identifikasi kenampakan kelapa sawit dan … · perkebunan yang penting di indonesia dan masih...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI KENAMPAKAN KELAPA SAWIT DAN
PRODUKTIVITASNYA MELALUI SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS
(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor)
Oleh :
SAVITRI AGRIANTI
A14070081
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN SAVITRI AGRIANTI. Identifikasi Kenampakan Kelapa Sawit dan Produktivitasnya
Melalui Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang, Bogor). Dibimbing oleh BABA BARUS dan ATANG SUTANDI.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan tanaman komoditas
perkebunan yang penting di Indonesia dan masih memiliki prospek perkembangan
yang cerah. Pada tahun 2011 terdapat perkembangan positif industri sawit nasional
terutama dari sisi kenaikan produksi, ekspor, dan perkembangan harga. Diperkirakan
produksi CPO pada tahun 2011 akan berkisar 23,5 juta ton, dengan ekspor sebesar
16,5 juta ton. Sementara harga rata-rata CPO pada tahun 2011 diperkirakan pada
tingkat US $ 1125 per ton. Malaysia pada tahun 2011 memiliki luas areal perkebunan
kelapa sawit mencapai 5 juta ha. Produksi sawit Malaysia di 2011 naik 11,3%
menjadi 18,91 juta ton dari 16,99 juta ton pada 2010 (GAPKI, 2012). Upaya-upaya
untuk meningkatkan produktivitas akan berkaitan dengan banyak faktor diantaranya
adalah karakteristik lahan dan pengelolaannya. Kurangnya efektivitas pengelolaan
perkebunan kelapa sawit juga dapat menurunkan produktivitas kelapa sawit.
Teknologi informasi spasial seperti inderaja dan GIS merupakan sarana yang
dapat dipakai untuk mengolah data spasial. Teknologi ini dapat membantu
pengelolaan informasi bisnis yang berkaitan dengan identifikasi objek dan
pengenalan hubungannya dengan data lain, misalnya identifikasi penggunaan lahan
pertanian dan dikaitkan dengan faktor yang terkait. Identifikasi kelapa sawit dengan
menggunakan citra tertentu dan pengenalan polanya dapat dilakukan dengan SIG, dan
penelitian ini ditujukan untuk melihat produktivitas kebun kelapa sawit dikaitkan
dengan pengelolaannya.
PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang merupakan salah satu Badan Usaha
Milik Negara Indonesia yang bergerak dalam bidang pengelolaan kelapa sawit. Hasil
interpretasi Citra ALOS AVNIR-2 diketahui perkebunan PT. Perkebunan Nusantara
VIII Cimulang memiliki berbagai macam umur tanam kelapa sawit. Hal ini diketahui
dari perbedaan warna hijau dan tekstur pada kenampakan citra. Hasil analisis spasial
menunjukkan produktivitas yang paling tinggi terdapat di daerah datar, sedangkan
produktivitas yang paling rendah terdapat di daerah bergelombang. Produktivitas
kelapa sawit yang paling tinggi terdapat pada tanah Aquic Humitropept, sedangkan
produktivitas yang paling rendah terdapat pada tanah Typic Haplohumult.
Produktivitas kelapa sawit paling tinggi terdapat pada wilayah dengan dosis
pemupukan tahun tanam 2005, sedangkan produktivitas paling rendah terdapat pada
wilayah dengan dosis pemupukan tahun tanam 2004. Dari hasil uji sidik ragam,
variasi dosis pemupukan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas
kelapa sawit. Pemberian dosis pemupukan yang tinggi konsekuensinya akan
menyebabkan biaya pemupukan yang tinggi pula. Namun hal ini tidak memberikan
laba yang maksimal karena produktivitas kelapa sawit tidak berbeda nyata antara
pemberian dosis pupuk yang tinggi dengan dosis pupuk yang rendah.
Kata Kunci : Kelapa Sawit, SIG, Karakteristik Lahan, Produktivitas, Pemupukan.
SUMMARY
SAVITRI AGRIANTI. Identification of Appearance Oil Palm and its
Productivity Through Geographic Information System (A Case Study of PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, Bogor). Under supervision of BABA
BARUS and ATANG SUTANDI.
Oil palm (Elaeis guineensis Jack.) is an important commodity in Indonesia
and still has a high development prospects. In 2011 there was a positive
development at the national oil palm industry especially from the increase in
production, export, and price developments. The CPO production is expected in
2011 around 23.5 million ton, with exports at 16.5 million ton, while the average
price of CPO in 2011 is estimated at U.S. $ 1125 per ton. In 2011 Malaysia had
reached total 5 million hectares of oil palm plantations. Malaysian oil palm
production in 2011 increased 11.3% to 18.91 million tons from 16.99 million tons
in 2010 (GAPKI, 2012). The efforts to improve oil palm productivity relate to
many factors, such as land characteristics and its management. The lack of
effectiveness management of oil palm plantations can decrease productivity of oil
palm.
Technologi spatial information like Remote Sensing and GIS is a current
technology that may handle spatial data. These technologies can help business
management such as object identification and pattern analysis of agricultural
system. Identification oil palm can be conducted using a particular image, while
GIS may help to analyse its pattern, so that this research’s aim were to recognise
oil palm and its productivy regarding to its management.
PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang is one of Indonesia State
Owned Enterprise engaged in management of oil palm. The results of image
interpretation, ALOS AVNIR-2 showed that the PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang had a variety of ages oil palm plant, that reflected from the green color
and texture differences in the appearance of image. The spatial analysis result
showed the highest productivity was found on the flat areas, while the lowest
productivity was found in undulating region. The highest productivity oil palm
was located on (Aquic) Humitropept while the lowest productivity of land was
located at Typic Haplohumult. The highest productivity of oil palm was occurred
at a location with fertilise dosage of 2005, while the lowest productivity was
occurred at a location with fertilize dosage of 2004. From the statatistic of
variance, the variatian of fertilization rate did not significantly affect the
productivity of oil palm. So far, implementing of high rate of fertilization would
consequently lead to high costs, but this did not give maximum profit for oil palm
productivity as there was no significantly different production between the high
rate and low rate of fertilization.
Keywords: Oil Palm, GIS, Land Characteristics, Productivity, Fertilization.
IDENTIFIKASI KENAMPAKAN KELAPA SAWIT DAN
PRODUKTIVITASNYA MELALUI SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS
(Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang,Bogor)
Oleh :
SAVITRI AGRIANTI
A14070081
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul Penelitian : Identifikasi Kenampakan Kelapa Sawit dan
Produktivitasnya Melalui Sistem Informasi
Geografis (Studi Kasus PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang, Bogor)
Nama : Savitri Agrianti
NRP : A14070081
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc. Ir. Atang Sutandi, M. Si. Ph.D.
NIP. 19610101 198703 1 004 NIP.19541212 198103 1
010
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.
NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bagansiapiapi Provinsi Riau pada tanggal 26
Agustus 1989 dari keluarga ayah Nirwan A dan ibu Rusnidar. Penulis adalah anak
pertama dari dua bersaudara.
Riwayat pendidikan formal penulis dimulai dari jenjang pendidikan TK
yang diselesaikan di TK Yayasan Perguruan Wahidin pada tahun 1995. Kemudian
melanjutkan pendidikan dasar di SD Yayasan Perguruan Wahidin pada tahun
2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) ke Yayasan Perguruan Wahidin dan lulus tahun 2004.
Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Bangko dan lulus pada
tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan tahun 2008
masuk dalam Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian.
Selama di IPB Penulis aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah
Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra 2011/2012, mata kuliah Geomorfologi
dan Analisis Lanskap 2010/2011, dan mata kuliah Sistem Informasi Geografis
2010/2011. Selain itu juga aktif di beberapa kepanitiaan lain yang
diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, dan
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penlis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Identifikasi Kenampakan Kelapa Sawit dan
Produktivitasnya Melalui Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang,Bogor)”. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc. selaku pembimbing akademik sekaligus
pembimbing skripsi pertama atas bimbingan, kritik dan saran selama
berlangsungnya penelitian.
2. Bapak Ir. Atang Sutandi, M. Si. Ph.D. atas bimbingan, kritik, dan saran
selaku pembimbing skripsi kedua.
3. Dr. Khursatul Munibah, M. Sc. selaku penguji yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.
4. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang telah membiayai dan
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di
Institut Pertanian Bogor.
5. PT. Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian di perkebunan kelapa sawit ini.
6. Kedua orang tua Bapak Nirwan A, SH. dan ibu Rusnidar, SPd., beserta
kedua adikku Yuda Ariandi dan Reginald Arya serta seluruh anggota
keluarga atas doa, dukungan, motivasi dan kasih sayang tanpa batas yang
diberikan kepada penulis.
7. Andi Kurniawan, SH. atas kasih sayang, motivasi, semangat, kesabaran
dan perhatian yang telah diberikan selama ini.
8. Keluarga besar SoilScaper 44 terutama sahabat terbaikku Eni Winarti atas
persaudaraan, semangat, dan perhatian selama ini.
9. Keluarga besar Bagian Penginderaan Jauh IPB terutama kak Luluk, Mbak
Agi dan Mbak Reni atas ilmu, bantuan dan semangat kepada penulis.
10. Keluarga Rumah Muslimah Aisyah atas persaudaraannya.
11. Semua pihak yang tidak dapat dipersebutkan satu persatu yang telah
membantu terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Namun,
penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat dan memberikan kontribusi
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, April 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5
2.1. Kelapa Sawit ......................................................................................... 5
2.1.1. Klasifikasi Kelapa Sawit ............................................................ 5
2.1.2. Morfologi Kelapa Sawit ............................................................. 6
2.1.3. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit..................................................... 7
2.1.4. Pemeliharaan Kelapa Sawit ....................................................... 9
2.1.5. Pemanenan Kelapa Sawit ........................................................... 12
2.1.6. Aplikasi Remote Sensing dan Sistem Informasi Geografis
pada Perkebunan Kelapa Sawit .................................................. 12
2.2. Satelit ALOS AVNIR-2 ....................................................................... 14
2.2.1. Sensor AVNIR-2(Advanced Visible and Near
Infared Radiometer Type-2 ......................................................... 16
2.3. Karakteristik Lahan ............................................................................... 17
2.4. PT. Perkebunan Nusantara VIII ............................................................ 18
2.4.1. Sejarah PT. Perkebunan Nusantara VIII .................................... 19
2.4.2. Komoditi PT. Perkebunan Nusantara VIII ................................. 20
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 21
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 21
3.2. Bahan dan Alat Penelitian ..................................................................... 21
3.3. Metode Penelitian.................................................................................. 22
3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data ................................... 22
3.3.2. Tahap Pengecekan Lapang ......................................................... 22
3.3.3. Tahap Pengolahan dan Analisis Hasil ........................................ 23
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN.......................................... 29
4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis ................................................. 29
4.2. Topografi ............................................................................................... 31
4.3. Jenis Tanah ............................................................................................ 32
4.4. Geologi, Fisiografi dan Bahan Induk .................................................... 33
4.5. Penggunaan Lahan ................................................................................ 33
4.6. Iklim dan Curah Hujan .......................................................................... 35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 36
5.1. Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit
PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang ........................................... 36
5.2. Hubungan antara Lereng dengan Produktivitas Kelapa Sawit ............. 41
5.3. Hubungan antara Tanah dengan Produktivitas Kelapa Sawit .............. 44
5.4. Pengelolaan Kelapa Sawit .................................................................... 46
5.5. Analisis Hubungan antara Biaya Pemupukan dengan
Produktivitas Kelapa Sawit .................................................................. 50
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 54
6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 54
6.2. Saran ..................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 56
LAMPIRAN ....................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Jenis dan Spesifikasi Pupuk Tunggal
yang Direkomendasikan oleh PPKS ....................................................... 11
2. Spesifikasi ALOS AVNIR-2 ................................................................... 15
3. Karakteristik ALOS AVNIR-2 ............................................................... 17
4. Kategori Dosis Pemupukan (Kg/Pohon) ................................................. 27
5. Kategori Biaya Pemupukan (Rp/Pohon) ................................................. 27
6. Kelas Lereng ........................................................................................... 32
7. Macam tanah PT. Perkebunan Nusantara VIII ....................................... 33
8. Luas Penggunaan Lahan PT. Perkebunan Nusantara VIII ...................... 34
9. Kunci Interpretasi Kelapa Sawit pada Citra ALOS AVNIR-2 ............... 38
10. Uji Sidik Ragam Variabel Kemiringan Lereng ....................................... 43
11. Uji Sidik Ragam Variabel Macam Tanah ............................................... 46
12. Tahun Tanam dan Dosis Pemupukan
PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang ............................................. 47
13. Uji Sidik Ragam Variabel Dosis Pemupukan ........................................ 50
14. Kategori Pemupukan .............................................................................. 50
Lampiran
1. Hasil Peneraan Umur Tanam Kelapa Sawit ........................................... 60
2. Karakteristik Lahan dan Produktivitas Kelapa Sawit ............................. 62
3. Dosis Pemupukan dan Produktivitas Kelapa Sawit ................................ 63
4. Hasil Uji Sidik Ragam ............................................................................ 64
5. Analisis Ekonomi Biaya Pemupukan ..................................................... 67
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Satelit ALOS (JAXA EORC 1997) …………… ............................................. 14
2. Sensor AVNIR-2 (JAXA EORC-1997) ............................................................ 16
3. Prinsip Geometri AVNIR-2 (JAXA EORC-1997) ........................................... 16
4. Diagram Alir Penelitian ..................................................................................... 28
5. Peta Administrasi PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang ........................... 29
6. Kondisi Lapang Daerah Penelitian .................................................................... 31
7. Grafik Curah Hujan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang ....................... 35
8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 ................................. 36
9. Kenampakan Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara
VIII Cimulang Pada Citra ALOS AVNIR-2 ..................................................... 37
10. Hasil Interpretasi Citra ALOS AVNIR-2 ........................................................... 39
11. Peta Lereng dan Produktivitas Kelapa Sawit
PT.Perkebunan Nusantara VIII Cimulang ........................................................ 41
12. Grafik Hubungan Kemiringan Lereng dengan Produktivitas
Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang ................................. 43
13. Peta Tanah dan Produktivitas
PT.Perkebunan Nusantara VIII Cimulang ........................................................ 44
14. Grafik Hubungan Macam Tanah dengan Produktivitas
Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang ................................. 45
15. Peta Dosis Pemupukan dan Produktivitas Kelapa Sawit
PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang ....................................................... 48
16. Grafik Pengaruh Pemupukan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit ................. 51
17. Hubungan Pendapatan dengan Kategori Pemupukan ........................................ 52
18. Grafik Hubungan Pendapatan/Biaya Produksi
dengan Kategori Pemupukan ............................................................................ 53
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan tanaman komoditas
perkebunan yang penting di Indonesia dan masih memiliki prospek perkembangan
yang cerah. Kelapa sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis tinggi dan
merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Kelapa sawit merupakan
tanaman yang paling produktif dengan produksi 6.000 l/ha biodiesel mentah
sehingga sangat menguntungkan. Bagi Indonesia tanaman yang berasal dari
Afrika Barat ini mempunyai arti penting karena selain mampu menciptakan
kesempatan kerja bagi masyarakat tetapi juga sebagai sumber pendapatan devisa
negara.
