapus resah.

Kepada bulan setengah purnama, Ampunilah siapa yang berdosa

Maafkanlah siapa yang bersalah,

Page 7: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

2

Aku rela pergi kapan pun kau siap, Berikan aku sedetik untuk memeluknya,

Ketika waktunya telah tiba.

Page 8: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

3

Apa kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak,

Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…”

Page 9: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

4

Hai.

Page 10: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

5

“Hai.”

Hanya itu yang aku mau saat melihat layar

handphone. Tapi mungkinkah dia sudi melakukan itu?

Aku rindu.

Kepalaku penuh dengan tanya, belum lama kita

berpisah, tapi kau seakan ditelan bumi. Tidak ada

namamu lagi disekitarku, padahal kita bersama

selama bertahun-tahun.

Sekarang aku lebih sering menatap kaca sendiri,

dan membayangkan sosokmu didalam kaca itu, bukan

aku.

Aku menggenggam tanganku sendiri.

Genggaman tanganmu, aku rindu.

Tanganmu yang lembut dan halus.

Selembut tatapanmu ketika menatapku, sehalus

bibirmu ketika aku mengecupmu.

Page 11: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

6

Oh, aku terlena dengan kenangan ketika kita

bersama. Ketika waktu hilang saat kita bersama.

Saat kau melihatku tertawa dan aku melihatmu

tersipu. Bukankah itu indah?

Page 12: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

7

Apakah dia merindukanku seperti aku merindunya

setiap malam?

Page 13: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

8

Padahal kita sudah terikat satu sama lain,

teganya kau pergi.

Aku tidak akan pernah menyesal pernah membuang

waktu bersamamu.

Sedikit saja, apakah kau bisa hadir lagi

bersamaku, menemaniku disetiap malam ketika aku

merindukanmu, ketika aku sekarat menunggu sosokmu.

Aku benar-benar hampir mati karena tidak

memenuhi janjiku, harapan yang pernah kita buat,

bersama.

Pintu kamar terbuka.

“Den… Nggak kuliah?”, teman sekamarku, Tio,

masuk dan duduk dikasurnya.

Aku menggeleng. “Libur.”

“Gak kerasa ya, abis gini kita lulus.”

Aku tersenyum.

Page 14: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

9

Sambil memegang cincin dijari manisku. Tio

melihat gerakan tanganku, dia melihat cincin yang

sedang kupegang, wajahnya berubah muram.

“Dia pasti seneng kok kalau lo lulus, Den.”,

katanya sambil melihat cincin ditanganku.

“Iyalah…”

Page 15: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

10

“Yang tabah ya, dia tenang disana, semua ada

waktunya.”, dia bangkit dari kasurnya, “Gue cari

makan dulu, laper!”, katanya keluar dan menutup

pintu.

Page 16: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

11

Entahlah, apa hanya aku yang merasakan semua

ini, ketika semua orang sibuk dengan urusannya

masing-masing. Tapi aku merasakan yang lebih

dalam, sebuah harapan jika dia masih ada disini,

disisiku menenamiku ketika aku membutuhkannya.

Apakah aku terlalu tinggi ketika mengharapkan

kita bersama selamanya dan menikah hingga aku

menjadi kakek dan dia menjadi nenek.

‘Lulus kuliah, aku tunggu kamu cari kerja dan

kita menikah…. janji?’, dia mengacungkan jari

kelingkingnya.

Page 17: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

12

Aku tersenyum, aku melihatnya duduk disebelahku,

memelukku erat, walaupun semua terasa fana,

diantara nyata.

Page 18: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

13

Kadangkala tak ada yang mampu mengerti, Betapa aku merindukanmu setiap hari,

Tak ada sehelai benangpun tahu, Dan siapa yang mau tahu?

Page 19: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

14

Hingga habis kata, Belum ada kata yang mampu mewakili kecuali kata…

“Rindu”

Page 20: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

15

“Rindu”

Tidak ada bunga yang tak layu. Tidak ada mati jika tak hidup.

Tiada hari tanpa senyum. Tiada hari tanpa sedih.

Apapun kata yang pernah ada. Apapun doa yang kau panjat.

Semua kan pudar dibirunya langit, Semua akan ada ujung walau sakit.

Duhai yang sedang jatuh cinta, Terbutakan kabut berwarna jingga. Nikmati sentuhan semua para dewa,

Tercekiklah dalam sengsara penuh tawa.

Ketukan irama tak kan berhenti,

Siap menanti apa yang harus dinanti. Setiap jamak yang diinjak,

Melamun bisu dalam kerasnya otak.

Page 21: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

16

Demi Tuhan, aku bukan diriku selama ini, Cukup panjang kusiksa diri,

Terkikis bara api yang meraja, Dalam alunan ketukan baja.

Teriakku tak bersuara dalam gema, Tapakku melayang diudara.

Apa dan siapa menjelma tanda tanya, Seru hati menari lara.

Mengenangmu bukan memelukmu, Mengingatmu bukan mengecupmu,

Pergi. Pergi. Aku tidak mau dijamu semu. Sendiri. Diri. Mengaku kalau aku rindu.

Page 22: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

17

Sudah sadarkah kau?, Aku disini,

Dalam kebimbangan,

Page 23: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

18

Apakah wajahmu berpaling?, Rangkulah aku dengan hangatmu

Lemaskan tubuh bekumu Aku akan setia menunggu Hingga jarum tak berdetak.

Page 24: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

19

Apa artiku tanpamu sekarang, Alasanku hidup berkurang ketika kau pergi,

Jika ini memang kehendak Tuhan, Baiklah, aku rela.

Page 25: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

20

Kehilangan

Page 26: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

21

Kehilangan tidak akan pernah hilang didalam

kehidupan. Menjadi aspek yang tak akan tergantikan

dan tak akan pernah bisa didustai.

Dari kehilangan pensil hingga kenangan. Semuanya

pernah kualami, dan aku menyesal sedalam perut

bumi. Aku tidak akan pernah memaafkan diriku

sendiri.

Page 27: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

22

“Maaf…”, air mataku menetes kepipi.

Ini adalah genggaman terakhirku, ini adalah

kesan terakhirku melihat wajahmu yang sudah pucat

dan tersenyum. Apa yang sudah kulakukan selama ini

adalah sia-sia, bodoh dan tidak tahu diri. Tubuhku

terlalu kotor untuk dekat tubuhmu yang terbaring

saat ini.

Langkahku menjauh, duduk dibangku paling depan

sambil menangis.

Ibunya datang menghampiriku, kerudungnya tidak

serapat terakhir aku bertemu.

“Nak, Norman.”, panggilnya sambil mengelus

bahuku. “Sabar ya…”, terdengar isaknya ketika dia

tahu aku juga menangis.

Aku mengangguk pelan. “Maaf, Ibu…”

“Jangan pernah menyesal…”, katanya terhenti,

isaknya semakin menjadi. “Kalau kamu menyesal, dia

tidak akan pernah tenang…”

Page 28: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

23

Aku memeluk tubuh rentannya. Aku merasakan detak

tubuhnya ketika isaknya semakin meledak. Aku bisa

merasakan kesedihannya yang begitu dalam, dari

caranya menangis memelukku, dia berharap sesuatu,

yaitu ‘jangan menyesal’.

“Amnesia sementara…”, samar-samar aku mendengar

percakapan dokter dengan Mama dipojok kamar rumah

sakit ini.

Kepalaku pusing bukan main, tanganku sudah

terhubung dengan pipa-pipa kecil dan refleksi

tubuhku terpantul dari kaca kamar ini.

“Total beberapa hari. Tapi suatu saat dia bisa

sembuh, dan saya tidak dapat memastikan kapan

harinya…”, kata-katanya terhenti mendengar suara

seprai kasur yang menggesek, dia melihat tubuhku

bergerak dan mencoba bangun.

Matanya kembali ke tatapan Mamaku, “Kalau

begitu… saya permisi, Bu.”

Page 29: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

24

“Ma…”, panggilku sambil berusaha bangkit dari

kasur.

Dia mendatangiku, membelai kepalaku dan

memelukku ditubuhnya.

“Jangan memaksakan diri, Norman.”

Aku memeluk tubuhnya, merasakan kain katun halus

yang dikenakannya, mencium aroma wangi melati dari

tubuhnya yang menenangkan, “Apa yang terjadi…”

Pelukannya semakin erat. “Ssh…”, menyuruhku

diam.

