identifikasi pelanggan pada pasar internasional.pdf
DESCRIPTION
Manajemen Pemasaran Internasional: identifikasi Pelanggan pada Pasar InternasionalTRANSCRIPT
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PELANGGAN PADA PASAR
INTERNASIONAL
DAN PEMUASAN KEBUTUHAN PELANGGAN INTERNASIONAL
Disusun Oleh:
CEPI KURNIADI NIM 2010930093
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN PEMASARAN INTERNASIONAL
PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PELANGGAN PADA PASAR
INTERNASIONAL
Langkah pertama bagi perusahaan yang telah memutuskan untuk beroperasi di
pasar Internasional yaitu mengidentifikasi kebutuhan pelanggan. Mengingat pelanggan
tersebar di berbagai negara dengan lingkungan pemasaran yang berbeda, perusahaan
perlu memahami sifat-sifat alamiah lingkungan dimaksud terutama untuk mendapatkan
informasi tentang perilaku pembelian pelanggan sehingga perusahaan mampu
menyelaraskan informasi tersebut dengan program dan kegiatan pemasaran. Bearden,
Ingram, dan LaForge (2001:50) membagi lingkungan pemasaran global ke dalam enam
bagian, yaitu: Social Environment (terdiri dari Demographic Environment dan Cultural
Environment), Economic Environment, Political/Legal Environment, Technological
Environment, Competitive Environment, dan Institutional Environment. Keenam
lingkungan tersebut dilustrasikan pada Gambar 1. Sementara itu, Kotler dan Keller
(2012:71) menambahkan satu lingkungan lagi yaitu Natural Environment (lingkungan
hidup) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Lingkungan Pemasaran Sumber: Bearden, Ingram, dan LaForge (2001:50)
Gambar 2. Macroenvironment (Lingkungan Makro) Sumber: Kotler, 2012:71
Kotler dan Keller (2012:74) mengilustrasikan bahwa seluruh lingkungan dalam
lingkungan pemasaran saling berhubungan membentuk suatu hubungan sebab akibat
yang dapat mengarahkan perusahaan kepada opportunities (peluang) dan threats
(ancaman) sebagai berikut: ledakan pertumbuhan penduduk (demographic) dapat
menyebabkan menurunnya ketersediaan sumberdaya alam dan meningkatnya polusi
(natural), sehingga konsumen meminta peraturan kepada pemerintah (political-legal),
dan dapat memicu solusi berupa teknologi dan produk baru (technological), yang jika
konsumen memiliki kemampuan membeli (economic), dapat mengubah sikap dan
perilaku mereka (social-cultural).
Contoh atas ilustrasi tersebut dapat ditemui pada fenomena munculnya mobil
listrik. Ledakan pertumbuhan penduduk menyebabkan tingginya kebutuhan transportasi
sehingga konsumsi minyak bumi dan polusi meningkat. Hal ini menyebabkan konsumen
meminta pemerintah untuk membuat peraturan untuk membatasi penggunaan minyak
bumi dan mengurangi polusi. Sikap dan perilaku mereka akan berubah menjadi lebih
mencintai lingkungan dan membutuhkan produk transportasi yang ramah lingkungan.
Kemudian muncullah produk dan teknologi baru berupa mobil listrik. Konsumen yang
memiliki daya beli akan membeli mobil listrik tersebut.
Proses identifikasi peluang dan ancaman yang akan dihadapi perusahaan
tersebut dilakukan melalui pendekatan pemindaian lingkungan (environmental scanning
approach) sebagaimana dapat diilustrasikan pada Gambar 3. Pada Gambar 3, langkah
pertama proses scanning yaitu mengidentifikasi faktor-faktor dan trend di lingkungan
pemasaran. Langkah kedua yaitu menilai akibat terjadinya trend tersebut bagi pasar
dan kegiatan pemasaran. Langkah ketiga yaitu melihat apakah trend tersebut dapat
menghasilkan peluang pemasaran. Jika jawabannya ya, perusahaan harus
memutuskan untuk mengambil keuntungan dari peluang tersebut. Langkah keempat
yaitu melihat apakah trend dapat menimbulkan ancaman pemasaran. Jika jawabannya
ya perusahaan harus memutuskan untuk meminimalkan ancaman.
Gambar 3. Environmental Scanning Approach Sumber: Bearden, Ingram, dan LaForge (2001:51)
1. Demographic Environment (Lingkungan Demografik)
Lingkungan demografik merujuk pada ukuran, sebaran, dan tingkat pertumbuhan
kelompok-kelompok penduduk dengan karakteristik yang berbeda-beda. Data
karakteristik demografis diperlukan untuk melihat perilaku pembelian, karena orang-
orang dari negara, budaya, kelompok umur, dan rumah tangga yang berbeda seringkali
menunjukkan perilaku pembelian yang berbeda-beda.
Trend yang terjadi di lingkungan demografik saat ini antara lain:
- Meningkatnya jumlah dan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2010 jumlah
penduduk bumi mencapai 6,8 miliar dan pada tahun 2040 diprediksi naik menjadi 9
miliar. Hal ini memperlihatkan indikator terbukanya peluang pasar.