Pada tahun 2011 terdapat perkembangan positif industri sawit nasional
terutama dari sisi kenaikan produksi, ekspor, dan perkembangan harga.
Diperkirakan produksi CPO pada tahun 2011 akan berkisar 23,5 juta ton, dengan
ekspor sebesar 16,5 juta ton. Sementara harga rata-rata CPO pada tahun 2011
diperkirakan pada tingkat US $ 1.125 per ton. Malaysia pada tahun 2011 memiliki
luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 5 juta ha. Produksi sawit Malaysia
di 2011 naik 11,3% menjadi 18,91 juta ton dari 16,99 juta ton pada 2010 (GAPKI,
2012). Kedua negara ini dapat memenuhi sekitar 80% kebutuhan minyak sawit di
dunia. Indonesia saat ini telah menjadi produsen terbesar minyak sawit di dunia,
sedangkan permintaan minyak sawit setiap tahunnya terus mengalami
peningkatan.
Kondisi perkebunan kelapa sawit yang sangat luas dan tersebar di berbagai
lokasi yang berjauhan berdampak pada volume data serta informasi yang besar
dan kompleks yang selalu memerlukan informasi yang datanya terintegrasi satu
sama lain sehingga didapat informasi secara global maupun rinci. Untuk
memenuhi kebutuhan informasi tersebut dibutuhkan suatu sistem informasi yang
handal, terintegrasi, dan dapat menunjang kegiatan operasional untuk
meningkatkan kinerja pengelolaan perkebunan.
Proses pengambilan keputusan kegiatan-kegiatan operasional perkebunan
akan sangat terbantu dengan adanya sistem informasi yang bereferensi spasial
seperti pada proses perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan di perkebunan.
Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis
(SIG) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk
bekerja dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi
keruangan). Teknologi ini sangat membantu pengelolaan informasi proses bisnis
yang berkaitan dengan penyebaran pada letak geografisnya, misalnya penggunaan
lahan untuk dunia pertanian. Mengingat perkebunan kelapa sawit juga merupakan
salah satu industri yang berkaitan sangat erat dengan lahan atau faktor geografis,
maka sebenarnya banyak hal yang dapat terbantu dengan memanfaatkan SIG ini.
Hal tersebut mudah dibuktikan, mengingat bahwa sejak dulu pun peta kebun
sudah sangat diperlukan di unit-unit usaha untuk proses analisis, perencanaan,
pengambilan keputusan, hingga pelaksanaannya.
Hal ini perlu dilakukan agar produktivitas kelapa sawit dapat mencapai
angka yang maksimum dengan efisiensi biaya untuk pengelolaan yang minim.
Selain itu, kurangnya efektivitas pengelolaan perkebunan kelapa sawit juga dapat
menurunkan produktivitas kelapa sawit. Beberapa faktor penting dalam
menunjang pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang efektif diantaranya adalah
ketersediaan informasi yang akurat dan memadai untuk kegiatan operasional
perkebunan.
Pada perkebunan dengan komoditas tanaman tahunan seperti kelapa sawit,
pemupukan merupakan salah satu biaya operasional terbesar. Dengan
memanfaatkan GPS yang merupakan salah satu perangkat SIG akan diperoleh
luasan yang akurat, sehingga pemupukan yang berdasarkan luasan akan lebih
tepat dilaksanakan. Bahkan pada kebun tanaman kelapa sawit, penggunaan foto
udara akan memungkinkan melihat satu per satu tegakan pohon, sehingga jumlah
tanaman yang masih memerlukan pemupukan, akan dapat terhitung nyata.
Pemeliharaan parit dan jalan juga dapat memanfaatkan SIG sebagai dasar
pembayaran kontraktor, karena panjang maupun data dimensi parit dan jalan yang
perlu dirawat dapat dihitung dengan rinci.
Beberapa penelitian yang mengkaji perkebunan kelapa sawit dengan
menggunakan Sistem Informasi Geografis umumnya menganalisa dari segi
pengelolaan perkebunan. Suroso et al (2004) menyatakan bahwa Sistem Informasi
Geografis dapat digunakan untuk membuat pemodelan dan analisis sebagai dasar
untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dan akurat, dalam rangka
meningkatkan kinerja pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Nurmala (2009) telah
melakukan penelitian di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang dengan
melihat hubungan karakteristik lahan dengan produktivitas TBS kelapa sawit,
penelitian ini menganalisis dari segi karakteristik lahan dengan melihat umur
tanam kelapa sawit, macam tanah dan lereng dan belum menggunakan citra
satelit. Penelitian ini juga belum menggunakan analisis statistik, sedangkan pada
analisis produktivitas dengan variabel lereng dan macam tanam, peneraan umur
tanam untuk menghilangkan faktor umur tanaman kelapa sawit kelapa sawit tidak
dilakukan.
Gandharun dan Chen (2010) juga sukses memanfaatkan SIG untuk
pemanfaatan informasi tekstur untuk klasifikasi tanaman kelapa sawit
menggunakan Citra FORMOSAT-2. Citra resolusi tinggi FORMOSAT-2 dapat
digunakan untuk memetakan perbedaan tahap usia tanam kelapa sawit guna
mendukung program pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
Beberapa penelitian tersebut hanya mengkaji pengelolan perkebunan tanpa
mengkaji hubungannya dengan produktivitas dan karakteristik lahan kelapa sawit.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang dapat
mempengaruhi produktivitas kelapa sawit, serta pemilihan pengelolaan yang baik
agar produktivitas dan kualitas kelapa sawit optimal.
Dengan adanya SIG ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
akurat mengenai areal perkebunan kelapa sawit sehingga bermanfaat dan
memberikan kemudahan bagi pihak manajemen perkebunan dalam mendapatkan
informasi dan mempercepat pengambilan keputusan (Sinaga, 2011).
Upaya-upaya untuk meningkatkan produktivitas akan berkaitan dengan
banyak faktor dan salah satu diantaranya, yaitu karakteristik lahan. Karakteristik
lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi, contohnya kemiringan
lereng dan curah hujan.
Karakteristik lahan yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman kelapa sawit di suatu daerah antara lain jenis tanah, lereng, elevasi, curah
hujan, dan temperatur. Penanaman kelapa sawit yang dilakukan pada karakteristik
lahan yang benar dan baik akan menghasilkan produktivitas kelapa sawit yang
optimal.
PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang merupakan salah satu Badan
Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak dalam bidang pengelolaan kelapa
sawit. PT Perkebunan Nusantara VIII Cimulang memiliki komoditas kelapa sawit
terdiri dari dua unit kebun, yaitu unit Cindali dan Cimulang. Produktivitas
masing-masing unit mencapai 25. 599 Ton/Ha dalam bentuk inti sawit/kernel atau
CPO. Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu pondasi bagi tumbuh dan
berkembangnya sistem agribisnis kelapa sawit yang memiliki subsistem sarana
produksi pertanian (agroindustri hulu), pertanian, industri hilir, dan pemasaran
yang dengan cepat akan merangkaikan seluruh subsistem untuk mencapai skala
ekonomi.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kenampakan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang dengan menggunakan ALOS AVNIR-2.
2. Mengetahui hubungan antara karakteristik lahan kelapa sawit dengan
produktivitasnya.
3. Menganalisis hubungan antara pengelolaan dengan tingkat produktivitas
tanaman kelapa sawit.
4. Mengetahui dosis pemupukan yang bermanfaat secara optimal pada kelapa
sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad
ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan
industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan)
yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan usia produktif hingga 25–30
tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. Produk utama kelapa sawit adalah
CPO dan CPKO, yang selanjutnya menjadi bahan baku industri hilir pangan
maupun non pangan.
Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat
diandalkan, karena minyak yang dihasilkan memiliki berbagai keunggulan
dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman lain. Keunggulan
tersebut diantaranya memiliki kadar kolesterol rendah, bahkan tanpa kolesterol.
Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit cukup menjanjikan, karena permintaan
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar (Sastrosayono,
2003).
2.1.1 Klasifikasi Kelapa Sawit
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Palmales
Famili : Palmaceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis Guineensis
Elaeis odora (tidak ditanam di Indonesia)
Elaeis melanococca
Varietas : Elaeis guineensis dura
Elaeis guineensis tenera
Elaeis guineensis pisifera
2.1.2 Morfologi Kelapa Sawit
a. Akar
Kecambah kelapa sawit yang baru tumbuh memiliki akar tunggang, tetapi
akar ini mudah mati dan segera diganti dengan akar serabut. Jika aerasi cukup
baik, akar tanaman kelapa sawit dapat menembus kedalaman 8 meter di dalam
tanah, sedangkan yang tumbuh kesamping bisa mencapai radius 16 meter.
Keadaan ini tergantung pada umur tanaman, sistem pemeliharaan, dan aerasi
tanah. Sistem perakaran seperti ini menyebabkan tanaman tidak mudah tumbang.
b. Batang
Pada tahun-tahun pertama, sejak kecambah tumbuh menjadi tanaman
kelapa sawit tidak tampak adanya pertumbuhan memanjang. Awalnya terbentuk
poros batang dan disekitar poros terbentuk daun-daun yang ukurannya semakin
bertambah besar.
Setelah tanaman berumur 4 tahun, batang mulai memperlihatkan
pertumbuhan memanjang. Ketebalan batang tergantung pada kekuatan
pertumbuhan daun-daunnya. Tanaman kelapa sawit secara alami bisa mencapai
umur 100 tahun. Namun, tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan harus
diremajakan sebelum mencapai umur tersebut, karena produksi buahnya sudah
menurun.
c. Daun
Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Setiap bulan biasanya akan tumbuh
dua lembar daun. Daun pupus yang tumbuh keluar masih melekat dengan daun
lainnya. Arah pertumbuhan daun pupus tegak lurus keatas dan bewarna kuning.
Anak daun (leaf let) pada daun normal berjumlah 80-120 lembar.
Kedudukan daun pada batang dapat dirumuskan dengan rumus daun
(phylotaxis) 3/8, pada setiap putaran terdapat 8 daun. Setiap tahun, tanaman
kelapa sawit bisa mengeluarkan 20-24 lembar daun.
d. Bunga
Susunan bunga terdiri dari karangan bunga yang terdiri dari bunga jantan
(tepung sari) dan bunga betina (putik). Namun, ada juga tanaman kelapa sawit
yang hanya memproduksi bunga jantan.
Umumnya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam dua tandan yang
terpisah. Namun, adakalanya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam
tandan yang sama. Masa reseptif (masa putik dapat menerima tepung sari) adalah
3x24 jam. Setelah itu, putik akan berwarna hitam dan mengering. Jika diawetkan,
tepung sari bisa mencapai umur 10 minggu. Pengawetan tepung sari bisa
dilakukan dengan cara mengeringkannya di dalam oven dengan suhu konstan
60°C selama 24 jam. Tepung sari awetan biasanya digunakan untuk bantuan
penyerbukan (assisted pollination). Pada tanaman kelapa sawit muda (sampai
umur 6 tahun), bunga betina lebih banyak daripada bunga jantan. Karena itu,
kelapa sawit muda membutuhkan bantuan penyerbukan oleh manusia.
e. Buah
Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Daun kelapa sawit setiap tahun
tumbuh sekitar 20-24 helai. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan
daunnya semakin sedikit, sehingga buah yang terbentuk semakin menurun.
Meskipun demikian, tidak berarti hasil produksi minyaknya menurun. Hal ini
disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan semakin
besar. Kadar minyak yang dihasilkannya juga semakin tinggi. Berat tandan buah
kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg .
Tanaman kelapa sawit mulai berbuah saat berumur 18 bulan
setelah tanam, tetapi kadar minyaknya masih sedikit dan persentase limbah
(lumpur) banyak. Karenanya, di perkebunan kelapa sawit, bunga-bunga yang
tumbuh pada tanaman muda akan dibuang (kastrasi) agar tidak menjadi buah.
Buah muda Elaeis guineensis dura, Elaeis guineensis tenera, dan Elaeis
guineensis pisifera berwarna ungu tua sampai hitam. Warna ini disebabkan
adanya dominasi zat anthocyanin.
2.1.3 Syarat Tumbuh Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik agar mampu
tumbuh dan berproduksi secara optimal. Keadaan iklim dan tanah merupakan
faktor utama bagi pertumbuhan kelapa sawit, disamping faktor-faktor lainnya
seperti genetis, budidaya, dan penerapan teknologi lainnya.
a. Faktor Iklim
Curah Hujan
Jumlah dan curah hujan yang baik untuk kelapa sawit adalah 2000-2500
m/tahun, tidak memiliki defisit air, hujan agak merata sepanjang tahun (Rambey,
2010). Hujan yang merata sepanjang tahun kurang baik karena pertumbuhan
vegetatif akan lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga buah atau
bunga yang terbentuk relatif lebih sedikit (Setyamidjaja, 2006). Sebaliknya, curah
hujan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan timbulnya masalah terutama
sulitnya upaya peningkatan kualitas jalan, pembukaan lahan, pemeliharaan,
pemupukan, dan pencegahan erosi (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006).
Suhu dan Elevasi
Temperatur yang optimal adalah 24-28°C dan tertinggi 32°C. Diatas atau
dibawah selang tersebut, produktivitas akan lebih rendah karena rendahnya
proses assimilasi, gagalnya perkembangan bunga dan pematangan buah (Yahya,
1990 dalam Nurmala, 2009). Suhu udara terutama suhu minimum, berhubungan
erat dengan elevasi. Di daerah beriklim tropis, secara umum suhu udara bukan
merupakan faktor pembatas pada elevasi di bawah 400 m dpl.
Sebaliknya, diatas 400 m dpl meskipun faktor iklim lainnya seperti curah
hujan sudah sesuai untuk pertumbuhan kelapa sawit, suhu udara minimum yang
terlalu rendah bisa menjadi faktor pembatas, tetapi masih berpotensi untuk
budidaya kelapa sawit. Elevasi juga berkaitan dengan penyinaran matahari dan
kelembaban udara.
Kelembaban dan Penyinaran Matahari
Kelembaban 80% dan penyinaran matahari 5-7 jam/hari, karena
kelembaban yang tinggi akan meransang perkembangan penyakit. Kecepatan
angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang terlalu
kencang akan menyebabkan tanaman baru menjadi miring (Lubis, 1992 dalam
Harahap, 1999).
b. Faktor Edafik
Tanah
Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti podsolik,
latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, organosol, dan aluvial. Sifat-sifat
fisika dan kimia tanah yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan kelapa sawit
secara optimal adalah sebagai berikut:
1. Solum cukup dalam (>80cm) dan tidak berbatu agar perkembangan akar
tidak terganggu.
2. Tekstur ringan dan yang terbaik memiliki pasir 20-60%, debu 10-40%, dan
liat 20-50%.
3. Struktur tanah baik, konsistensi gembur sampai agak teguh, dan
permeabilitas sedang.
4. Drainase baik dan permukaan air tanah cukup dalam. Tanah yang
berdrainase jelek dengan permukaan air tanah yang dangkal sebaiknya
dihindari. Tanah yang berdrainase jelek sebaiknya diberi saluran drainase.
5. Reaksi tanah (pH) 4,0-6,0 dan pH optimal 5,0-5,5. Tanah yang ber-pH
rendah seperti tanah gambut/organosol sebaiknya dilakukan pengapuran.
