ibnu katsir membungkam wahhaby

Upload: yadieyesi

Post on 30-Oct-2015

167 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

  • Ibnu Katsir Membungkam Wahhaby (I) : Tafsir ayat

    Mutasyabihat Yad (tangan)

    Ibnu Katsir Membungkam Wahhaby (I)

    - Ayat Mutaysabihat tentang Lafadz Tangan / yad (kata tunggal/ single)/ aidin

    (jamak/plural).

    - Ahlusunnah Tidak Mengambil Makna Dhahir ayat mutasyabihat

    I. Wahhaby mengelirukan makna tafsir dengan tawil

    Ilmu- yang harus dimilki oleh orang yang ingin menjadi ahli tafsir alquran. Disamping harus mengusai 14 cabang ilmu lainnya seperti ilmu lughah, nahwu, saraf, balaghah, isytiqoqo, ilmu

    almaani, badi, bayan, fiqh, aqidah, asbabunuzul, nasikh mansukh, ilmu qiraat, ilmu hadits, usul fiqah ( hukum-hukum furu) dan ilmu mauhub ( fadhilah alquran, syaikh maulana zakariyya).

    Kenapa perlu ilmu aqidah dalam hal ini tahu sifat-siafat Allah yang wajib, sifat yang mustahil

    dan sifat yang jaiz (boleh/harus) bagi Allah? Karena banyak ayat mutasyabihat yang tidak boleh

    mengambil makna dhahir (explisit) dari ayat itu, tapi menggunkan makna implisit dari lafadz

    tersebut. Jadi tawil adalah salah satu cara untuk mentafsir Al-quran.

    apakah WAHABY masih bersikeras menggunakan makna dhahir pada ayat/hadist mutasyabihat

    ini ?

  • coba lihat tafsir ayat berikut

    - Nasuullaha fanasiahum (QS Attaubah:67),

    Artinya : Mereka melupakan Allah maka Allah pun lupa dengan mereka (QS Attaubah:67),

    - Innaa nasiinaakum (QS Assajadah 14).

    Artinya : (sungguh kami telah lupa pada kalian ( QS Assajadah 14)

    Dan juga diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt berfirman :

    Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk Mu sedangkan Engkau Rabbul Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?,

    tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya? (Shahih Muslim hadits no.2569)

    II. Ahlusunnah Tidak Mengambil Makna Dhahir ayat mutasyabihat

    Ahlusunnah TIDAK MENERIMA MAKNA DHOHIR ayat atau hadits mutasyabihat (tawil) tapi juga TIDAK MERUBAH LAFADZ AYAT/HADIST (TASHRIF) , karena merubah lafadz

    ayat atau hadits adalah haram dan dilarang. Al Imam Ahmad ar-Rifai (W. 578 H) dalam al Burhan al Muayyad berkata: Jagalah aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Quran dan hadits Nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam yang mutasyabihat sebab hal ini merupakan salah satu pangkal kekufuran.

    Tawil disni berarti menjauhkan makna dari segi zahirnya kepada makna yang lebih layak bagi Allah, ini kerana zahir makna nas al-Mutasyabihat tersebut mempunyai unsur jelas persamaan

    Allah dengan makhluk. Dalil melakukan tawil ayat dan hadis mutasyabihat:

    Rasulullah berdoa kepada Ibnu Abbas dengan doa:

    Maknanya: Ya Allah alimkanlah dia hikmah dan takwil Al quran H.R Ibnu Majah. (Sebahagian ulamak salaf termasuk Ibnu Abbas mentakwil ayat-ayat mutasyabihah)

    Masalah ayat/hadist mutasyabihat dalam ilmu tauhid terdapat dua pendapat dalam

    menafsirkannya.

    1.Pendapat Tafwidh maa tanzih (Tawil ijtimaly)

    2.Pendapat Tawil (Tawil Tafsilly)

  • Keterangan :

    1. Madzhab tafwidh maa tanzih yaitu mengambil dhahir lafadz dan menyerahkan maknanya kpd

    Allah swt, dg itiqad tanzih (mensucikan Allah dari segala penyerupaan).

    Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia berkata Nu;minu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna, (Kita percaya dg hal itu, dan membenarkannya tanpa menanyakannya bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab inilah yg juga di pegang oleh Imam

    Abu hanifah.

    Pendapat ini dikenal juga dengan TAWIL IJTIMALY iaitu tawilan yang dilakukan secara

    umum dengan menafikan makna zahir nas al-Mutasyabihat tanpa diperincikan

    maknanya. Sebagai contoh perkataan istawa dikatakan istawa yang layak bagi Allah dan waktu

    yang sama dinafikan zahir makna istawa kerana zahirnya bererti duduk dan bertempat, Allah

    mahasuci dari bersifat duduk dan bertempat.

    dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang madzhab tafwidh tapi

    menyerupakan Allah dg mahluk, bukan seperti para imam yg memegang madzhab tafwidh.

    2. Madzhab takwil yaitu menakwilkan ayat/hadist tasybih sesuai dg keesaan dan keagungan

    Allah

    swt, dan madzhab ini arjah (lebih baik untuk diikuti) karena terdapat penjelasan dan

    menghilangkan awhaam (khayalan dan syak wasangka) pada muslimin umumnya, sebagaimana

    Imam Syafii, Imam Bukhari,Imam Nawawi dll. (syarah Jauharat Attauhid oleh Imam Baajuri)

    Pendapat ini juga terdapat dalam Al Quran dan sunnah, juga banyak dipakai oleh para sahabat, tabiin dan imam imam ahlussunnah waljamaah.

    Tawilan Tafsiliyy iaitu tawilan yang menafikan makna zahir nas tersebut kemudian meletakkan makna yang layak bagi Allah. Seperti istawa bagi Allah bererti Maha

    Berkuasa kerana Allah sendiri sifatkan dirinya sebagai Maha Berkuasa.

    Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah waljamaah yg berpegang pada

    pendapat Tawil, seperti Imam Ibn Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan Al Asyariy, Imam Ibnul Jauziy dll (lihat Dafussyubhat Attasybiih oleh Imam Ibn Jauziy).

    Maka jelaslah bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia keberadaan Allah swt,

    sebagaimana firman Nya : Maha Suci Tuhan Mu Tuhan Yang Maha Memiliki Kemegahan dari apa apa yg mereka sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para Rasul, dan segala puji atas tuhan

    sekalian alam . (QS Asshaffat 180-182).

  • III. Ayat Mutaysabihat tentang Lafadz Tangan / yad (kata tunggal/ single)/ aidin

    (jamak/plural)

    ini adalah untuk membantah mufassir sesat dan palsu yang bernama Syaikh AsySyinqithy al

    wahaby (Guru syaikh Shalih Fauzan Al wahaby).

    Bisa kita lihat dalam kamus manapun bahwa yad adalah bernakna tangan (untuk

    mufrad/tunggal). Sedangkan bentuk jamaknya (plural) adalah aidin. Lihat dalam kamus bahasa

    arab berikut :

  • Kemudian kita lihat lagi Tafsir Ibnu Katsir Surat AdzDzaariyaat ayat 47 (pada yang di line

    merah) :

    Dan langit itu Kami bangun dengan kekuatan (Tangan) dan sesungguhnya Kami benar-benar memperluasnya (Surat AdzDzaariyaat ayat 47)

  • tarjamah (Scan kitab tafsir Ibnu katsir yang di line merah) :

    Makna Lafadz (dengan Tangan ) adalah kekuatan. Yang mengatakan seperti ini adalah Ibnu abbas, mujahid, qatadah, atsauri dan selainnya

    jadi Ibnu Abbas mengatakan: Yang dimaksud lafadz (biaidin) adalah dengan kekuasaan, bukan maksudnya tangan yang merupakan anggota badan (jarihah) kita, karena Allah maha suci

    darinya.

