identifikasi hazard dan penilaian risiko kesehatan …

143
IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN KERJA PADA PEKERJA TENUN IKAT DI KELURAHAN TUAN KENTANG KOTA PALEMBANG TAHUN 2019 Oleh UMAR HABIBI 15.13201.10.33 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG 2019

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO

KESEHATAN KERJA PADA PEKERJA TENUN

IKAT DI KELURAHAN TUAN KENTANG

KOTA PALEMBANG TAHUN 2019

Oleh

UMAR HABIBI

15.13201.10.33

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA HUSADA PALEMBANG

2019

Page 2: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO

KESEHATAN KERJA PADA PEKERJA TENUN

IKAT DI KELURAHAN TUAN KENTANG

KOTA PALEMBANG TAHUN 2019

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh

UMAR HABIBI

15.13201.10.33

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA HUSADA PALEMBANG

2019

Page 3: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

iii

ABSTRAK SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK)

BINA HUSADA PALEMBANG

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Skripsi, 18 Mei 2019

UMAR HABIBI

Identifikasi Hazard dan Penilaian Risiko Kesehatan Kerja Pada Pekerja Tenun

Ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang Tahun 2019

(xvi, 109 halaman, 10 bagan, 7 tabel, 24 gambar, 3 lampiran)

Identifikasi bahaya merupakan proses pengenalan adanya suatau bahaya dan

penilaian risiko untuk mengevaluasi besarnya risiko dengan menentukan tingkat

risiko yang ditinjau dari kemungkinan kejadian (Probability) dan keparahan yang

dapat ditimbulkan (severity). Apabila hazard tidak dikendalikan dengan tepat akan

dapat menyebabkan kelelahan, sakit, cedera dan bahkan kecelakaan yang serius. Di

Provinsi Sumatera Selatan jumlah kecelakaan kerja yang terjadi dalam 15 Wilayah

Kabupaten pada tahun 2013 sebanyak 182 kasus, dan tahun 2014 terjadi 11

kecelakaan kerja dan 2 oarang meninggal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran potensi bahaya dan

tingkat risiko pada pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang.

Instrumen yang digunakan adalah REBA dan HIRARC (Hazard Identification Risk

Assessment And Risk Control) yang terbagi dalam 3 tahap, yaitu identifikasi bahaya,

penilaian risiko dan pengendalian risiko. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24-

29 April 2019 di industri tenun ikat Kelurahan Tuan Kentang Palembang. Data di

dapatkan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan serta pendokumentasian.

Hasil Penelitian menunjukan hazard fisik berupa suhu ruangan kerja

berdasarkan penilian risiko memiliki potensi bahaya risiko sedang, sebanyak 1 jenis

bahaya dengan nilai persentasi 10%. Hazard egonomi pada proses penenunan

memiliki potensi bahaya risiko sedang, sebanyak 7 jenis bahaya dengan nilai

persentasi 70%.

Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa berdasarkan pengukuran suhu di 7

station yaitu melebihi nilai ambang batas sehingga hasil penilaian risiko yaitu risiko

sedang, dan penilaian risiko pada tahap proses penenunan juga memiliki potensi

bahaya sedang. Disarankan untuk diadakannya pengendalian berupa penyediaan alat

pendingin ruangan, air minum, penambahan ventilasi ruangan kerja, dan modifikasi

alat kerja yang ergonomi guna menciptakan kondisi kerja yang aman dan nyaman.

Kata Kunci : Identifikasi Hazard Dan Penilaian Risiko

Daftar Pustaka : 36 (2004-2019).

Page 4: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

iv

ABSTRACT BINA HUSADA COLLEGE OF HEALTH SCIENCE

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

Student Thesis, 18 May 2019

UMAR HABIBI

Hazard Identification and Occupational Health Risk Assessment For Ikkat

Weavers (Traditional Hand-woven Fabric) in Administrative Village of Tuan

Kentang Palembang in 2019

(xvi + 109 pages + 10 charts + 7 tables + 3 attachments)

Hazard Identification is the process of defining the existence of a hazard and

Risk Assessment to evaluate the amount of risk by determining the level of risk in

terms of the probability of occurrence (Probability) and severity. If the hazard is not

properly controlled, it can cause fatigue, illnes, injury and even serious accidents. In

South Sumatra Province the number of work accidents occurring in 15 regency areas

in 2013 was 182 cases and in 2014 there were 11 work accidents and 2 people died.

This research aimed to determine the hazard and the level on ikat weaver at

Tuan Kentang sub-districk. This research observation research through cross

sectional design, the instrument that was used were REBA and HIRARC (Hazard

Identification Risk Assessment and Risk Control). That was devided into three stages

mainly : hazard identification, risk assessment and risk control. This research was

conducted on 24-29 April 2019 in Ikat weaver industry of Tuan Kentang sub-districk,

Palembang. The data were collected by using observation, record and documentation.

This research result showed as many as 1 hazard physical hazard of work

station temperature which was based on risk assessment had a moderate risk potential

with the value of 10%. The overall ergonomic hazard for the weaving stage had a

moderate risk potential of 7 types of hazards with a percentage value of 70%.

In conclusion based on the temperature measurement from seven work

stations, it was found that the value exceeded the thereshold value so the results of the

risk assessment was moderate and the weaving stage also had moderate potential

hazards. It is recommended that employer provide air conditioner, drinking water,

additional room ventilation and ergonomic working equipment to create safe and

comfortable conditions for ikkat weavers.

Keywords : Hazard Identification, Risk Assessment

Bibliography : 36 (2004-2019).

Page 5: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 6: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 7: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Umar Habibi

Tempat/Tanggal Lahir : Batumarta, 05 September 1994

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Alamat : Batumarta XI Blok Ij Kec. Sinar Peninjauan Kab.Oku

Kode Pos : 32159

Orang Tua

- Ayah : Sadali

- Ibu : Mutiah (Almh)

Handphone : 085366558034

Emai : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negri 164 Ogan Komering Ulu Tahun 2001 – 2007

2. MTS Babbussalam Batumarta XI Tahun 2007 – 2010

3. SMAN 08 OKU 2010 – 2013

4. STIK Bina Husada Palembang Tahun 2015 – 2019

Page 8: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

viii

PERSEMBAHAN DAN MOTTO

Kupersembahan Kepada :

Allah SWT. yang telah memberikan nikmat-Nya serta mempermudahkan

langkah saya untuk menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

Kepada kedua orang tuaku tercinta, Bapak Sadali dan Ibu Mutiah (Almh),

yang selalu meberikan doa, cinta dan kasih sayang yang tiada henti.

Kakakku Jariyah yang telah membantu penulis baik dukungan moril maupun

materi selama kuliah hingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Kalianlah

motivasi terbesar untuk keberhasilanku.

Motto :

“Bertaqwalah kepada Allah, maka Dia akan membimbingmu.

Sesungguhnya Allah Mengetahui segala sesuatu” (Qs. Al-Baqarah: 282).

“Barang siapa yang bersungguh – sungguh, sesungguhnya kesungguhan

tersebut untuk kebaikan diri sendiri” (Qs. Al-Ankabut:6 ).

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs. Asy Syarh ayat 5 – 6 ).

Page 9: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

ix

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu

syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Kesehatan Masyarakat

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Bina Husada.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih

kepada Ibu Dr Maksuk SKM, M.Kes, sebagai pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan selama penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. dr. Chairil Zaman,

M.Sc selaku Ketua STIK Bina Husada, Ibu Dian Eka Anggreny, SKM, M.Kes selaku

Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan kemudahan

dalam pengurusan administrasi penulisan skripsi ini. Selain itu penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Dian Eka Anggreny, SKM, M.Kes dan Bapak

Welly Suwandi SKM, M.Kes, selaku penguji dalam penyusunan skripsi ini dan Ibu

Atma Deviliawati SKM, M.Kes selaku pembimbing akademik selama mengikuti

pendidikan di Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Bina Husada.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna oleh

karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan

dan kesempurnaan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukan dan

bagi siapa saja yang membacanya.

Palembang, 18 Mei 2019

Penulis

Page 10: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ................................................. ii

ABSTRAK ............................................................................................................ iii

ABSTRACT .......................................................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... v

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ................................................................ vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................... vii

PERSEMBAHAN DAN MOTO ....................................................................... viii

UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................. ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5

1.3. Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 5

1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6

1.4.1 Tujuan umum ..................................................................................... 6

1.4.2 Tujuan khusus .................................................................................... 6

1.5. ManfaatPenelitian ....................................................................................... 6

1.5.1 Bagi Penelitian ................................................................................... 6

1.5.2 Bagi STIK Bina Husada..................................................................... 6

1.5.3 Bagi Pekerja Tenun Ikat..................................................................... 7

1.6. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................... 7

1.6.1 Lingkup Lokasi Penelitian ................................................................. 7

1.6.2 Lingkup Waktu Penelitian ....................................................................... 7

1.6.3 Lingkup Materi Penelitian .......................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Keselamatan dan Kesehatan Kerja .............................................................. 8

2.1.1 Definisi ................................................................................................ 8

2.1.1.1 Keselamatan Kerja .................................................................. 8

Page 11: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

xi

2.1.1.2 Kesehatan Kerja ...................................................................... 9

2.1.1.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ......................................... 9

2.1.2 Fungsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ............................... 11

2.1.3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ........................................ 12

2.2. Hazard ...................................................................................................... 13

2.2.1 Definisi Hazard ................................................................................. 13

2.2.2 Jenis Potensi Bahaya (Hazard)..........................................................14

2.3 Manajemen Risiko. ................................................................................... 26

2.3.1 Definisi Manajemen Risiko ............................................................... 26

2.3.2 Tujuan Manajemen Risiko ................................................................ 29

2.3.3 Proses Manajemen Risiko ................................................................. 30

2.3.4 Identifikasi Bahaya ............................................................................ 34

2.3.4.1 Identifikasi Sumber Bahaya .................................................. 35

2.3.4.2 Metode Identifikasi Bahaya .................................................. 36

2.3.4.3 Pemilihan Teknik Identifikasi Bahaya .................................. 37

2.3.5 Penilaian Risiko ................................................................................. 37

2.3.5.1 Definisi Penilaian Risiko ...................................................... 38

2.3.5.2 Menentukan Peluang ............................................................. 38

2.3.5.3 Menentukan Konsekuensi ..................................................... 39

2.3.6 Pengendalian Risiko .......................................................................... 41

2.4 Metode HIRARC ...................................................................................... 43

2.4.1 Definisi HIRARC .............................................................................. 43

2.4.2 Identifikasi Bahaya ............................................................................ 44

2.4.3 Penilaian Risiko ................................................................................. 46

2.4.4 Pengendalian Risiko .......................................................................... 49

2.5 Tenun Ikat ................................................................................................. 49

2.5.1 Definisi Tenun Ikat ............................................................................ 49

2.5.2 Jenis Tenun Ikat ................................................................................ 50

2.5.3 Proses Pembuatan Tenun Ikat ........................................................... 50

2.6 Penelitian Terkait ...................................................................................... 54

2.7 Kerangka Teori ......................................................................................... 56

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitia ............................................................................................ 57

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 57

3.2.1 Lokasi Penelitian ............................................................................... 57

3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................................... 57

3.4 Kerangka Konsep ...................................................................................... 58

3.5 Defenisi Operasional ................................................................................. 59

Page 12: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

xii

3.6 Metode, Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data ............................... 62

3.6.1 Metode Pengumpulan Informasi ....................................................... 62

3.6.2 Alat Pengumpulan Data .................................................................... 62

3.6.3 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................. 62

3.6.3.1 Tahap Persiapan .................................................................... 63

3.6.3.2 Proses Pengumpulan Data .................................................... 63

3.7 Prosedur Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 64

3.7.1 Prosedur Pengolahan Data ................................................................ 64

3.7.2 Prosedur Analisis Dta ........................................................................ 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tenun Ikat ................................................................... 65

4.1.1 Sejarah Tenun Ikat............................................................................. 65

4.1.2 Gambaran Umum Penenunan ............................................................ 66

4.1.3 Gambaran Peralatan Kerja................................................................. 67

4.2 Proses Pembuatan Tenun Ikat .................................................................. 68

4.2.1 Benang Lusi ....................................................................................... 69

4.2.2 Benang Pakan .................................................................................... 71

4.2.4 Penenunan ......................................................................................... 74

4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 75

4.4 Identifikasi Hazard .................................................................................... 76

4.4.1 Hazard Fisik ...................................................................................... 76

4.4.2 Hazard Ergonomi .............................................................................. 78

4.5 Penilaian Risiko ........................................................................................ 94

4.6 Pengendalian Risiko ................................................................................ 102

4.7 Rekomendasi Alat Kerja ......................................................................... 105

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ................................................................................................. 108

5.2 Saran ....................................................................................................... 109

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

xiii

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

2.1 Hubungan Bahaya dan Risiko .......................................................................... 28

2.2 Proses Sistem Manajemen K3 .......................................................................... 29

2.3 Proses Manajemen Risiko ................................................................................ 31

2.4 Tingkat Risiko .................................................................................................. 33

2.5 Menentukan Peluang ........................................................................................ 39

2.6 Panduan Daftar Konsekuensi ........................................................................... 40

2.7 Hirarki Pengendalian Bahaya ........................................................................... 41

2.8 Kerangka Teori................................................................................................. 56

3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................. 58

4.1 Alur Proses Pembuatan Tenun Ikat .................................................................. 68

Page 14: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1 Nilai Ambang Batas Iklim Lingkungan Kerja ................................................. 15

2.2 Nilai Ambang Batas Pencahayaan Dalam Gedung .......................................... 16

2.3 Skala Probability .............................................................................................. 47

2.4 Skala Severity ................................................................................................... 47

2.5 Matriks Tingkat Risiko .................................................................................... 48

2.6 Penelitian Terkait ............................................................................................. 54

3.1 Definisi Operasional......................................................................................... 59

Page 15: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

4.1 Kain Blongket Tenun Ikat ................................................................................ 66

4.2 Alat Tenun Bunkan Mesin ............................................................................... 67

4.3 Kursi Kerja ....................................................................................................... 68

4.4 Proses Pewarnaan ............................................................................................. 69

4.5 Proses Pengelosan ............................................................................................ 70

4.6 Proses Penghanian ............................................................................................ 71

4.7 Proses Pemidangan........................................................................................... 72

4.8 Proses Pelimaran .............................................................................................. 72

4.9 Proses Penginciran ........................................................................................... 73

4.10 Proses Pemaletan ............................................................................................ 74

4.11 Proses Penenunan ........................................................................................... 75

4.12 Pengukuran Suhu Ruangan ............................................................................ 77

4.13 Pengukuran Pencahayaan ............................................................................... 78

4.14 Tingkat Risiko Ergonomi Tahap Pencelupan ................................................ 80

4.15 Tingkat Risiko Ergonomi Tahap Pengelosan ................................................. 82

4.16 Tingkat Risiko Ergonomi Tahap Penghanian ................................................ 84

4.17 Tingkat Risiko Ergonomi Tahap Pemidangan ............................................... 86

4.18 Tingkat Risiko Ergonomi Tahap Pelimaran ................................................... 88

4.19 Tingkat Risiko Ergonomi Tahap Penginciran ................................................ 90

4.20 Tingkat Risiko Ergonomi Tahap Pemaletan .................................................. 92

4.21 Tingkat Risiko Ergonomi Tahap Penenunan ................................................. 94

4.22 Diagram Pie Hasil Penilaian Risiko ............................................................. 101

4.23 Alat Tenun Manual (penambahan alat bantu) .............................................. 105

4.24 Kursi Kerja (modifikasi) .............................................................................. 106

Page 16: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

1. Lembar Penilaian Reba

2. Dokumentasi

3. Surat Selesai Penelitian

Page 17: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Potensi bahaya (hazard) terdapat hampir disetiap tempat dimana

dilakukan suatu aktivitas, baik di rumah, di jalan, maupun di tempat kerja. Apabila

hazard tersebut tidak dikendalikan dengan tepat akan dapat menyebabkan kelelahan,

sakit, cedera, dan bahkan kecelakaan yang serius. Oleh karena itu, harus dilakukan

pengendalian bahaya dengan menemukan sumber-sumber bahaya di tempat kerja,

kemudian diadakan identifikasi bahaya. Bahaya yang telah teridentifikasi perlu

dievaluasi tingkat risikonya terhadap tenaga kerja. Dari kegiatan tersebut dapat

diupayakan suatu usaha pengendalian sampai pada tingkat yang aman bagi tenaga

kerja, aset perusahaan dan lingkungan (Prasetyo, 2018).

Berbagai sumber bahaya di tempat kerja baik faktor fisik, kimia, biologi,

fisiologi, psikososial, peralatan kerja dan ergonomi merupakan faktor risiko yang

tidak bisa diabaikan begitu saja (Ramli, 2013). Berdasarkan data International Labour

Organization (ILO) tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena

kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya

(2012) ILO mencatatat angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat

kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun. (Depkes, 2014).

Page 18: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

2

Tingkat kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi dan cenderung

meningkat setiap tahunnya. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Ketenagakerjaan mencatat adanya kenaikan angka kecelakaan kerja yang cukup

mengkhawatirkan. Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan bahwa

tahun 2017 angka kecelakaan kerja yang dilaporkan mencapai 123.041 kasus,

sementara sepanjang 2018 mencapai 173.105 kasus. Setiap tahunnya rata-rata BPJS

Ketenagakerjaan melayani 130 ribu kasus kecelakaan kerja, dari kasus-kasus ringan

sampai dengan kasus-kasus yang berdampak fatal (BPJS Ketenagakerjaan, 2018).

Setiap pekerjaan selalu mengandung potensi rIsiko bahaya dalam bentuk

kecelakaan kerja. Besarnya potensi kecelakaan dan penyakit kerja tersebut tergantung

dari jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan, tata ruang dan

lingkungan bangunan serta kualitas manajemen dan tenaga pelaksana. Jumlah kasus

kecelakaan akibat kerja tahun 2011-2014 yang paling tinggi pada 2013 yaitu 35.917

kasus kecelakaan kerja tahun 2011 = 9.891 tahun 2012 21.735 tahun 2014 = 24.910

(Badan Pusat Statistik, 2014). Jumlah kecelakaan kerja yang terjadi dalam 15

Wilayah Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2013 sebanyak 182

kasus, dan tahun 2014 terjadi 11 kecelakaan kerja dan 2 oarang meninggal

(Dinakertrans; Ria, 2015).

Bahaya menyebabkan kecelakaan yang memberikan dampak negatif

terhadap manusia, peralatan, material dan lingkungan. Risiko adalah gambaran

mengenai adanya potensi bahaya keberadaan bahaya dan risiko harus segera

ditangani dan dikendalikan dengan manajemen K3 yang baik dan benar. Manajemen

K3 berkaitan erat dengan manajemen risiko. Berdasarkan OHSAS 18001, organisasi

Page 19: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

3

wajib menetapkan prosedur mengenai identifikasi bahaya (hazard identification),

penilaian risiko (risk assessment) dan menentukan pengendalian (risk control).