3 hari setelah aku pulang dari rumah sakit, aku

masih tidak tahu apa yang terjadi dan apa yang

sedang terjadi. Aku mengingat wajah-wajah yang

lama kukenal, wajah-wajah yang masih ada

dimemoriku saat ini.

Page 30: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

25

Rumah ini sedikit asing bagiku, bukan karena

bentuknya atau alamatnya, tapi dekorasinya yang

amburadul, ada janur pandan dipojok ruangan yang

belum dibersihkan, ada kelopak bunga-bunga melati

yang bertaburan dipojokkan ruang tamu seperti baru

disapu.

Page 31: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

26

“Kok masih belum dibersihkan sih, Pak Bud.”,

Mama mengeluh ke Pak Budi satpam rumah ini.

Aku duduk disofa putih. Melihat kebayangan Mama

dan Pak Budi yang terlihat dari balik jendela, aku

melihat kesekitar mencoba mengamati apa yang ada

disekelilingku.

Rumah ini berantakan, seperti baru saja ada

acara disini.

“Ya sudah! Bersihkan sekarang! Panggil Wati dan

Hendro!”, selesai Mama memarahi Pak Budi dari

balik jendela, ia masuk kedalam rumah, melihatku

duduk disofa, wajahnya sedikit tegang dan

tersenyum tipis.

“Siapa yang habis pesta disini?”, tanyaku

setelah melihat berbagai macam jajanan diatas

meja.

Dia tertawa kecil.

“Ma?”

Page 32: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

27

Mama tidak menjawab pertanyaanku. Dia malah naik

kelantai atas, suara hak tingginya lama kelamaan

memudar, tergantikan oleh suara tutupan pintu dari

atas.

Page 33: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

28

Aku naik kelantai atas. Menyusuri lorong yang

penuh dengan kain katun putih yang tertata rapi

dipenjuru lorong. Aku lupa kamarku yang mana. Aku

membuka setiap pintu yang kulewati, menemukan

aroma yang tidak asing bagi penciumanku, tapi

sejauh ini yang kucium bukan aroma kamarku.

Saat kubuka pintu terakhir diujung lorong. Aku

terdiam.

Kamar ini penuh dengan kelopak bunga warna putih

dan merah. Dekorasi kamar ini sudah ditata rapi

dengan bunga-bunga di vas yang berada disetiap

sudut kamar.

Page 34: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

29

Sekelebat wajah seorang wanita muncul

dimemoriku.

Page 35: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

30

Telapak tangan menepuk bahuku, “Norman.”,

tepukannya membuat semua memori diotakku kembali

masuk dan urung kembali. Tapi aku masih mengingat

wajah wanita itu.

“Siapa dia?”, seraya aku bertanya.

Wajah Mama kebingungan.

Aku memegang tangannya erat-erat, “Jawab, Ma.”

Sekali lagi, dia memelukku erat-erat.

Aku balik memeluknya.

“Aliyah.”

“Siapa?”, aku sedikit pusing ketika mendengar

itu.

“A-L-I-Y-A-H.”

Aku mengerjapkan mataku. Tiba-tiba memori-memori

kecil menyerang seluruh jaringan otakku yang tadi

tak terjamah oleh sesuatu yang sangat sakral untuk

dibuka.

“5 hari lalu…”

Page 36: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

31

Aku memeluknya lebih erat, serangan memori ini

tidak bisa kutahan lagi. Aku hampir kehilangan

gravitasi dibuatnya.

Page 37: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

32

“Pernikahanmu dengan Aliyah gagal. Tiba-tiba…

Aliyah hilang dari kamar pengantin.”, ceritanya

cukup jelas untuk menjelaskan gambaran yang ada

diotakku.

Aku mengejarnya, keluar dari jendela kamar ini.

Loncat dari lantai dua. Aku mengejarnya keluar

rumah. Aku masih bisa melihat gaun pengantin

kebayanya terurai dijalanan, melati-melati yang

ada dikepalanya berguguran detik perdetik, mirip

dengan impian-impianku yang berguguran.

Saat wajahnya menoleh melihat kebelakang

kearahku, air matanya telah merusak tata riasnya,

matanya berlinang air mata hitam dari dandannya

sendiri.

Saat kulihat kelopak mata itu melebar, dia malah

berbalik arah, telapak tangannya mengarah ke

arahku, wajahnya panik, dia berteriak, “Awaaaaas!”

Page 38: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

33

Hitam.

Pekat.

Page 39: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

34

Aku kembali terbangun dari mimpi tadi. Aku masih

memeluk tubuh Mama. Tubuhku mengigil karena

serangan kenangan yang tak kenal urutan.

Page 40: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

35

Hari itu juga aku minta untuk diantar

kerumahnya, tapi Aliyah sekeluarga tidak ada

dirumah. Mereka sedang berada dirumah sakit.

Aliyah terbaring diatas kasur rumah sakit, dia

tertabrak setelah aku tertabrak.

Keluarganya menceritakan apa yang Aliyah katakan

sebelum koma, yaitu

Page 41: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

36

“Bu, Aku tidak cinta dengan Norman… Jangan paksa

aku… menikah.”, baju pengantin putihnya bersimbah

darah, dan wajahnya penuh dengan muntahan darah.

Page 42: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

37

Belum dua jam aku datang, tiba-tiba Aliyah

kritis dan nyawanya tidak tertolong karena

pendarahan yang begitu hebat saat kejadian

beberapa hari lalu. Tim dokter hanya bisa meminta

maaf karena hanya bisa mampu untuk mempertahankan

nyawa Aliyah yang sebenarnya sudah tidak

terselamatkan.

Page 43: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

38

Didalam pelukan tangis ini, aku menyesal kepada

diriku sendiri. Menyesal karena mau dijodohkan,

menyesal karena hari pernikahan itu ada, dan

menyesal karena aku baru saja menghilangkan dua

nyawa: nyawa Aliyah dan nyawa nafsu bercintaku

lagi.

Page 44: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

39

“Maafkan,”

Kau pikir hatiku batu? Tak berambang, terus ditekan

Apa maumu, bukan mauku

Kau pikir rasa ini sama?

Setelah semua terbuka, Setelah semua kelana,

Ku semakin bosan.

Selir hembusan napasmu Wangi aromamu tak seperti dulu

Terlalu jujur untuk dikata Terlalu sakit untuk dirasa

Terlalu lega didada.

Maafkan, Sudah lelahku berbohong,

Disetiap kata yang terucap,

Disetiap genggaman ditangan,

Dingin tak hangat, Panas tak nikmat.

Page 45: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

40

Jangan paksa hatiku mencintai, Rasa ini akan tetap mati,

Sadar dari mimpi sangat panjang, Cintaku bukan kamu,

Tak peduli waktu, Suatu hari aku akan mengutara.

Dinding beton tinggi terukir nama kita, Akan runtuh, terkikis kenyataan,

Rasaku dan rasamu telah lenyap, Hambar dan terbuang,

Membuang sejuta detik bersama.

Page 46: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

41

Sedikit terang, Tapi aku tersadar,

Semua yang telah terjadi, Tidak tanpa alasan.

Page 47: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

42

Pendosa Jatuh Cinta

Page 48: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

43

Aku terlalu bosan dengan suasana ini. Bosan

dengan tempat ini. Semuanya masih terasa begitu

sama dengan kemarin, sama sekali tidak berbeda,

aku benci dengan tempat ini. Ketika dia masih

disini.

Page 49: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

44

Air dikran itu masih berintik sama. Tapi katamu

dulu: “Aku suka dengan denting air itu.”, saat itu

kita berpelukan diatas sofa, melihat indahnya awan

sore hari dijendela kamar.

Hangat sekali.

Rindu sekali, rindu dengan pelukanmu.

Katamu dulu kamu suka dengan rambutku yang

panjang, berkuncir satu. Rambutku masih berkuncir

satu, masih panjang, dan sudah kucuci tadi pagi

dengan aroma kesukaanmu ‘Aroma Cokelat’.

Kau suka membelai rambutku, menciumnya, sampai

kau mengecup bibirku.

Apakah kau juga merindukannya sekarang?

Ciuman disofa sore hari itu?

Page 50: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

45

Mungkin aku terlalu bodoh sehingga aku jatuh

cinta kepadamu. Mungkin dulu aku terlalu buta

ketika kau menatap mataku. Atau aku terlalu mati

rasa ketika kau mengecupku? Manis sekali jika

diingat, bibirmu manis sekali.