- Bauran usia penduduk yang berbeda-beda di setiap negara mengisyaratkan
kebutuhan yang berbeda-beda atas barang dan jasa. Sebagai contoh, mengingat
jumlah anak-anak di Mexico lebih banyak dibandingkan dengan di Italia, barang-
barang seperti susu, popok, dan mainan akan lebih dibutuhkan di Mexico
dibandingkan dengan di Italia
- Bauran penduduk dengan latar belakang etnis tertentu memunculkan kebutuhan
atas barang dan jasa yang sesuai dengan latar belakang etnis mereka. Sebagai
contoh, penduduk Jepang membutuhkan sentuhan Jepang atas arsitektur, desain,
dan ornamen-ornamen bergaya Jepang untuk rumahnya walaupun berada di luar
Jepang
- Bauran penduduk sesuai tingkat pendidikan memunculkan kebutuhan atas barang
dan jasa sesuai tingkat pendidikan mereka. Sebagai contoh, meningkatnya jumlah
penduduk yang berpendidikan tinggi akan meningkatkan kebutuhan akan buku-
buku, surat kabar dan majalah
- Bauran penduduk sesuai status perkawinan memunculkan kebutuhan sesuai
statusnya masing-masing. Sebagai contoh, suami dan istri yang belum memiliki
anak akan membutuhkan rumah atau apartemen yang ukurannya lebih kecil.
2. Natural Environment (Lingkungan Hidup)
Lingkungan hidup terdiri dari sumberdaya alam yang dubutuhkan sebagai input
atau bahan baku bagi pemasar atau dipengaruhi oleh kegiatan pemasaran. Pemasar
harus memusatkan perhatian terhadap trend lingkungan hidup seperti (Kotler dan
Armstrong, 2012:78):
- Menyusutnya pasokan bahan baku
Sumber daya alam seperti hutan dan bahan makanan harus digunakan secara
bijaksana walaupun telah dilakukan konservasi dan peremajaan. Namun
sumberdaya alam yang tidak dapat digunakan berulang seperti minyak bumi dan
bahan tambang mengalami problem serius. Perusahaan yang menggantungkan
bahan bakunya pada sumber daya alam yang langka ini menghadapi peningkatan
biaya, bahkan ketika ketersediaanya masih ada.
- Meningkatnya polusi
Industri akan selalu merusak lingkungan hidup. Sebagai contoh, banyak terjadi
pencemaran lingkungan seperti pada pembuangan limbah kimia dan sampah nuklir,
kadar merkuri di lautan, pencemaran tanah dengan bahan polutan kimia, bahan
plastik yang tidak dapat didaur ulang, dan bahan material kemasan yang
berbahaya.
- Meningkatnya campur tangan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam
Kepedulian negara berbeda-beda dalam pengelolaan sumber daya alam. Negara
seperti Jerman sangat menaruh perhatian yang tinggi terhadap lingkungan hidup
yang bersih. Sementara itu beberapa negara berkembang sedikit menaruh
perhatian terhadap polusi karena kurangnya ketersediaan dana dan kurangnya
political will.
3. Economic Environment (Lingkungan Ekonomi)
Lingkungan ekonomi terdiri dari faktor-faktor dan trend yang berhubungan
dengan tingkat pendapatan dan produksi barang dan jasa. Perusahaan tidak sekedar
membutuhkan informasi tentang banyaknya jumlah penduduk di suatu negara sebagai
suatu peluang pasar, namun yang tidak kalah pentingnya yaitu informasi tentang daya
beli penduduk terutama atas produk atau jasa yang diproduksi perusahaan.
Trend ekonomi di belahan dunia satu akan mempengaruhi kegiatan pemasaran
di belahan bumi lainnya. Sebagai contoh, perubahan suku bunga di Jerman akan
mempengaruhi nilai Dolar Amerika Serikat sehingga akan mempengaruhi harga dan
nilai ekspor dan impor Amerika Serikat.
Perubahan gross domestic product (GDP) yaitu jumlah barang dan jasa yang
diproduksi suatu negara mengindikasikan trend dalam aktivitas ekonomi. Sebagai
contoh, negara dengan GDP tinggi seperti Uni Emirat Arab dan Kuwait mengindikasikan
tingginya daya beli sehingga memunculkan kebutuhan akan barang-barang mewah.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara menyebabkan tingginya
permintaan atas produk. Sebagai contoh, tingkat pendapatan Cina yang meningkat
memunculkan permintaan atas produk konsumsi, alat berat, peralatan pertanian dan
medis.
Daya beli dalam suatu perekonomian sangat tergantung dari tiga faktor, yaitu
(Kotler dan Keller, 2012:77): psikologi konsumen, distribusi pendapatan, komposisi
pendapatan-tabungan-debit-kredit.
- Psikologi Konsumen
Contoh pengaruh psikologi konsumen terhadap daya beli yaitu resesi ekonomi
seperti yang terjadi pada tahun 2008-2009 telah mengguncang keyakinan
konsumen terhadap ekonomi dan situasi keuangan mereka. Konsumen menjadi
lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka. Mereka lebih peduli dalam
membandingkan harga dan diskon di berbagai toko. Kenyataan ini telah
memunculkan fenomena “low cost hotel” seperti Tune Hotel dan Amaris.
- Distribusi Pendapatan
Pemasar kerap kali membagi negara menjadi lima pola distribusi pendapatan, yaitu:
(1) pendapatan sangat rendah (2) kebanyakan pendapatan rendah (3) pendapatan
sangat rendah, sangat tinggi (4) pendapatan tinggi, menengah, tinggi (5)
kebanyakan pendapatan menengah. Sebagai contoh, pasar mobil mewah
Lamborgini terbesar adalah Portugal yang pola distribusi pendapatannya termasuk
nomor (3), yang merupakan salah satu negara termiskin di Eropa Barat, namun
dengan jumlah keluarga yang cukup untuk membeli mobil mewah.
- Pendapatan-Tabungan-Debit-Kredit
Pengeluaran konsumen dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tingkat bunga
tabungan, praktik debet, dan ketersediaan kredit. Salah satu contoh kondisi ini yaitu
resesi ekonomi di Amerika Serikat membuat rasio hutang terhadap pendapatan
penduduknya sangat tinggi. Ketika ketersediaan kredit menjadi langka pada masa
resesi, terutama untuk penduduk dengan pendapatan yang rendah, jumlah kredit
yang disalurkan mengalami penurunan. Hal ini memicu kebijakan kredit yang liberal
yang membolehkan konsumen untuk membeli rumah dan barang-barang lain yang
sebenarnya tidak mampu mereka beli. Kondisi ini memicu kekacauan financial
menjadi tidak terelakkan.