    Lihat rujukan dalam kitab Tafsir mutabar :

    Dalam Tafsir Qurtuby:

    : , . . .

    Dalam Tafsir Thobary :

    :{ } : . . :24962 , : , : , ,

    , :{ } : .

    Dalam Tafsir Jalalain

    Biquwati ( )

    Tarjamahannya : Lafadz BI AIDIN artinya DENGAN KEKUATAN-NYA

    - kemudian dalam surat Al-Fath : 10

  • Lihat pada scan kitab yang di line merah :

    Tarjamahan firman Nya : Mereka yg berbaiat padamu sungguh mereka telah berbaiat pada Allah, Tangan Allah diatas tangan mereka (QS Al Fath 10).

    Tidak ada yang menafsirkan yaddengan makna dhahir bahwa tangan . Disaat Baiat itu tak pernah teriwayatkan bahwa ada tangan turun dari langit yg turut berbaiat pada sahabat.

  • Dalam Tafsir Ibnu katsir (lihat scan kitab yang di line merah) , beliau tidak mengambil makana

    dhahir tangan sebagaimana yang difahami mujasimmah wahhaby dan yahudi :

    makna yadullah (Tangan Allah) bermakna : Allah menyaksikan (hadhir) bersama mereka,

    Allah mendengar percakapan mereka, allah melihat tempat mereka, Allah mengetahui kata

    Bathin (hati mereka) dan dhahir mereka maka dialah Allah Taala Yang membaiat mereka dengan perantara Rasulullah SAW, seperti dalam firman Allah taala:

    [9:111] Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mumin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang

    pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi)

    janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka

    bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah

    kemenangan yang besar. (SURAT AT TAUBAH (Pengampunan) ayat 111)

    ) (Tafsir Ibnu katsir, jilid 4, page 236).

    Sedangkan dalam tafsir qurtubi :

    Al-Qurthubi telah menukil pendapat Ibn Kisan sbb :

    : , . : . :

    Dalam Tafsir At-Thobary

    :{ } : : , ; : ,

    .

    Jadi tidak ada kitab tafsir mutabar yang menganbil makna dhahir dari ayat-ayat mutasyabihat!.

    Jangan terkecoh antara lafadz ayd (dengan huruf ya disukun artinya tangan (jamak)) dengan

    lafadz ayyad (karena artinya menguatkan), karena dalam bahasa arab perbedaan satu huruf atau

    tanda baca satu bisa merusak makna, seperti dalam ayat :

  • [2:87] Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al Kitab (Taurat)

    kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu

    dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mujizat) kepada Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul

    Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu

    (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong;

    maka beberapa orang (diantara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang

    (yang lain) kamu bunuh?

    Ini bisa dilhat dalam kamus bahasa arab bahwa aid (tangan jamak) berbeda dengan ayyad (mengatkan fiil/kata kerja) (lihat yang diline merah) :

  • Kesimpulan :

    - Ibnu katsir mentawil ayat bi aidin dengan makna kekuatan (padahal makna dhahirnya adalah dengan tangan, karena aid adalah jamak dari kata tangan).

    - Bagi yang mengingkari lafadz aid adalah jamak dari kata tangan, silahkan buka kamus bahasa arab manapun dan lihat pula ayat :

    Tarjamahan firman Nya : Mereka yg berbaiat padamu sungguh mereka telah berbaiat pada Allah, Tangan Allah diatas tangan mereka (QS Al Fath 10). Disini jelas bahwa adalah jamak dari yad/tangan.

    - Ibnu katsir mentawil ayat yadu llah fauqa aidihim = beliau tidak mngambil arti dhahir tangan sebagaimana aqidah tajsim wahhaby dan yahudi.

  • Ibnu katsir membungkam wahhaby (2) : Tafsir

    ayat istiwa

    Ibnu katsir membungkam wahhaby (2) : Tafsir ayat istiwa

    Bagaimana cara ulama ahli sunnah waljamaah dalam memahami masalah asma wa sifat atau

    yang sering di sebut dngan ayat-aya dan hadit-haditst sifat?ayat-ayat sifat disini adalah ayat

    Alquran atau Hadits Nabi yang menyebutkan tentang aggota tubuh seperti mata ,tangan,naik

    turun yang di sandarkan kepada Allah dll yang jika salah dalam memahamimya seseorang bisa

    masuk dalam kesesatan aqidah mujassimah(yang megatakan bahwa Allah SWT mempunyai

    aggota badan yang menyerupai dengan hambanya).Atau akan terjerumus dalam tathil (yang menolak sifat-sifat Allah SWT ).Begitu penting dan bahaya permasalahan ini maka ulama benar-

    benar telah membahasnya dengan detail dan rinci agar ummat ini tidak salah dalam memahami

    ayat ayat dan hadits-hadits sifat .

    Ada dua catara yang di ambil oleh ulama ahli sunnah waljamaah dalam memahami ayat-ayat

    sifat ini :

    Pertama adala tafwidh, maksudnuya menyerahkan pemahaman makna tersebut kepada Allah

    SWT karena khawatir jika di fahami sesuai dhohir lafatnya akan merusak aqidah. Misanya disaat

    Allah menyebut tangan yang di nisbatkan kepada Allah, maka maknanya tidak di bahas akan

    tetapi dilalui dan diserahkan kepada Allah SWT. Ibnu katsir adalah salah satu ulama yang

    menggunkan methode ini.

    Kedua adalah dengan cara mentakwili ayat tersebut dengan makna yang ada melalaui dalil lain.

    Seperti tangan Allah di artikan dengan kekuasaan Allah yang memang makna kekuasaa itu

    sendiri di tetapkan dengan dalil yang pasti dari Alquran dan hadits.

  • Perhatian

    1-Dua cara ini yakni attafwid dan attakwil adalah cara yang di ambil oleh ulama salaf dan

    kholaf,sungguh tidak benar jika tafwid adalah metode tyang di ambil oleh ulama salaf dan tawil adalah yang di ambil oleh ulama kholaf saja.2-Ada sekelompok orang di akhir zaman ini

    menfitnah para ulama terdahulu(salaf) dan menyebut mereka sebagai ahli bidah dan sesat karena

    telah mentakwili ayat-ayat sifat ini.maka kelompok yang membidahkan ulama terdahulu karena takwil ,sungguh mereka adalah orang orang yang tidak mengerti bagaimana mentakwil dan mereka uga tidak kenal dengan benar dengan ulama terdahulu karena banyak riwayat tawil yang dating dari para salaf..