Bahaya adalah segala aspek yang terdiri atas kondisi dan aktivitas yang bersifat

memicu kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan itu sendiri.

Oleh karenanya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja perlu dilakukan

pemetaan risiko dan bahaya serta pengendaliannya (Prasetyo, 2018).

Identifikasi Bahaya dan Pengendalian Risiko (IBPR) salah satu

komponen penting dalam sistem manajemen keselamatan dan keselamatan kerja

karena berhubungan langsung dengan upaya pencegahan dan pengendalian bahaya,

IBPR dilakukan di setiap aktivitas lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya

dengan menggunakan metode Hazard Identification Risk Assessment and Risk

Control (HIRARC). Metode HIRARC bertujuan untuk menentukan tingkat risiko dan

pengendalian sesuai risiko, serta menurunkan tingkat risiko dan upaya untuk

menurunkan tingkat potensi bahaya yang akan terjadi (Prasetyo, 2018).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmadina (2016) yang dilakukan

di Pt. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta tahun 2016 dengan menggunakan

metode Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA). Bahwa dari hasil

identifikasi menunjukkan terdapat 44 sumber potensi bahaya, 8 sumber bahaya

kategori tingkat bahaya serius (18,2%), 19 sumber bahaya kategori tingkat bahaya

sedang (43,2%), dan 17 sumber bahaya tingkat bahaya rendah (38,6%). Dari hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab sumber potensi bahaya antara

lain: lingkungan kerja yang tidak aman, peralatan atau mesin yang tidak aman, dan

sikap kerja yang tidak aman (Rahmadina, 2016).

Page 20: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

4

Penelitian terkait mengenai identifikasi bahaya dan penilaian risiko pada

pekerja tenun ikat dengan menggunakan metode Hazard Identification Risk

Assessment And Risk Control (HIRARC), belum banyak dilakukan oleh karena itu

penting dilakukan identifikasi hazard dan penilaian risiko menggunakan metode

Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) guna mengetahui

tingkat risiko bahayanya dan bagaimana tindakan pengendalian yang dilakukan di

Industri tenun ikat Kota Palembang.

Industri tenun ikat berdiri pada tahun 1970 an yang berlokasi di

Kelurahan Tuan Kentang Kec. Seberang Ulu I Palembang. Industri tenun ikat

merupakan indutsri perumahan yang bergerak di bidang kain tenun ikat Palembang,

usaha ini dilakukan oleh sebagian masyarakat di Kelurahan Tuan Kentang sebagai

bentuk mata pencaharian dengan melestarikan kain tenun ikat Palembang. Di

kelurahan ini memiliki 7 Industri rumahan, keseluruhan industri ini dimanajemeni

oleh Griya Kain Tuan Kentang yang diketuai oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB)

Griya Kain Tuan Kentang. Adapun proses pembuatan kain tenun ikat Palembang ini

melalui 3 tahap. Tahap pertama proses benang lusi diantaranya: pengelosan

(memintal), pencelupan warna, penghanian. Tahap kedua proses benang pakan

diantaranya: pemidangan, pelimaran, penginciran, pemaletan. Tahap ketiga yaitu

penenunan. pekerjaan ini dilakukan setiap hari kerja mulai pukul 07.00 – 18.00 Wib,

dimana semua ini dilakukan dengan proses manual yang dikerjakan oleh pekerja

tenun ikat, dalam proses ini pekerja harus berhadapan langsung dengan alat-alat tenun

yang digunakan secara manual dan berisiko terhadap kondisi kesehatan pekerja.

Berdasarkan observasi di lapangan maka dalam hal ini peneliti ingin mengidentifikasi

Page 21: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

5

bahaya dan penilaian risiko kesehatan kerja guna diketahuinya tingkat risiki dan

upaya dalam pengendaliannya agar tercipta kondisi kerja yang aman. Dengan judul

penelitian identifikasi bahaya dan penilaian risiko kesehatan kerja pada pekerja tenun

ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah belum diketahuinya gambaran mengenai potensi bahaya dan

tingkat risiko pada pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang

Tahun 2019.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apa saja potensi bahaya yang ada pada pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan

Kentang Kota Palembang Tahun 2019?

2. Bagaimana penilaian risiko pada pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang

Kota Palembang Tahun 2019?

3. Bagimana pengendalian risiko pada pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang

Kota Palembang Tahun 2019?

Page 22: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

6

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran potensi bahaya dan tingkat risiko pada

pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang Tahun 2019.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya potensi bahaya yang ada pada pekerja tenun ikat di Kelurahan

Tuan Kentang Kota Palembang Tahun 2019.

2. Diketahuinya penilaian risiko pada pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan

Kentang Kota Palembang Tahun 2019.

3. Diketahuinya pengendalian risiko pada pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan

Kentang Kota Palembang Tahun 2019.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Sebagai sarana belajar untuk melakukan penelitian yang memanfaatkan

pengetahuan yang didapat selama masa perkuliahan serta sebagai penilaian terhadap

tingkat pengetahuan mahasiswa selama mendapatkan perkuliahan. Serta menambah

wawasan mahasiswa mengenai K3 pada umumnya dan identifikasi bahaya dan

penilaian risiko pada khusunya.

1.5.2 Bagi STIK Bina Husada

Sebagai bahan pertimbangan terhadap apa yang telah didapat mahasiswa

selama mendapatkan pendidikan dan di dalam teori praktek lapangan, serta

Page 23: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

7

menambah pengetahuan mahasiswa tentang identifikasi bahaya dan penilaian risiko

keselamatan dan kesehatan kerja.

1.5.3 Bagi Pekerja Tenun Ikat

Bisa menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam rangka

peningkatan K3 dan penerapan SMK3 dalam upaya meminimalkan kecelakaan kerja

yang terjadi pada pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1 Lingkup Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan tuan kentang kota palembang 2019.

1.6.2 Lingkup Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 24 – 29 April 2019.

1.6.3 Lingkup Materi Penelitian

Ruang lingkup materi dalam penelitian ini yaitu Keselamatan dan

Kesehatan Kerja. Penelitian ini akan dilaksankan pada tanggal 24 – 29 April 2019.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran potensi bahaya dan tingkat

risiko pada pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang.

Page 24: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.1.1 Definisi

2.1.1.1 Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja,

bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja di lingkungannya serta cara-cara

melakukan pekerjaan (Suwardi dan Daryanto, 2018).

Keselamatan Kerja adalah suatu keadaan yang aman dan selamat dari

penderitaan dan kerusakan serta kerugian di tempat kerja, baik pada saat memakai

alat, bahan, mesin-mesin dalam proses pengolahan, teknik pengepakan, penyimpanan,

maupun menjaga dan mengamankan tempat serta lingkungan kerja (Kusawana,

2017).

Keselamatan kerja adalah suatu keadaan terhindar dari bahaya selama

melakukan pekerjaan. Pengertian keselamatan kerja merupakan keselamatan yang

berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,

landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Keselamatan kerja mencakup pencegahan kecelakaan kerja dan perlindungan

terhadap tenaga kerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari

kondisi kerja yang tidak aman dan atau tidak sehat (Buntarto, 2015).

Page 25: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

9

2.1.1.2 Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban

kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa

membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya (Suwardi dan

Daryanto, 2018).

Kesehatan kerja adalah suatu keadaan seorang pekerja yang terbebas dari

gangguan fisik dan mental sebagai akibat pengaruh interaksi pekerjaan dan

lingkungannya (Kuswana, 2017)

Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar

masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani,

rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit

atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja

maupun penyakit umum (Buntarto, 2015).

2.1.1.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu upaya untuk

menekan atau mengurangi resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada

hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan (Suwardi dan

Daryanto, 2018).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pemikiran dan upaya

untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah

tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya

untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Sucipto, 2014).

Page 26: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

10

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan upaya atau pemikiran serta

penerapannya yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempuranaan baik

jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya,

hasil karya dan budaya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja (Kuswana,

2017).

Keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofi didefinisikan sebagai

upaya dan pemikiran untuk menjamin kebutuhan dan kesempurnaan baik jasmani

maupun rohani diri manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya beserta

hasil karyanya dalam rangka menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera

(Tarwaka, 2014).

Secara keilmuan keselamatan dan kesehatan kerja didefinisikan sebagai

ilmu dan penerapan secara teknis dan teknologis untuk melakukan pencegahan

terhadap munculnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan

yang dilakukan (Tarwaka, 2014).

Menurut Buntarto (2015) keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya

perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama

bekerja di tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak

atau tetap, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan usaha dan tempat

terdapatnya sumber-sumber bahaya.

Menurut International Labour Organization (ILO) (1998) Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu promosi, perlindungan dan peningkatan

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mencakup aspek fisik, mental dan sosial

untuk kesejahteraan seluruh pekerja di semua tempat kerja.

Page 27: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

11

Menurut Ramli (2013), Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah proses

untuk meningkatkan Sistem Manajemen K3, untuk memperoleh peningkatan

keseluruhan dari pekerja K3, searah dengan kebijakan K3 perusahaan.

2.1.2 Fungsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Sucipto (2014) fungsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah :

a. Fungsi dari kesehatan kerja

1) Identifikasi dan melakukan penilaian terhadap risiko dari bahaya kesehatan di

tempat kerja.

2) Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan praktek

kerja termasuk desain tempat kerja.

3) Memberikan saran, informasi, pelatihan dan edukasi tentang kesehatan kerja

dan APD.

4) Melaksanakan surveilan terhadap kesehatan kerja.

5) Terlibat dalam proses rehabilitasi.

6) Mengelola P3K dan tindakan darurat.

b. Fungsi dari keselamatan kerja

1) Antisipasi, identifikasi dan evaluasi kondisi dan praktek berbahaya.

2) Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur dan program.

3) Terapkan, dokumentasikan dan informasikan dalam hal pengendalian bahaya

dan program pengendalian bahaya.

4) Ukur, periksa kembali keefektifitasan pengendalian bahaya dan program

pengendalian bahaya.

Page 28: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

12

2.1.3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Buntarto (2015) keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan

untuk menjamin ksempurnaan atau kesehatan jasmani dan rohani tenaga kerja serta

hasil karya dan budayanya. Ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja adalah

sebagai berikut :

a. Memelihara lingkungan kerja yang sehat.

b. Mencegah, mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan sewaktu

bekerja.

c. Mencegah dan mengobati keracunan yang ditimbulkan dari kerja.

d. Memelihara moral, mencegah dan mengobati keracunan yang timbul dari kerja.

e. Menyesuaikan kemampuan dengan pekerjaan dan

f. Merehabilitasi pekerja yang cedera atau sakit akibat pekerjaan.

Menurut Kuswana (2017) tujuan utama Keselamatan dan Kesehatan

Kerja yaitu :

1. Mengamankan suatu sistem kegiatan/pekerjaan mulai dari input, proses sampai

dengan output.

2. Penerapan program keselamatan kerja juga diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan (well-being).

Page 29: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

13

Menurut ILO (1998) tujuan K3 adalah bentuk upaya untuk menciptakan

tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat

mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada

akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Suardi (2015), penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan

Manajemen K3 bertujuan :

1. Menyatakan komitmen

2. Menetapkan cara penerapan

3. Membentuk kelompok kerja

4. Menetapkan sumber daya yang diperlukan

5. Kegiatan penyuluhan Pengembangan Sistem Manajemen K3

2.2 Hazard

2.2.1 Definisi Hazard

Standar Australia (2000) mendefinisikan hazard sebagai sebuah sumber

potensi bahaya atau situasi dengan potensi untuk menimbulkan kerugian. Setiap

sumber atau situasi dengan potensi bahaya dalam hal cedera/penyakit, kerusakan

terhadap properti/pabrik/peralatan atau kerusakan lingkungan.

Hazard adalah suatu objek di mana terdapat energi, zat atau kondisi kerja

yang potensial dapat mengancam keselamatan. Hazard dapat berupa; bahan-bahan,

bagian-bagian mesin, bentuk energi, metode kerja atau situasi kerja (Kuswana, 2017).

Page 30: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

14

Menurut OHSAS 18001 (2007), Hazard adalah sumber, situasi atau

tindakan yang berpotensi menciderai manusia atau kondisi kelainan fisik/mental yang

teridentifikasi berasal dari atau bertambah buruk karena kegiatan kerja atau

kombinasi dari semuanya.

Menurut Permenkes No 48 Tahun 2016, Hazard adalah sifat-sifat intrinsik

dari suatu zat atau proses yang berpotensi dapat menyebabkan kerusakan atau

membahayakan. Bahaya dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis yaitu; bahaya

fisik (Physical hazards), bahaya kimia (Chemical hazards), bahaya biologi

(Biological hazards), bahaya ergonomi (Biomechanical hazards), bahaya psikososial

(Psychological hazards).

2.2.2 Jenis Potensi Bahaya (Hazard)

a. Bahaya Fisik

Bahaya fisik adalah yang paling umum dan akan hadir di sebagian besar

tempat kerja pada satu waktu tertentu. Hal itu, termasuk kondisi tidak aman yang

dapat menyebabkan cedera, penyakit dan kematian (Kuswana, 2017).

Kondisi fisik lingkungan tempat kerja dimana para pekerja beraktifitas

sehari-hari mengandung banyak bahaya, langsung maupun tidak langsung bagi

keselamatan dan kesehatan pekerja. Bahaya-bahaya tersebut dapat diklasifikasikan

sebagai bahaya getaran, kimia, radiasi, thermal, pencahayaan dan kebisingan

(Sucipto, 2014).

Menurut Permenakertrans No 13 tahun 2011 Nilai Ambang Batas adalah

standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai intensitas rata-rata tertimbang waktu

yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan

Page 31: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

15

kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau

40 jam seminggu. NAB faktor fisika meliputi iklim kerja, kebisingan, getaran,

gelombang mikro, sinar ultra ungu, dan medan magnet.

1) Nlai Ambang Batas (NAB) Iklim/Suhu Lingkungan Kerja

Menurut Permenkes No 70 Tahun 2016, Nilai Ambang Batas (NAB)

iklim/suhu lingkungan kerja merupakan batas pajanan iklim lingkungan kerja

atau pajanan panas (Heat Stress) yang tidak boleh dilampaui selama 8 jam kerja

per hari.

Tabel 2.1

Nilai Ambang Batas Iklim Lingkungan Kerja

Alokasi Waktu

Kerja dan Istirahat

NAB (°C ISBB)

Ringan Sedang Berat Sangat Berat

75 – 100% 31,0 28,0 * *

50 – 75% 31,0 29,0 27,5 *

25 – 50% 32,0 30,0 29,0 28,0

0 – 25% 32,5 31,5 30,0 30,0

Sumber : Permenkes No 70 Tahun 2016

NAB iklim lingkungan kerja ditentukan berdasarkan alokasi waktu

kerja dan istirahat dalam satu siklus kerja (8 jam per hari) serta rata-rata laju

metabolik pekerja. Kategori laju metabolik, yang dihitung berdasarkan rata-rata

laju metabolik pekerja.

Page 32: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

16

2) Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan Dalam Gedung Industri

Persyaratan pencahayaan dalam gedung lingkungan kerja industri

dikelompokkan menjadi area umum dalam gedung industri dan berdasarkan jenis

area, pekerjaan atau aktivitas pada masing-masing jenis industri.

Persyaratan tingkat pencahayaan pada zona lalu lintas dan area umum

dalam gedung industri dapat digunakan pada semua jenis industri yang memiliki

area kerja dan atau aktivitas.

Tabel 2.2

Nilai Ambang Batas Pencahayaan Dalam Gedung Industri

Jenis Area, Pekerjaan/Aktivitas Lux

a. Rak Penyimpanan

b. Ruang Tunggu

c. Ruang Kerja Umum

d. Ruang switch gear

e. Kantin

f. Pantry

200

Sumber : Permenkes No 70 Tahun 2016

Persyaratan tingkat pencahayaan di lingkungan kerja industri

mencakup pencahayaan di dalam ruangan dan di luar ruangan. Nilai persyaratan

tingkat pencahayaan di lingkungan kerja industri merupakan nilai yang dapat

Page 33: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

17

mungkin dipenuhi oleh industri sesuai dengan jenis area dan pekerjaan yang

dilakukan. Suatu lingkungan kerja atau aktivitas kerja dikatakan memenuhi

persyaratan tingkat pencahayaan apabila mempunyai perbedaan maksimal 10%

dari nilai tingkat pencahayaan yang dipersyaratakan.

b. Bahaya Kimia

Bahaya kimia adalah zat yang memiliki karakteristik dan efek, dapat

membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia. Bahaya kimia dapat dipecah

untuk memasukan paparan, uap, gas, kabut, debu, dan asap. Bahaya kimia mencakup

paparan diantaranya; zat karsinogenik, zat mutagenik, zat teratogenik, zat oksidasi,

zat korosif, dll (Kuswana, 2017).

Menurul ILO (2013), bahaya faktor kimia risiko kesehatan timbul dari

pajanan berbagai bahan kimia. Bahan kima yang memiliki sifat beracun dapat

memasuki aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ

lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap

atau kabut.

Menurut Permenakertrans No 13 tahun 2011 Nilai Ambang Batas adalah

standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai intensitas rata-rata tertimbang waktu

yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan

kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau

40 jam seminggu. NAB faktor kimia meliputi bentuk padatan, cair, gas, kabut,

aerosol dan uap yang berasal dari bahan-bahan kimia.

Page 34: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

18

c. Bahaya Biologis

Bahaya biologis adalah organisme atau zat yang dihasilkan oleh

organisme yang mungkin menimbulkan ancaman bagi kesehatan dan keselamatan

manusia. Bahaya biologis mencakup paparan; darah, kotoran manusia, jamur, bakteri,

virus, tanaman beracun, kotoran binatang, ancaman serangga atau gigitan hewan

(Kuswana, 2017).

d. Bahaya Ergonomi

Bahaya ergonomi terjadi ketika jenis pekerjaan, posisi tubuh, dan kondisi

kerja meletakkan beban pada tubuh. Paparan jangka pendek dapat menyebabkan

“nyeri otot” hari berikutnya atau pada hari-hari setelah terekspos, tetapi paparan

jangka panjang dapat mengakibatkan cedera jangka panjang yang serius. Bahaya

ergonomi meliputi; postur tubuh yang kurang memadai, mengulangi gerakan yang

sama berulang-ulang, tempat kerja tidak tepat dan tidak disesuaikan dengan tubuh

pekerja, sering mengangkat (Kuswana, 2017).