4. Political/Legal Environment (Lingkungan Politik/Legal)
Lingkungan Politik/Hukum terdiri dari faktor-faktor/trend yang berhubungan
dengan kegiatan pemerintahan dan peraturan perundang-undangan tertentu yang
dapat mempengaruhi kegiatan pemasaran. Kadang-kadang peraturan perudang-
undangan yang dibuat memunculkan peluang bisnis baru. Contohnya, peraturan
tentang daur ulang produk memunculkan peluang bisnis baru, yaitu pembuatan produk
dengan bahan baku hasil daur ulang.
Trend yang terjadi pada lingkungan ini yaitu Peningkatan pemberlakuan
peraturan perundang-undangan di bidang bisnis dan Pertumbuhan kelompok
kepentingan tertentu (Kotler dan Keller, 2012:84).
- Peningkatan pemberlakuan peraturan perundang-undangan di bidang bisnis
Peraturan perundang-undangan bisnis ditujukan antara lain untuk melindungi
perusahaan dari persaingan tidak sehat, melindungi konsumen dari praktik bisnis
yang tidak sehat, dan melindungi masyarakat dari perilaku bisnis yang tidak
bertanggung jawab.
- Pertumbuhan kelompok kepentingan tertentu
Banyaknya lembaga swadaya masyarakat yang menyuarakan kepentingan tertentu
mempengaruhi aktivitas pemasaran perusahaan. Contohnya, perjuangan
konsumen untuk dapat mengetahui bahan dasar pembuatan produk memunculkan
peraturan untuk menampilkan bahan-bahan dasar pembuatan produk dalam
kemasan produk.
5. Technological Environment (Lingkungan Teknologi)
Lingkungan teknologi terdiri dari faktor-faktor dan trend yang berhubungan
dengan inovasi yang mempengaruhi pengembangan produk baru atau proses
pemasaran baru. Sebagai contoh, berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi
memunculkan peluang bagi musisi untuk menjual musiknya dalam bentuk file mp3
(tidak dalam bentuk compact disc) dan mengharuskan konsumen untuk dengan cara
mengunduhnya via internet.
Trend yang terjadi di lingkungan teknologi saat ini yaitu (Kotler dan Keller,
2012:83):
- Percepatan perubahan
Percepatan pemasaran produk terjadi di lingkungan teknologi pada saat ide produk
baru dimunculkan. Sebagai contoh, Apple telah berhasil menjual 220 juta iPod
sejak dijual pertama kali pada September 2009.
- Peluang yang tak terbatas untuk inovasi
Inovasi tidak terbatas saat ini terjadi di bidang bioteknologi, komputer,
mikroelektronik, telekomunikasi, robotik, dan desain material. Contoh
pengembangan produk yaitu pengembangan vaksin AIDS, alat kontrasepsi yang
lebih aman, serta pengembangan makanan rendah lemak dan kalori.
- Anggaran penelitian dan pengembangan produk yang bervariasi
Beberapa perusahaan menganggarkan biaya penelitian dan pengembangan produk
yang tinggi, sementara perusahaan lain hanya meniru dan melakukan perbaikan
fitur terhadap produk pesaing. Contohnya, kasus Samsung yang dikalahkan Apple
di Pengadilan Amerika Serikat tahun 2012 menunjukkan anggaran penelitian dan
pengembangan Samsung tidak sebesar Apple. Ketika Apple mengembangkan iPad
dan kemudian diikuti oleh Samsung dengan Galaxy Tab, Apple menuntut Samsung
atas kemiripan desain dan fitur-fiturnya yang kemudian dimenangkan oleh Apple.
- Perubahan regulasi teknologi yang meningkat
Pemerintah meluaskan kewenangannya untuk melakukan investigasi dan
memungkinkan untuk melarang produk yang dapat membahayakan konsumen.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat, Food and Drug Administration (FDA) harus
menyeleksi obat-obatan sebelum dijual oleh perusahaan. Regulasi peraturan
keamanan dan kesehatan produk telah banyak dibuat untuk produk makanan,
mainan, kendaraan bermotor, pakaian, peralatan listrik, dan konstruksi.
6. Competitive Environment (Lingkungan Persaingan)
Lingkungan persaingan terdiri dari seluruh organisasi yang melayani pelanggan
yang sama. Pesaing utama terdiri dari brand competitors (pesaing merk) dan product
competitors (pesaing produk). Contohnya, yaitu Nike adalah brand competitor bagi
Reebok, L.A. Gear, dan perusahaan lainnya yang memasarkan merk berbeda untuk
tipe produk yang sama yaitu sepatu olahraga. Sedangkan Domino‟s Pizza merupakan
product competitor bagi McDonald‟s dan KFC karena mencoba memuaskan kebutuhan
konsumen akan makanan cepat saji menyajikan menu dan pelayanan yang berbeda.
Pemasar harus mengidentifikasi merk dan produk pesaing yang relevan untuk
mengidentifikasi peluang pasar dan strategi pengembangan pemasaran. Satu trend
yang mengubah industri akan mengubah peta persaingan. Beberapa pesaing produk
dapat menjadi pesaing merk dengan meluaskan penawaran produknya.
7. Institutional Environment (Lingkungan Kelembagaan)
Lingkungan kelembagaan terdiri dari seluruh organisasi yang terkait dalam
pemasaran produk dan jasa. Mereka terdiri dari supliers (pemasok), marketing
intermediaries (perantara pemasaran) dan public (masyarakat), dan customers
(pelanggan).
