if-pasca.walisongo.ac.idif-pasca.walisongo.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/asih... · web...

40
Pengamatan Bintang Menggunakan Astrolabe : Instrumen Klasik-Modern Asih Pertiwi Pascasarjana Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang [email protected] Abstrak Astrolabe adalah isntrumen klasik yang pada awalnya digunakan untuk membaca rasi bintang, lebih dari itu dapat mengetahui berapa ketinggian, azimuth, serta deklinasi bintang. Instrumen klasik ini juga memiliki sejarah yang panjang serta terus berenovasi dari zaman ke zaman agar astrolabe tetap menjadi sebuah alat yang dapat dipertahankan oleh zaman. Penggunaan praktis astrolabe dapat dibantu dengan tabel magnitudo untuk memudahkan pengamat dalam mengetahui bintang yang terlihat lebih terang sehingga dapat diketahui rasi bintangnya. Kata Kunci: Astrolabe, Rasi Bintang, Magnitudo Astrolabe is classical instrument that was originally used to read contellations, and the height, the azimuth, and the star declination. This classical instrument also has long history and continues to innovate in order make astrolabe a tool than can be used throught the ages. The practical use of astrolabe can be aided by magnitudo tables to facilitate observe in knowing stars that look brighter so they can know the constellation. Key Words: Astrolabe, Contallation, Magnitudo Pendahuluan 1

Upload: others

Post on 15-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pengamatan Bintang Menggunakan Astrolabe : Instrumen Klasik-Modern

Asih Pertiwi

Pascasarjana Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang

[email protected]

Abstrak

Astrolabe adalah isntrumen klasik yang pada awalnya digunakan untuk membaca rasi bintang, lebih dari itu dapat mengetahui berapa ketinggian, azimuth, serta deklinasi bintang. Instrumen klasik ini juga memiliki sejarah yang panjang serta terus berenovasi dari zaman ke zaman agar astrolabe tetap menjadi sebuah alat yang dapat dipertahankan oleh zaman. Penggunaan praktis astrolabe dapat dibantu dengan tabel magnitudo untuk memudahkan pengamat dalam mengetahui bintang yang terlihat lebih terang sehingga dapat diketahui rasi bintangnya.

Kata Kunci: Astrolabe, Rasi Bintang, Magnitudo

Astrolabe is classical instrument that was originally used to read contellations, and the height, the azimuth, and the star declination. This classical instrument also has long history and continues to innovate in order make astrolabe a tool than can be used throught the ages. The practical use of astrolabe can be aided by magnitudo tables to facilitate observe in knowing stars that look brighter so they can know the constellation.

Key Words: Astrolabe, Contallation, Magnitudo

Pendahuluan

Astrolabe merupakan sebuah instrumen klasik yang telah digunakan untuk membuat observasi dan menyelesaikan perhitungan.[footnoteRef:1] Astrolabe memberikan gambaran sekilas tentang langit dengan adanya busur dan bagian yang terukir dengan baik sehingga menjadikan astrolabe sebagai suatu alat yang indah. [1: Darin Hyton, An Introduction to the Astrolabe, ebook, 2012, 1]

Intrumen ini memiliki sejarah panjang atas asal mula munculnya astrolabe dari sebuah proyek stereogafi hingga menjadi astrolabe. Dalam sejarah Islam, instrumen ini telah lama dipakai sebagai alata dalam menentukan waktu shalat dan arah kiblat. Sampai saat ini alat ini dikategorikan sebagai instrumen klasik ilmu falak.

Dari sebuah astrolabe universal hingga menjadi astrolabe pribadi seperti yang dapat kita jumpai saat ini. Astrolabe dapat membantu seseorang untuk mengamati benda langit seperti bintang, namun dibutuhkan ilmu seperti magnitudo bintang untuk mengetahui kecemerlangan bintang sehingga diketahui bintang apa saja yang dapat kita lihat pada malam harinya

1. Sejarah Astrolabe

2.1 Zaman kuno

Asal usul dari astrolabe masih belum diketahui dengan pasti. Alat ini muncul pertama kali pada abad pertengahan islam, dang terus bertahan hingga sekarang. Namun, teks Yunani dan Syiria[footnoteRef:2] (Suryani) adalah saksi sebuah perjalanan panjang teori-teori dan perkembangan percobaan atau praktek yang telah mulai dari 2 abad SM. Dasar prinsip proyeksi stereografik dalam matematika telah digambarkan oleh Hipparchus dari Nicaea (150 SM). Kurang dari 2 abat sebelumnya, Vitruvius (wafat pada pertengahan abad 27 M) menggambarkan tipe jam, yang konsepnya serupa dengan proyeksi stereograpik.[footnoteRef:3] [2: Suryani adalah arab timur, ] [3: Ibid., 1]

Usulannya ini pun diikiuti oleh eudxus dari cnidos (408-355 SM) ataupun juga Apollonius dari perga (yang telah menciptakan jaring laba-laba-jaring (yang menghubungkan) bintang-bintang (rasi bintang), yang hampir dipastikan mengacu pada jam bayangan matahari untuk itu dia telah mendiskusikanya bagianya. Claudius Ptolomy (150 M) seorang astronomi terkenal di zaman kuno, telah menulis teori yang sangat luas tentang cara memproyeksikan steograpik di planisphariumnya (labiratorium planetnya), dan termasuk sebuah diskusi pendek dari sebuah alat ramalan. Meskipun dia telah menggambarkan alat yang menyerupai astrolabe, termasuk juga sebuah jaring dan alat proyeksi steograpik dari sebuah sistem koordinat, alat ptolemy tidak terlihat termasuk kedalam peralatan yang dibutuhkan untuk dapat membuat observasi atau pengamatan langsung dan hingga dapat menukur ketinggian Matahari ataupun Bintang.[footnoteRef:4] [4: Ibid., 2]