Page 51: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

46

Sudah kubilang, hubungan kita tidak akan lama

jika terjadi. Tapi kenapa aku mau denganmu? Kenapa

aku mau menjadi kekasih gelapmu? Apakah cinta kita

sebegitu butanya sampai-sampai kamu mau gelap-

gelapan?

Tapi akhirnya aku mau. Aku mau mencintai kamu.

Awalnya aku ragu, awalnya aku tidak akan

menganggap hubungan ini serius. Aku berlagak

santai.

Aku membelot, perasaan ini semakin hari semakin

tumbuh, dari hanya bibit sekarang sudah tumbuh

pohon rindang dengan buah-buah yang tidak

mempunyai daging, dengan harapan-harapan yang

tidak akan pernah terjadi. Dan tiba-tiba

undanganmu pernikahanmu sudah ada didepan pintu.

Page 52: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

47

Ketika itu aku sadar, mungkin hanya orang bodoh

yang mencintaimu. Mungkin hanya orang gila yang

akan mencintaimu, mungkin hanya pendosa yang jatuh

cinta kepadamu.

Dan akulah orang bodoh itu.

Akulah orang gila itu.

Akulah pendosa itu.

Page 53: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

48

Terlalu bodoh untuk merasakannya,

Tapi kau begitu sempurna.

Page 54: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

49

“Percaya”

Aku kehilangan semua yang telah kupercayai.

Semua yang dibangun oleh satu buah kata ‘percaya’

Diri terlalu bodoh untuk sadar, terlalu lama untuk merasa.

Apa yang salah dengan seutas garis merah ditelapak?

Kenyataan dan harapan terbentur menjadi debu.

Tidak ada batasan diantara mereka, semuanya mengabur.

Tubuhku terapung didalam indahnya wahyu pekat.

Kubahagia menyiksa diri tanpa bernapas.

Dimana warna? Dimana fana? Dimana nyata?

Apakah bisa terima bahwa aku sudah ‘dewasa’?

Tidak ada kaca yang berani melihat tubuh ini.

Refleksiku malu melihat bayangannya sendiri.

Page 55: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

50

Langkah kaki berjalan mundur menuju laut lepas.

Melayang diantara ombak yang sedang murka.

Aku tersesat oleh langkah kaki sendiri.

Menuju kerajaan ketidakpastian.

Beginikah caranya?

Terlalu menyiksa, terlalu indah.

Jarum detik mengarah berbalik.

Ruang waktu kembali, dan kembali.

Kenangan terasa nyata dengan sentuhan maya.

Lagi-lagi terjebak dalam ruang penuh kenangan.

Disinikah rumah yang sebenarnya?

Tanda tanya terbesar. Jawaban melebar.

Waktu adalah guru teragung dibumi ini.

Untuk mengembalikan kepingan-kepingan yang sudah hilang.

Kembali menyusun sebuah hal yang sukar diraih.

yaitu: ‘rasa percaya’

Page 56: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

51

Ada yang main-main, Dengan hatiku dan itu kamu,

Aku tersenyum diatas penderitaan, Dan bahagia dalam harapan.

Page 57: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

52

Disabda Rindu, Dibelai Sendu

Page 58: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

53

Pa, tolong aku, raih tanganku

Aku jatuh didalam lubang yang mengerikan.

Ma, aku butuh sedikit napas untuk bergerak

Aku bosan, aku kangen, aku sedih

Dimana duka, disana neraka

Bersabda rindu, dibalut sendu

Dicekik harapan, dibunuh kenangan.

Kenapa bayangmu masih ada,

Kenapa dan kenapa,

Aku bertanya ke siapa…

Page 59: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

54

Tangannya berhenti menulis.

Ia meletakkan bolpoinnya dan melepas kacamata.

Ia termenung melihat tulisannya sendiri, hidup

didalam setiap kata yang ia gambar. Tubuhnya masih

duduk dikursi, namun jiwanya sudah terbang ke alam

lain.

Dunia yang penuh dengan kepingan-kepingan masa

lalu. Sedih dan bahagia, ia merasakan kembali

menjadi dirinya sendiri dan hidup didalam kepingan

yang terlintas.

“Deni…”, panggil Ibu dari ujung lorong rumah

masa kecilnya. Suaranya masih terdengar halus dan

mendamaikan. “Ayo, sini.”

Ia merasa terpanggil, kakinya mulai berjalan.

Melihat kakinya sendiri, mungil dan berkaos kaki

warna biru, dia tersadar ia kembali ke umurnya

yang baru 5 tahun.

Page 60: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

55

Saat tatapannya kembali ke arah Ibunya, dunia

kembali menghitam. Berkedip cahaya, dari

kelopaknya sendiri.

Page 61: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

56

Sekarang dia dipemakaman, tertunduk dikelilingi

oleh orang-orang yang menangis. Ia menyentuh

wajahnya sendiri, basah, dan hatinya mulai ngilu

ketika ia sadar, ini adalah pemakaman Ayahnya.

Pelukan itu datang dari belakang, seorang pria

dengan kulit sawo matang.

“Yang sabar ya…”, suara itu adalah suara

Ayahnya.

Deni melihat kearah pelukan itu, dan benar, itu

adalah Ayahnya, dihari kematiannya sendiri.

Page 62: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

57

Deni meneteskan air mata. Memeluk tubuhnya

sendiri, kepalanya terbaring diatas meja. Ia tidak

sanggup lagi dengan semuanya. Dengan kenangan yang

terus datang setiap malam.

Page 63: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

58

Pa, kapan kita bisa betemu,

Disurga…

Page 64: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

59

“Selamanya”

Aku mendengar ayat-ayat itu diubun-ubun, Pertanda malaikat maut menjemput.

Indahnya gemerlap. dalam gelap. memikat.

Kunikmati euforia kematian yang kudamba selama ini. Tangis. dramatis. romantis.

Rasa yang tidak akan pernah terulang.

Aku marah. marah pada diri sendiri yang egois. Bengis. mati dalam tragis.

Senyumku akan abadi, dalam setiap tawamu.

Kumohon dalam sentuhan transparan. Jangan menangis, karena aku bahagia.

Dijemput sang kuasa.

sejuta dosa masih terasa dikening. tak berkeruh namun bening.

Page 65: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

60

Selamat tinggal, kawan. Aku akan disisi, dalam sedihmu.

Serbuk kenang akan selalu dikenang.

Untuk melahirkan senyum kecut. Senyum benci, bahagia, dan cemberut.

Aku akan pudar dalam lupamu.

Lahir dalam tangismu.

Aku disini. Selamanya.

Page 66: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

61

Siapa yang menginginkanku ada?, Tidak ada,

Aku berhak dicintai, Tapi tak seorang pecinta mampu.

Page 67: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

62

Ada yang Mau Tidak Ada

Page 68: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

63

Bangku kayu kasar.

Bau seragam basah.

Dari tertawa sampai cerita, ada diruangan ini.

Entahlah sorak apa yang ada dipojok depan sana,

mereka terlihat bahagia dengan tawa gigi putih

yang semakin melebar. Atau mereka yang sedang

berkumpul membuat forum diskusi tempurung kura-

kura disana. Apapun yang mereka bicarakan, adalah

topik kapur, satu hari jadi lebur.

Kulit ini bermesraan dengan meja kayu ini. Tidak

mendengar bisingnya ruang kelas ini ketika

istirahat datang. Telapakku menopang dagu,

telingaku menikmati lagu.

Inilah masa SMA yang katanya ‘tak terlupakan’.

Tak terlupakan jika sampai saat ini, aku masih

tidak punya teman sama sekali.

Apa mungkin aku kurang bergaya berandal seperti

mereka yang sedang bercanda itu? Atau mungkin aku

Page 69: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

64

terlalu rapi dengan setelan seragam putih abu-abu

ini? Ah, aku tidak peduli, yang penting lagu

ditelingaku tidak pernah lepas.

Wajah-wajah yang tadi bercanda berubah menjadi

wajah terburu-buru.

Forum tempurung kura-kura tadi bersiap diposisi

masing-masing. Baiklah, ini sudah jam masuk.

Menurut jadwal, ini adalah pelajaran bimbingan

konseling dari guru baru.

Siapapun gurunya,

aku tidak mau tahu, dan aku tidak mau kenal.