Kontrol ergonomi dapat membantu pekerja pada suatu tempat kerja,

melalui pemahaman masalah ergonomi, sangat penting bagi para pekerja untuk

mengurangi faktor risiko akibat kerja. Menurut Adapted from OCAW local 1-5’s

Ergonomics Awareness Workbook “Job Design with the Worker in Mind”, kontrol

ergonomi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, hal ini untuk mengidentifikasi

pencegahan dan pengendalian faktor risiko ergonomi. Ketiga pendekatan tersebut

yaitu; Engineering Control, Administrative Control, Personal Protective Equipment

(PPE) (Alat Pelindung Diri/APD). (Kuswana 2014, dalam Khaidir 2017)

Page 35: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

19

Menurut Higgnet and McAtamney (dalam Nurliah 2012) Rapaid Entire

Body Assessment (REBA) dikembangkan untuk menilai jenis podtur kerja yang tidak

bisa diprediksi dalam bidang perawatan kesehatan dan industri jasa. Data yang dinilai

berupa postur tubuh, beban, jenis gerakan, pengulangan dan coupling. Peralatan yang

digunakan dalam pengukuran REBA hanya lembar kerja dan pena. Alat pendukung

lainnya dapat digunakan video perekam atau kamera.

Rapid entire Body Assesment (REBA) adalah suatu metode dalam bidang

ergonomic yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan

pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja (Firdaus, 2011 : Nurrahman 2016).

REBA dibuat untuk penggunaan yang sangat sederhana. Alat yang

digunakan dalam pengukuran ini adalah form REBA dan sebuah pulpen. Evaluator

akan menilai dari tiap bagian tubuh yang dinilai berdasarkan form REBA yakni

pergelangan tangan, lengan bawah, lengan atas, bahu, leher, badan, punggung, paha

dan lutut REBA melakukan assessment pergerakan repetitif dan gerakan yang paling

sering dilakukan dari kepala smapai kaki. REBA digunakan untk menghitung tingkat

risiko yang dapat terjadi berdasarkan postur-postur yang terjadi dari beberapa bagian

tubuh dan melihat beban atau tenaga aktivitasnya (Highnett and McAtamney, 2000 ;

dalam Tambun 2012).

Page 36: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

20

1. Prosedur Penilaian Metode REBA

a) Observasi pekerjaan

Mengobservasi pekerjaan untuk mendapatkan formula yang tepat dalam

pengkajian faktor ergonomi di tempat kerja, termasuk dampak dari desain

tempat kerja dan lingkungan kerja, penggunaan peralatan, dan perilaku

pekerja yang mengabaikan risiko. Data disimpan dalam bentuk foto atau

video.

b) Memilih postur yang akan dikaji

Memutuskan postur yang mana untuk dianalisis dapat dengan

menggunakan kriteria di bawah ini :

Postur yang sering dilakukan

Postur dimana pekerja lama pada posisi tersebut

Postur yang membutuhkan banyak aktivitas otot atau yang banyak

menggunakan tenaga

Postur yang diketahui menyebabkan ketidaknyamanan

Postur tidak stabil atau postur janggal, khususnya postur yang

menggunakan kekuatan.

c) Langkah-langkah penilaian

Dalam menggunakan REBA terdapat 13 langkah-langkah penilaian sebagai

berikut (berdasarkan form REBA Practical Ergonomics, 2004; dalam

Tambun 2012).

Page 37: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

21

STEP 1

Amati posisi leher. Kemudian berikan skor sesuai dengan kriteria Neck

Position

Beri nilai +1 jika posisi leher menunduk dengan sudut 0 s/d 20°

Beri nilai +2 jika posisi leher menunduk dengan sudut lebih atau dari

20° berada pada posisi extensi

Tambahkan nilai +1 jika leher pada posisi berputar

Tambahkan nilai +1 jika leher pada posisi bengkok

Masukkan skor pada kotak Neck Score

STEP 2

Amati posisi tulang belakang. Kemudian berikan skor sesuai dengan

kriteria Truck Position

Beri nilai +1 jika posisi tulang belakang berada pada sudut 0°

Beri nilai +2 jika posisi tulang belakang berada pada posisi extensi atau

menunduk dengan sudut 0 s/d 20°

Beri nilai +3 jika posisi tulang belakang menunduk dengan sudut 20 s/d

60°

Beri nilai +4 jika posisi tulang belakang menunduk dengan sudut lebih

dari 60°

Tambahkan nilai +1 jika tulang belakang pada posisi berputar

Tambahkan nilai +1 jika tulang belakang pada posisi bengkok

Masukkan skor pada kotak Trunk Score

Page 38: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

22

STEP 3

Amati posisi kaki. Kemudian berikan skor sesuai dengan kriteria legs

Beri nilai +1 jika posisi kaki lurus

Beri nilai +2 jika posisi salah satu kaki menekuk

Tambah nilai +1 jika kaki menekuk dengan sudut 30 s/d 60°

Tambah nilai +2 jika kaki menekuk dengan sudut lebih dari 60°

Masukan skor pada kotak Legs Score.

STEP 4

Lihat skor postur pada Tabel A. Gunakan nilai pada step 1 s/d 3 untuk

menemukan hasil pada Tabel A.

STEP 5

Amati beban kerja. Kemudian beri skor sesuai dengan kriteria

force/load

Beri nilai +0 jika beban kurang dari 5kg

Beri nilai +1 jika beban 5 s/d 10 kg

Beri nilai +2 jika beban lebih dari 10kg

Tambahkan nilai +1 jika terjadi shock atau pengulangan

Masukan skor pada kotak Force/Load Score

STEP 6

Tambahkan nilai pada step 4 dan 5 untuk mendapatkan skor A (Posture

Score A + Force/Load Score).

Page 39: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

23

STEP 7

Amati posisi lengan atas. Kemudian berikan skor sesuai dengan kriteria

Upper Arm Position

Beri nilai +1 jika posisi lengan atas berada antara 20° mengayun ke

depan sampai 20° mengayun ke as mengayun ke depan dengan sudut 45

s/d 90°

Beri nilai +4 jika posisi lengan atas mengayun ke depan dengan sudut

lebih dari 90°

Tambahkan nilai +1 jika bahu terangkat

Tambahkan +1 jika lengan atas berada pada posisi abduksi

Tambahkan nilai -1 jika tangan disangga atau orang kurus

Masukkan skor pada kotak Upper Arm Score

STEP 8

belakang

Beri nilai +2 jika lengan atas berada pada posisi extensi lebih dari 20°

atau mengayun ke depan dengan sudut 20 s/d 45°

Beri nilai +3 jika posisi lengan at

Amati posisi lengan bawah. Kemudian beri skor sesuai dengan kriteria

Lower Arm Position

Beri nilai +1 jika posisi lengan bawah berada pada sudut +60 s/d 100°

Beri nilai +2 jika posisi lengan bawah berada pada sudut 0 s/d 60° atau

pada sudut lebih dari 100°

Page 40: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

24

Masukkan skor pada kotak Lower Arm Score

STEP 9

Amati posisi pergelangan tangan. Kemudian beri skor sesuai dengan

kriteria Wrist Position

Beri nilai +1 jika pergelangan tangan berada pada posisi menekuk

dengan sudut antara 15° ke atas sampai 15° ke bawah

Beri nilai +2 jika posisi pergelangan tangan menekuk dengan sudut

lebih dari 15° ke atas atau 15° ke bawah

Beri nilai +1 jika posisi tangan bengkok melebihi garis tengah atau

berputar

Masukkan skor pada kotak Wrist Score

STEP 10

Gunakan nilai pada step 7-9 diatas pada Tabel B untuk menemukan

Posture Score B

STEP 11

Amati posisi Coupling. Kemudian beri skor sesuai dengan kriteria

Coupling

Beri nilai +0 (good) jika pegangan baik

Beri nilai +1 (Fair) jika pegangan tangan atau Coupling tidak ideal

namun masih dapat diterima, dapat diterima dengan bagian tubuh lain

Beri nilai +2 (Fair) jika pegangan tangan tidak dapat diterima namun

masih mungkin

Page 41: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

25

Beri nilai +3 (Unacceptable) jika tidak ada pegangan, posisi janggal,

tidak aman untuk bagian tubuh lain

Masukkan skor pada kotak Coupling Score

STEP 12

Tambahkan nilai pada step 10 dan 11 untuk mendapatkan Score B

(Posture Score B + Coupling Score)

Setelah mendapatkan Score B lihat kolom pada Table C dan cocokan

dengan Score A pada baris (dari step 6) untuk menemukan Table C

Score

STEP 13

Amati aktivitas bekerja. Kemudian beri skor sesuai dengan kriteria

Activity Score

Tambahkan nilai +1 jika posisi 1 atau lebih dari bagian tubuh lebih lama

dari 1 menit (statis)

Tambahkan nilai +1 jika terjadi pengulangan (lebih dari 4 kali per

menit)

Tambahkan nilai +1 jika terjadi aksi cepat dan menyebabkan perubahan

besar dalam berbagai postur atau dasar yang tidak stabil

Tambahkan Table C Score dengan Activity Score untuk mendapatkan

Final REBA Score

Jika sudah mendapatkan Final Score, berikut ini interpretasi untuk skor

yang didapatkan :

Page 42: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

26

1 : Risiko dapat diterima

2 atau 3 : Risiko rendah, perubahan mungkin dibutuhkan

4 sampai 7 : Risiko menengah, investigasi lebih lanjt, perubahan segera

8 sampai 10 : Risiko tinggi, investigasi dan lakukan perubahan

11+ : Risiko sangat tinggi, lakukan perubahan

e. Bahaya Psikologis

Bahaya psikologis menyebabkan pekerja mengalami tekanan mental aau

gangguan. Meskipun termasuk klasifikasi bahaya yang agak baru, sangat penting

bahwa bahaya psikologis secara menyeluruh diidentifikasi dan dikendalikan. Bahaya

psikologis meliputi; kekerasan di tempat kerja, kecepatan kerja, kelebihan beban

kerja, fobia pekerja, kurangnya motivasi, shif kerja, kelelahan (Kusawana, 2017).

2.3 Manajemen Risiko

2.3.1 Definisi Manajemen Risiko

Meurut OHSAS 18001 Manajemen risiko merupakan elemen sentral dari

manajemen K3 yang diibaratkan sebagai mata uang dengan dua sisi. Manajemen

risiko memberikan warna dan arah terhadap penerapan dan pengembangan sistem

manajemen K3. Jika tidak ada bahaya dan tidak ada risiko, maka upaya K3 tentu

tidak diperlukan dan sebaliknya manajemen K3 diperlukan sebagai antisipasi

terhadap adanya bahaya dan risiko.

Page 43: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

27

Manajemen Risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko untuk

mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif,

terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Sehingga

memungkinkan manajemen untuk meningkatkan hasil dengan cara mengidentifikasi

dan menganalisis risiko yang ada.

Dalam program pengendalian risiko yang tepat melalui pendekatan

sebagai berikut :

Manusia (human approach).

Teknis (engineering) seperti sarana, mesin peralatan atau material dan lingkungan

kerja.

Sistem dan prosedur, yang berkaitan dengan pengoperasian, cara kerja aman atau

sistem manajmen K3.

Proses, misalnya proses secara kimia atau fisik.

Keberadaan bahaya dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau

insiden yang membawa dampak terhadap manusia, peralatan, material dan

lingkungan. Risiko menggambarkan besarnya potensi bahaya tersebut untuk dapat

menimbulkan insiden atau cedera pada manusia yang ditentukan oleh kemungkinan

dan keparahan yang diakibatkannya. Adanya bahaya dan risiko tersebut harus

dikelola dan dihindarkan melalui manajemen K3 yang baik. Karena itu, manajemen

K3 memiliki kaitan yang sangat erat dengan manajemen risiko.

Page 44: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

28

Bagan 2.1

Hubungan Bahaya dan Risiko

Kerugian/Loss

PME

(People enuironment materials equipment)

Sumber: OHSAS 18001

Sesuai persyaratan OHSAS 18001, organisasi harus menetapkan prosedur

mengenai Identifikasi Bahaya (Hazards Identification), Penilaian Risiko (Risk

Assessment) dan menentukan pengendaliannya (Risk Control) atau disingkat

HIRARC. Keseluruhan proses ini disebut juga manajemen risiko (Risk management).

HIRARC merupakan elemen pokok dalam sistem manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan langsung dengan upaya pencegahan

dan pengendalian bahaya. Disamping itu, HIRARC juga merupakan bagian dari

sistem manajemen risiko (Risk Management). Menurut OHSAS 18001, HIRARC

harus dilakukan di seluruh aktivitas organisasi untuk menentukan kegiatan organisasi

yang mengandung potensi bahaya dan menimbulkan dampak serius terhadap

keselamatan dan kesehatan kerja. HIRARC merupakan titik pangkal dari pengelolaan

Sumber bahaya mengandung risiko yang dapat menimbulkan insiden

terhadap manusia, lingkungan, atau properti

Page 45: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

29

K3. Jika HIRARC tidak dilakukan dengan baik maka penerapan K3 akan salah arah

(misguided), acak atau virtual karena tidak mampu menangani isu pokok yang ada

dalam organisasi.

Bagan 2.2

Proses Sistem Manajemen K3

Sumber: OHSAS 18001

2.3.2 Tujuan Manajemen Risiko

Tujuan manajemen risiko adalah meminimalkan kerugian akibat

kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk meningkatkan

produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman, memotong mata rantai

kejadian kerugian akibat kegagalan produksi yang disebabkan kecelakaan dan sakit,

serta pencegahan kerugian akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Buntarto,

2015).

Page 46: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

30

2.3.3 Proses Manajemen Risiko

Mengelola risiko harus dilakukan secara komprehensif melalui

pendekatan manajemen risiko sebagaimana terlihat dalam Risk Management

Standardr AS/NZS 4360, yang meliputi :

1. Identifikasi risiko

2. Analisis risiko

3. Evaluasi risiko

4. Penegendalian risiko

Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah menentukan

konteks yang diperlukan karena manajemen risiko sangat luas dan bermacam

aplikasinya salah satu diantaranya adalah manajemen risiko K3. Untuk manajemen

risiko K3 sendiri, juga diperlukan penentuan konteks yang akan dikembangkan

misalnya menyangkut risiko kesehatan kerja, kebakaran, higiene, industri, dan

lainnya. Dari konteks tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut misalnya

manajemen risiko untuk aktivitas rumah sakit, industri kimia, kilang minyak,

konstruksi, dan bidang lainnya. Penentuan konteks ini diselaraskan dengan visi dan

misi organisasi serta sasaran yang ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan pula kriteria

risiko yang sesuai bagi organisasi. Setelah menetapkan konteks manajemen risiko,

langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi bahaya, analisis dan evaluasi risiko

serta menentukan langkah atau starategi pengendaliannya

Page 47: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

31

Bagan 2.3

Proses Manajemen Risiko

Sumber : Australia/ New Zealand Standard AS/NZS 4360:2004

Proses yang dilalui dalam manajemen risiko adalah:

1. Perencanaan Manajemen Risiko, perencanaan meliputi langkah memutuskan

bagaimana mendekati dan merencanakan aktivitas manajemen risiko untuk

proyek.

2. Identifikasi Risiko, tahapan selanjutnya dari proses identifikasi risiko adalah

mengenali jenis-jenis risiko yang mungkin (dan umumnya) dihadapi oleh setiap

pelaku bisnis.

Page 48: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

32

3. Analisis Risiko Kualitatif, analisis kualitatif dalam manajemen risiko adalah

proses menilai (assessment) impak dan kemungkinan dari risiko yang sudah

diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan menyusun risiko berdasarkan efeknya

terhadap tujuan proyek. Skala pengukuran yang digunakan dalam analisa kualitatif

adalah Australian Standard/New Zealand Standard (AS/NZS)

4360:2004. Skala pengukurannya sebagai berikut:

A : Hampir pasti terjadi dan akan terjadi di semua situasi (almost certain)

B : Kemungkinan akan terjadi di semua situasi (likely)

C : Moderat, seharusnya terjadi di suatu waktu (moderate)

D : Cenderung dapat terjadi di suatu waktu (unlikely)

E : Jarang terjadi (rare)

Skala pengukuran analisa konsekuensi menurut NA/NZS 4360:2004

Tidak Signifikan : tanpa kecelakaan manusia dan kerugian materi.

Minor : bantuan kecelakaan awal, kerugian materi yang medium.

Moderat : diharuskan penanganan secara medis, kerugian materi yang cukup

tinggi.

Major : kecelakaan yang berat, kehilangan kemampuan operasi/ produksi,

kerugian materi yang tinggi.

Bencana kematian : bahaya radiasi dengan efek penyebaran yang luas, kerugian

yang sangat besar.

Page 49: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

33

Bagan 2.4

Tingkatan Risiko

Sumber : Australia/ New Zealand Standard AS/NZS 4360:2004

Keterangan:

Very High Risk : Risiko sangat tinggi

High Risk : Risiko tinggi

Medium Risk : Risiko sedang

Low Risk : Risiko rendah

4. Analisis Risiko Kuantitatif adalah proses identifikasi secara numeric probabilitas

dari setiap risiko dan konsekuensinya terhadap tujuan proyek.

5. Perencanaan Respon Risiko, Risk response planning adalah proses yang

dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai batas yang

dapat diterima.

Page 50: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

34

6. Pengendalian dan Monitoring Risiko, langkah ini adalah proses mengawasi risiko

yang sudah diidentifikasi, memonitor risiko yang tersisa, dan

mengidentifikasikan risiko baru, memastikan pelaksanaan risk management plan

dan mengevaluasi keefektifannya dalam mengurangi risiko.

2.3.4 Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya merupakan proses pengenalan adanya suatu bahaya

dan menentukan karakteristiknya (Ramli, 2013).

Menurut OHSAS 18001, 2007 identifikasi bahaya adalah proses untuk

mengetahui adanya suatu bahaya yang berpotensi menciderai manusia dan

menentukan karakteristiknya.

Langkah pertama dalam proses manajemen risiko adalah melakukan

identifikasi bahaya tempat kerja atau tempat yang berpeluang mengalami kerusakan.

Cara sederhana untuk memulai menentukan bahaya dapat dilakukan dengan membagi

area kerja berdasarkan kelompok ( Suardi, 2015), seperti:

1. Kegiatan-kegiatan (seperti pekerjaan pengelasan, pengolahan data)

2. Lokasi (kantor, gudang, lapangan)

3. Aturan-aturan (pekerja kantor, atau bagian elektrik)

4. Fungsi atau proses produksi (administrasi, pembakaran, pembersihan, penerimaan,

finishing).

Page 51: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

35

2.3.4.1 Identifikasi sumber bahaya

Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan:

1. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya

2. Jenis kecelakaan dan penyakit akibt kerja yang mungkin dapat terjadi.

Sejalan dengan proses manajemen risiko, OHSAS 18001 mensyaratkan

prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko sebagai berikut.

Mencakup seluruh kegiatan organisasi baik kegiatan rutin maupun non rutin.

Mencakup seluruh aktivitas individu yang memiliki akses ke tempat kerja.

Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainya.

Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat

menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamtan manusia yang berada di

tempat kerja.

Bahaya yang timbul disekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan

dengan pekerjaan yang berda dibawah kendali organisasi mencakup seluruh

infrastuktur, peralatan dan material di tempat kerja, baik yang disediakan

organisasi atau pihak lain.