1.2 Akhir Zaman Kuno dan Romawi Timur

Sejak abad keempat penulis mulai menyusun susunan (bagian-bagian) dari astrolabe. Theon dari alexandri (375 M) mengerjakan sebuah tulisan yang brjudul “bagian kecil astrolabe” itu adalah tulisan pertama untuk merawat dan menggunkan kontruksi astrolabe. Ini menjadi sebuah model yang baik dalam membuat bentuk dan isi dan tulisan astroleb. Setelah theon, risalah tentang astroleb semakin menngkat. Syineus dari kirene (370-415 M) telah menulis sebuah karya singkat tentang astroleb dan menyebutkan sebuah planishpre perak yang kemudian ia kirim ke Paeonius di konstantinopel. [footnoteRef:5] [5: Ibid., 4]

1.3 Dari Romawi Timur menuju ke Islam

Harran telah menjadi sebuah pusat penting pada masa pra islam dalam usaha penerjemahan. Dengan bangkitnya kekhalifahan Abassiyah menjadi sebuah ketertarikan baru pada ilmu (sains) Yunani dan teknologi, keduanya memainkan peran kunci dalam upaya melegimitasi peraturan mereka. Al-Manshur (712-775 M, khalifaf semenjak 754), khalifah Abbasiyyah yang kedua, mendukung penerjemahan ilmu Yunani ke dalam bahasa Arab sebagai bentuk untuk mempromosikan adanya bermacam-macam ilmu, khususnya pada bidang ilmu astronnomi dan astrologii.

Astrolabe dengan cepat dapat digunakan menjadi sebuah alat untuk membantu mereka dalam melakukan ibadah. Berhentinya hubungan antara astronomi dan Islam seyogyanya malah menjadikan mereka intensif dalam mengembangkan astrolabe. Menemukan waktu-waktu dari 5 waktu shalat, sebagaimana mereka menemukan arah yang tepat menuju Mekah (kiblat), adalah gabungan pengoprasian antara astronomi dan geodesi. Teknik sempurna yang mereka buat, memunginkan mereka lebih cepat dalam menentukan waktu-waktu shalat dan arah kiblat (arah ke Mekah).[footnoteRef:6] [6: Ibid.,4]

Risalah asli arab telah menghilang tetapi banyak terjemahan-terjemahan latin yang masih bertahan.beberapa risalah tertua arab yang masih bertahan sejak awal abad ke 9. al-Khawarimi (825 M) telah menulis 2 tulisan, yang pertama adalah tentang konstruksi astrolabe dan yang kedua adalah tentang penggunaan astrolabe. Tulisan lainya ditulis oleh Ali bin Isa (830 M) dan Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Katir al-Fargani (857 M) juga masih bertahan. Disamping risalahnya tentnag astrolabe, Ali bin Isa berbagai macam pengamatan astronomi di Bagdad dan Damaskus dibawah perlindungan al-Ma’mun. Pada awal abad kedelapan, al-Biruni (973-1048 M) seorang sarjanawan (ilmuan) Persia, telah menulis buku yang mengenai pelajaran tentang unsur-unsur seni astrologi, termasuk deskripsi detail tentang konstruksinya, bagian-bagianya dan cara penggunaanya pada astrolab. selama periode itu, ia membuat astrolab terus berkembang menjadi lebih baik lagi dan ia menjadi ahli astrolabe yang terhormat. [footnoteRef:7] [7: Ibid., 6]

1.4 Masuknya ke India dan China

Perjalanan sarjanawan (ilmuan) Persia seperti al-Biruni membuat astrolabe sangat cepat di kenal oleh orang-orang Hindu, dan kemudian ilmuan-ilmuan tersebut membawa astrolabe ke istana Delhi. Selama 14 abad, raja yang bernama Firuz Shah Tughluq (1300-1388 M, memerintah sejak 1351) mensponsori pembuatan astrolab. Risalah sansekerta pertama tentang astrolabe berjudul Yantraja (Raja dari alat-alat Astronomi) telah ditulis pada 1370 oleh Jaina Monk, dan Mahendra Suri (1340-1410 M).

Dari abad ke 13 pengetahuan tentang astrolab telah mencapai China. Pada 1267 Jamal al-Din membawa berbagai macam alat-alat astronomi model Kubai Khan yang digunakan pada observatorium Maraghah. Marco Polo mengaku bahwa telah melihat astrolabe di beijing dan kurang dari satu abad, the travels of Sir Jhon Mandeville (perjalanan Jhon Mandeville) menggambarkan astrolabe di istana (kerajaan) Kublai Khan. Meskipun berita ini menimbulkan problematika di kalangan mereka, astrolab tidak terlihat mejadi amat terkenal di kultur China seperti terkenalnya astrolab di tempat laiin.[footnoteRef:8] [8: Ibid., 6]

1.5 Romawi Timur dan Africa Timur

Sejumlah risalah menjadi saksi bagaiana pentingnya astrolab di kekaisaran Romawi Timur. Dari hal ini ilmuan Yunani mendapatkan keuntungan yaitu akses tanpa batas (terputus) untuk meneliti risalah-risalah tentang astrolabe dan menyusun sejumlah susunan astrolab. Hampir seluruh risalah itu berkelanjutan, penelitian rentetan dari text (tulisan) tersebut diperluas dari risalah Philopounus pada awal abad ke 6 sampai menuju risalah Nikephoros Gregoras (1292-1360 M) pada abad ke 14. Susunan romawi timur ini, khususnya risalah Gregoras, memerankan peran penting pada tulisan-tulisan bangsa Eropa pada abad ke 16 dan 17. Mengherankanya, hanya ada satu astrolab Romawi Timur yang sudah teridentifikasi yaitu pada tahun 1062 M. [footnoteRef:9] [9: Ibid.,7]