6. Tanah yang memiliki kandungan hara cukup tinggi (Setyamidjaja, 2006).
2.1.4 Pemelihara Kelapa Sawit
a. Pengendalian Gulma
Gulma di perkebunan kelapa sawit harus dikendalikan supaya secara
ekonomi tidak berpengaruh secara nyata terhadap hasil produksi. Adanya gulma
di perkebunan kelapa sawit akan sangat merugikan. Alasannya, gulma
mengganggu dan menghambat jalan para pekerja, gulma menjadi pesaing tanaman
kelapa sawit dalam menyerap unsur hara dan air, serta kemungkinan gulma
menjadi tanaman inang bagi hama atau penyakit yang menyerang tanaman kelapa
sawit.
Jenis-jenis gulma di perkebunan kelapa sawit adalah krisan, Mikania
scandes, eupathorium (babandotan), melastoma (harendong), pakis kawat, pakis
gajah, keladi dan alang-alang. Selain menggunakan herbisida, pengendalian
gulma bisa dilakukan dengan cara manual memakai cangkul dan garpu.
b. Pengendalian Hama dan Penyakit
Menurut Pahan (2008), pengendalian hama dan penyakit tanaman pada
hakikatnya merupakan upaya untuk mengendalikan suatu kehidupan. Upaya
mendeteksi hama dan penyakit pada waktu yang lebih dini mutlak harus
dilaksanakan. Selain akan memudahkan tindakan pencegahan dan pengendalian,
keuntungan deteksi dini juga bertujuan agar tidak terjadi ledakan serangan yang
tak terkendali atau terduga.
Hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit diantaranya
kumbang tanduk, ulat api, ulat kantong, tikus, rayap, Adoretus, dan Apogonia,
serta babi hutan. Penyakit utama kelapa sawit adalah penyakit busuk pangkal
batang kelapa sawit, penyakit antraknosa dan bercak daun. Konsep yang
digunakan dalam pengendalian hama, penyakit, dan gulma di perkebunan kelapa
sawit adalah Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Integrated Pest Management
(IPM) (PPKS, 2006).
Berbagai cara yang dilakukan dalam PHT diantaranya adalah:
1. Hama ulat (Tasea asigna, Stora nitens, dan Darnarima sp.) dikendalikan
dengan menyemprotkan Dipterex atau Bayrusil.
2. Hama kumbang (Apogania sp. dan Oryctes rhinoceros) dikendalikan
dengan menyemprotkan larutan Azodrin yang bersifat sistemik.
3. Hama tikus dikendalikan dengan racun Tomorin, Warfarin, atau Racumin.
Penyakit pada tanaman kelapa sawit hingga saat ini, belum ditemukan cara
pemberantasan yang efektif, sehingga hanya dapat dilakukan pembatasan
penyebaran penyakit. Caranya, menebang tanaman kelapa sawit yang terserang
penyakit ini, pangkal batang dan sisa-sisa akar dibakar di tempat tersebut
(Sastrosayono, 2003).
c. Pemupukan
Kemampuan lahan dalam penyediaan unsur hara secara terus-menerus
bagi pertumbuan dan perkembangan tanaman kelapa sawit yang berumur panjang
sangatlah terbatas. Keterbatasan daya dukung lahan dalam penyediaan hara ini
harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Manfaat
pemupukan memberikan kontribusi yang sangat luas dalam meningkatkan
produksi dan kualitas produk yang dihasilkan.
Salah satu efek pemupukan yang sangat bermanfaat adalah meningkatnya
kesuburan tanah yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi relatif
stabil serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan
pengaruh iklim yang kurang menguntungkan. Pupuk yang umum digunakan
dalam perkebunan kelapa sawit adalah pupuk anorganik (buatan) dan pupuk
organik.
Pemupukan kelapa sawit dilakukan pada 3 tahap perkembangan tanaman,
yaitu pada tahap pembibitan dan TBM yang mengacu pada dosis baku, tahap TM
yang ditentukan berdasarkan perhitungan faktor-faktor dasar, serta konsep neraca
hara (nutrient balance).
Tabel 1. Jenis dan Spesifikasi Pupuk Tunggal yang Direkomendasikan oleh PPKS
Hara Pupuk Spesifikasi
N Urea
Za
46% N
21% N, 23% S
K MOP (KCL) K2O : 60%
Mg Kieserit MgO : 26%, S :21%
MgO : min 18%
CaO : min 30%
Al2O3 + Fe2O3 : maks 3%
SiO2 : maks 5%
Kadar air : maks 5%
Ni : maks 5 ppm
Kehalusan (lolos saringan 100 mesh)
Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 1997
2.1.5 Pemanenan pada Kelapa Sawit
Kelapa sawit dapat mulai dipanen pada umur 30 bulan. Dalam keadaan
normal, 90-100% dari seluruh pokok sudah matang panen. Tandan yang cukup
besar dan siap untuk diolah adalah yang padat isinya dan beratnya sekitar 3 kg.
Kriteria panen yang digunakan yaitu dua brondolan artinya sudah ada 2 buah
lepas dari tandannya atau jatuh kepiringan pohon. Untuk tandan yang beratnya
lebih dari 10 kg, dipakai 1 brondolan yang jatuh ketanah. Kapasitas pemanenan
tergantung pada produksi/ha yang dikaitkan dengan umur tanaman, topografi
areal, kerapatan pohon dan intensif.
2.1.6 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis pada Perkebunan
Kelapa Sawit
Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) penginderaan jauh adalah ilmu dan
seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena
melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung
dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Sedangkan, Sistem Informasi
Geografis (SIG) merupakan suatu perangkat yang memiliki kemampuan penuh
untuk pengumpulan, penyimpanan, pemanggilan, transformasi, dan penampilan
data digital keruangan dari suatu wilayah untuk kegunaan tertentu.
Produk teknologi penginderaan jauh adalah berupa citra satelit dengan
resolusi spasial yang tinggi, memberikan visual permukaan bumi sangat detail.
Citra satelit merupakan suatu gambaran permukaan bumi yang direkam oleh
sensor (kamera) pada satelit pengideraan jauh yang mengorbit bumi, dalam
bentuk image (gambar) secara digital.
Teknologi SIG dan RS telah dimanfaatkan oleh para ahli untuk studi
kelapa sawit (Morrow, 1995 dalam Sitoms, 2004). Kelapa sawit dalam
pertumbuhannya akan mengalami perubahan fisik sehingga dapat dipantau dengan
data inderaja, yaitu dengan mengamati pengaruh umur tanaman terhadap
reflektansi band spektral maupun indeks spektral yang dapat diturunkan dari data
Landsat-TM.
Umur tanaman kelapa sawit dapat diteliti dengan menggunakan
penginderaan jauh karena tanaman kelapa sawit memiliki pola penanaman yang
teratur, yaitu pengelompokan penanaman dalam setiap blok secara teratur
berdasarkan tahun tanam yang sama (Sitoms, 2004).
Selain itu, Lukman dan Poeloengan (1996) dalam Laju dan Chen (2011)
sukses memanfaatkan citra satelit Landsat TM (Tematic Mapper) dan SPOT
(Satellite Pour Observation de la Terre) untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah
tumbuh kelapa sawit dan memetakan perbedaan usianya pada masa awal
pertumbuhan.
Haryani et al (2005) menggunakan data penginderaan jauh Landsat 7 ETM
Tahun 2005 dan SIG untuk kajian potensi dan pengembangan perkebunan kelapa
sawit di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Dari hasil penelitian yang
dilakukan berdasarkan hasil analisis Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan input
kesesuaian lahan, kerapatan vegetasi, dan penggunaan lahan diperoleh arahan
pengembangan tanaman komoditas kelapa sawit di Kabupaten Rokan Hilir.
Dalam penelitiannya Sinaga (2011), merancang SIG untuk areal
perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara yang disajikan dalam bentuk
tulisan, tabel, dan peta. Tulisan disini berupa informasi umum mengenai
penjelasan Provinsi Sumatera Utara dan informasi tentang kelapa sawit sehingga
bermanfaat dan memberikan kemudahan bagi pihak manajemen perkebunan
dalam mendapatkan informasi dan mempercepat pengambilan keputusan. Tabel
menyajikan data luas lahan dan produksi perkebunan pada tahun 2009 dan 2010,
sedangkan peta memberikan gambaran mengenai letak lokasi perkebunan tiap
kabupaten.
Secara nasional Kementrian Pertanian sudah melakukan pemetaan kelapa
sawit dengan menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 dengan pemetaan di seluruh
wilayah Indonesia. Selain untuk pemetaan kelapa sawit, Kementrian Pertanian
bekerja sama dengan Sucofindo, P4W, dan LPPM IPB juga melakukan pemetaan
untuk komoditas tanaman perkebunan lain selain kelapa sawit yaitu karet dan
kakao dan industrinya di seluruh Indonesia (Barus et al, 2011).
Penggunaan Citra ALOS AVNIR-2 dalam pemetaan kelapa sawit karena
citra ALOS AVNIR-2 memiliki biaya yang lebih murah dalam operasional,
ataupun dapat digunakan untuk tujuan analisis lain khususnya jika digabungkan
dengan data lain baik yang ada dalam sistem data base maupun setelah dilakukan
penggabungan dengan data lain dari sumber berbeda. Secara lebih lengkap Satelit
ALOS AVNIR-2 dibahas dalam sub bab selanjutnya.
2.2. Satelit ALOS AVNIR-2
Satelit ALOS (Advanced Land Observing Satellite) merupakan satelit
generasi lanjutan dari JERS-1 dan ADEOS milik Jepang (Gambar 1). JAXA di
Tanagashima Space Center Jepang yang diluncurkan pada tanggal 24 Januari
2006 dengan menggunakan roket H-IIA. Satelit ini merupakan satelit
penginderaan jauh (inderaja) terbesar yang dibangun oleh Jepang untuk
pengamatan daratan. Satelit ini memiliki periode kunjungan ulang (revisiting
period) 46 hari. Akan tetapi, untuk kepentingan pemantauan bencana alam atau
kondisi darurat satelit ALOS ini mampu melakukan observasi dalam waktu dua
hari. ALOS dapat digunakan untuk kartografi, observasi regional, pemantauan
bencana dan peninjauan sumberdaya.
Gambar 1. Satelit ALOS (JAXA EORC,1997)
Satelit ALOS mempunyai 5 misi utama, yaitu:
1. Untuk memberikan kontribusi terhadap aplikasi kartografi.
2. Untuk memberikan kontribusi terhadap pengamatan regional.
3. Untuk memberikan kontribusi terhadap pemantauan bencana alam.
4. Untuk memberikan kontribusi terhadap penelitian sumberdaya alam.
5. Untuk meningkatkan teknologi pengamatan daratan (pengembangan
teknologi).
Tabel 2. Spesifikasi ALOS
No Tipe Karakteristik
1 Bobot 4 ton
2 Jangka Waktu 3-5 Tahun
3 Ketinggian Orbit 691, 65 Km (di khatulistiwa)
4 Periode Orbital 98,7 menit
5
6
7
8
Tipe Orbit
Inklinasi
Siklus kunjungan ulang
Power
Sun-synchronous Subrecurrent
98,16 deg
46 hari
Approx. 7 kW (pada akhir
operasional)
Sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS (diakses 14 Agustus 2011)
Untuk pencapaian misi, satelit ALOS dilengkapi dengan tiga buah sensor
penginderaan jauh dengan kemampuan pandangan sisi (side looking). Tiga buah
sensor tersebut terdiri dari dua buah sensor optik yaitu sensor PRISM
(Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping) dan sensor
AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infared Radiometer Type-2), sebuah
sensor gelombang mikro atau radar yaitu PALSAR (Phased Array Type L-Band
Synthetic Aperture Radar) untuk pengamatan lahan sepanjang siang sampai
malam diseluruh kondisi cuaca. Satelit ALOS ditunjukkan pada Gambar 3 untuk
pemanfaatan data sepenuhnya yang diperoleh dari sensor, ALOS dirancang
dengan dua teknologi maju yaitu pertama adalah kecepatan tinggi dan kapasitas
data yang besar dalam menangani teknologi dan kedua adalah presisi posisi
pesawat ruang angkasa dan kemampuan penentuan ketinggian.
2.2.1 Sensor ALOS AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infared
Radiometer Type-2)
Tujuan utama dari satelit ALOS AVNIR-2 adalah untuk pemetaan penutup
lahan, pemantauan bencana alam dan untuk pemantauan lingkungan regional.
Sensor ALOS AVNIR-2 adalah suatu pencitraan multispektral dengan 4 kanal
spektral pada daerah tampak dan inframerah dekat untuk pengamatan daratan dan
zona garis pantai. Lebar liputan satuan citra sebesar 70 km dengan resolusi spasial
10 meter. Dengan kemampuan side looking dari sensor, dan kemampuan sensor
untuk melakukan pandangan menyilang jejak satelit (cross track) (+/- 44°),
pengamatan daerah-daerah bencana dalam waktu pengulangan 2 hari dapat
dilakukan, dan lebar liputan dapat mencapai 1500 Km.
Dengan karakteristik teknis ALOS AVNIR-2, maka tujuan utama
dari AVNIR-2 untuk pemetaan penutup lahan dan pemantauan bencana alam akan
dapat dicapai. Citra hasil pengamatan AVNIR-2 akan efektif digunakan untuk
menghasilkan peta-peta penutup lahan dan peta klasifikasi tata guna lahan untuk
pemantauan lingkungan regional.
Gambar 2. Sensor ALOS AVNIR-2 (JAXA EORC-1997)
Gambar 3. Prinsip Geometri ALOS AVNIR-2 (JAXA EORC-1997)
Karakteristik umum sensor ALOS AVNIR-2 disajikan pada Tabel 2,
namun demikian sensor ALOS AVNIR-2 tidak dapat mengamati daerah-daerah di
luar 88, 4° Lintang Utara dan 88, 5° Lintang Selatan.
Tabel 3. Karakteristik ALOS AVNIR-2
N Tipe Spesifikasi
1
2
3
4
5
6
7
Jumlah Band
Panjang Gelombang
Resolusi Spasial
Lebar Petak(Swath Width)
Jumlah Detektor
Pointing Angle
Bit Length
4
Band 1 : 0,42-0,50 mikrometer
Band 2 : 0,52-0,60 mikrometer
Band 3 : 0,61-0,69 mikrometer
Band 4 : 0,76-0,89 mikrometer
10 m (at Nadir)
70 km (at Nadir)
7000/Band
-44 +44
8 bit
Sumber : http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS (diakses 14 Agustus 2011)
2.3 Karakteristik Lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat
kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan
(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan
tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land
characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara
langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik
lahan.
Karakteristik lahan (land characteristics) mencakup faktor-faktor lahan
yang dapat diukur atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah,
air tersedia, dan sebagainya. Satu jenis karakteristik lahan dapat berpengaruh
terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah dapat
berpengaruh terhadap tersedianya air, mudah tidak tanahnya diolah, kepekaan
erosi, dan lain-lain. Bila karakteristik lahan digunakan secara langsung dalam
evaluasi lahan, maka kesulitan dapat timbul karena adanya interaksi dari beberapa
karakteristik lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
2.4 PT. Perkebunan Nusantara VIII
Dalam upaya mengkonsolidasi peran Perusahaan Negara (BUMN) sektor
perkebunan dalam kerangka pembangunan nasional dan pembangunan ekonomi
serta menyiapkan diri menghadapi gerakan ekonomi global, maka pihak
pemerintah bersama Departemen Pertanian melakukan program konsolidasi bagi
semua Perkebunan Negara.
PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII adalah salah satu diantara
perkebunan milik negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13
tahun 1996, seperti yang dinyatakan dalam akta Notaris Harun Kamil, S.H., No.
41 tanggal 11 Maret 1996 dan telah memperoleh pengesahan dari Menteri
Kehakiman Republik Indonesia melalui Surat Keputusan C2-
8336.HT.01.01.TH.96 tanggal 8 Agustus 1996.
Akta pendirian ini selanjutnya mengalami perubahan sesuai dengan akta
Notaris Sri Rahayu Hadi Prasetyo, S.H., No.05 tanggal 17 September 2002 dan
telah mendapat persetujuan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia melalui Surat Keputusan No. C-20857 HT.01.04.TH.2002 tanggal 25
Oktober 2002.
Perusahaan ini didirikan dengan maksud dan tujuan untuk
menyelenggarakan usaha di bidang agro bisnis dan agro industri, serta
optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan untuk menghasilkan barang dan
atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan
guna meningkatkan nilai perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan
Terbatas.
Kegiatan usaha perusahaan meliputi pembudidayaan tanaman,
pengolahan/produksi, dan penjualan komoditi perkebunan teh, karet, kelapa sawit,
kina, dan kakao.
2.4.1. Sejarah PT. Perkebunan Nusantara VIII
Perusahaan perkebunan milik negara di Jawa Barat dan Banten berasal dari
perusahaan perkebunan milik pemerintah Belanda, yang ketika penyerahan
kedaulatan secara otomatis menjadi milik pemerintah Republik Indonesia, yang
kemudian dikenal dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Lama.
Antara tahun 1957 – 1960 dalam rangka nasionalisasi atas perusahaan-
perusahaan perkebunan eks milik swasta Belanda/Asing (antara lain : Inggris,
Perancis dan Belgia) dibentuk PPN-Baru cabang Jawa Barat.
Dalam periode 1960 – 1963 terjadi penggabungan perusahaan dalam
lingkup PPN-Lama dan PPN-Baru menjadi : PPN Kesatuan Jawa Barat I, PPN
Kesatuan Jawa Barat II, PPN Kesatuan Jawa Barat III, PPN Kesatuan Jawa Barat
IV dan PPN Kesatuan Jawa Barat V.
Selanjutnya selama periode 1963 – 1968 diadakan reorganisasi dengan
tujuan agar pengelolaan perkebunan lebih tepat guna, dibentuk PPN Aneka
Tanaman VII, PPN Aneka Tanaman VIII, PPN Aneka Tanaman IX dan PPN
Aneka Tanaman X, yang mengelola tanaman teh dan kina, serta PPN Aneka
Tanaman XI dan PPN Aneka Tanaman XII yang mengelola tanaman karet. Dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan, pada periode 1968 –
1971, PPN yang ada di Jawa Barat diciutkan menjadi tiga Perusahaan Negara
Perkebunan (PNP) meliputi 68 kebun, yaitu :
PNP XI berkedudukan di Jakarta (24 perkebunan), meliputi perkebunan-
perkebunan eks PPN Aneka Tanaman X, dan PPN Aneka Tanaman XI;
PNP XII berkedudukan di Bandung (24 perkebunan), meliputi beberapa
perkebunan eks PPN Aneka Tanaman XI, PPN Aneka Tanaman XII,
sebagian eks PPN Aneka Tanaman VII, dan PPN Aneka Tanaman VIII;
PNP XIII berkedudukan di Bandung (20 perkebunan), meliputi beberapa
perkebunan eks PPN Aneka Tanaman XII, eks PPN Aneka Tanaman IX,
dan PPN Aneka Tanaman X.
Sejak tahun 1971, PNP XI, PNP XII dan PNP XIII berubah status menjadi
Perseroan Terbatas Perkebunan (Persero). Dalam rangka restrukturisasi BUMN
Perkebunan mulai 1 April 1994 sampai dengan tanggal 10 Maret 1996,
pengelolaan PT Perkebunan XI, PT Perkebunan XII, dan PT Perkebunan XIII
digabungkan di bawah manajemen PTP Group Jabar. Selanjutnya sejak tanggal 11
Maret 1996, PT Perkebunan XI, PT Perkebunan XII, dan PT Perkebunan XIII
dilebur menjadi PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero).
2.4.2. Komoditi PT. Perkebunan Nusantara VIII
PT. Perkebunan Nusantara VIII merupakan BUMN yang bergerak pada
sektor perkebunan dengan kegiatan usaha meliputi pembudidayaan tanaman,
pengolahan, dan penjualan komoditi perkebunan seperti teh, karet, dan sawit
sebagai komoditi utamanya, serta kakao dan kina sebagai komoditi
pendukungnya. PTPN VIII mengusahakan komoditi teh, karet, kina, kakao, sawit
dan gutta percha dengan areal konsesi seluas 118.510,12 hektar.
Budidaya teh diusahakan pada areal seluas 25.981,67 ha, karet 27.245,06
ha, kina 4.305,18 ha, kakao 4.335,64 ha, sawit 5.056,69 ha. Selain penanaman
komoditi pada areal sendiri ditambah inti, PTPN VIII juga mengelola areal
Plasma milik petani seluas 8.479,28 ha untuk tanaman kelapa sawit seluas
6.033,28 ha dan karet 2.446 ha.
Jawa Barat menyumbang 60% dari produksi teh nasional dan 80% nya
berasal dari teh produksi PTPN VIII. Sampai saat ini, PT Perkebunan Nusantara
VIII mengelola 41 kebun dan 1 unit rumah sakit. yang tersebar di 11
kabupaten/kota di Jawa Barat dan 2 kabupaten di Propinsi Banten (PTPN VIII,
2011).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2011 - Februari 2012. Lokasi
penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang. PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang merupakan salah satu perusahaan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang pengelolaan kelapa
sawit. PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang terletak di Desa Cimulang,
Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Secara
geografis, PT. Perkebunan Nusantara VIII terletak pada koordiant 106° 42’ 00” -
106° 44’ 00” BT dan 06° 29’ 30”- 06° 32’ 30” LS. Proses pengolahan data dan
analisis spasial dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi
Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari seperangkat
komputer dengan perangkat lunak (software), ArcView GIS versi 3.3 disertai
program (toolbox) tambahan, ArcGIS versi 9.3 disertai program (toolbox)
tambahan, GPS, Microsoft Word 2007, Microsoft Excel 2007, SPSS 16, kamera
digital, dan alat tulis menulis. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Citra Satelit yaitu ALOS AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infared
Radiometer Type-2) yang diakuisisi Tgl 03 Agustus 2009. Selain itu juga
digunakan Peta Rupabumi Digital Indonesia skala 1:25000 lembar Leuwiliang
(1209-134), Peta Tanah, Peta Lereng, Peta Blok Kebun, Peta Administrasi Kebun,
dan Peta Elevasi PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang. Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data produktivitas dan data pemupukan
kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Tahun 2010 .
3.3 Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian secara umum terdiri dari
beberapa tahapan pengerjaan, yaitu : 1) tahap persiapan dan pengumpulan data, 2)
survei lapang, dan 3) tahap pengolahan dan analisis data
3.3.1. Persiapan dan Pengumpulan Data
Pada tahap persiapan dilakukan studi pustaka dan pengumpulan data baik
yang berasal dari penelitian sebelumnya dan data penunjang lain (berbagai jurnal
ilmiah, prosiding seminar, artikel ilmiah, dan buku teks yang terkaitan dengan
penelitian) untuk memahami metode yang telah berkembang berkaitan dengan
penelitian ini. Selain itu, dilakukan eksplorasi perangkat lunak (software) ArcGIS
versi 9.3 dan Arc View 3.3. Selain itu, dilakukan juga proses identifikasi lokasi
penelitian dengan menggunakan Citra Satelit yaitu ALOS AVNIR-2 (Advanced
Visible and Near Infared Radiometer Type-2) dan software ArcGIS versi 9.3 dan
Arc View 3.3 daerah-daerah mana saja yang pada citra terdapat perkebunan
kelapa sawit sehingga dapat dilakukan pencocokan koordinat ataupun sebagai
acuan dengan menjadikan peta kerja hasil dari pengidentifikasi Citra Satelit yaitu
ALOS AVNIR-2 tersebut. Peta kerja adalah peta yang digunakan sebagai acauan
ataupun sebagai petunjuk dalam melakukan proses pengecekan lapang sehingga
ketika di lapangan atau berada di lokasi penelitian tinggal mencocokkan apa yang
sudah diidentifikasi dengan keadaan di lapangan. Peta kerja ini digunakan sebagai
acuan dalam tahap pengecekan lapang.
3.3.2. Tahap pengecekan lapang
Tahap pengecekan lapang dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2011. Pada
tahap ini dilakukan pengambilan beberapa titik untuk menentukan dan
memastikan koordinat yang sebenarnya ditempat penelitian dan memastikan benar
tidaknya peta kerja yang telah dibuat serta untuk proses identifikasi digitasi yang
telah dilakukan pada peta kerja.
Pada tahap pengecekan lapang ini juga dilakukan tahap pengambilan data-
data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini. Data-data yang diperoleh
berupa data produksi, data pengelolaan, dan data curah hujan dari lokasi
penelitian. Pengamatan daerah sekitar lokasi pengambilan titik koordinat juga
dilakukan seperti pengamatan vegetasi, pengamatan pengelolaan yang dilakukan
oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII, serta pengamatan kehidupan sosial
masyarakat di sekitar lokasi penelitian PT. Perkebunan Nusantara VIII.
3.3.3. Tahap pengolahan dan Analisis Hasil
Proses analisis dimulai dengan mencocokkan penggunaan lahan
perkebunan kelapa sawit pada saat pengecekan lapang dengan identifikasi
perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang
dikenampakan Citra ALOS AVNIR-2. Apabila terjadi ketidak cocokan antara
hasil interpretasi pada Citra ALOS AVNIR-2 dengan hasil pengamatan di
lapangan maka akan diganti record yang salah pada data atribut di Citra ALOS
AVNIR-2. Data yang telah terkumpul baik dari data sekunder (peta tematik dan
data demografi) maupun data primer kemudian dianalis dengan Sistem Informasi
Geografis sehingga dapat diperoleh peta lereng dan produktivitas kelapa sawit,
peta tanah dan produktivitas kelapa sawit, dan peta dosis pemupukan dan
produktivitas PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang. Peta-peta tersebut
diperoleh dari hasil peta kelas lereng, peta blok kebun, peta tanah, data
produktivitas, dan pemupukan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang.
Koreksi Geometrik
Sebelum dilakukan proses tumpang tindih terlebih dahulu peta dilakukan
proses koreksi geometrik dengan menggunakan software Arc View 3.3. Proses ini
di lakukan pada peta kelas lereng skala 1:25.000, peta blok kebun skala 1:25.000,
peta tanah skala 1:25.000. Pada proses ini diperlukan ikatan yang disebut titik
kontrol medan (ground control point/GCP). GCP tersebut dapat diperoleh dari
peta atau citra yang telah terkoreksi atau tabel koordinat penjuru.
GCP diperoleh dengan menggunakan titik koordinat yang sudah ada pada
peta tersebut. Akurasi koreksi geometri dapat dinilai dengan melihat nilai RMS-
error (root mean square-error) yang merupakan tingkat ketepatan pengambilan
titik terhadap peta rupa bumi yang berfungsi sebagai referensi. Semakin kecil nilai
RMS-error (RMS<1), ketepatan titik GCP semakin tinggi.
Onscreen digitizing
Onscreen digitizing merupakan suatu proses untuk mengubah data spasial
dari format raster (peta yang sudah disiam) menjadi format vektor untuk
memudahkan proses analisis dalam SIG. Onscreen digitizing menangkap data dari
gambar atau peta yang sudah disiam dengan menggunakan mouse dan
menciptakan layer peta dengan tema tertentu, misal batas administrasi daerah atau
kemiringan lereng. Penambahan informasi dilakukan juga pada proses ini, yang
tergantung jenis data vektor yang digunakan, seperti poligon, garis, atau titik.
Kemudian dilakukan proses digitasi, tujuan dilakukan digitasi adalah
untuk memperoleh peta digital dengan struktur data vector dan memiliki informasi
spasial seperti koordinat. Setelah digitasi selesai, langkah selanjutnya adalah
pengisian data atribut. Data atribut dapat dikategorikan data non spasial, karena
peranannya tidak menunjukkan posisi tetapi keterangan mengenai informasi suatu
wilayah. Data atribut ini berupa kemiringan lereng, no blok kebun, peta tanah,
data produktivitas, pemupukan kelapa sawit, dan informasi-informasi lain yang
dibutuhkan.
Proses tumpang tindih (overlay) dilakukan pada peta. Proses overlay ini
dilakukan dengan menggunakan fungsi irisan (intersect two themes), proses ini
menyimpan feature yang berada didalam area spasial dalam kedua tema. Tema
yang digunakan untuk proses ini adalah peta kelas lereng dengan peta blok kebun
dan peta tanah dengan blok kebun dari lokasi penelitian.
Peta tanah adalah suatu peta yang menggambarkan penyebaran jenis-jenis
tanah di suatu daerah. Peta ini dilengkapi dengan legenda yang secara singkat
menerangkan sifat-sifat tanah dari masing-masing satuan peta tanah.
Sedangkan, peta lereng adalah peta yang menggambarkan kelas lereng
atau topografi suatu daerah dan biasanya dibagi kedalam kelas-kelas lereng.
Blok-blok kebun yang dihasilkan ini kemudian dianalisis berupa analisis data
atribut. Tujuan dilakukan analisis data atribut adalah untuk mengetahui pengaruh
antara karakteristik lahan terhadap produktivitas dan pengelolaan kelapa sawit
pada perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang.
Faktor Peneraan Umur Tanam Kelapa Sawit
Analisis ini dilakukan secara statistitik terhadap produktivitas kelapa sawit
untuk menghilangkan faktor umur tanaman kelapa sawit (faktor peneraan). Faktor
peneraan dilakukan untuk menganalisis hubungan antara produktivitas kelapa
sawit dengan faktor lereng, tanah, dan pemupukan tanpa memperhitungkan faktor
umur tanaman kelapa sawit. Umur tanam kelapa sawit di PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang terdiri dari berbagai macam, sehingga untuk melihat
hubungan antara produktivitas kelapa sawit dengan faktor lereng, tanah, dan
pemupukan peneraan umur tanaman perlu dilakukan (hasil perhitungan
berdasarkan peneraan umur tanam kelapa sawit disajikan pada Tabel Lampiran 1).
Rumus faktor peneraan umur tanam kelapa sawit :
Yt = Ῡ+ (Ya-Ŷ)
Yt : Produktivitas kelapa sawit dengan peneraan umur tanam
Ῡ : Rata-Rata Produksi
Ya : Hasil analisis regresi umur tanam kelapa sawit
Ŷ : Rata-rata produksi ditambah produksi dan dikurang umur tanam
kelapa sawit
Analisis One-Way Anova
Analisis One-Way Anova adalah analisis yang digunakan untuk menguji
perbandingan rata-rata antara beberapa kelompok data. Pada analisis ini hanya
terdapat satu variabel dependen dan variabel independen. Data dependen yaitu
data produktivitas kelapa sawit dengan tipe data kuantitatif.