Perubahan dalam organisasi, kegiatan atau material.

Setiap persyaratan legal yang berlaku berkaitan dengan pengendalian risiko

dan implementasi pengendalian yang diperlukan.

Rancangan lingkungan kerja, proses, instalasi, mesin, peralatan, prosedur

operasi dan organisasi kerja

Tujuan persyaratan ini adalah untuk memastikan bahwa identifikasi bahaya

Page 52: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

36

dilakukan secara komprehensif dan rinci sehingga semua peluang bahaya dapat

dididentifikasi.

2.3.4.2 Metode Identifikasi bahaya

Menurut OHSAS 18001 teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam

yang dapat diklasifikasikan:

a. Metode pasif

Motede pasif adalah teknik dalam mengetahui sumber bahaya setelah kecelakaan

terjadi. Metode ini sangat rawan, karena tidak semua bahaya dapat menunjukkan

eksistensinya sehingga dapat terlihat dengan mudah.

b. Metode semi proaktif

Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita tidak perlu

mengalaminya sendiri. Teknik ini lebih baik karena tidak perlu mengalami sendiri

setelah itu baru mengetahui adanya bahaya. Kekurangan dari teknik ini adalah:

1) Tidak semua bahaya telah diketahui atau pernah menimbulkan dampak

kejadian kecelakaan atau cidera.

2) Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain untuk

diambil sebagi pelajaran.

3) Kecelakaan telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian, walaupun

menimpa pihak lain.

Page 53: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

37

c. Metode proaktif

Metode proaktif adalah cara proaktif, atau mencari bahaya sebelum bahaya

tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan.

Kelebihan dari metode ini adalah:

1) Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan

kecelakaan atau cidera.

2) Bersifat peningkatan berkeleanjutan

3) Meningkatkan awareness

4) Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan.

2.3.4.3 Pemilihan teknik identifikasi bahaya

Pemilihan teknik yang sesuai bagi perusahaan sangat menentukan

efektifitas identifikasi bahaya yang dilakukan. Ada beberapa pertimbangan dalam

menentukan teknik identifikasi bahaya antara lain :

1) Sistematis dan terstruktur,

2) Mendorong pemikiran kreatif tentang kemungkinan bahaya yang belum

pernah dikenal sebelumnya.

3) Harus sesuai dengan sifat dan skala kegiatan perusahaan.

4) Mempertimbangkan ketersediaan informasi yang diperlukan.

2.3.5 Penilaian Risiko

Setelah melakukan identifikasi bahaya dilanjutkan dengan penilaian risiko

yang bertujuan untuk mengevaluasi besarnya risiko serta skenario dampak yang akan

di timbulkannya. Penilaian risiko digunakan sebagai langkah saringan untuk

menentukan tingkat risiko ditinjau dari kemungkinan kejadian (likelihood) dan

Page 54: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

38

keparahan yang dapat ditimbulkan (severity).

2.3.5.1 Definisi Penilaian Risiko

Risiko adalah kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya

atau paparan dengan keparahan dari cedera atau gangguan kesehatan yang disebabkan

oleh kejadian atau paparan tersebut (OHSAS18001, 2007).

Penilaian risiko adalah proses mengukur besaran risiko secara

menyeluruh dan memutuskan apakah risiko dapat diterima atau tidak (Ramli, 2013).

Menurut OHSAS 18001 Penilaian risiko merupakan proses mengevaluasi

risiko yang timbul dari suatu bahaya, dengan memperhitungkan kecukupan

pengendalian yang ada, dan menetapkan apakah risiko dapat diterima atau tidak.

Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian

terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Suardi, 2015). Metode

Penilaian risiko antara lain:

2.3.5.2 Menentukan Peluang

Menentukan peluang insiden yang terjadi di tempat kerja, kita dapat

menggunakan skala berdasarkan tingkat potensinya. Berikut ini adalah beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi peluang terjadinya sebuah insiden:

1. Berapa kali situasi terjadinya

2. Berapa orang yang terpapar

3. Keterampilan dan pengalaman orang yang terluka

4. Berbagai karakteristik khusus personel yang terlibat

5. Durasi paparan

6. Pengaruh posisi seseorang terhadap bahaya

Page 55: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

39

7. Distraksi, tekanan waktu atau kondisi tempat kerja

8. Jumlah material atau tingkat paparan

9. Kondisi lingkungan

10. Kondisi peralatan

11. Efektivitas pengendalian yang ada.

Bagan 2.5

Menentukan peluang

Peluang

Sering

Sangat Sering

Sedang

Jarang

Sangat Jarang

Dapat terjadi kapan saja

Dapat terjadi secara berkala

Dapat terjadi pada kondisi tertentu

Dapat terjadi, tapi jarang

Memungkinkan tidak pernah terjadi

Sumber: Suardi, 2013

2.3.5.3 Menentukan konsekuensi

Untuk menentukan konsekuensi, kita harus membuat ketetapan pada

severity yang berpotensi terjadi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

konsekuensi yang harus dipertimbangkan:

1. Potensi pada reaksi berantai, dimana sebuah bahaya jika tidak dihilangkan, akan

mengakibatkan kondisi yang lebih berat.

2. Konsentrasi Substansi

3. Volume Material

4. Kecepatan proyektil dan pergerakan bagiannya

Page 56: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

40

5. Ketinggian, akibat yang dihasilkan dari benda yang jatuh ditentukan dari benda

itu semula, begitu pula orang yang jatuh dari ketinggian.

6. Jarak pekerja dari bahaya potensial

7. Berat, untuk kejadian tertimpa benda sangat dipengaruhi berat benda tersebut.

8. Tingkat gaya dan energi. Misalnya semakin tinggi volume listrik semakin tinggi

akibat yang dihasilkan jika tersetrum.

Bagan 2.6

Panduan daftar konsekuensi/severity yang terjadi

Tidak

Signifikan

(TS)

Minor (M)

Sedang (S)

Besar (B)

Bencana

Besar (BB)

Iritasi mata

Ketidak-

nyamanan

Pegal-pegal

Lelah

Luka pada

permukaan tubuh

Tergores

Terpotong/ tersayat

kecil Bising

Sakit kepala/

pusing

Memar

Luka terkoyak

Patah tulang

Ringan

Sakit/ radang

kulit

Asma

Cacat minor

permanen

Terbakar

Gegar otak

Terkilir

serius

Keracunan

Patah tulang

Berat Amputasi

Luka fatal Luka

kompleks

Kanker Penyakit

mematikan

Penyakit fatal

Akut

Kematian Tuli

Sumber: Suardi, 2013

Page 57: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

41

2.3.6 Pengendalian Risiko

Menurut OHSAS 18001 Pengendalian risiko merupakan langkah

menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Pengendalian risiko dilakukan

terhadap seluruh bahaya yang ditemukan dalam proses identifikasi bahaya dan

mempertimbangkan peringkat risiko untuk menetukan prioritas dan cara

pengendaliannya.

Selanjutnya dalam menentukan pengendalian harus mempertimbangkan

hirarki pengendalian mulai dari eliminasi. Subsitusi, pengendalian teknis,

administratif dan penyediaan alat keselamatan yang disesuaikan dengan kondisi

organisasi, ketersediaan biaya operasional, faktor manusia dan lingkungan.

Pengendalian risiko dilakukan dengan mengurangi kemungkinan atau keparan dengan

mengikuti hirarki sebagai berikut.

Bagan 2.7

Hirarki pengendalian bahaya

Sumber: Ramli, 2013

Page 58: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

42

1. Eliminasi

Eliminasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber bahaya,

misalnya lobang di jalan dititup, ceceran minyak di lantai dibersihkan, mesin yang

bising dimatikan.

2. Subsitusi

Subsitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat, bahan, sistem

atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau lebih rendah

bahayanya.

3. Pengendalian teknis

Pengendalian bahaya dapat dilakukan dengan melalui perbaikan pada desain,

penambahan peralatan dan pemasangan peralatan pengaman.

4. Pengendalian administratif

Pengendalian dapat dilakukan dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja

atau prosedur kerja yang lebih aman, rotasi atau pemeriksaan kesehatan.

5. Penggunaan alat pelindung diri (APD)

Pilihan terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan memakai alat

pelindung diri misalnya pelindung kepala, sarung tangan, masker, pelindung kaki

dll.

Page 59: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

43

2.4 Metode HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control)

2.4.1 Definisi HIRARC

Menurut Ramadhan (2017), Hazard Identification Risk Assessment and

Risk Control (HIRARC) merupakan rangkaian proses identifikasi bahaya dalam

aktivitas rutin dan non rutin. HIRARC adalah usaha pencegahan dan pengurangan

potensi terjadinya kecelakaan kerja, menghindari, dan meminimalkan risiko yang

terjadi secara tepat dengan cara menghindari dan meminimalkan risiko terjadinya

kecelakaan kerja serta pengendaliannya dalam rangka melakukan proses kegiatan

sehingga prosesnya menjadi aman. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan

pengendaliannya merupakan bagaian dari sistem manajmen risiko yang merupakan

dasar dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), yang

terdiri dari identifikasi bahaya (hazard identification), penilaian risiko (risk

assessment), dan penegendalian risiko (risk control).

Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control (HIRARC)

merupakan sebuah metode dalam mencegah atau meminimalisir kecelakaan kerja.

HIRARC merupakan metode yang dimulai dari menentukan jenis kegiatan kerja yang

kemudian diidentifikasi sumber bahayanya sehingga didapatkan risikonya. Kemudian

akan dilakukan penilaian risiko dan pengendalian risiko untuk mengurangi paparan

bahaya yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan (Purnama, 2015).

HIRARC merupakan salah satu persyaratan yang harus ada dalam

menerapkan SMK3 bardasarkan OHSAS 18001:2007, pada OHSAS 18001:2007

mengharuskan organisasi/perusahaan yang akan menerapkan SMK3 berdasarkan

OHSAS 18001:2007 melakukan penyusunan HIRARC pada perusahaannya.

Page 60: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

44

HIRARC dibagi menjadi 3 tahap yaitu identifikasi bahaya (Hazard identification),

penilaian risiko (risk assessment), dan pengendalian risiko (risk control) (OHSAS

18001, 2007).

2.4.2 Identifikasi Bahaya (Hazard identification)

Menurut Buntarto (2015), pada tahap identifikasi bahaya dilakukan

identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi,

ergonomik, dan psikologi yang ada pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor

risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi,

bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil

samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi.

a. Bahaya Fisik

Menurut Sucioto (2014) kondisi fisik lingkungan tempat kerja dimana

para pekerja beraktifitas sehari-hari mengandung banyak bahaya, langsung maupun

tidak langsung bagi keselamatan dan kesehatan pekerja. Bahaya-bahaya tersebut

dapat diklasifikasikan sebagai bahaya getaran, kimia, radiasi, suhu/thermal,

pencahayaan, dan kebisingan.

b. Bahaya Kimia

Menurut Sucipto (2014) bahaya kimia adalah bahaya yang berasal dari

bahan yang dihasilkan selama produksi. Bahan ini terhambur ke lingkungan

dikarenakan cara kerja yang salah, kerusakan atau kebocoran dari peralatan atau

instalasi yang digunakan dalam proses kerja. Bahaya kimia yang terhambur ke

lingkungan kerja dapat baik itu lokal maupun sistemik.

Page 61: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

45

Gangguan lokal adalah kelaianan yang ditimbulkan di tempat bahan kimia

yang kontak dengan tubuh, yaitu kulit dan selaput lendir yang menimbulkan gejala

iritasi mulkus dan kadang-kadang kanker. Apabila ia terserap dan masuk peredaran

darah akan timbul gejala sistemik. Jalan masuk bahan kimia kedalam tubuh adalah;

melalui pernafasan dan melalui pencernaan.

c. Bahaya biologi

Menurut Sucipto (2014) faktor biologi tempat kerja adalah faktor yang

dapat mempengaruhi aktivitas manusia. Faktor biologi yang ada dilingkungan kerja

infeksi akut dan kronis, parasit, jamur, dan bakteri.

d. Bahaya Ergonomik

Ergonomi (human factors) adalah disiplin ilmu yang bersangkutan

dengan pemahaman interaksi antara manusia dan elemen lain dari sistem dan profesi

dengan mempertimbangkan teori, prinsip data dan metode untuk merancang dengan

tujuan mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan sistem kerja secara keseluruhan

(IEA, 2014).

Menurut Kuswana (2017) risiko ergonomi merupakan suatu risiko yang

menyebabkan cedera akibat kerja, hal ini disebabkan oleh:

1) Penggunaan tenaga/kekuatan (mengangkat, mendorong, menarik, dll.)

2) Pengulangan, melakukan jenis kegiatan yang sama dari suatu pekerjaan dengan

menggunakan otot atau anggota tubuh berulang kali.

3) Kelenturan tubuh

4) Pekerjaan statis, diam di dalam satu posisi pada suatu periode waktu tertentu.

Page 62: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

46

5) Getaran mesin-mesin.

2.4.3 Penilaian Risiko (Risk Assessment)

Meurut AS/NZS 4360:2004, Risiko (risk) adalah peluang terjadinya

sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap sasaran, diukur dengan hukum sebab

akibat. Risiko diukur berdasarkan nilai probability dan severity. Penilaian risiko

adalah metode untuk mengetahui tingkat risiko suatu kegiatan. Parameter yang

digunakan untuk melakukan penilaian risiko adalah likelihood dan severity (Wibowo,

2016).

Menurut Wijaya dkk (dalam Ramadhan, 2017) Penilaian risiko adalah

proses penilaian yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang dapat

terjadi. Tujuan dari risk assessment adalah memastikan kontrol risiko dari proses,

operasi atau aktifitas yang dilakukan berada pada tingkat yang dapat diterima.

Potensi bahaya yang ditemukan pada tahap identifikasi bahaya akan

dilakukan penilaian risiko guna menentukan tingkat risiko (risk rating) dari bahaya

tersebut. Penilaian risiko dilakukan dengan berpedoman pada skala Australian

Standar/New Zealand Standard for Risk Management (AS/NZS 4360, 2004). Ada 2

parameter yang digunakan dalam penilaian risiko, yaitu probability dan severity.

Skala penilaian risiko dan keterangannya yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Page 63: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

47

Tabel 2.3

Skala Probability

Tingkat Deskripsi Keterangan

5 Almost Certain Dapat terjadi setiap saat

4 Likely Sering terjadi

3 Posibble Dapat terjadi sekali-kali

2 Unlikely Jarang terjadi

1 Rare Hampir tidak pernah, sangat jarang terjadi

Sumber : Australian Standar/New Zealand Standard for Risk Management (AS/NZS

4360, 2004)

Tabel 2.4

Skala Severity

Tingkat Deskripsi Keterangan

1 Insignificant Tidak terjadi cedera, kerugian finansial sedikit

2 Minor Cedera ringan, kerugian finansial sedikit

3 Moderate Cedera sedang, perlu penanganan medis

4 Major Cedera berat > 1orang, kerugian besar

5 Catastrophic Fatal > 1orang, kerugian sangat besar dan

dampak sangat luas

Sumber : Australian Standar/New Zealand Standard for Risk Management (AS/NZS

4360, 2004)

Page 64: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

48

Tabel 2.5

Matriks tingkat risiko

Sumber : Australian Standar/New Zealand Standard for Risk Management (AS/NZS

4360, 2004)

Keterangan :

E : Ekstrim/Sigifikan

H : Risiko tinggi

M : Risiko sedang

L : Risiko rendah

Ketentuan tindak lanjut

a. Risiko Rendah : Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian

dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar.

b. Risiko Sedang : Perlu tindakan untuk mengurangi risiko tetapi biaya pencegahan

yang diperlukan perlu diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi, pengukuran

pengurangan risiko perlu diterapkan dengan baik dan benar.

Page 65: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

49

c. Risiko Tinggi : Pekerjaan tidak dilaksanakan sampai risiko telah direduksi. Bila

risiko ada dalam pelaksanaan pekerjaan, maka tindakan segera dilakukan.

d. Ekstrim : Pekerjaan tidak dilaksankan sampai risiko telah direduksi. Jika

tidak memungkinkan untuk mereduksi risiko dengan sumber daya yang terbatas,

maka pekerjaan tidak dapat dilaksankan.

2.4.4 Pengendalian Risiko (Risk Control)

Menurut Wijaya dkk (dalam Ramadhan, 2017) pengendalian risiko

adalah cara untuk mengatasi potensi bahaya yang terdapat dalam lingkungan kerja.

Potensi bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan menentukan suatu skala prioritas

terlebih dahulu yang kemudian dapat membantu dalam pemilihan pengendalian

resiko yang disebut hirarki pengendalian resiko.

Hasil dari risk assessment akan dijadikan dasar untuk melakukan risk

control. Risk control bertujuan untuk meminimalkan tingkat risiko dari suatu potensi

bahaya yang ada. Bahaya yang masuk dalam kategori Moderate risk, High risk dan

Extreme risk akan ditindaklanjuti dengan risk control. Pengendalian risiko dilakukan

untuk mengurangi atau menghilangkan risiko (OHSAS 18001, 2007).

2.5 Tenun Ikat

2.5.1 Definisi Tenun Ikat

Tenun ikat merupakan suatu teknik pembuatan tenun dengan mengikat

bagian-bagian benang agar tidak terkena warna celupan, sedangkan bagian yang tidak

diikat akan berubah warna sesuai dengan warna pencelup (Meita, 2014 : Nabiilah

2018). Tenun ikat adalah jenis tenun yang memiliki motif tenunnya dibuat dengan

Page 66: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

50

cara pengikatan pada benang pakan, lungsi, atau keduanya setelah motif digambar

dan sebelum benang tersebut dipasang pada alat tenun.

Bahan yang digunakan sebagai pengikat benang bermotif harus berasal

dari bahan yang kuat dan tidak menyerap air sehingga motif yang akan dibuat tertutup

dari zat warna. Pada saat ini pengikatan motif kain tenun memanfaatkan tali rafia

yang dijual di pasaran, dengan cara dipotong-potong lalu diikatkan pada tiap motif

yang sudah dibentuk pola.

2.5.2 Jenis Tenun Ikat

a. Tenun Ikat Lungsi

Merupakan bentuk ragam hias ikat pada kain tenun yang ikatanya

terdapat pada bagian lungsi.

b. Tenun Ikat Pakan

Merupakan bentuk ragam hias ikat pada kain tenun yang ikatannya

terdapat pada bagian benang pakan.

2.5.3 Proses Pembuatan Tenun Ikat

Pada prinsipnya kain tenun terjadi karena adanya persilangan antara dua

benang yang terjalin saling tegak lurus satu sama lain. Proses persiapan tenunan yang

dilakukan antara lain :

1) Proses yang dilakukan pada benang lusi.

a. Proses Pengelosan Kelos (memintal) gunanya untuk memudahkan dalam

menata benang. Pada proses ini benang dipintal menjadi gulungan-gulungan

kecil. Dari satu pak benang dengan berat lima kilogram, akan menjadi 30 buah

kon benang yang sudah tergulung.