Bangkuku berada diposisi strategis dipojok kelas

bagian belakang. Sendirian tanpa teman sebangku.

Wanita berkerudung pelangi masuk keruang kelas,

mengenakan setelan berwarna coklat tua yang

kontras dengan warna kerudungnya. Ada balutan

pemerah dibibirnya, sedikit eye-liner dimatanya.

Senyumnya memiliki dua arti: diam atau mati.

Page 70: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

65

“Selamat pagi, Anak-anak.”, sapanya seraya

seluruh kelas menjawab, kecuali aku.

“Perkenalkan, nama saya Rumi Setyaningsih.

Panggil Ibu Rumi saja.”

“Selamat pagi, Bu Rumi…”, kata sebagian dari

kelas.

Telapaknya bertepuk. Wajahnya berubah menjadi

sumingrah dan semangat.

“Oke! Langsung saja!”, katanya semangat. “Apakah

kalian bersemangat hari ini?”

“Semangat, Bu!”, seluruh kelas menjawab.

Page 71: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

66

Tidak sama sekali, teriakku dalam hati.

Page 72: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

67

“Saya yakin hari ini adalah hari terindah bagi

kalian, begitu juga dengan hari-hari kalian

sebelumnya. Kalian semua harus setuju!”, nadanya

semakin tinggi dan bahagia.

“Setuju, Bu!”, dijawab dengan semakin semangat.

Baiklah kalau memang harus setuju, akan kubuat

hari kemarin adalah hari terindah.

Yaitu hari dimana Ibuku tidak pulang sama sekali

ketika Ayah meninggal, dan suami baru yang

akhirnya menetap dirumah.

Atau hari ini, dimana adik kecilku koma dirumah

sakit dan Ibu masih juga kelayapan dengan suami

barunya.

Baiklah,

ITU SEMUA INDAH.

Page 73: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

68

“Jangan pernah menekan diri kalian sendiri,

kalian adalah manusia bebas! Kalian muda! Kalian

bisa!”

“Kita muda! Kita bisa, Bu!”

Baiklah aku tidak akan menekan diri sendiri.

Kecuali memang keadaan akan menekan seluruh emosi

yang ada didalam diri untuk cepat keluar.

Menangis dan menggila.

Aku sama sekali tidak menekan emosi itu keluar

ketika tahu hidupku adalah yang terkacau balau

didunia.

Aku manusia bebas, aku masih muda. Bahkan

didalam kamar mandi pun memiliki aturan, dimana

sisi kebebasan didunia ini?

Page 74: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

69

“Jangan meninggalkan kehidupan! Karena kehidupan

takkan meninggalkan!”, Bu Rumi sambil mengepal-

ngepalkan tangannya keatas.

Benar. Kehidupan tidak akan meninggalkan, dan

kehidupan akan mempermainkan seluruh cerita

dihidupku dari Ibu kelayapan, adikku yang koma,

dan cinta pertamaku yang hilang.

Page 75: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

70

Benar, kehidupan tidak akan meninggalkan, tapi

menjauh sejauh surga dan neraka.

Percuma aku berlari untuk meraih tujuan hidup

sempurna, barang mewah dan banyak teman, kalau

memang takdirnya akan hilang, kenapa harus

memiliki? Hanya untuk sakit hati?

Kalaupun aku mau, aku bisa mendapatkannya, tapi

hidupku sudah tak berselera dan tak beraroma.

Page 76: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

71

“Apakah kalian ingin tetap hidup sehidup-

hidupnya dibumi ini?!”

“Iya!”

Page 77: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

72

Aku sudah mati. Mati rasa dan gaya.

Page 78: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

73

“Apakah kalian bangga telah lahir dibumi ini!?”

“Bangga!”

Page 79: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

74

Bangga. Karena aku adalah hasil hubungan gelap

ayah dan ibuku.

Page 80: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

75

“Kalian mau disini. Kalian ada karena kalian

mau!”

“Kami ada karena kami mau!”

Aku ada karena sperma ayahku tidak sengaja

menyentuh sel telur ibuku.

Bu Rumi tertawa kecil, “Masa iya ada yang gak

mau ‘ada’ dibumi ini…”

Seluruh kelas tertawa. Kecuali aku.

Page 81: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

76

Ada.

Dan orangnya ada disini.

Didalam tubuh ini.

Aku kembali mengenakan earphone-ku lagi.

Telingaku tidak ingin mendengar kata-kata omong

kosong guru baru itu.

Page 82: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

77

“Dua Orang”

Aku tidak mau menatap matamu terlalu dalam Ada dua orang disana, yang kucintai dan ku benci

Jangan main-main dengan yang satunya,

Tapi dia sungguh menggoda.

Aku tidak bisa berkata tidak, Tapi aku akan berkata jangan,

Tolong jangan ajak mereka ditubuhmu, Bersihkan dirimu, datanglah kepadaku.

Page 83: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

78

Kan ku ajari, bagaimana menjadi manusia Kan kubisikkan sebuah rahasia, tentang kita

Bahwa yang sebenarnya…

Kita sama-sama busuk.

Page 84: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

79

Untuk apa kamu tersenyum didepanku, Tapi bilang tidak sudi dibelakangku,

Lihat, Siapa yang paling munafik diantara kita,

Kamu.

Page 85: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

80

Munafik

Page 86: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

81

Suara sendu hujan mengiringi tapak kakiku yang

begitu yakin menghantam tanah, tas hitam yang

kupegang tak berdaya menahan air untuk menyentuh

wajah dan kepalaku. Mereka berdatangan, beribu

menyerang tanpa menyakiti.

Kuterobos hujan ini tanpa bantuan kain atau

plastik apapun. Aku tidak takut.

Jalan ini seketika tampak sepi saat aku

berjalan.

Tak pernah kulihat jalan sesepi ini sebelumnya,

mereka bersembunyi, tak punya nyali untuk bertahan

diri dibawah serangan hujan ini.

Aku sendiri, berjalan dengan tegar tanpa malu

untuk dilihat ratusan mata yang sedang

memandangiku dibawah atap.

Aku hidup dikota yang tak pernah tidur,

kehidupan muncul dari pagi hingga pagi. Aku hanya

salah satu dari sekian ratusan juta penduduk kota

Page 87: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

82

ini. Sekian ratus juta yang tidak mau terlihat

bodoh dihadapan orang lain, tidak mau terlihat

jelek dihadapan orang lain. Apakah aku sama dengan

mereka? Apakah aku ini hanya salinan dari mereka?

Mereka yang berteriak ‘TIDAK TAKUUUUT!’ tapi

ketika hujan turun mereka akan berteduh dan

berbisik, “Takut Basah…”.

Mereka yang berteriak, “Anak kecil tidak boleh

merokok!”, tapi mereka sedang menikmati asap cukai

yang menari diparu-paru mereka.

Mereka yang berteriak, “Jangan merusak alam!”,

tapi mereka sedang duduk dibangku kayu yang

membunuh seribu pohon untuk membuat sebuah kursi.

Dunia apa ini?

Hari ini adalah hari perlawananku untuk dunia

seperti ini, untuk keadaan seperti ini. Aku tidak

betah hidup diantara dua sisi kehidupan, aku tidak

ingin berjalan dijalur yang berbeda.

Page 88: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

83

Beberapa detik yang lalu aku resmi menjadi

pengangguran, aku sudah tidak mau bekerja dengan

ular berkepala dua. Aku tidak hanya berbicara

atasan, aku berbicara dengan SEMUANYA. Bahkan

teman sekantorku pun, memiliki dua wajah dan dua

kehidupan yang berbeda. Terlalu banyak wajah yang

tak seharusnya muncul dikantor.

Bawahan akan selalu senyum didepan atasan.

Padahal mereka sedang berteriak menyumpah serapah

atasan mereka ketika berhadapan.

Aku pun juga sudah muak dengan teman kantorku

yang selalu lupa dengan pinjaman alat tulis, aku

memasang wajah ‘oh nggak apa-apa kok santai aja’,

padahal didalam hati berkata: ‘anjing! lo kira itu

murah’.

Beberapa menit yang lalu, aku datang keruangan

atasan.

Aku menggebrak mejanya.

Page 89: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

84

Dia kaget, aku tidak.

Aku berteriak kencang dimukanya.

Page 90: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

85

Aku meneriakan kekesalanku, kebanggaanku,

kesetiaanku, ketidak setiaanku, kebodohanku,

kemarahanku, kebaikanku, dan semuanya yang pernah

kuberikan kepadanya.