    3-ada sekelompok orang yang menyebut diri mereka sebagai ahli tafwid akan tetapi telah

    terjerumus dam kesesatan takwil yang tidak mereka sadari.misalnya disaat mereka mengatakan

    bahwa Allah berada di atas ars ,mereka mengatakan tidak boleh ayat tentang keberadaan Allah di ars ini di tawili.akan tetapi dengan tidak di sadari mereka menjelaskan keberadan Allah di ars dengan penjelasan bahwa ars adlah makhluq terbesar(seperti bola dan semua mkhluk yang lain di

    dalamnya.kemudian mereka mengatakkan dan Allah swt berada di atas Arsy nag besar itu di

    tempat yang namany makan adami(tempat yang tidak ada).Lihat dari mana mereka mengatakan ini semua. Itu adalah takwil fasid dan baid(takwil salah mereka yang jauh dari kebenaran.

    Adapun ulama ahli kebenaran, ayat tentang Allah dan ars,para ahli tafwid menyerahkan

    pemahaman maknanya kepada Allah swt,adapu ahli tawil mengatakan Alah menguasai Ars dan tidaklah salah karena memang Allah dzat yang maha kuasa terhadap makhluk terbesar Ars, sebab

    memang Allah maha kuasa terhadap segala sesuatu.wallhu alam bishshowab

    A. Tafsir Ayat Mutasyabihat ISTIWA

    I. Tafsir Makna istiwa Menurut Kitab Tafsir Mutabar lihat dalam tafsir berikut :

    1. Tafsir Ibnu katsir menolak makna dhahir (lihat surat al -araf ayat 54, jilid 2 halaman 295)

  • Tarjamahannya (lihat bagian yang di line merah) :

    {kemudian beristawa kepada arsy} maka manusia pada bagian ini banyak sekali perbedaan

    pendapat , tidak ada yang memerincikan makna (membuka/menjelaskannya) (lafadz istiwa) dan

    sesungguhnya kami menempuh dalam bagian ini seperti apa yang dilakukan salafushalih, imam

    malik, imam auzaI dan imam atsuri, allaits bin saad dan syafiI dan ahmad dan ishaq bin rawahaih dan selainnya dan ulama-ulama islam masa lalu dan masa sekarang. Dan lafadz

    (istawa) tidak ada yang memerincikan maknanya seperti yang datang tanpa takyif

    (memerincikan bagaimananya) dan tanpa tasybih (penyerupaan dgn makhluq) dan tanpa

  • tathil(menafikan) dan (memaknai lafadz istiwa dengan) makna dhahir yang difahami (menjerumuskan) kepada pemahaman golongan musyabih yang menafikan dari (sifat Allah)

    yaitu Allah tidak serupa dengan makhluqnya

    Wahai mujasimmah wahhaby!!

    lihatlah ibnu katsir melarang memaknai ayat mutasyabihat dengan makana dhohir

    karena itu adalah pemahaman mujasimmah musyabihah!

    bertaubatlah dari memaknai semua ayat mutasyabihat dengan makna dhahir!!

    Kemudian Ibnu katsir melanjutkan lagi :

    Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat [al-Syura: 11]. Bahkan perkaranya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh para imam, diantaranya Nuaim bin Hammad al-Khuzai, guru al-Bukhari, ia berkata: Siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, ia telah kafir, dan siapa yang mengingkari apa yang

    Allah mensifati diri-Nya, maka ia kafir, dan bukanlah termasuk tasybih (penyerupaan) orang

    yang menetapkan bagi Allah Taala apa yang Dia mensifati diri-Nya dan Rasul-Nya dari apa yang telah datang dengannya ayat-ayat yang sharih (jelas/ayat muhkamat) dan berita-berita

    (hadits) yang shahih dengan (pengertian) sesuai dengan keagungan Allah dan menafikan dari

    Allah sifat-sifat yang kurang; berarti ia telah menempuh hidayah.

    Inilah selengkapnya dari penjelasan Ibnu Katsir.Berdasarkan penjelasan ibnu katsir :

    - Ayat mutasyabihat harus di tafsir dengan ayat syarif (ayat muhkamat) atau ayat yang jelas

    maknanya/Bukan ayat mutasyabihat!! Tidak seperti wahhaby yang menggunakan ayat

    mutasyabihat utk mentafsir ayat mutasyabihat yang lain!!!! ini adalah kesesatan yang nyata!

    - ibnu katsir mengakui ayat istiwa adalah ayat mutasyabihat yang tidak boleh memegang makna dhahir dari ayat mutasyabihat tapi mengartikannya dengan ayat dan hadis yang jadi ibnu katsir tidak memperincikan maknanya tapi juga tidak mengambil makna dhahir ayat

    tersebut.

    - disitu imam ibnu katsir, imam Bukhari dan imam ahlsunnah lainnya tidak melarang tawil.

    dan selain mereka dari para imam kaum muslimin yang terdahulu maupun kemudian, yakni membiarkan (lafadz)nya seperti apa yang telah datang (maksudnya tanpa memperincikan

    maknanya)tanpa takyif (bagaimana, gambaran), tanpa tasybih (penyerupaan), dan tanpa

    tathil (menafikan).

    sedangkan wahaby melarang melakukan tanwil!

  • 2. Sekarang akan disebutkan sebahagian penafsiran lafaz istawa dalam surah ar Rad:

    1- Tafsir al Qurtubi

    ( ) dengan makna penjagaan dan penguasaan

    2- Tafsir al-Jalalain

    ( ) istiwa yang layak bagi Nya

    3- Tafsir an-Nasafi Maknanya:

    makna ( ) adalah menguasai Ini adalah sebahagian dari tafsiran , tetapi banyak lagi tafsiran-tafsiran ulamak Ahlu Sunnah yang lain

    4- Tafsir Ibnu Kathir , darussalam -riyadh, Jilid 2 , halaman 657, surat araad ayat 2):

    ( ) telah dijelaskan maknanya sepertimana pada tafsirnya surah al Araf, sesungguhnya ia ditafsirkan sebagaimana lafadznya yang datang (tanpa memrincikan

    maknanya) tanpa kaifiat(bentuk) dan penyamaan, tanpa permisalan, maha tinggi

    Disini Ibnu Katsir mengunakan tawil ijtimalliy iaitu tawilan yang dilakukan secara umum dengan menafikan makna zahir nas al-Mutasyabihat tanpa diperincikan

    maknanya.

  • II. Makna istiwa yang dikenal dalam bahasa arab dan dalam kitab-kitab Ulama salaf

    Di dalam kamus-kamus arab yang ditulis oleh ulama Ahlu Sunnah telah menjelaskan istiwa datang dengan banyak makna, diantaranya:

    1-masak (boleh di makan) contoh:

    maknanya: makanan telah masakbuah epal telah masak

    2- : sempurna, lengkap

    3- : lurus

    4- : duduk / bersemayam,

    contoh: : pelajar duduk atas kerusi - : raja bersemayam di atas katil

    5- : menguasai,

    contoh:

    Maknanya: Bisyr telah menguasai Iraq, tanpa menggunakan pedang dan penumpahan darah.