Dari abad ke 10, pembuatan astrolabe telah menyebar dan menyebarangi Afrika Utara dan kedalam Muslim Spanyol. Perbedaan langsung terlihat tentang sejarah astrolabe di Romawi Timur, sejarah di Afrika Utara ditandai dengan kekayaan alat namun langkanya tulisan. Afrika utara atau Magribi, yang berbagi astrolab dengan melindungi keistimewaan dari segi bahasa, malah memisahkan mereka dari alat-alat islam bagian timur. Mereka juga menyatakan berhentinya hubungan mereka dengan orang-orang kristen eropa, terlebih ketika hadirnya kalender kristen yang seringkali ditemukan alat-alat tersebut dibelakangnya. Meskipun demikian astrolabe telah (tetap) diproduksi dan digunakan disepanjang Afrika Utara, tradisi ini telah sangat kuat di Maroco, dimana mereka memproduksi dan telah menggunakanya lebih dari 500 tahun. Kemudian pada awal abad ke 14, astrolab canggih dunia telah diproduksi di kota Moroccan, Taza. Seirinng dengan Taza, kota seperti Marrakesh, Fez, dan Meknes menjadi asosiasi, dalam 2 hal mereka berjalan yaitu memproduksi dan menggunakan astrolab. Muhammad Ibnu Ahmad al-Battuti, satu dari pemroduksi terkenal di Afrika Utara, masih memproduksi astrolab di Morocco kurang lebih selama 18 abad. [footnoteRef:10] [10: Ibid.,. 8]

2. Komponen-Komponen Astrolabe

Instrumen astrolabe secara garis besar terdiri dari Mater, Plate, Rete dan Alidade. Lihat Gambar

Gambar 1. Komponen Astrolabe[footnoteRef:11] [11: Sumber dari www.google.com]

Seluruh Instrumen (peralatan) digantung oleh suatu tali dihubungkan ke suatu cincin berada pada puncak astrolabe. Puncak ini disebut kursi agung (kursi pada alat-alat Islamik). Pada Instrumen-instrumen Eropa mekanisme pengikat disebut armilla terpasang dan dilengkapi dengan suatu pemutar.[footnoteRef:12] [12: James E. Morrison, Petunjuk Praktis Astrolabe, Rehoboth Beach, Penj. Mutoha Arkhanuddin, 43]

Bagian dalam astrolabe mempunyai nama-nama benda berbeda dalam berbagai bahasa. Berikut dijelaskan dalam tabel di bawah ini:

Inggris

Perancis

Latin

Arab

Indonesia

Astrolabe

Astrolabe

Astrolabium

Astolab

Astroleb

Back

Dos

Dorsum

Zahr

Belakang

Front

Face

Facies

Depan

Limb

Limbe

Limbus

Mater

Mere

Mater

Umm

Mater

Plate

Tympan

Tabula

Safihah

Piringan

Pin

Pivot

Clavus

Khutut

Pin

Wedge

Clavette

Ecuus

Faras

Alidade

Alidade

Dioptra

Izadah

Alidade

Rule

Index

Ostensor

Muri

Penggaris

Rete

Araignee

Aranea

ankabut

Ret

Throne

Trone

Kursi

Trone

Link

Etrier

Urwa

Link

Ring

Anneau

Halqa

Ring

Cord

Cordon

Ilaqa

Pengikat

Fixed Armilla

Armilla Fixe

Armilla Fixa

Armilla

Beliere Armila

Armilla Reflexa

Suspesion Ring

Anneau

Armilla Suspensiora

Astrolabe telah digunakan secara luas di eropa, Spanyol Moor,dunia Arab,Persia dan India dari abad 10 M hingga abad 17 M. Perbedaan-perbedaan gaya berevolusi , Fungsi-fungsi spesifik termasuk pada peralatan-peralatan, dan berubah tergantung pada tradisi dan penggunaan untuk daerah itu.[footnoteRef:13] [13: Ibid.,44]

Dalam komponen astrolabe terdapat bagain-bagain yang harus dijelaskan secara terperinci lagi.

2.1 Astrolabe sisi depan

Adapun bagian dari Plate/Piringan adalah sebegai berikut:

· Altitude/Azimuth

Untuk dapat menemukan objek di angkasa adalah dengan mengetahui sudut objek tersebt di atas horison dan arah melihatnya. Sudut dari sesuatu di angkasa di atas horizon-nya adalah altitudo/tinggi bintang dari arahnya adalah azimuth. Garisnya berbentuk lengkungan.

Garis tebal horizontal merupakan horison (ufuk) yaitu garis di mana bumi dan langit bertemu. Benda langit yang terdapat di atas horison dapat terlihat oleh pengamat. Objek yang jatuh pada alingkaran yang sama, berketinggian sama di atas horison. Angka-angka pada garis tegak/vertikal menunjukkan ketinggian sudut untuk setiap sepuluh derajat. [footnoteRef:14] [14: Ibid., hal. 5]

Gambar 2. Plate (Bagian Depan)[footnoteRef:15] [15: gambar diambil dari buku Astrolabe karya James E. Morrison, hal. 21]

Garis lurus vertikal yang memotong horison menunjukkan arah Utara dan Selatan. Garis horizontal mengarahkan Timur dan Barat. Selatan berada di puncak astrolabe dan Timur di kiri. Astrolabe di dioperasikan tepat seperti sebuah kompas.