Page 91: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

86

Satu kali teriakan = Seribu masalah dan pujian.

Setelah itu aku keluar dari ruangan, dan seluruh

wajah dan mata menusukku dengan pertanyaan tanpa

suara, “Apa yang sudah terjadi?”

Page 92: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

87

Aku tidak peduli.

Aku akan pergi.

Page 93: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

88

Dari kota yang penuh wajah seperti ini.

Aku sudah tidak betah hidup seperti ini.

Page 94: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

89

Biarkan aku pergi ke utopia.

Biarkan aku mandi dengan air hujan ini.

Biarkan aku membasuh suci diriku dari air alam

ini.

Page 95: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

90

Aku ingin menjadi orang baru.

Orang yang lebih baik.

Page 96: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

91

Mulai hari ini,

Mulai detik ini,

Page 97: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

92

Aku bukan hipokrit,

Aku bukan orang munafik.

Page 98: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

93

“Bocah Lanang”

Bulan telah berada diubun-ubun Baru saja aku tertawa, lima menit lalu Tapi baru saja aku merenung saat ini

Rasa tak adil muncul diwaktu yang tepat Rasa sendiri dan sempit, semua dan semua

Dari bahagia hingga merana, sekejap.

Lelah aku dipermainkan tuhan tentang kematian Apa yang berdetak bukan detak nyata

Tidak ada sistem yang bermakna ditubuh ini

Page 99: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

94

Biarkan waktu yang menjawab, Biarkan tawa kubuat-buat,

Mempermainkan rasa semena-mena.

Lihatlah bocah lanang yang sendirian dijalan, Menatap depan melihat hidupnya berantakan,

Melamun tanpa tahu arah untuk pulang.

Jika mimpi sudah kelam, jika impian sudah gelap Raja gulita mana lagi yang berteman?

Semua gulita adalah sahabatnya, yang paling mengerti.

Page 100: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

95

Menari diatas kuburan Aku bahagia,

Ditengah karam.

Page 101: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

96

Yang Sedang Bermain

Page 102: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

97

Pedagang sayur itu mengeluh kepanasan.

Pengunjung pasar itu berlari kehausan.

Tukang angkat sudah mandi oleh keringatnya

sendiri.

Aku duduk. Duduk diatas keranjang penuh dengan

jerami dan kardus telur yang sudah rusak. Melihat

suasana disekitarku yang sibuk dengan pekerjaannya

masing-masing. Aku sibuk dengan pekerjaanku

sekarang… pekerjaan melihat suasana.

Kacau.

Bau.

Mereka bertahan demi berebut rupiah yang

melayang dari pembeli. Berebut pelanggan satu sama

lain, menghianati tali pertemanan mereka untuk

bertahan hidup. Tidak ada yang tersenyum satu sama

lain, kecuali senyum seribu maksud. Senyum untuk

mendapatkan harga murah atau hanya senyum basa-

basi karena sudah bosan mengobrol dengan lainnya.

Page 103: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

98

Apa ini?

Planet apa ini?

Apakah aku sudah pindah dari Bumi ke Mars?

Semakin hari semakin panas, semakin hari

matahari terasa lebih menyengat. Memisahkan yang

berdekatan, menghilangkan yang berjauhan.

Aku menghela napas.

Aku hidup dizaman yang penuh dengan dosa. Itu

yang mereka katakan.

Bagaimana bisa orang zaman sekarang mengatai

dirinya sebagai pendosa. Mengatai zamannya sendiri

‘yang terburuk’, ia menghianati dirinya sendiri.

Ya. Sama seperti aku.

Aku hidup dimana orang yang lebih licik bisa

mengalahkan orang yang lebih cerdik. Mengalahkan

sungai dengan laut. Mengalahkan kuburan dengan

longsor.

Semakin hari, semakin buruk.

Page 104: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

99

Seperkian detik, aku menjadi orang yang lebih

kusam dan jelek.

Mereka yang haus surga menyuruhku untuk segera

memeluk agama.

Mereka yang ingin kaya menyuruhku untuk bekerja,

menjadi peliharaan tikus mereka.

Mereka yang ingin kekuasaan menyuruhku untuk

mengikutinya.

Aku tidak memilih siapapun. Hidupku tidak akan

dimiliki oleh siapapun. Aku adalah buangan yang

tidak direstui hadir didunia ini. Ibuku sendiri

membuangku dijalanan, pemberian yang mengesankan…

tempat tidur gerobak sampah.

Seleraku sudah hancur sejak bayi. Aromaku sudah

berbaur dengan aroma sampah.

Mengenaskan. Memalukan.

Seseorang melempar uang receh kekaleng

ditanganku.

Page 105: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

100

Lihatlah, bahkan yang tidak aku minta datang

dengan sendirinya. Tapi aku tidak bergairah dengan

uang. Sangat tidak bergairah, kecuali jika aku

lapar.

Disebrangku ada orang berjualan kaca. Kaca itu

memantulkan gambaran tubuh dan wajahku.

Page 106: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

101

Lihatlah kaki mungil yang sedang bergantung itu.

Lihatlah baju sobek-sobek ukuran orang dewasa

itu.

Lihatlah wajah bocahku yang menua karena

pemikiranku.

Lihatlah bocah lelaki yang mengenaskan itu!

Page 107: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

102

Aku hanya ingin bahagia, walaupun sedetik.

Berikan aku senyuman, sedikit saja.

Aku hanya ingin teman, walaupun tidak lama.

Aku ingin seperti anak-anak yang lain.

Yang sedang bermain.

Page 108: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

103

“Who am I Belong to?”

They want my hair black, They want my hair short

They want the blue jeans, Wore me a black jacket.

Tell me that I was so wrong, They told me worst and worst

And it’s a thousand times more

They want me to be skinny, They told me to be stronger.

They want me to be rainbow, But, what’s wrong with being mono.

Page 109: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

104

someone who doesn’t me into me, someone who really different in my eyes,

why can’t i handle my self? why society kill me slowly?

they want me to be that. they want me to be this.

Oh God, who am i belong to?

to you or to them?

Page 110: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

105

Tidak ada cinta untuk hari ini Besok, atau bahkan selamanya.

Aku mati rasa.

Page 111: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

106

Valentine untuk Pelacur

Page 112: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

107

1 tangkai mawar merah.

1 batang cokelat manis.

1 kecupan didahi, ketika hari valentin.

“It’s just for the boys and the girls, Dear.”,

kataku dalam otak. Aku masih terus menghisap rokok

ini, ditengah kasur dengan jendela hotel yang

terbuka dan kasur yang berantakan. Baju tidurku

sudah tak semulus setengah jam yang lalu, rambutku

kacau karena dia terus menjambak ketika kita

melakukannya.

Page 113: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

108

Hari ini adalah hari kasih sayang, Valentine’s

Day, dan seluruh dunia merayakannya sebagai hari

yang penuh dengan cinta, hari yang penuh dengan

bunga, dan hari yang penuh dengan cokelat.

10 tahun lalu, aku masih kelas 3 SMA, dan

pertama kalinya aku merayakan hari kasih sayang

dengan seorang pacar. Namanya Robert, kupanggil

Ubet. Dia adalah salah satu cowok tertampan

disekolah ini, yang akhirnya dia memilihku untuk

menjadi pacarnya.

Aku meringis.

Hari itu, 14 Februari 2005, penuh dengan

kebahagiaan. Penuh dengan bunga, penuh dengan

bunga, dan penuh dengan kecupan. Walaupun aku

sudah merasakan cokelat itu beribu kali

sebelumnya, tapi rasa cokelat yang ‘biasa’ itu

menjadi ‘luar biasa’ ketika dia yang memberi.

Mungkin aku hanya terjebak keindahan sehari itu.

Page 114: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

109

Hari itu juga, aku memberikan keperawananku ke

dia, mahkota yang kujaga agar tidak tersentuh oleh

siapapun akhirnya disentuh oleh sang pangeran.

Page 115: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

110

“Pangeran Bajingan…”, kataku pelan sambil

menghisap rokok ini.

Dan 15 Februari 2005, Ubet meminta hubungan itu

segera berakhir, dan alasannya masih menempel

diotakku: “Felicia… dia hamil.”, katanya sambil

melirik kearah wanita yang tidak asing wajahnya.