Data produktivitas ini terlebih dahulu dilakukan proses peneraan untuk
menghilangkan pengaruh umur tanam kelapa sawit. Untuk data independen
sebagai pembanding adalah variabel pemupukan.
Prosedur One-Way Anova adalah yang digunakan untuk menguji hipotesis
kesamaan rata-rata antara dua grup variabel atau lebih yang tidak
berbeda.Pengujian hipotesis dapat didasarkan dengan menggunakan dua hal,
yaitu: tingkat signifikansi atau probabilitas (α) dan tingkat kepercayaan
atau confidence interval. Didasarkan tingkat signifikansi pada umumnya
menggunakan 0,05. Kisaran tingkat signifikansi mulai dari 0,01 sampai dengan
0,1. Yang dimaksud dengan tingkat signifikansi adalah probabilitas melakukan
kesalahan tipe I, yaitu kesalahan menolak hipotesis ketika hipotesis tersebut
benar. Tingkat kepercayaan pada umumnya ialah sebesar 95%, yang dimaksud
dengan tingkat kepercayaan ialah tingkat dimana sebesar 95% nilai sample akan
mewakili nilai populasi dimana sample berasal. Jika setelah dilakukan proses
analisis variabel pemupukan nilai signifikansi >0,05 maka variabel pemupukan
tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kelapa sawit.
Analisis Ekonomi Pengelolaan Kelapa Sawit
Jenis pupuk yang diberikan untuk kelapa sawit di PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang adalah Pupuk N (urea), pupuk Mg (dolomit), pupuk
N.P.K, dan pupuk Kalium phosphate. Dosis pupuk pada PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang pemberiannya didasarkan pada tahun tanam kelapa
sawit dan disesuaikan dengan anjuran Balai Penelitian Kelapa sawit.
Untuk lokasi penelitian pemupukan yang dilakukan juga berdasarkan pada
umur tanam kelapa sawit, pemupukan ini dibedakan pada dosis pemberian pupuk
yang diberikan. Jadwal pemberian pupuk di lokasi penelitian dilakukan dua kali
dalam setahun atau dibagi dalam dua semester. Kegiatan pemupukan pada
semester 1 dilakukan pada februari-Juni 2010 dan untuk semester II pemberian
pupuk dilakukan pada awal musim hujan, yaitu bulan Oktober-Desember 2010.
Tabel 4. Kategori Dosis Pemupukan (Kg/Pohon)
Pemupukan Urea
(Kg/Pohon)
Dolomit
(Kg/Pohon)
NPK
(Kg/Pohon)
Kalphos
(Kg/Pohon)
I 1,562 2,846 2,004 2,374
II 2,635 2,436 2,871 3,791
III 2,571 2,286 2,99 4,01
IV 3,096 4,215 6,304 4,752
Analisis ekonomi dilakukan dengan membagi dosis pemupukan kelapa
sawit menjadi empat kategori berdasarkan dosis pemupukan yang paling sedikit
diberikan sampai dosis pemupukan yang paling banyak diberikan. Kemudian
dilakukan asumsi harga 1 Kg keempat jenis pupuk yang diberikan dengan 1Kg
pupuk urea seharga Rp 3.500, harga 1kg pupuk dolomit seharga Rp 1.000, harga
1Kg pupuk NPK seharga Rp 6.000, dan harga 1Kg pupuk Kalphos seharga Rp
5.000 setelah itu dikalikan dengan dosis pemupukan.
Tabel 5. Kategori Biaya Pemupukan (Rp/Pohon)
Pemupukan Urea
(Kg/Pohon)
Dolomit
(Kg/Pohon)
NPK
(Kg/Pohon)
Kalphos
(Kg/Pohon)
Total
I 5.467 2.846 12.024 11.870 32.207
II 9.222 2.436 17.226 18.955 47.839
III 8.998 2.286 17.940 20.050 49.274
IV 10.836 4.215 37.824 23.760 76.635
Analisis ini hanya berdasarkan asumsi biaya tetap ditambah dengan biaya
untuk pemupukan, biaya tetap diasumsikan tanpa melihat biaya untuk gaji
pegawai, biaya tetap ini hanya berupa biaya untuk pemeliharaan kelapa sawit
yang menghasilkan, biaya transportasi, biaya pengendalian gulma, dan
pemeliharaan untuk tanaman belum menghasilkan. Kemudian, biaya tetap ini
ditambah dengan biaya untuk pemupukan kelapa sawit dan dikurangi dengan
harga TBS per blok kebun kelapa sawit sehingga diperoleh pendapatan atau biaya
produksi (Rp/Ha) berdasarkan kategori pemupukan.
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis
Lokasi penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII. PT.
Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Cikasungka bagian Cimulang
merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak
dalam bidang pengelolaan kelapa sawit. Awalnya PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang merupakan perkebunan teh kemudian menjadi perkebunan karet dan
akhirnya menjadi perkebunan kelapa sawit pada tahun 2005. Untuk saat ini di
Perkebunan Cikasungka belum memiliki unit Pengolahan Kelapa Sawit sendiri.
Hasil panen dari Perkebunan Cikasungka Bagian Cimulang berupa Tandan buah
Sawit Segar (TBS) setiap hari dikirim ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN VIII
Kertajaya di Kabupaten Lebak Banten. Selanjutnya bahan baku tersebut diolah
menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO).
Gambar 5. Peta Administrasi PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang
PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang terletak di wilayah Desa
Cimulang, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat berjarak 20
Km dari Kota Bogor dan 34 Km dari Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor. Secara geografis, PT. Perkebunan Nusantara VIII terletak pada koordiant
106° 42’ 00” - 106° 44’ 00” BT dan 06° 29’ 30”- 06° 32’ 30” LS. PT.
Perkebunan Nusantara VIII memiliki areal yang terletak meliputi bagian dari
delapan desa yaitu Desa Candali, Cimulang, Bantarsari, Bantarjaya, Pasirgaok,
Pabuaran, Bojong, dan Kemang. Delapan desa ini terletak di dua kecamatan yaitu
Kecamatan Kemang dan Kecamatan Rancabungur (Gambar 5).
Lokasi kelapa sawit yang digunakan sudah masuk kedalam tanaman
menghasilkan (TM) yang kedua (umur ±5 tahun). Lahan perkebunan kelapa sawit
memiliki dua kondisi lahan yang disebut gawangan dan piringan. Gawangan
merupakan tempat untuk menaruh sisa pelepah, tidak dibersihkan dari rumput
atau gulma yang tumbuh, tidak dilakukan pemupukan, dan terletak diantara
barisan pohon kelapa sawit. Piringan adalah tempat untuk menaruh pupuk yang
diberikan dua kali setahun sekitar bulan Januari dan Oktober, dilakukan
pembersihan dari rumput atau gulma yang tumbuh agar semua pupuk yang
diberikan dapat diserap semua oleh tanaman kelapa sawit, dan letaknya
mengelilingi pohon kelapa sawit dengan radius 2 meter dari batang pohon kelapa
sawit. Gambaran umum kondisi lapang daerah penelitian dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Kondisi Lapang Daerah Penelitian
A B
C D
Gambar 6. A. kondisi jalan di areal perkebunan kelapa sawit; B. kondisi kebun
kelapa sawit; C. kondisi permukaan lokasi gawangan perkebunan
kelapa sawit; D. kondisi permukaan lokasi piringan perkebunan
kelapa sawit
4.2. Topografi
Topografi suatu daerah menunjukkan bagaimana bentuk daerah tersebut,
termasuk perbedaan kecuraman lereng. PT. Perkebunan Nusantara VIII sendiri
didominasi kemiringan lereng adalah kurang dari 25% yang menyebar hampir di
seluruh areal perkebunan.
Semakin curam lereng, maka lahan semakin tidak sesuai untuk pertanaman
dan semakin tinggi biaya pengelolaannya (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Untuk penelitian di PT. Perkebunan Nusantara VIII kelas lereng dibagi menjadi
sebanyak empat kelas yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kelas Lereng
Kelas Kelas lereng bentuk wilayah
A 0-8 % datar
B 8-15% berombak
C 15-25% bergelombang
D 25-40% berbukit
(Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007)
4.3 Jenis tanah
PT. Perkebunan Nusantara VIII memiliki 8 macam tanah yaitu Oxic
Dystopept, Aquic Humitropept, Oxic Humitropept, Tropeptic Eutrorthox, Typic
Haplohumult, Orthoxic Palehumult, Epiaquic Palehumult, Humoxic Tropohumult,
dan Typic Tropohumult. Tanah yang paling banyak ditemukan penyebarannya
adalah macam tanah Typic Haplohumult dan Typic Tropohumult.
Sedangkan untuk macam tanah yang mendominasi adalah tanah Ultisol
yang memiliki ciri fisik utama, seperti solum dalam (>100cm), warna coklat
kemerahan, tekstur liat serta struktur tanah remah, memiliki drainase agak lambat,
dan reaksi tanah tergolong agak masam dengan nilai pH sekitar 4,5-6,1. Jenis
tanah yang lain tedapat di lokasi penelitian ini adalah tanah jenis inceptisol, ciri
fisik utama dari tanah ini adalah solum dalam dan terlapuk dengan kuat, tidak
menunjukkan perbedaan horison yang nyata, bahan induk mencapai kedalaman
yang beragam antara 2 dan 4 meter, mempunyai tekstur sedang sampai berat,
stabilitas agregat yang tinggi, memiliki kapasitas basa dipertukarkan 10-25 me/
100g tanah, dan kemasaman tanah pH 4,5-6,0 (Dudal dan Soepraptohardjo, 1960).
Macam tanah dan luasannya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Macam tanah PT. Perkebunan Nusantara VIII
(Sumber : PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang)
4.4 Geologi, Fisiografi dan Bahan Induk
Berdasarkan Hasil Studi Kelayakan Tahap 1 Pembangunan Perkebunan
Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Tahun 2002, unit kebun Cimulang
masuk dalam formasi kuarter vulkanik dengan fisiografi dataran vulkanik dan
bahan induk berupa tufa batu apung pasiran.
4.5 Penggunaan Lahan
PT. Perkebunan Nusantara VIII memiliki areal produktif dan areal non
produktif. Areal produktif digunakan untuk lahan tanaman, kebun campuran, jalan
dan bangunan yang meliputi perumahan, sekolah, dan kantor. PT. Perkebunan
Nusantara VIII merupakan kebun inti dan tidak mempunyai kebun plasma dan
pabrik pengolahan hasil. Kebun inti adalah perusahaan perkebunan besar (milik
swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah)
yang telah memiliki legalitas hukum yang bergerak dibidang perkebunan,
sedangkan kebun plasma adalah pekebun atau petani yang tergabung dalam
koperasi yang bekerjsama dengan perusahaan perkebunan.
Macam tanah Luas (ha)
Oxic Dystopept 141,34
Aquic Humitropept 71,84
Tropeptic Eutrorthox 77,05
Typic Haplohumult 237,47
Orthoxic Palehumult 118,46
Epiaquic Palehumult 20,58
Humoxic Tropohumult 147,05
Typic Tropohumult 190,54
Total 1.044,33
Untuk saat ini di Perkebunan Cikasungka belum memiliki unit Pengolahan
Kelapa Sawit sendiri. Hasil panen dari Perkebunan Cikasungka Bagian Cimulang
berupa Tandan Buah Sawit (TBS) segar setiap hari dikirim ke Pabrik Kelapa
Sawit (PKS) PTPN VIII Kertajaya di Kabupaten Lebak Banten. Pabrik ini
berkapasitas olah 30 ton TBS/jam. Selanjutnya bahan baku tersebut diolah
menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO).
Tabel 8. Luas Penggunaan Lahan PT. Perkebunan Nusantara VIII
Penggunaan lahan Luas (ha)
Kebun sawit 1.004,33
Jalan kebun 38,05
Jalan aspal 0,93
Lapangan olahraga 3,05
Emplacement 7,40
Makam 2,05
Sekolah 1,61
Mesjid 0,18
Rumah penduduk 0,22
Total 1050,42
(Sumber : Nurmala, 2009)
Selain itu prasarana dan sarana sosial ekonomi lainnya juga sudah tersedia
di PT. Perkebunan Nusantara VIII. Sarana seperti pasar umum, bangunan toko
kecil/kios, Kantor Koperasi Unit Desa (KUD), berbagai alat transportasi, berbagai
alat komunikasi, serta sarana kesehatan.
4.3 Iklim dan Curah hujan
Salah satu syarat tumbuh untuk kelapa sawit adalah iklim dan curah hujan,
pada PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang hanya terdapat satu stasiun
pengamatan curah hujan. Hal ini mengakibatkan curah hujan di lokasi penelitian
tidak bervariasi dan juga diakibatkan oleh luasan daerah yang sempit. PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang beriklim basah (bulan kering 2-3 bulan
sekitar bulan Maret sampai Mei dan bulan basah 9-10 bulan sekitar bulan Juni
sampai Februari) dengan curah hujan rata-rata pertahun diatas 3000 mm, jumlah
hari hujan rata-rata 158 hari, bersuhu 27-32°C dengan suhu rata-rata 29,5°C,
intensitas penyinaran matahari rata-rata sekitar 5-7 jam per hari. Rerata curah
hujan tahunan dan hari hujan pada PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang ini
tergolong tinggi, tetapi penyebaran hujannya kurang merata dan sedikitnya jumlah
hari pada bulan-bulan tertentu. PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang menurut
klasifikasi iklim Schmidt & Ferguson berada pada tipe A dengan menggunakan
nilai Q=Jumlah bulan kering/Jumlah bulan basah x 100. Hasil dari pengamatan
dapat dilihat sebagai rekaman curah hujan.
Gambar 7. Grafik curah hujan Tahun 2002-2010 PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang
Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2
yang diakuisisi pada tanggal 03 Agustus 2009 seperti yang tampak pada Gambar
8. Untuk dapat memberikan gambaran citra yang alami kenampakannya, maka
perlu dibuat citra komposit (kombinasi tiga band). Adapun kombinasi band yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara Band 3, Band 2, dan
Band 1 yang masing-masing dimasukkan dalam band merah, hijau, dan biru
secara berturut-turut yang menghasilkan kenampakan alami (natural colour).
Gambar 8 merupakan hasil komposit alami dari kombinasi band tersebut:
Gambar 8 . Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321
Analisis kenampakan perkebunan kelapa sawit menggunakan SIG dan
Remote Sensing ini diperlukan untuk menganalisis kenampakan perkebunan
kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang melalui citra satelit.
Perkebunan kelapa sawit juga merupakan salah satu industri yang berkaitan sangat
erat dengan lahan atau faktor geografis, maka banyak hal yang dapat terbantu
dengan memanfaatkan SIG ini. Kelapa sawit dalam pertumbuhannya akan
mengalami perubahan fisik sehingga dapat dipantau dengan data dari citra satelit,
yaitu dengan mengamati umur tanaman menggunakan citra satelit dengan melihat
tekstur, warna, dan pola yang ada pada Citra ALOS AVNIR-2.
Berikut merupakan gambaran PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang,
Bogor yang dipotong dari Citra ALOS AVNIR-2 dengan berbagai macam skala
untuk melihat kenampakan warna, tekstur, dan pola sebagai dasar identifikasi
umur tanam kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang (Gambar 9).