Mengukur azimuth sebuah benda langit adalah dengan menghitungnya dari arah Utara, Timur, Selatan, dan Barat. Setiap arah menunjukkan 900.

Lingkaran yang lebih besar terpusat dipiringan adalah tropic (Jalann lintas Matahari). Lingkaran yang paling besar adalah Tropik Capricon, titik selatan terjauh yang dicapai Matahari. Lingkaran tengah adalah ekuator dan lingkaran yanglebih kecil adalah batas utara yang dicapai matahari, Tropik Cancer.[footnoteRef:16] [16: Ibid.,6]

· Twilight Arcs

Lingkaran garis putus-putus ketinggian di bawah horizon adalah di 60, 120 dan 180 di bawah horizon dan disebut busur-busur crepuscular (senja) karena atmosfer bumi melengkung kan cahaya sinar-sinar Matahari dan karena sinar Matahari dipuntalkan oleh partikel-partikel di udara, sinar Matahari masih dapat terlihat meskipun ketika Matahari berada di bawah horizon. Senja sivil berakhir ketikapusat Matahari berada 60 di bawah horizon. Senja Nautikla berakhir ketika Matahari berada 120 di bawah horizon dan di laut horizon tidak dapat terlihat. Senja astronomis berakhir ketika Matahari berada 180 di bawah horizon. Busur -180 juga mempunyao arti religious untuk tanda-tanda waktu sembahyang di saat Matahari terbenam.[footnoteRef:17] [17: Ibid.]

· Unequal Hours

Garis-garis utuh di bawah horizon yang menghubungkan Tropic Cancer dan Tropic Capricorn dipakai untuk menentukan jam yang tidak sama dari har. Seluruh catatan sejarah, sampai jam-jam yang bisa diandalkan dapat diperoleh secara las di abad 17. Waktu dilukiskan sebagai pecahan waktu sari saat Matahari terbit sampai terbenam (atau dari Matahari terbenam sampai wakti terbit untuk jam-jam pada malam hari) dibagi ke adalam dua belas bagian yang sama dan waktu tersebut akan diuraikan, adalah misalnya dalam jam ke-6 dari hari untuk bagian dari hari sesaat sebelum tengah hari.

Apabila anda mengetahui bahwa waktu yang sedang berjalan adalah di jam ke-tiga hari itu, anda segera mengetahui bahwa hari telah berjalan seperempat waktunya. Ini adalah pengertian umum yang sangat mudah untuk dibiasakan pada hal ini dan masih tetap dapat menyatakan waktu dengan lebih mudah apanila mengetahui berapa lama lagi malam hari tiba. Untuk daerah jauh dari lintang-lintang Utara, panjang jam waktu di siang hari lebih lama.

· Latitude

Garis-garis lintang pada piringann tergantung pada garis lintang pengamat. Angkasa yang dapat terlihat semuanya tergantung oleh garis lintang pengamat di Bumi. Tepi luar dari piringan dibagi ke dalam 24 jam hari dalam dua 12 jam hari bagian. Kumpulan pada astrolabe disebut limb dan selalu disebut lingkaran bab pada jam-jam. Tiap jam dibagi dalam segmen menit tergantung jenis dari astrolabe. Jika garis menitnya adalah 12 maka satu garis adalah 5 menit, namun jika garis menitnya adalah 15 maka satu garisnya adalah 4 menit.[footnoteRef:18] [18: Ibid.,8]

· Ekluptika dan Rule

Ekliptika adalah jalur yang diikuti Matahari menembus bintang-bintang tetap dalam perjalanan tahun. Sejak ekliptika ditampilkan oleh Bumi ketika mengedari Matahari, emaka Bumi dan Matahari selalu berada di ekliptika. Karena itu terlihat dari Bumi, ekliptika selalu tempat Matahari berada. Untuk menemukan sebuah ekliptika di malam hari adalah mencari sebuah planet, karena lintang planet dan Matahari adalah berada dalam satu lintasan yang sama. Di zaman-zaman kuno, ekliptika dibagi dalam dua belas bagian 300 dan masing-masing bagian diberi nama ntuk sebuah rasi bintang.[footnoteRef:19] [19: Ibid.,]

Suatu rule berputar sama seperti jarum jam bebas perputar di atas rete/piringan. Rule digunakan untuk menemukan lokasi Matahari pad aekliptika dan untuk menunjukkan waktu. Rule berputar pada waktu edar rata-rata Matahari satu kali setiap 24 jam, sedangkan selama wkatu tersebut ekliptika dan bintang-bintangbrputar satu kali dalamsatu hari sideris. Tepi dari rule terbagi dalam derajat-derajat deklinas dengan setiap derajatnya ditunjukkan. Perlu diinga bahawa deklinasi negatid berada diluar ekuator. Deklinasi Matahari dapat diestimasikan dengan membaca titik di mana rule menyebrangi ekliptika.[footnoteRef:20] [20: Ibid.,9]

2.2 Astrolabe bagian belakang

Gambar 3. Back (Bagian Depan)[footnoteRef:21] [21: gambar diambil dari buku Astrolabe karya James E. Morrison, hal. 21]

Bagian belakang astrolabe berisikan skala-skala yang memungkinkan pengemat mengukur ketinggian-ketingian dan untuk menemukan posisi Matahari di zodiak dengan masing-masing derajat lintasan Matahari sepanjang tahun.

· Alidade

Rule yang berputar digunakan untuk mengukur ketinggian/altitudo Matahari dan bintang-bintang serta menemukan longitudo (jarak dari meridian) Matahari. Untuk menemukan longitudo Matahari, tepian alidade harus melurs dengan suatu tanggal. Tepian alidade melurus dengan posisi Matahari dalam zodiak untuk tanggal tersebut. Masing-masing tanda zodiak dibagi dalam 300. Bacalah posisi matahari di dalam tanda zodiak dari skala derajat bagian dalam.