Page 67: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

51

b. Proses pencelupan warna Proses pewarnaan adalah proses pemberian warna secara

merata pada bahan tekstil dengan cara dicelup.

c. Proses Penghanian (proses merapatkan benang) adalah mengatur dan menggulung

benang lusi pada boom (merupakan alat untuk menggulung benang lusi pada alat

tenun) lusi atau boom tenun dengan sistem penggulungan sejajar. Tujuan proses

penghanian adalah agar proses selanjutnya dapat berjalan dengan lancar. Oleh

karena itu seluruh benang yang digulung harus sama panjang dan lebarnya (pada

umumnya adalah 3600 helai benang).

d. Proses Pencucukan adalah proses pemasukan benang lusi yang dilakukan secara

dua tahap, yaitu proses pencucukan pada mata gun (kawat yang mempunyai lubang

di tengahnya pada alat tenun) dan proses pencucukan pada sisir tenun.

2) Proses yang dilakuan pada benang pakan.

a. Pengkelosan

Penggulungan benang ke dalam kon.

b. Pemidangan Benang yang sudah dikelos dimasukan ke dalam rak benang,

kemudian ditata ke dalam penamplik untuk menghitung jumlah putaran atau

tumpukkan dengan tujuan untuk menentukan besar kecilnya motif yang kita

inginkan

c. Proses pengikatan menggunakan tali rafia sesuai dengan motif yang telah

ditentukan atau menyesuaikan dengan pesanan, Kain tenun ikat dihasilkan,

karena adanya proses ikat dan pemberian motif pada benang pakan. Teknik ikat

berarti mengikat bagian-bagian benang dengan tujuan agar ketika dicelup tidak

terkena warna celupan sementara bagian lain dibiarkan agar terwarnai saat

Page 68: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

52

dicelupkan. Hasil yang diperoleh adanya perbedaaan warna yang membentuk motif

kain tenun tersebut.

d. Pewarnaan dasar (Pencelupan) Proses pencelupan untuk warna dasar atau

disesuaikan dengan persyaratan pelanggan. Benang yang akan dicelup direbus

terlebih dahulu selama 30 menit agar penyerapan warna merata lalu jemur

hingga kering.

e. Penginciran

Benang yang sudah kering tadi ditata dengan cara menggulung ke dalam alat

penginciran, tujuannya untuk mempermudah dalam tahap pemaletan.

f. Pemaletan

Proses pemaletan adalah menggulung benang pakan yang sudah selesai digincir

ke dalam palet agar memudahkan memasukkan benang ke dalam sekoci. Proses

penginciran dan pemaletan dapat dilakukan pada alat yang sama, yang

membedakan hanya pada tempat benangnya.

Page 69: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

53

3) Proses yang dilakuan saat penenunan

Kain tenun disusun dari benang lusi dan benang pakan yang membuat

silangan-silangan tertentu yang membentuk sudut 900 satu sama lainnya. Agar proses

penenunan dapat dilaksanakan dengan baik, perlu diketahui gerakan-gerakan pokok

yang terjadi pada proses tersebut. Sesuai dengan urutan kerjanya, maka gerakan-

gerakan tersebut antara lain.

a. Pembukaan mulut lusi yaitu membuka benang-benang lusi sehingga

membentuk celah yang disebut mulut lusi.

b. Peluncuran pakan yaitu pemasukan atau peluncuran benang pakan menembus

mulut lusi sehingga benang lusi dengan pakan saling menyilang membentuk

anyaman.

c. Pengetekan yaitu merapatkan benang pakan yang baru diluncurkan kepada

benang sebelumnya yang telah menganyam dengan benang lusi.

d. Penggulungan kain yaitu menggulung kain sedikit demi sedikit sesuai dengan

anyaman yang telah terjadi.

e. Penguluran lusi yaitu mengulur benang lusi dari gulungannya sedikit demi

sedikit sesuai dengan kebutuhan proses pembentukan mulut lusi dan

penyilangan benang berikutnya.

Page 70: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

54

2.6 Penelitian Terkait

Tabel 2.6

Penelitian Terkait

No Nama Judul Penelitian Hasil

1 Supriyadi dan

Ramdan

Identifikasi Bahaya Dan

Penilaian Risiko Pada

Divisi Boiler Mengguna

kan Metode Hazard Iden

tification Risk Assessment

And Risk Control

(HIRARC) Tahun 2017

diketahui nilai risiko dan persen

tase risiko dari seluruh potensi ba

haya yaitu, risiko ringan (low

risk) sebanyak 21 jenis bahaya (4

2.8%), risiko sedang (moderate

risk) sebanyak 17 jenis bahaya

(34.7%), risiko tinggi (high risk)

sebanyak 7 jenis bahaya (14.3%)

dan risiko ekstrim (extrim risk)

sebanyak 4 jenis bahaya (8.2%).

Dan berdasarkan jenis bahayanya

yaitu, bahaya mekanis sebanyak

12 jenis bahaya (24.5%), bahaya

listrik sebanyak 5 jenis bahaya

(10.2%), bahaya kimia sebanyak

3 jenis bahaya (6.1%) dan bahaya

fisik sebanyak 29 jenis bahaya

(59.2%). Pengendalian Hindari

risiko dengan mengambil keputu

san untuk menghentikan kegiatan

atau penggunaan proses, bahan,

alat yang berbahaya, Mengurangi

kemungkinan terjadi (Re duce

Likehood), Mengurangi konsek

uensi kejadian (Risk Transfer)

Page 71: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

55

No Nama Judul Penelitian Hasil

2 Rahmadina Hazard Identification And

Risk Assessment (HIRA)

Sebagai Upaya Mengura

ngi Risiko Kecelakaan

Kerja Dan Risiko Penyakit

Akibat Kerja Di Bagian

Produksi PT. Iskandar

Indah Printing Textile

Surakarta Tahun 2016

hasil identifikasi menunjukkan

terdapat 44 sumber potensi

bahaya, 8 sumber bahaya kategori

tingkat bahaya serius (18,2%), 19

sumber bahaya kategori tingkat

bahaya sedang (43,2%), dan 17

sumber bahaya tingkat bahaya

rendah (38,6%). Dari hasil

penelitian dapat disimpulkan

bahwa faktor penyebab sumber

potensi bahaya antara lain:

lingkungan kerja yang tidak

aman, peralatan atau mesin yang

tidak aman, dan sikap kerja yang

tidak aman (Rahmadina, 2016).

3 Darmawan,

dkk

Identifikasi Risiko Kecela

kaan Kerja Dengan Metode

Hazard Identification and

Risk Assessment (HIRA)

Di Area Batching Plant

PT XYZ Tahun 2017

Hasil identifikasi menunjukan

bahwa nilai risiko potensi bahaya

kerja yang paling tinggi di PT

XYZ, potensi bahaya dengan

kategori extreme terdapat pada 4

tempat kerja yaitu tempat ruang

operator, dengan nilai risiko 5D

dengan kategori Risisko E.

Tempat mixer truck, dengan nilai

risiko 5D dengen kategori risiko

E tempat Remix Truck Undeg

round, dengan nilai risiko 5D den

gan kategori risiko E

Page 72: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

56

2.7 Kerangka Teori

Berdasarkan dalam landasan teori diatas, maka disusun kerangka teori

mengenai keselamatan kerja sebagai berikut:

Sumber bahaya potensial yang disertai adanya risiko yang menyertai

bahaya tersebut akan menyebabkan kecelakaan kerja.

Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko perlu

dilakukan dalam upaya pencegahan ataupun pengurangan kejadian kecelakaan kerja

dimana pada tahap akhirnya akan dilakukan pemantauan dan pengkajian.

Bagan 2.8

Kerangka teori

Sumber: OHSAS 18001 dan Australia/ New Zealand Standard AS/NZS 4360:2004

Incident

Risk Analisis Risiko

Pengendalian

Risiko

Identifikasi Bahaya

1. Fisik

2. Ergonomi

Hazard

Page 73: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

57

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Observasional dengan desain potong lintang, pendekatan yang digunakan adalah

HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control). Penyusunan

HIRARC terbagi dalam 3 tahap, yaitu identifikasi bahaya (hazard identification),

penilaian risiko (risk assessment), dan pengendalian risiko (risk control). Penelitian

dilengkapi dengan menyajikan dan mendeskripsikan faktor-faktor yang mendukung

atau melengkapi dalam mendeskripsikan identifikasi bahaya dan penilaian risiko

(AS/NZS 4360, 2004).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakasanakan pada Pekerja Tenun Ikat di Kelurahan Tuan

Kentang Kota Palembang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 24 – 29 April 2019.

Page 74: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

58

3.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang digunakan adalah modifikasi yang bersumber dari

Manajmen risiko OHSAS 18001, 2007 dan Australian Standar/New Zealand

Standard for Risk Management (AS/NZS 4360, 2004). Dengan langkah awal

menentukan sumber-sumber bahaya kemudian dilakukan identifikasi bahaya,

penilaian ririko, dan pengendalian risiko.

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Sumber : Modifikasi dari OHSAS 18001, 2007 dan Australian Standar AS/NZS 4360,

2004

Sumber Hazard

(Aktivitas tenun ikat)

Identifikasi Bahaya

- Fisik

- Ergonomi

Penilaian Risiko

Pengendalian Risiko/

Risk Control

Page 75: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

59

3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur

dan cara ukur Hasil ukur

Skala

ukur

1 Hazard Fisik

1. Suhu

Suhu ruangan yang diukur

pada saat penelitian.

Termometer

Ruangan

1. Suhu normal ruangan

kerja apabila NAB

suhu yaitu 18 – 29 °C

2. Suhu tidak normal

ruangan kerja apabila

NAB suhu yaitu >

29°C

(Permenkes No 70

Tahun 2016)

Ordinal

2. Pencahayaan

Jumlah cahaya yang

diterima di area titik

dilakukannya penelitian,

satuannya dinyatakan

dalam LUX.

Lux Meter

1. Pencahayaan

memenuhi standar

apabila NAB

penerangan yaitu ≥

200 Lux,

2. Pencahayaan tidak

memenuhi standar

apabila penerangan <

200 Lux.

(Permenkes No 70

Tahun 2016

Ordinal

Page 76: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

60

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur

dan cara ukur Hasil ukur

Skala

ukur

Hazard

Ergonomi

Potensi bahaya Ergonomi

yang menimbulkan risiko,

terjadi karena tidak

efisiennya hubungan alat

kerja dengan manusiannya.

REBA

1. Risiko sangat rendah,

apabila Skor 1

2. Risiko rendah, apabila

skor 2 atau 3

3. Risiko menengah,

apabila skor 4 sampai

7

4. Risiko tinggi, apabila

skor 8 sampai 10

5. Risiko sangat tinggi,

apabila skor 11+

(form REBA Practical

Ergonomics, 2004 :

Tambun 2012)

Ordinal

2 Penialaian

risiko

Menentukan tingkat risiko Skala Probability

Skala Probability :

1. Hampir tidak pernah

terjadi, apabila

tingkat penilaian 1

(rare)

2. Jarang terjadi, apabila

tingkat penilaian 2

(Unlikely) 3. Dapat terjadi sekali-

sekali, apabila tingkat

penilaian 3 (Posibble)

4. Sering terjadi, apabila

tingkat penilaian 4

(Likely)

5. Dapat terjadi setiap

saat, apabila tingkat

penilaian 5 (Almost

Certain)

(AS/NZS 4360, 2004)

Ordinal

Page 77: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

61

No Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur

dan cara

ukur

Hasil ukur Skala

ukur

Penilaian risiko Menentukan tingkat risiko Skala Severity Skala Severity :

1. Tidak terjadi cedera,

apabila tingkat

penilaian

(insignificant)

2. Cedera ringan,

apabila tingkat

penilaian 2 (Minor)

3. Cedera sedang,

apabila tingkat

penilaian 3

(Moderate)

4. Cedera berat >

1orang, kerugian

besar apabila tingkat

penilaian 4 (Major)

5. Fatal > 1orang,

kerugian sangatn

besar dan dampak

sangat luas apabila

tingkat penilaian 5

(Catastropic)

Ordinal

3 Penegendalian

risiko

Meminimalkan tingkat

risiko dari potensi bahaya

Hazard

Identification and

Risk Assessment

(HIRA)

1. Bahaya rendah (Low

Risk)

2. Bahaya sedang

(Moderate Risk)

3. Bahaya tinggi (High

Risk)

4. Bahaya sangat tinggi

(Extreme Risk)

(AS/NZS 4360, 2004)

Ordinal

Page 78: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

62

3.5 Metode, Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

3.5.1 Metode Pengumpulan Data

a. Metode Observasi

Dalam penelitian ini metode observasi yang dilakukan adalah pengamatan

dan pencatatan terhadap sumber-sumber bahaya yang ada pada pekerjaan tenun ikat

di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang, dengan menentukan jenis sumber

bahaya berdasarkan faktor risiko kesehatan diantaranya fisik, biologi dan ergonomik.

b. Dokumentasi

Pendokumentasian dalam penelitian ini berupa foto pada tindakan kerja

karyawan tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang.

3.5.2 Instrumen Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian diantaranya :

a. Termometer untuk pengukuran suhu pada lingkungan kerja

b. Lux Meter untuk pengukuran pencahayaan ruangan kerja

c. Lembar penilaian REBA

d. Kamera digital untuk pengambilan gambar poster kerja/posisi kerja

3.5.3 Prosedur Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin

secara tertulis dari lokasi tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang.

Page 79: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

63

3.5.3.1 Tahap Persiapan

Peneliti mengunjungi lokasi tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota

Palembang dengan menemui Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Griya Kain

Tuan Kentang lalu peneliti menjelaskan maksud kunjungan dan tujuan penelitian,

setelah mendepatkan persetujuan dari Ketua KUB Griya Kain Tuan Kentang, peneliti

membuat kontrak waktu dan tempat untuk melakukan pengamatan dan observasi

serta pendokumentasian di lokasi tenun ikat. Peneliti menyiapkan alat bantu

pengumpulan data kemudian memulai melakukan pengamatan dan observasi serta

pendokumentasian.

3.5.3.2 Proses Pengumpulan Data

Pada proses pengumpulan data peneliti memberi tahu terlebih dahulu

kepada para pekerja yang sedang melakukan aktivitasnya dengan tujuan meminta izin

langsung kepada para pekerja dan memberi tahu bahwa sedang dilakukannya

penelitian oleh Mahasiswa dengan melakukan pengamatan dan pencatatan serta

pendokumentasian di lokasi tenun ikat Kota Palembang. Kegiatan pengamatan dan

pendokumentasian ini di akhiri pada saat informasi yang dibutuhkan telah diperoleh

oleh peneliti.

Page 80: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

64

3.6 Prosedur Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1 Prosedur Pengolahan Data

Informasi yang telah didapat segera di proses, peneliti mengelompokan

sumber-sumber bahaya yang telah diperoleh dengan melakukan pengamatan

langsung. Kemudian dibuat matriks sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian.

3.6.2 Prosedur Analisis Data

Informasi yang diperoleh dengan cara identifikasi bahaya kemudian

dilakukan Penilaian Risiko menggunakan Hazard Identification and Risk Assessment

(HIRA) untuk menentukan besarnya tingkat bahaya kemudian menentukan

pengendalian risiko.

Page 81: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

65

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tenun Ikat

4.1.1 Sejarah Tenun Ikat

Tenun Ikat merupakan kerajinan kain tenun tradisional yang memiliki

motif tenunnya dibuat dengan cara pengikatan pada benang pakan, lungsi, atau

keduanya. Tenun ikat berkembang di Palembang pada tahun 1970an yang berada di

Kelurahan Tuan Kentang Kec, seberang Ulu 1 Kota Palembang. Kain Tenun ikat

memiliki motif yang mengandung unsur budaya melayu, Cina, dan Arab. Selain itu

masyarakat sekitar juga sering menyebutnya sebagai Tenun Tajung dengan istilah

Tata Ujung, disebut tata ujung karena dalam prosesnya menyisahkan bagian ujung

kain ketika melakukan penenunan.

Pekerjaan Tenun Ikat menjadi salah satu penopang kehidupan secara

finansial bagi masyarakat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang, selain dapat

melestarikan kain tenun sendiri, pasalnya dengan dijadikannya Kelurahan Tuan

Kentang sebagai kelurahan pengerajin tenun maka perputaran perekonomian menjadi

lebih baik bagi masyarakat sekitar.

Page 82: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

66

Gambar 4.1

Kain Blongket Tenun Ikat

Sumber : Griya Kain Tuan Kentang

4.1.2 Gambaran Umum Penenunan

Tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang adalah pekerjaan

yang bergerak di sektor informal yang dimiliki sendiri oleh masyarakat setempat

ataupun yang bekerja bagi orang lain. Alat yang digunakan adalah alat tradisional

atau ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) dimana penggunaanya masih secara manual.

Produk akhir yang dihasilkan adalah kain blongket.

Pekerja tenun ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang memiliki

jam kerja mulai Pukul 08.00 s/d 17.00 WIB. Untuk waktu istirahat, rata-rata pekerja

tenun ikat beristirahat selama 1 jam. Selama jam istirahat biasanya dipergunakan

untuk makan siang dan sholat, di luar jam kerja, pekerja tenun ikat tetap melakukan

aktivitas rumah tangga seperti memasak dan mencuci bagi perempuan.

Page 83: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

67

Pekerja tenun ikat mendapat upah sesuai dengan banyaknya kain yang

dapat diselesiakan oleh pekerja, umumnya mendapat upah dalam waktu 1 minggu

sekali, untuk pengitungannya dalam 1 Meter kain diberi upah Rp. 80.000,-. Sehingga

rata-rata pekerja dalam 1 minggu dapat menyelesaikan 10 meret kain tenun ikat dan

mendapatkan upah sebesar Rp. 800.000,-.

4.1.3 Gambaran Peralatan Kerja

- Alat Tenun Bukan Mesin

Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) adalah alat tenun ikat yang digunakan

oleh pekerja yang terbuat dari kayu. Bahan kayu yang digunakan adalah

kayu jati sehingga bisa bertahan hingga puluhan tahun.

Gambar 4.2

Alat Tenun Bukan Mesin

Page 84: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

68

- Kursi

Kursi yang digunakan dalam proses kerja adalah kursi yang terbuat dari

kayu yag dilapisi kain bekas sebagai bantalan yang diikat dengan tali rafia

atau jarit. Kursi berbentuk kotak dengan ketinggian tidak dapat diatur dan

tidak menggunakan sandaran punggung.

Gambar 4.3

Kursi Kerja

4.2 Proses Pembuatan Tenun Ikat

Adapun proses pembuatan kain tenun ikat palembang ini melalui 3 tahap.

Tahap pertama proses benang lusi diantaranya: pencelupan warna bahan, pengelosan

(memintal) dan penghanian. Tahap kedua proses benang pakan diantaranya:

pemidangan, pelimaran, penginciran dan pemaletan. Dan pada tahap terakhir ialah

proses penenunan. Kegiatan ini dilakukan menggunakan alat yang berbeda untuk

setiap tahapnya.

Page 85: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

69

Bagan 4.1

Alur Proses Pembuatan Tenun Ikat

4.2.1 Tahap Benang Lusi

Dalam proses benang lusi terdapat beberapa proses yang dilakukan

diantaranya :

a. Pencelupan warna / proses pewarnaan, pada tahap ini bahan direndam pada air

yang sudah dicampur pewarna alami maupun berbahan kimia, air yang

digunakan yaitu air panas yang telah direbus agar meresap kepada

benang/bahan, tahap ini merupakan sebagai pewarna dasar.

Gambar 4.4

Proses Pewarnaan

Tahap Benang Lusi

1. Pencelupan Warna

2. Pengelosan

3. Penghanian

Tahap Benang Pakan

1. Pemidangan

2. Pelimaran

3. Penginciran

4. Pemaletan

Penenunan

Page 86: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

70

b. Pengelosan Kelos (memintal), proses ini bertujuan untuk memudahkan dalam

menata benang. Dimana benang dipintal menjadi gulungan-gulungan kecil,

dengan menggunakan alat kelos yang terbuat dari kayu yang ditambahkan

roda sebagai alat pemutar dalam proses pengelosan.

Gambar 4.5

Proses Pengelosan

c. Penghanian, pada tahap ini merupakan proses merapatkan benang dengan

mengatur dan menggulung benang lusi pada boom (merupakan alat untuk

menggulung benang lusi pada alat tenun). Alat yang digunakan terbuat

dari kayu, proses ini bertujuan untuk memudahkan proses selanjutnya agar

dapat berjalan lancar dengan melakukan penggulungan sejajar seluruh

benang yang digulung harus sama panjang dan lebarnya (pada umumnya

3600 helai benang).

Page 87: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

71

Gambar 4.6

Proses Penghanian

4.2.2 Tahap Benang Pakan

Proses benang pakan merupakan tahap akhir sebelum melakukan

penenunan dimana dalam proses ini terdapat beberapa proses yang dilakukan

diantaranya :

a. Pemidangan adalah proses pemasukan benang ke dalam rak benang,

dengan menata kedalam penamplik untuk menghitung jumlah putaran atau

tumpukkan dengan tujuan untuk menentukan besar kecilnya motif yang

diinginkan, alat yang digunakan berbahan kayu.

Page 88: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

72

Gamabar 4.7

Proses Pemidangan

b. Pelimaran, pelimaran merupakan proses pewarnaan yang dilakukan secara

manual menggunakan alat berupa potongan bambu/kayu yang dibuat

bergerigi pada bagian tengah bertujuan untuk mengapit di bagian sisi atas

dan bawah dengan cara menekan atau menggesekan kedua sisi tersebut,

pada proses ini merupakan pewarnaan motif dengan beragam warna,

sebelum dilakukan tahap selanjutnya.

Gambar 4.8

Prose Pelimaran

Page 89: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

73

c. Penginciran, tahap selanjutnya adalah penginciran dimana dalam tahap ini

bahan yang sudah dilimar pada proses sebelumnya dilakukan penataan

dengan cara menggulung ke dalam alat pengincir, tujuannya untuk

mempermudah dalam tahap pemaletan. Alat yang digunakan juga terbuat

dari kayu yang di desain membentuk baling lingkaran.

Gambar 4.9

Proses Penginciran

d. Pemaletan, tahap akhir sebelum penenunan ialah proses pemaletan dimana

pada proses ini menggulung benang pakan yang sudah selesai digincir ke

dalam palet agar memudahkan memasukkan benang kedalam sekoci. Alat

yang digunkan terbuat dari kayu alat ini sama dengan alat pengelosan

hanya saja yang membedakan pada tempat benangnya.

Page 90: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

74

Gambar 4.10

Proses Pemaletan

4.2.3 Tahap Penenunan

Pada proses penenunan kain tenun disusun dari benang lusi dan benang

pakan yang membuat silangan-silangan tertentu yang membentuk sudut satu sama

lain. Adapun gerakan yang dilakukan pada saat penenunan ialah pembukaan mulut

lusi yaitu dengan membuka benang-benang lusi sehingga membentuk celah yang

disebut mulut lusi, peluncuran pakan dengan memasukkan benang pakan menembus

mulut lusi, pengetekan yaitu merapatkan benang pakan, penggulungan kain yang

dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan anyaman, kemudian penguluran benang

lusi dari gulungannya yang dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan

dalam proses penyilangan.

Page 91: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

75

Gambar 4.11

Proses Penenunan

4.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat keterbatasan-keterbatasan

yang terjadi sehingga tidak dapat dihindari walaupun telah diupayakan untuk

mengatasinya. Peneliti menyadari kurangnya pengetahuan dalam melakukan

penelitian tentu hasilnya kurang sempurna dan banyak kekurangan.

Penelitian ini hanya di fokuskan pada dua hazard yaitu fisik dan

ergonomi, keterbatasan penelitian ini yaitu tidak melakukan identifikasi dari semua

hazard, hal ini disebabkan adanya keterbatasan waktu, tenaga, materi dalam menilai

risiko kesehatan. Selain itu pengukuran debu di lingkungan kerja belum dapat

dilaksanakan karena keterbatasan waktu dan materi. Dalam penelitian ini lebih di

titikberatkan mengenai pendeskripsian dengan teknik pengumpulan data melalui

observasi dan pendokumentasian, pendekatan yang digunakan adalah HIRARC

Page 92: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

76

(Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control). Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui sumber bahaya dan penilaian risiko pada pekerja tenun ikat di

Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang tahun 2019.

4.4 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)

4.4.1 Hazard Fisik

Dalam melukukan identifikasi bahaya faktor fisik, peneliti dalam hal ini

melakukan observasi terhadap 2 sumber bahaya yaitu Suhu dan Pencahayaan ruangan

kerja tenun ikat,

a. Suhu Ruangan Kerja

Berdasarkan hasil observasi menggunakan alat pengukur suhu ruangan berupa

termometer di 7 station pekerjaan tenun ikat, untuk station pertama yaitu 32°,

kedua 30°, ketiga 30°, keempat 31°, kelima 30°, keenam 30°, dan ke tujuh 29°,

artinya dari ke 7 station tersebut dapat di ketahui rata-rata suhu ruangan kerja

melebihi suhu normal dimana untuk suhu normal ruangan kerja seharusnya

tidak lebih dari 29°. Maka dengan diketahuinya suhu ruangan kerja tersebut

dapat disimpulkan bahwa suhu ruangan kerja kurang baik untuk pekerja tenun

ikat, karena suhu melebihi batas normal sehingga ini mempengaruhi kondisi

kesehatan pekerja tenun ikat.

Page 93: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

77

Gambar 4.12

Pengukuran Suhu Ruangan

b. Pencahayaan Ruangan Kerja

Berdasarkan hasil observasi dengan melakukan pengukuran cahaya ruangan

menggunakan Lux Mater di 7 station pekerjaan tenun ikat, diketahui station

pertama yaitu 163 Lux, kedua 96 Lux, ketiga 195 Lux, keempat 144 Lux,

kelima 205 Lux, keenam 182 Lux, ke tujuh 162 Lux, artinya dari ke 7 station

tersebut dapat diketahui rata-rata pencahayaan ruangan kerja tidak memenuhi

standar karena seharusnya pencahayaan ruangan kerja yang memenuhi standar

yaitu 200 Lux. Maka dengan diketahuinya pencahayaan ruangan kerja tersebut

dapat disimpulkan bahwa pencahayaan ruangan kerja kurang baik bagi pekerja.

Karena dengan penerangan yang kurang jika pekerjaan ini dilakukan terlalu

lama dan terus menerus maka dapat menyebabkan kelelahan pada mata

sehingga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja.

Page 94: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

78

Gambar 4.13

Pengukuran Pencahayaan

4.4.2 Hazard Ergonomi

Dalam melakukan identifikasi bahaya faktor ergonomi, peneliti

melakukan observasi pada tahapan proses pekerjaan, dimana dalam hal ini dibagi ke

dalam 3 tahap utama dalam melakukan pekerjaan tenun ikat.

a. Proses Benang Lusi

Pada proses benang lusi terbagi ke dalam beberapa tahapan pekerjaan

diantaranya :

1) Tingkat Risiko Ergonomi Pada Proses Pencelupan warna

Observasi yang dilakukan dengan penilaian REBA pada proses

pencelupan warna menunjukan bahwa posisi leher pekerja menunduk

dengan sudut 20° sehingga jika dilihat pada lembar kerja REBA diberi skor

2. Posisi tulang belakang berada pada posisi ekstensi dengan sudut 90°

sehingga diberi skor 4. Untuk postur kaki, kedua kaki pekerja menekuk

Page 95: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

79

dengan posisi 63° sehingga diberi skor 2. Kemudian, seluruh skor tersebut

dimasukkan ke dalam Tabel A dan didapat skor sebesar 6. Setelah itu

ditambahkan dengan skor beban dimana beban yang ditangani si pekerja

pada proses ini kurang dari 5 kg sehingga diberi skor 0. Setelah dijumlah

dengan skor dari Tabel A, akan diperoleh 6 untuk skor A.

Posisi lengan atas pekerja mengalami fleksi dengan sudut 75° sehingga

diberi skor 3. Pada tahap ini pada saat memegang kain posisi bahu terangkat

sehingga diberi skor 1 sehingga skor akhir adalah 4. Lengan bawah pekerja

membentuk sudut sebesar 20° sehingga diberi skor 2. Untuk posisi

pergelangan tangan mengalami fleksi dengan sudut sebesar 40° sehingga

diberi skor 2. Skor dari group ini dilihat pada Tabel B dan didapatkan skor 6.

Skor ini ditambahkan dengan skor untuk kondisi pegangan. Terdapat

pegangan pada objek baik sehingga diberi skor 0. Setelah dijumlah skor dari

Tabel B dengan skor pegangan maka diperoleh skor 6.

Dalam proses pencelupan warna terjadi pengulangan gerakan lebih dari 4

kali dalam 1 menit, sehingga keseluruhan skor aktifitas dalam proses ini

yaitu 1.

Skor A dan skor B kemudian dilihat pada tabel C sehingga akan didapat

Skor akhir REBA yakni sebesar 9. Dan apabila kita interpretasi, skor 9

tersebut merupakan risiko tinggi.

Page 96: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

80

Gambar 4.14

Tingkat Risiko Ergonomi Pada Tahap Pencelupan

2) Tingkat Risiko Ergonomi Pada Proses Pengelosan

Observasi yang dilakukan dengan penilaian REBA pada proses

pengelosan menunjukan bahwa posisi leher pekerja menunduk dengan sudut

30° sehingga jika dilihat pada lembar kerja REBA diberi skor 2. Posisi

tulang belakang berada pada posisi ekstensi dengan sudut 42° sehingga

diberi skor 3. Untuk postur kaki, salah satu kaki menekuk sehingga skor 2

dan ditambah skor 2 karena kaki menekuk dengan ekstensi sudut 68°

sehingga skor akhir 4. Kemudian, seluruh skor tersebut dimasukkan ke

dalam Tabel A dan didapat skor sebesar 7. Setelah itu ditambahkan dengan

skor beban dimana beban yang ditangani si pekerja pada proses ini kurang

Page 97: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

81

dari 5 kg sehingga diberi skor 0. Setelah dijumlah dengan skor dari Tabel A,

akan diperoleh 7 untuk skor A.

Posisi lengan atas pekerja mengalami fleksi dengan sudut 29° sehingga

diberi skor 2. Pada tahap ini lengan atas pada posisi abduksi sehingga

penambahan skor 1, maka skor akhir adalah 3. Lengan bawah pekerja

membentuk sudut sebesar 93° sehingga diberi skor 1. Untuk posisi

pergelangan tangan mengalami fleksi dengan sudut sebesar 15° sehingga

diberi skor 1, pada tahap ini terjadi gerakan tangan berputar sehingga di

tambah dengan skor 1 maka skor akhir adalah 2. Skor dari group ini dilihat

pada Tabel B dan didapatkan skor 4. Skor ini ditambahkan dengan skor

untuk kondisi pegangan. Terdapat pegangan pada objek baik sehingga diberi

skor 0. Setelah dijumlah skor dari Tabel B dengan skor pegangan maka

diperoleh skor 4.

Dalam proses pengelosan terjadi pengulangan gerakan lebih dari 4 kali

dalam 1 menit sehingga penambahan skor 1, maka keseluruhan skor aktifitas

dalam proses ini yaitu 1.

Skor A dan skor B kemudian dilihat pada tabel C sehingga akan didapat

Skor akhir REBA yakni sebesar 9. Dan apabila kita interpretasi, skor 9

tersebut merupakan risiko tinggi.

Page 98: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

82

Gambar 4.15

Tingkat Risiko Ergonomi Pada Tahap Pengelosan

3) Tingkat Risiko Ergonomi Pada Proses Penghanian

Observasi yang dilakukan dengan penilaian REBA pada proses

penghanian menunjukan bahwa posisi leher pekerja menunduk dengan sudut

20° maka skor 2 dan mengalami perputaran dengan penambahan skor 1

shingga skor akhir 3. Posisi tulang belakang berada pada posisi ekstensi

dengan sudut 39° sehingga skor 3 dan mengalami posisi tulang belakan

berputar sehingga penambahan skor 1 maka skor akhir 4. Untuk postur kaki,

salah satu kaki menekuk sehingga skor 2 dan ditambah skor 2 karena kaki

menekuk dengan ekstensi sudut 120° sehingga skor akhir 4. Kemudian,

seluruh skor tersebut dimasukkan ke dalam Tabel A dan didapat skor sebesar

9. Setelah itu ditambahkan dengan skor beban dimana beban yang ditangani

Page 99: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

83

si pekerja pada proses ini kurang dari 5 kg sehingga diberi skor 0. Setelah

dijumlah dengan skor dari Tabel A, akan diperoleh 9 untuk skor A.

Posisi lengan atas pekerja mengalami fleksi dengan sudut 40° sehingga

diberi skor 2. Pada tahap ini lengan atas pada posisi abduksi sehingga

penambahan skor 1, maka skor akhir adalah 3. Lengan bawah pekerja

membentuk sudut sebesar 69° sehingga diberi skor 1. Untuk posisi

pergelangan tangan mengalami fleksi dengan sudut sebesar 40° sehingga

diberi skor 2, pada tahap ini terjadi gerakan tangan berputar sehingga di

tambah dengan skor 1 maka skor akhir adalah 3. Skor dari group ini dilihat

pada Tabel B dan didapatkan skor 5. Skor ini ditambahkan dengan skor

untuk kondisi pegangan. Terdapat pegangan tidak ideal sehingga diberi skor

1. Setelah dijumlah skor dari Tabel B dengan skor pegangan maka diperoleh

skor 6.

Dalam proses penghanian terjadi pengulangan gerakan lebih dari 4 kali

dalam 1 menit sehingga penambahan skor 1, maka keseluruhan skor aktifitas

dalam proses ini yaitu 1.

Skor A dan skor B kemudian dilihat pada tabel C sehingga akan didapat

Skor akhir REBA yakni sebesar 11 Dan apabila kita interpretasi, skor 11

tersebut merupakan risiko sangat tinggi.

Page 100: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

84

Gambar 4.16

Tingkat Risiko Ergonomi Pada Tahap Penghanian

b. Proses Benang Pakan

1) Tingkat Risiko Ergonomi Pada Proses Pemidangan

Observasi yang dilakukan dengan penilaian REBA pada proses

pemidangan menunjukan bahwa posisi leher pekerja menunduk dengan

sudut 22° maka skor 2. Posisi tulang belakang berada pada posisi ekstensi

dengan sudut 25° sehingga skor 3 dan posisi tulang belakang bengkok

sehingga penambahan skor 1 maka skor akhir 4. Untuk postur kaki, kedua

kaki menekuk dengan ekstensi sudut 110° sehingga skor 2. Kemudian,

seluruh skor tersebut dimasukkan ke dalam Tabel A dan didapat skor sebesar

6. Setelah itu ditambahkan dengan skor beban dimana beban yang ditangani

Page 101: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

85

si pekerja pada proses ini mencapai 5 kg sehingga diberi skor 1. Setelah

dijumlah dengan skor dari Tabel A, akan diperoleh 7 untuk skor A.

Posisi lengan atas pekerja mengalami fleksi dengan sudut 72° sehingga

diberi skor 3. Pada tahap ini lengan atas pada posisi abduksi sehingga

penambahan skor 1, maka skor akhir adalah 4. Lengan bawah pekerja

membentuk sudut sebesar 56° sehingga diberi skor 2. Untuk posisi

pergelangan tangan mengalami fleksi dengan sudut sebesar 32° sehingga

diberi skor 2, pada tahap ini terjadi gerakan tangan berputar sehingga di

tambah dengan skor 1 maka skor akhir adalah 3. Skor dari group ini dilihat

pada Tabel B dan didapatkan skor 7. Skor ini ditambahkan dengan skor

untuk kondisi pegangan. Terdapat pegangan baik sehingga diberi skor 0.

Setelah dijumlah skor dari Tabel B dengan skor pegangan maka diperoleh

skor 7.

Dalam proses pemidangan terjadi pengulangan gerakan lebih dari 4 kali

dalam 1 menit sehingga penambahan skor 1 dan penambahan skor 1 karen A

terjadi aksi cepat yang menyebabkan perubahan merubah. maka keseluruhan

skor aktifitas dalam proses ini yaitu 2.

Skor A dan skor B kemudian dilihat pada tabel C sehingga akan didapat

Skor akhir REBA yakni sebesar 11. Dan apabila kita interpretasi, skor 11

tersebut merupakan risiko sangat tinggi.

Page 102: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

86

Gambar 4.17

Tingkat Risiko Ergonomi Pada Tahap Pemidangan

2) Tingkat Risiko Ergonomi Pada Proses Pelimaran

Observasi yang dilakukan dengan penilaian REBA pada proses pelimaran

menunjukan bahwa posisi leher pekerja menunduk dengan sudut 30° maka

skor 2. Posisi tulang belakang berada pada posisi ekstensi dengan sudut 36°

sehingga skor 3. Untuk postur kaki, kedua kaki menekuk dengan ekstensi

sudut 130° sehingga skor 2. Kemudian, seluruh skor tersebut dimasukkan ke

dalam Tabel A dan didapat skor sebesar 5. Setelah itu ditambahkan dengan

skor beban dimana beban yang ditangani si pekerja kurang dari 5 kg

sehingga diberi skor 0. Setelah dijumlah dengan skor dari Tabel A, akan

diperoleh 5 untuk skor A.

Page 103: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

87

Posisi lengan atas pekerja mengalami fleksi dengan sudut 70° sehingga

diberi skor 3. Pada tahap ini lengan atas pada posisi abduksi sehingga

penambahan skor 1 maka skor akhir adalah 4. Lengan bawah pekerja

membentuk sudut sebesar 58° sehingga diberi skor 2. Untuk posisi

pergelangan tangan mengalami fleksi dengan sudut sebesar 25° sehingga

diberi skor 2. Skor dari group ini dilihat pada Tabel B dan didapatkan skor 6.