Suppliers (pemasok) memiliki peran penting dalam keseluruhan jaringan
penghantaran nilai bagi pelanggan oleh perusahaan. Mereka menyediakan sumberdaya
yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memproduksi barang dan jasa. Kekurangan
atau keterlambatan pasokan bahan baku, pemogokan buruh, atau peristiwa lain dapat
menurunkan tingkat penjualan dalam jangka pendek dan merusak kepuasan pelanggan
dalam jangka panjang.
Marketing intermediaries (perantara pemasaran) membantu perusahaan untuk
mempromosikan, menjual, dan mendistribusikan produknya kepada pembeli akhir.
Perantara pemasaran dapat berupa resellers, physical distribution firms, marketing
services agencies, dan financial intermediaries.
- Resellers membantu perusahaan untuk mencari pelanggan dan menjual produk,
contohnya wholesalers dan retailers seperti Carefour dan Hypermart.
- Physical distribution firms membantu perusahaan untuk menyimpan dan
memindahkan barang-barang dari tempat asal ke tempat tujuan.
- Marketing services agencies dapat berupa marketing research firms, advertising
agencies, media firms, dan marketing consulting firms yang membantu perusahaan
untuk mempromosikan produknya untuk pasar yang tepat.
- Financial intermediaries termasuk bank, perusahaan pembiayaan, dan perusahaan
asuransi, yang membantu transaksi keuangan atau menjamin risiko yang
berhubungan dengan pembelian dan penjualan produk.
Public adalah kelompok yang memiliki kepentingan aktual maupun potensial dan
mampu mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuannya. Mereka
terdiri dari:
Financial publics seperti bank, analis investasi, dan pemegang saham.
Media publics seperti surat kabar, majalah, stasiun televisi, dan media internet.
Government publics yang melindungi kepentingan konsumen misalnya dengan
mengeluarkan standar keamanan produk bagi konsumen
Citizen-action publics seperti organisasi perlindungan konsumen dan kelompok
pecinta lingkungan.
Local publics, misalnya seperti komunitas residensial.
General publics. Penilaian publik terhadap citra perusahaan akan mempengaruhi
keputusan membeli dari konsumen lainnya.
Internal publics. Para pekerja, manajer, sukarelawan, dan dewan direksi termasuk
kelompok ini. Sebagai contoh, ketika para pekerja merasa nyaman bekerja pada
perusahaan, perilaku positifnya akan menyebar ke masyarakat luas.
Customers (pelanggan) dapat berupa consumer markets, business markets,
reseller markets, government markets, dan international markets. Consumer markets
terdiri dari individu dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi
pribadi. Business markets membeli barang dan jasa untuk digunakan dalam proses
produksi. Reseller markets membeli barang dan jasa untuk dijual kembali dengan
keuntungan tertentu. Government markets membeli barang dan jasa untuk pelayanan
publik. Akhirnya, international markets terdiri dari para pembeli di luar negeri termasuk
konsumen, produsen, reseller dan pemerintahnya.
8. Cultural Environment (Lingkungan Budaya)
Lingkungan budaya merujuk pada faktor-faktor dan trend yang berhubungan
dengan bagaimana manusia hidup dan berperilaku. Faktor-faktor termasuk nilai, ide,
kepercayaan, dan subpopulasi spesifik, dapat mempengaruhi perilaku pembelian
konsumen. Pemasar harus memahami pentingnya karakteristik budaya dan trend di
pasar yang berbeda-beda.
Beberapa trend dalam lingkungan budaya yaitu (Bearden, Ingram, dan LaForge,
2001:56):
- Cultural Diversity (keragaman budaya)
Perbedaan budaya sangatlah penting baik di pasar domestik maupun di pasar
internasional. Karakteristik kelompok budaya mempengaruhi tipe produk yang
diinginkan, bagaimana mereka membeli, dan bagaimana produk digunakan.
Beberapa kelompok budaya seringkali memaksa pemasar untuk mengembangkan
strategi yang berbeda untuk mereka. Contohnya McDonalds‟ menambahkan menu
nasi di Indonesia karena nasi merupakan makanan pokok orang Indonesia.
- Changing Roles (perubahan peran)
Setelah perempuan banyak memasuki dunia kerja komposisi rumahtangga pun ikut
berubah. Banyak pria ikut mengambil peran dalam urusan rumah tangga dan
belanja rumah tangga.
- Emphasis on Health and Fitness (penekanan terhadap kesehatan dan kebugaran)
Gaya hidup sehat termasuk makanan sehat dan olahraga teratur menjadi trend
akhir-akhir ini. Hal ini memunculkan peluang atas produk dan jasa yang mampu
memperbaiki kesehatan dan kebugaran seperti makanan organik dan fitness club.
- Desire for Convenience (hasrat akan kenyamanan)
Banyaknya perempuan yang juga berkerja selain laki-laki menyebabkan sedikitnya
waktu luang. Hal ini memunculkan peluang produk dan jasa yang mampu
memberikan kenyamanan dalam berbelanja. Contohnya, home shopping dan online
shopping memudahkan konsumen untuk berbelanja tanpa mengorbankan waktu
luang.
- Consumerism (konsumerisme)
Konsumerisme adalah pergerakan untuk membentuk dan melindungi hak-hak
pembeli. Konsumen saat ini lebih terdidik, lebih memiliki pengetahuan, dan lebih
terorganisasi. Mereka menginginkan informasi lebih, kualitas, pelayanan,
ketergantungan dan harga yang wajar. Memberikan konsumen produk yang baik,
harga yang wajar, jujur, dan mempraktikkan tanggung jawab sosial adalah cara
terbaik untuk merespon konsumerisme.