    Al Hafiz Abu Bakar bin Arabi telah menjelaskan istiwa mempunyai hampir 15 makna,

    diantaranya: tetap,sempurna lurus menguasai, tinggi dan lain-lain lagi, dan banyak lagi

    maknannya. Sila rujuk qamus misbahul munir, mukhtar al-Sihah, lisanul arab, mukjam al-

    Buldan, dan banyak lagi. Yang menjadi masalahnya, kenapa si penulis memilih makna

    bersemayam. Adakah makna bersemayam itu layak bagi Allah?, apakah dia tidak tahu

    bersemayam itu adalah sifat makhluk? Adakah si penulis ini tidak mengatahui bahawa siapa

    yang menyamakan Allah dengan salah satu sifat daripada sifat makhluk maka dia telah kafir?

    sepertimana kata salah seorang ulama Salaf Imam at Tohawi (wafat 321 hijrah):

    Maknanya: barang siapa yang menyifatkan Allah dengan salah satu sifat dari sifat-sifat manusia

    maka dia telah kafir. Kemudian ulama-ulama Ahlu Sunnah telah menafsirkan istiwa yang terkandung di dalam Al quran dengan makna menguasai arasy kerana arasy adalah makhluk

    yang paling besar, oleh itu ia disebutkan dalam al Quran untuk menunjukkan kekuasaan Allah

    subhanahu wataala sepertimana kata-kata Saidina Ali yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Mansur al-Tamimi dalam kitabnya At-Tabsiroh:

  • Maknanya: Sesungguhnya Allah Taala telah mencipta al-arasy untuk menzohirkan kekuasaanya, bukannya untuk menjadikan ia tempat bagi Nya.

    Allah ada tanpa tempat dan arah adalah aqidah salaf yang lurus.

    III. Hukum Orang yang meyakini Tajsim; bahwa Allah adalah Benda

  • *Bersemayam yang bererti Duduk adalah sifat yang tidak layak bagi Allah dan Allah tidak

    pernah menyatakan demikian, begitu juga NabiNya. Az-Zahabi adalah Syamsuddin Abu

    Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Uthman bin Qaymaz bin Abdullah ( 673-748H ).

    Pengarang kitab Siyar An-Nubala dan kitab-kitab lain termasuk Al-Kabair.Az-Zahabi mengkafirkan akidah Allah Duduk sepertimana yang telah dinyatakan olehnya sendiri di dalam

    kitabnya berjudul Kitab Al-Kabair. Demikian teks Az-Zahabi kafirkan akidah Allah Bersemayam/Duduk :Nama kitab: Al-Kabair. Pengarang: Al-Hafiz Az-Zahabi.

    Cetakan: Muassasah Al-Kitab Athaqofah,cetakan pertama 1410h.Terjemahan.

    Berkata Al-Hafiz Az-Zahabi:

    Faidah, perkataan manusia yang dihukum kufur jelas terkeluar dari Islam oleh para ulama adalah: sekiranya seseorang itu menyatakan: Allah Duduk untuk menetap atau katanya Allah Berdiri untuk menetap maka dia telah jatuh KAFIR. Rujuk scan kitab tersebut di atas m/s 142. Syekh Ibn Hajar al Haytami (W. 974 H) dalam al Minhaj al

    Qawim h. 64, mengatakan: Ketahuilah bahwasanya al Qarafi dan lainnya meriwayatkan perkataan asy-Syafii, Malik, Ahmad dan Abu Hanifah semoga Allah meridlai mereka- mengenai pengkafiran mereka terhadap orangorang yang mengatakan bahwa Allah di suatu arah

    dan dia adalah benda, mereka pantas dengan predikat tersebut (kekufuran). Al Imam Ahmad ibn Hanbal semoga Allah meridlainyamengatakan: Barang siapa yang mengatakan Allah adalah benda, tidak seperti benda-benda maka ia telah kafir (dinukil oleh Badr ad-Din az-Zarkasyi (W. 794 H), seorang ahli hadits dan fiqh bermadzhab Syafii dalam kitab Tasynif al Masami dari pengarang kitab al Khishal dari kalangan pengikut madzhab Hanbali dari al Imam Ahmad ibn Hanbal).

    Al Imam Abu al Hasan al Asyari dalam karyanya an-Nawadir mengatakan : Barang siapa yang berkeyakinan bahwa Allah adalah benda maka ia telah kafir, tidak mengetahui Tuhannya. As-Salaf ash-Shalih Mensucikan Allah dari Hadd, Anggota badan, Tempat, Arah dan Semua

    Sifat-sifat Makhluk

    Al Imam Abu Jafar ath-Thahawi -semoga Allah meridlainya- (227-321 H) berkata: Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan

    lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan

    lainnya). Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan,

    kiri, depan dan belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut. Perkataan al Imam Abu Jafar ath-Thahawi di atas merupakan Ijma (konsensus) para sahabat dan Salaf (orang-orang yang hidup pada tiga abad pertama hijriyah).

    III. ulamak 4 mazhab tentang aqidah

    1- Imam Abu hanifah:

    Maknanya:: (Allah) tidak menyerupai sesuatu pun daripada makhlukNya, dan tidak ada sesuatu

    makhluk pun yang menyerupaiNya.Kitab Fiqh al Akbar, karangan Imam Abu Hanifah, muka

    surat 1.

  • IMAM ABU HANIFAH TOLAK AKIDAH SESAT ALLAH BERSEMAYAM/DUDUK/BERTEMPAT ATAS ARASY.

    Demikian dibawah ini teks terjemahan nas Imam Abu Hanifah dalam hal tersebut ( Rujuk kitab

    asal sepertimana yang telah di scan di atas) :

    Berkata Imam Abu Hanifah: Dan kami ( ulama Islam ) mengakui bahawa Allah taal ber istawa atas Arasy tanpa Dia memerlukan kepada Arasy dan Dia tidak bertetap di atas Arasy, Dialah

    menjaga Arasy dan selain Arasy tanpa memerlukan Arasy, sekiranya dikatakan Allah

    memerlukan kepada yang lain sudah pasti Dia tidak mampu mencipta Allah ini dan tidak mampu

    mentadbirnya sepeti jua makhluk-makhluk, kalaulah Allah memerlukan sifat duduk dan

  • bertempat maka sebelum diciptaArasy dimanakah Dia? Maha suci Allah dari yang demikian. Tamat terjemahan daripada kenyatan Imam Abu Hanifah dari kitab Wasiat.

    Amat jelas di atas bahawa akidah ulama Salaf sebenarnya yang telah dinyatakan oleh Imam Abu

    Hanifah adalah menafikan sifat bersemayam(duduk) Allah di atas Arasy.

    Semoga Mujassimah diberi hidayah sebelum mati dengan mengucap dua kalimah syahadah

    kembali kepada Islam.

    2-Imam Syafie:

    Maknanya: sesungguhnya Dia Taala ada (dari azali) dan tempat belum dicipta lagi, kemudian Allah mencipta tempat dan Dia tetap dengan sifatnnya yang azali itu seperti mana sebelum

    terciptanya tempat, tidak harus ke atas Allah perubahan. Dinuqilkan oleh Imam Al-Zabidi dalam

    kitabnya Ithaf al-Sadatil Muttaqin jilid 2 muka surat 23

    3-Imam Ahmad bin Hanbal :

    -

    Maknanya: Dia (Allah) istawa sepertimana Dia khabarkan (di dalam al Quran), bukannya seperti

    yang terlintas di fikiran manusia. Dinuqilkan oleh Imam al-Rifae dalam kitabnya al-Burhan al-

    Muayyad, dan juga al-Husoni dalam kitabnya Dafu syubh man syabbaha Wa Tamarrad.