A
B C
Gambar 9. A. Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang; B. Blok kebun dengan
tahun tanam kelapa sawit yang lebih tua; C. Blok kebun dengan tahun
tanam kelapa sawit yang lebih muda.
Tabel 9. Kunci Interpretasi Kelapa Sawit pada Citra ALOS AVNIR-2
Berdasarkan hasil interpretasi pada Tabel 9 teridentifikasinya perkebunan
kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang pada Citra ALOS
AVNIR-2 adalah berdasarkan pada kunci interpretasi tekstur, warna, dan pola. Hal
ini terlihat dari warna hijau tanaman kelapa sawit dan tekstur yang cenderung
kasar akibat tajuk tanaman kelapa sawit dan penanaman kelapa sawit yang
ditanam dengan pola yang sama. Perkebunan ini memiliki berbagai macam umur
tanam kelapa sawit, hal ini diketahui dari perbedaan warna hijau pada
kenampakan citra. Tekstur dan warna pada citra untuk tanaman kelapa sawit yang
tahun tanamnya lebih tua adalah cenderung lebih kasar dan memiliki warna hijau
tua. Hal ini dikarenakan tajuk tanaman kelapa sawit telah berkembang lanjut dan
memiliki luas daun yang lebih besar dari tanaman kelapa sawit yang lebih muda
(Gambar 9B).
Mayoritas tanaman kelapa sawit dengan tahun tanam yang lebih tua
terlihat mendominasi di sebelah barat dari perkebunan kelapa sawit PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang. Bagian tengah dan timur perkebunan
kelapa sawit ini warna hijau tua tidak mendominasi karena terdapat berbagai
macam tahun tanam kelapa sawit. Warna hijau yang lebih muda dari kenampakan
citra di sebelah timur diidentifikasi tanaman kelapa sawit yang tahun tanamnya
lebih muda (Gambar 9C).
Menurut Sitoms (2004) umur tanaman kelapa sawit dapat diteliti dengan
menggunakan penginderaan jauh karena tanaman kelapa sawit memiliki pola
penanaman yang teratur, yaitu pengelompokan penanaman dalam setiap blok
secara teratur berdasarkan tahun tanam yang sama.
Kunci Interpretasi Kelapa
Sawit
Ciri Kenampakan
Kelapa Sawit Tahun
Tanam yang Lebih Tua
Kelapa Sawit Tahun
Tanam yang Lebih
Muda
Tekstur Kasar Halus
Warna Hijau tua Hijau muda
Pola Teratur Teratur
Pola penanaman kelapa sawit pada PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang adalah berdasarkan blok dengan tahun tanam kelapa sawit yang sama.
Sehingga kenampakan pola kelapa sawit pada citra ALOS AVNIR-2 adalah pola
tanaman yang teratur.
Infrastruktur jalan di kawasan perkebunan ini sudah cukup baik, hal ini
terlihat dengan adanya garis-garis lurus teratur yang ada pada citra. Garis ini
diidentifikasi sebagai jalan utama dan jalan setapak. Jalan-jalan ini dapat
memudahkan dalam proses penggangkutan hasil panen kelapa sawit.
Gambar 10. Hasil Interpretasi Citra ALOS AVNIR-2
Tahun tanam kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang
dibedakan menjadi empat tahun tanam kelapa sawit, yaitu tahun tanam 2002,
tahun tanam 2003, tahun tanam 2004, dan tahun tanam 2005. Tanaman kelapa
sawit yang paling muda dengan tahun tanam 2005 mendominasi di sebelah timur
perkebunan ini. Keempat tahun tanam ini tersebar kedalam 38 blok kebun, dengan
130-134 pohon kelapa sawit dalam satu blok kebun.
Tahun tanam 2002 merupakan tahun tanam yang paling tua sedangkan
tahun tanam 2005 merupakan tahun tanam yang paling muda pada PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang (Gambar 10).
Hasil interpretasi antara Citra ALOS AVNIR-2 dengan peta tahun tanam
kelapa sawit dapat membantu dalam identifikasi umur tanam kelapa sawit di PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, karena terdapat beberapa blok kebun yang
tidak dapat diidentifikasi langsung dengan hanya melihat citra ALOS AVNIR-2.
Hal ini terlihat pada tahun tanam 2002, 2003, 2004, dan 2005 yang terletak
dengan blok kebun yang berdekatan sehingga menyulitkan dalam identifikasi
umur tanam kelapa sawit. Hal ini disebabkan, kenampakan kelapa sawit di citra
yang memiliki warna dan tekstur kenampakan yang hampir sama, karena umur
tanam kelapa sawit yang tidak berbeda jauh. Kenampakan ini terlihat dibagian
tengah lokasi perkebunan kelapa sawit yang dalam satu wilayah memiliki blok-
blok kebun dengan tahun tanam 2003, 2004, dan 2005 yang letaknya berdekatan.
Kelapa sawit dengan tahun tanam 2002 dan 2005 dapat diidentifikasikan secara
langsung tanpa menggunakan hasil interpretasi antara peta tahun tanam dengan
Citra ALOS AVNIR-2 karena perbedaan warna, tekstur, dan pola yang lebih
berbeda yang disebabkan perbedaan tahun tanam yang cukup jauh. Selain itu,
letak blok kebun dengan tahun tanam 2002 hanya terletak di bagian barat
perkebunan sehingga bisa langsung dapat diidentifikasi.
Penggunaan Remote Sensing yang memanfaatkan foto udara dari satelit,
juga dapat memberikan gambaran tentang kondisi tanaman pada suatu saat,
sehingga dapat digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman kelapa
sawit. Pada kebun tanaman kelapa sawit, penggunaan foto udara akan
memungkinkan melihat satu per satu tegakan pohon, sehingga jumlah tanaman
yang masih memerlukan pemupukan, akan dapat terhitung nyata.
Total luas perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang adalah
1.004,33 hektar. PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang terbagi menjadi 38
blok penanaman dimana 2 bloknya mulai ditanam sawit pada tahun 2002 (55.54
ha), 13 blok ditanami pada 2003 (312,1 ha), 13 blok ditanami pada 2004 (369,13
ha) dan 10 blok ditanami pada 2005 (267,56 ha).
5.2 Hubungan antara Lereng dengan Produktivitas Kelapa Sawit
Menurut Hartanto (2011) bentuk wilayah merupakan faktor penentu
produktivitas yang akan mempengaruhi kemudahan panen, pengawetan tanah dan
air, pembuatan jaringan jalan, serta efektivitas pemupukan. Bentuk wilayah yang
cocok untuk kelapa sawit adalah bentuk wilayah datar sampai berombak. Untuk
wilayah bergelombang sampai berbukit kelapa sawit masih dapat tumbuh dengan
pengelolaan tertentu seperti pembuatan teras. PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang berada pada wilayah dengan topografi kemiringan lereng 0-<40%.
Kemiringan lereng ini dibagi menjadi empat kelas lereng yaitu datar (0-8 %),
berombak (>8-<15%), bergelombang (>15-<25%), dan berbukit (>25-<40%).
Gambar 11. Peta Lereng dan Produktivitas Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang
Berdasarkan hasil analisis secara spasial Gambar 11, dari 38 blok kebun
terlihat produktivitas yang paling tinggi terdapat pada daerah datar (31,99
Ton/TBS/Tahun). Produktivitas yang paling rendah terdapat pada daerah
bergelombang (10,95 Ton/TBS/Tahun). Dari hasil interpretasi diketahui bahwa
pola produktivitas kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang
adalah tidak memiliki pola sesuai dengan bentuk wilayahnya.
Hal ini terlihat dari adanya produktivitas kelapa sawit yang rendah untuk
wilayah datar (31,99-16,89 Ton/TBS/tahun). Bentuk wilayah di PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang yang bergelombang dengan produktivitas yang sedang
sampai paling rendah (24,85-10,95 Ton/TBS/tahun). Selain itu, bentuk wilayah
berbukit yang mayoritas terletak di sebelah timur kebun kelapa sawit memiliki
produktivitas yang sedang sampai rendah (22,4-13,03 Ton/TBS/tahun).
Kemiringan lereng tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kelapa
sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, karena pengelolaan bentuk
wilayah sudah dilakukan dengan berbagai tindakan konservasi. Tindakan
konservasi ini berkaitan dengan bentuk topografi areal yang berombak sampai
bergelombang dan bergelombang sampai berbukit, selain itu sifat fisik tanah yang
mudah tererosi (labil) dan kondisi curah hujan yang tinggi di PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang sehingga tindakan konservasi mutlak untuk dilakukan.
Tindakan konservasi yang dilakukan antara lain dengan pembangunan tapak kuda
untuk areal dengan kemiringan lereng 16-25% dan pembangunan teras kontur
pada areal dengan kemiringan lereng 26-40%.
Untuk kebun yang mempunyai areal pada bagian-bagian tertentu dengan
topografi yang berbukit memerlukan bangunan tapak kuda maupun teras kontur
secara selektif. Pembangunan tapak kuda dan teras kontur tersebut dilakukan pada
saat persiapan lahan dan sesuai dengan standar. Bangunan konservasi di PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang juga dapat mempermudah pada saat
pemanenan dan pemeliharaan tanaman.
Bentuk wilayah erat hubungannya dengan besar kecilnya erosi, semakin
besar kemiringan lereng mengakibatkan laju erosi semakin besar juga. Hal ini
mengakibatkan hilangnya unsur hara terutama pada lapisan atas dari lereng bagian
atas, dan terakumulasi pada lereng yang lebih bawah. Di wilayah bergelombang
sampai berbukit kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
melalui upaya pengelolaan tertentu seperti pembuatan teras. Pada daerah dengan
kemiringan lereng besar (>40%) sebaiknya tidak diusahakan untuk perkebunan
kelapa sawit, karena pada saat pemanenan akan menimbulkan permasalahan, yaitu
sukarnya pemanenan dan hasil panen akan mengalami kerusakan (Gustiar, 1999).
Gambar 12. Grafik Hubungan Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas
Kelapa Sawit
Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa rataan produktivitas yang paling
tinggi dari 38 blok terdapat di kemiringan lereng 0-8% dengan bentuk
topografinya datar yaitu sebesar 21,92 Ton/TBS. Rataan produktivitas paling
rendah ditemui pada kemiringan lereng >25-<40% dengan bentuk wilayah
berbukit sebesar 17,39 Ton/TBS.
Tabel 10. Uji Sidik Ragam Variabel Kemiringan Lereng
Sumber Jumlah
Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah F Sig
Lereng 71.333 3 23.778 1.594 0.209
Galat 507.202 34 14.918
Total 578.535 37
Dari hasil pengujian dengan menggunakan pengujian uji beda pada Tabel
10, variabel lereng tidak berpengaruh secara nyata dengan produktivitas kelapa
sawit karena nilai signifikan yang diperoleh >0,05. Hal ini disebabkan karena
produktivitas dipengaruhi oleh banyak variabel, antara lain pengendalian gulma,
manajemen pengelolaan, pengendalian hama dan penyakit, dan lain-lain yang
dalam penelitian ini tidak diinvestigasi. Selain itu, sampel yang dipakai dalam
penelitian cenderung terbatas dan tidak didesain untuk pengujian uji nyata.
5.3 Hubungan antara Macam Tanah dengan Produktivitas Kelapa Sawit
PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang memiliki 8 macam tanah yang
menyebar dalam 38 blok kebun. Macam tanah yang terdapat pada PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang yaitu Aquic Humitropept, Humoxic Tropohumult,
Orthoxic Palehumult, Tropeptic Eutrorthox, Typic Haplohumult, Typic
Tropohumult, Epiaquic Palehumult, dan Oxic Dystopept. Mayoritas tanah-tanah
yang ada di lokasi penelitian adalah Inceptisol dan Ultisol.
Gambar 13. Peta Tanah dan Produktivitas Kelapa Sawit PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang
Dari analisis spasial Gambar 13, produktivitas kelapa sawit yang paling
tinggi terdapat pada tanah Aquic Humitropept (31,99 Ton/TBS/Tahun).
Produktivitas yang paling rendah terdapat pada tanah Typic Haplohumult (10,95
Ton/TBS/Tahun). Macam tanah tidak berpengaruh nyata terhadap produtivitas
kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat pada produktivitas kelapa sawit pada blok-blok
kebun yang memiliki macam tanah yang sama, cenderung tidak memiliki tingkat
produktivitas yang sama.
Hal ini terlihat dengan tidak meratanya produktivitas kelapa sawit di PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, pada Tanah Typic Haplohumult yang
merupakan tanah yang dominan ada di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang
produktivitasnya adalah dari paling rendah sampai sedang yaitu sebesar 10,95-23
Ton/TBS/Tahun. Blok kebun yang memiliki tanah Aquic Humitropept
produktivitasnya adalah dari tinggi sampai sedang (31,99-20,41 Ton/TBS/Tahun).
Tanah yang paling sedikit ditemui di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang
adalah macam tanah Epiaquic Palehumult dengan produktivitas 23,42
Ton/TBS/Tahun.
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di beberapa jenis tanah,
yang penting tidak kekurangan air pada musim kemarau dan tidak tergenang air
pada musim hujan (drainase baik). Di lahan-lahan yang permukaan air tanahnya
tinggi atau tergenang, akar akan busuk. Selain itu, pertumbuhan batang dan
daunnya tidak mengindikasikan produksi buah yang baik. Kesuburan tanah bukan
merupakan syarat mutlak bagi perkebunan kelapa sawit.
Gambar 14. Grafik Hubungan Macam Tanah dengan Produktivitas
Dari Gambar 14 dapat dilihat dari 38 blok yang terdapat di PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang rataan produktivitas yang paling tinggi
terdapat pada tanah Aquic Humitropept 24,37 Ton/TBS sedangkan untuk rataan
produktivitas yang paling rendah ditemui pada macam tanah Typic Haplohumult
sebesar 18,36 Ton/TBS.
Koedadiri dkk (1999) dalam penelitiannya menyebutkan produktivitas
kelapa sawit pada Ultisol di beberapa wilayah perkebunan di Indonesia ternyata
masih rendah dan di bawah potensi standar kelas lahan S-3. Pengelolaan tingkat
kesuburan tanah dapat dilakukan melalui tindakan pemupukan dengan
menggunakan jenis-jenis pupuk yang berkemampuan meningkatkan pH tanah
seperti pupuk dolomit, kapur pertanian (kaptan), dan fosfat alam (rock phosphate).
Tabel 11. Uji Sidik Ragam Variabel Macam Tanah
Sumber Jumlah
kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah F Sig
Macam
Tanah 132.867 6 22.144 1.540 0.198
Galat 445.668 31 14.376
Total 578.535 37
Dari hasil pengujian dengan uji sidik ragam pada Tabel 11, diperoleh nilai
signifikan yang sebesar >0,05. Hal ini disebabkan karena produktivitas kelapa
sawit dipengaruhi oleh banyak variabel, antara lain pengendalian gulma,
manajemen pengelolaan, pengendalian hama dan penyakit dan lain-lain yang
dalam penelitian ini tidak diinvestigasi. Selain itu, sampel yang dipakai dalam
penelitian cenderung terbatas dan tidak didesain untuk pengujian uji nyata.
5.4 Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit
Pengelolaan kebun kelapa sawit meliputi dua kegiatan, yaitu pemeliharaan
kebun dan pemupukan. Pemupukan merupakan faktor yang sangat penting untuk
meningkatkan produktivitas. Pemupukan tanaman kelapa sawit merupakan salah
satu investasi penting pengusahaan tanaman kelapa sawit guna pencapaian
produksi Tandan Buah Segar (TBS) yang setinggi-tingginya dan ekonomis.
Pemupukan di lapangan dilakukan atas rekomendasi pemupukan untuk
areal tersebut. Rekomendasi pemupukan di suatu areal didasarkan pada hasil
analisis daun dan tanah, hasil pengamatan lapangan, potensi produksi,
pelaksanaan pemupukan sebelumnya, serta hasil percobaan pemupukan pada
tanaman kelapa sawit.
Pemberian dosis pemupukan pada lokasi penelitian dapat dikagorikan
lebih dari cukup untuk pemenuhan kebutuhan hara bagi tanaman, hal ini dapat
dilihat pada saat TM1 dan TM2 yang produktivitasnya sangat tinggi bahkan
dikategorikan over produksi. Selain diberikan pupuk kimia, pemberian pupuk
kandang juga dilakukan sehingga produksinya sangat tinggi. Pada saat tanaman
memasuki TM7, tanaman sudah mengalami penurunan produktivitas akibat
kelelahan, sehingga pupuk kimia dan pupuk kandang yang diberikan tidak lagi
memberikan efek yang nyata.
Tabel 12. Tahun Tanam dan Dosis Pemupukan PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang
Pemupukan memberikan kontribusi yang sangat luas dalam meningkatkan
produktivitas dan kualitas produksi yang dihasilkan. Pemupukan bermanfaat
melengkapi persediaan unsur hara di dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman
terpenuhi dan pada akhirnya tercapai produksi yang maksimal. Biaya yang
dikeluarkan untuk pemupukan berkisar antara 40-60% dari biaya pemeliharaan
tanaman secara keseluruhan.
Dosis pupuk urea, dolomit, NPK, dan Kalphos didasari pada tahun tanam
kelapa sawit. Pupuk yang paling banyak diberikan adalah pupuk Kalphos,
sedangkan pupuk yang paling sedikit diberikan adalah pupuk Urea. Pupuk
Kalphos dan Pupuk NPK adalah jenis pupuk campuran, keuntungan pemberian
pupuk campuran ini adalah seluruh kebutuhan hara yang diperlukan tanaman
dapat diberikan dalam satu rotasi pemupukan sehingga dapat mengurangi biaya
aplikasi.
Tahun Tanam Dosis Pemupukan (Kg/Pohon)
Urea Dolomit NPK Kalphos
Tahun 2002 1,562 2,846 2,004 2,374
Tahun 2003 3,096 4,215 6,304 4,752
Tahun 2004 2,571 2,286 2,990 4,010
Tahun 2005 2.635 2.436 2.871 3.791
Rekomendasi pemupukan yang diberikan oleh lembaga penelitian selalu
mengacu pada 4T, yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, dan tepat waktu
pemupukan. Namun demikian dalam pelaksanaannya sering dijumpai
pemyimpangan dalam aplikasi pemupukan di lapangan sehingga sasaran
pemupukan untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman sesuai
dengan standar sulit tercapai.
Beberapa dasar pertimbangan yang digunakan dalam penentuan jenis
pupuk antara lain: umur tanaman, gejala defisiensi hara, kondisi lahan, dan harga
pupuk. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa jenis pupuk yang diberikan
sering diganti dengan jenis lainnya karena ketidak tersediaan di pasar atau
pertimbangan lainnya.
Gambar 15. Peta Pemberian Dosis Pupuk dan Produktivitas Kelapa Sawit PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang
Dari hasil analisis spasial Gambar 15 terlihat, dosis pemupukan yang
paling tinggi terdapat pada tahun tanam 2003 dengan dosis pupuk urea 3.096
Kg/Pohon, dolomit 4.215 Kg/Pohon, NPK 6.304 Kg/Pohon, dan Kalphos 4.752
Kg/Pohon.
Dosis pemupukan yang paling rendah terdapat pada tahun tanam 2002
dengan dosiss pupuk urea 1.562, dolomit 2.846 Kg/Pohon, Kg/Pohon, NPK 2.004
Kg/Pohon, dan Kalphos 2.374 Kg/Pohon. Dosis pupuk yang paling tinggi tidak
menghasilkan produktivitas yang maksimal, sebaliknya pemupukan yang paling
sedikit juga tidak menghasilkan produktivitas yang paling rendah. Produktivitas
kelapa sawit yang paling tinggi terdapat pada blok 26 (31.99 Ton/TBS/Tahun)
tahun tanam 2005 dengan dosis pupuk urea 2.635 Kg/Pohon, dolomit 2.436
Kg/Pohon, NPK 2.871 Kg/Pohon, dan Kalphos 3.791 Kg/Pohon. Produktivitas
yang paling rendah terdapat pada blok 29 (10.95 Ton/TBS/Tahun) tahun tanam
2004 dengan dosis pemupukan dosis pupuk urea 2.751 Kg/Pohon, dolomit 2.286
Kg/Pohon, NPK 2.290 Kg/Pohon, dan Kalphos 4.010 Kg/Pohon.
Produktivitas kelapa sawit dengan dosis pemupukan berdasarkan tahun
tanam tidak menghasilkan produktivitas yang merata dan membentuk pola acak.
Hal ini terlihat pada dosis pemupukan dengan tahun tanam 2005 pada blok 26
menghasilkan produktivitas yang paling tinggi, namun ada beberapa blok dengan
tahun tanam yang sama (2005) memiliki produktivitas yang rendah sampai sedang
(31,99-16,3 Ton/TBS/Tahun). Dosis pemupukan dengan tahun tanam 2004
menghasilkan produktivitas yang paling rendah, namun ada beberapa blok juga
dengan tahun tanam yang sama (2004) memiliki produktivitas yang sedang (25,2
Ton/TBS/Tahun).
Aplikasi pupuk di lokasi penelitian dilakukan dengan cara menaburkan
pupuk dalam piringan yang dibuat melingkar di sekitar tanaman. Piringan tersebut
dibuat dengan cara membersihkan rumput yanga ada di sekitar tanaman dengan
jari-jari piringan 2 meter. Pemupukan dilakukan pada larikan yang dibuat dalam
piringan dengan jarak 1/2 m dari pohon kelapa sawit. Dua cara aplikasi yang
umum dilakukan di perkebunan kelapa sawit adalah dengan cara tabur dan cara
pocket (benam). Cara benam hanya digunakan untuk menghindari kehilangan hara
akibat pencucian pada areal berbukit atau areal yang sering dilalui aliran air hujan.
Aplikasi yang kurang tepat dapat membuat efektivitas pupuk dapat berkurang.
Tabel 13. Uji Sidik Ragam Variabel Dosis Pemupukan
Sumber Jumlah
Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah F Sig
Paket
pemupukan 75.092 3 25.031 1.690 0.187
Galat 503.444 34 14.807
Total 578.535 37
Dari Tabel 13 dapat di lihat bahwa variabel dosis pemupukan, tidak
berpengaruh secara nyata dengan produktivitas kelapa sawit karena nilai
signifikan yang diperoleh >0,05 (Sig=0,187). Hal ini disebabkan karena
produktivitas dipengaruhi oleh banyak variabel, antara lain pengendalian gulma,
manajemen pengelolaan, pengendalian hama dan penyakit dan lain-lain yang
dalam penelitian ini tidak diinvestigasi.
5.5 Analisis Hubungan antara Biaya Pemupukan dengan Produktivitas
Kelapa Sawit
Dari 38 blok kemudian di kategorikan blok-blok yang termasuk kedalam
pemupukan 1, pemupukan 2, pemupukan 3 dan pemupukan 4. Kategori ini
didasarkan pada jumlah dosis pemupukan yang paling sedikit diberikan hingga
jumlah dosis pemupukan yang paling banyak diberikan.
Tabel 14. Kategori Pemupukan
Kategori Jenis Pupuk (Kg/Pohon)
Urea Dolomit NPK Kalphos
Pemupukan 1 1,562 2,846 2,004 2,374
Pemupukan 2 2,635 2,436 2,871 3,791
Pemupukan 3 2,571 2,286 2,990 4,010
Pemupukan 4 3,096 4,215 6,304 4,752
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa kategori pemupukan 1 merupakan dosis
pemupukan yang paling sedikit diberikan, sedangkan kategori pemupukan 4
merupakan dosis pemupukan yang paling banyak diberikan di PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang. Kategori pemupukan ini digunakan sebagai analisis
antara biaya untuk pemupukan kelapa sawit dengan produktivitas yang dihasilkan
berdasarkan pemupukan yang diberikan.
Gambar 16. Grafik Hubungan Pemupukan Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit
Hasil analisis Gambar 16, nilai rataan produktivitas yang paling tinggi
terdapat pada kategori pemupukan 3 sebesar 21,91 Ton/TBS/Tahun, sedangkan
nilai rataan produktivitas terendah terdapat pada kategori pemupukan 1 sebesar
17,42 Ton/TBS/Tahun. Nilai maksimum produktivitas dari 38 blok yang
diberikan terdapat pada kategori pemupukan 2 (31,99 Ton/TBS/Tahun),
sedangkan nilai minimum produktivitas dikategori pemupukan 4 sebesar 10,95
Ton/TBS/Tahun.
Dari Gambar 16, diketahui juga dengan biaya untuk pemupukan yang
tinggi belum tentu akan menghasilkan laba yang maksimal. Hal ini dikarenakan,
biaya untuk pengelolaan tidak hanya dilihat dari pemupukan saja. Biaya 40% juga
harus diperhitungkan seperti transportasi, pemberantasan hama dan penyakit,
pengendalian gulma, upah dan gaji karyawan dan lain-lain.
Gambar 17. Hubungan Pendapatan dengan Kategori Pemupukan
Gambar Grafik 17 ini adalah hasil analisis antara pendapatan dengan
kategori pemupukan. Kategori pemupukan dilihat dengan dua variabel yaitu
asumsi biaya tetap ditambah pemupukan dan variabel biaya tetap. Biaya tetap
diasumsikan tanpa melihat biaya untuk gaji pegawai, biaya tetap ini hanya berupa
biaya untuk pemeliharaan kelapa sawit yang menghasilkan, biaya transportasi,
biaya pengendalian gulma dan pemeliharaan untuk tanaman belum menghasilkan.
Masa tanaman belum menghasilkan merupakan masa pemeliharaan yang
banyak memerlukan tenaga dan biaya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
dengan pemberian dosis pemupukan yang tinggi konsekuensinya akan
menyebabkan biaya pemupukan yang tinggi pula, hal ini tidak memberikan laba
yang maksimal karena produktivitas kelapa sawit tidak berbeda nyata antara
pemberian dosis yang tinggi dengan dosis yang rendah.
Hal ini terlihat dengan adanya dua blok yang terdapat hampir diambang
batas biaya minimum untuk biaya tetap ditambah biaya pemupukan. Laba yang
maksimal diperoleh dengan kategori pemupukan 2 sebesar Rp 42.895.353, namun
rataan laba yang paling maksimal terdapat pada kategori pemupukan 3 sebesar Rp
35.819.787. Laba yang minimal terdapat pada kategori pemupukan 4 sebesar Rp
17.148.811 (Gambar 18).
Gambar 18. Grafik Hubungan Pendapatan/Biaya Produksi dengan Kategori
Pemupukan
Analisis yang dilakukan pada Gambar 18 hanya berdasarkan asumsi biaya
tetap ditambah dengan biaya untuk pemupukan, sehingga tidak sepenuhnya dapat
dijadikan sebagai acuan mutlak untuk analisis keuntungan. Volume produksi per
hektar lahan perkebunan kelapa sawit akan sangat menentukan pendapatan,
karena itu titik kritis usaha ini adalah produktivitas dan harga TBS, sedangkan
faktor-faktor lain seperti pemasaran dan distribusi relatif tidak diperhitungkan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Dalam melakukan interpretasi kelapa sawit yang digunakan sebagai kunci
interpretasi adalah warna, tekstur, dan pola pada kenampakan citra ALOS
AVNIR-2. Hasil interpretasi Citra ALOS AVNIR-2 diketahui perkebunan
PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang memiliki berbagai macam umur
tanam kelapa sawit.Hal ini diketahui dari perbedaan warna hijau pada
kenampakan citra. Tekstur dan warna tanaman kelapa sawit yang tahun
tanamnya lebih tua adalah cenderung lebih kasar dan memiliki warna
hijau tua. Tahun tanam kelapa sawit yang lebih muda memiliki warna
hijau yang lebih muda dan tekstur yang lebih halus. Hal ini terkait dengan
empat tahun tanam kelapa sawit yang ada di PT. Perkebunan Nusantara
VIII Cimulang yaitu tahun tanam 2002, tahun tanam 2003, tahun tanam
2004, dan tahun tanam 2005.
2. Berdasarkan kemiringan lereng, produktivitas kelapa sawit yang paling
tinggi terdapat pada daerah datar, sedangkan produktivitas kelapa sawit
yang paling rendah terdapat pada daerah bergelombang.
3. Produktivitas kelapa sawit yang paling tinggi terdapat pada tanah Aquic
Humitropept, sedangkan produktivitas yang paling rendah terdapat pada
tanah Typic Haplohumult.
4. Pemberian dosis pemupukan pada lokasi penelitian dilakukan berdasarkan
tahun tanam kelapa sawit. Produktivitas paling tinggi terdapat pada dosis
pemupukan tahun tanam 2005, sedangkan produktivitas paling rendah
terdapat pada dosis pemupukan tahun tanam 2004. Dari hasil pengujian
menggunakan uji sidik ragam, variabel dosis pemupukan tidak
berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas kelapa sawit.
5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian dosis pemupukan
yang tinggi akan menyebabkan biaya pemupukan yang tinggi, tetapi hal ini
tidak memberikan laba yang maksimal karena produktivitas kelapa sawit
tidak berbeda nyata antara pemberian dosis yang tinggi dengan dosis yang
rendah.
6.2. Saran
a. Untuk penelitian yang lebih lanjut hendaknya menggunakan citra satelit
lain yang dapat digunakan sebagai perbandingan dalam mengindentifikasi
kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang agar dapat
diketahui citra satelit yang dapat memberikan kenampakan kelapa sawit
secara maksimal.
b. Untuk mengetahui secara lebih baik hubungan antara produktivitas dengan
karakteristik lahan dan pengelolaan harus dilakukan penelitian lanjutan
dengan menggunakan analisis fisik dan kimia tanah agar penelitian
menjadi lebih lengkap dan lebih valid.
c. Pemupukan yang dilakukan pada PT. Perkebunan Nusantara VIII
Cimulang untuk mendapatkan produktivitas yang lebih optimal, sebaiknya
dilakukan tidak hanya berdasarkan tahun tanam kelapa sawit. Pemupukan
yang baik untuk kelapa sawit harus sesuai dengan kondisi lahan dan
tanaman kelapa sawit.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Barus, B., Moentoha, S., Iskandar, L., Sapta, R., Hari, A., Hermanu, W.,
Supijatno, LS Iman, Bambang, H., dan Diar S. Pemetaan Komoditas
Perkebunan Kelapa Sawit, Karet dan Kakao dan Industrinya di Indonesia
(Mapping of Oil Palm, Rubber and Cacao Plantation and It’s Industry in
Indonesia). 2011. http://bbarus.staff.ipb.ac.id (diakses 21 Maret 2012).
EORC JAXA (Earth Observation Research Center, Japan Aerospace Exploration
Agency). 1997. ALOS Research and Application Project.
http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS.htm (diakses 14 Agustus 2011).
Dudal, R. dan M. Soepraptohardjo. 1960. Some consideration on The Genetic
Relationship between Latosol and Andosols in Java (Indonesia). Trans. 7th
Intern. Congr. Soil Sci. Madison.
[GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2012. Refleksi Industri
Kelapa Sawit 2011 dan Prospek 2012.
http://www.gapki.or.id/news/detail/335/REFLEKSI-INDUSTRI-
KELAPA-SAWIT-2011-DAN-PROSPEK-2012 (diakses 08 Maret 2012).
Gustiar, C. 1999. Evaluasi Kesesuaian Fisik Lahan untuk Perencanaan
Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada Sebagian
Wilayah dari Kabupaten Mandailing Natal (Sumatera Utara) dan
Kabupaten Pasaman (Sumatera Barat). Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Harahap, E. 1999. Perkembangan Akar Tanaman Kelapa Sawit pada Tanah
Terdegradasi di Sosa Tapanuli Selatan. Disertasi. Jurusan Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hartanto, H. 2011. Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Citra Media Publishing.
Yogyakarta.
Haryani, N., Herny, R dan Adhitya, K. 2005. Kajian Potensi dan Pengembangan
Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Rokan Hilir – Riau. Pertemuan
Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. 14 – 15 September 2005, Surabaya.
Koedadiri, A., W. Darmosarkoro dan E. S. Sutarta. 1999. Potensi Pengelolaan
Tanah Ultisol pada Beberapa Wilayah Perkebunan Kelapa Sawit di
Indonesia. Kongres Nasional VII HITI. 2-4 November 1999, Bandung.
Lillesand, T.M and R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Dulbahri, Prapto S, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Fakultas Geografi,
Universitas Gajah Mada. Terjemahan dari : Remote Sensing and Image
Interpretation.
Lukman, F. dan Poeloengan, Z. 1996. Application of Remote Sensing Technique
for Oil Palm Plantation, Management. Proceeding of the 1997 PORIM
International Palm Oil Congress - Competitiveness for the 21st Century.
460–467.
Morrow, J. 2001. Linear Regression Modelling for the Estimasion of Oil Palm
Age from Landsat-TM. Journal of Remote Sensing. Vol.22: 2243-2264.
Nurmala, S. 2009. Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produktivitas TBS
(Studi Kasus di PTPN VIII, Cimulang, Bogor). Skripsi. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.
PT. Perkebunan Nusantara VIII. 2011. Profil PTPN.
http://kpbptpn.co.id/profileptpn-21-0-ptpn-viii.html#ixzz1eupCVIns,akses
(diakses 27 november 2011).
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 1997. Pengenalan Bahan Tanaman Kelapa Sawit.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006. Potensi Dan Peluang Investasi Industri
Kelapa Sawit Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Rambey, A. 2010. Panduan Praktis Mengembangkan Perkebunan Kelapa Sawit.
editor: Syafruddin Pohan. Mahapala. Medan.
Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit: Teknik Budi Daya, Panen, dan Pengolahan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya& Pengolahan Kelapa Sawit. PT.
AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Sinaga, H. 2011. Making Geographic Information System (GIS) Area of Oil Palm
Plantations In North Sumatra Province. Gunadarma University Library.
Sitoms, J. 2004. Pengembangan Model Estimasi Umur Tanaman Sawit
Menggunakan Data Landsat-TM. Jurnal Penginderaan Jauh dan
Pengolahan Data Citra Digital. Vol. 1: 14-19.
Suroso, A., Kudang, B., dan Satriawan, P. 2004. Pengembangan Sistem Informasi
Geografis untuk Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Manajemen
dan Agribisnis. Institut Pertanian Bogor.
Yahya, S. 1990. Budidaya Kelapa Sawit. Program Studi Budidaya Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran Tabel 1. Hasil Peneraan Umur Tanaman Kelapa Sawit
Blok Tahun
Tanam
Umur
Tanaman
Produksi 2010
(Ton/TBS/Thn) Ya Yt
1 2002 8 17,97 21,57 16,89
2 2002 8 19,02 21,57 17,94
3 2005 5 20,51 17,1 23,9
4 2003 7 20,88 22,46 18,91
5 2003 7 25,39 22,46 23,42
6 2003 7 21,3 22,46 19,33
7 2004 6 22,46 20,97 21,98
8 2003 7 24,65 22,46 22,68
9 2004 6 25,68 20,97 25,2
10 2003 7 24,82 22,46 22,85
11 2003 7 22,69 22,46 20,72
12 2003 7 22,38 22,46 20,41
13 2004 6 23,48 20,97 23
14 2004 6 18,88 20,97 18,4
15 2004 6 25,33 20,97 24,85
16 2005 5 14,12 17,1 17,51
17 2004 6 17,74 20,97 17,26
18 2003 7 26,56 22,46 24,59
19 2004 6 18,95 20,97 18,47
20 2004 6 20,66 20,97 20,18
21 2004 6 19,74 20,97 19,26
22 2005 5 18,32 17,1 21,71
23 2005 5 17,66 17,1 21,05
24 2005 5 12,91 17,1 16,3
25 2005 5 23,71 17,1 27,1
26 2005 5 28,6 17,1 31,99
27 2004 6 13,51 20,97 13,03
28 2004 6 17,54 20,97 17,06
29 2004 6 11,43 20,97 10,95
30 2004 6 18,76 20,97 18,28
31 2005 5 12,91 17,1 16,3
32 2005 5 14,07 17,1 17,46
33 2003 7 24,37 22,46 22,4
34 2003 7 21,03 22,46 19,06
35 2003 7 24,65 22,46 22,68
36 2003 7 26,89 22,46 24,92
37 2005 5 14,34 17,1 17,73
38 2003 7 24,83 22,46 22,86
Lampiran Tabel 2. Karakteristik Lahan dan Produktivitas Kelapa Sawit
Blok Tahun
Tanam Tanah
Kelas
Lereng(%)
Produktivitas
Kelapa Sawit Tahun
2010
1 2002 Oxic Dystopept 0-8 16,89
2 2002 Oxic Dystopept 0-8 17,94
3 2005 Oxic Dystopept 0-8 23,9
4 2003 Oxic Dystopept 0-8 18,91
5 2003 Epiaquic palehumult >15-<25 23,42
6 2003 Typic tropohumult >15-<25 19,33
7 2004 Typic tropohumult >15-<25 21,98
8 2003 Typic tropohumult 0-8 22,68
9 2004 Typic tropohumult >15-<25 25,2
10 2003 Typic tropohumult >15-<25 22,85
11 2003 (aquic) Humitropept 0-8 20,72
12 2003 (aquic) Humitropept 0-8 20,41
13 2004 Typic haplohumult 0-8 23
14 2004 Typic haplohumult >15-<25 18,4
15 2004 Humoxic tropohumult >15-<25 24,85
16 2005 Humoxic tropohumult >15-<25 17,51
17 2004 Humoxic tropohumult >15-<25 17,26
18 2003 Humoxic tropohumult >15-<25 24,59
19 2004 Humoxic tropohumult >25-<40 18,47
20 2004 Humoxic tropohumult >15-<25 20,18
21 2004 Typic haplohumult >15-<25 19,26
22 2005 Typic haplohumult >15-<25 21,71
23 2005 Typic haplohumult 0-8 21,05
24 2005 Typic haplohumult >25-<40 16,3
25 2005 Oxic Dystopept 0-8 27,1
26 2005 (aquic) humitropept 0-8 31,99
27 2004 Typic haplohumult >8-<15 13,03
28 2004 Typic haplohumult >15-<25 17,06
29 2004 Typic haplohumult >15-<25 10,95
30 2004 Orthoxic palehumult >15-<25 18,28
31 2005 Orthoxic palehumult >15-<25 16,3
32 2005 Orthoxic palehumult >8-<15 17,46
33 2003 Orthoxic palehumult >8-<15 22,4
34 2003 Tropeptic eutrorthox >8-<15 19,06
35 2003 Tropeptic eutrorthox 0-8 22,68
36 2003 Tropeptic eutrorthox >15-<25 24,92
37 2005 Orthoxic palehumult 0-8 17,73
38 2003 Typic haplohumult >15-<25 22,86
Lampiran Tabel 3. Dosis Pemupukan dan Produktivitas Kelapa Sawit
Blok Tahun
Tanam
Dosis Pemupukan (Kg/Pohon) Produktivitas
Kelapa
Sawit Dosis
Urea
Dosis
Dolomit
Dosis
NPK
Dosis
Kalphos
1 2002 1.562 2.846 2,004 2,374 16,89
2 2002 1.562 2.846 2,004 2,374 17,94
3 2005 2.635 2.436 2,871 3,791 23,9
4 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 18,91
5 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 23,42
6 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 19,33
7 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 21,98
8 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 22,68
9 2004 2.571 2.286 2,990 4,01 25,2
10 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 22,85
11 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 20,72
12 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 20,41
13 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 23
14 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 18,4
15 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 24,85
16 2005 2.635 2.436 2,871 3,791 17,51
17 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 17,26
18 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 24,59
19 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 18,47
20 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 20,18
21 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 19,26
22 2005 2.635 2.436 2,871 3,791 21,71
23 2005 2.635 2.436 2,871 3,791 21,05
24 2005 2.635 2.436 2,871 3,791 16,3
25 2005 2.635 2.436 2,871 3,791 27,1
26 2005 2.635 2.436 2,871 3,791 31,99
27 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 13,03
28 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 17,06
29 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 10,95
30 2004 2.571 2.286 2,990 4,010 18,28
31 2005 2.635 2.436 2,871 3,791 16,3
32 2005 2.635 2.436 2,871 3,791 17,46
33 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 22,4
34 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 19,06
35 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 22,68
36 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 24,92
37 2005 2.635 2.436 2,871 3,791 17,73
38 2003 3.096 4.215 6,304 4,752 22,86
Lampiran 4. Tabel Hasil Uji Sidik Ragam
Tabel Uji Sidik Ragam Variabel Lereng
Uji kesamaan varian
Levene statistic df1 df2 Sig
0.482 3 34 0.697
Uji Anova
Sum of
squares
Df Mean
square
F Sig
Between
Groups
71.333 3 23.778 1.594 0.209
Within
Groups
507.202 34 14.918
Total 578.535 37
Uji Lanjut (Multiple Comparisons)
(I)
lereng
(J)
lereng
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
4 12 3.935577 2.208379 0.299 -2.02882 9.89997
20 1.559393 1.390200 0.679 -2.19526 5.31405
33 4.538077 2.933660 0.422 -3.38516 12.46131
12 4 -3.935577 2.208379 0.299 -9.89997 2.02882
20 -2.376184 2.124751 0.681 -8.11472 3.36235
33 .602500 3.344887 0.998 -8.43138 9.63638
20 4 -1.559393 1.390200 0.679 -5.31405 2.19526
12 2.376184 2.124751 0.681 -3.36235 8.11472
33 2.978684 2.871235 0.729 -4.77595 10.73332
33 4 -4.538077 2.933660 0.422 -12.46131 3.38516
12 -.602500 3.344887 0.998 -9.63638 8.43138
20 -2.978684 2.871235 0.729 -10.73332 4.77595
Tabel Uji Sidik Ragam Variabel Tanah
Uji kesamaan varian
Levene statistic df1 df2 Sig
1.582 5 31 0.194
Uji Anova
Sum of
squares
Df Mean
square
F Sig
Between
Groups 132.867 6 22.144 1.540 0.198
Within
Groups 445.668 31 14.376
Total 578.535 37
Tabel Uji Sidik Ragam Paket Pemupukan
Uji kesamaan varian
Levene statistic df1 df2 Sig
2.722 3 34 0.060
Uji Anova
Sum of
squares
Df Mean
square
F Sig
Between
Groups 75.092 3 25.031 1.690 0.187
Within
Groups 503.444 34 14.807
Total 578.535 37
Uji Lanjut (Multiple Comparisons)
(I)
urea
(J)
urea
Mean Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1.562 2.571 -1.655769 2.922772 0.941 -9.54960 6.23806
2.635 -3.690000 2.980654 0.608 -11.74016 4.36016
3.096 -4.495000 2.922772 0.427 -12.38883 3.39883
2.571 1.562 1.655769 2.922772 0.941 -6.23806 9.54960
2.635 -2.034231 1.618558 0.596 -6.40564 2.33717
3.096 -2.839231 1.509313 0.255 -6.91559 1.23713
2.635 1.562 3.690000 2.980654 0.608 -4.36016 11.74016
2.571 2.034231 1.618558 0.596 -2.33717 6.40564
3.096 -.805000 1.618558 0.959 -5.17640 3.56640
3.096 1.562 4.495000 2.922772 0.427 -3.39883 12.38883
2.571 2.839231 1.509313 0.255 -1.23713 6.91559
2.635 .805000 1.618558 0.959 -3.56640 5.17640
Lampiran Tabel 5. Analisis Ekonomi Biaya Pemupukan dengan Produktivitas
Kelapa Sawit
Kategori blok Pendapatn
(Rp/ha) Laba Prod/ha Panen Gulma TBM Panen+TBM
1 1 26.959.965 17.302.794 17.973 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
1 2 28.535.274
18.666.293 19.024 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
2 3 30.771.434 17.598.776 20.514 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
2 16 21.183.664 8.743.675 14.122 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
2 22 27.477.220 14.558.679 18.318 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
2 23 26.488.992 13.592.434 17.659 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
2 24 19.367.189 7.265.059 12.911 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
2 25 35.558.701 21.671.625 23.706 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
2 26 42.895.353 27.882.221 28.597 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
2 31 19.367.900 7.265.698 12.912 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
2 32 21.109.678 8.909.637 14.073 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
2 37 21.513.568 9.195.369 14.342 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 4 31.320.334 10.967.121 20.880 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 5 38.079.519 17.045.881 25.386 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 6 31.944.407 11.528.370 21.296 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 8 36.972.364 16.050.179 24.648 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 10 37.224.333 16.276.783 24.816 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 11 34.039.077 13.412.177 22.693 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 12 33.564.318 12.985.210 22.376 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 18 39.836.377 18.494.582 26.558 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 33 36.561.580 15.286.847 24.374 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 34 31.543.038 11.298.706 21.029 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 35 36.977.707 17.236.684 24.652 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 36 40.341.950 17.898.860 26.895 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
3 38 37.252.222 14.463.665 24.835 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 7 33.691.541 19.780.625 22.461 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 9 38.526.792 24.129.128 25.685 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 13 35.224.923 21.159.647 23.483 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 14 28.321.408 14.790.486 18.881 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 15 37.998.504 21.164.721 25.332 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 17 26.617.032 15.184.884 17.745 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 19 28.420.710 14.960.092 18.947 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 20 30.996.748 17.357.109 20.664 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 21 29.611.571 16.593.173 19.741 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 27 20.267.819 7.627.925 13.512 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 28 26.305.541 13.298.750 17.537 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 29 17.148.811 5.384.997 11.433 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551
4 30 28.138.947 14.947.593 18.759 3.074.096 1.200.000 2.045.455 6.319.551