- Popular Culture (Budaya Populer)
Film, acara televisi, dan iklan mengekspresikan nilai budaya dan perilaku.
Makanan, fashion, dan entertainment dari Amerika Serikat menjadi trend populer
yang menyebar ke seluruh dunia. Perkembangan teknologi dan globalisasi media
memungkinkan ekspor budaya populer menjadi peluang pasar tersendiri. Peluang
pasar ini dimanfaatkan oleh MTV yang menyiarkan video musik ke 210 juta rumah
tangga di 71 negara di seluruh dunia. Pendapatannya pun naik 20% per tahun dan
MTV berhasil meluaskan operasinya ke Eropa, Australia, Amerika Latin, Rusia,
Cina, dan Taiwan.
Budaya memiliki elemen-elemen yang perlu diketahui oleh para pemasar
internasional. Kotabe dan Helsen (2011) membedakannya ke dalam 7 elemen, yaitu:
material life (kehidupan materi), language (bahasa), social interactions (interaksi sosial),
aesthetics (estetika), religion (agama), education (pendidikan), dan value system (nilai).
1. Material life (kehidupan materi), merupakan teknologi yang digunakan untuk
memproduksi, mendistribusikan, dan mengkonsumsi barang dan jasa di
masyarakat. Contoh: trend rumah minimalis melahirkan ide furnitur minimalis yang
hemat ruang.
2. Language (bahasa).
Bahasa diartikan sebagai cara kita berkomunikasi secara verbal. Bahasa digunakan
untuk bersosialisasi dan mengkomunikasikan bagaimana nilai-nilai diekspresikan
dan dimengerti. Contoh: Munculnya fenomena Chinglish, yaitu terjemahan bahasa
Cina ke dalam Bahasa Inggris yang tidak sesuai dengan arti kata sebenarnya perlu
dipelajari para pemasar Internasional. Bahasa Cina untuk kumpulan buah-buahan
kering yaitu “san gan guo” diterjemahkan menjadi “spread to fuck the fruit” hanya
karena kata “gan” terjemahannya dalam bahasa inggris sama dengan “fuck”.
Gambar 4: Contoh Chinglish Sumber: Google
3. Social interactions (interaksi sosial),
Kelompok referensi memberikan nilai-nilai dan sikap yang berpengaruh pada
perilaku. Referensi utama kelompok meliputi keluarga dan rekan kerja. Contoh:
Seorang sales representative sebuah merk mobil dari Jepang dalam sebuah
kunjungannya ke Jakarta terheran-heran melihat banyak sekali merk mobil yang
sama di jalan. Hal ini melahirkan temuan bahwa di Indonesia orang membeli mobil
karena rekan kerja atau tetangganya membeli mobil yang sama.
4. Aesthetics (estetika),
Tanpa interpretasi yang benar atas nilai estetika pada suatu negara, sejumlah
besar masalah dapat timbul. Kurangnya nilai sensitifitas pada nilai estetika dapat
menyinggung, menciptakan nilai negatif dan secara umum membuat usaha-usaha
pemasaran menjadi tidak efektif atau bahkan merugikan. Salah satu contoh
penerapan estetika yaitu upaya Pepsi dalam mendongkrak penjualan di Cina.
Karena di China warna merah melambangkan keberuntungan, khusus dalam
Olimpiade Beijing 2008 Pepsi mengubah kemasan produknya dari biru menjadi
merah.
Gambar 5: Pepsi edisi Olimpiade Beijing 2008 Sumber: Google
5. religion (agama),
Para anggota semua kelompok agama kadang-kadang mungkin mengambil
keputusan membeli dipengaruhi oleh identitas agama mereka. Perilaku konsumen
biasanya dipengaruhi secara langsung oleh agama dalam hal produk yang secara
simbolik dan ritualistik berkaitan dengan representasi agamanya. Contoh: Pada
tahun 1998 sepatu Nike Air Bakin memancing kemarahan masyarakat Timur
Tengah karena logonya yang memilki kemiripan dengan tulisan “Allah” dalam
bahasa Arab.
Gambar 6: Nike Air Bakin Sumber: Google
6. Education (pendidikan),
Pendidikan formal dan informal memainkan peran penting dalam menceritakan dan
membagi budaya. Perusahaan-perusahaan butuh untuk mengerti berbagai
penekanan pada keterampilan khusus dan tingkatan pendidikan secara menyeluruh
di suatu negara. Contoh: Perusahaan makanan Greber mengalami kegagalan
pemasaran produknya di Afrika dimana sebagian besar penduduknya tidak bisa
membaca dengan membuat logo di produk makanan bayinya berupa gambar bayi.
Orang Afrika mengira produk tersebut berisi daging bayi yang telah diolah.
7. Value system (sistem nilai).
Setiap budaya memiliki sistem nilai yang membentuk norma dan standar yang
mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam konteks perilaku pengertian berbagai
sikap yang umum akan memberi manfaat strategis yang besar. Misalnya telah
terjadi pertumbuhan yang sangat signifikan dalam penjualan berbagai bahan baku
alami untuk memproduksi produk keperluan mandi, tubuh, dan kosmetik di seluruh
dunia. Kecenderungan ini terjadi karena ada kaitannya dengan sikap yang
sekarang ini populer yaitu hal-hal yang bersifat alami dianggap baik dan segala
sesuatu yang merupakan tiruan dianggap jelek.
Pemasar internasional perlu pedoman dalam memahami berbagai perbedaan
kultural di setiap negara yang akan dimasuki melalui studi lintas budaya. Penelitian
Geert Hofstede (1983) sangat membantu strategi pengembangan perusahaan dengan
melihat perbedaan-perbedaan kultural berbagai negara. Hasil penelitiannya didasarkan
atas riset pada database IBM antara tahun 1967 – 1973 dengan 116.000 kuisioner
kepada para pekerja IBM di 72 negara dan 20 bahasa yang berbeda. Berdasarkan
penelitian Hofstede, cara seseorang merasakan dan menginterpretasikan dunia
bermacam-macam dan terbagi menjadi empat dimensi (Hollensen, 2007), yaitu: power
distance, uncertainty avoidance, individualism, and masculinity.
1. Power distance merujuk pada tingkat ekualitas antara seseorang dengan lainnya
dalam konteks fisik dan pendidikannya. Di negara dengan power distance yang
tinggi, kekuasaan terkonsentrasi pada sejumlah kecil orang yang berkuasa yang
membuat seluruh keputusan. Di negara dengan power distance rendah, kekuasaan
menyebar dan hubungan antar orang lebih egaliter. Semakin rendah power
distance semakin tinggi partisipasi individu dalam proses pembuatan keputusan.
Skor tertinggi untuk negara dengan power distance yang tertinggi diraih oleh
Jepang, skor menengah diraih oleh Amerika Serikat dan Kanada. Skor lebih rendah
diraih negara-negara seperti Denmark, Austria, dan Israel.
2. Uncertainty Avoidance merujuk pada kecenderungan terhadap aturan formal dan
pola hidup yang baku. Dimensi lain dari uncertainty avoidance dapat diasosiasikan
dengan risk taking (pengambilan risiko). Individu dalam kelompok masyarakat yang
nilai uncertainty avoidance-nya rendah cenderung melihat masa depan tanpa
tekanan. Dalam budaya dengan uncertainty avoidance tinggi manajer
meminimalisasi kecemasan akan ketidakpastian masa depan melalui perencanaan
jangka panjang. Skor rendah atas dimensi uncertainty avoidance diraih Amerika
Serikat dan Kanada. Skor tinggi diraih oleh Jepang, Yunani, Portugal, dan Belgia.
3. Individualism merujuk pada tingkatan seseorang berperilaku sebagai individu
daripada sebagai anggota kelompok. Dalam kelompok masyarakat yang individual
sesorang memiliki ketergantungan yang rendah terhadap orang lain. Mereka lebih
memiliki pencarian pemenuhan atas tujuan diri sendiri dibandingkan dengan tujuan
kelompok. Dalam kelompok masyarakat kolektif, saling ketergantungan antara
seseorang dengan orang lainnya sangat terasa dan mereka akan menjaga harmoni
kelompok melalui pencarian persamaan kepentingan. Inggris, Australia, Kanada,
dan Amerika Serikat meraih skor tinggi individualisme. Sedangkan Jepang, Brazil,
Kolombia, Chili, dan Venezuela meraih skor rendah.
4. Masculinity merujuk pada nilai-nilai „maskulin‟ seperti: pencapaian, kinerja, sukses,
uang, dan kompetisi, dibandingkan dengan nilai-nilai „feminin‟ seperti: kualitas
hidup, menjaga hubungan personal yang hangat, pelayanan, dan solidaritas. Nilai
masculinity tinggi diraih oleh Amerika Serikat, Italia, dan Jepang. Nilai yang rendah
diperoleh Denmark dan Swedia.
Penelitian lain dilakukan oleh Edward T. Hall (1960) yang memperkenalkan
konsep high-context culture dan low-context culture sebagai cara untuk memahami
perbedaan orientasi budaya. Low-context culture merupakan budaya yang
mengindikasikan kesamaan pesan lisan dan tulisan antara yang disampaikan dengan
yang diterima (eksplisit). High-context culture merupakan budaya yang mengindikasikan
perlunya memahami elemen-elemen diluar pesan yang disampaikan (implisit).
Karakteristik high-context culture dan low-context culture dapat dilihat pada Tabel
1. Perbedaan jenis budaya di berbagai negara dapat dilihat pada Gambar 7.
Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Umum Budaya Sumber: Hollensen, 2007:220
Tabel 1. Perbedaan Jenis Budaya di Berbagai Negara Sumber: Hollensen, 2007:221
DAFTAR PUSTAKA
Essentials of Marketing, 14th Edition, 2012, Philip Kotler dan Gary Armstrong, Prentice
Hall Global Marketing, 4th Edition, 2007, Svend Hollensen, Prentice Hall Global Marketing Management, 5th Edition, 2010, Masaaki Kotabe and Kristiaan Helsen,
John Wiley & Sons, Inc., Marketing Management, 14th Edition, 2012, Philip Kotler and Kevin Lane Keller,
Prentice Hall. Marketing: Principless and Perspective, 3rd Edition, 2001, William O. Bearden, Thomas
N. Ingram, McGraw Hill
PEMUASAN KEBUTUHAN PELANGGAN INTERNASIONAL
Disusun Oleh:
CEPI KURNIADI
NIM 2010930093
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
MANAJEMEN PEMASARAN INTERNASIONAL
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012
PEMUASAN KEBUTUHAN PELANGGAN INTERNASIONAL
Banyak perusahaan memberikan perhatian lebih terhadap pangsa pasar
dibandingkan Kepuasan pelanggannya. Hal ini merupakan suatu kesalahan.
Perusahaan perlu memonitor dan memperbaiki tingkat kepuasan pelanggannya.
Semakin tinggi kepuasan pelanggan, semakin tinggi pula tingkat pelanggan yang
bertahan. Faktanya adalah sebagai berikut (Kotler, 2003:41):
1. Mencari pelanggan baru dapat menghabiskan biaya 5 sampai 10 kali dibandingkan
dengan memuaskan dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada.
2. Rata-rata perusahaan kehilangan 10% sampai 30% pelanggan setiap tahun.
3. Perusahaan yang mampu mengurangi tingkat kehilangan pelanggan sebesar 5%
dapat meningkatkan labanya sebesar 25% hingga 85% tergantung industrinya.