· Calendar

Kalender adalah sistem dalam satuan waktu, untuk tujuan penandaan waktu dalam jangka panjang.[footnoteRef:22] [22: Susiknan Azhari, Ensiklopedia Hisab Rukyat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 87]

· Aphelion dan Perihelion

Aphelion adalah titik terjauh pada peredaran (orbit) Matahari dari bumi yang dilaluinya.[footnoteRef:23] Perihelion adalah titik terdekat pada peredaran (orbit) dari bumi. [23: Ibid.,29]

· Altitude Scale

Bujur Matahari digunakan untuk dapat mengetahui kapan Matahari terbit dan tenggelam.

· Equation of Time

Perata waktu, selisih antara waktu kulminasi Matahari Hakiki dengan waktu Matahari rata-rata.[footnoteRef:24] [24: Ibid.,hal. 50]

2.3 Rete

Rete adalah kata Yunani yang berarti jaring laba-laba. Rete dibaca reet/riit atau reetee dibaa riitii. Rete berputar untuk mensimulasi gerakan bintang-bintang di angkasa. Sebenarnya bukan Bintang yang berputar di angkasa karena hakikatnya bintan-bintang tersebut diam, yang berputar itu adalah Bumi.[footnoteRef:25] Rasi bintang yang dapat di amati pada lintang selatan (Semarang) adalah Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagittarius, Capricorn, Aquarius, Pisces, Orion, Pegasus, Aquila, Ursa Minor, Triangulum, Pleades, Centaurus, Crux, Musca, Ophiuchus, Hercules, Cygnus, Ganis Major, Ursa Major, Cassiopela, Cetus. [25: James E. Morrison, Petunjuk Praktis Astrolabe, 10]

Gambar 4. Rete Lintang Selatan Modern[footnoteRef:26] [26: gambar diambil dari buku Astrolabe karya James E. Morrison, 33]

3. Membaca Rasi Bintang Menggunakan Astrolabe

Bintang merupakan suatu benda langit yang memiliki cahaya sendiri berbeda dengan planet yang tidak memiliki cahaya. Ada sekitar 5000 bintang yang dapat dilihat tanpa menggunakan teleskop apalagi jika menggunakan teleskop besar seperti yang terdapat di Keck Observatory, Maune Kea, Hawai, yang bergaris tengah 10 meter, jumlahnnya ditaksir melebihi satu milyar. Dari sekian jumlah bintang tersebut terdapat 88 buah rasi bintang yan telah disepakati oleh International Atronomical Union pada tahun 1928.[footnoteRef:27] [27: Winardi Sutantyo, Bintang-Bintang di Alam Semesta, (Bandung: Penerbit ITB, 2010), hal. 1]

Galaksi kita memiliki milyaran galaksi diaksir hingga 200 milyar. Para astronom menggunakan satuan waktu cahaya untuk menyatakan jarak suatu benda langit. 1 detik cahaya (jarak yang ditempuh cahaya pada satu detik) sama dengan 300.000 km. Namun astrolabe menggunakan derajat untuk menyatakan jauhnya suatu benda langit dari titik zenith.

Saat melihat langit pada malam pada malam hari maka akan terlihat seperti seperti sebuah atap raksasa yang dipenuhi bintang yang menempel pada atap itu. Bintang yang bertebaran dilangit itu kemudian oleh orang-orang Yunani mengelompokkan menjadi sebuah rasi/konstelasi. Nama rasi rasi tersebut dihubungkan dengan tokoh dan makhluk dalam mitologi. Contohnya, rasi bintang Hercules, orang terkuat dalam dongeng Yunani Kuno; rasi bintang Andromeda, Putri Cepheus raja Ethiopia dalam dongen Yunani.[footnoteRef:28] [28: Ibid.,hal.4]

Rasi merupakan kelompok bintang yang memiliki jarak berjauhan satu sama lain, dan bentuk yang dibentuk merupakan perspektif dua dimensi kita dalam melihat langit. Contohnya rasi bintang beruang besar (big dipper), terdiri dari delapan bintang dua di antaranya adalah Alkaid dan Dhube, keduanya berjarak puluhan tahun cahaya.[footnoteRef:29] [29: Nathalie Fredette dan Claude lafleur, Understanding the Univers, Q.A International, Penj. Hendro Setyanto, 2006., hal. 60]

Tidak semua bintang dapa diamati dengan mudah apalagi saat ini telah banyak sekali polusi cahaya pada malam hari yang mengalahkan cahaya bintang (luminositas). Diperlukan pengetahuan tentang magnitudo bintang serta memilih lokasi yang tepat untuk pengamatan.

3.1 Magnitudo Bintang yang dapat dilihat menggunakan mata telanjang

Dalam mengamati bintang perlu mengetahui magnitudo suatu bintang agar dapat diketahui bintang apasaja yang dapat ditanggkap oleh mata tanpa menggunakan teleskop. Magnitudo merupakan suatu ukuran kecemerlangan bintang.[footnoteRef:30] [30: Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2006)]

Dalam pengaplikasiannya terhadap astrolabe adalah memudahkan seorang penggunanya untuk mengetahui bintang apa saja yang dapat dilihat dengan dan tanpa telescop berdasarkan magnituo tersebut. Astrolabe akan menuntun seseorang mengetahui letak posisi bintang sehingga ketika mengetahui magnitudo bintang tersebut dapat diketahui apakah bintang tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang ataupun tidak.

Magnitudo Semu (M) pertama kali dibuat oleh Hippercus dengan sistem terbalik, yakni semakin terang sebuah bintang maka semakin kecil magnitudonya, jika semakin redup sebuah bintang maka semakin tinggi magnitudonya. Skala yang digunakan 1 sampai 6.[footnoteRef:31] [31: Dunia Astronomi, Sistem Magnitudo, 2009, di akses dari http://duniaastronomi.com/2009/02/sistem-magnitudo/pada kamis, 5 Oktober 2017.]

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, diketahui skala magnitode semakain bertambah, misalnya bintang yang paling terang terlihat oleh mata telanjang adalah skala 1 sampai 6 namun jika menggunakan teleskop Hubble Space Telescop bintang dapat dilihat bahkan pada magnitudo ke 31. Skala tersebut juga pada akhirnya mengharuskan adanya skala 0 hingga minus contohnya untuk bintang paling terang seperti Sirius memiliki magnituo -1,47, Venus -4,89, Bulan Purnama -12,92, dan matahari -26,73.

 

Magnitudo tampak

Penamaan Bayer

Nama diri

Jarak (tahun cahaya)

0

−26.73

 

Matahari

0.000 016

1

−1.47

α Cma

Sirius

8.6

2

−0.72

α Car

Canopus

310

3

−0.04 var

α Boo

Arcturus

37

4

−0.01

α1 Cen

Alpha Centauri A

4.4

5

0.03

α Lyr

Vega

25

6

0.12

β Ori

Rigel

770

7

0.34

α Cmi

Procyon

11

8

0.50

α Eri

Achernar

140

9

0.58 var

α Ori

Betelgeuse

430

10

0.60

β Cen

Hadar (Agena)

530

11

0.71

α1 Aur

Capella A

42

12

0.77

α Aql

Altair

17

13

0.85 var

α Tau

Aldebaran

65

14

0.96

α2 Aur

Capella B

42

15

1.04

α Vir

Spica

260

16

1.09

α Sco

Antares

600

17

1.15

β Gem

Pollux

34

18

1.16

α PsA

Fomalhaut

25

19

1.25

α Cyg

Deneb

3200

20

1.30

β Cru

Becrux

350

21

1.33

α2 Cen

Alpha Centauri B

4.4

22

1.35

α Leo

Regulus

77

23

1.40

α1 Cru

Acrux A

320

24

1.51

ε Cma

Adara

430

25

1.62

λ Sco

Shaula

700

26

1.63

γ Cru

Gacrux

88

27

1.64

γ Ori

Bellatrix

240

28

1.68

β Tau

El Nath

130

29

1.70

β Car

Miaplacidus

110

30

1.70

ε Ori

Alnilam

1300

31

1.70

ζ1 Ori

Alnitak A

820

32

1.74

α Gru

Al Na'ir

100

33

1.76

ε Uma

Alioth

81

34

1.78

γ12 Vel

Regor A

840

35

1.80

ε Sgr

Kaus Australis

140

36

1.82

α Per

Mirfak

590

37

1.84

δ Cma

Wezen

1800

38

1.85

η Uma

Benetnasch (Alcaid)

100

39

1.86

θ Sco

Sargas

270

40

1.87

α1 Uma

Dubhe A

120

41

1.89

β Aur

Menkalinan

82

42

1.90

γ Gem

Alhena

100

43

1.91

α Pav

Peacock

180

44

1.92

α TrA

Atria

420

45

1.96

α1 Gem

Castor A

52

46

1.98

β Cma

Murzim

500

47

2.00

α Hya

Alphard

180

48

2.00

α Ari

Hamal

66

49

2.01 var

α Umi

Polaris

430

50

2.03

δ1 Vel

Koo She A

80

51

2.04

β Cet

Deneb Kaitos

96

52

2.05

κ Ori

Saiph

720

53

2.06

σ Sgr

Nunki

220

54

2.06

θ Cen

Menkent

61

55

2.06

α And

Alpheratz

97

56

2.06

β And

Mirach

200

57

2.08

β Umi

Kochab

130

58

2.09

α2 Cru

Acrux B

320

59

2.10

α Oph

Ras Alhague

47

60

2.12 var

β Per

Algol

93

61

2.13

β Gru

Gruid

170

62

2.14

β Leo

Denebola

36

63

2.20

γ Cen

Muhlifain

130

64

2.21

ζ Pup

Naos

1400

65

2.23

λ Vel

Suhail

570

66

2.23

γ Dra

Etamin

150

67

2.24

α1 CrB

Gemma A / Alphecca A

75

68

2.24

γ Cyg

Sadr

1500

69

2.25

α Cas

Schedar

230

70

2.25

ι Car

Aspidiske

690

71

2.25

δ Ori

Mintaka A

916

72

2.26

γ1 And

Almach A

350

73

2.27

ζ1 Uma

Mizar A

78

74

2.27

β Cas

Caph

54

75

2.27

ε Cen

Birdun

380

76

2.28

γ1 Leo

Algieba A

130

77

2.28

α Lup

Alpha Lupi

550

78

2.29

δ Sco

Dschubba

400

79

2.29

ε Sco

Wei

65

80

2.32

η Cen

Marfikent

310

81

2.35

β Uma

Merak

79

82

2.35

ε Boo

Izar

210

83

2.37

α Phe

Ankaa

77

84

2.38

κ Sco

Girtab

460

85

2.38

γ Vir

Girtab

460

85

2.39

γ Cas

Tsih

610

86

2.40

ε Peg

Enif

670

87

2.40

η Cma

Aludra

3200

88

2.4

ε1 Car

Avior A

630

89

2.42

β Peg

Scheat

200

90

2.43

γ Uma

Phecda

84

91

2.43

η Oph

Sabik

84

92

2.44

α Cep

Alderamin

49

93

2.46

κ Vel

Markab

540

94

2.49

α Peg

Markab

140

95

2.50

ε Cyg

Gienah

72

Gambar 5.Tabel Magnitudo Bintang[footnoteRef:32] [32: Ibid.,]