Dia sahabatku sendiri.

Aku melihat Ubet, “Risa?”, aku tahu pembicaraan

ini akan mengarah kemana.

Segeralah aku mengakhiri pembicaraan ini dengan

tamparan tangan kanan kewajah Pangeran Bajingan

itu. Tamparan itu seperti meneriakkan kata-kata

kotor yang tidak ingin kusebut waktu itu, dan

setelah kejadian itu mereka menikah setelah lulus

sekolah.

Page 116: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

111

“And they’re happily ever after…”, nadaku

seperti membaca akhir kata disetiap dongeng, rokok

ini masih sisa setengah.

Mereka bahagia.

Aku merana.

Page 117: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

112

Hidupku sudah hancur karena bayang-bayang suram

masa depanku, orang tuaku meninggal karena

kecelakaan setahun setelah aku lulus sekolah, aku

hanya mempunyai kakak perempuan yang memutuskan

untuk jadi TKW di Malaysia, dan tidak ada kabar

setelah setahun orang tua meninggal.

Salah satu pekerjaan yang menyelamatkan hidupku

saat ini adalah ‘Pelacur’.

Aku terjerumus kedunia ini, dari jalanan hingga

booking-an pejabat. Banyak pejabat yang menyerukan

melarang PSK sepertiku ini berkeliaran pernah

tidur denganku, dan dia menikmati setiap sentuhan.

“Hypocrite Bitch.”, ini adalah hisapan sedot

terakhirku.

Bayangkan sudah dimana hidupku sekarang jika aku

tidak menjadi pelacur dari dulu, mungkin aku sudah

hanyut disungai dengan bunga mawar dan bungkus

cokelat yang bertaburan dihari valentine itu.

Page 118: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

113

Pak Toriq keluar dari kamar mandi. Dia sudah

rapi dengan setelan jas dan dasi. Dia tersenyum

padaku.

“Happy Valentine’s Day, Sayang.”, katanya

tersenyum

Aku tersenyum.

Page 119: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

114

Tidak ada lagi hari kasih sayang bagiku, seribu

bunga mawar pun sekarang tak ada artinya, dan

sebongkah cokelat batangan mahal sekarang sudah

hilang rasa dilidahku. Kecupan didahi yang dulu

romantis, sekarang tidak berarti bagiku.

Pak Toriq datang kehadapanku, mencium bibirku.

Page 120: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

115

Ciuman ini tidak punya rasa lagi, hati ini tidak

lagi memiliki cinta, cinta hanya auman singa yang

tak memiliki gigi.

Pak Toriq melemparkan sekepal uang ratusan ribu

kekasur. “Sampai ketemu lagi.”, katanya sambil

berjalan keluar dari kamar ini.

Page 121: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

116

Inilah hari valentine untukku, untuk para

pelacur sepertiku. Karena aku dibayar untuk

menciptakan hari-hari mereka bergairah.

Hari-hari mereka menjadi penuh dengan cinta.

“Happy Valentine’s Day…”, kataku pelan.

Page 122: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

117

“Pertemuan Terakhir

Aku yakin ini bukan ilusi. Permainan mimpi oleh dewi.

Menyentuh wajahnya.

Ku berlari dalam silaunya pagi. Teriak hati memohon jangan pergi. Pasrah adalah yang diinginkannya.

Pagar hijau berjeruji menahan. Panjang tak tergapai mengulur tangan.

Apakah hanya aku yang menteskan air mata?

Jika ini sebuah pertemuan terakhir. Biarkan suaramu terukir.

Page 123: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

118

Keabadian yang kekal. Kesalahan yang dangkal.

Terima kasih pernah ada. Terima kasih pernah singgah.

Ceritaku dan kamu hanya kita yang tahu. Biarkan yang lain menduga, sesat dalam kata.

Rinduku lebih dari sewindu. Hati mati rasa, berantakan tak tertata.

Page 124: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

119

Tinta tanpa makna, Goresan antara fana dan realita

Kenapa kita bersama, Walau akhirnya harus berpisah?

Page 125: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

120

Putus

Page 126: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

121

Beginikah rasanya patah?

Beginikah seharusnya ini terjadi?

Hidupku terikat oleh tali bernama ‘harapan’,

terlalu sesak hingga aku lupa bernapas, hingga aku

lupa diri, hingga aku lupa dengan sebuah

kenyataan.

Didalam ikatan yang memilki penuh warna,

memiliki berjuta mimpi indah, aku melayang, aku

terbahak bahagia, hingga gravitasi ada,

menghempaskan tubuh ini ketanah sekencang-

kencangnya.

Aku mati gaya ketika dia bilang:

“Sayang, kita harus bicara…”

Sekelibat teringat dimana kita pertama bertemu.

Pertama berkenalan, pertama jatuh cinta, dan

pertama memiliki harapan yang indah untuk hidup

bersama selamanya.

Page 127: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

122

Aku tak merespon, aku mati kutu, saat kamu

bilang:

“Maaf…”, katamu menyesal sambil meneteskan air

mata.

Lihat pohon dipojok jalan itu, apa dia pernah

mengingat saat-saat kita berpacaran? Kita suka

berteduh dibawah pohon, bersandar satu sama lain.

Apa dia pernah ingat momen-momen konyol yang kita

alami bersama? Ingat waktu aku biarkan kamu

berjalan dengan tulisan dipunggungmu: ‘aset negara

milik perorangan’, kamu baru tahu ketika kamu

sudah pulang. Atau aku yang lupa menutup resleting

celana, dan kamu biarkan sampai aku pulang

kerumah. Momen itu sekarang tayang jelas didepan

mataku, terngiang indahnya masa itu, pilu jika

kubandingkan dengan apa yang sedang terjadi.

“Kita harus putus.”, isaknya menjadi-jadi.

Indah. Pedih. Bahagia. Sesak.

Page 128: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

123

Ingat suapan sup asin itu? Kamu tertawa

terbahak, walaupun sebenarnya aku jengkel, tapi

aku masih cinta, semakin mencintaimu.

Apakah kamu ingat dengan pelukan diatas gunung

itu? Aku masih bisa merasakan kehangatannya,

ketika napasmu menyentuh jaketku, ketika tanganmu

melingkar ditubuhku, ketika bibirku mencium

keningmu.

“Aku… Hamil… Dan… Ayahnya… Adalah… Marlo.”, dia

menangis, menutupi wajahnya.

Suaramu ketika memanggilku dulu adalah yang

termerdu. Adipati, kamu singkat jadi ‘Dipa’,

panggilan sayangmu untukku.

Ingat ketika kamu kehilangan arah di Pasar

Malang? Aku menemukanmu ketika kamu berteriak

namaku ditengah kerumunan. Telingaku cukup

Page 129: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

124

sensitif untuk mendengar panggilan dari orang yang

paling kucintai.

Tapi kenapa ingatan itu tidak kunjung hilang

saat ini terjadi? Kenapa ingatan ini semakin

muncul kepermukaan otakku.

Ingatan-ingatan, janji-janji, harapan-harapan

yang kita buat bersama semakin terdengar disuara

isak tangismu. Setiap air matamu jatuh kebumi, aku

mendengar teriakan didalam hatiku yang berharap

ini adalah mimpi burukku.

Air mataku jatuh kepipi. Semakin deras, semakin

kering.

Tubuhku tidak bisa bergerak, mengaku dibekukan

oleh kata-katanya. Aku tidak mampu melihat

wajahnya, ingatan itu cukup jelas untuk kulihat

sekarang.

Kata-katamu muncul lagi: ‘Jangan cengeng, cowok

gak boleh nangis.’, itu waktu aku kesakitan ketika

Page 130: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

125

jatuh dari motor, tanpa kesakitan, dia malah

menolongku mengangkat motor yang jatuh karena

terpleset genangan air ditikungan. Aku sedikit

mengeluarkan air mata, tapi dia tak meneteskan

mata sedikitpun.

Sambil menutupi wajahnya, dia mendekat kedadaku.

Dia memelukku, aku tidak membalas pelukan itu,

aku… membeku.

Untuk saat ini, peraturan ‘cowok dilarang

cengeng’ hilang seketika. Kita berdua sama-sama

menangis, seperti kehilangan sesuatu yang telah

lama kita bangun bersama, yang telah lama kita

jalani bersama, bahagia-suka-duka, hampir seluruh

masa remajaku adalah dia, dia yang sekarang sedang

hamil, hamil oleh seseorang yang bahkan tidak

kukenal namanya, hamil diluar nikah.

Page 131: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

126

Ini adalah pelukan terakhir.

Pelukan terakhir menangisi kehilangan bersama,

kehilangan teman hidup yang tak sejalan. Kita akan

berpisah, karena saat ini kita resmi: PUTUS.

Page 132: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

127

“Sedang Kacau”

Maaf aku kembali menjadi yang dulu Bukan tanpa alasan aku melakukan ini

Aku sendiri tidak mau menjadi seperti ini

Menyiksa, dan sendiri Setiap aku sadar, bahwa dunia ini memang kejam

Harapan dan mimpi yang tak pernah tersentuh Dan tak seorangpun akan memenuhi keinginanku

Tidak sulit untuk mewujudkannya Tapi sangat berat untuk menjalankan

Tidak seorang pun yang akan paham dan mau

Page 133: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

128

Apakah aku terlalu berlebihan? iya. Apakah ini tidak akan menjadi kenyataan? iya.

Apakah aku akan mati sengsara? iya. Apakah kesendirianku yang akan membunuhku? iya.

Aku mencintai yang tidak mungkin dicintai. Sebuah ikatan yang tidak mungkin terikat.

Sedikit saja, bisakah itu terjadi Atau aku harus pergi dan mati.

Page 134: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

129

Aku tidak akan pernah siap, Ketika kita berpisah,

Sahabat.

Page 135: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

130

Dewasa

Page 136: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

131

Aku tidak pernah percaya dengan mitos yang

mengatakan 'umur 20 kamu akan berubah, seluruh sel

diotakmu memperbarui diri, tubuhmu sepenuhnya

bukan dirimu yang dulu', itu kuanggap takhayul,

sama sekali tidak nyata.

Aku pernah yakin kalau hubungan pertemanan kita

akan berjalan selamanya, sampai kita mempunyai

pasangan masing-masing dan menjadi sahabat tua

yang bersama-sama. Kita akan tetap muda walaupun

sudah punya cucu, dan kita akan berteman hingga

terpisahkan oleh maut. Bukankah itu indah?

Page 137: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

132

Sekarang aku baru merasakan, takhayul itu benar

benar nyata.

Page 138: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

133

Aku selalu merindukan bagaimana kita tertawa,

bagaimana kita bersedih, bagaimana kita

merencanakan masa depan, dan berjanji tidak akan

pernah berpisah. Berjanji walaupun nanti kita

sudah mempunyai pasangan, mempunyai keluarga, kita

akan selalu bersama, karena kita adalah sahabat

sampai mati.

Setelah sekian lama bahagia, aku sekarang berada

diujung jurang. Tidak ada jalan untuk maju

kedepan, dan jalan yang tadi kulewati sudah jatuh

kebagian paling dasar bumi ini. Aku terjebak.

Aku terjebak didalam tawa yang sekarang menjadi

embun, terjebak didalam kenangan yang terasa

membosankan, terjebak dalam indahnya bayangan masa

depan yang benar-benar semu, terlihat pudar dan

lenyap ditelan dinginnya ujung jurang ini.

Page 139: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

134

Kita terpisah jauh dari jurang ini, aku bisa

merasakan kedinginan dan kematian yang mulai

menghantui. Tidak ada pilihan lain selain: terjun.

Page 140: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

135

Terjun dan berharap untuk melayang dan terbang

menemukan peri yang bisa memberiku keajaiban.

Keajaiban yang bisa memberiku keselamatan dan

memberiku jalan untuk melangkah kedepan

Atau terjun tanpa harapan, terhempas ke

pepohonan tanpa daun yang sudah kering dimakan

waktu, tertusuk batangnya yang tajam, berdarah

sampai mati.

Setragis itulah keadaanku sekarang: bimbang. Aku

bingung menentukan, takut untuk berharap, dan

takut untuk tertusuk batang pohon dibawah.

Page 141: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

136

Apakah peri itu benar-benar ada?

Apakah keajaiban itu nyata?

Apakah rasa yang dulu sudah tiada?

Page 142: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

137

Ya! Itu yang kurasakan sekarang, bukan lagi

orang yang sama, bukan lagi tawa yang sama, bukan

lagi penghayal yang sama. Aku bukan lagi diriku,

semuanya terasa begitu asing, semuanya terasa

usang, dan pelangi diotakku tertahan oleh kepalaku

sendiri.

Pelanginya bukan lagi berwarna merah kuning

hijau tapi hitam pekat tanpa hiasan kerlip yang

indah, yang ada hiasan jaring laba-laba.

Page 143: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

138

Tolong aku dalam keadaan seperti ini, tolong aku

tanpa mengubah darahku menjadi darahmu, bantu aku

berwarna lagi, bantu aku untuk melayang diudara,

bantu aku melewati fase ini. Fase menuju:

K-E-D-E-W-A-S-A-A-N.

Page 144: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

139

“Pencumbu Narsis”

Aku tidak akan pernah mencintai diriku sendiri Aku bukan pencumbu narsis.

Hidupku tidak memiliki banyak warna, Aku percaya realita.

Hanya ada hitam, Lalu putih, dan kembali hitam.

Mereka mengira yang dilakukan benar, Dan hubungan yang dijalani kekal.

Page 145: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

140

Oh tuhan, Sudah berjuta kali ku ingatkan,

itu kemustahilan.

Page 146: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

141

Artikan tatapanku kepadamu, Berjuta harapan untuk bersamamu,

Berjuta kebodohan untuk memilikimu.

Page 147: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

142

Malam Terindah

Page 148: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

143

Aku memandangimu sepanjang waktu.

Apapun yang kau ucapkan, apapun perbincangan

kita sekarang, tidak akan pernah ada kata menyesal

aku pernah mengenalmu. Pernah mencintaimu.

Hubungan ini tidak akan kunamai sebelum kamu

dinikahi. Oleh lelaki, entah siapa, tapi mungkin

hanya aku yang berani.

“Pernah inget waktu SMP, kita pernah duduk

berdua dibangku terus kita malu-malu-an sambil

bilang ‘aku cinta kamu’.”, aku tertawa dalam

indahnya nostalgia.

Dia tertawa dalam kelegaan jiwa.

Rinduku terobati hari ini, aku melihat

senyumnya, setelah sekian tahun aku menunggu

menyiapkan keberanianku, menyembunyikan

keinginanku.

Page 149: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

144

Senyum itu mengambil seluruh fokusku saat ini.

Aku bahagia melihatnya tertawa, tersenyum. Tidak

ada lagi batasan yang bisa membuatku ragu untuk

bertemu.

Dengan kaos oblong putihnya, dengan kunciran

rambut kudanya, tanpa riasan, aku mengaguminya apa

adanya.

Rasa ini bergetar tak gentar, meliukkan

ketakutan dengan keberanian, jantungku masih

berdebar ketika tatapannya menatapku sesekali.

Rasa yang dulu pernah ada, ternyata masih ada,

tersimpan dan mencuat ketika waktunya tiba.

Aku tidak ingin menamainya ‘cinta’, ini berbeda,

aku hanya tidak tahu apa namanya, tapi masih

terasa sama.

Page 150: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

145

Ingin sekali tangan ini menggenggam tanganmu.

Ingin sekali aku memeluk tubuhmu.

Aku ingin mengecup keningmu dalam dinginnya

malam. Fantasiku denganmu takkan pernah berakhir

sampai disini.

Page 151: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

146

“Tapi… mantanku yang paling sayang dan tulus

itu… cuma kamu.”, katanya sambil tersenyum.

Aku terdiam. Dalam kemenangan dan kemerahan

wajah ini. Aku semakin tenggelam dalam lautan yang

kubuat sendiri.

“Gak usah baper…”, katanya menyolek tanganku.

Aku tertawa.

Baru saja, kulitnya menyentuh kulitku.

Itukah genggaman yang pernah kurasa?

Kenapa sentuhan itu semakin hangat, aku merasa

menyesal dengan keputusan masa itu…

Berpisah.

Semakin hari yang kurasa adalah semakin

menginginkannya.

Oh Tuhan, terima kasih telah memberiku perasaan

hidup ini, anugerah yang paling indah.

Page 152: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

147

Mataku tersipu malu ketika melihatnya bermain

smartphone digenggamannya, dengan senyuman

diwajahnya, dengan kenangan indah yang tidak akan

terlupa, aku benar-benar merasakan hal yang sama

ketika kita bersama.

Aku tidak ingin pulang sebelum aku diusir, aku

betah duduk disini, melihatmu dan perbincangan ini

sudah lama kunantikan.

Berat rasanya untuk berakhir, kumohon… aku tidak

ingin ini terlupakan.

Page 153: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

148

Aku tidak mau kita berpisah lama lagi,

Kembalilah dengan perasaan itu,

kembalilah dengan wajah indahmu itu,

kembalilah dengan berjutaan kenangan yang akan

memelukku menghangatkanku setiap malam.

Page 154: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

149

Bahuku ditepuk dari belakang.

“Jangan ngelamun…”, kata Ayahnya menyadarkan.

Aku tersenyum malu.

“Kalau ada waktu, temani si Putri ya, nak Deno.

Dia kesepian.”, Ibunya meletakkan secangkir teh

dihadapanku.

Ibunya seperti menyinarkan lampu hijau seterang-

terangnya kehadapanku.

Page 155: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

150

Aku mengangguk dan tersenyum.

Apa lagi yang harus kukatakan?

Ini adalah malam terindah.

Page 156: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

151

“Selama ini…”

Untuk apa bersama jika saling memaksakan? Kita hanya bahagia sesaat. Kesedihanku lebih banyak,

Ketika bersamamu.

Aku belajar jujur, Tidak menipu diriku sendiri,

Semua manusia memang tidak sempurna, Tapi kau terlalu jauh dari kata sempurna.

Page 157: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

152

Bukankah ini saat yang tepat Untuk mengatakan,

“Selama ini, aku tidak mencintaimu.”

Page 158: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

153

Tidak seorang pun mampu mengerti, Hanya diri yang bersembunyi,

Dan bahagia dalam sedih.

Page 159: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

154

Friksi

Page 160: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

155

Inikah alasanmu pergi?

Page 161: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

156

Ada sungai kecil yang mengalir, di antara kita,

ketika kita bersama dan saling tertawa.

Selama ini, aku tidak merasakan apapun kecuali

bahagia ketika bersamamu, tapi kau merasakan yang

sebaliknya.

Aku tidak terlalu suka dengan drama mini ini,

tapi memang harus terjadi, aku hanya bisa

mengikuti alur dan menunggu hasil akhir yang klise

dan mudah ditebak.

Page 162: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

157

“Kita berpisah”

Baiklah.

Page 163: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

158

Ini saatnya aku menjadi dewasa, seperti katamu.

Aku akan lebih berhati-hati memilih seseorang yang

akan menjadi teman hidupku, dan itu bukan kamu.

Page 164: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

159

Ini terlalu simple, ini terlalu bodoh.

Perpisahan kita. Hanya karena… kamu tidak

merasakan hal yang sama. Padahal aku masih

merasakan hal yang sama seperti dulu, sampai saat

ini. Dan mungkin akan selalu merasakan hal yang

sama, ketika awal kita bertemu.

Sore itu kita berdebat layaknya politisi

kebakaran jenggot, andai kata kita serangga, aku

lebah, kamu kecoa, aku bisa menari berjam-jam di

udara, sedangkan kamu hanya bisa terbang

sepersekian detik.

Kita tak lagi sama.

Hanya karena ini,

hanya karena beda.

Argumentasi lalu friksi.

Sebuah fantasi yang pahit, segudang mimpi yang

akan berdebu.

Page 165: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

160

Baiklah, aku akan menghargai perpisahan ini, dan

tidak ada perpisahan yang damai, itu hanya cerita

kosong, berikan aku ruang, tolong hilangkan

wajahmu dari ingatanku.

Page 166: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

161

Aku akan belajar untuk pindah, dan mengunci

rapat-rapat gudang mimpi kita.

Terima kasih untuk semuanya.

Page 167: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

162

Selamat tinggal.

Page 168: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

163

“Tanpa atau Denganmu”

Setidaknya, temani aku, Mengarungi sungai penuh sampah ini,

Hingga kita temukan pemukiman.

Aku bersumpah tidak akan rela, Kau pergi ketika aku tidak siap ditinggal, Atau memang aku tidak akan pernah rela?

Sudah jangan lihat ke belakang, Aku disini didepanmu,

Iya, sekarang aku diwajahmu

Mungkin langkahmu tidak berhenti, Baiklah, kurelakan kau pergi

Silahkan

Page 169: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

164

Hidupku akan berjalan, Tanpa atau denganmu

Iya kan?

Page 170: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

165

Terima kasih, Tapi aku harus meminta maaf

Page 171: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

166

Sejujurnya…

Page 172: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

167

Page 173: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

168

Aku hanya sedang bermain Dengan imajinasimu

Page 174: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

169

Page 175: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

170

Selamat mimpi dengan imajimu, Bermainlah dengan bayanganmu

Bahagialah,

Page 176: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

171

Page 177: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

172

Selamat bermain, Yang sedang bermain.

Page 178: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

173

Tentang ‘Yang Sedang Bermain’

‘Yang Sedang Bermain’ adalah kumpulan cerpen oleh Rahmad

Kurniawan yang pertama kali diunggah disitus pribadinya. Ide pertama kali

muncul untuk membuat kumpulan cerpen tercetus ketika cerpen yang

berjudul ‘Yang Sedang Bermain’ diunggah pada Oktober 2015 dan terbit di

platform Storial pada Januari 2016.

Kumpulan-kumpulan cerpen di YSB telah dibaca sebanyak 2,300+

kali (per November 2016) hanya diplatform Storial. Dan 2,000+ kali di

situs pribadi.

Penulis juga menambahkan beberapa kumpulan puisinya dengan

nama seri ‘Jurnal Puisi’ yang telah dibaca lebih dari 2,000+ kali di

www.rahmadkurniawan.com

Kumpulan cerpen YSB juga pernah menempati dijajaran buku

‘Popular Minggu Ini’ diplatform Storial selama 2 minggu, bersama karya

Rahmad Kurniawan yang lain yaitu ‘Tenggelam’.

Pada awalnya, YSB adalah lanjutan/sekuel dari novel TETA (2015),

namun dibatalkan karena tema yang terlalu berat dan digantikan oleh tema

yang sedikit ringan, yaitu tentang emosional seseorang.

Kumpulan cerpen dan puisi YSB adalah novel yang dapat dibaca

dan imajinasikan oleh pembaca, karena memiliki tema umum yaitu ‘rasa

cinta’ dan ‘hubungan pertemanan’, meskipun begitu terdapat cerpen

Page 179: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

174

dengan tema-tema sosial didalamnya, seperti dicerpen ‘Yang Sedang

Bermain’ atau ‘Valentine untuk Pelacur’.

Penulis tidak bisa melepaskan tema sosial dari cerpen-cerpen yang

dibuatnya, untuknya, kehidupan sosial adalah realitas yang tidak boleh

ditinggalkan dan tidak diakui adanya.

Kumpulan cerpen dan puisi YSB juga memiliki cerpen ‘Malam

Terindah’ yang mengawali penulisan lagu berjudul sama yang dibawakan

oleh Rosalinda dan dirilis secara independen pada bulan September 2016.

Page 180: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

175

Page 181: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

176

Tentang Penulis

Penulis dengan karya awalnya; BULAN (2015) & TETA (2015),

Rahmad Kurniawan sedang fokus dalam penulisan diplatform digital, dan

telah menghasilkan beberapa judul tulisan yang dirilis hanya dalam bentuk

digital yaitu TENGGELAM (2015-) & YANG SEDANG BERMAIN

(2015). ‘TENGGELAM’ meraih posisi #30 kategori novel fiksi ilmiah

diplatform Wattpad, dan meraih gelar ‘Pilihan Editor’, ‘Popular

Selamanya’, ‘Popular Bulan Ini’, dan ‘Popular Minggu Ini’ diplatform

Storial. Dengan total 6,800+ kali dibaca dikedua platform. Namun novel

tersebut harus di delay pengerjaannya, karena penulis yang sedang sibuk

kuliah & proyek musik indie-nya.

Page 182: ii kabarmu hari ini, Mungkin ini sedikit norak, Tapi aku pengin bilang sesuatu, “Aku kangen…” 4 Hai. 5 “Hai.” Hanya itu yang aku mau saat melihat layar handphone. Tapi mungkinkah

177

Info lengkap: www.rahmadkurniawan.com