    -

    Maknanya: dan apa yang telah masyhur di kalangan orang-orang jahil yang menisbahkan diri

    mereka pada Imam Mujtahid ini (Ahmad bin Hanbal) bahawa dia ada mengatakan tentang

    (Allah) berada di arah atau seumpamanya, maka itu adalah pendustaan dan kepalsuan ke

    atasnya(Imam Ahmad) Kitab Fatawa Hadisiah karangan Ibn Hajar al- Haitami

    4- Imam Malik :

    Maknannya: Kalimah istiwa tidak majhul (diketahui dalam al quran) dan kaif(bentuk) tidak diterima aqal, dan iman dengannya wajib, dan soal tentangnya bidaah.

    lihat disini : imam malik hanya menulis kata istiwa () bukan memberikan makna dhahir jalasa atau duduk atau bersemayam atau bertempat (istiqrar)..

  • Ibnu katsir membungkam wahhaby (3) : Tafsir ayat Yang dilangit (QS. Mulk 16 -17)

    Ibnu katsir membungkam wahhaby (3) : Tafsir ayat Yang dilangit (QS. Mulk 16 -17)

    Bagaimana cara ulama ahli sunnah waljamaah dalam memahami masalah asma wa sifat atau

    yang sering di sebut dngan ayat-aya dan hadit-haditst sifat?ayat-ayat sifat disini adalah ayat

    Alquran atau Hadits Nabi yang menyebutkan tentang aggota tubuh seperti mata ,tangan,naik

    turun yang di sandarkan kepada Allah dll yang jika salah dalam memahamimya seseorang bisa

    masuk dalam kesesatan aqidah mujassimah(yang megatakan bahwa Allah SWT mempunyai

    aggota badan yang menyerupai dengan hambanya).Atau akan terjerumus dalam tathil (yang menolak sifat-sifat Allah SWT ).Begitu penting dan bahaya permasalahan ini maka ulama benar-

    benar telah membahasnya dengan detail dan rinci agar ummat ini tidak salah dalam memahami

    ayat ayat dan hadits-hadits sifat .

    Ada dua catara yang di ambil oleh ulama ahli sunnah waljamaah dalam memahami ayat-ayat

    sifat ini :

    Pertama adala tafwidh, maksudnuya menyerahkan pemahaman makna tersebut kepada

    Allah SWT karena khawatir jika di fahami sesuai dhohir lafatnya akan merusak aqidah. Misanya disaat Allah menyebut tangan yang di nisbatkan kepada Allah, maka maknanya tidak di

    bahas akan tetapi dilalui dan diserahkan kepada Allah SWT. Ibnu katsir adalah salah satu ulama

    yang menggunkan methode ini.

    Kedua adalah dengan cara mentakwili ayat tersebut dengan makna yang ada melalaui

    dalil lain. Seperti tangan Allah di artikan dengan kekuasaan Allah yang memang makna

    kekuasaa itu sendiri di tetapkan dengan dalil yang pasti dari Alquran dan hadits.

  • Perhatian

    1-Dua cara ini yakni attafwid dan attakwil adalah cara yang di ambil oleh ulama salaf dan

    kholaf,sungguh tidak benar jika tafwid adalah metode tyang di ambil oleh ulama salaf dan

    tawil adalah yang di ambil oleh ulama kholaf saja. 2-Ada sekelompok orang di akhir zaman ini menfitnah para ulama terdahulu(salaf) dan

    menyebut mereka sebagai ahli bidah dan sesat karena telah mentakwili ayat-ayat sifat ini.maka

    kelompok yang membidahkan ulama terdahulu karena takwil ,sungguh mereka adalah orang orang yang tidak mengerti bagaimana mentakwil dan mereka uga tidak kenal dengan benar

    dengan ulama terdahulu karena banyak riwayat tawil yang datang dari para salaf. 3-ada sekelompok orang yang menyebut diri mereka sebagai ahli tafwid akan tetapi telah

    terjerumus dam kesesatan takwil yang tidak mereka sadari.misalnya disaat mereka mengatakan

    bahwa Allah berada di atas ars ,mereka mengatakan tidak boleh ayat tentang keberadaan Allah di ars ini di tawili.akan tetapi dengan tidak di sadari mereka menjelaskan keberadan Allah di ars dengan penjelasan bahwa ars adlah makhluq terbesar(seperti bola dan semua mkhluk yang lain di

    dalamnya.kemudian mereka mengatakkan dan Allah swt berada di atas Arsy nag besar itu di

    tempat yang namany makan adami(tempat yang tidak ada).Lihat dari mana mereka mengatakan ini semua. Itu adalah takwil fasid dan baid(takwil salah mereka yang jauh dari kebenaran. Adapun ulama ahli kebenaran, ayat tentang Allah dan ars,para ahli tafwid menyerahkan

    pemahaman maknanya kepada Allah swt,adapu ahli tawil mengatakan Alah menguasai Ars dan tidaklah salah karena memang Allah dzat yang maha kuasa terhadap makhluk terbesar Ars, sebab

    memang Allah maha kuasa terhadap segala sesuatu.wallhu alam bishshowab

    A. Tafsir Ayat Mutasyabihat Yang dilangit (QS. Mulk 16 -17)

    Makna firman Allah :

    (Al-Mulk:16)

    Jawab:

    1. Dalam Tafsir Ibnu Katsir (juz 4, halaman 511 -512, maktabah darussalam riyadh) Lihat

    yang diline merah :

    Tarjamah : Dan pada ayat ini lagi dari kelembutan-Nya dan rahmat-Nya kepada makhluqnya

    sesungguhnya Allah berkuasa mengadzab mereka (orang kafir) dengan sebab kekafiran sebagian

    mereka terhadap Allah dan dengan sebab beribadahnya mereka kepada selain Allah, dan Dia

    (Allah) bersama (Azab) itu kesabaran Allah dan Allah memaafkan dan memudahkan dan

    menangguhkan (Azab) dan tidak mencepatkan (azab) seperti apa yang difirmankan Allah [

  • [35:45] Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak

    akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah

    menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal

    mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.

    (FAATHIR (PENCIPTA) ayat 45)] Dan Allah berfirman di ayat ini [

    a-amintum man fii alssamaa-i an yakhsifa bikumu al-ardha fa-idzaa hiya

    tamuuru

    [67:16] Apakah kamu merasa aman terhadap yang Allah yang (berkuasa) di

    langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga

    dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?,]

    maksudnya mengadzabnya dan mendatangkan dan menggoncangkan bumi

    am amintum man fii alssamaa-i an yursila alaykum hasiban fasatalamuuna kayfa nadziiri

    [67:17] atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di

    langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu

    akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?]

    maksudnya angin di dalamnya batu-batu yang akan mengenai kalian

    Tidak pernah Ibnu katsir menafsirkan bhawa dzat Allah di langit seperti yang didakwa

    kaum musyabihah mujasimmah wahhaby !!

    2. Dalam Tafsir Al Bahr al Muhith dan Kitab Amali (Imam Al-Hafiz Al-Iraqi )

    Pakar tafsir, al Fakhr ar-Razi dalam tafsirnya dan Abu

    Hayyan al Andalusi dalam tafsir al Bahr al Muhith mengatakan:

    Yang dimaksud (man fissama-i) dalam ayat tersebut adalah malaikat.

    Ayat tersebut tidak bermakna bahwa Allah bertempat di langit.

    Perkataan man iaitu siapa dalam ayat tadi bererti malaikat bukan bererti Allah berada dan bertempat dilangit. Ia berdasarkan kepada ulama Ahli Hadith yang menjelaskannya iaitu

  • Imam Al-Hafiz Al-Iraqi dalam Kitab Amali bahawa Perkataan siapa pada ayat tersebut bererti malaikat.