3.2 Mengetahui bintang dalam setiap konstelasi

Satu daerah langit hanya ditempati oleh satu konstelasi saja, dan tidak ada satu konstelasi yang bertumpang tindih denga kontelasi lainnya. Bintang-bintang anggota sebuah konstelasi tidak memiliki kaitan fisik satu sama lain karena jaraknya yang saling berjauhan. Walapun dari bumi dua bintang tampak berdekatan, sebenarnya mereka saling berjauhan hanya saja karena kebetulan mereka segaris pandang.[footnoteRef:33] [33: A. Gunawan Admiranto, Menjelajahi Bintang Galaksi dan Alam Semesta,(Yogyakarta; Penerbit Kanisius, 2009), 7]

Rasi bintang memiliki setidaknya tiga bintang dalam setiap 1 rasi bintang. Semua rasi tidak mungkin dapat terlihat dari satu belahan Bumi saja. Namun, beberapa rasi dari setiap belahan Bumi dapat dilihat dari equator. Oleh karena itu, beberapa rasi di bagian Belahan Bumi Selatan dapat dilihat di Belahan Bumi Utara dan sebaliknya. [footnoteRef:34] [34: Nathalie Fredette dan Claude lafleur, Understanding the Univers, hal. 61]

Terdapat 56 rasi bintang yang membentang di Langit Selatan dan 39 rasi bintang di Langit Utara. Rasi bintang yang berada di garis ekuator ada 30 rasi bintang di antarnya adalah:

Leo

Aries

Hercules

Puppis

Capricanus

Cancer

Pisces

Corona Borealis

Canis Major

Sagitarius

Gemini

Pegasus

Bootes

Eridanus

Aphiocus

Orion

Cygnus

Coma Berenices

Cetus

Scorpius

Auriga

Auila

Hydra

Aquarius

Libra

Taurus

Lyra

Antila

Pisces

Virgo

Rasi bintang 12 atau Zodiak berada di garis ekuator, hanya ada beberapa bintang yang dapat dinikmati pada malam hari tergantung oleh daerah dengan lintang tempat pengamatan serta bulan-bulan tertentu. Contoh rasi bintang yang tidak pernah telihat dari Kota Semarang adalah Leo. Rasi bintang yang mudah dilihat dari kota semarang adalah Scorpio, lambang dari rasi bintang kalajengking pada bulan-bulan Mei-Agustus maka akan terlihat jelas dititik zenith ke selatan.

Rasi bintang Scorpio terdiri dari 12 bintang. Salah satu di antaranya adalah bintang besar yaitu Antares dengan magnitudo 1. 09. Mengamati bintang ini tidak terlalu membutuhkan tempat dengan langit yang benar-benar bersih dari polusi cahaya.

3.3 Rasi bintang yang terdapat pada rete astrolabe lintang Kota Semarang yang sering terlihat pada malam hari di antaranya, Aries, Scorpio, Virgo, Libra, Orion, Crux, Centaurus, Triangulum, Pegasus, Hercules dll.

3.4 Lokasi Pengamatan Bintang

Pengamatan bintang harus dilakukan pada malam hari dengan kondisi langit cerah. Tidak berawan dan jauh dari polusi cahaya. Polusi cahya disebabkan oleh banyanya lampu-lampu yang hidup sehingga menghalangi cahaya bintang masuk ke bumi.

Di Indonesia banyak terdapat tempat yang layak untuk meakukan pengamtan bintang. Indonesia masih memiliki daerah yang bersih dari polusi cahaya, namun terkendala oleh awan mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dan berada di garis khatulistiwa. Untuk area kering din Indonesia ada di daerah timur yaitu nusa tenggara juga didukung dengan tidak banyaknya polusi cahaya.

Selain itu diperlukan ilmu pengetahuan tentang bintang agar dapat memetakan dan mengerti kapan suatu bintang itu muncul. Terakhir adalah alat yang mendukung dalam pengatam yaitu teleskop. Teleskop dapat memberikan visual yang lebih jelas kepada pengamat.

4. Langkah-Langkah Pengamatan Rasi Bintang Menggunakan Astrolabe

4.1 Mengetahui waktu Matahari terbenam

· Pilihlah tanggal yang ingin diketahui kapan wkatu terbenamnya Matahari. Contoh 6 Oktober.

· Carilah bujur Matahari pada bagian belakang (back), arahkan allidade ke tanggal 6 Oktober, maka diketahui bujur matahari pada saat itu adalah 1930 dan garis Equation of time menunjukkan 6’ (baca dari garis allidade yang menyentuh kurva equation of time).

· Balikkan astrolabe, dudukkan rule di muka pada scala 1930 pada ekliptika.

· Gerakkan rule dan ekliptika bersama sampai titik potong mereka tepat di bawah horizon -10 Matahari tenggelam ketika berada -10 di bawah ufuk, 17:52. Ini merupakan waktu hakiki Matahari tenggelam.

4.2 Mengubah waktu hakiki ke waktu daerah

· 17:52 ditambah 6 menit (equation of time) yaitu 17:58

· 17:58 dikurangi 21 menit (1050 bujur daerah dikurangi 1100 24’ bujur Semarang dibagi 15) yaitu 17:37 WIB. Ini merupakan waktu terbenamnya Matahari berdasarkan WIB di Semarang.

4.3 Membaca rasi bintang

Setelah mengetahui kapan terbenamnya matahari, maka akan diketahui pula rasi bintang apa saja yang terbit apa saja yang terbit pada tanggal itu. Pengamatan dimulai ketika Matahari berada -60 di bawah ufuk. Karena pada saat inilah senja sivil berakhir maka arahka rete dan rule ke -60 di bawah ufuk. Misalnya pada tanggal 6 Oktober rasi bintang yang muncul pada saat itu di antaranya Aries, Pisces, Aquarius, Copricorn, Sagitarius, Orion, Carina, Centaurus, Hercules, Canis Mayor, Crux, Triangulum.

Rasi bintang terus bergerak seiring dengan perputaran jam. Jika ingin mengetahui rasi bintang apa saja yang muncul dan hilang pada jam tertentu maka putarlah rule dan allidade secar bersamaan ke arah jam yang diinginkan. Misalnya pada jam 1 rasi bintang yang muncul adalah Cancer, Taurus dan yang tenggelam adalah Orion, Copricorn, Sagitarius, Scorpius, virgo.Batas akhir pengamatan bintang adalah ketika -60 sebelum Matahari.

4.4 Mengetahui ketinggian bintang/rasi bintang

· Posisikan rule dan rete yang telah diketahui bujur Mataharinya ke jam yang ingin diketahui posisi ketinggian rasi bintangnya. Perlu diingat bawah bintang/rasi bintang yang dapat dihitung ketinggiannya hanyalah untuk bintang/rasi bintang yang berada di atas ufuk.

· Jika yang ingin diketahui adalah ketinggian suatu bintang maka hitunglah ketinggiannya dengan menggunakan Altitude pada Plate. Misalnya ketinggian bintang Acrux salah satu bintang yang terang di antara rasi bintang Crux (layang). Bintang ini memiliki magnitudo 2.09. pada tanggal 6 Oktober pukul 20:00 bintang ini berada pada ketinggian 200.

· Jika yang ingin diketahui adalah ketingiian suatu rasi bintang maka hitunglah ketinggiannya dengan menggunakan altitude pada Plate. Misalnya ketinggian rasi bintang Crux (layang) pada tanggal 6 Oktober pukul 20:00 bintang ini berada pada ketinggian 170-230

4.5 Mengetahui Azimuth Bintang/Rasi Bintang

· Posisikan rule dan rete yang telah diketahui bujur Mataharinya ke jam yang ingin diketahui azimuthnya.

· Hitunglah azimuthnya menggunakan azimuth pada plate. Jika yang ingin diketahui adalah azimuth suatu bintang maka hitunglah ketinggiannya dengan menggunakan Altitude pada Plate. Misalnya ketinggian bintang Acrux salah satu bintang yang terang di antara rasi bintang Crux (layang). Bintang ini memiliki magnitudo 2.09. pada tanggal 6 Oktober pukul 20:00 bintang ini berada pada azimuth 1570

· Jika yang ingin diketahui adalah azimuth suatu rasi bintang maka hitunglah ketinggiannya dengan menggunakan altitude pada Plate. Misalnya ketinggian rasi bintang Crux (layang) pada tanggal 6 Oktober pukul 20:00 bintang ini berada pada azimuth 1500-1570

4.6 Memperkirakan Deklinasi Bintang

· Gerakkan rule di depan sampai atas bintang Acrux

· Baca kira-kira -630

5. Kesimpulan

Astrolabe dapat memberikan informasi kepada penggunanya tentang rasi/konstelasi bintang apa saja yang dapat terlihat pada suatu waktu, berada di ketinggian berapakah bintang tersebut dan berapakah azimuthnya. Instrumen ini menampilkan Rasi bintang yang terdiri beberapa bintang. Jika kita ingin mengetahui suatu bintang dari salah satu rasi bintang adalah dengan mempelajari setiap bintang yang terdapat dalam rasi bintang tersebut termasuk magnitudo bintang sehingga dapat mengetahui bintang apasaja yang dapat dilihat baik menggunakan teleskop ataupun dengan mata telanjang. Astrolabe hanya membantu seorang pengamat untuk mengetahui arah. Astrolabe modern saat ini telah di setting berdasarkan lintang dan bujur tempat (bukan univers).

Daftar Pustaka

Admiranto, Gunawan, Menjelajahi Bintang Galaksi dan Alam Semesta,Yogyakarta; Penerbit Kanisius, 2009

Azhar, Susiknan, Ensiklopedi Hisab RukyatYoyakarta:Pustaka Pelajar, 2005

Book, A Dorling Kindersly, Ensiklopedia Sains dan Teknologi, Jakarta: PT. Lentera Abadi, 2007.

Dagun, M. Save, Kamun Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2006.

Dunia Astronomi, Sistem Magnitudo, 2009, di akses dari http://duniaastronomi.com/2009/02/sistem-magnitudo/pada kamis, 5 Oktober 2017.

Fredette, Nathalie dan Claude Lafleur, Undersanding The Univers, Q.A International, Penj. Hendro Setyanto, 2006.

Hyton, Darin, An Introduction to the Astrolabe, ebook, 2012

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Badan Litbang dan Diklat Kementan Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengerahuan Indonesia, Penciptaan Jagat Raya, Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012

Morrison, James E., Petunjuk Praktis Astrolabe, Rehoboth Beach, Penj. Mutoha Arkhanuddin

Schnider, Stephen E, Higher Education, New York: The McGraw-Hiil-Companies, 2007

Sutyanto, Winardi, Bintang-Bintang di Alam Semesta, Bandung: Penerbit ITB, 2010.

1