4. Tingkat laba pelanggan cenderung meningkat sepanjang pelanggan dapat terus
dipertahankan
Beberapa definisi kepuasan pelanggan yang dikemukakan oleh para ahli pada
umumnya memiliki makna yang hampir sama. Philip Kotler berpendapat:
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal
dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu
produk dan harapan-harapannya (Kotler, 1997:36)
George S. Day berpendapat bahwa:
Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan
terhadap evaluasi ketidaksesuaian (diskonfirmasi) yang dirasakan antara
harapan sebelumnya (norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk
yang dirasakan setelah pemakaiannya (Sianipar, 1998:17).
Sedangkan Engel et. al. berpendapat bahwa:
Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi terwakili dimana alternatif yang
dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau
melampaui harapan pelanggan. Sedang ketidakpuasan timbul apabila hasil
yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan (Sianipar, 1998:17).
Berdasarkan ketiga pengertian kepuasan/kepuasan pelanggan diatas
setidaknya dapat diambil dua kesimpulan, yaitu:
1. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh harapan-harapan (expectations) pelanggan
atas kinerja suatu produk dan kinerja pelayanan dibandingkan dengan kinerja
aktual produk dan kinerja aktual pelayanan yang diberikan (perceived
performance).
2. Ada tiga kemungkinan tanggapan pelanggan terhadap kinerja suatu produk atau
pelayanan:
Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas
Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas
Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas
Dalam hal kinerja suatu pelayanan, pelanggan mempunyai dua tingkat
kepentingan, yaitu:
1. Adequate service, yaitu tingkat kinerja jasa minimal yang masih dapat diterima
berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan diterima dan tergantung pada
alternatif yang tersedia.
2. Desired service, yaitu tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan akan
diterimanya yang merupakan gabungan dari kepercayaan pelanggan mengenai
apa yang dapat dan harus diterimanya.
Hal ini selengkapnya dapat dilihat pada proses kepuasan pelanggan pada
Gambar 1.
harapan
pelanggan
Sumber : (Rangkuty, 2002:41)
Zone of Tolerance adalah daerah diantara adequate service dan desired service,
yaitu daerah dimana variasi pelayanan yang masih dapat diterima oleh pelanggan.
Zone of tolerance dapat mengambang dan menyusut serta berbeda untuk setiap
individu, perusahaan, situasi dan aspek jasa.
Persepsi Pelanggan
Persepsi Pelanggan
Zone of Tolerance Zone of
Tolerance
Desired service Desired service
Adequate service Adequate service
Perceived service
(pelayanan yang diterima pelanggan)
Perceived service
(pelayanan yang diterima pelanggan)
Apabila pelayanan yang diterima oleh pelanggan berada dibawah adequate
service, pelanggan akan frustrasi dan kecewa. Sedangkan apabila pelayanan yang
diterima pelanggan melebihi desired service, pelanggan akan sangat puas dan terkejut.
Perusahaan yang mampu menciptakan kepuasan pelanggan yang tinggi akan
memperoleh beberapa manfaat. Secara umum, manfaat-manfaat tersebut yaitu:
1. Meningkatkan kinerja penjualan, karena pelanggan yang puas akan membeli lebih
banyak dan lebih sering (Gerson, 2002:3).
2. Perusahaan dapat mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan
pesaing dan pengguna akhir, serta menemukan bagian mana yang membutuhkan
peningkatan/perbaikan (Rangkuty, 2002:5).
3. Perusahaan dapat menciptakan 4R, yaitu (Rangkuty, 2002:6):
a. Customer Relationship, yaitu kedekatan antara pelanggan dengan perusahaan
yang terjadi ketika pelanggan berhubungan dengan perusahaan dalam periode
waktu tertentu.
b. Custumer Retention, yaitu kemampuan perusahaan untuk mempertahankan
pelanggan yang sudah ada.
c. Custumer Refferal, yaitu promosi dari mulut ke mulut oleh pelanggan yang
puas kepada orang lain untuk membeli produk perusahaan.
d. Customer Recovery, yaitu kemampuan mengubah kesalahan dalam
pelayanan dengan segera dan cepat sehingga meningkatkan loyalitas.
Untuk mengetahui besarnya tingkat kepuasan pelanggan, perlu dilakukan
pengukuran atas kepuasan pelanggan. Ada tujuh alasan utama perlunya dilakukan
pengukuran atas kepuasan pelanggan (Gerson, 2002:24):
1. Untuk mempelajari persepsi pelanggan.
2. Untuk menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan, dan harapan pelanggan.
3. Untuk menutup kesenjangan antara harapan dan kepuasan pelanggan.
4. Untuk memeriksa apakah peningkatan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan
sesuai harapan atau tidak.
5. Karena peningkatan kinerja membawa peningkatan laba.
6. Untuk mempelajari bagaimana perusahaan melakukan apa yang dilakukan
kemudian.
7. Untuk menerapkan proses perbaikan berkesinambungan.
Sedikitnya ada empat alat untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan
(Kotler, 1997:38):
1. Sistem keluhan dan saran (complience and suggestion system), melalui formulir
isian, kotak saran, kartu komentar, staf khusus untuk menangani keluhan dan
telepon bebas pulsa. Arus informasi ini menyediakan banyak gagasan yang baik
bagi perusahaan dan memungkinkan mereka bertindak lebih cepat untuk
menyelesaikan masalah.
2. Survei kepuasan pelanggan (customer satisfaction survey), dimana perusahaan
melakukan survei berkala dengan mengirim daftar pertanyaan atau menelpon
pelanggan-pelanggan terakhir mereka sebagai sampel acak dan menanyakan
apakah mereka amat puas, puas, biasa saja., kurang puas, atau amat tidak puas,
dengan berbagai aspek kinerja perusahaan dan bahkan pendapat pembeli tentang
kinerja para pesaing mereka.
3. Belanja siluman (ghost shopping), dimana perusahaan membayar orang-orang
untuk bertindak sebagai pembeli potensial untuk melaporkan temuan-temuan
mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami dalam membeli
produk perusahaan dan produk pesaing.
4. Analisis kehilangan pelanggan (lost customer analysis), dimana perusahaan
menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok
untuk mempelajari sebabnya.
Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode survey bagi perusahaan jasa
telah dirintis oleh A. Parasuraman, Valerie A. Zeithaml, dan Leonard L. Berry. Para
responden diminta menuliskan persepsinya atas kualitas pelayanan dan tingkat
kepuasan yang mereka rasakan atas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan-
perusahaan jasa yang dipilih.
Sebagai hasil penelitian, para peneliti tersebut menemukan metode untuk
mengukur kualitas pelayanan yang dikenal dengan metode SERVQUAL (service
quality). Berdasarkan metode ini, kualitas pelayanan dapat ditentukan berdasarkan
lima dimensi kualitas pelayanan yang urutannya menunjukkan bobot terbesar sampai
terkecil (Kotler, 1997:93), yaitu:
1. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan
dengan terpercaya dan akurat.
2. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat.
3. Assurance (jaminan/kepastian), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepecayaan dan keyakinan.
4. Emphaty (empati), yaitu kesediaan untuk peduli dan memberi perhatian pribadi
bagi pelanggan.
5. Tangible (bukti fisik), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi
komunikasi.
Dalam pemasaran internasional, kepuasan pelanggan dapat dicapai melalui
Customer Relationship Management (CRM) atau database marketing, yaitu proses
strategi melalui pengelolaan interaksi antara perusahaan dengan pelanggannya,
dengan tujuan memaksimalkan nilai pelanggan dan memuaskan pelanggan dengan
menjadi perusahaan yang fokus kepada pelanggan (Kotabe dan Helsen, 2010:134).
Program CRM yang sukses akan membentuk kekuatan kompetitif dan meningkatkan
keuntungan.
Perusahaan multinasional menerapkan program CRM melintasi batas-batas
negara. Volkswagen (VW) mengeluarkan $3,75 juta untuk mengembangkan database
pelanggan. Di Cina, VW mengimplementasikan CRM dengan mengembangkan gudang
data yang mampu menampung jutaan data dealer dan data pelanggan prospektif.
Program CRM melewati tahap-tahap sebagai berikut (Kotabe dan Helsen,
2010:134):
- customer acquisition (menarik pelanggan)
Pada tahap ini dilakukan evaluasi prospek pelanggan, pengelolaan akuisisi, dan
mengembalikan pelanggan lama (pelanggan yang berpindah merk atau pelanggan
yang tidak aktif)
- focuses on retention
Pada tahap ini dilakukan penilaian pelanggan, manajemen keluhan pelanggan,
mekanisme pelanggan yang bertahan (misalnya dengan program kesetiaan
pelanggan), up-selling (perusahaan menjual produk dengan margin tinggi kepada
pelanggan), cross-selling (perusahaan menjual produk lain yang masih dalam satu
portofolio pada pelanggan yang ada).
- termination of the relationship
Hal ini dapat terjadi jika pelanggan kehilangan minat pada produk perusahaan dan
berpindah ke produk lain.
Manfaat program CRM menurut Kotabe dan Helsen (2010:135) adalah:
- pemahaman yang lebih baik atas harapan pelanggan dan perilakunya
- kemampuan untuk mengukur nilai pelanggan bagi perusahaan
- rendahnya biaya penarikan pelanggan dan biaya retensi pelanggan
- kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan konsumen di negara
dengan akses terbatas menuju saluran tradisional
Tantangan yang dihadapi perusahaan yang ingin menerapkan CRM adalah
Kotabe dan Helsen (2010:136):
- keharusan memiliki database pelanggan yang berkualitas
- kekacauan data, misalnya ketika banyak pesaing yang juga mengirim email kepada
pelanggan, maka email perusahaan akan secara otomatis akan dianggap sebagai
spam
- perbedaan budaya dan bahasa
- privasi dan regulasi pemerintah lainnya
- sulitnya mencari karyawan lokal yang kompeten untuk menjalankan program CRM
- infrastruktur lokal yang masih lemah
Langkah-langkah yang harus dilakukan perusahaan yang ingin menerapkan
CRM secara efektif menurut Kotabe dan Helsen (2010:136) adalah:
- fokus pada program business-driven dibandingkan dengan IT-driven
- awasi dan tetap telusuri proteksi data dan peraturan privasi data di negara dimana
sistem CRM dijalankan
- ingatlah bahwa efektivitas CRM dimulai dari database
- pastikan bahwa informasi dan penghargaan kepada pelanggan dilakukan secara
personal, relevan, dan terarah.
DAFTAR PUSTAKA
Global Marketing Management, 5th Edition, 2010, Masaaki Kotabe and Kristiaan Helsen,
John Wiley & Sons, Inc.,
Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol, Jilid II,
1997, Philip Kotler, PT. Prenhalindo, Jakarta
Manajemen Pemasaran Jasa, Teori dan Praktik, 2001, Rambat Lupiyoadi, Salemba
Empat, Jakarta
Marketing Insight From A to Z, 80 Concepts Every Manager Needs To Know, 2003,
Philip Kotler, John Wiley & Sons, Inc.
Measuring Customer Satisfaction, 2002, Freddy Rangkuty, Gramedia, Jakarta
Mengukur Kepuasan Pelanggan, 2002, Richard F. Gerson, PPM, Jakarta
Pelayanan Prima, 1998, J.P.G. Sianipar, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta