ibu.docx

4
“Ibu, apa yang sedang ibu lakukan?” Aku berlari kecil menghampiri ibuku. Kaki kecilku yang telanjang mencoba menjinjit untuk melihat lebih jelas apa yang dikerjakan ibu. Ibu tersenyum, “aigoo, uri Hayyi tidak pakai sepatu lagi, eoh?” Aku tersenyum lebar. “Sepatunya basah, tadi aku menemani Halmoni sebelah rumah menyiram bunga, tapi sepatunya malah kena air.” “Harusnya kau tidak menggangu Halmoni.” “Aku tidak mengganggunya, aku hanya menemani.” Kataku protes, ibu mencubit pipiku gemas. “Ibu sedang membuat apa?” Tanyaku lagi. Sedari tadi aku penasaran dengan meja kerja ibu. Papan persegi itu penuh dengan kelopak-kelopak mawar dan botol-botol kaca berukuran kecil. “Ibu sedang membuat parfum. Parfum dengan aroma mawar. Mau coba?” Aku mengangguk antusias, ibu menyemprotkan parfum buatannya ke pangkal tanganku. Aku menghirupnya, menikmati aroma menyegarkan mawar itu masuk kedalam rongga pernapasanku. “Kau suka?” Aku mengangguk. “Baunya enak.” Ah, iya…., aroma ini. Aroma ibuku. *** Aku mengerjapkan mataku, pemandangan yang awalnya kabur perlahan berubah menjadi jelas. Banyak darah berceceran di sekitarku, sebagian membasahi bajuku. Tapi anehnya, aku tidak merasakan sakit sama sekali. Apa ini? Aku tidak jadi mati? Aku melihat ke sekeliling. Orang-orang yang tadi mengelilingi Yuan sudah ambruk di lantai. Gadis itu sekarang berdiri gemetaran, wajahnya pias. Apa yang sebenarnya terjadi? “Kau tidak apa-apa?” Suara berat yang terdengar asing itu mencuri perhitianku. Aku menoleh dan menemukan seorang pria berkemeja putih berjongkok di sampingku. Wajahnya terlihat dingin.

Upload: arsykeiway

Post on 18-Feb-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

“Ibu, apa yang sedang ibu lakukan?” Aku berlari kecil menghampiri ibuku. Kaki kecilku yang telanjang mencoba menjinjit untuk melihat lebih jelas apa yang dikerjakan ibu. Ibu tersenyum, “aigoo, uri Hayyi tidak pakai sepatu lagi, eoh?” Aku tersenyum lebar. “Sepatunya basah, tadi aku menemani Halmoni sebelah rumah menyiram bunga, tapi sepatunya malah kena air.”

“Harusnya kau tidak menggangu Halmoni.”

“Aku tidak mengganggunya, aku hanya menemani.” Kataku protes, ibu mencubit pipiku gemas.

“Ibu sedang membuat apa?” Tanyaku lagi. Sedari tadi aku penasaran dengan meja kerja ibu. Papan persegi itu penuh dengan kelopak-kelopak mawar dan botol-botol kaca berukuran kecil.

“Ibu sedang membuat parfum. Parfum dengan aroma mawar. Mau coba?” Aku mengangguk antusias, ibu menyemprotkan parfum buatannya ke pangkal tanganku. Aku menghirupnya, menikmati aroma menyegarkan mawar itu masuk kedalam rongga pernapasanku.“Kau suka?”

Aku mengangguk. “Baunya enak.”

Ah, iya…., aroma ini. Aroma ibuku.

***

Aku mengerjapkan mataku, pemandangan yang awalnya kabur perlahan berubah menjadi jelas. Banyak darah berceceran di sekitarku, sebagian membasahi bajuku. Tapi anehnya, aku tidak merasakan sakit sama sekali. Apa ini? Aku tidak jadi mati?

Aku melihat ke sekeliling. Orang-orang yang tadi mengelilingi Yuan sudah ambruk di lantai. Gadis itu sekarang berdiri gemetaran, wajahnya pias. Apa yang sebenarnya terjadi?

“Kau tidak apa-apa?” Suara berat yang terdengar asing itu mencuri perhitianku. Aku menoleh dan menemukan seorang pria berkemeja putih berjongkok di sampingku. Wajahnya terlihat dingin.

“N…ne.” Jawabku. Aku memundurkan diri dengan siaga. Aku tidak tahu siapa orang ini, dan di saat seperti ini, kami diajarkan untuk tidak percaya pada siapapun kecuali anggota tim.

Aku menatap sekeliling lagi dan baru sadar kalau semua tukang pukul itu sudah tergeletak pingsan—atau mungkin mati? Aku tidak tahu, yang jelas sepertinya keadaan sudah lebih aman dari sebelumnya.

“Yuan-ah, gwaenchana?” MJ berlari menghampiri Yuan. Di punggungnya, tertidur seorang anak kecil yang terlihat sangat kelelahan.

“I…iya. Terimakasih.” Kata Yuan masih gemetar. Gadis itu terlihat lebih pucat dari biasanya.

“Maaf karena datang terlambat.” Pria yang tadi disampingku berdiri lalu memperkenalkan diri. “Aku adalah Agen Wei, ketua tim kalian.” Aku, Yuan dan MJ saling tatap lalu mengalihkan pandangan kami

kepada orang yang mengaku sebagai ketua tim kami itu. Saat itulah aku melihat ada banyak darah yang menetes dari perutnya.

“Ka… Kau terluka.” Kataku cepat dan menghampirinya. Aku meringis, hanya dengan sekali lihat, aku tahu luka itu pasti cukup parah. Tapi pria dihadapanku malah tidak terlihat kesakitan samasekali. Dia berdiri dengan tegak dan berbicara tanpa getar, tidak terlihat seperti orang yang baru saja tertikam sesuatu. Dia hanya melirik lukanya sebentar lalu beralih menatapku. “Rose.”“A..apa?”

“MJ. Yuan.” Dia beralih menatap MJ dan Yuan. “Aku.. tidak salah kan?” kembali beralih padaku.

“Ya! Apa itu penting sekarang?! Kita bisa berkenalan nanti. Lihat perutmu terluka! MJ, hubungi markas sekarang, kita butuh pertolongan!”

***

“Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?” Tanyaku begitu kami masuk ke dalam mobil. MJ yang duduk di balik kemudi menyalakan mesin. Kami baru saja mengantar ketua tim baru kami ke pusat perawatan agen, dan bermaksud menuju . Yuan sudah pulih dan syoknya dan sekarang sedang mengutak-atik gadgetnya di jok belakang.

“Kau benar-benar tidak ingat?”

“Entahlah, sepertinya aku sempat kehilangan kesadaranku. Yang aku ingat, mereka akan menusuk Yuan. Mereka akan menusukku lalu—tunggu! Aku mendengar suara pistol!” Aku yang tadinya duduk bersandar seketika meluruskan badanku. Benar, sebelum aku hilang kesadaran aku mendengar suara letupan pistol.

“MJ yang melakukannya.” Yuan akhirnya bersuara.

“Apa?” Tanyaku syok, MJ menembak siapa? Aku buru-buru menatap MJ tajam, meminta penjelasan.

“Kau sudah gila ya? Kita dilarang menggunakan pistol! Ya ampun MJ kita dalam masalah besar.”

“Aku tahu!” MJ terlihat ikut-ikutan kesal. “Aku melakukannya untuk menyelamatkan Yuan. Aku melakukannya karena panik tahu! Saat aku sampai, kalian sudah tersudut begitu. Tidak ada yang bisa kulakukan selain menembaknya. Terlambat sedikit saja, entah bagaimana kabar Yuan sekarang. Ya! Harusnya kau berterimakasih padaku!”“Ne… gomawa.” Kata Yuan dengan intonasi dilebih-lebihkan, lebih terdengar seperti ucapan terimakasih karena sudah menempatkanku dalam masalah dari pada terimakasih karena sudah menyelamatkan nyawaku.

Aku lalu teringat dengan kondisiku sebelum aku pingsan, aku juga hampir ditusuk. Tapi, kenapa aku tidak terluka? “Lalu aku?”

“Apa?”

“Siapa yang menyelamatkanku?”

“Kau tidak ingat itu juga?” MJ bertanya.

Aku menggeleng.

“Ketua Tim.”

“Ketua tim?”

“Ne. Dia tiba-tiba datang entah darimana, tahu-tahu sudah memelukmu. Luka diperutnya itu karena dia menyelamatkanmu. Tadinya, aku mau menolongmu duluan, tapi sudah ada ketua Tim, jadi aku menembak orang yang mau menusuk Yuan.”

“Ngomong-ngomong, ketua tim kita itu hebat sekali. Dalam kondisi perut sobek seperti itu, dia masih bisa menghajar semua tukang pukul itu sendirian. Hanya semenit. Tadi itu benar-benar petarungan yang hebat. Sayang sekali kau tidak melihatnya, Hayi.”

Aku tidak lagi mendengar ocehan MJ yang terus bercerita tentang bagaimana ketua tim kami merobohkan semua tukang pukul itu sendirian, tentang gerakannya yang cepat dan semua hal-hal yang menurut MJ sangat luar biasa itu.

Pria itu. Pria yang perutnya sobek tapi tetap bisa berdiri tegak tanpa ekspresi sakit sedikit pun itu. Apakah aroma mawar itu berasal darinya?

***

K