    Kemudian, yang berada dilangit dan bertempat dilangit bukanlah Allah tetapi para malaikat

    berdasarkan hadith Nabi bermaksud: Tidaklah di setiap langit itu kecuali pada setiap empat

    jari terdapat banyak para malaikat melakukan qiyam, rukuk atau sujud . Hadith Riwayat Tirmizi.

    Ketahuilah bahawa tempat tinggal para malaikat yang mulia adalah di langit pada setiap langit

    penuh dengan para malaikat manakala bumi terkenal dengan tempat tinggal manusia dan jin.

    Maha suci Allah dari bertempat samaada di langit mahupun di bumi.

    Banyak hadis dan ayat yang menyebutkan man fissamawati (yang dilangit), penduduk langit

    dan sebagainya, tapi itu semua adalah para malaikat. Seperti dalamsurat al-radu ayat 15 (ayat sajadah) :

    walillahi yasjudu man fissamawati walardhi thauan wa karhan wa dhilaaluhum bil ghuduwwi wal aashaal

    artinya : Apa yang di langit dan Bumi, semuanya tunduk kepada Allah, mau atau tidak mau, demikian juga bayang-bayang mereka diwaktu pagi dan petang (QS arradu ayat 15)

    Dalam Tafsir jalalain (halaman 201, darul basyair, damsyik) :

    Apa yang di langit (man fisamawati) dan Bumi, semuanya tunduk kepada Allah, mau (adalah seperti orang beriman) atau tidak mau (sperti orang munafiq dan orang yang ditakut-takuti (untuk sujud) dengan pedang).

    Dalam kitab ihya ulumuddin (jilid I, bab Kitab susunan wirid dan uraian menghidupkan malam)

    ayat ini merupakan salah satu wirid yang dibaca pada pada waktu petang.

    3. Dalam Tafsir qurtubi

    Al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya turut menjelaskan perkara yang sama bila mentafsirkan ayat

    tersebut. Sekiranya ingin dimaksudkan dari perkataan man (siapa) dalam ayat tadi itu

    adalah Allah maka tidak boleh dikatakan keberadaan Allah itu di langit kerana Allah tidak memerlukan langit tetapi memberi erti kerajaan Allah BUKAN zat Allah. Maha suci Allah dari sifat makhlukNya.

    4. Dalam tafsir jalalain ((penerbit darul basyair, damsyiq,halaman 523)

    Imam suyuthi rah mengatakan :

    Yang dimaksud (man fissama-i) dalam ayat tersebut adalah kekuasaan/kerajaan dan qudrat-Nya (Shulthonihi wa qudratihi )

  • jadi yang dilangit adalah kekuasaan dan qudratnya (Shulthonihi wa qudratihi ) bukan

    dzat Allah

    sehingga penafsiran yang betul (dalam tafsir jalalain dan qurtubi) :

    Apakah kamu merasa aman dengan Allah yang di langit (kekuasaan dan qudratnya) bahwa Dia

    akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?,

    (Al-Mulk:16)

    atau apakah kamu merasa aman dengan Allah yang di langit (kekuasaan dan qudratnya

    bukan dzat-Nya) bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan

    mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? (Al-Mulk:17).

    B. Hadis tentang isra miraj dan Langit sebagai Kiblat Doa Bukan Tempat bersemayam dzat Alah

    As-Salaf ash-Shalih Mensucikan Allah dari Hadd, Anggota badan, Tempat, Arah dan Semua

    Sifat-sifat Makhluk

    Al Imam Abu Jafar ath-Thahawi -semoga Allah meridlainya- (227-321 H) berkata: Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama

    sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya)

    maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya).

    Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan

    belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arahpenjuru tersebut. Perkataan al Imam Abu Jafar ath-Thahawi di atas merupakan Ijma (konsensus) para sahabat dan Salaf (orang-orang yang hidup pada tiga abad pertama hijriyah).

    Diambil dalil dari perkataan tersebut bahwasanya bukanlah maksud dari miraj bahwa Allah berada di arah atas lalu Nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam naik ke atas untuk bertemu dengan-Nya, melainkan maksud miraj adalah memuliakan Rasulullah shalalllahu alayhi wasallam dan memperlihatkan kepadanya keajaiban makhluk Allah sebagaimana dijelaskan dalam al Quran surat al Isra ayat 1. Juga tidak boleh berkeyakinan bahwa Allah mendekat kepada Nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam sehingga jarak antara keduanya dua hasta atau lebih dekat, melainkan yang mendekat kepada Nabi Muhammad shallallahu

    alayhi wasallam di saat miraj adalah Jibril alayhissalam, sebagaimana diriwayatkan oleh al Imam al

    Bukhari (W. 256 H) dan lainnya dari as-Sayyidah Aisyah -semoga Allah meridlainya-, maka wajib dijauhi kitab Miraj Ibnu Abbas dan Tanwir al Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas karena keduanya adalah kebohongan belaka yang dinisbatkan kepadanya.

  • Sedangkan ketika seseorang menengadahkan kedua tangannya ke arah langit ketika berdoa, hal

    ini tidak menandakan bahwa Allah berada di arah langit. Akan tetapi karena langit adalah kiblat

    berdoa dan merupakan tempat turunnya rahmat dan barakah. Sebagaimana apabila seseorang

    ketika melakukan shalat ia menghadap kabah. Hal ini tidak berarti bahwa Allah berada di dalamnya, akan tetapi karena kabah adalah kiblat shalat.

    Penjelasan seperti ini dituturkan oleh para ulama Ahlussunnah Wal Jamaah seperti al Imam al Mutawalli (W. 478 H) dalam kitabnya al Ghun-yah, al Imam al Ghazali (W. 505 H) dalam

    kitabnya Ihya Ulum ad-Din, al Imam an-Nawawi (W. 676 H) dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim, al Imam Taqiyy ad-Din as-Subki (W.756 H) dalam kitab as-Sayf

    ash-Shaqil dan masih banyak lagi.

    Perkataan al Imam at-Thahawi tersebut juga merupakan bantahan terhadap pengikut paham

    Wahdah al Wujud yang berkeyakinan bahwa Allah menyatu dengan makhluk-Nya atau pengikut

    paham Hulul yang berkeyakinan bahwa Allah menempati

    makhluk-Nya. Dan ini adalah kekufuran berdasarkan Ijma (konsensus) kaum muslimin sebagaimana dikatakan oleh al Imam as-

    Suyuthi (W. 911 H) dalam karyanya al Hawi li al Fatawi dan lainnya, juga para panutan kita ahli

    tasawwuf sejati seperti al Imam al Junaid al Baghdadi (W. 297 H), al Imam Ahmad ar-Rifai (W. 578 H), Syekh Abdul Qadir al Jilani (W. 561 H) dan semua Imam tasawwuf sejati, mereka selalu

    memperingatkan masyarakat akan orang-orang yang berdusta sebagai pengikut tarekat tasawwuf

    dan meyakini aqidah Wahdah al Wujud dan Hulul.

    C. Ayat Mutasyabihat NAIK

    Artinya : Dan kepada-Nya naik (mengetahui-Nya) perkataan yang baik dan amAlan yang shalih

    dinaikan (MENERIMA AMALAN SHALIHNYA)

    Dalam tafsir Jalalain : (ilaihi YUSHADU kalimuthayyib) yalamuhu ,.

    Artinya lafadz : ilaihi YUSHADU kalimuthayyib artinya MENGETAHUINYA,

    (wa amilushalihati yarfauhu) YAQBALUHU

    Artinya : menerima amalan baik itu (memberi pahala/meridhai)

  • Ibnu Katsir Membungkam Wahhaby 3 : Tafsir Ayat

    Mutasyabihat Wajah

    Ibnu Katsir Membungkam Wahhaby (3) : Tafsir Ayat Mutasyabihat Wajah

    Ibnu katsir membungkam wahhaby (3) : Tafsir ayat mutasyabihat wajah

    Bagaimana cara ulama ahli sunnah waljamaah dalam memahami masalah asma wa sifat atau

    yang sering di sebut dngan ayat-aya dan hadit-haditst sifat?ayat-ayat sifat disini adalah ayat

    Alquran atau Hadits Nabi yang menyebutkan tentang aggota tubuh seperti mata ,tangan,naik

    turun yang di sandarkan kepada Allah dll yang jika salah dalam memahamimya seseorang bisa

    masuk dalam kesesatan aqidah mujassimah(yang megatakan bahwa Allah SWT mempunyai

    aggota badan yang menyerupai dengan hambanya).Atau akan terjerumus dalam tathil (yang menolak sifat-sifat Allah SWT ).Begitu penting dan bahaya permasalahan ini maka ulama benar-

    benar telah membahasnya dengan detail dan rinci agar ummat ini tidak salah dalam memahami

    ayat ayat dan hadits-hadits sifat .

    Ada dua catara yang di ambil oleh ulama ahli sunnah waljamaah dalam memahami ayat-ayat

    sifat ini :

    Pertama adala tafwidh, maksudnuya menyerahkan pemahaman makna tersebut kepada

    Allah SWT karena khawatir jika di fahami sesuai dhohir lafatnya akan merusak aqidah. Misanya disaat Allah menyebut tangan yang di nisbatkan kepada Allah, maka maknanya tidak di

    bahas akan tetapi dilalui dan diserahkan kepada Allah SWT. Ibnu katsir adalah salah satu ulama

    yang menggunkan methode ini.

  • Kedua adalah dengan cara mentakwili ayat tersebut dengan makna yang ada melalaui

    dalil lain. Seperti tangan Allah di artikan dengan kekuasaan Allah yang memang makna

    kekuasaa itu sendiri di tetapkan dengan dalil yang pasti dari Alquran dan hadits.

    Rasulullah berdoa kepada Ibnu Abbas dengan doa:

    Maknanya: Ya Allah alimkanlah dia hikmah dan takwil Al quran H.R Ibnu Majah. (Sebahagian ulamak salaf termasuk Ibnu Abbas mentakwil ayat-ayat mutasyabihah)

    Perhatian

    1-Dua cara ini yakni attafwid dan attakwil adalah cara yang di ambil oleh ulama salaf dan

    kholaf,sungguh tidak benar jika tafwid adalah metode tyang di ambil oleh ulama salaf dan

    tawil adalah yang di ambil oleh ulama kholaf saja. 2-Ada sekelompok orang di akhir zaman ini menfitnah para ulama terdahulu(salaf) dan

    menyebut mereka sebagai ahli bidah dan sesat karena telah mentakwili ayat-ayat sifat ini.maka

    kelompok yang membidahkan ulama terdahulu karena takwil ,sungguh mereka adalah orang orang yang tidak mengerti bagaimana mentakwil dan mereka uga tidak kenal dengan benar

    dengan ulama terdahulu karena banyak riwayat tawil yang dating dari para salaf.. 3-ada sekelompok orang yang menyebut diri mereka sebagai ahli tafwid akan tetapi telah

    terjerumus dam kesesatan takwil yang tidak mereka sadari.misalnya disaat mereka mengatakan

    bahwa Allah berada di atas ars ,mereka mengatakan tidak boleh ayat tentang keberadaan Allah di ars ini di tawili.akan tetapi dengan tidak di sadari mereka menjelaskan keberadan Allah di ars dengan penjelasan bahwa ars adlah makhluq terbesar(seperti bola dan semua mkhluk yang lain di

    dalamnya.kemudian mereka mengatakkan dan Allah swt berada di atas Arsy nag besar itu di

    tempat yang namany makan adami(tempat yang tidak ada).Lihat dari mana mereka mengatakan ini semua. Itu adalah takwil fasid dan baid(takwil salah mereka yang jauh dari kebenaran. Adapun ulama ahli kebenaran, ayat tentang Allah dan ars,para ahli tafwid menyerahkan

    pemahaman maknanya kepada Allah swt,adapu ahli tawil mengatakan Alah menguasai Ars dan tidaklah salah karena memang Allah dzat yang maha kuasa terhadap makhluk terbesar Ars, sebab

    memang Allah maha kuasa terhadap segala sesuatu.wallhu alam bishshowab

    Ada beberapa ayat dalam al-quran yang mengandung beberapa lafadz Wajah bagi Allah. Tapi tidak satupun imam ahlusunnah mensifati dengan makna dhahir wajah sebagaimana golongan mujasimmah wahhaby. Karena Allah suci dari pada Jisim.

    A. As-Salaf ash-Shalih Mensucikan Allah dari Hadd, Anggota badan, Tempat, Arah dan Semua

    Sifat-sifat Makhluk

    Al Imam Abu Jafar ath-Thahawi -semoga Allah meridlainya- (227- 321 H) berkata: Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama

    sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya)

    maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya).

    Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan

    belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut.

    Perkataan al Imam Abu Jafar ath-Thahawi di atas merupakan Ijma (konsensus) para sahabat dan Salaf (orang-orang yang hidup pada tiga abad pertama hijriyah).

  • 1. Lafadz Wajah Allah ditafsirkan sebagai Kiblat (dalam beribadah)

    [2:115] Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun

    kamu menghadap di situlah wajah Allah {83}. Sesungguhnya Allah

    Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (AL BAQARAH (Sapi

    betina) ayat 115)

    Wajah Allah disini ditafsirkan sebagai Kiblat Allah. Sehingga maksud ayat ini adalah :

    Maka Kemanapun kamu menghadap disitulah kiblat Allah (Sumber Tafsir Jalalain dan tafsir ibnu katsir I/218-220, Darussalam, Riyadh)

    Methode Tafsir seperti ini disebut tawil karena tidak merubah lafadznya dan memaknai dengan makna yang sesuai dengan sifat dzat Allah yang maha suci.

    2. Lafadz Wajah Allah ditafsirkan sebagai Ridho Allah

    Seperti dalam ayat :

    [76:9] Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk

    mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari

    kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (AL INSAAN (MANUSIA) ayat

    9)

    Atau dalam ayat:

  • [18:28] Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang

    menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya;

    dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan

    perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah

    Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan

    adalah keadaannya itu melewati batas. (AL KAHFI (Gua) ayat 28)

    Lafadz Wajah Allah ditafsirkan sebagai Ridho Allah. Lafadz seperti ini banyak terdapat dalam banyak Al-quran dan hadits yang lain.

    3. Lafadz Wajah Allah ditafsirkan sebagai Allah/dzat Allah atau Kekuasaan Allah

    a) Tafsir lafadz wajah Allah ditafsirkan sebagai Allah/dzat Allah

    [28:88] Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun

    yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap

    sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. BagiNyalah segala penentuan, dan hanya

    kepada-Nyalah kamu dikembalikan.

  • Tarjamahan Tafsir ibnu katsir alqashah ayat 88 (lihat yang line pada scan kitab) :

    [segala sesuatu akan hancur kecuali Allah] mengabarkan bahwa sesungguhnya Allah kekal selamanya, Dzat yang Maha Hidup dan Berdiri sendiri, Dzat yang mematikan semua mahluk dan

    Allah tidak Mati, seperti firman Allah taala [[semua makhluq akan binasa/hancur * dan yang akan kekal hanyalah Tuhan-Mu yang memiliki keagungan dan kemuliaan] maka

    DITAFSIRKAN LAFADZ WAJAH- NYA dengan DZAT (ALLAH).

    Dan seperti itu juga firman Allah disini [ segala sesuatu akan hancur kecuali (wajah)-Nya]

    maksudnya KECUALI ALLAH. Dan sungguh telah menetapkan dalam shahih dari jalan Abi

  • Salmah dari Abi Hurairah berkata : Bersabda Rasulullah SAW : (Kalimat yang paling benar dari

    syair Labid kalimat : sesungguhnya segala sesuatu selain Allah adalah salah).

    Dan berkata mujahid dan Atsaury dalam firman Allah : [segala sesuatu akan hancur kecuali

    wajah Allah] maksudnya kecuali apa yang amal yang hanya mengharap ridha Allah. Dan

    Telah menceritakannya Bukhary dalam shahihnya seperti yang di yang iqrarkan bagi Allah. (

    tafsir ibnu katsir, 535, juz 3, darussalam riyadh).

    kemudian dijelaskan pula dalam surat arrahman ayat 27 :

  • [55:27] Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan

    kemuliaan.

    Lihat yang diline merah pada scan kitab tafsir ibnu katsir (surat arrahman- 27) :

  • Allah taala mengabarkan bahwa semua ahli bumi akan hancur dan mati semua. Dan seperti itu juga Penghuni-penghuni langit kecuali yang Allah kehendaki. Tidak akan kekal kecuali wajah

    Allah yang mulia, maka sesungguhnya kekuasaan Allah taala akan suci tidak mati bahkan dia yang Maha Hidup yang tidak mati selamanya.

    Qatadah berkata : Pertama, Allah menyebutkan ciptaannya kemudian Allah menyebutkan semua makhluqnya itu akan binasa/hancur. Dan dalam doa yang matsur (disebutkan dalam hadiits) : Ya Allah yang hidup, Yang maha berdiri sendiri, yang menciptakan langit dan bumi tanpa bantuan. Ya Allah dzat yang mempunyai keagungan dan kemuliaan, tidak ada Tuhan

    selain engkau, dengan rahmat-Mu kami memohon perbaikilah kami, dan apa apa yang ada pada kami semuanya. Dan janganlah meninggalkan kami walaupun satu kelip mata saja, dan jangan

    pula pada satu saja dari mahluk-Mu.

    Dan berkata Imam Asyabi : Tatkala membaca ayat [semua makhluq akan binasa/hancur] maka janganlah berhenti sampai kamu membaca [dan yang akan kekal hanyalah wajah

    (kekuasaan) Tuhan-Mu yang memiliki keagungan dan kemuliaan] dan dalam ayat ini seperti

    dalam firman Allah : [ segala sesuatu akan hancur kecuali wajahnya (18:88)] dan sungguh

    telah mensifati Allah taala dengan Lafadz wajah-Nya yang mulia dalam ayat ini karena Allah mempunyai keagungan dan kemuliaan ,

    Maksudnya : Dialah yang diibadahi lagi dihormati, dan kemudian tidak pernah diingkari, dan

    Allah ditaati dan kemudian tanpa pernah diingkari, seperti firmah Allah taala : [dan sabarkan dirimu bersama orang-orang yang berdoa kepada tuhanNya dipagi dan petang yang

    menginginkan wajahNya (Keridha-annya)] dan seperti firmanNya yang menyebutkan orang-

    orang yang memberikan shadaqah ; [ kami member makan kalian karena mengharap wajah-

    Nya (ridha-Nya)]. Berkata Ibnu abbas (dalam menjelaskan lafadz dzul jalali wal ikram) : Dzat Yang mempunyai kemuliaan dan keagungan, yang mempunyai kemegahan dan kebesaran. Dan tatkala Allah menyebutkan dari akan binasanya semua penghuni bumi dan sesungguhnya mereka

    akan menuju kampung akhirat maka kalian akan di adili disana oleh dzat yang mempunyai

    keagungan dan kemuliaan dengan hukumNya yang adil.

  • nagned HAJAW zdafaL liwkatneM yrahkuB mamI .)b

    HALLA NAASAUKEK

    YRAHKUB MAMI NAKRIFAKGNEM YNAABLA-LA

    , ,

    : .

    halet irahkuB mamI aynhuggnuseS .irahkuB mamI naliwkat irakgnignem ,igal aynawtaF aratnA

    : hallanamriF nakliwkatnem

    :

    : ini taya haletes irahkub mami atakreb ayN-hajaw ilaucek rucnah naka utauses paiteS : aynitra

    aynaasaukek halada )ayN-hajaw( aynankam

  • Tetapi Al-Albaany mengkritik keras takwilan ini lalu berkata :

    (( ))

    Ini sepatutnya tidak dituturkan oleh seorang Muslim yang beriman .

    Lihatlah kitab (( Fatawa Al-Albaany )) m/s 523. Tentang takwilan Imam Bukhari ini adalah suatu yang

    diketahui ramai kerana jika dilihat pada naskhah yang ada pada hari ini tidak ada yang lain melainkan

    termaktub di sana takwilan Imam Bukhari terhadap ayat Mutasyabihat tadi. Di samping itu juga, ini

    adalah antara salah satu dalil konsep penakwilan nusush sudah pun wujud pada zaman salaf

    (pendetailan pada pegertian makna). Bagaimana Beliau berani melontarkan pengkafiran terhadap Imam

    Bukhary As-Salafi dan mendakwa Imam Bukhary tiada iman dalam masa yang sama beriya-riya mengaku

    dirinya sebagai Muhaddits??!! memalukan je..

    Beliau bukanlah hanya terhenti di situ sahaja, tetapi berani lagi mengeluarkan fatwa-fatwa sesat

    termasuk pengharaman bertawassul kepada dengan diri Nabi Sollallahu Alaihi WassallaM dan

    menjadikan Istigahtsah selain daripada nabi sebagai syirik. Perkara ini boleh di rujuk didalam kitabnya ((

    AL-TAWASSSUL)), m/s 70 dan 73. Maka apa yang akan dikata oleh pengikut yang taasub dengan Al-

    Albaany jika penulis mengatakan Imam Bukhary meriwayatkan Hadis Tentang hari kiamat yang

    menunjukkan keharusan beristighatsah..yallah nanzur

    (( ))

    maka ketika mana mereka juga beristighatsah dengan nabi Adam kemudian Nabi Musa, kemudian nabi

    Muhamad..

    Sebenarnya berlambak lagi dalil-dalil tentang keharusan bertawassul dan beristighatsah yang sohih dan

    diriwayatkan oleh ulama-ulama muhadditsin yang muktabar.