Skor ini ditambahkan dengan skor untuk kondisi pegangan. Terdapat

pegangan tdk ideal sehingga diberi skor 1. Setelah dijumlah skor dari Tabel

B dengan skor pegangan maka diperoleh skor 7.

Dalam proses pelimaran terjadi pengulangan gerakan lebih dari 4 kali

dalam 1 menit sehingga penambahan skor 1, maka keseluruhan skor aktifitas

dalam proses ini yaitu 1.

Skor A dan skor B kemudian dilihat pada tabel C sehingga akan didapat

Skor akhir REBA yakni sebesar 9. Dan apabila kita interpretasi, skor 9

tersebut merupakan risiko tinggi.

Page 104: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

88

Gambar 4.18

Tingkat Risiko Ergonomi Pada Tahap Pelimaran

3) Tingkat Risiko Ergonomi Pada Proses Penginciran

Observasi yang dilakukan dengan penilaian REBA pada proses

penginciran menunjukan bahwa posisi leher pekerja menunduk dengan sudut

40° maka skor 2. Posisi tulang belakang berada pada posisi ekstensi dengan

sudut 45° sehingga skor 3. Untuk postur kaki, kedua kaki menekuk dengan

ekstensi 133° maka skor 2. Kemudian, seluruh skor tersebut dimasukkan ke

dalam Tabel A dan didapat skor sebesar 5. Setelah itu ditambahkan dengan

skor beban dimana beban yang ditangani si pekerja kurang dari 5 kg

sehingga diberi skor 0. Setelah dijumlah dengan skor dari Tabel A, akan

diperoleh 5 untuk skor A.

Page 105: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

89

Posisi lengan atas pekerja mengalami fleksi dengan sudut 75° sehingga

diberi skor 3 dan terjadi gerakan abduksi maka di tambah skor 1 sehingga

jumlah skor 4. Lengan bawah pekerja membentuk sudut sebesar 72°

sehingga diberi skor 1. Untuk posisi pergelangan tangan mengalami fleksi

dengan sudut sebesar 15° sehingga diberi skor 1. Skor dari group ini dilihat

pada Tabel B dan didapatkan skor 3. Skor ini ditambahkan dengan skor

untuk kondisi pegangan. Terdapat pegangan tidak ideal sehingga diberi skor

1. Setelah dijumlah skor dari Tabel B dengan skor pegangan maka diperoleh

skor 5.

Dalam proses penginciran terjadi pengulangan lebih dari 4 kali per menit

sehingga aktifitas skor 1, maka keseluruhan skor aktifitas dalam proses ini

yaitu 1.

Skor A dan skor B kemudian dilihat pada tabel C sehingga akan didapat

Skor akhir REBA yakni sebesar 7. Dan apabila kita interpretasi, skor 7

tersebut merupakan risiko menengah.

Page 106: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

90

Gambar 4.19

Tingkat Risiko Ergonomi Pada Tahap Penginciran

4) Tingkat Risiko Ergonomi Pada Proses Pemaletan

Pada tahap ini proses yang dilakukan sama seperti proses pengelosan alat

yang digunakan juga sama hanya yang membedakan wadah/tempat

benangnya saja maka dari hasil Observasi yang dilakukan dengan penilaian

REBA pada proses pemaletan menunjukan bahwa posisi leher pekerja

menunduk dengan sudut 30° sehingga jika dilihat pada lembar kerja REBA

diberi skor 2. Posisi tulang belakang berada pada posisi ekstensi dengan

sudut 42° sehingga diberi skor 3. Untuk postur kaki, salah satu kaki

menekuk sehingga skor 2 dan ditambah skor 2 karena kaki menekuk dengan

ekstensi sudut 68° sehingga skor akhir 4. Kemudian, seluruh skor tersebut

dimasukkan ke dalam Tabel A dan didapat skor sebesar 7. Setelah itu

Page 107: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

91

ditambahkan dengan skor beban dimana beban yang ditangani si pekerja

pada proses ini kurang dari 5 kg sehingga diberi skor 0. Setelah dijumlah

dengan skor dari Tabel A, akan diperoleh 7 untuk skor A.

Posisi lengan atas pekerja mengalami fleksi dengan sudut 29° sehingga

diberi skor 2. Pada tahap ini lengan atas pada posisi abduksi sehingga

penambahan skor 1, maka skor akhir adalah 3. Lengan bawah pekerja

membentuk sudut sebesar 93° sehingga diberi skor 1. Untuk posisi

pergelangan tangan mengalami fleksi dengan sudut sebesar 15° sehingga

diberi skor 1, pada tahap ini terjadi gerakan tangan berputar sehingga di

tambah dengan skor 1 maka skor akhir adalah 2. Skor dari group ini dilihat

pada Tabel B dan didapatkan skor 4. Skor ini ditambahkan dengan skor

untuk kondisi pegangan. Terdapat pegangan pada objek baik sehingga diberi

skor 0. Setelah dijumlah skor dari Tabel B dengan skor pegangan maka

diperoleh skor 4.

Dalam proses pemaletan terjadi pengulangan gerakan lebih dari 4 kali

dalam 1 menit sehingga penambahan skor 1, maka keseluruhan skor aktifitas

dalam proses ini yaitu 1.

Skor A dan skor B kemudian dilihat pada tabel C sehingga akan didapat

Skor akhir REBA yakni sebesar 9. Dan apabila kita interpretasi, skor 9

tersebut merupakan risiko tinggi.

Page 108: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

92

Gambar 4.20

Tingkat Risiko Ergonomi Pada Tahap Pemaletan

c. Proses Penenunan

Proses ini merupakan tahap akhir dalam proses tenun ikat, berdasarkan

hasil Observasi yang dilakukan menggunakan perhitungan REBA menunjukan

bahwa posisi leher pekerja menunduk dengan sudut 34° sehingga jika dilihat

pada lembar kerja REBA diberi skor 2. Posisi tulang belakang berada pada

posisi ekstensi dengan sudut 39° sehingga diberi skor 3. Untuk postur kaki,

kedua kaki pekerja secara bergantian dengan posisi naik turun mengikuti irama

hentakan kayu sehingga menekuk dengan posisi 88° sehingga diberi skor 2.

Kemudian, seluruh skor tersebut dimasukkan ke dalam Tabel A dan didapat

skor sebesar 5. Setelah itu ditambahkan dengan skor beban dimana beban yang

Page 109: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

93

ditangani si pekerja pada proses ini kurang dari 5 kg sehingga diberi skor 0.

Setelah dijumlah dengan skor dari Tabel A, akan diperoleh 5 untuk skor A.

Posisi lengan atas pekerja mengalami fleksi dengan sudut 90° sehingga

diberi skor 3. Lengan bawah pekerja membentuk sudut sebesar 31° sehingga

diberi skor 2. Untuk posisi pergelangan tangan mengalami fleksi dengan sudut

sebesar 35° sehingga diberi skor 2. Skor dari group ini dilihat pada Tabel B dan

didapatkan skor 5 Skor ini ditambahkan dengan skor untuk kondisi pegangan.

Terdapat pegangan pada objek tidak ideal sehingga diberi skor 1. Setelah

dijumlah skor dari Tabel B dengan skor pegangan maka diperoleh skr 6.

Dalam proses penenunan terjadi pengulangan gerakan lebih dari 4 kali

dalam 1 menit sehingga penambahan skor 1. Selain itu terdapat penambahan

skor aktivitas karena tahap menarik kayu ini dilakukan dengan aksi yang cepat

sehingga menyebabkan perubahan besar dalam berbagi skor yang didapat

adalah 1, maka keseluruhan skor aktifitas dalam proses ini yaitu 2.

Skor A dan skor B kemudian dilihat pada tabel C sehingga akan didapat

Skor akhir REBA yakni sebesar 9. Dan apabila kita interpretasi, skor 9 tersebut

merupakan risiko tinggi.

Page 110: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

94

Gambar 4.21

Tingkat Risiko Ergonomi Pada Tahap Penenunan

4.5 Penilian Risiko (Risk Assessment)

Penilian Risiko digunakan untuk mengetahui tingkatan bahaya yang telah

diidentifikasi, maka berdasarkan hasil identifikasi bahaya terdapat 10 hazard yang

terbagi kedalam 2 kelompok besar jenis hazard yaitu hazard fisik dan ergonomi.

Untuk hazard fisik sendiri terbagi menjadi 2 yaitu pencahayaan dan suhu ruangan

kerja, sedangkan untuk hazard ergonomi terbagi ke dalam 8 tahapan proses

penenunan yang diantaranya yaitu; tahap pencelupan warna, pengelosan, penghanian,

pemidangan, pelimaran, penginciran, pemaletan, dan penenunan.

Semua jenis hazard yang telah teridentifikasi selanjutnya akan dilakukan

penilaian risiko, dimana penilian risiko ini bertujuan untuk mengetahui tingkatan

bahayanya. Proses ini dilakukan menggunakan Tabel Risk Matrix dengan Risk

Assessment sebagai berikut :

Page 111: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

95

1. Faktor Fisik

No Sumber

Hazard Identifikasi Bahaya Risiko

P

(Probability)

S

(Severity)

S

(Sum)

Risk

Level

1 Suhu ruangan

Kerja

Suhu ruangan kerja

32°C, menunjukan

bahwa suhu ruangan

kerja melebihi suhu

normal, artinya suhu

ruangan kerja panas.

Konsentrasi berkurang,

suhu tubuh mengalami

peningkatan,

produktivitas

berkurang, dapat

memicu timbulnya heat

stress dan gangguan

kesehatan.

2 3 6 Sedang

2 Pencahayaan

Ruangan

Kerja

Pencahayaan

ruangan kerja 163

Lux, menunjukan

bahwa pencahayaan

di bawah standar,

artinya pencahayaan

kurang

Kelelahan mata, dapat

menimbulkan masalah

pada punggung akibat

memfokuskan

penglihatan,

memperlambat

pekerjaan.

1 3 3 Renda

h

2. Faktor Ergonomi

No Sumber

Hazard Identifikasi Bahaya Risiko

P

(Probability)

S

(Severity)

S

(Sum)

Risk

Level

1 Kegiatan

Pencelupan

Berdasarkan

perhitungan REBA

kegiatan pencelupan

memiliki risiko

tinggi, artinya

kondisi kerja berada

pada kondisi yang

tidak ergonomi,

membungkuk, uap

panas zat pewarna

kimia.

Kelelahan otot

berakibat pada nyeri

otot dan tendon, algias

(penyakit karena postur

tubuh membungkuk),

sakit pada kaki,

gangguan saluran

pernafasan akibat

terhirup usp panas zat

pewarna kimia.

3 4 12 Tinggi

Page 112: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

96

No Sumber

Hazard Identifikasi Bahaya Risiko

P

(Probability)

S

(Severity)

S

(Sum)

Risk

Level

2 Kegiatan

Pengelosan

Berdasarkan

perhitungan REBA

kegiatan pengelosan

memiliki risiko

tinggi, artinya posisi

kerja berada pada

kondisi yang tidak

ergonomi, kursi yang

terlalu pendek dan

tidak memiliki

senderan, coupling

tidak ideal.

Nyeri otot dan tendon,

Rotator Cuff Tendinitis

(RCT bahu mengalami

radang), sakit yang

terjadi pada punggung,

leher dan tangan.

3 3 9 Sedang

3 Kegiatan

Penghanian

Berdasarkan

perhitungan REBA

kegiatan penghanian

memiliki risiko

sangat tinggi, artinya

posisi kerja berada

pada kondisi yang

tidak ergonomi,

kursi yang terlalu

pendek dan tidak

memiliki senderan,

coupling tidak ideal,

gerakan badan yang

memutar,

Kelelahan otot

berakibat pada nyeri

otot dan tendon,

gangguan saraf tepi,

sakit yang terjadi pada

punggung, leher dan

tangan.

3

3

9 sedang

4 Kegiatan

Pemidangan

Berdasarkan

perhitungan REBA

kegiatan pemidangan

memiliki risiko

sangat tinggi, artinya

posisi kerja berada

pada kondisi yang

tidak ergonomi,

kursi yang tidak

memiliki senderan,

gerakan memutar,

Kelelahan otot

berakibat pada nyeri

otot dan tendon,

gangguan saraf tepi,

sakit yang terjadi padi

punggung, leher dan

tangan.

4 4 16 Ekstrim

Page 113: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

97

No Sumber

Hazard Identifikasi Bahaya Risiko

P

(Probability)

S

(Severity)

S

(Sum)

Risk

Level

5 Kegiatan

Pelimaran

Berdasarkan

perhitungan REBA

kegiatan pelimaran

memiliki risiko

tinggi, artinya posisi

kerja berada pada

kondisi yang tidak

ergonomi, kursi yang

terlalu pendek, tidak

memiliki senderan,

gerakan cepat,

Kelelahan otot

berakibat pada nyeri

otot dan tendon, sakit

yang terjadi pada

punggung, leher.

3 2 6 Sedang

6 Kegiatan

Penginciran

Berdasarkan

perhitungan REBA

kegiatan penginciran

memiliki risiko

menengah, artinya

posisi kerja berada

pada kondisi yang

tidak ergonomi,

kursi yang terlalu

pendek, tidak

memiliki senderan,

coupling tidak ideal,

Kelelahan otot

berakibat pada nyeri

otot dan tendon, sakit

yang terjadi padi

punggung, leher,

pergelangan tangan.

2

3

6 sedang

7 Kegiatan

Pemaletan

Berdasarkan

perhitungan REBA

kegiatan pengelosan

memiliki risiko

tinggi, artinya posisi

kerja berada pada

kondisi yang tidak

ergonomi, kursi yang

terlalu pendek dan

tidak memiliki

senderan, coupling

tidak ideal.

Nyeri otot dan tendon,

Rotator Cuff Tendinitis

(RCT bahu mengalami

radang), sakit yang

terjadi pada punggung,

leher dan tangan.

3 3 9 Sedang

Page 114: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

98

No Sumber

Hazard Identifikasi Bahaya Risiko

P

(Probability)

S

(Severity)

S

(Sum)

Risk

Level

8 Kegiatan

Penenunan

Berdasarkan

perhitungan REBA

kegiatan pelimaran

memiliki risiko

tinggi, artinya posisi

kerja berada pada

kondisi yang tidak

ergonomi, kursi yang

tidak memiliki

senderan, gerakan

cepat, coupling tidak

ideal

Nyeri otot dan tendon,

Rotator Cuff Tendinitis

(RCT bahu mengalami

radang), sakit yang

terjadi pada punggung,

leher, tangan dan kaki.

3 3 9 Sedang

Dengan hasil penilaian risiko tersebut maka dapat diketahui :

1. Faktor Fisik

a. Suhu ruangan kerja memiliki potensi bahaya dengan risiko sedang, dimana

dalam penilaiannya untuk severity diberi nilai 3 karena untuk keadaan ini

masih dapat diatasi dengan melakukan kontrol teknik berupa penyediaan alat

pendingin ruangan dan tingkat keparahanya termasuk dapat menimbulkan

cedera sedang. sedangkan untuk Probability diberi nilai 2 karena kondisi ini

tidak begitu berpotensi terhadap terjadinya kecelakaan kerja.

b. Pencahayaan ruangan kerja memiliki potensi bahaya dengan risiko rendah,

dimana dalam penilaiannya untuk severity diberi nilai 3 karena untuk keadaan

ini masih dapat diatasi dengan melakukan kontrol teknik berupa penyediaan

Page 115: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

99

lampu untuk menambah penerangan. sedangkan untuk Probability di beri nilai

1 karena kondisi ini sangat jarang terjadi menimbulkan kecelakaan kerja.

2. Faktor Ergonomi

a. Kegiatan pencelupan memiliki potensi bahaya dengan risiko tinggi, dimana

dalam penilaiannya untuk severity diberi nilai 4 karena untuk keadaan ini

sangat mempengaruhi terjadinya kondisi kelelahan dan penyakit akibat kerja

dengan tingkat keparahanya termasuk cedera berat. Sedangkan untuk

Probability diberi nilai 3 karena dalam kegiatan ini dinilai sesekali dapat

berpotensi terjadinya kecelakaan kerja.

c. Kegiatan pengelosan memiliki potensi bahaya dengan risiko sedang, dimana

dalam penilaiannya untuk severity diberi nilai 3 karena untuk keadaan ini

masih dapat diatasi oleh pekerja itu sendiri dan tingkat keparahanya termasuk

cedera sedang. Sedangkan untuk Probability diberi nilai 3 karena dalam

kegiatan ini dinilai sesekali dapat berpotensi terjadinya kecelakaan kerja.

d. Kegiatan penghanian memiliki potensi bahaya dengan risiko sedang, dimana

dalam penilaiannya untuk severity diberi nilai 3 karena untuk kedaan ini

masih dapat diatasi oleh pekerja itu sendriri dan tingkat keparahanya termasuk

cedera sedang. Sedangkan untuk Probability di beri nilai 3 karena dalam

kegiatan ini dinilai hanya sesekali berpotensi terjadinya kecelakaan kerja.

e. Kegiatan pemidangan memiliki potensi bahaya dengan risiko ekstrim, dimana

dalam penilaiannya untuk severity diberi nilai 4 karena untuk kedaan ini

sangat mempengaruhi terjadinya kondisi kelelahan dan penyakit akibat kerja

Page 116: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

100

dengan tingkat keparahanya termasuk cedera berat. sedangkan untuk

Probability di beri nilai 4 karena dalam kegiatan ini dinilai dapat

menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja.

f. Kegiatan pelimaran memiliki potensi bahaya dengan risiko sedang, dimana

dalam penilaiannya untuk severity diberi nilai 2 karena untuk keadaan ini

masih dapat diatasi oleh pekerja itu sendriri dan tingkat keparahanya termasuk

cedera ringan. Sedangkan untuk Probability di beri nilai 3 karena dalam

kegiatan ini dinilai hanya sesekali berpotensi terjadinya kecelakaan kerja.

g. Kegiatan penginciran memiliki potensi bahaya dengan risiko sedang, dimana

dalam penilaiannya untuk severity diberi nilai 3 karena untuk keadaan ini

masih dapat diatasi oleh pekerja itu sendiri dan tingkat keparahanya termasuk

cedera sedang. sedangkan untuk Probability diberi nilai 2 karena dalam

kegiatan ini dinilai tidak begitu berpotensi terhadap terjadinya kecelakaan

kerja dan jarang terjadi.

h. Kegiatan pemaletan memiliki potensi bahaya dengan risiko sedang, dimana

dalam penilaiannya untuk severity diberi nilai 3 karena untuk keadaan ini

masih dapat diatasi oleh pekerja itu sendiri dan tingkat keparahanya termasuk

cedera sedang. Sedangkan untuk Probability di beri nilai 3 karena dalam

kegiatan ini dinilai hanya sesekali berpotensi terjadinya kecelakaan kerja.

i. Kegiatan pemaletan memiliki potensi bahaya dengan risiko sedang, dimana

dalam penilaiannya untuk severity diberi nilai 3 karena untuk keadaan ini

masih dapat diatasi oleh pekerja itu sendiri dan tingkat keparahanya termasuk

Page 117: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

101

cedera sedang. Sedangkan untuk Probability diberi nilai 3 karena dalam

kegiatan ini dinilai hanya sesekali berpotensi terjadinya kecelakaan kerja.

Adapun hasil penilaian risiko ini dipersentasikan menggunakan diagram pie

sebagai berikut :

Gambar 4.22

Diagram Pie Hasil Penilaian Risiko

Dari hasil Penilaian berdasarkan Risk Assessment diketahui nilai risiko

dan persentase risiko dari seluruh potensi bahaya menggunakan diagram pie yaitu,

risiko ringan (low risk) sebanyak 1 jenis bahaya maka niai persentasi 10%, risiko

sedang sebanyak (moderate risk) 7 jenis bahaya maka nilai persentasi 70%, risiko

tinggi (high risk) sebanyak 1 jenis bahaya maka nilai persentasi 10%, dan risiko

sangat tinggi (ekstrim risk) sebanyak 1 jenis bahaya maka nilai persentasi 10%. Maka

dari hasil persentasi menunjukan bahwa secara keseluruhan tingkat bahaya yang ada

Page 118: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

102

pada pekerjaan tenun ikat ialah tingkat bahaya sedang dengan jumlah persentasi

mencapai 70%, yang mana jika potensi bahaya sedang ini diabaikan begitu saja tanpa

adanya pengendalian dan tindakan maka bukan tidak mungkin dapat menimbulkan

berbagai ancaman khususnya terhadap kondisi kesehatan pekerja tenun ikat.

4.6 Pengendalian Risiko (Risk Control)

Pengendalian risiko (risk control) dilakukan terhadap tiga jenis risiko

yang dikategorikan sebagai risiko sedang (moderate risk), risiko tinggi (high risk) dan

risiko ekstrim (extreme risk). Adapun yang akan dilakukan proses pengendalian risiko

yang sudah melalui penilaian risiko sebelumnya yaitu pada suhu ruangan, kegiatan

pencelupan, pengelosan, penghanian, pemidangan, pelimaran, penginciran, pemaletan

dan kegiatan penenunan, pengendaliaan ini bertujuan untuk meminimalkan tingkat

risiko dari suatu potensi bahaya yang ditemukan. Pengendalian ini akan dilakukan

melalui Risk Matrix pada Risk Control sebagai berikut :

Page 119: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

103

1. Faktor Fisik

No Sumber Hazard RISK CONTROL

1 Suhu ruangan

Kerja

Penyediaan alat pendingin ruangan kerja

berupa kipas angin, penyediaan air minum di

ruangan kerja, dan menambahkan ventilasi

ruangan kerja yang cukup.

2. Faktor Ergonomi

No Sumber Hazard RISK CONTROL

1 Kegiatan Pencelupan

Menyediakan alat kerja berupa meja, kursi,

untuk di pergunakan dalam kegiatan

pencelupan serta penyediaan dan penggunaan

APD berupa sarung tangan karet dan masker.

2 Kegiatan Pengelosan

Modifikasi alat kerja pengelosan, membuat

kursi dengan desain tambahan berupa

senderan, dan ketinggian yang dapat diatur.

3 Kegiatan Penghanian

Modifikasi alat kerja penghanian, membuat

kursi dengan desain tambahan berupa

senderan, dan ketinggian yang dapat diatur.

4 Pemidangan

Modifikasi alat kerja pemidangan, membuat

kursi dengan desain tambahan berupa

senderan, dan ketinggian yang dapat diatur,

coupling alat pemutar untuk di sesuakan

ketinggiannya dan memebentuk pegangan

yang nyaman.

Page 120: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

104

No Sumber Hazard RISK CONTROL

5 Kegiatan Pelimaran

Modifikasi alat kerja pelimaran, membuat

kursi dengan desain tambahan berupa

senderan, dan ketinggian yang dapat diatur,

meninggikan wadah kain proses pelimaran

yang disesuaikan dengan desain kursi,

penggunaan alat pelindung diri berupa sarung

tangan karet.

6 Kegiatan Penginciran

Modifikasi alat kerja penginciran, membuat

kursi dengan desain tambahan berupa

senderan, dan ketinggian yang dapat diatur,

coupling alat pemutar untuk di sesuakan

ketinggiannya dan membentuk pegangan

yang nyaman.

7 Kegiatan Pemaletan

Modifikasi alat kerja pemaletan, membuat

kursi dengan desain tambahan berupa

senderan, dan ketinggian yang dapat diatur.

8 Kegiatan Penenunan

Modifikasi alat kerja penenunan, membuat

kursi dengan desain tambahan berupa

senderan, dan ketinggian yang dapat diatur,

coupling alat penjungkit untuk di bentuk

pegangan yang nyaman, penambahan

bantalan pada bagian depan sebagai bantalan

siku.

Dari hasil pengendalian risiko dikatahui untuk rauangan kerja perlu

adanya penyediaan alat pendingin ruangan berupa kipas angin, penyediaan air minum

dan penambahan ventilasi ruangan kerja agar dapat mengurangi suhu udara yang

Page 121: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

105

melebihi NiAB dan mencegah pekerja mengalami dehidrasi saat bekerja karena suhu

yang terlalu panas.

Pada pekerjaan tenun ikat, bahwa perlu dilakukannya modifikasi alat-alat

kerja, yang dimana diketahui untuk saat ini desain yang digunakan sangat berisiko

terhadap kondisi kesehatan pekerja dikarenakan alat kerja tersebut tidak ergonomi,

maka perlu adanya modifikasi alat kerja tersebut guna menciptakan keadaan yang

aman dan nyaman bagi pekerja.

4.7 Rekomendasi Alat Kerja

Untuk mengurangi tingkat risiko ergonomi pada pekerja tenun ikat, perlu

dilakukan upaya perbaikan dengan memodofikasi alat kerja antara lain :

1. Alat Tenun Bukan Mesin

Gambar 4.23

Alat Tenun Manual (penambahan alat bantu)

Page 122: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

106

Desain modifikasi alat tenun manual sangat dibutuhkan terutama untuk

memberi kenyamananan pada pekerja, seperti penambahan bantalan siku, kursi yang

dapat diataur ketinggiannya, dan meja tempat menaruh barang-barang terutama

benang dan air minum untuk mempermudah pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

2. Kursi kerja

Gambar 4.24

Kursi Kerja (modifikasi)

Pergantian kursi kerja sangat di perlukan, karena dalam hal ini pekerja

tenun ikat bekerja dengan posisi duduk dalam waktu yang lama, dengan kondisi kursi

yang ada saat ini sangat tidak ergonomi bagi pekerja karena kursi yang tidak memiliki

sandaran, tidak dapat diatur ketinggiannya dan bantalan tempat duduk yang

menggunakan kain seadanya. Maka perlu untuk dilakukan pergantian kursi kerja.

Page 123: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

107

Keterangan : Tinggi sandaran punggung = 52 cm

Tinggi kaki kursi = 49 cm

Panjang lebar tempat duduk = 45 cm

Page 124: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

108

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian berdasarkan Identfikasi Hazard dan Penilian Risiko

dalam melakukan observasi berupa Identifikasi Hazard dan Penilian Risiko

Kesehatan Kerja Pada Pekerja Tenun Ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota

Palembang Tahun 2019. Adapun kesimpulan sebagai berikut :

1. Potensi bahaya yang ada yaitu hazard fisik dan hazard ergonomi. Untuk hazard

fisik berupa suhu ruangan kerja yang melebihi nilai ambang batas dan hazard

ergonomi dari aktifitas yang dilakukan dengan alat kerja pada proses penenunan.

2. Berdasarkan hasil pengukuran suhu ruangan di temukan rata-rata di 7 station

yaitu melebihi nilai ambang batas. Dengan hasil penilaian risiko berupa risiko

sedang.

3. Berdasarkan hasil penilaian risiko ditemukan pada tahap proses penenuan rata-

rata memiliki potensi bahaya sedang. Dimana hal ini berdasarkan penilaian

REBA menunjukan bahwa posisi kerja berada pada kondisi yang tidak ergonomi.

4. Pengendalian risiko, untuk suhu ruangan kerja perlu disediakannya alat

pendingin ruangan, air minum dan penambahan ventilasi ruangan kerja yang

cukup. Untuk tahap tenun secara keseluruhan membutuhkan perubahan

Page 125: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

109

modifikasi alat kerja yang ergonomi guna menciptakan kondisi yang aman dan

nyaman untuk pekerja tenun ikat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, tentang Identifikasi Hazard dan Penilaian

Risiko Kesehatan Kerja Pada Pekerja Tenun Ikat di Kelurahan Tuan Kentang maka

peneliti memberikan saran :

1. Memodifikasi alat kerja secara ergonomi agar pekerja tidak mudah lelah saat

melakukan aktifitas pekerjaan.

2. Perlu diadaknnya penyediaan alat pendingin ruangan dan air minum di

ruangan kerja.

3. Menyediakan alat pelindung diri (APD) berupa masker, sarung tangan karet

untuk pekerja yang melakukan proses pencelupan.

4. Pengendalian administratif :

Menganjurkan kepada pekerja tenun ikat untk melakukan peregangan otot

ditempat kerja setiap 2 jam, yang dilakukan sebelum istirahat siang dan 2

jam sesudah istirahat.

Menganjurkan kepada pemilik tenun ikat, untuk mengganti alat- alat kerja

yang mengalami kerusakan atau tidak layak lagi untuk digunakan.

Page 126: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

DAFTAR PUSTAKA

AS/NZS 4360, 2004.

Astralian Standar/New Zealand Standard For Risk Management (Online)

(http://www.epsonet.eu/mediapool/72/723588/data/2017/AS_NZS_43601999

Risk_management. di akses 20 Maret 2019).

BPJS Ketenagakerjaan, 2016 (Online)

(https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/5769/Jumlah-kecelakaan-kerja-

di-Indonesi amasih-tinggi, diakses 13 Maret 2019).

Buntarto, 2015.

Panduan Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja Untuk Industri. Pustaka

Baru Press : Yogyakarta

Cecep Dani Sucipto, 2014.

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Pustaka Baru : Yogyakarta.

Darmawan dkk, 2017.

Identifikasi Risiko Kecelakaan Kerja Dengan Metode Hazard Identification

and Risk Assessment (HIRA) Di Area Batching Plant PT XYZ Tahun 2017

(Online) (http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jti/article/download/3270/2466,

di akses tanggal 22 Maret 2019).

Depkes RI, 2014 (Online)

(http://www.depkes.go.id/article/view/201411030005/1-orang-pekerja-di-

dunia mening gal setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html, diakses 20

Februari 2019).

Fermana dan Nasri, 2014.

Penilaian Risiko Ergonomi Dan Keluhan Muskuloskletal Disorders (MSDs)

Pada Pekerja Finishing Di Proyek Bogor Valey Residence & Hotel PT XYZ

Tahun 2014 (Online). (http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-06/S55753-

Futry20Dwi20Ferman , diakses 11 April 2019).

IEA. 2019.

Definition and Domains Of Ergonomic (Online). (http://www.iea.cc/

whats/index.html. diakses 11 April 2019)

Page 127: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

International Labour Organization, Jakarta. 2013.

(Online) (http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/asia/ro-bangkok/lojakarta

/docum ents/publication/wcms_237650, diakses 31 Janua).

ISO, center. Indonesia. 2016.

ILO-OSH 2001, Occupational Safetyand Health Management Systems

(Online). (https://isoindonesiacenter.com/ilo-osh-2001-standar-k3-dari-pbb/,

diakses 5 Maret 2019).

Khaidir Ali Serunting, 2017.

Analisis Risiko Ergonomi Pada Karyawan Bengkel Utama Dengan Keluhan

Musculoskeletal Disorders Di PT. Bukit Asam Tanjung Enim Tahun 2017.

Jurnal Kesehatan Bina Husada.

Kuswana, 2017.

Ergonomi dan K3 Keselamatan Kesehatan Kerja . PT Remaja Rosdakarya :

Bandung.

OHSAS 18001, 2007.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja-Persyaratan (Online)

(http://mhconsulting-indonesia.com/file-download/Klausul-OHSAS-18001, di

akses 3 Februari 2019).

Mustika dan Sutajaya, 2016.

Ergonomi Dalam Pembelajaran Menunjang Profesionalisme Guru Di Era

Global, Jurnal Pendidikan Indonesia, 5 (1).

Nabiilah, 2018

Hubungan Posisi Kerja Dan Masa Kerja Terhadap Kejadian Low Back Pain

Pada Pekerja Tenun Ikat Di Desa Parengan Lamongan. Skripsi. Malang :

Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi S1 Fisioterapi Universitas

Muhammadiyah Malang 2018. (Http://Eprints.Umm.Ac.Id/41324/1/Pen

dahuluan.Pdf diakses tanggal 01 Mei 2019).

Nurliah, 2012

Analisis Risiko Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Operator Forklif Di

PT. LLI Tahun 2012. Tesis. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Program

Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Indonesia 2012.

(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307476-T31178-Analisis%20resiko.pdf

diakses tanggal 20 April 2019).

Page 128: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

Nurrahman, 2016

Hubungan Masa Kerja Dan Sikap Kerja Terhadap Kejadian Low Back Pain

Pada Penenun Di Kampoeng Bni Kab.Wajo. Skripsi. Makasar : Fakultas

Kedokteran Program Studi Fisoterapi Universitas Hassanudin 2016.

(http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/18848/Skripsi%20

Hubungan%20Masa%20Kerja%20dan%20Sikap%20Kerja%20Terhadap%20

Kejadian%20Low daiakses tanggal 01 Mei 2019).

Peraturan Mentri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No 13 Tahun 2011

Tentang Nilai Ambang Btas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.

Permenkes No 48 Tahun 2016.

Tentang Standar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Perkantoran.

Permenkes No 70 Tahun 2016.

Tentang Standar Dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.

Pikiran Rakyat, 2018 (Online)

(https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2019/01/15/kecelakaan-kerja-2018-

mencapai-173105-kasus. diakses 3 April 2019).

Prasetyo dkk, 2018.

Analisis HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment) Pada Instansi X

di Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6 (1).

Purnama, 2015.

Analisis Penerapan Metode Hirarc (Hazard Identification Risk Assessment

And Risk Control) Dan Hazops (Hazard And Operability Study) Dalam

Kegiatan Identifikasi Potensi Bahaya Dan Resiko Pada Proses Unloading Unit

Di Pt. Toyota Astra Motor, (Online). (http://digilib.mercubuana.ac.i d /

mannager/file_ abstrak/Isi_Artikel_63743313 166.pdf, di akses tanggal 6

April 2019)

Rahmadina, 2016.

Hazard Identification And Risk Assessment (HIRA) Sebagai Upaya

Mengurangi Risiko Kecelakaan Kerja dan Risiko Penykait Akibat Kerja di

Bagian Produksi PT Iskandar Indah Printing Textile Surakarta (Online)

(Http://Eprints.Ums.Ac.Id/46958/19/Naskah Publikasi, di akses tanggal 26

Maret 2019).

Ramadhan, Fazri 2017.

Analisis Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Menggunakan Metode

Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) , (Online)

(http://e-jurnal.lppmunsera.org/index.php/senasset/article/download/443/493,

di akses tanggal 24 Maret 2019.

Page 129: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

Rezeki, Sri 2015

Sanitasi, hygiene, dan Kesehatan & Keselamatn Kerja (K3) : Rekayasa Sains,

Bandung.

Rudy Darmawan dkk, 2017.

Identifikasi Risiko Kecelakaan Kerja Dengan Metode Hazard Identification

And Risk Assessment ( HIRA ) Di Area Batching Plant PT Xyz, Jurnal Teknik

Industri, 5 (3).

Shandy Irwan dkk, 2015.

Penyusunan Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control

(HIRARC) Di PT. X, Jurnal Titra, 3 (1).

Soehatman, Ramli 2013.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Dian

Rakyat : Jakarta.

Standar Nasional Indonesia, 2005.

Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja (Online),

(http://web.ipb.ac.id/~tml_atsp/test/SNI/2019-0232-2005, diakses 2 April

2019).

Suardi, Rudi 2007

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Panduan Penerapan

Berdasarkan OHSAS 18002 & Permenaker 05/1996, PPM : Jakarta.

Supriyadi dan Ramdan, 2017.

Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Pada Devisi Boiler Menggunakan

Metode Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) ,

(Online) (https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH/article/dow nl

oad/892/702, di akses tanggal 27 Maret 2019).

Suwardi dan Daryanto, 2018.

Pedoman Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup.

Gava Media : Yogyakarta.

Tambun, 2012

Analisis Risiko Ergonomi Dan Keluhan Musculoskeletal Disorder (MSDs)

Pada Pekerja Tenun Ulos Di Kelurahan Martimbang Dan Kelurahan Kebun

Sayur Kota Pematang Siantar Tahun 2012. Tesis. Depok : Fakultas Kesehatan

Masyarakat Program Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas

Indonesia 2012. (http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314672-T31762-Ana

lisis%20risiko.pdf daikses Tanggal 23 April 2019).

Page 130: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

Tarwaka, 2014.

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Harapan Press : Surakarta.

Wibowo, 2016.

Manajemen Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja dengan Metode Hazard

identification Risk Assessment And Risk control (Hirarc) Dalam Upaya

Mencapai zero Accident (Online). (http:// eprints. ums. ac.id/46071 /20/

NASKAH 20 PUBLIKASI .pdf, diakses 7 Maret 2019)

Page 131: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

TENUN IKAT KELURAHAN TUAN KENTANG KOTA PALEMBANG

Palembang, 29 April 2019

Kepada Yth,

Ketua Prodi Kesehatan Mayarakat

STIK BINA HUSADA

Di-

Palembang

Berhubungan dengan adanya kegiatan tugas penelitian / Skripsi

Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Bina Husada Strata-1 (Sarjana), bagi Mahasiswa berikut :

Nama : Umar Habibi

NPM : 15.13201.10.33

Jenis Kelamin : Laki-laki

Peminatan : Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Topik Penelitian : Identifikasi Hazard dan Penilaian Risiko Kesehatan Pada

Pekerja Tenun Ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota

Palembang Tahunn 2019

Lama Penelitian : Dari 24 April s/d 29 April 2019

Telah melakukan dan menyelesaikan penelitian dengan baik. Demikianlah

surat ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan

terimakasih.

Ketua Kelompok Usaha Bersama

Tenun Ikat Kota Palembang

Ahmad Habibi

Page 132: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 133: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 134: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 135: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 136: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 137: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 138: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 139: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …

DOKUMENTASI PENELITIAN

Page 140: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 141: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 142: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …
Page 143: IDENTIFIKASI HAZARD DAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN …